Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MISKONSEPSI DAN CARA MENGATASINYA


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan IPA

Dosen Pengampu:
Dr. Sri Sulistiyorini, M.Pd.
Dewi Nilam Tyas, S.Pd.

Disusun Oleh:
Rabiah (1401419077)
Salsa Nabila Junaedi (1401419078)
AA Bagus Tri Rama Antara (1401419079)
Tiara Indriana Wati (1401419080)

Rombel B / 2019

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur pertama-tama kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dimana atas
limpahan rahmat dan karunianya sehingga kita masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan
tugas makalah yang singkat ini. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah
Kewirausahaan yang membahas tentang bagaimana memasarkan suatu produk jasa dalam
dunia wirausaha. Kami menyadari di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
baik dari segi penulisan maupun pokok bahasan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca sekalian sehingga nantinya dapat kami jadikan bahan
evaluasi dan referensi pada penulisan karya-karya tulis kami berikutnya.
Sekian dan terima kasih.

Semarang, 3 November 2020


Hormat Kami

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tujuan pembelajaran sains adalah untuk membantu siswa dalam mengembangkan
suatu pemahaman konsep yang bermakna dan membuat siswa mengetahui bagaimana
konsep tersebut dapat teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dari pemahaman tersebut
diharapkan siswa mampu mendeskripsikan dan menghubungkan antar konsep untuk
menjelaskan peristiwa-peristiwa alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Literatur
telah menunjukkan terjadi pemahaman konsep sains yang berbeda dengan konsep yang
diterima secara ilmiah. Pemahaman konsep yang berbeda dengan konsep yang diterima
secara ilmiah dikenal dengan istilah miskonsepsi.

Miskonsepsi merupakan pengertian tentang suatu konsep yang tidak tepat, salah
dalam menggunakan konsep nama, salah dalam mengklasifikasikan contohcontoh konsep,
keraguan tentang konsep-konsep yang berbeda, tidak tepat dalam menghubungkan
berbagai macam konsep dalam susunan hierarkinya atau pembuatan generalisasi suatu
konsep yang berlebihan atau kurang jelas. Miskonsepsi dalam sains telah menjadi
perhatian serius dalam dunia pendidikan. Miskonsepsi tidak dapat dihilangkan dengan
metode mengajar yang klasik yaitu metode ceramah, karena menurut Berg (1991) salah
satu ciri miskonsepsi yaitu sangat tahan akan perubahan dan sulit sekali diubah. Menurut
Novak dalam Suryanto dan Hewindawati (2004), miskonsepsi tentang sains banyak
terjadi di berbagai negara mulai dari siswa tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai dengan
mahasiswa di Perguruan Tinggi (PT). Menurut banyak penelitian, miskonsepsi dapat
terjadi di semua bidang sains, seperti fisik dan biologi. Miskonsepsi yang terjadi pada
siswa dapat menghambat proses penerimaan dan pengintegrasian pengetahuan yang baru
dalam pemikirannya, sehingga akan menghalangi siswa untuk pembelajaran yang lebih
mendalam tentang materi khususnya biologi. Banyak konsep-konsep dalam biologi saling
berhubungan dan merupakan kunci untuk memahami konsep lain, sehingga miskonsepsi
pada satu konsep mengakibatkan miskonsepsi pada konsep lain. Arnaudin dan Mintzes
(1985) melaporkan bahwa siswa sekolah menengah mengalami miskonsepsi tentang
pembuluh vena yaitu darah yang berada di dalam pembuluh darah berwarna biru, namun
konsep yang benar adalah darah terdeoksigenasi sehingga siswa sulit untuk memahami
konsep darah selanjutnya.

Pemahaman konsep tentang sains merupakan salah satu indikator penting untuk
mencapai keberhasilan belajar IPA. Terdapat hubungan antara pemahaman konsep
dengan miskonsepsi, pemahaman konsep pada pembelajaran IPA berupa penguasaan
terhadap konsep yang sesuai dengan kesepakatan para ilmuwan, tidak menyimpang dan
tidak menimbulkan hipotesis lain yang dapat menimbulkan konflik kognitif. Sedangkan
miskonsepsi merupakan kesalahan atau ketidaksesuaian konsep dengan pengertian ilmiah
yang diterima oleh para ahli. Adapun bentuk miskonsepsi dapat berupa kesalahan konsep
awal, kesalahan dalam menghubungkan berbagai konsep, dan gagasan yang salah.
Adanya miskonsepsi haruslah menjadi perhatian bagi para guru, hal ini dikarenakan
miskonsepsi dapat berdampak pada keberhasilan siswa dalam belajar IPA.

Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk


mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut.
Pembelajaran IPA merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan, yang dilaksanakan
dengan menuangkan pengetahuan kepada siswa (Khusniati, 2012). Dalam pembelajaran
IPA perlu memiliki strategi mengajar yang lebih inovatif agar bidang studi yang
dibelajarkan mampu diserap dengan baik.

Materi pelajaran IPA harus diajarkan dengan pembelajaran yang memungkinkan


siswa mengembangkan kemampuan yang dimilikinya dan dapat membangun sendiri
konsepnya. Pada hal ini belajar adalah proses penemuan, konsep dibangun melalui
asimilasi dan akomodasi. Pengetahuan tidak sekedar di transformasikan tetapi juga di
interpretasi untuk menghasilkan ilmu baru dan siswa dilatih untuk dapat berpikir kritis,
berpikir kreatif, kolaboratif dan mampu menkomunikasikan suatu ilmu dengan baik.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penyusun akan membahas mengenai


miskonsepsi pembelajaran IPA san cara mengatasinya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud Miskonsepsi?
2. Apa yang menjadi penyebab terjadinya miskonsepsi?
3. Metode apa yang dapat digunakan dalam mengatasi miskonsepsi?
4. Bagaimana upaya mengatasi miskonsepsi tersebut?
5. Bagaimana konsep untuk menhgatasi miskonsepsi dalam pembelajaran IPA?
6. Bagaimana contoh miskonsepsi dalam IPA?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui makna miskonsepsi.
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya miskonsepsi.
3. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam mengatasi miskonsepsi.
4. Untuk mengetahui upaya mengatasi miskonsepsi.
5. Untuk mengetahui pentingnya konsep dalam mengatasi miskonsepsi IPA.
6. Untuk mengetahui contoh miskonsepsi dalam IPA.
7.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MISKONSEPSI
Konsep merupakan abstraksi yang berdasarkan dari pengalaman. Menurut Dahar
(dalam Samatowa, 2010: 52) konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas,
objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang memiliki atribut sama. Selain itu menurut
Rustaman (2005: 51), konsep merupakan suatu abstaksi yang menggambarkan ciri-ciri,
karakter yang sama dari sekelompok objek dari suatu fakta, baik merupakan suatu proses,
peristiwa, benda, fenomena di alam yang membedakannya dari kelompok lainnya.
Pemahaman seseorang tentang suatu konsep disebut konsepsi, konsepsi seseorang
berbeda dengan konsepsi orang lain.

Sedangkan kesalahan dalam memahami konsep atau pemahaman terhadap konsep


yang tidak sesuai dengan kesepakatan para ilmuan itulah yang disebut miskonsepsi.
Miskonsepsi berasal dari 2 kata yaitu miss dan concept, miss artinya hilang dan concept
berati konsep atau makna tentang suatu hal. Miskonsepsi dipandang sebagai pengertian
yang tidak akurat mengenai konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-
contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hierarkis
konsep-konsep yang tidak benar (Suparno, 2005). Senada dengan penjelasan sebelumnya
Pesman (2005) mengartikan miskonsepsi sebagai prasangka atau pemahaman tentang
suatu konsep yang diyakini secara kuat namun konsep yang diyakini tidak sesuai dengan
konsep-konsep ilmiah para ahli.

Miskonsepsi berasal dari serapan bahasa Inggris yaitu misconception yang


memiliki arti dalam bahasa Indonesia “salah paham”. Banyak ahli memberikan
pengertian miskonsepsi. Diantaranya Salim Hasan (1999: 294), mendefinisikan
miskonsepsi sebagai struktur kognitif (pemahaman) yang berbeda dari pemahaman yang
telah ada dan diterima di lapangan, dan struktur kognitif ini dapat mengganggu
penerimaan ilmu pengetahuan yang baru.

Setiap individu memiliki interpretasi berbeda terhadap sebuah konsep. Interpretasi


ini merupakan sebuah konsepsi, dan konsepsi tersebut dapat sesuai dengan pendapat para
ahli sains, namun dapat juga bertentangan. Jika konsepsi siswa tersebut melatar belakangi
siswa dalam memahami suatu konsep, maka konsep siswa tersebut disebut miskonsepsi
(Berg (2004: 12)).

Menurut Suparno (2005: 4), miskonsepsi (salah konsep) adalah konsep yang tidak
sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para pakar dalam
bidang itu. Sementara itu, menurut Kustiyah (2007: 25), miskonsepsi adalah kesalahan
dalam memahami suatu konsep yang ditunjukkan dengan kesalahan dalam menjelaskan
dalam bahasanya sendiri. Sedangkan, Ormrod (2009: 327) dalam bukunya memberikan
definisi miskonsepsi sebagai berikut: “miskonsepsi adalah kepercayaan yang tidak sesuai
dengan penjelasan yang diterima umum dan memang sudah terbukti sahih tentang
sesuatu”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah suatu ide atau
gagasan siswa yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah sehingga menyebabkan
kesalahan dalam memahami suatu konsep yang ditunjukkan dengan kesalahan dalam
menjelaskan menurut bahasanya sendiri.

Menurut Ormrod (2009: 339), kemungkinan miskonsepsi siswa berasal dari


berbagai sumber, yaitu miskonsepsi muncul dari niat baik siswa itu sendiri untuk
memahami apa yang mereka lihat, siswa menarik kesimpulan yang salah, karena
menyimpulkan hanya dari apa yang ia lihat tanpa mencari tahu konsep yang sebenarnya,
masyarakat dan budaya dapat memperkuat miskonsepsi yang terkadang ungkapan-
ungkapan yang umum dalam bahasa pun salah mempresentasikan makna yang
sesungguhnya, dongeng dan acara kartun yang ditampilkan di televisi bisa salah
mempresentasikan hukum Fisika, gagasan yang keliru dari orang lain, guru dan
pengarang buku pelajaran. Sedangkan menurut Winny dan Taufik (2008: 3-4), sebab-
sebab terjadinya miskonsepsi yaitu kondisi siswa, guru, metode mengajar, buku, dan
konteks.

Fowler dan Jaoude (1987) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan miskonsepsi
adalah pengertian tentang suatu konsep yang tidak tepat, salah dalam menggunakan
konsep nama, salah dalam mengklasifikasikan contoh-contoh konsep, keraguan terhadap
konsep-konsep yang berbeda, tidak tepat dalam menghubungkan berbagai macam konsep
dalam susunan hierarkinya atau pembuatan generalisasi suatu konsep yang berlebihan
atau kurang jelas. Menurut Amien (1990) miskonsepsi dapat pula terjadi karena adanya
gagasan atau ide yang didasarkan pada pengalaman yang tidak relevan. Jika miskonsepsi
terjadi pada peserta didik cenderung menetap dan sulit untuk diubah serta akan
berpengaruh pada proses belajar mengajar berikutnya.

Syarat Konsep Dianggap Miskonsepsi Konsep siswa di anggap miskonsepsi


apabila memenuhi kriteria berikut :

a. Atribut tidak lengkap, yang berakibat pada gagalnya mendefinisikan konsep


secara benar dan lengkap.
b. Penerapan konsep yang tidak tepat, akibat dalam perolehan konsep terjadi
diferensiasi yang gagal.
c. Gambaran konsep yang salah, proses generalisasi dari suatu konsep abstrak bagi
seseorang yang tingkat pikirnya masih konkrit akan banyak mengalami hambatan.
d. Generalisasi yang salah dari suatu konsep, berakibat pada hilangnya esensi dasar
konsep tersebut. Kehilangan pemahaman terhadap esensi konsep menimbulkan
pandangan yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah.
e. Kegagalan dalam melakukan klasifikasi.
f. Misinterpertasi terhadap suatu objek abstrak dan proses yang berakibat gambaran
yang diberikan tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya.

Berkaitan dengan terjadinya miskonsepsi pada siswa, ahli konstruktivisme


berpandangan bahwa pengetahuan siswa dikontruksi atau dibangun oleh siswa sendiri.
Proses konstruksi pengetahuan tidak melulu hanya logika berpikir tetapi merupakan
campuran antara pengalaman, hasil pengamatan, kemampuan berpikir, dan kemampuan
berbahasa. Karena itu, pengetahuan yang dikonstruksi siswa tidak akan mungkin sama
antara yang satu dengan yang lain. Apalagi, jika dibandingkan dengan pengetahuan yang
disusun para ilmuwan. Pada saat siswa berinteraksi dengan lingkungan belajarnya, siswa
mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalamannya. Oleh karena itu, ketika proses
kontruksi pengetahuan terjadi pada siswa, sangat besar kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam proses mengkontruksi karena secara alami siswa belum terbiasa mengkontruksi
pengetahuan sendiri secara tepat. Apalagi jika tidak didampingi sumber informasi yang
jelas dan akurat.

B. PENYEBAB MISKONSEPSI
Berbicara miskonsepsi, tentu banyak faktor penyebabny. Mungkin diantaranya
karena faktor perkembangan intelektual individu dari tahap ke tahap. Perkembangan
menurut teori Piaget terjadi secara berurutan mulai dari sensorimotor, pre-operasional,
operasional konkrit, menuju ke operasional abstrak/ operasi formal. Seseorang, dalam
perkembangannya, hanya berada pada satu tahap tertentu atau dalam transisi antara dua
tahap yang berurutan. Oleh karena itu kelompok Piaget menyarankan agar pembelajaran
disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan intelektual siswa. Namun demikian siswa
tidak berarti tidak lagi menghadapi masalah bila pembelajarannya telah sesuai dengan
tahap perkembangan intelegensinya, karena paling tidak ada empat faktor yang
berpengaruh pada perkembangan itu, yatitu proses menuju kedewasaan, interaksi social,
pengalaman hidup dan ketidak seimbangan kognitif.
Proses menuju kedewasaan merupakan fungsi dari waktu. Semakin tua umurnya
ia semakin dewasa. Interaksi social merujuk pada hubungan dan interaksi antara dirinya
dengan keluarga dan teman-temannya. Pengalaman hidup diperoleh dari hasil
pemahamannya tentang dunia sekitarnya. Pada umumnya dengan cara
membandingkannya dengan yang lain. Ketidak seimbangan kognitif merujuk pada situasi
konflik antara pengetahuan yang lama dan pengetahuan yang baru. Konflik semacam ini
menuntun siswa mengajukan berbagai pertanyaan.
Ketidak seimbangan ini akan diselesaikan melalui proses asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi merupakan usaha untuk menempatkan pengetahuan yang baru di
antara pengetahuan yang telah ada. Dengan cara seperti itu, pengetahuan yang baru
menjadi berarti baginya, pengetahuan baru menjadi bermakna baginya. Namun,
kenyataannya proses asimilasi itu tidak selalu mulus berlangsung. Karena itu, proses
akomodasi mengambil alih.
Akomodasi merujuk suatu proses menyusun cara berpikir baru untuk menghadapi
sesuatu yang sungguh-sungguh baru atau karena proses asimilasi tidak dapat berlangsung.
Cara berpikir berpikir menghadapi dunia ini, sering disebut struktur mental. Sesaat
setelah terbentuk, struktur mental ini akan dipakai berulang-ulang dari waktu ke waktu
dalam menghadapi pengetahuan yang baru. Kemungkinan juga akan dihasilkan struktur
mental yang baru, maka siswa akan membuat hubungan antara masing-masing struktur
mental itu satu dengan yang lain.
Miskonsepsi tidak hanya terjadi pada siswa tetapi juga terjadi pada guru. Hal ini
menyebabkan miskonsepsi pada siswa semakin besar. Miskonsepsi juga dapat terjadi
pada buku-buku yang dijual di pasaran. Jika buku tersebut digunakan guru dan siswa
sebagai sumber belajar maka guru dan siswa tersebut akan mengalami miskonsepsi dan
bahkan makin memperkuat miskonsepsi yang sebelumnya sudah terjadi.
1. Siswa
Faktor penyebab miskonsepsi yang datang dari siswa dapat berupa
prakonsepsi yang dimiliki siswa, struktur mental yang tidak siap, pengalaman,
cara berpikir, minat siswa, dan kemampuan siswa. Konsep awal yang dimiliki
siswa menunjukkan bahwa pikiran siswa sejak lahir tidak kosong atau diam.
Selama melakukan interaksi dengan lingkungannya siswa terus aktif mencari
informasi untuk memahami sesuatu. Menurut teori konstruktivistik, proses
kontruksi pengetahuan seseorang akan terbangun sejak lahir. Siswa yang baru
belajar secara formal di sekolah pada usia 6-7 tahun, sudah memiliki konsepsi
awal sesuai dengan pengalaman dan informasi yang diterimanya dari orang tua
dan lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, sangat besar kemungkinan konsepsi
awal yang dimiliki siswa tidak sesuai dengan konsep ilmiah yang dalam bidang
IPA.
Banyak hal lain yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi yang
ditimbulkan oleh siswa itu sendiri. Diantaranya tahap perkembangan kognitif yang
tidak sesuai dengan konsep yang dipelajari, penalaran siswa yang terbatas dan
salah, kemampuan siswa menangkap dan memahami konsep yang dipelajari, dan
minat siswa untuk mempelajari konsep yang diberikan dan diajarkan.

2. Guru
Miskonsepsi pada siswa tidak hanya terjadi pada lingkungan keluarga
tetapi juga dapat terjadi karena miskonsepsi yang terjadi pada guru. Guru yang
tidak menguasai bahan ajar atau memiliki pemahaman yang tidak benar tentang
suatu konsep akan menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi. Banyak guru
yang melaksanakan pembelajaran IPA hanya dengan berbicara dan menulis di
papan tulis. Guru jarang bahkan tidak pernah melaksanakan kegiatan eksperimen
atau demonstrasi. Guru jarang memberikan contoh-contoh penerapan konsep yang
dipelajari dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan siswa. Bahkan masih banyak
guru yang melaksanakan pembelajaran atas dasar tugas rutin yang harus selesai
pada waktunya. Hal ini menyebabkan guru berlari sendirian sementara siswa tetap
diam di tempat atau terseok-seok mengikuti guru dengan caranya sendiri.
Materi IPA di sekolah bukanlah mata pelajaran yang berisi sejarah IPA
tetapi merupakan materi yang dikembangkan berdasarkan pengalaman dan
kegiatan konkret. Oleh karena itu, mata pelajaran IPA tidak dapat diberikan
dengan berbicara dan menulis saja tetapi harus didasarkan pada pengalaman siswa
dalam kehidupan sehari-hari dan diperoleh melalui kegiatan praktikum atau
langsung berinteraksi dengan benda yang dipelajari.
Apabila miskonsepsi tersebut dipertahankan tentu saja akan memberikan
dampak buruk bagi pemahaman siswa, hal ini dikarenakan guru merupakan salah
satu sumber belajar siswa. Selain itu dalam pelaksanaan pembelajaran guru jarang
memberikan contoh aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari, guru hanya
sebatas mengajar IPA berupa hafalan konsep saja. Hal ini menyebabkan
miskonsepsi pada siswa semakin besar dikarenakan siswa tidak dilibatkan secara
aktif baik fisik maupun mental dalam proses pembelajaran.
3. Metode pembelajaran
Pemilihan guru terhadap metode pembelajaran dan pelaksanaannya di
kelas sangat berpengaruh terhadap terjadinya miskonsepsi pada siswa. Oleh
karena itu, guru perlu memahami dan memiliki keterampilan dalam memilih
metode pembelajaran yang akan dilaksanakannya. Berikut beberapa contoh
metode pembelajaran dalam IPA.
a. Metode ceramah merupakan metode yang paling banyak dipilih dan
dilaksanakan oleh guru di sekolah. Mengapa? Dengan berbagai
argumentasi, tentunya semua guru dapat memberikan alasan mengapa
akhirnya mereka memilih metode ceramah. Metode ceramah memang
dapat digunakan dalam pembelajaran IPA. tetapi akan lebih baik jika guru
tidak membatasi diri dengan satu metode saja. Guru perlu kritis dengan
metode yang dipilih dan digunakannya. Metode ceramah yang tidak
memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya dan mengungkapkan
gagasannya seringkali meneruskan dan memupuk miskonsepsi.

b. Metode demonstrasi merupakan salah satu metode yang dianjurkan


dalam pembelajaran IPA. Metode demonstrasi dilakukan untuk mengatasi
kekurangan alat dan bahan pembelajaran. Fungsi metode demonstrasi
adalah memberikan pembuktian bagi suatu konsep dengan cara
melakukan, mengamati dan menguji. Metode demonstrasi juga membuat
pembelajaran lebih menarik, untuk memperkenalkan cara kerja alat atau
memperkenalkan penggunaan alat dan bahan untuk melakukan
eksperimen. Metode demonstrasi sebaiknya tidak hanya menampilkan
peristiwa IPA yang benar saja. Metode demonstrasi yang selalu
menampilkan peristiwa yang benar saja dapat membuat siswa bingung dan
tidak punya keinginan untuk mencoba sendiri sehingga siswa mengalami
miskonsepsi. Oleh karena itu, metode demonstrasi hendaknya
menampilkan peristiwa yang benar dan yang salah serta menggunakan
peristiwa dalam kehidupan sehari-hari siswa.

c. Metode eksperimen merupakan metode yang sangat dianjurkan dalam


pembelajaran IPA karena melalui praktek sendiri mempelajari peristiwa
alam siswa diajak untuk mengenali dan menganalisis penyebab dan
dampak peristiwa alam dalam kehidupan sehari-hari. Namun penggunaan
metode eksperimen tidak selamanya menjadi yang terbaik. Penggunaan
metode eksperimen yang sifatnya membuktikan sesuatu dan sudah
diketahui jawabannya sebelum kegiatan eksperimen dilakukan akan
menyebabkan kegiatan eksperimen tersebut tidak bermakna bahkan
menimbulkan miskonsepsi pada siswa. Hal ini terjadi jika kegiatan
eksperimen dilakukan dengan data-data yang sangat terbatas sehingga
konsep IPA yang dipelajari menjadi sulit dipahami siswa.

d. Metode diskusi  merupakan metode yang banyak digunakan guru dalam


pembelajaran IPA terutama jika pembelajaran tersebut dilaksanakan
dengan kelompok belajar siswa. Metode diskusi pada dasarnya merupakan
kerja kelompok siswa yang berperan membantu siswa untuk
mengembangkan dan memeriksa kembali konsep dan pengetahuannya
dengan membandingkannya dengan konsep dan pengetahuan siswa-siswa
lainnya. Namun, metode diskusi juga dapat menyebabkan terjadinya
miskonspsi pada siswa jika dalam kelompok diskusi tersebut siswa
mempunyai konsep yang salah maka kesalahan tersebut akan semakin
diperkuat oleh siswa lain. Jika hal ini dibiarkan maka akan terjadi
miskonsepsi pada siswa. Oleh karena itu, guru hendaknya membantu siswa
dalam menanggapi konsep yang dipelajari dan memperbaikinya.

4. Buku/Sumber Belajar
Selain dari siswa dan guru miskonsepsi juga dapat terjadi pada buku-buku
yang dijadikan sebagai sumber belajar siswa. Jika buku tersebut digunakan guru
dan siswa sebagai sumber belajar maka guru dan siswa tersebut akan mengalami
konsepsi dan bahkan makin memperkuat miskonsepsi yang sebelumnya sudah
terjadi.

C. METODE UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI


Pemilihan guru terhadap metode pembelajaran dan pelaksanaannya di kelas sangat
berpengaruh terhadap terjadinya miskonsepsi pada siswa. Oleh karena itu, guru perlu
memahami dan memiliki keterampilan dalam memilih metode pembelajaran yang akan
dilaksanakannya. Berikut beberapa contoh metode pembelajaran dalam IPA.
1) Metode ceramah
Merupakan metode yang paling banyak dipilih dan dilaksanakan oleh guru di sekolah.
Dengan berbagai argumentasi, tentunya semua guru dapat memberikan alasan
mengapa akhirnya mereka memilih metode ceramah. Metode ceramah memang dapat
digunakan dalam pembelajaran IPA. tetapi akan lebih baik jika guru tidak membatasi
diri dengan satu metode saja. Guru perlu kritis dengan metode yang dipilih dan
digunakannya. Metode ceramah yang tidak memberi kesempatan pada siswa untuk
bertanya dan mengungkapkan gagasannya seringkali meneruskan dan memupuk
miskonsepsi.
2) Metode demonstrasi
Merupakan salah satu metode yang dianjurkan dalam pembelajaran IPA. Metode
demonstrasi dilakukan untuk mengatasi kekurangan alat dan bahan pembelajaran.
Fungsi metode demonstrasi adalah memberikan pembuktian bagi suatu konsep
dengan cara melakukan, mengamati dan menguji. Metode demonstrasi juga membuat
pembelajaran lebih menarik, untuk memperkenalkan cara kerja alat atau
memperkenalkan penggunaan alat dan bahan untuk melakukan eksperimen. Metode
demonstrasi sebaiknya tidak hanya menampilkan peristiwa IPA yang benar saja.
Metode demonstrasi yang selalu menampilkan peristiwa yang benar saja dapat
membuat siswa bingung dan tidak punya keinginan untuk mencoba sendiri sehingga
siswa mengalami miskonsepsi. Oleh karena itu, metode demonstrasi hendaknya
menampilkan peristiwa yang benar dan yang salah serta menggunakan peristiwa
dalam kehidupan sehari-hari siswa.
3) Metode eksperimen
Merupakan metode yang sangat dianjurkan dalam pembelajaran IPA karena melalui
praktek sendiri mempelajari peristiwa alam siswa diajak untuk mengenali dan
menganalisis penyebab dan dampak peristiwa alam dalam kehidupan sehari-hari.
Namun penggunaan metode eksperimen tidak selamanya menjadi yang terbaik.
Penggunaan metode eksperimen yang sifatnya membuktikan sesuatu dan sudah
diketahui jawabannya sebelum kegiatan eksperimen dilakukan akan menyebabkan
kegiatan eksperimen tersebut tidak bermakna bahkan menimbulkan miskonsepsi pada
siswa. Hal ini terjadi jika kegiatan eksperimen dilakukan dengan data-data yang
sangat terbatas sehingga konsep IPA yang dipelajari menjadi sulit dipahami siswa.
4) Metode diskusi
Merupakan metode yang banyak digunakan guru dalam pembelajaran IPA terutama
jika pembelajaran tersebut dilaksanakan dengan kelompok belajar siswa. Metode
diskusi pada dasarnya merupakan kerja kelompok siswa yang berperan membantu
siswa untuk mengembangkan dan memeriksa kembali konsep dan pengetahuannya
dengan membandingkannya dengan konsep dan pengetahuan siswa-siswa lainnya.
Namun, metode diskusi juga dapat menyebabkan terjadinya miskonspsi pada siswa
jika dalam kelompok diskusi tersebut siswa mempunyai konsep yang salah maka
kesalahan tersebut akan semakin diperkuat oleh siswa lain. Jika hal ini dibiarkan
maka akan terjadi miskonsepsi pada siswa. Oleh karena itu, guru hendaknya
membantu siswa dalam menanggapi konsep yang dipelajari dan memperbaikinya.

D. UPAYA MENGATASI MISKONSEPSI


Beberapa penelitian terdahulu tentang upaya mengatasi miskonsepsi belum mendapatkan
hasil yang maksimal. Miskonsepsi yang sudah dapat diatasi kadang-kadang muncul
kembali apa kondisi tertentu. Ketika siswa menghadapi soal yang sedikit menyimpang,
kadang-kadang miskonsepsi muncul kembali dan membawa pengaruh yang salah. Ada
beberapa unsur yang telah dirumuskan para peneliti tentang cara mengatasi miskonsepsi
antara lain sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi prakonsepsi siswa. Apa yang ada dalam pikiran siswa sebelum
kita mualai mengajar? Prakonsepsi apakah yang sudah terbentuk dalam pikiran
siswa tentang pengalaman dan peristiwa-peristiwa yang akan dipelajari? Apa
kekurangan prakonsepsi tersebut?
2. Prakonsepsi dapat diketahui dari leteratur, dari tes diagnostis, dan dari
pengamatan kegiatan siswa.
3. Merancang pengalaman belajar yang bertolak dari prakonsepsi dengan melakukan
penguatan terhadap konsep yang sudah benar dan mengevaluasi konsep yang
masih salah. Prinsip utama dalam mengevaluasi miskonsepsi adalah siswa
melakukan pengalaman belajar yang menunjukkan pertentangan konsep dengan
peristiwa alam. Dengan demikian diharapkan terjadi pertentangan antara
pengalaman baru dengan konsep yang lama sehingga terjadi koreksi konsepsi
(cognitive dissonance theory, festinger). Menurut piaget pertentangan antara
pengalaman baru dengan konsep yang salah akan terjadi akomodasi yaitu
penyesuaian struktur kognitif yang menghasilkan konsep baru yang lebih tepat.
4. Memperbanyak latihan soal untuk melatih konsep baru dan menguatkannya. Soal-
soal yang dikerjakan benar-benar dipilih sedemikian rupa sehingga perbedaan
antara konsep yang salah dan yang benar akan muncul dengan jelas. Hal yang
dapat dilakukan guru untuk membantu siswa dalam memahami konsep yang benar
yaitu dengan cara membahas soal dengan memperhatikan dan memahamkan
konsep yang benar kepada siswa. Guru tidak hanya menulis banyak rumus di
papan tulis atau hanya melakukan ceramah tanpa interaksi dengan siswa.

E. PENTINGNYA PEMAHAMAN KONSEP UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI


Secara garis besar langkah yang digunakan membantu mengatasi miskonsepsi adalah:
1. Mencari atau mengungkapkan miskonsepsi yang dilakukan siswa
2. Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut
3. Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi
Beberapa sarana untuk menyelesaikan miskonsepsi tidak berhasil karena pendidik tidak
tahu persis penyebab miskonsepsi, sehingga cara yang ditempuh tidak tepat. Maka,
mencari penyebab miskonsepsi menjadi unsur penting sebelum menentukan cara
mengatasinya. Banyak guru Fisika membantu peserta didik mengatasi miskonsepsi
dengan cara mengulangi penjelasan bahan beberapa kali. Akibatnya, peserta didik yang
sudah mengerti menjadi bosan, dan peserta didik yang mempunyai miskonsepsi tetap
tidak terbantu karena tidak tahu letak kesalahannya. Hal ini terjadi karena guru tidak
mencari penyebab miskonsepsi peserta didik terlebih dahulu, sehingga metode yang
digunakan tidak tepat.
Penyebab miskonsepsi yang diuraikan di sini masih sangat terbatas. Dalam kenyataan di
lapangan, peserta didik dapat mengalami miskonsepsi dengan sebab-sebab yang lebih
bermacam-macam dan rumit. Penyebab sesungguhnya sering kali juga sulit diketahui,
karena peserta didik kadang-kadang tidak secara terbuka mengungkapkan bagaimana
hingga mereka mempunyai konsep yang tidak tepat tersebut.
Kita juga perlu mengetahui bahwa miskonsepsi yang dialami setiap peserta didik dalam
satu kelas dapat berlainan dan penyebabnya juga berlainan. Maka dapat terjadi, dalam
satu kelas terdapat bermacam-macam miskonsesi dan penyebab miskonsepsi. Dengan
demikian, bagi para pendidik tidak mudah untuk sungguh-sungguh mengerti penyebab
miskonsepsi yang dialami setiap peserta didik. Sebagai akibatnya, tidak mudah juga
untuk dapat membantu setiap peserta didik secara tepat dalam mengatasi miskonsepsi.
F. CONTOH MISKONSEPSI DALAM IPA
Di bawah ini diberikan beberapa contoh miskonsepsi yang sering dijumpai pada peserta
didik.
Beberapa peserta didik salah mengerti akan konsep kecepatan sesaat dan percepatan
sesaat. Mereka memahami sesaat sebagai “suatu waktu interval” meskipun merupakan
interval yang sangat kecil. Pengertian kecepatan sesaat dan percepatan sesaat memang
sulit dimengerti, khususnya karena banyak buku menjelaskannya dengan pengertian limit
yang masih sulit bagi peserta didik SMA.
Banyak peserta didik juga punya salah pengertian tentang percepatan gravitasi.
Kebanyakan siswa secara spontan mengatakan bahwa sebuah benda yang lebih berat akan
jatuh lebih cepat daripada benda yang ringan pada peristiwa gerak jatuh bebas. Beberapa
peserta didik malah masih menganggap bahwa bola besi dan bola plastik yang dijatuhkan
bebas dari ketinggian yang sama akan sampai di tanah dalam waktu yang berbeda karena
bola besi akan jatuh lebih cepat dari bola plastik. Padahal menurut prinsip Fisika, kedua
benda itu akan jatuh dengan percepatan yang sama dan waktu yang ditempuh sampai ke
lantai juga sama (bila tidak ada unsur lain yang mempengaruhi). Cukup banyak peserta
didik juga berpikir bahwa jika dua benda bergerak dalam waktu dan percepatan yang
sama, mereka akan punya jarak tempuh sama pula. Mereka lupa bahwa kecepatan awal
perlu diperhitungkan karena unsur itu yang membuat jaraknya berbeda. Dalam rumus
jarak St=V0.t + ½ a.t2 tampak bahwa kecepatan awal (V0) ikut menentukan jarak yang
ditempuh suatu benda. Dua benda yang bergerak kecepatan awal berlainan, meskipun
waktu (t) dan percepatan (a) sama, akan menempuh jarak yang berbeda.

Miskonsepsi tentang Pesawat sederhana memperkecil usaha yang dilakukan


Kita harus memahami secara tepat fungsi pesawat sederhana, yakni memudahkan kerja
namun tidak membuat kerja menjadi lebih kecil. Walaupun demikian, kata
“mempermudah” kerja tidak selalu memiliki arti gaya yang diberikan pada pesawat lebih
kecil. Hal ini bergantung pada jenis pesawat dan keuntungan mekaniknya.

Miskonsepsi tentang Fotosintesis dapat dilakukan pada malam hari. 


Fotosintesis pada tumbuhan hanya dapat terjadi dengan bantuan cahaya matahari,
sehingga hanya bisa dilakukan pada siang hari dengan demikian akan terjadilah
miskonsepsi oleh peserta didik.
Matahari bergerak mengelilingi bumi. Setiap hari, kita melihat matahari di pagi hari
terbit di ufuk timur. Tengah hari berada tepat di atas kepala kita. Senja hari, tenggelam di
ufuk barat. Kesimpulan apa yang dibuat peserta didik? Ya, banyak anak usia SD yang
berpendapat bahwa matahari bergerak mengelilingi bumi dari timur ke barat siang malam.
Pengalaman dapat menimbulkan miskonsepsi.

Ayam berkokok mempengaruhi matahari terbit. Setiap subuh, kita mendengar suara


ayam berkokok demikian juga yang tinggal berdekatan dengan mesjid, atau surau
mendengar suara Azdan subuh. Tidak lama kemudian kita melihat matahari terbit. Apa
yang akan disimpulkan peserta didik? Peserta didik kita akan ada yang berpendapat ayam
berkokok mempengaruhi matahari terbit. Hal ini dapat menghasilkan miskonsepsi oleh
peserta didik.

Miskonsepsi tentang Air laut berwarna biru


Air laut tidak memiliki warna. Warna air laut sama dengan warna air  pada umumnya,
yaitu bening atau tidak berwarna. Karena itu pernyataan air laut  berwarna biru adalah
salah. Air laut merefleksikan warna langit. Cahaya matahari yang mengenai\langit dan
akan direfleksikan ke mata manusia. Karena langit  berwarna biru maka hal inilah yang
menjadikan air laut nampak berwarna biru.

Miskonsepsi tentang Benalu dan Anggrek merpati yang tumbuh  pada ranting
pohon mangga merupakan parasit
Anggrek, hanya menempel pada kulit pohon, semua kebutuhan seperti karbondioksida
dan air diambil sendiri dari udara dan anggrek melakukan fotosintesis untuk memenuhi
keperluannya akan makanan. Sebaliknya benalu merupakan parasit. Dengan organ tubuh
seperti akar benalu menyerap air dari tanaman yang ditumpanginya sedang
karbondioksida diambil dari udara dan  benalu melakukan fotosintesis. Pada kasus ini
benalu disebut setengah parasit.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam pembelajaran IPA, kemampuan memahami konsep merupakan salah satu
indikator penting. Namun pada kenyataannya salah satu permasalahan yang ditemukan
adalah masih banyak siswa yang mengalami miskonsepsi, hal tersebut disinyalir dapat
berdapak pada rendahnya hasil belajar siswa khususnya pada pembelajaran IPA.
Miskonsepsi merujuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang
diterima oleh para ahli.
Ada begitu banyak hal yang menjadi faktor penyebab terjadinya miskosepsi yang
dialami oleh siswa diantanya adalah prakonsepsi yang dimiliki oleh siswa itu sendiri,
guru, pembelajaran yang dilakukan oleh guru, atau bahkan bahan ajar yang digunakan.
Permasalahan miskonsepsi ini tidaklah mudah untuk diselesaikan dan perlu menjadi
perhatian.
Ada banyak cara untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi. Secara umum,
kiat yang tepat untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi adalah mencari bentuk
kesalahan yang dimiliki siswa itu, mencari sebab-sebabnya, dan menemukan cara yang
sesuai untuk mengatasi miskonsepsi tersebut. Hal pertama yang harus dilakukan guru
adalah memahami kerangka berpikir siswa. Dengan memahami apa yang dipikirkan siswa
dan apa gagasan siswa diharapkan guru dapat mengetahui penyebab miskonsepsi dan
menemukan cara mengatasi miskonsepsi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Yuliati, yuyu. 2017. Miskonsepsi Siswa Pada Pembelajaran IPA Serta Remediasinya.
Majalengka: UNMA. Di akses 30 Oktober 2020 pukul 10.45 WIB.

Laksana, Dek Ngurah Laba. 2016. Miskonsepsi Dalam Materi IPA Sekolah Dasar. NTT:
STKIP Citra Bakti. Di akses 30 Oktober 2020 pukul 19.35 WIB.

Juhji. 2017. Upaya Mengatasi Miskonsepsi Siswa Pada Materi Sistem Saraf Melalui
Penggunan Peta Konsep. Banten: IAIN SMH Banten. Di akses 30 Oktober 2020
pukul 14.27 WIB.

Faizah, Kurniyatul. 2016. MISKONSEPSI DALAM PEMBELAJARAN IPA. Jurnal


Darussalam: Jurnal Pendidikan, Komunikasi dan Pemikiran Hukum Islam
hal.126-127

Iafa. 2013. Miskonsepsi IPA. http://iafabahagia.blogspot.com/2013/06/miskonsepsi-dalam


ipa -di–sd 477.html. Di akses 30 Oktober 2020 pukul 11.21 WIB.

Berg, Euwe van den. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga: Universitas Kristen
Satya Wacana Press.

Suparno, Paul. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Dalam Pendidikan Fisika. Jakarta:
PT Grasindo.

http://iafabahagia.blogspot.com/2013/06/miskonsepsi-dalam-ipa-di-sd_477.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai