Makalah Miskonsepsi Dan Cara Mengatasinya
Makalah Miskonsepsi Dan Cara Mengatasinya
Dosen Pengampu:
Dr. Sri Sulistiyorini, M.Pd.
Dewi Nilam Tyas, S.Pd.
Disusun Oleh:
Rabiah (1401419077)
Salsa Nabila Junaedi (1401419078)
AA Bagus Tri Rama Antara (1401419079)
Tiara Indriana Wati (1401419080)
Rombel B / 2019
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tujuan pembelajaran sains adalah untuk membantu siswa dalam mengembangkan
suatu pemahaman konsep yang bermakna dan membuat siswa mengetahui bagaimana
konsep tersebut dapat teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dari pemahaman tersebut
diharapkan siswa mampu mendeskripsikan dan menghubungkan antar konsep untuk
menjelaskan peristiwa-peristiwa alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Literatur
telah menunjukkan terjadi pemahaman konsep sains yang berbeda dengan konsep yang
diterima secara ilmiah. Pemahaman konsep yang berbeda dengan konsep yang diterima
secara ilmiah dikenal dengan istilah miskonsepsi.
Miskonsepsi merupakan pengertian tentang suatu konsep yang tidak tepat, salah
dalam menggunakan konsep nama, salah dalam mengklasifikasikan contohcontoh konsep,
keraguan tentang konsep-konsep yang berbeda, tidak tepat dalam menghubungkan
berbagai macam konsep dalam susunan hierarkinya atau pembuatan generalisasi suatu
konsep yang berlebihan atau kurang jelas. Miskonsepsi dalam sains telah menjadi
perhatian serius dalam dunia pendidikan. Miskonsepsi tidak dapat dihilangkan dengan
metode mengajar yang klasik yaitu metode ceramah, karena menurut Berg (1991) salah
satu ciri miskonsepsi yaitu sangat tahan akan perubahan dan sulit sekali diubah. Menurut
Novak dalam Suryanto dan Hewindawati (2004), miskonsepsi tentang sains banyak
terjadi di berbagai negara mulai dari siswa tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai dengan
mahasiswa di Perguruan Tinggi (PT). Menurut banyak penelitian, miskonsepsi dapat
terjadi di semua bidang sains, seperti fisik dan biologi. Miskonsepsi yang terjadi pada
siswa dapat menghambat proses penerimaan dan pengintegrasian pengetahuan yang baru
dalam pemikirannya, sehingga akan menghalangi siswa untuk pembelajaran yang lebih
mendalam tentang materi khususnya biologi. Banyak konsep-konsep dalam biologi saling
berhubungan dan merupakan kunci untuk memahami konsep lain, sehingga miskonsepsi
pada satu konsep mengakibatkan miskonsepsi pada konsep lain. Arnaudin dan Mintzes
(1985) melaporkan bahwa siswa sekolah menengah mengalami miskonsepsi tentang
pembuluh vena yaitu darah yang berada di dalam pembuluh darah berwarna biru, namun
konsep yang benar adalah darah terdeoksigenasi sehingga siswa sulit untuk memahami
konsep darah selanjutnya.
Pemahaman konsep tentang sains merupakan salah satu indikator penting untuk
mencapai keberhasilan belajar IPA. Terdapat hubungan antara pemahaman konsep
dengan miskonsepsi, pemahaman konsep pada pembelajaran IPA berupa penguasaan
terhadap konsep yang sesuai dengan kesepakatan para ilmuwan, tidak menyimpang dan
tidak menimbulkan hipotesis lain yang dapat menimbulkan konflik kognitif. Sedangkan
miskonsepsi merupakan kesalahan atau ketidaksesuaian konsep dengan pengertian ilmiah
yang diterima oleh para ahli. Adapun bentuk miskonsepsi dapat berupa kesalahan konsep
awal, kesalahan dalam menghubungkan berbagai konsep, dan gagasan yang salah.
Adanya miskonsepsi haruslah menjadi perhatian bagi para guru, hal ini dikarenakan
miskonsepsi dapat berdampak pada keberhasilan siswa dalam belajar IPA.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud Miskonsepsi?
2. Apa yang menjadi penyebab terjadinya miskonsepsi?
3. Metode apa yang dapat digunakan dalam mengatasi miskonsepsi?
4. Bagaimana upaya mengatasi miskonsepsi tersebut?
5. Bagaimana konsep untuk menhgatasi miskonsepsi dalam pembelajaran IPA?
6. Bagaimana contoh miskonsepsi dalam IPA?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui makna miskonsepsi.
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya miskonsepsi.
3. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam mengatasi miskonsepsi.
4. Untuk mengetahui upaya mengatasi miskonsepsi.
5. Untuk mengetahui pentingnya konsep dalam mengatasi miskonsepsi IPA.
6. Untuk mengetahui contoh miskonsepsi dalam IPA.
7.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MISKONSEPSI
Konsep merupakan abstraksi yang berdasarkan dari pengalaman. Menurut Dahar
(dalam Samatowa, 2010: 52) konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas,
objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang memiliki atribut sama. Selain itu menurut
Rustaman (2005: 51), konsep merupakan suatu abstaksi yang menggambarkan ciri-ciri,
karakter yang sama dari sekelompok objek dari suatu fakta, baik merupakan suatu proses,
peristiwa, benda, fenomena di alam yang membedakannya dari kelompok lainnya.
Pemahaman seseorang tentang suatu konsep disebut konsepsi, konsepsi seseorang
berbeda dengan konsepsi orang lain.
Menurut Suparno (2005: 4), miskonsepsi (salah konsep) adalah konsep yang tidak
sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para pakar dalam
bidang itu. Sementara itu, menurut Kustiyah (2007: 25), miskonsepsi adalah kesalahan
dalam memahami suatu konsep yang ditunjukkan dengan kesalahan dalam menjelaskan
dalam bahasanya sendiri. Sedangkan, Ormrod (2009: 327) dalam bukunya memberikan
definisi miskonsepsi sebagai berikut: “miskonsepsi adalah kepercayaan yang tidak sesuai
dengan penjelasan yang diterima umum dan memang sudah terbukti sahih tentang
sesuatu”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah suatu ide atau
gagasan siswa yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah sehingga menyebabkan
kesalahan dalam memahami suatu konsep yang ditunjukkan dengan kesalahan dalam
menjelaskan menurut bahasanya sendiri.
Fowler dan Jaoude (1987) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan miskonsepsi
adalah pengertian tentang suatu konsep yang tidak tepat, salah dalam menggunakan
konsep nama, salah dalam mengklasifikasikan contoh-contoh konsep, keraguan terhadap
konsep-konsep yang berbeda, tidak tepat dalam menghubungkan berbagai macam konsep
dalam susunan hierarkinya atau pembuatan generalisasi suatu konsep yang berlebihan
atau kurang jelas. Menurut Amien (1990) miskonsepsi dapat pula terjadi karena adanya
gagasan atau ide yang didasarkan pada pengalaman yang tidak relevan. Jika miskonsepsi
terjadi pada peserta didik cenderung menetap dan sulit untuk diubah serta akan
berpengaruh pada proses belajar mengajar berikutnya.
B. PENYEBAB MISKONSEPSI
Berbicara miskonsepsi, tentu banyak faktor penyebabny. Mungkin diantaranya
karena faktor perkembangan intelektual individu dari tahap ke tahap. Perkembangan
menurut teori Piaget terjadi secara berurutan mulai dari sensorimotor, pre-operasional,
operasional konkrit, menuju ke operasional abstrak/ operasi formal. Seseorang, dalam
perkembangannya, hanya berada pada satu tahap tertentu atau dalam transisi antara dua
tahap yang berurutan. Oleh karena itu kelompok Piaget menyarankan agar pembelajaran
disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan intelektual siswa. Namun demikian siswa
tidak berarti tidak lagi menghadapi masalah bila pembelajarannya telah sesuai dengan
tahap perkembangan intelegensinya, karena paling tidak ada empat faktor yang
berpengaruh pada perkembangan itu, yatitu proses menuju kedewasaan, interaksi social,
pengalaman hidup dan ketidak seimbangan kognitif.
Proses menuju kedewasaan merupakan fungsi dari waktu. Semakin tua umurnya
ia semakin dewasa. Interaksi social merujuk pada hubungan dan interaksi antara dirinya
dengan keluarga dan teman-temannya. Pengalaman hidup diperoleh dari hasil
pemahamannya tentang dunia sekitarnya. Pada umumnya dengan cara
membandingkannya dengan yang lain. Ketidak seimbangan kognitif merujuk pada situasi
konflik antara pengetahuan yang lama dan pengetahuan yang baru. Konflik semacam ini
menuntun siswa mengajukan berbagai pertanyaan.
Ketidak seimbangan ini akan diselesaikan melalui proses asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi merupakan usaha untuk menempatkan pengetahuan yang baru di
antara pengetahuan yang telah ada. Dengan cara seperti itu, pengetahuan yang baru
menjadi berarti baginya, pengetahuan baru menjadi bermakna baginya. Namun,
kenyataannya proses asimilasi itu tidak selalu mulus berlangsung. Karena itu, proses
akomodasi mengambil alih.
Akomodasi merujuk suatu proses menyusun cara berpikir baru untuk menghadapi
sesuatu yang sungguh-sungguh baru atau karena proses asimilasi tidak dapat berlangsung.
Cara berpikir berpikir menghadapi dunia ini, sering disebut struktur mental. Sesaat
setelah terbentuk, struktur mental ini akan dipakai berulang-ulang dari waktu ke waktu
dalam menghadapi pengetahuan yang baru. Kemungkinan juga akan dihasilkan struktur
mental yang baru, maka siswa akan membuat hubungan antara masing-masing struktur
mental itu satu dengan yang lain.
Miskonsepsi tidak hanya terjadi pada siswa tetapi juga terjadi pada guru. Hal ini
menyebabkan miskonsepsi pada siswa semakin besar. Miskonsepsi juga dapat terjadi
pada buku-buku yang dijual di pasaran. Jika buku tersebut digunakan guru dan siswa
sebagai sumber belajar maka guru dan siswa tersebut akan mengalami miskonsepsi dan
bahkan makin memperkuat miskonsepsi yang sebelumnya sudah terjadi.
1. Siswa
Faktor penyebab miskonsepsi yang datang dari siswa dapat berupa
prakonsepsi yang dimiliki siswa, struktur mental yang tidak siap, pengalaman,
cara berpikir, minat siswa, dan kemampuan siswa. Konsep awal yang dimiliki
siswa menunjukkan bahwa pikiran siswa sejak lahir tidak kosong atau diam.
Selama melakukan interaksi dengan lingkungannya siswa terus aktif mencari
informasi untuk memahami sesuatu. Menurut teori konstruktivistik, proses
kontruksi pengetahuan seseorang akan terbangun sejak lahir. Siswa yang baru
belajar secara formal di sekolah pada usia 6-7 tahun, sudah memiliki konsepsi
awal sesuai dengan pengalaman dan informasi yang diterimanya dari orang tua
dan lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, sangat besar kemungkinan konsepsi
awal yang dimiliki siswa tidak sesuai dengan konsep ilmiah yang dalam bidang
IPA.
Banyak hal lain yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi yang
ditimbulkan oleh siswa itu sendiri. Diantaranya tahap perkembangan kognitif yang
tidak sesuai dengan konsep yang dipelajari, penalaran siswa yang terbatas dan
salah, kemampuan siswa menangkap dan memahami konsep yang dipelajari, dan
minat siswa untuk mempelajari konsep yang diberikan dan diajarkan.
2. Guru
Miskonsepsi pada siswa tidak hanya terjadi pada lingkungan keluarga
tetapi juga dapat terjadi karena miskonsepsi yang terjadi pada guru. Guru yang
tidak menguasai bahan ajar atau memiliki pemahaman yang tidak benar tentang
suatu konsep akan menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi. Banyak guru
yang melaksanakan pembelajaran IPA hanya dengan berbicara dan menulis di
papan tulis. Guru jarang bahkan tidak pernah melaksanakan kegiatan eksperimen
atau demonstrasi. Guru jarang memberikan contoh-contoh penerapan konsep yang
dipelajari dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan siswa. Bahkan masih banyak
guru yang melaksanakan pembelajaran atas dasar tugas rutin yang harus selesai
pada waktunya. Hal ini menyebabkan guru berlari sendirian sementara siswa tetap
diam di tempat atau terseok-seok mengikuti guru dengan caranya sendiri.
Materi IPA di sekolah bukanlah mata pelajaran yang berisi sejarah IPA
tetapi merupakan materi yang dikembangkan berdasarkan pengalaman dan
kegiatan konkret. Oleh karena itu, mata pelajaran IPA tidak dapat diberikan
dengan berbicara dan menulis saja tetapi harus didasarkan pada pengalaman siswa
dalam kehidupan sehari-hari dan diperoleh melalui kegiatan praktikum atau
langsung berinteraksi dengan benda yang dipelajari.
Apabila miskonsepsi tersebut dipertahankan tentu saja akan memberikan
dampak buruk bagi pemahaman siswa, hal ini dikarenakan guru merupakan salah
satu sumber belajar siswa. Selain itu dalam pelaksanaan pembelajaran guru jarang
memberikan contoh aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari, guru hanya
sebatas mengajar IPA berupa hafalan konsep saja. Hal ini menyebabkan
miskonsepsi pada siswa semakin besar dikarenakan siswa tidak dilibatkan secara
aktif baik fisik maupun mental dalam proses pembelajaran.
3. Metode pembelajaran
Pemilihan guru terhadap metode pembelajaran dan pelaksanaannya di
kelas sangat berpengaruh terhadap terjadinya miskonsepsi pada siswa. Oleh
karena itu, guru perlu memahami dan memiliki keterampilan dalam memilih
metode pembelajaran yang akan dilaksanakannya. Berikut beberapa contoh
metode pembelajaran dalam IPA.
a. Metode ceramah merupakan metode yang paling banyak dipilih dan
dilaksanakan oleh guru di sekolah. Mengapa? Dengan berbagai
argumentasi, tentunya semua guru dapat memberikan alasan mengapa
akhirnya mereka memilih metode ceramah. Metode ceramah memang
dapat digunakan dalam pembelajaran IPA. tetapi akan lebih baik jika guru
tidak membatasi diri dengan satu metode saja. Guru perlu kritis dengan
metode yang dipilih dan digunakannya. Metode ceramah yang tidak
memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya dan mengungkapkan
gagasannya seringkali meneruskan dan memupuk miskonsepsi.
4. Buku/Sumber Belajar
Selain dari siswa dan guru miskonsepsi juga dapat terjadi pada buku-buku
yang dijadikan sebagai sumber belajar siswa. Jika buku tersebut digunakan guru
dan siswa sebagai sumber belajar maka guru dan siswa tersebut akan mengalami
konsepsi dan bahkan makin memperkuat miskonsepsi yang sebelumnya sudah
terjadi.
1. Mengidentifikasi prakonsepsi siswa. Apa yang ada dalam pikiran siswa sebelum
kita mualai mengajar? Prakonsepsi apakah yang sudah terbentuk dalam pikiran
siswa tentang pengalaman dan peristiwa-peristiwa yang akan dipelajari? Apa
kekurangan prakonsepsi tersebut?
2. Prakonsepsi dapat diketahui dari leteratur, dari tes diagnostis, dan dari
pengamatan kegiatan siswa.
3. Merancang pengalaman belajar yang bertolak dari prakonsepsi dengan melakukan
penguatan terhadap konsep yang sudah benar dan mengevaluasi konsep yang
masih salah. Prinsip utama dalam mengevaluasi miskonsepsi adalah siswa
melakukan pengalaman belajar yang menunjukkan pertentangan konsep dengan
peristiwa alam. Dengan demikian diharapkan terjadi pertentangan antara
pengalaman baru dengan konsep yang lama sehingga terjadi koreksi konsepsi
(cognitive dissonance theory, festinger). Menurut piaget pertentangan antara
pengalaman baru dengan konsep yang salah akan terjadi akomodasi yaitu
penyesuaian struktur kognitif yang menghasilkan konsep baru yang lebih tepat.
4. Memperbanyak latihan soal untuk melatih konsep baru dan menguatkannya. Soal-
soal yang dikerjakan benar-benar dipilih sedemikian rupa sehingga perbedaan
antara konsep yang salah dan yang benar akan muncul dengan jelas. Hal yang
dapat dilakukan guru untuk membantu siswa dalam memahami konsep yang benar
yaitu dengan cara membahas soal dengan memperhatikan dan memahamkan
konsep yang benar kepada siswa. Guru tidak hanya menulis banyak rumus di
papan tulis atau hanya melakukan ceramah tanpa interaksi dengan siswa.
Miskonsepsi tentang Benalu dan Anggrek merpati yang tumbuh pada ranting
pohon mangga merupakan parasit
Anggrek, hanya menempel pada kulit pohon, semua kebutuhan seperti karbondioksida
dan air diambil sendiri dari udara dan anggrek melakukan fotosintesis untuk memenuhi
keperluannya akan makanan. Sebaliknya benalu merupakan parasit. Dengan organ tubuh
seperti akar benalu menyerap air dari tanaman yang ditumpanginya sedang
karbondioksida diambil dari udara dan benalu melakukan fotosintesis. Pada kasus ini
benalu disebut setengah parasit.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam pembelajaran IPA, kemampuan memahami konsep merupakan salah satu
indikator penting. Namun pada kenyataannya salah satu permasalahan yang ditemukan
adalah masih banyak siswa yang mengalami miskonsepsi, hal tersebut disinyalir dapat
berdapak pada rendahnya hasil belajar siswa khususnya pada pembelajaran IPA.
Miskonsepsi merujuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang
diterima oleh para ahli.
Ada begitu banyak hal yang menjadi faktor penyebab terjadinya miskosepsi yang
dialami oleh siswa diantanya adalah prakonsepsi yang dimiliki oleh siswa itu sendiri,
guru, pembelajaran yang dilakukan oleh guru, atau bahkan bahan ajar yang digunakan.
Permasalahan miskonsepsi ini tidaklah mudah untuk diselesaikan dan perlu menjadi
perhatian.
Ada banyak cara untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi. Secara umum,
kiat yang tepat untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi adalah mencari bentuk
kesalahan yang dimiliki siswa itu, mencari sebab-sebabnya, dan menemukan cara yang
sesuai untuk mengatasi miskonsepsi tersebut. Hal pertama yang harus dilakukan guru
adalah memahami kerangka berpikir siswa. Dengan memahami apa yang dipikirkan siswa
dan apa gagasan siswa diharapkan guru dapat mengetahui penyebab miskonsepsi dan
menemukan cara mengatasi miskonsepsi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Yuliati, yuyu. 2017. Miskonsepsi Siswa Pada Pembelajaran IPA Serta Remediasinya.
Majalengka: UNMA. Di akses 30 Oktober 2020 pukul 10.45 WIB.
Laksana, Dek Ngurah Laba. 2016. Miskonsepsi Dalam Materi IPA Sekolah Dasar. NTT:
STKIP Citra Bakti. Di akses 30 Oktober 2020 pukul 19.35 WIB.
Juhji. 2017. Upaya Mengatasi Miskonsepsi Siswa Pada Materi Sistem Saraf Melalui
Penggunan Peta Konsep. Banten: IAIN SMH Banten. Di akses 30 Oktober 2020
pukul 14.27 WIB.
Berg, Euwe van den. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga: Universitas Kristen
Satya Wacana Press.
Suparno, Paul. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Dalam Pendidikan Fisika. Jakarta:
PT Grasindo.
http://iafabahagia.blogspot.com/2013/06/miskonsepsi-dalam-ipa-di-sd_477.html?m=1