Anda di halaman 1dari 18

MISKONSEPSI TERHADAP KONSEP-KONSEP IPA DI KELAS RENDAH DAN

MERANCANG PROSES REMIDIASI

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

Kajian dan Strategi Pemecahan Masalah IPA SD

Yang diampu oleh Dra. Sri Estu Winahyu, M.Pd.

Disusun oleh :

1. Ayoana Darumesti (200151603011)


2. Dwi Anjarwati (200151603061)
3. Firdayanti Aunur Rochmi (200151602866)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTASI ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

OKTOBER 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul
“Miskonsepsi terhadap Konsep-Konsep IPA di Kelas Rendah dan Menyusun Proses
Remidiasi” yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah yang diampu oleh Dra. Sri Estu
Winahyu, M.Pd. Dalam penyelesaian makalah ini kami secara langsung maupun tidak
langsung telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini
kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa


2. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan doanya untuk kami.
3. Ibu Dra. Sri Estu Winahyu, M.Pd.. selaku dosen pengampu mata kuliah Kajian dan
Strategi Pemecahan Masalah IPA SD.
4. Teman-teman offering D20 yang selalu memberi dukungan dan semangat kepada
kami.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat
memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi kita semua.

Malang, September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
2.1 Pengertian Miskonsepsi pada Pembelajaran IPA SD......................................................3
2.2 Faktor Penyebab Miskonsepsi pada Pembelajaran IPA..................................................4
2.3 Miskonsepsi Pembelajaran IPA di Kelas Rendah...........................................................5
2.4 Pengertian Remidiasi.......................................................................................................7
2.5 Proses Remidiasi.............................................................................................................8
BAB III PENUTUP..................................................................................................................11
3.1 Simpulan....................................................................................................................11
3.2 Saran..........................................................................................................................11
DAFTAR RUJUKAN..............................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Miskonsepsi merupakan merupakan sebuah kejadian dimana seseorang salah
menafsirkan sebuah konsep. Miskonsepsi didefinisikan sebagai kesalahan pemahaman
yang mungkin terjadi selama atau sebagai hasil dari pengajaran yang baru saja diberikan,
berlawanan dengan konsepsi-konsepsi ilmiah yang dibawa atau berkembang dalam waktu
lama (Mosik, 2010). Miskonsepsi yang sering terjadi pada siswa adalah perbedaan konsep
yang melekat pada ingatan siswa dan diyakini itu benar ternyata tidak sesuai dengan
konsepsi yang dipegang oleh para ilmuan.
Pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang penting ditanamkan pada
anak didik karena melalui pembelajaran IPA, siswa mampu bersikap ilmiah dalam
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi (Rusnadi, 2013). Pembelajaran IPA
diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan
alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut. Pembelajaran IPA merupakan
suatu proses penyampaian pengetahuan, yang dilaksanakan dengan menuangkan
pengetahuan kepada siswa (Khusniati, 2012).
Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa miskonsepsi pada pelajaran IPA terjadi
pada murid di berbagai negara mulai dari murid tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai
dengan mahasiswa di Perguruan Tinggi. Miskonsepsi yang ditemukan hampir disemua
materi IPA dari gaya dan gerak, bumi dan antariksa, tumbuhan dan makhluk hidup.
Untuk itu perlu dilakukan kajian lebih mendalam mengenai miskonspsi yang terjadi
untuk kultur pembelajaran dengan lingkungan belajar yang berbeda.
Miskonsepsi pada pembelajaran IPA seharusnya segera diselesaikan. Sebagai
fasilitator pembelajaran, guru hendaknya memiliki kemampuan untuk meremediasi
miskonsepsi yang terjadi. Menurut Sutrisno, Kresnadi dan Kartono (2007:
6.22) remediasi adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk membetulkan kekeliruan yang
dilakukan siswa. Dengan demikian pembelajaran IPA akan menjadi sebuah pembelajaran
yang bermakna, karena siswa menjalani suatu proses perubahan konsepsi.

1
Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai miskonsepsi materi pelajaran IPA pada
kelas rendah. Selain itu akan dijelaskan pula mengenai proses remidiasi terhadap
miskonsepsi yang terjadi.

2
2

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan miskonsepsi pada pembelajaran IPA SD?
2. Apa saja faktor penyebab miskonsepsi pada pembelajaran IPA SD?
3. Bagaimana miskonsepsi pembelajaran IPA di kelas rendah?
4. Apa yang dimaksud dengan proses remidiasi?
5. Bagaimana cara menyusun proses remidiasi untuk mengatasi miskonsepsi pada
pembelajaran IPA di kelas rendah?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari miskonsepsi pada pembelajaran IPA SD.
2. Untuk mengetahui faktor penyebab miskonsepsi pada pembelajaran IPA SD.
3. Untuk mengetahui miskonsepsi pembelajaran IPA di kelas rendah.
4. Untuk mengetahui pengertian dari proses remidiasi.
5. Untuk mengetahui cara menyusun proses remidiasi untuk mengatasi miskonsepsi
pada pembelajaran IPA di kelas rendah.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Miskonsepsi pada Pembelajaran IPA SD


Wartono, dkk (2004:10) mengemukakan konsep adalah gagasan atau abtraksi yang
dibentuk untuk menyederhanakan lingkungan. Setiap konsep tidak berdiri sendiri,
melainkan setiap konsep berhubungan dengan konsep-konsep yang lain. Semua konsep
bersama membentuk jaringan pengetahuan dalam kepala manusia. Konsep-konsep awal
yang tidak sesuai dengan kebenaran sains ini disebut miskonsepsi. Konsep awal tersebut
didapatkan oleh peserta didik saat berada di sekolah dasar, sekolah menengah, dari
pengalaman dan pengamatan mereka di masyarakat atau dalam kehidupan sehari-hari.
Miskonsepsi atau salah konsep (Suparno, 2005:4) menunjuk pada suatu konsep yang
tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam
bidang itu. Begitu juga dengan Wartono, dkk (2004:25) mendefinisikan miskonsepsi
adalah pemahaman alternatif yang tidak benar secara ilmiah. Miskonsepsi ini diyakini
oleh siswa dan dijadikannya dasar untuk merespon masalah yang muncul. Dengan
demikian miskonsepsi adalah ketidaksesuaian konsep yang dimiliki oleh siswa dengan
konsep para ahli.
Suparno 1998: 121-128 mengungkapkan cara bagi seorang guru mendeteksi
miskonsepsi siswa, yaitu melalui :
a. Peta Konsep
Peta konsep yang mengungkapkan hubungan berarti antara konsep-konsep dan
menekankan gagasan- gagasan pokok, yang disusun hirarkis, dengan jelas dapat
mengungkap miskonsepsi siswa digambakan dalam peta konsep tersebut. Biasanya
miskonsepsi dapat dilihat dalam proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan
lengkap antar konsep.
b. Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka
Model pertanyaan pilihan ganda biasanya dengan alasan untuk lebih memudahkan
menganalisis. Kelemahan model ini adalah alasan siswa yang tidak tercantum dalam
pilihan itu, tidak terungkap.

3
4
4

c. Tes Esai Tertulis


Dari tes tersebut dapat diketahui miskonsepsi yang dibawa siswa dan dalam bidang
apa. Setelah ditemukan miskonsepsinya, dapatlah beberapa siswa diwawancarai untuk
lebih mendalami, mengapa mereka mempunyai gagsan seperti itu.
d. Wawancara Diagnosis
Wawancara dapat berbentuk bebas dan terstruktur. Dalam wawancara bebas, guru
atau peneliti memang bebas bertanya kepada siswa dan siswa dapat dengan bebas
menjawab. Sedangkan dalam wawancara terstruktur, pertanyaan sudah disiapkan dan
urutannya pun secara garis besar sudah disusun, sehingga memudahkan dalam
praktiknya.
e. Diskusi dalam Kelas
Dalam kelas siswa diminta untuk mengungkapkan gagsan mereka tentang konsep
yang sudah diajarkan atau yang hendak diajarkan. Dari diskusi di kelas itu dapat
dideteksi juga apakah gagasan mereka itutepat atau tidak.
f. Praktikum dengan Tanya Jawab
Praktikum yang disertai dengan tanya jawab antara guru dengan siswa yang
melakukan praktikum juga dapat digunakan untuk mendeteksi apakah siswa
mempunyai miskonsepsi tentang konsep pada praktikum itu atau tidak. Selama
praktikum, guru selalu bertanya bagaimana konsep siswa dan bagaimana siswa
menjelaskan persoalan-persoalan dalam praktikum tersebut. 

2.2 Faktor Penyebab Miskonsepsi Miskonsepsi pada Pembelajaran IPA SD


Secara garis besar penyebab miskonsepsi dapat dikelompokkan menjadi lima
kelompok, yaitu siswa, guru, buku teks, konteks dan metode mengajar. Penyebab yang
berasal dari siswa dapat terdiri dari berbagai hal seperti prakonsepsi awal, kemampuan,
tahap perkembangan minat, cara berpikir, dan lainnya. Penyebab kesalahan dari guru
dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang
tidak tepat, atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang baik. Miskonsepsi
yang disebabkan oleh salah mengajar agak sulit dibenahi karena siswa merasa yakin
bahwa yang diajarkan guru itu benar. Penyebab miskonsepsi dari buku terdapat pada
penjelasan atau uraian yang salah dalam buku tersebut. Konteks, seperti budaya, agama
dan bahasa sehari-hari juga mempengaruhi miskonsepsi siswa. Sedangkan metode
mengajar hanya menekankan pada kebenaran satu segi sering memunculkan salah
pengertian siswa (Suparno, 2005:29).
5

2.3 Miskonsepsi Pembelajaran IPA di Kelas Rendah


Sains merupakan bagian dari kehidupan kita dan kehidupan kita merupakan
bagian dari sains. Abad 21 ditandai oleh pesatnya perkembangan sains dan teknologi
dalam bidang kehidupan di masyarakat, terutama teknologi informasi dan komunikasi.
Menurut Morocco, et al. (dalam Abidin, Mulyati, & Yunansah, 2015), harus ada empat
kompetensi yang dimiliki siswa di abad 21 ini. Sebelum sains diajarkan secara formal
sebenarnya siswa sudah mengenal konsep dasar sains berdasarkan fenomena alam yang
mereka alami dalam kehidupan sehari-hari, dengan begitu seharusnya siswa memiliki
pemahaman yang baik terhadap konsep sains. Conceptual understanding atau
pemahaman konsep tentang sains merupakan salah satu indikator penting untuk
mencapai keberhasilan belajar IPA. Terdapat hubungan antara pemahaman konsep
dengan miskonsepsi, pemahaman konsep pada pembelajaran IPA berupa penguasaan
terhadap konsep yang sesuai dengan kesepakatan para ilmuwan, tidak menyimpang dan
tidak menimbulkan hipotesis lain yang dapat menimbulkan konflik kognitif. Sedangkan
miskonsepsi merupakan kesalahan atau ketidaksesuaian konsep dengan pengertian ilmiah
yang diterima oleh para ahli. Adapun bentuk miskonsepsi dapat berupa kesalahan konsep
awal, kesalahan dalam menghubungkan berbagai konsep, dan gagasan yang salah.
Adanya miskonsepsi haruslah menjadi perhatian bagi para guru, hal ini dikarenakan
miskonsepsi dapat berdampak pada keberhasilan siswa dalam belajar IPA.
Pada pembelajaran IPA kelas rendah, nyatanya masih sering terjadi miskonsepsi.
Berdasarkan hasil observasi terhadap 3 siswa kelas rendah di temukan miskonsepsi pada
pembelajaran IPA, yaitu pada materi fotosintesis, massa dan berat, udara dan oksigen,
warna air laut, serta materi suhu dan kalor. Kebanyakan dari siswa kelas rendah
mengalami persepsi yang salah, seperti contohnya materi fotosintesis dimana siswa
sering kali mengira bahwa fotosintesis hanya dapat terjadi jika ada sinar matahari,
padahal seharusnya fotosintesis terjadi karena ada cahaya. Materi lain yang sering kali
mengalami miskonsepsi, yaitu siswa tidak dapat membedakan antara massa dan berat
kemudian tidak bias membedakan antara udara dan oksigen, serta mengira bahwa air laut
biru warnaya.
Salah satu permasalahan yang sering ditemukan dalam pembelajan IPA adalah
masih banyak siswa yang mengalami miskonsepsi. Berdasarkan temuan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Clara,dkk (2013) data diperoleh dari 14 siswa kelas III mengenai
miskonsepsi yang terjadi pada materi sifat dan perubahan wujud benda di kelas III dan
IV SDN 47 Sekadau Pontianak menunjukkan bahwa siswa masih memiliki miskonsepsi.
6

Konsep mengenai sifat-sifat benda cair dan contohnya siswa kelas III yang miskonsepsi
sebanyak 78,57%, konsep sifat-sifat benda gas dan contohnya siswa kelas III yang
miskonsepsi sebanyak 71,43%, konsep perubahan yang terjadi pada benda akibat
pemanasan hanya dilaksanakan di kelas III dan siswa yang miskonsepsi sebanyak
57,14% (Yuliati, 2017). Kondisi miskonsepsi apabila dibiarkan tentu saja akan
berbahaya mengingat apabila kondisi ini dibiarkan menetap akan berdampak pada
penerimaan konsep selanjutnya. Miskonsepsi yang dialami setiap siswa di sekolah bisa
berlainan dengan penyebab yang berbeda-beda. Oleh karena itu, sangat penting bagi guru
untuk mengenali miskonsepsi beserta penyebabnya yang terjadi pada masingmasing
siswa. Adapun penyebab miskonsepsi yang dialami oleh siswa dapat berasal dari siswa
itu sendiri yaitu berkaitan dengan pengetahuan awal yang dimiliki siswa (prakonsepsi),
tahap perkembangan kognitif yang tidak sesuai dengan konsep yang dipelajari, penalaran
siswa yang terbatas dan salah, kemampuan siswa menangkap dan memahami konsep
yang dipelajari, dan minat siswa untuk mempelajari konsep yang diajarkan. Selain dari
faktor siswa terjadinya miskonsepsi juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain seperti guru,
pembelajaran yang dilakukan oleh guru, bahkan bahan ajar yang digunakan oleh siswa
pun dapat menjadi faktor penyebab munculnya miskonsepsi pada siswa (Suparno, 2013:
82). Berkaitan dengan pengetahuan awal, siswa mengetahui banyak hal dari pengalaman
keseharian yang dialaminya bahkan dari sebelum jenjang sekolah formal, dan dari
pengalaman ini lah pengetahuan awal siswa terbentuk. Namun sayangnya pengetahuan
awal yang didapat siswa bisa benar ataupun bisa salah, hal ini disebabkan karena sumber
informasi siswa tidak akurat dan pengalaman yang dialami siswa juga berbeda-beda.
Padahal pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa tersebut merupakan hal yang sangat
penting karena berpengaruh terhadap pemerolehan pengetahuan siswa pada jenjang
pendidikan selanjutnya. Hal tersebut senada dengan penjelasan dari Samatowa (2010:
55), kemampuan siswa untuk belajar dan apa yang dipelajari siswa bergantung pada
konsepsi yang terdapat pada pengalaman siswa sebelumnya. Tidak jauh berbeda dari
pendapat sebelumnya, Rustaman (2005: 170) menjelaskan bahwa keberhasilan belajar
bergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada
pengetahuan awal siswa.
Permasalahan miskosnsepsi ini sulit untuk diselesaikan hal itu karena kerangka
berpikir siswa yang cukup kuat sehingga sulit untuk diubah. Apabila tidak segera
diselesaikan maka miskonsepsi yang dimiliki siswa akan terus bertahan sampai pada
jenjang pendidikan selanjutnya bahkan mungkin akan tetap bertahan sampai siswa
7

tersebut dewasa. Sebagai fasilitator pembelajaran, guru hendaknya memiliki kemampuan


untuk meremediasi miskonsepsi yang terjadi. Proses remediasi miskonsepsi ini dapat
dilakukan dengan cara mengenali dan menggali pengetahuan awal siswa, terutama
pengetahuan awal yang salah agar tidak terjadi miskonsepsi yang berkepanjangan. Selain
itu, guru juga hendaknya memiliki kemampuan untuk mengatasi miskonsepsi yang
terjadi pada siswa dengan menerapkan pembelajaran yang lebih menantang siswa untuk
mengkonstruksi pengetahuannya secara langsung dan mandiri. Pada pelaksanaannya
guru dapat memilih model atau metode pembelajaran yang relevan. Intinya adalah model
atau metode yang dipilih adalah model atau metode yang berfariasi supaya siswa tidak
bosan dan termotivasi dalam belajar, selain itu model atau metode yang dipilih juga
dapat mendorong siswa untuk mengembangkan cara berpikir logis dengan
mengkontruksi sendiri pengetahuannya. Dengan demikian pembelajaran IPA akan
menjadi sebuah pembelajaran yang bermakna, karena siswa menjalani suatu proses
perubahan konsepsi.
2.4 Pengertian Remidiasi
Satu di antara penyebab rendahnya prestasi siswa adalah kemampuan memahami
informasi atau konsep masih rendah. Seperti yang dijelaskan Suparno (dalam Wiranata,
2016) bahwa penyebab rendahnya hasil belajar siswa adalah terbatasnya kemampuan
kognitif dalam memahami konsep-konsep. Rendahnya kemampuan dalam memahami
konsep tersebut dapat mempengaruhi pembentukan pengetahuan siswa yang pada
akhirnya menyebabkan terjadinya miskonsepsi (Suparno, 2013).
Miskonsepsi adalah konsepsi siswa yang tidak cocok dengan konsepsi para ilmuwan
(Suwarto, 2015: 76). Menurut Driver (dalam Dahar, 2011) banyak hal yang menjadi
penyebab terjadinya miskonsepsi, satu diantaranya adalah kecenderungan siswa untuk
berpikir berdasarkan pada hal-hal yang tampak dalam situasi masalah. Dengan kata lain
miskonsepsi dapat terbentuk karena siswa memiliki konsep awal dari apa yang dilihatnya
tanpa mempertimbangkan konsep abstrak yang ada dalam suatu materi. Menurut Sutrisno,
Kresnadi dan Kartono (2007: 6.22) remediasi adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk
membetulkan kekeliruan yang dilakukan siswa. Remediasi perlu dilakukan karena
merupakan salah satu prinsip dari belajar tuntas yaitu sistem belajar yang
mempersyaratkan siswa menguasai secara tuntas seluruh Standar Kompetensi maupun
Kompetensi Dasar mata pelajaran tertentu.
8

Menurut Warkitri (dalam Sutrisno, Kresnadi dan Kartono, 2007: 6.29) terdapat tiga
pendekatan dalam pelaksanaan remediasi yaitu pendekatan preventif, pendekatan kuratif,
dan pendekatan yang bersifat pengembangan.
a. Pendekatan preventif
Kegiatan remedial dipandang bersifat preventif apabila kegiatan remedial
dilaksanakan untuk membantu siswa yang diduga akan mengalami kesulitan dalam
memahami pelajaran. Kegiatan remedial yang bersifat preventif dilaksanakan sebelum
kegiatan pembelajaran biasa dilaksanakan. Pendekatan Preventif Pre-test adalah salah
satu jenis alat evaluasi yang digunakan guru sebelum kegiatan pembelajaran
dilaksanakan. Berdasarkan hasil pre-test guru dapat mengelompokkan siswa menjadi
tiga kelompok, yaitu kelompok siswa yang akan mampu menguasai materi pelajaran
lebih cepat dari waktu yang diaediakan, kelompok siswa yang akan mampu
menguasai materi pelajaran sesuai dengan waktu yang diaediakan, dan kelompok
siswa yang tidak akan mampu menguasai materi pelajaran sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan.
b. Pendekatan kuratif
Kegiatan remedial dipandang bersifat kuratif apabila pelaksanaan kegiatan remedial
ditujukan untuk membantu mengatasi kesulitan siswa setelah siswa mengikuti
pembelajaran biasa. Kegiatan remedial yang bersifat kuratif dilaksanakan karena
berdasarkan hasil evaluasi pada kegiatan pembelajaran biasa diketahui bahwa siswa
belum mencapai kriteria keberhasilan minimal yang telah ditetapkan. Biasanya setelah
membahas satu atau beberapa pokok bahasan guru melaksanakan evaluasi formatif.
Dari hasil evaluasi formatif tersebut diketahui ada beberapa siswa yang telah
mencapai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan, dan ada pula siswa yang belum
mencapai kriteria keberhasilan yang diharapkan. Bantuan yang diberikan guru kepada
kelompok siswa yang belum menguasai materi pelajaran merupakan kegiatan
remedial yang bersifat kuratif karena guru ingin membantu siswa menguasai materi
pelajaran yang belum dipahaminya.
c. Pendekatan pengembangan
Kegiatan remedial dipandang bersifat pengembangan apabila kegiatan remedial
dilaksanakan selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran biasa. Melalui kegiatan
remedial yang bersifat pengembangan, guru mengharapkan agar siswa yang
mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran secara sertahap dan segera
dapat mengatasi kesulitan yang dihadapinya.
9

2.5 Proses Remidiasi


Kegiatan remediasi dapat dilaksanakan sebelum kegiatan pembelajaran biasa
untuk membantu siswa yang diduga akan mengalami kesulitan (preventif); setelah
kegiatan pembelajaran biasa untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar
(kuratif); atau selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran biasa (pengembangan).
Dalam melaksanakan kegiatan remedial guru dapat menerapkan berbagai metode dan
media sesuai dengan kesulitan yang dihadapi dan tingkat kemampuan siswa serta
menekankan pada segi kekuatan yang dimiliki siswa.
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam kegiatan remedial adalah analisis
hasil diagnosis kesulitan belajar, menemukan penyebab kesulitan, menyusun rencana
kegiatan remedial, melaksanakan kegiatan remedial, dan menilai kegiatan remedial.
Pelaksanaan remediasi sebaiknya mengikuti langkahlangkah sebagai berikut.
a. Analisis Hasil Diagnosis
Apakah anda masih ingat tentang diagnosis kesulitan belajar? Diagnosis
kesulitan belajar adalah proses pemeriksaan terhadap siswa yang diduga mengalami
kesulitan dalam belajar. Dari kegiatan tersebut guru akan mengetahui para siswa
yang perlu mendapatkan layanan remediasi. Terkait dengan kepentingan remedisi ini
maka yang menjadi fokus perhatian adalah tingkat ketercapaian kriteria keberhasilan
yang dicapai oleh siswa yang mengalami kesulitan belajar. Jika kriteria tingkat
ketercapaiannya 80%, maka siswa yang belum mencapai kriteria tersebut perlu
mendapatkan pembelajaran remedial. Informasi selanjutnya yang perlu diketahui
guru adalah materi apa yang siswa merasakan kesulitan secara individual.
b. Menemukan Penyebab Kesulitan
Penyebab kesulitan belajar siswa harus diidentifikasi lebih dulu sebelum guru
merancang remediasi, karena gejala yang sama sangat dimungkinkan bagi siswa yang
berbeda jenis penyebab kesulitannya berbeda pula.
c. Menyusun Rencana Kegiatan
Remedial Rencana kegiatan remedial dapat disusun setelah guru mengetahui
(i) siswa-siswa yang perlu diremediasi, (ii) penyebab kesulitan belajar, (iii)
topiktopik yang belum dikuasai. Selanjutnya guru menyusun rencana pembelajaran
seperti pembelajaran pada umumya. Perencanaan tersebut meliputi hal-hal,
merumuskan indikator hasil belajar; menentukan materi yang sesuai dengan
indikator hasil belajar; memilih strategi dan metode yang sesuai dengan karakteristik
10

siswa; merencanakan waktu yang diperlukan; menentkan jenis, prosedur, dan alat
penilaian.
d. Melakukan Kegiatan Remediasi
Melakukan Kegiatan Remedial Melaksanakan kegiatan remedial sesuai
rencana yang telah disusun. Sebaiknya remediasi dilaksanakan sesegera mungkin.
Semakin cepat dilaksanakan semakin baik, karena siswa selain cepat terbantu
mengatasi kesulitan belajarnya, sehingga semakin besar kemungkinan siswa berhasil
dalam belajarnya.
e. Menilai Kegiatan Remediasi
Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya remediasi yang telah dilakukan perlu
dilakukan penilaian. Jika penilaian menunjukkan kemajuan belajar siswa sesuai
dengan yang diharapkan, berarti kegiatan remedial yang direncanakan dan
dilaksanakan cukup efektif membantu siswa mengatasi kesulitan belajarnya. Namun
jika belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan berarti kegiatan
11
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Miskonsepsi ini diyakini oleh siswa dan dijadikannya dasar untuk merespon masalah
yang muncul. Dengan demikian miskonsepsi adalah ketidaksesuaian konsep yang dimiliki
oleh siswa dengan konsep para ahli. Secara garis besar penyebab miskonsepsi dapat
dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu siswa, guru, buku teks, konteks
dan metode mengajar. Penyebab yang berasal dari siswa dapat terdiri dari berbagai hal
seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan minat, cara berpikir, dan
lainnya. Permasalahan miskosnsepsi ini sulit untuk diselesaikan hal itu karena kerangka
berpikir siswa yang cukup kuat sehingga sulit untuk diubah. Apabila tidak segera
diselesaikan maka miskonsepsi yang dimiliki siswa akan terus bertahan sampai pada
jenjang pendidikan selanjutnya bahkan mungkin akan tetap bertahan sampai siswa
tersebut dewasa. Remediasi perlu dilakukan karena merupakan salah satu prinsip dari
belajar tuntas yaitu sistem belajar yang mempersyaratkan siswa menguasai secara tuntas
seluruh Standar Kompetensi maupun Kompetensi Dasar mata pelajaran tertentu.

3.2 Saran
Guru hendaknya memiliki kemampuan untuk mengatasi miskonsepsi yang terjadi pada
siswa dengan menerapkan pembelajaran yang lebih menantang siswa untuk
mengkonstruksi pengetahuannya secara langsung dan mandiri. Pada pelaksanaannya guru
dapat memilih model atau metode pembelajaran yang relevan. Intinya adalah model atau
metode yang dipilih adalah model atau metode yang berfariasi supaya siswa tidak bosan
dan termotivasi dalam belajar, selain itu model atau metode yang dipilih juga dapat
mendorong siswa untuk mengembangkan cara berpikir logis dengan mengkontruksi
sendiri pengetahuannya. Dengan demikian pembelajaran IPA akan menjadi sebuah
pembelajaran yang bermakna, karena siswa menjalani suatu proses perubahan konsepsi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ngurah Laba Laksana, Dek. 2016. Miskonsepsi dalam Materi IPA Sekolah Dasar (Online),
https://www.researchgate.net/publication/313897816_MISKONSEPSI_DALAM_
MATERI_IPA_SEKOLAH_DASAR, diakses pada 27 September 2021.

Yuliati, Yuyu. 2017. Miskonsepsi Siswa pada Pembelajaran IPA serta Remidiasinya
(Online), http://jurnal.unma.ac.id/index.php/BE/article/view/1197/1101, diakses
pada 27 September 2021.

Dahlan, Ahmad. Tanpa Tahun. Miskonsepsi dalam Pembelajaran dan Pemahaman Konsep
(Online), https://eurekapendidikan.com/miskonsepsi-dalam-pembelajaran-dan-
pemhaman-konsep, diakses pada 27 September 2021.

Hermawati, 2017. Integrasi Remidiasi Miskonsepsi dalam Pembelajaran dengan Pendekatan


Konflik Kognitif pada Materi Tekanan (Online),
https://media.neliti.com/media/publications/214291-integrasi-remediasi-
miskonsepsi-dalam-pe.pdf, diakses pada 27 September 2021.

Tanpa Orang. Tanpa Tahun. Cara Mendekteksi Adanya Miskonsepsi (Online), https://text-
id.123dok.com/document/dy4j3ldky-cara-mendeteksi-adanya-miskonsepsi.html,
diakses pada 27 September 2021.

Tanpa Orang, Tanpa Tahun. Pendekatan dalam Kegiatan Remidiasi (Online), https://text-
id.123dok.com/document/nzw17ro7q-pendekatan-dalam-kegiatan-remedial.html,
diakses pada 27 September 2021.

Yuliati, Lia. Miskonsepsi dan Remidiasi pada Pembelajaran IPA (Online),


https://docplayer.info/327819-Miskonsepsi-dan-remediasi-pembelajaran-ipa.html,
diakses pada 28 September 2021.

Yuliati, Y. (2017). Miskonsepsi Siswa pada Pembelajaran IPA Serta Remediasinya. Jurnal
Bio Educatio, 2(2), 50–58.

12

Anda mungkin juga menyukai