Anda di halaman 1dari 3

INI PODCAST SCRIPT

SEASON 2 : RAMADHAN

EPS.3. Kisah Rasulullah bertemu Lailatul Qadar

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Halo sobat Iqtishad gimana nih kabar


puasanya, semoga semakin semangat ya ngejalanin ibadah di 10 malam terakhir ini, gak terasa
banget ya kita udah menjelang berpisah aja nih sama Ramadhan tahun ini. Oiya, kali ini aku
bakal sedikit cerita tentang kisah Rasulullah yang berjumpa dengan Lailatul Qadar.

Kita sebagai umat Islam meyakini bahwa Lailatul Qadar adalah malam yang lebih mulia dari
seribu bulan. Malam ganjil yang diyakini datang di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ini
merupakan waktu yang diharapkan oleh seluruh umat Islam. Karena apabila kita melakukan
amal kebaikan pada malam itu, seolah-olah kita telah melakukan ibadah yang nilainya setara
dengan 1.000 bulan atau 83 tahun.

Keinginan untuk mendapatkan hikmah dan berkah Lailatul Qadar ini bukanlah sesuatu yang
tidak beralasan. Rasulullah Saw sendiri menyeru kepada umatnya untuk menyongsong malam
seribu bulan ini. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah SAW
bersabda, “Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh
hari sisanya.” (HR Bukhari 4/221 dan Muslim 1165).

Malam yang istimewa itu masih merupakan tanda tanya, dan tidak diketahui secara pasti kapan
datangnya. Namun, menjelang akhir Ramadhan, Rasulullah SAW biasanya lebih fokus
beribadah, terutama sepuluh malam terakhir. Hal ini sebagaimana yang disebutkan ‘Aisyah:
“Nabi Muhammad SAW ketika memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan memilih
fokus beribadah, mengisi malamnya dengan dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya
untuk ikut beribadah,” (HR Al-Bukhari). Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa Rasulullah Saw
sedang duduk i’tikaf semalam suntuk pada hari-hari terakhir bulan suci Ramadhan. Para sahabat
pun tidak sedikit yang mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah.
Ketika Rasulullah berdiri shalat, para sahabat juga menuanaikan shalat. Ketika beliau
menegadahkan tangannya untuk berdoa, para sahabat pun serempak mengamininya.
Saat itu langit mendung tidak berbintang. Angin pun meniup tubuh-tubuh yang memenuhi
masjid. Dalam riwayat tersebut malam itu adalah malam ke-27 dari bulan Ramadhan. Disaat
Rasulullah Saw dan para sahabat sujud, tiba-tiba hujan turun cukup deras. Masjid yang tidak
beratap itu menjadi tergenang air hujan.

Salah seorang sahabat ada yang ingin membatalkan shalatnya, ia bermaksud ingin berteduh dan
lari dari shaf, namun niat itu digagalkan karena dia melihat Rasulullah Saw dan sahabat lainnya
tetap sujud dengan khusuk tidak bergerak. Air hujan pun semakin menggenangi masjid dan
membasahi seluruh tubuh Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang berada di dalam masjid
tersebut, akan tetapi Rasulullah Saw dan para sahabat tetap sujud dan tidak beranjak sedikitpun
dari tempatnya. Beliau basah kuyup dalam sujud. Namun sama sekali tidak bergerak. seolah-olah
beliau sedang asyik masuk kedalam suatu alam yang melupakan segala-galanya. Beliau sedang
masuk kedalam suatu alam keindahan. Beliau sedang diliputi oleh cahaya Ilahi. Beliau takut
keindahan yang beliau saksikan ini akan hilang jika beliau bergerak dari sujudnya. Beliau takut
cahaya itu akan hilang jika beliau mengangkat kapalanya. Beliau terpaku lama sekali di dalam
sujudnya.

Beberapa sahabat ada yang tidak kuat menggigil kedinginan. Ketika Rasulullah Saw mengangat
kepala dan mengakhiri shalatnya, hujan pun berhenti seketika. Anas bin Malik, sahabat
Rasulullah Saw bangun dari tempat duduknya dan berlari ingin mengambil pakaian kering untuk
Rasulullah SAW. Namun beliau pun mencegahnya dan berkata

“Wahai anas bin Malik, janganlah engkau mengambilkan sesuatu untukku, biarkanlah kita sama-
sama basah, nanti juga pakaian kita akan kering dengan sendirinya”.

Sekilas dari kisah Rasulullah itu, lailatul qadar tidak mungkin akan diraih kecuali oleh orang-
orang tertentu saja. Malam lailatul qadar diraih oleh manusia ketika dia telah siap dengan segala
kebaikan dan kemuliaan hatinya. Jadi, hadirnya malam yang akan mengubah perjalanan hidup
seorang tersebut menuntut peran aktif manusia dalam beramal, beribadah, melakukan kebaikan
untuk semua manusia, dan menyucikan jiwanya.
Tamsil dari datangnya malam yang mulia tersebut dapat dijelaskan yaitu ketika ada tamu agung
yang berkunjung ke satu tempat tidak akan menemui setiap orang di lokasi itu, walaupun setiap
orang di tempat itu mendambakannya. Bukankah ada orang yang sangat rindu atas kedatangan
kekasih, namun ternyata sang kekasih tak sudi mampir menemuinya?

Demikian juga dengan lailatul qadar. Itu sebabnya bulan Ramadhan menjadi bulan kehadirannya,
karena bulan ini adalah bulan penyucian jiwa. Sebab itu, diduga oleh Rasulullah lailatul qadar
datang pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.

Karena ketika itu, diharapkan jiwa manusia yang berpuasa selama dua puluh hari sebelumnya
telah mencapai satu tingkat kesadaran dan kesucian yang memungkinakan malam mulia itu
berkenan mampir menemuinya. Itu pula sebabnya Nabi SAW menganjurkan sekaligus
mempraktikkan i’tikaf (berdiam diri dan merenung di masjid) pada sepuluh hari terakhir pada
bulan Ramadhan. 

Apa yang dilakukan Rasulullah Saw ini menunjukkan betapa banyak hikmah dan rahasia di balik
malam seribu bulan. Semoga malam yang tersisa di bulan Ramadhan ini mampu kita manfaatkan

untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt ya Sobat, Jangan kasi kendor ibadah nya. Semoga
umur kita bisa sampe Ramadhan-ramadhan berikutnya ya

Itu aja podcast kali ini, sampai jumpa di podcast berikutnya dari Ini Podcast

Minal aidin Wal Faizin, Mohon Maaf Lahir dan Batin..

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Anda mungkin juga menyukai