Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN TERNAK PERAH


“ MANAJEMEN TERNAK SAPI PERAH DI EXPERIMENTAL FARM FAPET UNSOED”

Oleh
Nama : Indah Setyaningsih
NIM : D1A018062

Kelompok : 2D

Asisten : Luluk Wahyu Isnaeni

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK PERAH


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2020
I. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Hasil
1.1.1 Pemeliharaan
1.1.1.1 Pembersihan tempat pakan dan minum

1.1.1.2 Penbersihan lantai

1.1.1.3 Memandikan Ternak


1.1.1.4 Pemberian pakan dan minum

1.1.2 Perkandangan dan sanitasi

1. Pengukuran Kemiringan
Kandang Atap menggunakan tipe = Gable Roof
Kemiringan Kandang
L1 (terendah) = 115 cm
L2 (tertinggi) = 121 cm
Panjang = 285 cm
Kemiringan : Tan α =L2-L1
P
= 121-115
285
6
Tan α =
285
α = Tan 0,021
= 3,7˚
2. Pengukuran kandang
Kandang Bagian Luar
Panjang = 290 X 7 = 2030 + 265 = 2295 + 249 = 2544 cm
Lebar = 410 X 2 = 820 + 93 = 913 cm
Kandang Bagian Dalam
NO Komponen Kandang Panjang (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm)
1. Manger 93 45 42
2. Bak minum 74 45 38
3. Gutter 2346 20 21
4. Central Alley 2346 129 X
5. Side Allay 2162 94 X
6. Plat Form 241 285 X
7. Stall Devide 241 16,5 121
8. Kemiringan kandang

1.1.4 Judging dan BCS Ternak


a. Judging Ternak Perah

Gambar 1. Sapi A

Gambar 2. Sapi B
Gambar 3. Sapi C
b. Tabel Skor Penilaian Ternak Perah
Mamary Sistem (40%)
Ternak
No Bagian-bagian
Sapi A Sapi B Sapi C
1 Ambing depan 7% 7% 6%
2 Ambing belakang 6% 5% 5%
3 Lebar ambing 7% 6% 5%
4 Ligamen suspensoi 7% 6% 5%
5 Putting 6% 5% 5%
6 Bentuk ambing 5% 4% 4%
∑ 37% 33% 30
Rata 6,17% 5,5% 5%
2
40% Peringkat/rangking 1 2 3

Dairy Characteristic 20%


Ternak
No Bagian-bagian
Sapi A Sapi B Sapi C
1 Sifat keibuan 4% 4% 4%
2 Bentuk tubuh 5% 4% 3%
3 Bentuk paha dan leher 5% 4% 3%
4 Kepala dan warna bulu 4% 4% 5%
∑ 18% 16% 15%
Rata 6% 4% 3,75%
2
20% Peringkat/rangking 1 2 3
Body Capacity 10%
Ternak
No Bagian-bagian
Sapi A Sapi B Sapi C
1 Kapasitas abdomen 3% 2% 1%
2 Dada lebar 3% 3% 2%
3 Tubuh panjang 2% 3% 2%
4 Tubuh lebar 2% 1% 2%
∑ 10% 9% 7%
Rata 2,5% 2,25% 1,75%
2
10% Peringkat/rangking 1 2 3

Feed & Legs 15%


Ternak
No Bagian-bagian
Sapi A Sapi B Sapi C
1 Bentuk kaki belakang 5% 4% 3%
2 Bentuk kaki depan 4% 3% 3%
3 Pergelangan kaki 4% 3% 3%
∑ 13% 11% 9%
Rata 4,3% 3,67% 3%
2
15% Peringkat/rangking 1 2 3

Frame 15%
Ternak
No Bagian-bagian
Sapi A Sapi B Sapi C
1 Tonjolan tulang 5% 4% 3%
2 Proporsi 3% 2% 2%
3 Lebar pantat 5% 4% 3%
4 Punggung lurus 2% 2% 2%
∑ 15% 12% 10%
Rata 3,75% 3% 2,5%
2
15% Peringkat/rangking 1 2 3
TOTAL
Ternak
No Bagian-bagian
Sapi A Sapi B Sapi C
1 Mamary System 37% 33% 30%
2 Dairy Character 18% 16% 15%
3 Body Capacity 10% 9% 7%
4 Feed & legs 13% 11% 9%
5 Frame 15% 12% 10%
∑ 93% 81% 71%
Rata 18,6% 16,2% 14,2%
2
Peringkat/rangking 1 2 3
b. BCS Ternak Perah

Ukuran Bagian Tubuh Ternak Perah

Uraian Sapi A Keterangan


Lingkar Dada 212 cm
Panjang Badan 151 cm
Tinggi Badan 152 cm
Lebar Dada 52 cm
Bobot Badan 729, 958 Kg
Body Condition Scoring 4,75 -
Umur (Cincin Tanduk) 5 Tahun
Lebar Pantat 14 cm

Uraian Sapi A Keterangan


Lebar Ambing 28 cm
Panjang Ambing 34 cm
Tinggi Ambing 23 cm
Kedalaman Ambing 40 cm
Panjang Putting 7 cm
Diameter Putting 9 cm
Pendugaan Bobot Badan dan BCS
Perhitungan Bobot Badan
BB = [(601,8 – (9,033 . Ld)] + [0,04546 . (Ld) 2]
= [ (601,8 – (9,033 . 212)] + [0,04546 . (212) 2]
= [(601,8 – (1914, 996)] + [0,04546 . 44944]
= [-1313,196] + [2043,154]
= 729,958 Kg
Tabel Pendugaan Bobot Badan Ternak Perah
Ternak Sapi A
Bobot Badan 729,958 Kg
BCS 4,75

1.1.5 Pemerahan

1.1.6 Evaluasi Kecernaan Pakan


Diketahui :
Lingkar dada = 158 cm
Produksi susu = 15 liter/hari
Kadar lemak susu = 3,2%
Pemberian Pakan :
1. 35 kg pakan berupa rumput gajah dengan BK 21%, PK 9,6%, serta TDN 67,68%
2. 4 kg konsentrat komersil dengan BK 80,86%, PK 17,82%, serta TDN 68,60%
3. 15 kg ampas tahu dengan BK 16,05%, PK 11,45%, serta TDN 77,90%
Ditanya : Hitunglah kebutuhan ternak distandarkan dengan 4% FCM
Jawab :
a. Bobot badan sapi
BB = [601,8 – (9,003 X LD)] + [0,04546 X (LD) 2]
BB = [601,8 – (9,003 X 158)] + [0,04546 X (158) 2]
BB = [601,8 – (1422, 474)] + [0,04546 X (24964)]
BB = - 820,674 + 1134, 863
BB = 314, 198 Kg
b. Kg lemak/hari
KG L = (15 liter X 1,027) X 3,2%
KG L = 15,405 X 3,2%
KG L = 0,49296 Kg
c. 4% FCM
4% FCM = 0,4 X produksi susu/hari + 15 X lemak susu Kg/hari
4% FCM = (0,4 X 15 liter) + (15 X 0,49296)
4% FCM = 6 + 7,3944
4% FCM = 13,3944 Kg
d. Kebutuhan BK
DMI (% body weight) = 4,048 – (0,00387 X BB (Kg)) + (0,0584 X 4% FCM (Kg))
DMI = 4,048 – (0,00387 X 314,198 Kg) + (0,0584 X 13,3944 Kg)
DMI = (4,048 – 1,215) + (0,782)
DMI = 2,833+ 0,782
DMI = 3,615%
DMI (Kg)
DMI (Kg) = 3,615% X 314,198 Kg
DMI (Kg) = 11,358 Kg BK
e. Kebutuhan PK
PK = 0,432 X (BB/500) 0,75 + (0,087 X 4% FCM)
PK = 0,432 X (314,198 Kg/500) 0,75 + (0,087 X 13,3944 Kg)
PK = 0,432 X (0,628 X 0,75) + (1,165)
PK = (0,432 X 0,471) + 1,165
PK = 0,203472 + 1,165
PK = 1,368 Kg
f. Kebutuhan TDN
TDN = 3,72 X (BB/500) 0,75 + (0,326 X 4% FCM)
TDN = 3,72 X (314,198 Kg/500) 0,75 + (0,326 X 13.3944Kg)
TDN = 3,72 X (0,628 X 0,75) + (4,366)
TDN = (3,72 X 0,471) + 4,366
TDN = 1,752 + 4,366
TDN = 6,118 Kg
g. Data Tabel
Uraian BK PK TDN
Pemberian
Kebutuhan 11,358 Kg 1,368 Kg 6,118Kg
Evaluasi
h. Menghitung Pemberian
Ternak diberi :
1. 35 kg pakan berupa rumput gajah dengan BK 21%, PK 9,6%, serta TDN 67,68%
2. 4 kg konsentrat komersil dengan BK 80,86%, PK 17,82%, serta TDN 68,60%
3. 15 kg ampas tahu dengan BK 16,05%, PK 11,45%, serta TDN 77,90%
1. Pemberian Rumput Gajah 35 Kg
 BK = 21% X 35 Kg = 7,35 Kg
 PK = 9,6% X 7,35 Kg = 0,7056 Kg
 TDN = 68,79% X 7,35 Kg = 5,056 Kg
2. Pemberian Konsentrat Komersil 4 Kg
 BK = 80,86% X 4 Kg = 3,234 Kg
 PK = 17,82% X 3,234 Kg = 0,576 Kg
 TDN = 68,60% X 3,234 Kg = 2,218 Kg
3. Pemberian Ampas Tahu 15 Kg
 BK = 16,05% X 15 Kg = 2,40 Kg
 PK = 11,45% X 2,40 Kg = 0,27 Kg
 TDN = 77,90% X 2,40 Kg = 1,86 Kg
i. Menghitung Total Pemberian
1. Total Pemberian BK
BK = BK Rumput gajah + BK Konsentrat komersil + BK Ampas tahu
BK = 7,35 Kg + 3,234 Kg + 2,40 Kg
BK = 12,984 Kg
2. Total Pemberian PK
PK = PK Rumput gajah + PK Konsentrat komersil + PK Ampas tahu
PK = 0,7056 Kg + 0,576 Kg + 0,27 Kg
PK = 1,55 Kg
3. Total Pemberian TDN
TDN = TDN Rumput gajah + TDN Konsentrat komersil + TDN Ampas
TDN = 5,056 Kg + 2,218 Kg + 1,86 Kg
TDN = 9,134 Kg
j. Memasukan Data ke Tabel
Uraian BK PK TDN
Pemberian 12,984 Kg 1,55 Kg 9,134 Kg
Kebutuhan 11,358 Kg 1,368 Kg 6,118 Kg
Evaluasi + 1,626 + 0,182 + 3,016
Lebih Lebih Lebih

1.2 Pembahasan
1.2.1 Pemeliharaan
1.2.1.1 Pembersihan tempat pakan dan minum
Tujuan pemeliharaan yaitu pentingnya membersihkan kandang baik berupa
lantai maupun tempat penampungan pakan serta air minum yang dilakukan
secara rutin dan konsisten agar terhindar dari penyakit serta menyiapkan ternak
untuk dalam keadaan bersih sebelum dilakukan pemerahan. Menurut Pinardi., (2019)
bahwa sistem pemeliharaan ternak sapi yang baik akan memberikan hasil
produksi yang optimal. Aspek manajemen pengelolaan dan pemeliharaan ternak
termasuk dalam kategori cukup penting, di mana kondisi ternak yang dipelihara
dalam lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan fisik dan fisiologis.
Pembersihan tempat pakan dan minum merupakan salah satu manajemen ternak
perah yang harus diperhatikan. Pembersihan tempat pakan dan minum dilakukan dengan
membuang sisa minum dan sisa pakan yang sudah dimakan pada hari sebelumnya. Sisa
minum dimasukan kedalam ember kemudian dibuang sekaligus untuk membersihkan
lantai kandang, sedangkan sisa pakan dimasukan kedalam ember kemudian dikumpulkan
dan dibuang kedalam bak sampah. Hal tersebut sesuai dengan Zuroida dan Azizah (2018),
yang menyatakan bahwa peternakan sapi perah membutuhkan air yang cukup tinggi
terutama digunakan dalam pemenuhan minum ternak, pembersihan ternak dan
pembersihan lingkungan kandangnya. Sisa pakan dikumpulkan dan dimasukan kedalam
gerobak. Hal tersebut juga sesuai dengan Sari., (2016) menyatakan bahwa pada
pemeliharaan sapi, air minum harus selalu ada atau tersedia karena air mempunyai fungsi
sangat vital. Fungsi dari air untuk sapi adalah sebagai zat pelarut dan pengangkut zat
makanan, membantu proses pencernaan, penyerapan dan pembuangan hasil
metabolisme, memperlancar reaksi kimia dalam tubuh, pengatur suhu tubuh dan
membantu kelancaran kerja syaraf panca indra.
Tujuan pembersihan tempat pakan dan minum adalah untuk menjaga kualitas
pakan sapi dan kebersihan air minum. Apabila kualitas pakan dan kebersihan air
menurun, maka dapat mengurangi palatabilitas pakan yang dapat menyebabkan
konsumsi pakan menurun sehingga pakan banyak yang tersisa. Manajemen Pakan dan
Air Minum harus mempertimbangkan ketersediaan pakan yang cukup kuantitas maupun
kualitasnya dan berkesinambungan merupakan salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan usaha pengembangan peternakan (Umiyasih dkk, 2013). Kebutuhan ternak
akan zat gizi terdiri atas kebutuhan untuk hidup dan pertumbuhan ternak. Kandungan
nutrisi yang mencukupi dapat meningkatkan pertumbuhan bagi ternak, sehingga
pertumbuhan ternak tersebut akan normal (Anggraeni dkk., 2010).
1.2.1.2 Pembersihan Lantai
Pembersihan lantai di Experimental Farm dilakukan dengan menyekop kotoran
yang ada pada lantai dan dibuang melalui selokan, kemudian hijauan yang masih tersisa
dipungut dan dibuang ke bak sampah. Menurut Zuroida dan Azizah., (2018) menyatakan
bahwa dengan adanya selokan maka air sisa pembersihan lantai, sisa memandikan ternak
dan air limbah dari ternak dapat mudah terkumpul menjadi satu yang kemudian akan
disalurkan ke tempat penampungan biogas. Hal tersebut juga sesuai dengan Syarif.,
(2011) menyatakan bahwa lantai kandang dibersihkan dari sisa pakan dan
kotoran sapi. Kotoran diserok dan sisa kotoran dilantai disiram dengan air hingga
lantai bersih.
Tujuan pembersihan lantai adalah agar ternak bebas dari penyakit dan merasa
nyaman terhadap lingkungannya. Menurut Akoso., (2012) menyatakan bahwa
pembersihan lantai sangat penting untuk meniadakan semua jasad renik pathogen yang
berpotensi mencemari susu hasil produksi yang dapat menularkan penyakit dan berisiki
pada kesehatan manusia. Lantai kandang diusahakan semaksimal mungkin dalam
keaadan bersih, tidak becek dan terjaga kering. Lantai yang lembap berpotensi untuk
pertumbuhan jamur atau kehidupan bakteri, mengundang kehadiran lalat sehingga
mengganggu ketenangan hewan dan dapat menjadi perantara pebularan parasit darah
misalnya Trypanosomasis, Babesiosis, dan Theileriosis.
Lantai kandang sapi di experimental farm terbuat dari bahan semen dan diatasnya
diberi alas lantai. Menurut Arsanti., (2018) menyatakan bahwa lantai kandang sapi
biasanya dibuat dari bahan semen atau tanah yang dipadatkan dan dibuat lebih tinggi dari
lahan sekitarnya. Sufi dkk (2016) menyatakan bahwa alas kandang dengan semen lebih
mudah dibersihkan daripada alas kandang tanpa semen sehingga mengurangi risiko
terinfeksi Eimeria dari lingkungan. Sumoprastowo dan Syarif., (1985) menyatakan
bahwa  struktur lantai kandang harus rata, kasar dan tidak licin, sehingga sapi tidak
mudah terpeleset. Lantai bisa dialasi jerami, karpet, kayu datar, papan, atau serbuk
gergaji. Pemberian alas bertujuan agar kaki dan tubuh sapi tidak terluka terkena lantai
semen yang kasar. Pemberian alas juga membuat kaki dan tubuh sapi tidak mudah kotor
serta tidak terserang kuman penyakit. Selain itu, lantai yang diberi alas juga menjadi tidak
cepat rusak akibat tergerus kaki sapi.
1.2.1.3 Memandikan Ternak
Proses memandikan sapi perah di experimental farm dilakukan dengan
menggunakan sikat dan air bersih, bagian yang pertama kali dimandikan adalah ekor,
kemudian dilanjutkan. Teknik memandikan sapi yaitu dengan menyikat secara vertikal.
Menurut Novita., (2018) bahwa pemandian sapi dilakukan dengan menggunakan selang
dan kemudian digosok dengan menggunakan alat yang terbuat dari lempengan besi untuk
mengilangkan kotoran ternak yang telah kering dan menempel pada kulit sapi. Sapi yang
selalu bersih akan terhindar dari beberapa penyakit dan nafsu makan akan meningkat.
Sapi yang kulitnya bersih, air keringatnya akan keluar dengan lancar, pengaturan panas
tubuhnya akan sempurna, dan parasit kulit yang menyebabkan penyakit pada kulit tidak
mudah terinfeksi. Proses sanitasi ini berpengaruh terhadap kondisi susu pada saat
pemerahan, apabila ternak dalam keadaan kotor maka ditakutkan susu akan
terkontaminasi oleh kotoran yang menempel pada tubuh ternak. Hal tersebut sesuai
dengan Rahmah., (2018) yang menyatakan bahwa tujuan memandikan badan sapi ini
untuk menjaga kesehatan sapi, menjadi produksi susu tetap stabil dan menghindarkan
pengotoron susu dari kotoran yang menempel.
Sapi yang akan diperah juga harus dalam keadaan bersih. Tempat dan peralatan
yang bersih akan percuma kalau sapi itu sendiri kotor. Semua kotoran yang melekat pada
tubuh sapi akan mengotori hasil susu. Air susu yang tercemar akan mudah rusak. Hanya
sapi-sapi yang bersihlah yang akan menghasilkan air susu yang sehat. Itulah sebabnya,
semua sapi yang akan diperah harus dimandikan terlebih dahulu, paling tidak bagian-
bagian tubuh tertentu seperti pada lipatan paha, ambing, dan putting (Sarwono. 1991).
Ternak yang berada di experimental farm dimandikan pada pagi hari dan sore hari,
agar kebersihan tubuhnya terjaga. Hal tersebut sesuai dengan menyatakan bahwa Syarif
dan Harianto., (2011) menyatakan bahwa memandikan sapi wajib dilakukan setiap hari.
Sapi dimandikan dengan cara disikat . Saat dimandikan ambing sapi juga dibersihkan
dengan cara disikat perlahan. Selain ambing bagian bagian lain yang harus diperhatikan
adalah bagian kaki, paha, dan bagian bawah tubuh yang potensial kontak dengan kotoran
dan sisa pakan.
1.2.1.4 Pemberian pakan dan minum
Pemberian pakan pada ternak perah terdiri dari hijauan dan konsentrat.
Pemberian hijaun lebih banyak daripada konsentrat. Perbandingan pemberian hijuan dan
konsentrat pada ternak perah adalah 60 : 40. Riski dkk., menyatakan bahwa Peranan
hijauan pakan menjadi lebih penting karena berpengaruh terhadap kadar lemak susu
yang dihasilkan. Pemberian hijauan yang lebih banyak menyebabkan kadar lemak susu
tinggi karena kadar lemak dalam susu tergantung dari kandungan serat kasar dalam
pakan.
Pemberian pakan di experimental farm dilakukan dengan metode component
feeding yaitu suatu pemberian pakan dengan memberikan salah satu jenis pakan sebelum
maupun sesudah pemerahan. Menurut Prayitno dkk., (2014) menyatakan bahwa sistem
pemberian pakan secara component feeding lebih mampu meningkatkan kadar glukosa
dalam darah dibanding sistem pemberian secara TMR. Hal ini dapat terjadi karena pada
saat pemberian pakan secara component feeding (pemberian konsentrat terlebih dahulu)
terdapat jeda waktu yang cukup bagi bakteri rumen untuk mencerna lebih optimal
karbohidrat fermentable yang terkandung dalam konsentrat. Karbohidrat fermentable
yang mampu dicerna lebih optimal oleh mikroba rumen tentunya akan menyediakan
energi yang lebih optimal pula untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroba rumen.
Mikroba rumen yang tumbuh dan berkembang lebih optimal ini menyebabkan semakin
tingginya populasi mikroba pencerna karbohidrat sehingga proses fermentasi karbohidrat
di dalam rumen dapat berjalan lebih baik. Manurut Bata dan Sodiq., (2014) bahwa
pemberian pakan secara component feeding berupa konsentrat terlebih dahulu dapat
memberikan sensasi lebih cepat kenyang meskipun kapasitas rumen belum penuh,
sehingga ternak berhenti makan lebih cepat.
Perlakuan pemberian pakan di experimental farm adalah dengan sapi diberikan
konsentrat terlebih dahulu sebelum akan dilaksanakan pemerahan, kemudian hijauan
diberikan setelah pemerahan. Pemberian konsentrat terlebih dahulu dimaksudkan agar
tidak mempengaruhi kualitas air susu. Hal tersebut sesuai dengan Unari dkk., (2016)
menyatakan bahwa apabila pemberian hijauan diberikan sebelum pemerahan, maka akan
menurunkan kualitas susu. Hal ini berkaitan dengan bau khas hijauan. Hijauan yang
mempunyai bau khas akan menyebabkan susu terkontaminasi oleh bau-bauan yang ada
disekitarnya. Menurut Astuti dkk., (2015) menyatakan bahwa pemberian konsentrat 2
jam sebelum hijauan akan meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik
ransum, yang akan meningkatkan konsumsi bahan kering ransum.
Pemberian air minum dilakukan dengan ad libitum atau tidak terbatas yaitu
dengan mengisi bak air minum sebanyak ¾ bagian. Air minum diusahakan selalu tersedia
sepanjang hari karena air merupakan kebutuhan dasar bagi ternak. Hal tersebut sesuai
dengan Febrianthoro., (2015) menyatakan bahwa pemberian air minum secara tidak
terbatas (ad libitum) ini baik dilakukan, karena dapat terus menyediakan air di dalam
kandang sehingga sapi tidak kehausan dan kebutuhan untuk fungsi tubuh terpenuhi.
Sistem pemberian air minum secara dibatasi (libitum) kurang baik karena ketersediaan air
tidak selalu ada, sapi lebih tahan tidak makan dibandingkan tidak minum karena
kekurangan air dapat menyebabkan dehidrasi yang berdampak pada kematian.

1.2.2 Perkandangan dan Sanitasi


Perkandangan merupakan salah satu aspek penting yang menunjang keberhasilan
usaha peternakan sapi perah. Kandang sapi perah yang baik adalah kandang yang
memenuhi persyaratan kebutuhan dan kesehatan sapi perah. Hal tersebut sesuai dengan
Simamora., (2015) yang menyatakan bahwa kandang sapi perah yang baik adalah
kandang yang sesuai dan memenuhi persyaratan kebutuhan dan kesehatan sapi perah.
Persyaratan umum kandang untuk sapi perah yaitu sirkulasi udara cukup dan mendapat
sinar matahari sehingga kandang tidak lembab (kelembaban ideal 60%-70%), lantai
kandang selalu kering, tempat pakan yang lebar dan tempat air dibuat agar air selalu
tersedia sepanjang hari.
Konstruksi atau desain bangunan kandang ternak sapi perah dapat dipengaruhi
oleh lama penggunaan bangunan tersebut. Semakin lama bangunan digunakan maka
bangunan harus memperhatikan beberapa faktor utama seperti ketahanan bangunan
serta sistem pengelolaan limbah. AAK., (1995) menyatakan bahwa beberapa konstruksi
yang penting dalam bangunan kandang antara lain sudut kemiringan lantai, ventilasi,
dinding, atap, parit atau drainase serta tempat pakan dan minum Konstruksi bangunan
kandang yang baik dapat digunakan untuk menjaga kesehatan ternak dan dapat
membantu peternak dalam proses pembersihan kandang.
Jenis kandang yang digunakan di experimental farm adalah kandang ganda dengan
tail to tail. Kandang ganda adalah kandang yang terdiri dari dua baris yang saling
berhadapan. Pada bagian atap kandang menggunakan model atap gable roof, dan bahan
atap yang digunakan adalah genting. Menurut AAK., (1995) adanya atap pada kandang
ternak berfungsi untuk melindungi sapi perah dari sinar matahari, air hujan dan dinginnya
udara pada malam hari. Konstruksi atap kandang sebaiknya dibuat miring dengan sudut
kemiringan sekitar 300 sehingga air hujan dapat turun dengan lancar, sedangkan bahan
yang dapat digunakan untuk atap salah satunya yaitu genting karena harganya yang
terjangkau, tahan lama dan tidak terlalu menyerap panas. Bagian lain pada konstruksi
bangunan kandang yaitu ventilasi dan tempat pakan atau minum serta parit atau
drainase. Ventilasi pada kandang sapi perah harus cukup sehingga dapat digunakan untuk
mencegah terjadinya peningkatan konsentrasi gas di dalam kandang seperti gas amonia
dan karbondioksida. Selain itu, ventilasi juga digunakan sebagai proses pertukaran udara
di dalam dan di luar kandang, menghilangkan panas dan mencegah terjadinya polusi
udara dalam kandang.
Sanitasi merupakan sebuah kegiatan untuk mencegah masuk dan perpindahan
bibit penyakit yang akan menyerang ternak. Sanitasi yang dilakukan di Experimental farm
meliputi sanitasi kandang, sanitasi ternak, sanitasi peternak dan sanitasi peralatan. Hal
tersebut sesuai dengan Zuroida dan Azizah., (2018) menyatakan bahwa sanitasi kandang
merupakan suatu kegiatan pencegahan yang meliputi kebersihan bangunan tempat
tinggal ternak atau kandang dan lingkungannya dalam rangka untuk menjaga kesehatan
ternak sekaligus pemiliknya. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kondisi sanitasi
kandang antara lain lokasi kandang, konstruksi bangunan kandang, kebersihan kandang
dan kepadatan lalat. Penempatan kandang sebaiknya tidak menjadi satu dengan rumah
atau jarak minimal 10 meter dari rumah maupun dari bangunan umum lainnya, lokasi
kandang lebih tinggi dari sekitarnya, tersedia air bersih yang cukup dan terdapat tempat
untuk pembuangan kotoran atau sisa pakan ternak sapi perah. Selain lokasi kandang, hal
lain yang mempengaruhi kondisi sanitasi kandang yaitu konstruksi bangunan kandang.
Pembersihan kandang di experimental farm dilakukan sebanyak dua kali dalam
sehari, hal ini dilakukan agar kandang tetap dalam kondisi bersih. Hal tersebut sesuai
dengan Suharyati dan Hartono., (2016) menyatakan bahwa sanitasi kandang dilakukan
untuk menjaga kesehatan ternak sapi melalui kebersihan. Oleh karena itu, frekuensi
sanitasi kandang yang semakin sering dalam sehari semakin baik. Selain itu, untuk
menjaga kesehatan. Kebersihan kandang harus selalu dijaga dengan cara melakukan
pembersihan kandang setiap harinya. Frekuensi dalam melakukan pembersihan kandang
bervariasi tergantung masing-masing peternak. Pada umumnya, pembersihan kandang
sapi perah dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari yaitu sebelum melakukan proses
pemerahan sapi. Kondisi kandang yang bersih dapat berpengaruh pada tingkat kepadatan
lalat. Hal tersebut juga sesuai dengan Dewik., (2012) menyatakan bahwa sanitasi kandang
yang tidak baik akan berpengaruh terhadap kualitas susu sapi yang dihasilkan terutama
keberadaan cemaran mikroba. Kandang yang baik akan membuat sapi yang ada di
dalamnya nyaman, karena kandang yang buruk dapat membuat sapi yang ada di
dalamnya mengalami stress. Hal yang biasa dilakukan untuk menjaga kebersihan kandang
agar udara dapat berjalan dengan lancer, merancang bangunan kandang agar sinar
matahari dapat masuk ke dalam kandang, tidak membiarkan kotoran sapi menumpuk di
kandang dan segera membersihkan sisa-sisa pakan yang berceceran di lantai kandang.

1.2.3 Handling dan Perawatan


1.2.3.1 Handling
Penanganan ternak sapi membutuhkan keterampilan. Dalam hal ini, dukungan
pengetahuan yang berkaitan erat dengan cara penanganan (misalnya cara menggunakan
tali, cara mengikat, serta cara menggunakan alat-alat), perlu dipahami terlebih dahulu.
Hal ini penting sebab penanganan ternak sapi sangat jauh berbeda dengan penanganan
ternak unggas ataupun ternak domba. Sapi adalah ternak bertubuh besar, memiliki
tenaga lebih kuat daripada manusia, memiliki tanduk yang berbahaya bagi keselamatan
orang yang menangani, mempunyai sifat suka menendang, serta memiliki tubuh yang
berlipat ganda bobotnya dibanding dengan peternak. Dalam menangani sapi, peternak
perlu memiliki pengetahuan mengenali tali temali terlebih dahulu agar bisa merestrain
dengan baik (Santosa, 2010).
Handling pada ternak sapi merupakan suatu kegiatan mengendalikan ternak
meliputi membangunkan sapi, membuat tali brangus dan membuat tali patis. Hal tersebut
sesuai dengan Awaludin., (2017) bahwa manajemen handling merupakan suatu upaya
yang dilakukan oleh manusia kepada hewan dengan tujuan mengendalikan hewan sesuai
dengan yang kita inginkan tanpa menyakiti hewan tersebut dan tanpa mencederai
pelaksana handling. Secara umum handling merupakan suatu metode penanganan pada
hewan yang membuat hewan terbatasi geraknya sehingga mudah untuk dikendalikan
baik dengan menggunakan bantuan alat bantu ataupun dengan hanya menggunakan
tangan.
Tali brangus digunakan untuk mengendalikan sapi yang dipasang di bagian hidung
sedangkan tali patis dipasang dibagian tanduk. Menurut Batan dan Soma., (2012) bahwa
tali yang dipasang pada bagian hidung dan digunakan untuk mengendalikan sapi disebut
dengan tali telusuk atau tali keluh. Tali telusuk atau tali keluh adalah tali dengan ukuran
6-8 mm yang dipasang simpul tertentu yang melingkari tulang tengkorak yang dipasang
menembus sekat hidung dan digunakan untuk mengendalikan sapi. Tali telusuk
mempunyai fungsi sebagai cara untuk mengendalikan sapi. Teknik pemasangan tali
telusuk cukup sederhana akan tetapi hal inilah yang menjadi ciri khas dari pemeliharaan
sapi. Lain daerah lain pula cara pemasangan telusuk pada sapi.
1.2.3.2 Pemotongan Kuku
Kegiatan pemotongan kuku bertujuan untuk mempermudah gerak ternak,
mencegah ternak terkilir, membantu ke bentuk awal, dan mencegah penyakit PMK serta
footrot. Hal tersebut sesuai dengan Hinarno dkk., (2018) menyatakan bahwa kegiatan
pemotongan kuku pada sapi bertujuan untuk mengembalikan posisi normal kuku,
membersihkan kotoran pada celah kuku, menghindari pincang, mempermudah deteksi
dini laminitis dan kemungkinan terjadinya infeksi pada kuku. Kuku harus mendapat
perhatian terutama pada ternak yang selalu berada di dalam kandang. Lingkungan yang
lembab dan kotor akan mempermudah timbulnya luka pada interdigiti yang akan
menyebabkan masuknya kuman. Hal tersebut juga sesuai dengan Reni., (2016)
menyatakan bahwa bila faktor perawatan tidak diperhatikan, maka dapat menimbulkan
kelainan dan kerusakan pada kuku, serta memicu timbulnya penyakit yang dapat
memengaruhi kesehatan sapi. Penyakit kaki yang sering menyerang ternak akibat seperti
pincang, footrot (kuku busuk), dan PMK. Pemotongan kuku berpengaruh terhadap
kejadian footrot dan cukup bermakna, artinya kalau kuku tidak pernah dipotong maka
kejadian footrot akan semakin besar (Raven, 1992).
Kuku merupakan tempat bersarangnya kuman dan bakteri, oleh sebab itu kuku
ternak harus dipotong apabila sudah panjang. Pemotongan kuku dilakukan secara rutin
dan periodik yaitu setiap 3-4 bulan sekali. Hal tersebut sesuai dengan Rahmah., (2018)
yang menyatakan bahwa kuku sapi yang dipelihara di dalam kandang terus-menerus
memanjang yang mengakibatkan posisi kaki yang salah, untuk itu perlu dilakukan
pemotongan kuku setiap 3 bulan sekali. Kuku sapi yang tidak dipotong merupakan faktor
penyebab terjadinya penyakit pada kuku.
Pemotongan kuku pada sebuah peternakan biasanya menggunakan alat antara
lain yaitu gamagata, gerinda, palu, asahan dan pahatan. Hal tersebut sesuai dengan
Williamson dan Payne., (1993) menyatakan bahwa Alat-alat yang digunakan adalah pisau,
palu, kikir, dan rennet. Rennet digunakan untuk merapikan kaki bagian sole yang
menebal. Pemotongan pada bagian axial wall dan abaxial wall dilakukan terlebih dahulu
pada kaki kanan depan, setelah itu kaki kanan belakang, kaki kiri belakang, dan terakhir
kaki kiri depan atau sebaliknya menggunakan pisau.
1.2.3.3 Kesehatan Ternak
Kesehatan ternak dapat diketahui dengan cara mewancarai peternak. Kesehatan
hewan merupakan suatu status kondisi tubuh hewan dengan seluruh sel yang
menyusunnya dan cairan tubuh yang dikandungnya secar fisiologis berfungsi normal
gangguan dan penyakit dapat menyerang ternak sehingga untuk membatasi kerugian
ekonomi diperlukan kontrol untuk menjaga kesehatan sapi menjadi sangat penting.
Manajemen kesehatan yang baik sangat mempengaruhi pada kesehatan sapi potong.
Pinardi., (2019) menyatakan bahwa kesehatan ternak merupakan aspek yang sangat
penting dalam keberhasilan berternak karena ternak mampu berproduksi dengan optimal
jika dalam kondisi sehat. Kesehatan ternak berkaitan sistem pengelolaan ternak mulai
dari keamanan asal ternak, pakan, air dan lingkungan yang terjadi pada setiap mata rantai
kegiatan. Ciri-ciri ternak yang sehat yaitu aktif, sigap, kondisi tubuhnya seimbang, tidak
sempoyongan, langkah kaki mantap dan teratur, bertumpu pada empat kaki dan posisi
punggung rata, mata bersinar, sudut mata bersih, kulit bulu halus, mengkilat tidak kusam,
frekuensi nafas teratur.
Penyakit yang sering ditemui pada sapi perah salah satunya adalah mastitis. Mastitis
merupakan suatu penyakit peradangan pada ambing. Hal tersebut sesuai dengan Windria
dkk., (2018) menyatakan bahwa mastitis atau radang ambing sering menyerang sapi-sapi
perah baik milik perusahaan maupun sapi perah milik peternak kecil yang banyak
menimbulkan kerugian. Kejadian mastitis pada sapi perah di Indonesia sangat tinggi yaitu
mencapai 85%, dan kejadian ini sebagian besar merupakan infeksi subklinis sehingga tidak
cepat dilakukan penanganan ataupun pengendalian. Akibat dari kejadian mastitis ini
dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar terutama karena turunnya
produksi susu yang dapat mencapai 25% dari total produksi. Riyanto dkk., (2016)
menyatakan bahwa penyakit mastitis secara umum disebabkan oleh berbagai jenis
bakteri antara lain Streptococcus agalactiae, S. disgalactiae, S. uberis, S. zooepidermicus,
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Enterobacter aerogenes dan Pseudomonas
aeruginosa serta Mycoplasma sp. Bakteri-bakteri tersebut akan menyebabkan kerusakan
sel-sel alveoli pada ambing. Kerusakan yang terjadi tidak hanya mengakibatkan
penurunan produksi susu namun juga kualitas susu. Penurunan kualitas susu merupakan
kelainan pada susu karena bakteri mastitis merusak komposisi nutrien susu (Utami dkk,
2014).
Penyakit yang biasa menyerang sapi perah selanjutnya yaitu milk fever. Milk Fever
merupakan penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalsium dalam darah. Penyakit ini
umumnya terjadi pada sapi perah sekitar waktu partus dengan jangka waktu 3 hari atau
beberapa bulan setelah melahirkan. Menurut Wulansari dkk., (2017) milk fever ditandai
dengan penurunan kadar kalsium secara drastis dan berada pada kisaran 3 – 5 mg/ dL,
secara klinis hewan ambruk tidak dapat bangkit.

1.2.4 Judging dan BCS


Judging atau penilaian ternak merupakan kegiatan menilai ternak berdasarkan
perfoma tubuh ternak secara subjektif dengan tujuan tertentu dan dalam waktu yang
singkat. Penilaian ternak memiliki beberapa tujuan yaitu sebagai pengganti data
recording, melestarikan sumber daya genetik yang berkualitas, menduga produktivitas
ternak, menduga umur dan bobot badan ternak, serta untuk lomba dan kontes ternak.
Penilaian dilakukan menggunakan form penilaian dengan melakukan pengamatan
langsung pada ternak yang akan dinilai. Metode dalam menilai ternak ada 3 yaitu secara
visual, palpasi, dan pengukuran linier tubuh. Menurut Hakim.,(2019), bahwa Penilaian
secara fisik merupakan bagian yang penting dalam proses seleksi. Hal tersebut dapat
menjadi indikator yang baik dalam menentukan frame size, struktur otot dan tubuh,
struktur kaki, dan karakteristik dari suatu bangsa sapi. Tiga metode dalam pengukuran
dan pendugaan bobot hidup serta perubahan konformasi tubuh ternak, diantaranya
penimbangan langsung, pengukuran parameter tubuh, dan melalui analisis video dan
gambar.
Ukuran-ukuran tubuh tertentu ternak dapat digunakan untuk menduga bobot
badan ternak yang mempunyai korelasi atau hubungan dengan produksi susu maupun
daging. Pendugaan bobot badan pada sapi perah yang biasanya digunakan oleh para
peternak adalah dengan menggunakan lingkar dada, karena lingkar dada diasumsikan
bahwa telah mewakili keseluruhan tubuh ternak. Hal tersebut sesuai dengan Ersi., (2018)
menyatakan bahwa bobot badan sapi merupakan salah satu indikator produktivitas
ternak yang dapat diduga berdasarkan ukuran linear tubuh sapi meliputi lingkar dada,
panjang badan dan tinggi badan. Ukuran lingkar dada memiliki hasil yang paling akurat
dengan nilai korelasi yang tinggi dibandingkan dengan ukuran tubuh lainnya, seperti
panjang badan dan tinggi pundak. Pengukuran lingkar dada dilakukan dengan
menggunakan meteran kain yang diukur mengikuti lingkar dada atau tubuh tepat
dibelakang bahu melewati gumba atau pada sapi berponok tepatnya di belakang ponok.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pengukuran lingkar dada pada sapi A
diperoleh hasil yaitu 212 cm, sehingga dapat dilakukan perhitungan menggunakan rumus
bobot badan dan diperoleh hasil bobot badan sapi A yaitu 729,958 Kg.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, metode yang digunakan dalam
penilaian ternak sapi perah yaitu PDCA (Purebreed Dairy Cattle Association). Penilaian
terdiri atas mammary system 40%, dairy character 20%, body capacity 10%, feet and legs
15% dan frame 15%. Hal tersebut tidak sesuai dengan Setiawan., (2019) menyatakan
bahwa Keempat nilai utama dalam penilaian adalah penampilan umum (general
appearance) 30%, karakter sapi perah (dairy character) 20%, kapasitas tubuh (body
capacity) 20%, dan sistem perambingan (mammary system) 30%. Praktikum penilaian
ternak perah dilakukan dengan menilai 3 ternak sapi perah yaitu sapi A, sapi B, dan sapi C.
Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan, dapat diketahui bahwa sapi A memiliki skor
penilaian yang paling tinggi dari sapi yang lain. Skor penilaian berturut-turut untuk sapi A,
B, dan C adalah 93%, 81%, dan 71%.
Body Conditioning Score (BCS) merupakan suatu penilaian yang dilakukan secara
subyektif untuk mengetahui nilai tubuh ternak dilihat dari tingkat perlemakannya. Hal
tersebut sesuai dengan Anwar dkk., (2016) menyatakan bahwa Body Condition Score
merupakan suatu metode subjektif untuk menilai kondisi tubuh domba, sapi potong dan
sapi perah . Tujuan dari pengukuran BCS adalah untuk dapat memantau kondisi sapi yang
dilihat dari perlemakan tubuh, selain itu untuk mengetahui kondisi reproduksi sapi. BCS
merupakan penilaian skor berbasis pada kondisi tubuh sapi yang menjadi salah satu alat
manajemen bagi penentu performan reproduksi sapi dan menggambarkan kondisi
kegemukan secara relatif dari kelompok sapi melalui penggunaan skala 1-5. Hal tersebut
sesuai dengan Komala.,(2015) yang menyatakan bahwa penilaian BCS menggunakan skala
1 – 5 (1= sangat kurus, 3 = sedang, dan 5 = sangat gemuk) dengan nilai 0,25 angka
diantara selang itu. Penilaian BCS pada sapi A diperoleh hasil yaitu 4,75. Hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa sapi A memiliki perlemakan yang baik sehingga dapat disebut
gemuk.

1.2.5 Pemerahan
Pemerahan merupakan tindakan mengeluarkan susu dari ambing yang bertujuan
untuk mendapatkan produksi susu yang maksimal. Hal tersebut sesuai dengan Sasongko
(2012), yang menyatakan bahwa Pemerahan adalah tindakan mengeluarkan susu dari
ambing. Pemerahan bertujuan untuk mendapatkan produksi susu yang maksimal.
Pemerahan dibagi menjadi tiga tahapan yaitu pra pemerahan, pelaksanaan pemerahan
dan pasca pemerahan.
Pemerahan susu di experimental farm dilakukuan 2 kali sehari yaitu pagi pukul
05.00 WIB dan sore pukul 14.00. Hal tersebut sesuai dengan Mardalena., (2010)
menyatakan bahwa pemerahan susu biasanya dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore
hari. Interval waktu yang sama antara pemerahan pagi dan sore hari akan memberikan
perubahan komposisi susu yang relatif sedikit, sedangkan interval waktu pemerahan yang
berbeda akan menghasilkan komposisi susu yang berbeda juga. Umumnya pada
perusahaan sapi perah, pemerahan pagi hari dilakukan pada pukul 05.00 WIB dan sore
hari pukul 14.00 WIB dengan interval waktu pemerahan 9 jam dan 15 jam. Hal ini akan
memberikan perbedaan komposisi susu yang dihasilkan.
Tata cara pemerahan yang dilakukan di experimental farm meliputi persiapan alat,
membersihkan ambing, mengoleskan minyak pada tangan, mengeluarkan susu dengan
teknik striping, melakukan pemerahan, penghabisan dengan teknik knovelen. Menurut
Pratiwi., (2016) bahwa pemerahan dengan seluruh tangan (whole hand), pemerahan
dengan memijat puting antara ibu jari (knevelen), pemerahan dengan menarik puting
antara ibu jari dan jari telunjuk (stripping). Pemerahan yang dilakukan dengan cara whole
hand merupakan cara yang baik karena dapat mengurangi luka pada puting pada saat
pemerahan berlangsung. Pemerahan yang kasar akan mengakibatkan luka pada puting,
sehingga mudah tercemar mikroorganisme pengebab mastitis.
Ambing sebelum dilakukan pemerahan dibasuh atau dicuci menggunakan air
hangat untuk membersihkan ambing dan merangsang hormon oksitosin. Hal tersebut
sesuai dengan Mahardika., (2016) yang menyatakan bahwa ambing sebelum pemerahan
perlu dilakukan pencucian. Pencucian ambing berfungsi agar ambing dalam keadaan
bersih dan merangsang keluarnya air susu, sehingga dalam pencucian ini perlu
diperhatikan agar peternak tidak banyak kehilangan produksi susu. Pencucian ambing
erat hubungannya dengan perangsangan dan aktifitas hormon oxytocin.
Tahap yang terakhir dalam kegiatan pemerahan adalalah melakukan teat dipping.
Hal ini bertujuan agar tidak ada bakteri yang masuk dalam lubang puting. Bakteri yang
masuk kedalam puting dapat menyebabkan penyakit mastitis pada ternak. Hal tersebut
sesuai dengan Surjowardojo., (2011) yang menyatakan bahwa teat dipping di akhir
pemerahan disertai dengan pencelupan puting ke dalam larutan desinfektan setelah
pemerahan selesai dapat mengurangi terjadinya infeksi mastitis sebesar 50%. Menurut
Aprilia (2016), bahwa dipping puting merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan higienitas. Dipping puting adalah kegiatan pencelupan puting
dengan menggunakan antiseptik agar bakteri di sekitar puting tidak ma-suk kedalam
ambing. Salah satu anti-septik yang sering digunakan sebagai bahan dipping adalah
povidone iodine.
1.2.6 Evaluasi Kecukupan Pakan
Konsumsi pakan merupakan salah satu indikator untuk menilai bahan pakan untuk
ternak ruminansia. Pakan ternak ruminansia terdiri dari hijaun dan konsentrat, dalam
pemberiannya hijauan lebih banyak dibandingkan konsentrat. Menurut Aprilia dkk.,
(2018) menyatakan bahwa pakan memiliki kontribusi yang paling tinggi yaitu sekitar 60-
70%, karena pakan merupakan sumber utama energi bagi ternak. Kebutuhan pakan sapi
perah 3% dari bobot badan, pakan sapi perah umumnya terdiri dari hijauan dan
konsentrat. Hijauan pakan sapi perah yang diberikan masih belum memenuhi kebutuhan
hidup ternak, sehingga perlu adanya penambahan konsentrat. Pakan konsentrat adalah
pakan yang diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah produksi susu sapi
perah. Konsentrat berfungsi memberi tambahan energi dan protein yang diperlukan
untuk menuhi kebutuhan produksi, yang tidak dapat dipenuhi oleh hijauan.
Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan pada ruminansia salah satunya
adalah bobot ternak, semakin tinggi bobot maka konsumsi pakannya akan semakin
meningkat. Hal tersebut sesuai dengan Kusmartono (2015) menyatakan bahwa ternak
ruminansia yang mempunyai bobot badan lebih tinggi akan diikuti oleh semakin tingginya
kapasitas saluran pencernaan. Dengan demikian nilai konsumsi sukarela ternak meningkat
dengan semakin tingginya bobot badan. Nilai konsumsi ternak naik 0,74 kg BK per hari
untuk setiap kenaikan 100 kg bobot badan pada sapi perah.
Pakan yang diberikan pada ternak ruminansia harus memperhatikan kandungan
nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak tersebut sehingga nutrisi tersebut mampu untuk
mencukupi kebutuhan pokok, produksi dan reproduksi. Kebutuhan nutrisi diantaranya
kebutuhan BK, TDN dan PK. Hal tersebut sesuai dengan Laksana dkk., (2013) menyatakan
bahwa nutrien dalam pakan akan dimanfaatkan ternak untuk hidup pokok dan
menunjang produktivitasnya. Nutrien dalam pakan yang cukup dan sesuai untuk
kebutuhan ternak akan menghasilkan produktivitas yang baik. Oleh karena itu,
kandungan nutrien pakan yang akan diberikan pada ternak perlu untuk diperhatikan.
Berdasarkan tabel hasil perhitungan evaluasi kecukupan pakan dapat diketahui
bahwa pemberian bahan kering (BK) yaitu sebesar 12,984 Kg, sedangkan kebutuhannya
yaitu 11,358 Kg. Hal tersebut menunjukan bahwa terjadi kelebihan pemberian bahan
kering sebesar 1,626 Kg, sehingga konsumsi bahan kering menjadi berlebih. Kelebihan
konsumsi bahan kering mampu meningkatkan nutrisi yang masuk kedalam tubuh ternak.
Hal tersebut sesuai dengan Zamzami (2015)., yang menyatakan bahwa Konsumsi bahan
kering yang meningkat membuat nutrisi yang masuk kedalam tubuh juga akan meningkat.
Semakin banyaknya nutrisi yang masuk maka akan meningkatkan performa dari sapi
perah tersebut.
Berdasarkan tabel evaluasi pakan, diketahui bahwa nilai selisih pemberian pakan
terhadap kebutuhan sapi seluruhnya bernilai positif atau bisa dikatakan melebihi dari
kebutuhan nutrisi dimana angka selisinya BK + 1,626, TDN +3,016 dan PK + 0,182.
Menurut Pangestu dkk., (2013) menyatakan bahwa tingginya konsumsi terhadap BK, PK,
dan TDN sebagai akibat dari pemberian yang berlebih dan bentuk fisik pakan yang cukup
lembut atau halus, baik pada pakan konsentrat maupun pakan komplit, sehingga waktu
tinggal pakan dalam rumen relatif singkat. Tingginya rate of passage dalam saluran
pencernaan berakibat rumen cepat kosong dan merangsang ternak untuk ternak. Bentuk
fisik dan kualitas pakan yang diberikan berpengaruh terhadap produksi dan kualitas susu.
II. PENUTUP

2.1 Kesimpulan
1. Pemeliharaan ternak perah meliputi pembersihan tempat pakan dan minum,
pembersihan lantai, memandikan ternak, serta pemberian pakan dan minum.
2. Perkandangan meliputi komponen kandang, pengukuran kandang, dan sanitasi
kandang menggunakan desinfektan. Kemiringan kandang diperoleh hasil yaitu 3,7˚.
3. Handling merupakan kegiatan mengendalikan ternak sesuai dengan yang kita inginkan
tanpa menyakiti ternak tersebut dan tanpa mencederai pelaksana handling.
4. Pemotongan kuku harus dilakukan ketika kuku ternak sudah panjang, pemotongan
kuku bertujuan untuk mempermudah gerak ternak, mencegah ternak terkilir, membantu
ke bentuk awal, dan mencegah penyakit seperti PMK dan Footrot.
5. Kesehatan ternak merupakan status kondisi fisiologis ternak, kesehatan ternak dapat
diketahui dengan melakukan wawancara terhadap peternak.
6. Judging merupakan penilaian terhadap perfoma tubuh ternak sedangkan BCS
merupakan penilaian ternak berdasarkan kondisi perlemakan dari tubuh ternak.
7. Pemerahan merupakan tindakan mengeluarkan susu dari ambing yang bertujuan
untuk mendapatkan produksi susu yang maksimal. Pemerahan dilakukan dengan manual
dan dengan menggunakan 3 cara pemerahan yaitu stripping, whole hand, dan knevelen.
8. Evaluasi kecukupan pakan dilakukan untuk mengetahui efisiensi pemberian pakan di
dalam ransum ternak perah.
2.2 Saran
Praktikum manajemen ternak perah sudah baik, semoga kedepannya bisa lebih
baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Akoso. B.T. 2012. Budi Daya Sapi Perah. Airlangga University Press. Surabaya..

Anwar, M., P. Mulyani., A. Riyanto., H. Winoto., dan Mardiyono. 2016. Pendampingan


Penguatan Pakan Induk Sapi Potong Di Kabupaten Magelang. Jurnal Info. 18 (2):
71-79.

Anggraeni, A., N. Kurniawan, dan C. Sumantri. 2008. Pertumbuhan pedet betina dan dara
Sapi Friesian Holstein di wilayah kerja bagian barat KPSBU Lembang. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor

Aprilia,R.M., Hartutik., dan Marjuki. 2018. Evaluasi Kandungan Nutrien Konsentrat Sapi
Perah Rakyat di Kabupaten Malang. Jurnal Nutrisi Ternak Tropis. 1(1): 54-59.

Arsanti, V. 2018. Persepsi Masyarakat terhadap Lingkungan Kandang Sapi di


Kelurahan Bener Kecamatan Tegalrejo Yogyakarta. Media Komunikasi
Geografi 19(1) : 63-75

Astutia, A., Erwantob., P. E. Santosa. 2015. Pengaruh Cara Pemberian Konsentrat-Hijauan


Terhadap Respon Fisiologis dan Performa Sapi Peranakan Simmental. Jurnal Ilmiah
Terpadu. 3(4): 201-207.

Awaludin, A., Y. R. Nugraheni, dan S. Nusantoro. 2017. Teknik Handling dan


Penyembelihan Hewan Qurban. Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan
2(2) : 84-97.

Bata, M., dan A. Sodiq. 2014. Tingkah Laku Makan Sapi Peranakan Ongole yang Diberi Pakan
Berbasis Jerami Padi Amoniasi dengan Metode Pemberian yang Berbeda. Jurnal
Agripet. 14(1): 17-14.
Batan, I.W., dan I.G. Soma. 2012. Karakteristik Simpul Tali Telusuk Sapi Bali dan Tali Keluh
Sapi. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus. 1(3): 305-309.

Dewik, W. 2012. Hubungan Higiene dan Sanitasi Pemerahan Susu Sapi dengan Total Plate
Count Pada Susu Sapi di Peternakan Sapi Perah Desa Manggis Kabupaten Boyolali.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 1(2): 934-944.

Ersi, F., M. D. I. Hamdani., Sulastri, dan K. Adhianto. 2018. Korelasi Antara Bobot
Badan dan Dimensi Tubuh pada Sapi Peranakan Ongole Jantan pada Umur
7—12 Bulan di Desa Wawasan Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Lampung
Selatan. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan 2(3) : 16-22.

Febrianthoro, F., M. Hartono., dan S. Suharyati. 2015. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi


Conception Rate Pada Sapi Bali Di Kabupaten Pringsewu. Jurnal Ilmiah Peternakan
Terpadu. 3(4): 239-244.

Hakim, A., H. Nuraini., R. Priyanto, dan T. Harsi. 2019. Dimensi Tubuh Sapi
Friesian Holstein dan Limousin Betina Berdasarkan Morfometrik dengan
Citra Digital. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 7(2) : 47-
56.

Hinarno., H. E. Anggraeni., F. Bari., A. Suwandi2., I. Setiawan., dan Rukmana. 2018. Tata


laksana pemotongan kuku pada sapi perah. Jurnal Veterinaria. 1(2): 11-12.

Komala, I., I. Arifiantini., C. Sumantri, dan L. I. T. A. Tumbelaka. 2015. Hubungan


Produksi Susu Berdasarkan Grade MPPA dengan Performa Reproduksi.
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 3(1) : 33-39.

Kusmartono. 2015. Potensi Alam Tropik& Pertumbuhan Tanaman dan Ternak. UB Press.
Malang.

Laksana, A.A., E. Rianto., dan M. Arifin. Pengaruh Kualitas Ransum Terhadap Kecernaan Dan
Retensi Protein Ransum Pada Kambing Kacang Jantan. Animal Agriculture Journal.
2(4): 63-72.

Mardalena. 2010. Pengaruh Waktu Pemerahan dan Tingkat Laktasi terhadap Kualitas Susu
Sapi Perah Peranakan Fries Holstein. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 9(3): 107-111.

Rahmah, U. I. L. 2018. Keragaan Usaha Ternak Sapi Perah Anggota dan Non
Anggota Koperasi di Kecamatan Banjaran Kabupaten Majalengka. Jurnal Ilmu
Pertanian dan Peternakan 6(2) : 150-160.

Raven,T. E. 1992. Cattle footcare and claw trimming. United King-dom: Farming Press Books.
p3-125.
Reni, I. Y. E., S. K. Widyastuti, dan I. H. Utama. 2016. Kelainan Bentuk Kuku Sapi
Bali Kereman yang dipelihara di Tanah berdasarkan Jenis Kelamin. Indonesia
Medicus Veterinus 5(3) : 226-231.

Riski, P., B. P. Purwanto., dan A. Atabany. 2016. Produksi dan Kualitas Susu Sapi FH Laktasi
yang Diberi Pakan Daun Pelepah Sawit. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil
Peternakan. 4(3): 345-349.

Pangestu, E., Toharmat, T., dan Tanuwiria, U. H. 2013. Nilai Nutrisi Ransum Berbasis Limbah
Industri Pertanian pada Sapi Perah Laktasi. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 28(3): 166-
171.

Pratiwi, D. A., M. Sulistyati, dan Hermawan. 2016. Hubungan Antara Tingkat


Pengetahuan dan Sikap Peternak Sapi Perah dengan Penerapan Prosedur
Pemerahan. Students e-Journals 5(4) : 1-15.

Prayitno, C . H., R. Fitria., dan Muhamad Samsi. 2014. Suplementasi Heit-Chrose pada Pakan
Sapi Perah Pre-Partum Ditinjau dari Profil Darah dan Recovery Bobot Tubuh Post-
Partum. Jurnal Agripet. 14(2): 89-95.

Riyanto, J., Sunarto, B.S. Hertanto, M. Cahyadi, Hidayah, R. dan W. Sejati. 2016. Produksi dan
Kualitas Susu Sapi Perah Penderita Mastitis yang Mendapat Pengobatan Antibiotik.
Jurnal Sains Peternakan. 14(2): 30-41.

Santosa, U. 2010. Mengelola Peternakan Sapi Secara Profesional. Jakarta. Penebar Swadaya.

Sari, E. C., M. Hartono, dan S. Suharyati. 2016. Faktor- Faktor yang Memengaruhi
Service Per Conception Sapi Perah pada Peternakan Rakyat di Provinsi
Lampung. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 4(4) : 313-318.

Sarwono, B. 1990. Beternak Sapi Perah. Penebar Swadaya. Jakarta

Sasongko, D. A., T. H. Suprayogi, dan S. M. Sayuthi. 2012. Pengaruh Berbagai


Konsentrasi Larutan Kaporit (CaHOCl) untuk Dipping Puting Susu Kambing
Perah terhadap Total Bakteri dan Ph Susu. Animal Agriculture Journal 1(2) :
93-99.

Sufi, I, M., U. Cahyaningsih., dan E. Sudarnika. 2016. Prevalensi dan Faktor Risiko Koksidiosis
Pada Sapi Perah Di Kabupaten Bandung. Jurnal Kedokteran Hewan. 10(2): 195-199.

Suharyati, S., dan M. Hartono. 2016. Pengaruh Manajemen Peternak Terhadap Efesiensi
Reproduksi Sapi Bali Di Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung. Jurnal Penelitian
Pertanian Terapan. 16(1): 61-67.

Sumoprastowo., dan Syarief, Z. 1985. Ternak Perah. Yasaguna. Jakarta.


Surjowardojo, P. 2011. Tingkat Kejadian Mastitis dengan Whiteside Test dan
Produksi Susu Sapi Perah Friesien Holstein. Jurnal Ternak Tropika 12(1) : 46-
55.

Syarif, E. K., dan B. Harianto. 2011. Buku Pintar Beternak & Bisnis Sapi Perah. PT
AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Umiyasih, U., Aryogi., Y. N. Anggraeny., M. Zulbardi., dan Kuswandi. 2013. Analisis respon
perlakuan pakan terhadap keragaan produksi sapi potong dara. Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor.

Unari, D., R. Widyani., dan Rudi Pramadi. 2016. Hubungan antara Kecepatan Pemerahan
dengan Produksi Susu Sapi Perah Di Peternakan Sapi Perah Kelompok Tani Mulya
Makmur Desa Manislor Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan. Jurnal
Kandang. 8(1): 21-34.

Utami, K.B., L.E. Radiati., dan P. Surjowardojo. 2014. Kajian kualitas susu sapi perah PFH
(studi kasus pada anggota Koperasi Agro Niaga di Kecamatan Jabung Kabupaten
Malang). Jurnal- Jurnal Ilmu Peternakan. 24(2): 58-66.

Williamson G, Payne WJA. 1993. Pengantar peternakan di daerah tropis. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Windria, S., H. L. Wiraswati., J. Ramadhanti.,T. tyas., dan O. Wismandanu. 2018. Penyuluhan


Mastitis Subklinis Pada Sapi Perah di Desa Mekar Bakti Kecamatan Pamulihan
Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat. 7(2):
138-140.

Zamzami, A. H., Hermawan, dan L. B. Salman. 2015. Pengaruh Penggunaan Probiotik pada
Complete Feed terhadap Kuantitas dan Kualitas Produksi Susu Sapi Perah Laktasi.
Students e-journals 4(4) : 1-13.

Zuroida, R., dan R. Azizah. 2018. Sanitasi Kandang dan Keluhan Kesehatan Pada Peternak
Sapi Perah Di Desa Murukan Kabupaten Jombang. Jurnal Kesehatan Lingkungan.
10(4): 434-440.

Anda mungkin juga menyukai