Oleh
Nama : Indah Setyaningsih
NIM : D1A018062
Kelompok : 2D
1.1 Hasil
1.1.1 Pemeliharaan
1.1.1.1 Pembersihan tempat pakan dan minum
1. Pengukuran Kemiringan
Kandang Atap menggunakan tipe = Gable Roof
Kemiringan Kandang
L1 (terendah) = 115 cm
L2 (tertinggi) = 121 cm
Panjang = 285 cm
Kemiringan : Tan α =L2-L1
P
= 121-115
285
6
Tan α =
285
α = Tan 0,021
= 3,7˚
2. Pengukuran kandang
Kandang Bagian Luar
Panjang = 290 X 7 = 2030 + 265 = 2295 + 249 = 2544 cm
Lebar = 410 X 2 = 820 + 93 = 913 cm
Kandang Bagian Dalam
NO Komponen Kandang Panjang (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm)
1. Manger 93 45 42
2. Bak minum 74 45 38
3. Gutter 2346 20 21
4. Central Alley 2346 129 X
5. Side Allay 2162 94 X
6. Plat Form 241 285 X
7. Stall Devide 241 16,5 121
8. Kemiringan kandang
Gambar 1. Sapi A
Gambar 2. Sapi B
Gambar 3. Sapi C
b. Tabel Skor Penilaian Ternak Perah
Mamary Sistem (40%)
Ternak
No Bagian-bagian
Sapi A Sapi B Sapi C
1 Ambing depan 7% 7% 6%
2 Ambing belakang 6% 5% 5%
3 Lebar ambing 7% 6% 5%
4 Ligamen suspensoi 7% 6% 5%
5 Putting 6% 5% 5%
6 Bentuk ambing 5% 4% 4%
∑ 37% 33% 30
Rata 6,17% 5,5% 5%
2
40% Peringkat/rangking 1 2 3
Frame 15%
Ternak
No Bagian-bagian
Sapi A Sapi B Sapi C
1 Tonjolan tulang 5% 4% 3%
2 Proporsi 3% 2% 2%
3 Lebar pantat 5% 4% 3%
4 Punggung lurus 2% 2% 2%
∑ 15% 12% 10%
Rata 3,75% 3% 2,5%
2
15% Peringkat/rangking 1 2 3
TOTAL
Ternak
No Bagian-bagian
Sapi A Sapi B Sapi C
1 Mamary System 37% 33% 30%
2 Dairy Character 18% 16% 15%
3 Body Capacity 10% 9% 7%
4 Feed & legs 13% 11% 9%
5 Frame 15% 12% 10%
∑ 93% 81% 71%
Rata 18,6% 16,2% 14,2%
2
Peringkat/rangking 1 2 3
b. BCS Ternak Perah
1.1.5 Pemerahan
1.2 Pembahasan
1.2.1 Pemeliharaan
1.2.1.1 Pembersihan tempat pakan dan minum
Tujuan pemeliharaan yaitu pentingnya membersihkan kandang baik berupa
lantai maupun tempat penampungan pakan serta air minum yang dilakukan
secara rutin dan konsisten agar terhindar dari penyakit serta menyiapkan ternak
untuk dalam keadaan bersih sebelum dilakukan pemerahan. Menurut Pinardi., (2019)
bahwa sistem pemeliharaan ternak sapi yang baik akan memberikan hasil
produksi yang optimal. Aspek manajemen pengelolaan dan pemeliharaan ternak
termasuk dalam kategori cukup penting, di mana kondisi ternak yang dipelihara
dalam lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan fisik dan fisiologis.
Pembersihan tempat pakan dan minum merupakan salah satu manajemen ternak
perah yang harus diperhatikan. Pembersihan tempat pakan dan minum dilakukan dengan
membuang sisa minum dan sisa pakan yang sudah dimakan pada hari sebelumnya. Sisa
minum dimasukan kedalam ember kemudian dibuang sekaligus untuk membersihkan
lantai kandang, sedangkan sisa pakan dimasukan kedalam ember kemudian dikumpulkan
dan dibuang kedalam bak sampah. Hal tersebut sesuai dengan Zuroida dan Azizah (2018),
yang menyatakan bahwa peternakan sapi perah membutuhkan air yang cukup tinggi
terutama digunakan dalam pemenuhan minum ternak, pembersihan ternak dan
pembersihan lingkungan kandangnya. Sisa pakan dikumpulkan dan dimasukan kedalam
gerobak. Hal tersebut juga sesuai dengan Sari., (2016) menyatakan bahwa pada
pemeliharaan sapi, air minum harus selalu ada atau tersedia karena air mempunyai fungsi
sangat vital. Fungsi dari air untuk sapi adalah sebagai zat pelarut dan pengangkut zat
makanan, membantu proses pencernaan, penyerapan dan pembuangan hasil
metabolisme, memperlancar reaksi kimia dalam tubuh, pengatur suhu tubuh dan
membantu kelancaran kerja syaraf panca indra.
Tujuan pembersihan tempat pakan dan minum adalah untuk menjaga kualitas
pakan sapi dan kebersihan air minum. Apabila kualitas pakan dan kebersihan air
menurun, maka dapat mengurangi palatabilitas pakan yang dapat menyebabkan
konsumsi pakan menurun sehingga pakan banyak yang tersisa. Manajemen Pakan dan
Air Minum harus mempertimbangkan ketersediaan pakan yang cukup kuantitas maupun
kualitasnya dan berkesinambungan merupakan salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan usaha pengembangan peternakan (Umiyasih dkk, 2013). Kebutuhan ternak
akan zat gizi terdiri atas kebutuhan untuk hidup dan pertumbuhan ternak. Kandungan
nutrisi yang mencukupi dapat meningkatkan pertumbuhan bagi ternak, sehingga
pertumbuhan ternak tersebut akan normal (Anggraeni dkk., 2010).
1.2.1.2 Pembersihan Lantai
Pembersihan lantai di Experimental Farm dilakukan dengan menyekop kotoran
yang ada pada lantai dan dibuang melalui selokan, kemudian hijauan yang masih tersisa
dipungut dan dibuang ke bak sampah. Menurut Zuroida dan Azizah., (2018) menyatakan
bahwa dengan adanya selokan maka air sisa pembersihan lantai, sisa memandikan ternak
dan air limbah dari ternak dapat mudah terkumpul menjadi satu yang kemudian akan
disalurkan ke tempat penampungan biogas. Hal tersebut juga sesuai dengan Syarif.,
(2011) menyatakan bahwa lantai kandang dibersihkan dari sisa pakan dan
kotoran sapi. Kotoran diserok dan sisa kotoran dilantai disiram dengan air hingga
lantai bersih.
Tujuan pembersihan lantai adalah agar ternak bebas dari penyakit dan merasa
nyaman terhadap lingkungannya. Menurut Akoso., (2012) menyatakan bahwa
pembersihan lantai sangat penting untuk meniadakan semua jasad renik pathogen yang
berpotensi mencemari susu hasil produksi yang dapat menularkan penyakit dan berisiki
pada kesehatan manusia. Lantai kandang diusahakan semaksimal mungkin dalam
keaadan bersih, tidak becek dan terjaga kering. Lantai yang lembap berpotensi untuk
pertumbuhan jamur atau kehidupan bakteri, mengundang kehadiran lalat sehingga
mengganggu ketenangan hewan dan dapat menjadi perantara pebularan parasit darah
misalnya Trypanosomasis, Babesiosis, dan Theileriosis.
Lantai kandang sapi di experimental farm terbuat dari bahan semen dan diatasnya
diberi alas lantai. Menurut Arsanti., (2018) menyatakan bahwa lantai kandang sapi
biasanya dibuat dari bahan semen atau tanah yang dipadatkan dan dibuat lebih tinggi dari
lahan sekitarnya. Sufi dkk (2016) menyatakan bahwa alas kandang dengan semen lebih
mudah dibersihkan daripada alas kandang tanpa semen sehingga mengurangi risiko
terinfeksi Eimeria dari lingkungan. Sumoprastowo dan Syarif., (1985) menyatakan
bahwa struktur lantai kandang harus rata, kasar dan tidak licin, sehingga sapi tidak
mudah terpeleset. Lantai bisa dialasi jerami, karpet, kayu datar, papan, atau serbuk
gergaji. Pemberian alas bertujuan agar kaki dan tubuh sapi tidak terluka terkena lantai
semen yang kasar. Pemberian alas juga membuat kaki dan tubuh sapi tidak mudah kotor
serta tidak terserang kuman penyakit. Selain itu, lantai yang diberi alas juga menjadi tidak
cepat rusak akibat tergerus kaki sapi.
1.2.1.3 Memandikan Ternak
Proses memandikan sapi perah di experimental farm dilakukan dengan
menggunakan sikat dan air bersih, bagian yang pertama kali dimandikan adalah ekor,
kemudian dilanjutkan. Teknik memandikan sapi yaitu dengan menyikat secara vertikal.
Menurut Novita., (2018) bahwa pemandian sapi dilakukan dengan menggunakan selang
dan kemudian digosok dengan menggunakan alat yang terbuat dari lempengan besi untuk
mengilangkan kotoran ternak yang telah kering dan menempel pada kulit sapi. Sapi yang
selalu bersih akan terhindar dari beberapa penyakit dan nafsu makan akan meningkat.
Sapi yang kulitnya bersih, air keringatnya akan keluar dengan lancar, pengaturan panas
tubuhnya akan sempurna, dan parasit kulit yang menyebabkan penyakit pada kulit tidak
mudah terinfeksi. Proses sanitasi ini berpengaruh terhadap kondisi susu pada saat
pemerahan, apabila ternak dalam keadaan kotor maka ditakutkan susu akan
terkontaminasi oleh kotoran yang menempel pada tubuh ternak. Hal tersebut sesuai
dengan Rahmah., (2018) yang menyatakan bahwa tujuan memandikan badan sapi ini
untuk menjaga kesehatan sapi, menjadi produksi susu tetap stabil dan menghindarkan
pengotoron susu dari kotoran yang menempel.
Sapi yang akan diperah juga harus dalam keadaan bersih. Tempat dan peralatan
yang bersih akan percuma kalau sapi itu sendiri kotor. Semua kotoran yang melekat pada
tubuh sapi akan mengotori hasil susu. Air susu yang tercemar akan mudah rusak. Hanya
sapi-sapi yang bersihlah yang akan menghasilkan air susu yang sehat. Itulah sebabnya,
semua sapi yang akan diperah harus dimandikan terlebih dahulu, paling tidak bagian-
bagian tubuh tertentu seperti pada lipatan paha, ambing, dan putting (Sarwono. 1991).
Ternak yang berada di experimental farm dimandikan pada pagi hari dan sore hari,
agar kebersihan tubuhnya terjaga. Hal tersebut sesuai dengan menyatakan bahwa Syarif
dan Harianto., (2011) menyatakan bahwa memandikan sapi wajib dilakukan setiap hari.
Sapi dimandikan dengan cara disikat . Saat dimandikan ambing sapi juga dibersihkan
dengan cara disikat perlahan. Selain ambing bagian bagian lain yang harus diperhatikan
adalah bagian kaki, paha, dan bagian bawah tubuh yang potensial kontak dengan kotoran
dan sisa pakan.
1.2.1.4 Pemberian pakan dan minum
Pemberian pakan pada ternak perah terdiri dari hijauan dan konsentrat.
Pemberian hijaun lebih banyak daripada konsentrat. Perbandingan pemberian hijuan dan
konsentrat pada ternak perah adalah 60 : 40. Riski dkk., menyatakan bahwa Peranan
hijauan pakan menjadi lebih penting karena berpengaruh terhadap kadar lemak susu
yang dihasilkan. Pemberian hijauan yang lebih banyak menyebabkan kadar lemak susu
tinggi karena kadar lemak dalam susu tergantung dari kandungan serat kasar dalam
pakan.
Pemberian pakan di experimental farm dilakukan dengan metode component
feeding yaitu suatu pemberian pakan dengan memberikan salah satu jenis pakan sebelum
maupun sesudah pemerahan. Menurut Prayitno dkk., (2014) menyatakan bahwa sistem
pemberian pakan secara component feeding lebih mampu meningkatkan kadar glukosa
dalam darah dibanding sistem pemberian secara TMR. Hal ini dapat terjadi karena pada
saat pemberian pakan secara component feeding (pemberian konsentrat terlebih dahulu)
terdapat jeda waktu yang cukup bagi bakteri rumen untuk mencerna lebih optimal
karbohidrat fermentable yang terkandung dalam konsentrat. Karbohidrat fermentable
yang mampu dicerna lebih optimal oleh mikroba rumen tentunya akan menyediakan
energi yang lebih optimal pula untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroba rumen.
Mikroba rumen yang tumbuh dan berkembang lebih optimal ini menyebabkan semakin
tingginya populasi mikroba pencerna karbohidrat sehingga proses fermentasi karbohidrat
di dalam rumen dapat berjalan lebih baik. Manurut Bata dan Sodiq., (2014) bahwa
pemberian pakan secara component feeding berupa konsentrat terlebih dahulu dapat
memberikan sensasi lebih cepat kenyang meskipun kapasitas rumen belum penuh,
sehingga ternak berhenti makan lebih cepat.
Perlakuan pemberian pakan di experimental farm adalah dengan sapi diberikan
konsentrat terlebih dahulu sebelum akan dilaksanakan pemerahan, kemudian hijauan
diberikan setelah pemerahan. Pemberian konsentrat terlebih dahulu dimaksudkan agar
tidak mempengaruhi kualitas air susu. Hal tersebut sesuai dengan Unari dkk., (2016)
menyatakan bahwa apabila pemberian hijauan diberikan sebelum pemerahan, maka akan
menurunkan kualitas susu. Hal ini berkaitan dengan bau khas hijauan. Hijauan yang
mempunyai bau khas akan menyebabkan susu terkontaminasi oleh bau-bauan yang ada
disekitarnya. Menurut Astuti dkk., (2015) menyatakan bahwa pemberian konsentrat 2
jam sebelum hijauan akan meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik
ransum, yang akan meningkatkan konsumsi bahan kering ransum.
Pemberian air minum dilakukan dengan ad libitum atau tidak terbatas yaitu
dengan mengisi bak air minum sebanyak ¾ bagian. Air minum diusahakan selalu tersedia
sepanjang hari karena air merupakan kebutuhan dasar bagi ternak. Hal tersebut sesuai
dengan Febrianthoro., (2015) menyatakan bahwa pemberian air minum secara tidak
terbatas (ad libitum) ini baik dilakukan, karena dapat terus menyediakan air di dalam
kandang sehingga sapi tidak kehausan dan kebutuhan untuk fungsi tubuh terpenuhi.
Sistem pemberian air minum secara dibatasi (libitum) kurang baik karena ketersediaan air
tidak selalu ada, sapi lebih tahan tidak makan dibandingkan tidak minum karena
kekurangan air dapat menyebabkan dehidrasi yang berdampak pada kematian.
1.2.5 Pemerahan
Pemerahan merupakan tindakan mengeluarkan susu dari ambing yang bertujuan
untuk mendapatkan produksi susu yang maksimal. Hal tersebut sesuai dengan Sasongko
(2012), yang menyatakan bahwa Pemerahan adalah tindakan mengeluarkan susu dari
ambing. Pemerahan bertujuan untuk mendapatkan produksi susu yang maksimal.
Pemerahan dibagi menjadi tiga tahapan yaitu pra pemerahan, pelaksanaan pemerahan
dan pasca pemerahan.
Pemerahan susu di experimental farm dilakukuan 2 kali sehari yaitu pagi pukul
05.00 WIB dan sore pukul 14.00. Hal tersebut sesuai dengan Mardalena., (2010)
menyatakan bahwa pemerahan susu biasanya dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore
hari. Interval waktu yang sama antara pemerahan pagi dan sore hari akan memberikan
perubahan komposisi susu yang relatif sedikit, sedangkan interval waktu pemerahan yang
berbeda akan menghasilkan komposisi susu yang berbeda juga. Umumnya pada
perusahaan sapi perah, pemerahan pagi hari dilakukan pada pukul 05.00 WIB dan sore
hari pukul 14.00 WIB dengan interval waktu pemerahan 9 jam dan 15 jam. Hal ini akan
memberikan perbedaan komposisi susu yang dihasilkan.
Tata cara pemerahan yang dilakukan di experimental farm meliputi persiapan alat,
membersihkan ambing, mengoleskan minyak pada tangan, mengeluarkan susu dengan
teknik striping, melakukan pemerahan, penghabisan dengan teknik knovelen. Menurut
Pratiwi., (2016) bahwa pemerahan dengan seluruh tangan (whole hand), pemerahan
dengan memijat puting antara ibu jari (knevelen), pemerahan dengan menarik puting
antara ibu jari dan jari telunjuk (stripping). Pemerahan yang dilakukan dengan cara whole
hand merupakan cara yang baik karena dapat mengurangi luka pada puting pada saat
pemerahan berlangsung. Pemerahan yang kasar akan mengakibatkan luka pada puting,
sehingga mudah tercemar mikroorganisme pengebab mastitis.
Ambing sebelum dilakukan pemerahan dibasuh atau dicuci menggunakan air
hangat untuk membersihkan ambing dan merangsang hormon oksitosin. Hal tersebut
sesuai dengan Mahardika., (2016) yang menyatakan bahwa ambing sebelum pemerahan
perlu dilakukan pencucian. Pencucian ambing berfungsi agar ambing dalam keadaan
bersih dan merangsang keluarnya air susu, sehingga dalam pencucian ini perlu
diperhatikan agar peternak tidak banyak kehilangan produksi susu. Pencucian ambing
erat hubungannya dengan perangsangan dan aktifitas hormon oxytocin.
Tahap yang terakhir dalam kegiatan pemerahan adalalah melakukan teat dipping.
Hal ini bertujuan agar tidak ada bakteri yang masuk dalam lubang puting. Bakteri yang
masuk kedalam puting dapat menyebabkan penyakit mastitis pada ternak. Hal tersebut
sesuai dengan Surjowardojo., (2011) yang menyatakan bahwa teat dipping di akhir
pemerahan disertai dengan pencelupan puting ke dalam larutan desinfektan setelah
pemerahan selesai dapat mengurangi terjadinya infeksi mastitis sebesar 50%. Menurut
Aprilia (2016), bahwa dipping puting merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan higienitas. Dipping puting adalah kegiatan pencelupan puting
dengan menggunakan antiseptik agar bakteri di sekitar puting tidak ma-suk kedalam
ambing. Salah satu anti-septik yang sering digunakan sebagai bahan dipping adalah
povidone iodine.
1.2.6 Evaluasi Kecukupan Pakan
Konsumsi pakan merupakan salah satu indikator untuk menilai bahan pakan untuk
ternak ruminansia. Pakan ternak ruminansia terdiri dari hijaun dan konsentrat, dalam
pemberiannya hijauan lebih banyak dibandingkan konsentrat. Menurut Aprilia dkk.,
(2018) menyatakan bahwa pakan memiliki kontribusi yang paling tinggi yaitu sekitar 60-
70%, karena pakan merupakan sumber utama energi bagi ternak. Kebutuhan pakan sapi
perah 3% dari bobot badan, pakan sapi perah umumnya terdiri dari hijauan dan
konsentrat. Hijauan pakan sapi perah yang diberikan masih belum memenuhi kebutuhan
hidup ternak, sehingga perlu adanya penambahan konsentrat. Pakan konsentrat adalah
pakan yang diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah produksi susu sapi
perah. Konsentrat berfungsi memberi tambahan energi dan protein yang diperlukan
untuk menuhi kebutuhan produksi, yang tidak dapat dipenuhi oleh hijauan.
Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan pada ruminansia salah satunya
adalah bobot ternak, semakin tinggi bobot maka konsumsi pakannya akan semakin
meningkat. Hal tersebut sesuai dengan Kusmartono (2015) menyatakan bahwa ternak
ruminansia yang mempunyai bobot badan lebih tinggi akan diikuti oleh semakin tingginya
kapasitas saluran pencernaan. Dengan demikian nilai konsumsi sukarela ternak meningkat
dengan semakin tingginya bobot badan. Nilai konsumsi ternak naik 0,74 kg BK per hari
untuk setiap kenaikan 100 kg bobot badan pada sapi perah.
Pakan yang diberikan pada ternak ruminansia harus memperhatikan kandungan
nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak tersebut sehingga nutrisi tersebut mampu untuk
mencukupi kebutuhan pokok, produksi dan reproduksi. Kebutuhan nutrisi diantaranya
kebutuhan BK, TDN dan PK. Hal tersebut sesuai dengan Laksana dkk., (2013) menyatakan
bahwa nutrien dalam pakan akan dimanfaatkan ternak untuk hidup pokok dan
menunjang produktivitasnya. Nutrien dalam pakan yang cukup dan sesuai untuk
kebutuhan ternak akan menghasilkan produktivitas yang baik. Oleh karena itu,
kandungan nutrien pakan yang akan diberikan pada ternak perlu untuk diperhatikan.
Berdasarkan tabel hasil perhitungan evaluasi kecukupan pakan dapat diketahui
bahwa pemberian bahan kering (BK) yaitu sebesar 12,984 Kg, sedangkan kebutuhannya
yaitu 11,358 Kg. Hal tersebut menunjukan bahwa terjadi kelebihan pemberian bahan
kering sebesar 1,626 Kg, sehingga konsumsi bahan kering menjadi berlebih. Kelebihan
konsumsi bahan kering mampu meningkatkan nutrisi yang masuk kedalam tubuh ternak.
Hal tersebut sesuai dengan Zamzami (2015)., yang menyatakan bahwa Konsumsi bahan
kering yang meningkat membuat nutrisi yang masuk kedalam tubuh juga akan meningkat.
Semakin banyaknya nutrisi yang masuk maka akan meningkatkan performa dari sapi
perah tersebut.
Berdasarkan tabel evaluasi pakan, diketahui bahwa nilai selisih pemberian pakan
terhadap kebutuhan sapi seluruhnya bernilai positif atau bisa dikatakan melebihi dari
kebutuhan nutrisi dimana angka selisinya BK + 1,626, TDN +3,016 dan PK + 0,182.
Menurut Pangestu dkk., (2013) menyatakan bahwa tingginya konsumsi terhadap BK, PK,
dan TDN sebagai akibat dari pemberian yang berlebih dan bentuk fisik pakan yang cukup
lembut atau halus, baik pada pakan konsentrat maupun pakan komplit, sehingga waktu
tinggal pakan dalam rumen relatif singkat. Tingginya rate of passage dalam saluran
pencernaan berakibat rumen cepat kosong dan merangsang ternak untuk ternak. Bentuk
fisik dan kualitas pakan yang diberikan berpengaruh terhadap produksi dan kualitas susu.
II. PENUTUP
2.1 Kesimpulan
1. Pemeliharaan ternak perah meliputi pembersihan tempat pakan dan minum,
pembersihan lantai, memandikan ternak, serta pemberian pakan dan minum.
2. Perkandangan meliputi komponen kandang, pengukuran kandang, dan sanitasi
kandang menggunakan desinfektan. Kemiringan kandang diperoleh hasil yaitu 3,7˚.
3. Handling merupakan kegiatan mengendalikan ternak sesuai dengan yang kita inginkan
tanpa menyakiti ternak tersebut dan tanpa mencederai pelaksana handling.
4. Pemotongan kuku harus dilakukan ketika kuku ternak sudah panjang, pemotongan
kuku bertujuan untuk mempermudah gerak ternak, mencegah ternak terkilir, membantu
ke bentuk awal, dan mencegah penyakit seperti PMK dan Footrot.
5. Kesehatan ternak merupakan status kondisi fisiologis ternak, kesehatan ternak dapat
diketahui dengan melakukan wawancara terhadap peternak.
6. Judging merupakan penilaian terhadap perfoma tubuh ternak sedangkan BCS
merupakan penilaian ternak berdasarkan kondisi perlemakan dari tubuh ternak.
7. Pemerahan merupakan tindakan mengeluarkan susu dari ambing yang bertujuan
untuk mendapatkan produksi susu yang maksimal. Pemerahan dilakukan dengan manual
dan dengan menggunakan 3 cara pemerahan yaitu stripping, whole hand, dan knevelen.
8. Evaluasi kecukupan pakan dilakukan untuk mengetahui efisiensi pemberian pakan di
dalam ransum ternak perah.
2.2 Saran
Praktikum manajemen ternak perah sudah baik, semoga kedepannya bisa lebih
baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Akoso. B.T. 2012. Budi Daya Sapi Perah. Airlangga University Press. Surabaya..
Anggraeni, A., N. Kurniawan, dan C. Sumantri. 2008. Pertumbuhan pedet betina dan dara
Sapi Friesian Holstein di wilayah kerja bagian barat KPSBU Lembang. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor
Aprilia,R.M., Hartutik., dan Marjuki. 2018. Evaluasi Kandungan Nutrien Konsentrat Sapi
Perah Rakyat di Kabupaten Malang. Jurnal Nutrisi Ternak Tropis. 1(1): 54-59.
Bata, M., dan A. Sodiq. 2014. Tingkah Laku Makan Sapi Peranakan Ongole yang Diberi Pakan
Berbasis Jerami Padi Amoniasi dengan Metode Pemberian yang Berbeda. Jurnal
Agripet. 14(1): 17-14.
Batan, I.W., dan I.G. Soma. 2012. Karakteristik Simpul Tali Telusuk Sapi Bali dan Tali Keluh
Sapi. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus. 1(3): 305-309.
Dewik, W. 2012. Hubungan Higiene dan Sanitasi Pemerahan Susu Sapi dengan Total Plate
Count Pada Susu Sapi di Peternakan Sapi Perah Desa Manggis Kabupaten Boyolali.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 1(2): 934-944.
Ersi, F., M. D. I. Hamdani., Sulastri, dan K. Adhianto. 2018. Korelasi Antara Bobot
Badan dan Dimensi Tubuh pada Sapi Peranakan Ongole Jantan pada Umur
7—12 Bulan di Desa Wawasan Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Lampung
Selatan. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan 2(3) : 16-22.
Hakim, A., H. Nuraini., R. Priyanto, dan T. Harsi. 2019. Dimensi Tubuh Sapi
Friesian Holstein dan Limousin Betina Berdasarkan Morfometrik dengan
Citra Digital. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 7(2) : 47-
56.
Kusmartono. 2015. Potensi Alam Tropik& Pertumbuhan Tanaman dan Ternak. UB Press.
Malang.
Laksana, A.A., E. Rianto., dan M. Arifin. Pengaruh Kualitas Ransum Terhadap Kecernaan Dan
Retensi Protein Ransum Pada Kambing Kacang Jantan. Animal Agriculture Journal.
2(4): 63-72.
Mardalena. 2010. Pengaruh Waktu Pemerahan dan Tingkat Laktasi terhadap Kualitas Susu
Sapi Perah Peranakan Fries Holstein. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 9(3): 107-111.
Rahmah, U. I. L. 2018. Keragaan Usaha Ternak Sapi Perah Anggota dan Non
Anggota Koperasi di Kecamatan Banjaran Kabupaten Majalengka. Jurnal Ilmu
Pertanian dan Peternakan 6(2) : 150-160.
Raven,T. E. 1992. Cattle footcare and claw trimming. United King-dom: Farming Press Books.
p3-125.
Reni, I. Y. E., S. K. Widyastuti, dan I. H. Utama. 2016. Kelainan Bentuk Kuku Sapi
Bali Kereman yang dipelihara di Tanah berdasarkan Jenis Kelamin. Indonesia
Medicus Veterinus 5(3) : 226-231.
Riski, P., B. P. Purwanto., dan A. Atabany. 2016. Produksi dan Kualitas Susu Sapi FH Laktasi
yang Diberi Pakan Daun Pelepah Sawit. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil
Peternakan. 4(3): 345-349.
Pangestu, E., Toharmat, T., dan Tanuwiria, U. H. 2013. Nilai Nutrisi Ransum Berbasis Limbah
Industri Pertanian pada Sapi Perah Laktasi. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 28(3): 166-
171.
Prayitno, C . H., R. Fitria., dan Muhamad Samsi. 2014. Suplementasi Heit-Chrose pada Pakan
Sapi Perah Pre-Partum Ditinjau dari Profil Darah dan Recovery Bobot Tubuh Post-
Partum. Jurnal Agripet. 14(2): 89-95.
Riyanto, J., Sunarto, B.S. Hertanto, M. Cahyadi, Hidayah, R. dan W. Sejati. 2016. Produksi dan
Kualitas Susu Sapi Perah Penderita Mastitis yang Mendapat Pengobatan Antibiotik.
Jurnal Sains Peternakan. 14(2): 30-41.
Santosa, U. 2010. Mengelola Peternakan Sapi Secara Profesional. Jakarta. Penebar Swadaya.
Sari, E. C., M. Hartono, dan S. Suharyati. 2016. Faktor- Faktor yang Memengaruhi
Service Per Conception Sapi Perah pada Peternakan Rakyat di Provinsi
Lampung. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 4(4) : 313-318.
Sufi, I, M., U. Cahyaningsih., dan E. Sudarnika. 2016. Prevalensi dan Faktor Risiko Koksidiosis
Pada Sapi Perah Di Kabupaten Bandung. Jurnal Kedokteran Hewan. 10(2): 195-199.
Suharyati, S., dan M. Hartono. 2016. Pengaruh Manajemen Peternak Terhadap Efesiensi
Reproduksi Sapi Bali Di Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung. Jurnal Penelitian
Pertanian Terapan. 16(1): 61-67.
Syarif, E. K., dan B. Harianto. 2011. Buku Pintar Beternak & Bisnis Sapi Perah. PT
AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Umiyasih, U., Aryogi., Y. N. Anggraeny., M. Zulbardi., dan Kuswandi. 2013. Analisis respon
perlakuan pakan terhadap keragaan produksi sapi potong dara. Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor.
Unari, D., R. Widyani., dan Rudi Pramadi. 2016. Hubungan antara Kecepatan Pemerahan
dengan Produksi Susu Sapi Perah Di Peternakan Sapi Perah Kelompok Tani Mulya
Makmur Desa Manislor Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan. Jurnal
Kandang. 8(1): 21-34.
Utami, K.B., L.E. Radiati., dan P. Surjowardojo. 2014. Kajian kualitas susu sapi perah PFH
(studi kasus pada anggota Koperasi Agro Niaga di Kecamatan Jabung Kabupaten
Malang). Jurnal- Jurnal Ilmu Peternakan. 24(2): 58-66.
Williamson G, Payne WJA. 1993. Pengantar peternakan di daerah tropis. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Zamzami, A. H., Hermawan, dan L. B. Salman. 2015. Pengaruh Penggunaan Probiotik pada
Complete Feed terhadap Kuantitas dan Kualitas Produksi Susu Sapi Perah Laktasi.
Students e-journals 4(4) : 1-13.
Zuroida, R., dan R. Azizah. 2018. Sanitasi Kandang dan Keluhan Kesehatan Pada Peternak
Sapi Perah Di Desa Murukan Kabupaten Jombang. Jurnal Kesehatan Lingkungan.
10(4): 434-440.