Anda di halaman 1dari 18

HUMAN DYNAMICS: FROM RESISTANCE TO COMMITMENT

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Training and Development”


Dosen Pengajar : Agung Nugroho Adi, SE, MM, MM.HRM.

DISUSUN OLEH :
Kelompok 3

1. Adelia Yudantari 185020200111017


2. Masyithah Nikmatul Arafah 185020200111074
3. Wahyu Putra Libbaskara 185020201111008
4. Tania Aulia Syifa 185020201111012
5. Fariz Abditama Virnanda 1 85020201111018

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kami
panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkanrahmat, hidayah, serta inayah-Nya
kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang “Human Dynamics: From
Resistance to Commitment”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak
sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terimakasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami dengan lapang dada
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat
maupun inspirasi untuk pembaca.

Malang, 9 Mei 2021

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................2


DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................4
1.3 Tujuan.............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................5
2.1 Pengertian Human Dynamics .......................................................................................5
2.2 Pengertian People Are Multidimensional…………………………………………..…5
2.3 Pengertian Ego ...............................................................................................................6
2.4 Pengertian Core Human Needs.....................................................................................7
2.5 Pengertian Higher Core Needs....................................................................................10
2.6 Pengertian Emotional Transition.................................................................................11
2.7 Pengertian Perubahan Transformasional..................................................................13
STUDI KASUS.............................................................................................................................15
BAB III PENUTUP ....................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................18

BAB 1

3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komitmen adalah sesuatu yang membuat seseorang membulatkan hati,bertekad
berjerih payah,berkorban dan bertanggung jawab demi mencapai tujuan dirinya dan tujuan
organisasi atau perusahaan yang telah disepakati atau ditentukan sebelumnya.

Komitmen memiliki peranan penting terutama pada kinerja seseorang ketika


bekerja,hal ini disebabkan oleh adanya komitmen yang menjadi acuan serta dorongan
yang membuat mereka lebih bertanggung jawab terhadap kewajibannya.

Adanya perubahan dan penentangan tentunya juga mempengaruhi komitmen


seseorang. Adapun beberapa hal yang mempengaruhinya yaitu ego, kebutuhan inti
manusia, kebutuhan inti yang lebih tinggi, perubahan emosi, serta perubahan
transformasional.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Human Dynamics
2. Apa itu multidimensi seseorang ?
3. Apa itu ego ?
4. Apa saja tujuan dan fungsi inti ego ?
5. Apa saja alat inti ego ?
6. Apa itu keberadaan ?
7. Apa saja kebutuhan inti manusia
8. Apa saja 3 kebutuhan inti yang lebih tinggi ?
9. Apa itu transisi emosi ?
10. Apa itu perubahan transformasional
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu Human Dynamics
2. Mengetahui apa itu multidimensi seseorang
3. Mengetahui apa itu ego
4. Mengetahui apa saja tujuan dan fungsi inti ego
5. Mengetahui apa saja alat inti ego
6. Mengetahui apa itu keberadaan
7. Mengetahui apa saja kebutuhan inti manusia
8. Mengetahui apa saja 3 kebutuhan inti yang lebih tinggi
9. Mengetahui apa itu transisi emosi
10. Mengetahui apa itu perubahan transformasional

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Human Dynamics
Dinamika manusia menjadi salah satu tantangan bagi pemimpin untuk dapat
meminimalkan resistensi dan memaksimalkan komitmen dalam setiap perubahan.
Pemimpin perubahan berniat selalu membantu pemangku kepentingan untuk tumbuh dan
berkembang sebagai manusia, untuk melampaui batasan ego mereka untuk melibatkan diri
mereka dan untuk lebih mengaktualisasikan diri sebagai bagian dari transformasi
organisasi. Tujuan dari penyelidikan ini untuk mengeksplorasi hal-hal berikut:
1. People are multi-dimensional. Sifat manusia yang kompleks dan multi dimensi dan
bagaimana hal itu membutuhkan perhatian pemimpin untuk melampaui pendekatan
intelektual belaka.
2. Ego. Dimana setiap orang pasti memiliki ego masing-masing dan kepentingan diri
sendiri yang kedua hal itu harus ditujukan untuk melibatkan pemimpin atas secara
efektif.
3. Core Human Needs. Kebutuhan inti yang mempengaruhi tingkat resistensi dan
komitmen pemangku kepentingan.
4. Emotional transitions. Transisi emosional yang dialami pemangku kepentingan atau
pemimpin atas selama perubahan.
5. The transformasional shift from resistance to commitment. Momen bagi diri masing-
masing ketika penolakan menggeser komitmen, dinamika pergeseran transformasional
ini dan bagaimana mendukungnya dalam diri sendiri dan orang lain.

2.2 People Are Multidimensional


Setiap orang terdiri atas badan, emosi, pikiran dan jiwa dimana tubuh manusia
kurang lebih sama tetapi mempunyai keunikan yang berbeda. Dari keempat dimensi
tersebut saling berhubungan, saling bergantung, dan membentuk satu sistem yang
terintegrasi. Jadi, saat salah satu ada yang berubah maka akan mengubah dimensi lainnya
juga.
Manusia bisa menggeser seluruh sistemnya ke arah yang positif dengan intervensi
positif di satu area. Jika mengubah persepsi dan melihat ancaman itu netral, keadaan fisik
dan emosi akan berubah. Jadi, apabila seseorang memahami dinamika manusia, semakin
orang tersebut dapat mengeluarkan potensinya dan mendukung orang lain untuk
melakukan hal yang sama. Masing-masing manusia memiliki ego (pikiran) dan a being
(keberadaan) atau ketinggian diri (jiwa). Memahami kedua fungsi inti ini sangat penting
untuk mengembangkan wawasan tentang dinamika dan perilaku manusia.

5
2.3 Ego
Hal mendasar dari pikiran manusia adalah ego. Ego merupakan perasaan diri
sendiri yang berbeda dari lainnya, yaitu dari perasaan pribadi “aku” yang menghasilkan
dalam diri sendiri yang berperspektif bahwa saya “disini” dan segala sesuatu yang lain
“diluar sana”. Hal ini memunculkan identitas pribadi yang unik, berbeda, dan terpisah
dari realitas lainnya dan semua orang.
2.3.1 Tujuan dan fungsi inti ego
Tujuan dari ego adalah untuk membangun identitas yang unik dan rasa diri dengan
menciptakan batasan antara inidividu dan segala sesuatu yang lain.
Fungsi inti dari ego adalah melindungi individu untuk menjaga keunikan diri tetap
hidp secara fisik dan secara psikologis merasa baik tentang dirinya sendiri. Ego umumnya
membenci kegagalan karena kegagalan membuat rasa yang buruk pada seseorang. Bagi
ego, kegagalan merupakan kematian psikologis, sehingga berusaha menghindarinya
dengan segala cara.

2.3.2 Alat inti ego


Alat inti dari ego dalam menghindari kegagalan adalah ketakutan atau dapat disebut
ketakutan akan kegagalan. Ego menggunakan rasa takut untuk melindungi diri dari
kegagalan dalam tiga cara utama. Pertama, hal itu dapat mendorong individu menuju
sukses dengan menghasilkan dedikasi yang ekstrim dalam dirinya, fokus, konsentrasi,
disiplin latihan, dan ketekunan satu arah untuk mencapai tujuan. Dedikasi berdasarkan rasa
takut dapat memberikan kesuksesan besar tetapi seringkali ada yang harus dibayar, seperti
ketidakseimbangan pekerjaan dan kehidupan pribadi atau keluarga, penyakit stress, dan
kesepian. Ego menciptakan rasa identitas dan pikiran di sekitar yang berorientasi pada
kesuksesan, contohnya seperti berikut:
- Saya pekerja keras
- Saya tidak pernah menyerah
- Kesuksesan jauh lebih penting daripada hubungan
- Saya selalu menjadi orang yang memikul beban
Kedua, ego menggunakan ketakutan akan kegagalan untuk melindungi individu
menghindari situasi dimana adanya kemungkinan kegagalan. Masalah yang muncul pada
strategi ini adalah adanya kesempatan bagus yang biasanya muncul di situasi ini. Seseorang
harus berani mengambil resiko tetapi dengan strategi ini, melindungi individu dari potensi
terjadi kegagalan. Dengan hal ini, ego akan membuat identitas diri seperti berikut:
- Saya bukan pengambil resiko
- Saya tidak suka situasi baru

6
- Saya tidak pergi pertama, saya membiarkan orang lain memimpin
- Saya menghindari ditempatkan disana
Ketiga, ego menggunakan ketakutan untuk menahan usaha (kinerja) jadi jika
individu gagal, maka mempunyai alasan. Identitas diri pada orientasi ini adalah sebagai
berikut:
- Saya mencoba sekeras mungkin tetapi tidak pernah berhasil
- Setidaknya saya orang yang mencobanya.
- Saya dapat melakukan lebih baik.
Ego dapat menciptakan masalah bagi seseorang melalui berbagai cara
disfungsional yang dimainkannya dalam identitas individu dan berusaha melindungi
individu dari kegagalan. Ego juga berfungsi sebagai hakim batin seseorang dan
menghasilkan cara-cara terkondisi seseorang untuk menanggapi kenyataan berdasarkan
apa yang diyakininya.

2.4 Being (Keberadaan)


Being atau keberadaan adalah kesadaran diri murni yang tidak terbatas dan tidak
bersyarat di dalam diri seseorang. Hal ini adalah saksi internal, pengamat yang dapat
melihat ego atau pikiran seseorang beraksi. Keberadaan adalah diri sejati individu, diri
diluar ego, keinginan, dan keterikatan ego seseorang. Hal ini adalah hubungan yang lebih
baik daripada ego pribadi atau ego identitas yang hubungannya terpisahkan antara diri dan
roh. Wujud adalah nama lain untuk jiwa.
Being atau keberadaan adalah sumber terobosan dan fondasi keunggulan pribadi
yang melampaui perspektif ego yang dibatasi dan dibatasi membuka pintu kemungkinan
baru. Ini adalah perasaan terpusat yang dalam dan memungkinkan seseorang untuk keluar
dari zona nyaman egonya. Keberadaan adalah sumber intuisi seseorang dan suara pelan
atau firasat di dalam yang membawa seseorang ke solusi yang sebelumnya tidak dapat
dilihat. Itu adalah sumber keberanian yang dapat dirasakan untuk bertahan melalui masa-
masa sulit. Keberadaan adalah aliran kesadaran yang dialami seseorang saat melakukan
segala sesuatu dengan mudah dan segalanya menjadi jelas. Keberadaan adalah tempat
seseorang beroperasi ketika menyadari potensi penuh dalam dirinya.
Melampaui batasan ego untuk beroperasi lebih sering dari keberadaan adalah kunci
kesuksesan sebagai pemimpin perubahan. Dimana hal tersebut adalah tingkat
pengembangan pribadi membuat pemimpin perubahan sadar akan pemimpin yang lebih
baik.

2.5 Core Human Needs

7
Kita masing-masing memiliki enam kebutuhan inti utama yang semuanya dapat dipicu
oleh peristiwa dalam perubahan transformasional. Dimana keenam kebutuhan tersebut sampai
taraf tertentu, tetapi satu atau dua selalu dominan dan mendorong sebagian besar perilaku kita.
Ketika kebutuhan inti kita terancam, kita bereaksi untuk melindungi diri kita sendiri. Ketika
kita secara emosional terluka atau kesal biasanya karena satu atau lebih dari kebutuhan inti ini
telah dipicu oleh kejadian di sekitar kita.

Macam macam dari kebutuhan inti manusia:

1. Keamanan
Perlu merasa aman secara fisik dan emosional. “Saya perlu tahu semuanya akan baik-baik
saja. Saya perlu merasa aman secara fisik dan emosional, tanpa ancaman. "
2. Keterbukaan dan koneksi
Menjadi bagian dari apa yang terjadi dan dalam hubungan dengan orang lain.
“Apakah saya akan berada di tim yang melakukan pekerjaan ini atau diabaikan sebagai
akibat dari perubahan ini? Apakah saya akan menjaga hubungan saya tetap utuh? Apakah
saya akan dipilih? ”
3. Kekuasaan
Perlu memiliki pengaruh langsung atas hasil dan proses perubahan; membutuhkan hal-hal
untuk berjalan seperti yang saya inginkan; perlu mempertahankan kekuasaan atau
pengaruh sebagai akibat dari perubahan.
“Apakah saya akan kehilangan kekuatan melalui perubahan ini, atau akankah saya
mendapatkannya? Akankah saya dapat memengaruhi hal-hal agar berjalan sesuai
keinginan saya? ”
4. Keteraturan dan Kontrol
Perlu mengetahui apa yang terjadi setiap saat dan memiliki hal-hal yang dapat diprediksi,
terstruktur, dan direncanakan; membutuhkan logika dan ketertiban dalam perubahan.
“Saya membutuhkan rencana yang jelas agar kami tahu apa yang terjadi dan dapat
meminimalkan gangguan dan kekacauan. ”
5. Kompetensi
Perlu merasa mampu, efektif, terampil, dan benar.
“Akankah saya mampu tampil dan berhasil dalam organisasi baru dan dipandang sebagai
orang yang kompeten dan 'tahu'? Apakah saya akan mendapatkan pelatihan yang memadai
sebelum saya bertanggung jawab untuk memproduksi? ”
6. Keadilan dan Kesetaraan
Membutuhkan hal-hal agar adil dan setara. “Akankah keputusan perubahan ini dan
implikasinya bagi saya akan adil dan setara? Akankah politik atau nepotisme menguasai
keadilan dan kesetaraan? ”

8
Enam kebutuhan inti ini (Tingkat Pertama) adalah kebutuhan ego, cara ego untuk
merasa baik-baik saja, dan semuanya baik. Dalam transformasi, ketika ego kita merasa bahwa
kebutuhan inti ini akan terpenuhi, maka perubahan itu dinilai baik. Ketika ego kita merasa
mereka berisiko, maka kita yakin bahwa kita memiliki masalah. Perubahan, terutama
perubahan transformasional, karena sifatnya yang chaos, nonlinier, dan “berbaris menuju
ketidaktahuan”, sering kali memicu masalah inti pada manusia.
Ketika tidak terselesaikan, mereka terwujud sebagai perlawanan. Anda mungkin
mendengar orang tidak setuju dengan arah perubahan, melihat mereka tidak berkontribusi,
atau melihat mereka dengan sengaja mencoba menyabotnya. Terkadang, mereka hanya tidak
setuju dengan arah atau isi dari perubahan tersebut. Tetapi biasanya, di bawah perilaku resisten
mereka adalah kebutuhan inti yang tidak terselesaikan atau terancam, ketakutan bahwa
perubahan tersebut akan mengarah pada hasil yang buruk seperti (1) tidak aman; (2) tidak
disertakan atau dihubungkan; (3) kehilangan kekuasaan; (4) di luar kendali; (5) dianggap tidak
kompeten; atau (6) tidak diperlakukan dengan adil.
Reaksi ego ini hampir selalu tidak disadari. Tentu, orang merasakan dan
mengekspresikannya, tetapi sumber ketidaknyamanan mereka hampir selalu tidak disadari.
Hal ini bukanlah karena ego mereka takut salah satu kebutuhan inti mereka tidak akan
terpenuhi. Beroperasi dengan autopilot, mereka hanya menolak dan berpikir bahwa perubahan
"buruk, salah arah" adalah alasan sah mereka untuk bereaksi secara negatif dan tidak
melakukan. Mereka menyalahkan situasi eksternal untuk perlawanan internal mereka, tidak
menyadari bahwa itu adalah hasil dari kebutuhan skor ego mereka. Ā adalah reaksi ego yang
tidak disadari biasanya membuat mereka tidak secara akurat memahami aspek positif dari
upaya perubahan.
Orang yang beroperasi secara sadar, dengan kesadaran diri yang cukup, akan
menyadari bahwa penolakan mereka adalah hasil dari diri sendiri sebagai konsekuensi dari
salah satu kebutuhan nilai ego mereka yang perlu dipicu. Karena mereka lebih mampu untuk
terhubung dengan kenetralan dan keterpusatan diri mereka sendiri, mereka akan dapat
memilah sendiri jika mereka menolak sesuatu "di luar sana" (konten) yang valid untuk ditolak,
atau apakah mereka hanya takut “Di sini” sesuatu yang tidak diinginkan ego mereka mungkin
terjadi.
Kebutuhan inti dapat menghasilkan tanggapan positif dan negatif - komitmen dan
penolakan - tergantung pada perspektif pemangku kepentingan, kondisi, dan apa yang terjadi
dengan pemangku kepentingan dalam perubahan. Sebagai pemimpin perubahan yang
memahami dinamika manusia ini, Anda dapat membantu "mengelola" perlawanan orang
dengan memperhatikan kebutuhan inti mereka secara proaktif. Misalnya, jika orang dengan
kebutuhan ego tinggi f atau kekuasaan dikeluarkan dari lingkaran pengambilan keputusan atau
tidak diberi pilihan tentang masa depan mereka, mereka pasti akan bereaksi negatif. Tetapi
jika Anda meminta masukan mereka untuk mengambil keputusan, mereka akan merasa lebih

9
berkuasa atas nasib mereka dan menjadi lebih positif tentang perubahan tersebut. Demikian
pula, jika Anda menempatkan orang dengan ego tinggi perlu dilihat sebagai kompeten menjadi
asing, peran yang terlihat mereka belum siap, mereka akan sangat khawatir tentang gagal dan
terlihat buruk di depan umum - dan akan menolak. Namun, jika Anda memberi tahu
sebelumnya bahwa mereka akan menerima pelatihan dan pembinaan yang signifikan serta
waktu untuk mempelajari tanggung jawab pewaris sebelum dimintai pertanggungjawaban
untuk kinerja tinggi, mereka akan merasa lebih positif tentang perubahan tersebut. . Ingat ini:
Jika orang takut (bahkan secara tidak sadar) bahwa kebutuhan inti mereka tidak akan
terpenuhi, Anda akan melihat penolakan. Jika mereka yakin bahwa kebutuhan inti mereka
akan terpenuhi, Anda akan melihat komitmen yang lebih besar. Pemimpin perubahan yang
beroperasi dengan autopilot memicu resistensi pada pemangku kepentingan dengan secara
tidak sengaja merancang proses perubahan yang memicu penolakan tersebut. Pemimpin
perubahan yang sadar, dengan pemahaman mereka yang lebih dalam tentang orang-orang,
dengan sengaja merancang proses perubahan untuk membangun komitmen dengan
merencanakan tindakan secara terbuka yang memungkinkan para pemangku kepentingan
untuk melihat bahwa kebutuhan mereka akan terpenuhi. Hasil antara keduanya adalah siang
dan malam. Jadi, daripada memiliki ego Anda sendiri yang bereaksi negatif terhadap
perlawanan pemegang, lihatlah reaksi alami pewaris kita. Dan ketika strategi-strategi
perubahan strategi meminimalkan dan menegangkan perlawanan mereka dan mengubahnya
ke arah komitmen.

2.6 3 Higher Core Needs


Maslow mengidentifikasi lima kebutuhan inti: (1) kebutuhan fisiologis atas rasa
lapar dan haus, (2) kebutuhan keamanan dan perlindungan, (3)kebutuhan sosial akan rasa
memiliki dan cinta, (4) kebutuhan harga diri untuk pengakuan dan status, dan (5) kebutuhan
aktualisasi diri. Menurut maslow kebutuhan manusia memiliki tingkatan. Yakni kebutuhan
tingkat rendah dan kebutuhan tingkat tinggi. Kebutuhan tingkat rendah ialah kebutuhan
fisiologis yang dapat dipenuhi oleh pihak eksternal misal, gaji, kontrak kerja, atau jabatan.
Sedangkan kebutuhan di tingkatan yang lebih tinggi atau higher core needs itu sendiri
terdiri dari kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualiasasi diri yang dapat dipuaskan
secara internal, yaitu berasal dari dalam diri seseorang itu sendiri (within the person). Jika
kebutuhan fisiologis belum terpenuhi, seseorang akan cenderung mengabaikan kebutuhan
di tingkatan rendah
Pada dasarnya dorongan untuk mengaktualisasikan diri adalah bagian inti dari sifat
manusiawi kita. Sehingga change leaders atau pemimpin perubahan sebaiknya membantu
anggota dalam organisasi untuk mengaktualisasikan diri dengan melibatkan mereka dalam
upaya perubahan organisasi. Pemimpin perubahan perlu mendorong anggota untuk tumbuh
melalui perubahan. Ketika orang percaya bahwa kebutuhan mereka akan terpenuhi (atau
setidaknya dipertimbangkan), maka akan terlihat komitmen yang lebih besar terhadap

10
perubahan. Perlu diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi, bereksperimen, membuat
keputusan, menguji, dan menyempurnakan. Mereka memberikan tantangan dan memberi
pemangku kepentingan waktu, informasi, dan sumber daya untuk menyelesaikannya.
Dengan adanya kesempatan untuk berkembang, tumbuh, dan belajar, seseorang akan
merasa terlibat dalam perubahan dan hal tersebut adalah cara terbaik untuk mendorong
komitmen.
Pemimpin perubahan sebaiknya tidak terlalu mengontrol atau mengamanatkan
proses perubahan karena diprediksi dapat memicu resistensi ego dan melumpuhkan
kebutuhan yang lebih tinggi untuk tumbuh. Para pemimpin autopilot, terutama mereka
yang memiliki kekuatan tinggi dan kebutuhan kendali, sering membuat kesalahan ini.
Sebaiknya diberikan kendali dan disediakan banyak kesempatan bagi orang untuk terlibat.
Upaya perubahan dapat digunakan untuk mendukung orang agar lebih mengaktualisasikan
potensi diri.
Sebagai bagian dari strategi perubahan transformasional, perlu dipertimbangkan
untuk memberikan personal growth dan development training kepada para pemimpin dan
staf. Ini adalah cara utama dimana kepemimpinan perubahan memberikan perhatian yang
jauh lebih dalam pada dinamika manusia daripada manajemen perubahan. Pakar
manajemen perubahan biasanya akan menggunakan alat dan teknik untuk mengatasi
resistensi dengan lebih banyak informasi dan membuat orang lebih terlibat dalam
implementasi. Pemimpin juga memberikan guidance, training, dan coaching sehingga
dapat dikenali kebutuhan inti yang membatasi kontribusi dan komitmen terhadap upaya
perubahan..
Konteks personal development ini adalah memaksimalkan hasil dari upaya
perubahan dan mengubah pola pikir, perilaku, dan budaya. Pemimpin perubahan yang
sadar mendukung pertumbuhan ini dari dalam, mengetahui bahwa hal itu secara alami akan
mengubah perilaku pemangku kepentingan ke arah komitmen dan mempertahankannya
dari waktu ke waktu.

2.7 Emotional Transition


Orang memiliki reaksi emosional untuk berubah. Dengan pemahaman tentang ego,
keberadaan, dan kebutuhan inti, dapat dilihat bahwa reaksi ketakutan, keraguan,
kemarahan, kesedihan, atau kebingungan adalah dasar dari perlawanan. Jika pemangku
kepentingan ingin melewati emosi ini dan "mengatasi" penolakan karyawan, mereka akan
bergerak melalui proses pengakuan dan melepaskan perasaan ini.
Ada banyak "model transisi" emosional atau psikologis yang mencoba
menggambarkan proses ini dan yang paling dikenal adalah model William Bridges.
Sebagian besar, jika tidak semua, model ini berhutang banyak kepada Elizabeth Kübler - 5
penelitian awal Ross tentang kesedihan, yang diformalkan dalam Five Stages of Loss-nya.
Model lain yang sangat berguna adalah 6 Seven Stages of Transition karya John Adams

11
dan Sabina Spencer. Jika Anda meneliti model ini dan model lainnya, Anda akan melihat
kemiripan yang signifikan.
Kami disini tidak untuk mempromosikan salah satunya; mereka semua berharga
dengan caranya masing-masing. Sebaliknya, kami ingin berbagi kesimpulan tentang
transisi emosional dan bagaimana Anda bisa melakukannya gunakan kesadaran Anda
tentang mereka untuk memimpin upaya perubahan Anda dengan sebaik-baiknya.

Ketika perubahan diperkenalkan, banyak orang akan menanggapi dengan emosi.


Dalam istilah yang paling sederhana, ini dimulai dengan perlawanan awal, lalu bergerak
melalui fase melepaskan dan berakhir dengan komitmen (Gambar 6.1). Memperhatikan
bagaimana ada penurunan kinerja yang ditunjukkan pada gambar. Kamu harus
mengharapkan hal ini dan tidak mengkhawatirkannya, kecuali jika berlangsung dalam
waktu lama.
Mendapatkan komitmen, tentu saja, mengasumsikan orang berhasil melewati
penolakan mereka. Mereka mungkin terjebak secara emosional di sana dan tidak bergerak
maju. Sebagai orang yang sadar pemimpin perubahan adalah untuk mendukung transisi
emosional mereka sehingga perlawanan alami mereka bisa berubah menjadi komitmen.
Semakin pemimpin memahami kebutuhan inti, ego, dan keberadaan, dan proses melewati
transisi emosional, semakin baik pemimpin dalam hal ini.
Eksplorasi transisi emosional mendukung orang untuk bergerak melalui penolakan
mereka terhadap komitmen penuh mengasumsikan bahwa isi perubahan upaya tepat untuk
organisasi. Hal ini akan menghasilkan hasil yang positif bagi kebutuhan organisasi dan
selaras dengan strategi organisasi. Jika itu tidak benar, maka para pemangku kepentingan
harus menolaknya, dan satu-satunya cara untuk membuat mereka berkomitmen penuh
adalah mengubah konten. Salah satu alasan untuk selalu bertanya kepada orang-orang
tentang alam perlawanan mereka. Mereka mungkin memiliki wawasan yang tak ternilai
tentang bagaimana arahnya perubahan perlu diperbaiki.
12
Tinjau model pada Gambar 6.2 untuk menemukan kesamaannya. Perhatikan
masing-masing model mengungkapkan bahwa ada titik ketika tabel berubah, di mana
terjadi pergeseran, di mana penolakan berubah menjadi komitmen. Dalam model Kübler-
Ross, model ini diterima. Dalam model Bridges, itu adalah zona netral. Dalam model
Adams - Spencer, itu adalah melepaskan masa lalu. Tidak peduli model apa yang
digunakan, inilah momen kebenaran yang harus diperhatikan. Dengan pergeseran ini,
komitmen dan transformasi dimungkinkan. Tanpanya, orang akan tetap terjebak dalam
perlawanan. Jadi bagaimana cara mempromosikan perubahan transformasional ini?

2.8 Perubahan Transformasional


Perubahan transformasional adalah perubahan yang sangat radikal dari sebuah
strategi, sistem, proses maupun teknologi, dimana membutuhkan perubahan budaya
kebiasaan dan mindset untuk menerapkannya secara baik dan berkelanjutan. Perubahan
transformasional akan berdampak pada seluruh daerah inti organisasi, orang, bahkan
proses perubahan itu sendiri. Faktor manusia dan budaya merupakan faktor kunci dan
sangat dominan pada perubahan transformasional.
Proses pada perubahan transformasional dapat diilustrasikan pada gambar berikut :

13
Pada gambar diatas terlihat bahwa kebutuhan suatu organisasi untuk melakukan
transformasi dimulai dari semakin meningkatnya kekacauan yang terjadi dalam organisasi
hingga akhirnya mencapai posisi dimana organisasi tidak dapat memperbaikinya. Dari
posisi tersebut, organisasi harus melakukan transformasi yang dimana hal ini akan
mengubah hampir disemua aspek dan proses bisnis dalam suatu organisasi. Biasanya
tuntutan kebutuhan pasar akan memaksa perubahan besar-besaran dalam organisasi.
Perubahan tersebut juga akan menuntut suatu posisi baru yang meliputi :

• Posisi baru yang tidak diketahui yang muncul dari visi dan uji coba penemuan.
• Posisi baru yang membutuhkan perubahan mindset yang sangat besar, mengelola
prinsip, kebiasaan dan atau budaya seperti perubahan organisasi dan apapun yang
mendukung pencapaian tujuan bisnis.
Penerimaan adalah inti dari perubahan transformasional. Untuk dapat menerima,
pertama-tama kita harus menyadari emosi yang mendasari penolakan kita. Banyak
pendekatan dan alat yang dapat mendukung orang untuk melakukan perubahan emosi
keluar dari penolakan, diantaranya :
1. Mengontekstualisasikan percakapan, mengundang orang ke dalamnya, dan mengatur
proses;
2. Menahan ruang untuk penolakan mereka;
3. Membuka dialog dua arah. Hal ini dapat dimulai dengan mendengarkan kekhawatiran
mereka terhadap perubahan secara langsung;
4. Mengajukan pertanyaan yang mungkin memunculkan kekhawatiran mereka yang
lebih dalam;
5. Berikan informasi tentang perubahan tersebut;
6. Tanyakan kepada mereka apa yang dapat mereka dukung tentang perubahan sekarang,
dan apa yang mereka butuhkan untuk menjadi sepenuhnya terlibat dan berkomitmen.

14
7. Tanyakan kepada mereka bagaimana kita dapat mendukung mereka dan informasi
lebih lanjut apa yang mungkin perlu mereka dapatkan. Serta membuat komitmen satu
sama lain untuk diskusi tindak lanjut.
Komitmen dikembangkan sebagai hasil alami ketika orang menyadaribenar-benar
melihat nilai upaya perubahan dan terlibat dalam memecahkan tantangannyauntuk
memastikan kesuksesan.

2.9 Studi Kasus


STUDI KASUS IMPLEMENTASI KAIZEN DI SIEMENS
OOSTKAMP
Siemens Oostkamp merupakan produsen komponen elektronika seperti relay,
konektor, dan coil. Akibat kurangnya order dari perusahaan induk dan tingginya persaingan
global memaksa mereka untuk mencari pangsa pasar yang baru. Sebelum dapat mencari
peluang baru, mereka memutuskan untuk mengajak konsultan untuk membantu mereka
melakukan perbaikan di tempat kerjanya dengan melakukan Kaizen.
Pada kunjungan pertama ke pabrik, seorang konsultan kaizen menanyakan informasi
yang spesifik, misalnya berapa rasio kegagalan atau waktu setup. Setiap kali pertanyaan
tersebut ditanyakan konsultan, respon karyawan seragam, “Ada di komputer.” Tapi begitu sang
konsultan meminta untuk mencari data tersebut, tak ada yang bisa menemukan. Tugas
improvement pertama ialah membuat manajemen paham kebutuhan akan pengumpulan data
dan membuat informasi ini terlihat dan mudah diakses. Tanpa data ini, mustahil untuk tahu
harus mulai dari mana.
Perkara keberadaan data ini ternyata menimbulkan pergolakan di dalam organisasi.
Akhirnya jajaran manajemen di Siemens Oostkamp mengatasi penolakan perubahan dari
karyawan dengan pendekatan langsung. Manajemen kemudian mulai rutin meninjau tempat
kerja karyawannya (gemba) untuk melihat langsung masalah yang ada dan juga senantiasa
mereview pekerjaan karyawannya.
Setelah beberapa bulan berlalu, Siemens Oostkamp memiliki data yang cukup untuk
mengetahui perbaikan apa yang harus dilakukan dan harus memulainya dari mana. Akhirnya,
dibuatlah kegiatan Kaizen dimana untuk menggerakkan kegiatan ini, dibentuk beberapa tim
mandiri dengan tujuan agar kegiatan kaizen ini dapat dilakukan dengan cara yang
dikembangkan oleh karyawan sendiri.
Dengan terlibatnya karyawan dalam kelompok, mereka semakin peka terhadap
masalah yang terjadi di line produksi dan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Setelah
lebih jelas, barulah mereka bisa memberi masukan dan melakukan perubahan-perubahan kecil.
Dengan menggunakan data yang baru dikumpulkan, mereka dapat menentukan sendiri target
yang ingin mereka capai.

15
5S, kontrol visual, dan just-in-time adalah tools-tools kaizen yang digunakan oleh tim
untuk mencapai target mereka. Pada area dimana 5S diterapkan, hasilnya mesin serta lantai
kerja bersih, dan layout mesin dirubah untuk proses yang lebih efisien. Visual control terlihat
di mana-mana. Diagram yang menunjukkan target pabrik dengan data numerik ditampilkan
dan menunjukkan tren untuk setiap item. Setiap perkakas punya tempat tersendiri dan ditandai
dengan jelas, lantai kerja juga diberi tanda untuk menunjukkan area khusus keranjang supply
material dan produk jadi.
Model just-in-time menunjukkan berapa lama waktu changeover di
departemen molding. Hasilnya, anggota tim mengusulkan prosedur baru yakni mengurangi
jumlah setiap batch dan jumlah kotak produk yang masih diproses, sehingga mengurangi
waktu changeover.

Lalu apa saja hasil kaizen di Siemens Oostkamp?


• Perusahaan mampu mengurangi biaya inventory sebanyak 30%. Lead time untuk
memproduksi brake coil menurun dari 12 hari menjadi setengah hari.
• Sebelum kaizen, mereka menyimpan inventory konektor kabel selama tiga bulan; hal ini
tak lagi penting karena lead time sudah diturunkan hingga tiga jam.
• Jumlah tipe produk dikurangi hingga 33%. Area penyimpanan berkurang hingga 10%.
• Karyawan menjadi problem solver. Sebelumnya jika ditemukan kecacatan produk, perlu
waktu berhari-hari untuk mencari sumber masalahnya. Sekarang mereka dapat melihat
langsung dan melakukan perbaikan.
Hal-hal tersebut baru yang terlihat saja. Apa yang tidak dapat ditunjukkan angka
adalah staf yang merasa puas dan senang datang ke tempat kerja. Yang berarti berkurangnya
izin sakit, berkurangnya turnover karyawan, dan keselamatan kerja yang lebih baik.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komitmen seseorang bisa di pengaruhi oleh banyak hal dan banyak hal yang harus
di perhatikan. Seperti ego, kebutuhan inti manusia, perubahan emosi dan lain sebagainya.
Oleh karena itu setiap perusahaan harus mempertimbangkan banyak hal terutama dalam
melakukan perubahan transformasional. Pemimpin perubahan yang sadar adalah selalu
membantu pemangku kepentingan untuk tumbuh dan berkembang sebagai orang, untuk
melampaui batasan ego mereka untuk melibatkan diri mereka yang lebih tinggi, dan untuk
mengaktualisasikan orang lain sebagai bagian dari transformasi organisasi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Dean and Linda Ackerman Anderson. 2010. Beyond Change Management.
Library of Congress Cataloging-in-Publication Dat

https://pqm.co.id/studi-kasus-implementasi-kaizen-di-siemens-oostkamp/

18

Anda mungkin juga menyukai