Anda di halaman 1dari 11

PENDIDIKAN KESEHATAN MANAJEMEN CAIRAN PADA ANAK

DENGAN DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Stase Keperawatan Anak

Dosen pembimbing: Ns. Elsa Naviati, M.Kep., Sp. Kep. An

Oleh:

Anis Dwi Prakasiwi

NIM 22020120210088

Kelompok 8

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN

PROGAM PROFESI NERS ANGKATAN XXXVI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

TAHUN 2021
1. LATAR BELAKANG
Dengue hemorrhagic fever atau sering dikenal dengan penyakit demam
berdarah dengue (DBD), merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi
masalah utama di negara berkembang seperti Indonesia. DHF adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue berjenis Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus dan
family Flaviviridae yang ditularkan melalu gigitan nyamuk dari genus Aedes
terutama Aedes aegypti. (Kementerian Kesehatan RI, 2018) Manifestasi klinis DHF
meliputi demam, sakit kepala, nyeri belakang mata, nyeri otot dan sendi, mual,
muntah, pembengkakan kelenjar, tanda perdarahan seperti bintik merah pada kulit,
mimisan, gusi berdarah.(Mubarak, 2020)
DHF bisa terjadi di segala musim dan menyerang semua usia. Oleh karena
itu, jumlah penderita DHF semakin meningkat dan penyebarannya semakin luas.
Pada tahun 2020 jumlah kasus DHF mencapai 95.893 kasus dengan jumlah kematian
sebesar 661 jiwa. Insiden rate (IR) di 377 kabupaten kota diseluruh Indonesia
menunjukkan kurang dari 49 kasus /100rb penduduk. (Kementerian Kesehatan,
2021) Tingginya angka mortalitas dan morbiditas akibat kasus DHF diakibatkan
karena kurangnya kewaspadaan atau persepsi masyarakat yang kurang terhadap
munculnya tanda gejala klinis kasus DHF. Selain itu juga dikarenakan usaha
penanganan dan pencegahan DHF masih kurang optimal.
Kunci keberhasilan penanganan kasus DHF yaitu terapi penggantian cairan.
Pada pasien DHF terjadi peningkatan permeabilitas dinding kapiler sehingga
mengakibatkan penurunan volume plasma yang bisa berdampak pada kekurangan
volume cairan, trombositopeni, peningkatan hematokrit dan penurunan hemoglobin
darah. Peningkatan hematokrit merupakan gejala hemokonsentrasi yang
menunjukkan adanya kebocoran atau perembesan plasma ke ruang ekstraseluler.
(Mubarak, 2020) Sedangkan penurunan trombosit dan hemoglobin dalam darah
karena terdapat perdarahan baik itu perdarahan dalam/ perembesan plasma atau
perdarahan luar. Bila perdarahan tidak segera mendapatkan penggantian cairan yang
cukup akan menyebabkan kekurangan volume cairan yang bisa berprognosis buruk
menjadi Dengue Shock Syndrome (DSS) dan berakhir pada kematian.
Terapi utama yang digunakan untuk DHF adalah pemberian terapi cairan
baik dari segi jenis, jumlah, serta kecepatan cairan untuk mencegah terjadinya
perembesan plasma yang umumnya terjadi pada fase penurunan suhu di hari ke-3–6.
(Chen K, Pohan HT, 2019) Terjadinya kehilangan cairan pada ruang intravaskular
dapat diatasi dengan pemberian salah satu jenis cairan seperti kristaloid (ringer
laktat, ringer asetat, cairan salin) ataupun koloid. Selama pemberian terapi cairan,
perlu dilakukan monitoring tanda-tanda vital, status hidrasi, tingkat kesadaran, dan
nilai laborat darah rutin. Komplikasi gangguan pernapasan dapat terjadi akibat efusi
pleura masif dan asites. Hipervolemia, gagal jantung kongestif (CHF), dan edema
paru akut dapat terjadi jika terapi cairan intra vena diberikan secara berlebihan dan
durasi yang lama.(Pandey, 2020) Manajemen cairan yang responsif sesuai dengan
tanda gejala penyakit diperlukan untuk mengurangi keparahan penyakit dan
mencegah timbulnya komplikasi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk memberikan
pendidikan kesehatan terkait manajemen cairan pada penderita DHF bedasar sumber
penelitian terbaru.

2. TUJUAN
a. Tujuan umum
Orang tua mengetahui manajemen cairan yang tepat untuk penderita DHF
b. Tujuan khusus
1) Orang tua mengetahui kriteria klinis pembagian manajemen cairan pada
penderita DHF
2) Orang tua mengetahui jenis tindakan yang dilakukan di setiap kategori

3. SASARAN
Pasien dan orang tua.

4. METODE
Diskusi, sharing dan tanya jawab

5. WAKTU DAN TEMPAT


Hari/tanggal : Jumat, 12 Maret 2021
Waktu : 09.00-10.00
Tempat : Ruang pediatrik kamar nomor 2 RSND
Jumlah klien : 3 orang
Setting tempat :

Keterangan :
: Leader

: Observer

: Fasilitator

: Orang tua pasien

: Pasien

6. MEDIA DAN ALAT


Leaflet

7. PENGORGANISASIAN
a) Leader : Anis Dwi Prakasiwi
Tugas: Memimpin jalannya penkes mulai dari fase orientasi, kerja sampai
terminasi
b) Fasilitator : perawat A
Tugas:
1) Menyediakan fasilitas selama kegiatan penkes berlangsung
2) Memotivasi orang tua untuk berperan aktif selama kegiatan penkes
3) Mengatasi hambatan-hambatan yang timbul selama penkes berlangsung.
c) Observer : perawat B
Tugas:
1) Mengobservasi jalannya kegiatan penkes
2) Mencatat semua perilaku orang tua baik verbal maupun nonverbal
3) Mencatat tanggapan dan pertanyaan dari orang tua
4) Membuat laporan kegiatan penkes

8. PELAKSANAAN KEGIATAN

Waktu Tahap Kegiatan Penanggung


jawab
08.45 Pra a) Mempersiapkan media dan alat yang Anis
interaksi dibutuhkan
b) Mengecek identitas pasien
09.00 Orientasi a) Mengucapkan salam Anis
b) Memperkenalkan diri dan tim
c) Menanyakan keadaan orang tua /
evaluasi validasi
d) Melakukan penjelasan singkat tentang
maksud, tujuan dan prosedur
pelaksanaan.
e) Melakukan kontrak waktu dan tempat
f) Mengkaji pengetahun orang tua tentang
manajemen caian pada penderita DHF
saat di rumah.
g) Menjelaskan peran perawat dan klien
selama kegiatan penkes berlangsung
09.10 Kerja a) Sharing dengan orang tua mengenai Anis
kriteria klinis pembagian manajemen
cairan pada penderita DHF
 Kondisi klinis tipe A: tidak
memiliki tanda peringatan (warning
sign) & mampu mentolerir masukan
oral yang adekuat cairan dan / atau
Waktu Tahap Kegiatan Penanggung
jawab
buang air kecil setidaknya sekali
setiap 6 jam.
 Kondisi klinis tipe B: memiliki
kondisi yang menyertai, sudah ada
warning sign, akumulasi cairan,
perdarahan mukosa dan peningkatan
hematokrit.
 Kondisi klinis tipe C: terdapat tanda
kebocoran plasma parah dengan
syok dan / atau akumulasi cairan
dengan gangguan pernapasan,
perdarahan hebat dan gangguan
organ parah
b) Sharing dengan orang tua mengenai
jenis tindakan yang dilakukan di setiap
kategori
 Menjelaskan manajemen cairan
kategori A dengan perawatan di
rumah
 Menjelaskan manajemen cairan
kategori B dengan perawatan di
rumah sakit
 Menjelaskan manajemen cairan
kategori C dengan perawatan di RS
yang terdapat ICU dan UTD

09.50 Terminasi a) Memberikan evaluasi subyektif Anis


b) Memberikan evaluasi obyektif
c) Menyimpulkan keberhasilan kegiatan
dan memberikan reinforcement positif
d) Membagikan leaflet
Waktu Tahap Kegiatan Penanggung
jawab
e) Kontrak untuk pertemuan selanjutnya
f) Ucapan terimakasih dan salam penutup

9. EVALUASI
a. Evaluasi struktur
1) SAP sudah disetujui pembimbing klinik dan akademik H-1 sebelum
implementasi.
2) Materi, media dan alat sudah disiapkan H-1 sebelum pelaksanaan
implementasi.
3) Waktu dan tempat pelaksanaan telah disepakati dan ditetapkan 1 hari sebelum
implementasi.
4) Informed consent tindakan telah didapatkan H-1 sebelum implementasi.
b. Evaluasi proses
1) Kegiatan dimulai maksimal 10 menit dari jam yang sudah dijadwalkan
2) Pemberian pendidikan kesehatan diikuti seluruh orang tua dari awal sampai
akhir kegiatan.
3) Mahasiswa berperan sesuai tugas yang telah ditetapkan.
4) Orang tua berpartisipasi aktif selama kegiatan penkes berlangsung.

c. Evaluasi hasil
1) Orang tua mengetahui tentang semua kategori kondisi klinis untuk
memutuskan manajemen cairan yang tepat pada penderita DHF
2) Orang tua mengetahui minimal 1 jenis tindakan yang dilakukan di setiap
kategori

DAFTAR PUSTAKA
Chen K, Pohan HT, S. R. (2019). Diagnosis dan terapi cairan pada demam berdarah
dengue. Medicinus, 22(1), 3–7.

Kementerian Kesehatan, R. (2021). Data Kasus Terbaru DBD Di Indonesia. Sehat


Negeriku, p. 20/1.

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Situasi Penyakit Demam Berdarah Di Indonesia


2017. Journal of Vector Ecology, Vol. 31, pp. 71–78. Retrieved from
https://www.kemkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-Situasi-Demam-Berdarah-Dengue.pdf

Mallhi, T. H., Khan, Y. H., Adnan, A. S., Tanveer, N., & Aftab, R. A. (2021). Expanded
Dengue Syndrome. In Expanded Dengue Syndrome. https://doi.org/10.1007/978-
981-15-7337-8

Mubarak. (2020). Aedes aegypti dan Status Kerentanan. Pasuruan Jawa Timur: CV.
Penerbit Qiara medica.

Pandey, S. (2020). Review Article Dengue Fever and Shock Syndrome Fluid
Mangement In Children : A Double Edged Sword. 2(1).

LAMPIRAN

MATERI PENDIDIKAN KESEHATAN


MANAJEMEN CAIRAN PADA PENDERITA DHF

A. Berdasarkan kondisi klinis yang dialami, penderita DHF dibedakan menjadi 3


kategori untuk manajemen cairan yaitu sebagai berikut:(Pandey, 2020) (Mallhi,
Khan, Adnan, Tanveer, & Aftab, 2021)
1) Kategori A
Kategori (A) dipulangkan yaitu pasien yang tidak memiliki tanda
peringatan (warning sign) & mampu mentolerir masukan oral yang adekuat
cairan dan / atau buang air kecil setidaknya sekali setiap 6 jam.
2) Kategori B
Kategori (B) dirujuk untuk manajemen di rumah sakit yaitu pasien
yang memiliki kondisi yang menyertai (kehamilan, bayi, lansia, diabetes
mellitus dan / atau hidup sendirian, tinggal jauh dari rumah sakit, dll) atau sudah
ada tanda-tanda peringatan / warning sign: seperti nyeri perut atau nyeri tekan,
muntah terus-menerus, akumulasi cairan (bengkak, sesak), perdarahan mukosa
(mimisan, gusi berdarah, BAB darah), kelesuan / gelisah, pembesaran hati >
2cm, laboratorium: peningkatan hematokrit.
3) Kategori C
Kategori C membutuhkan penanganan darurat dan rujukan mendesak
yaitu pasien dengan salah satu tanda kebocoran plasma parah dengan syok dan /
atau akumulasi cairan dengan gangguan pernapasan, perdarahan hebat dan
gangguan organ parah. Pasien ini terjadi syok (syok kompensasi & syok
hipotensif) atau pendarahan. Pada kategori ini, pasien dalam fase kritis dan
membutuhkan perawatan darurat atau rujukan mendesak. Pasien kategori C
harus dirujuk ke rumah sakit dengan akses fasilitas transfusi darah

B. Manajemen cairan yang dilakukan untuk menangani kondisi klinis di setiap kategori
diatas yaitu sebagai berikut: (Pandey, 2020) (Mallhi et al., 2021)
1) Kategori A
 Perawatan di rumah dengan pemberian cairan melalui mulut/ oral dengan
dibekali pendidikan kesehatan tentang tanda-tanda peringatan/ warning sign.
 Pemberian asupan cairan dalam jumlah sedikit dan sering melalui mulut
untuk mengganti kehilangan cairan akibat demam dan muntah / mual.
 Berdasarkan budaya lokal: bisa diberikan air putih, susu, air kelapa atau air
beras
 Larutan rehidrasi oral atau sup dan jus buah diberikan untuk mencegah
ketidakseimbangan elektrolit.
 Menghindari minuman berkarbonasi yang hipertonik (gula diatas 5%) karena
bisa memperburuk hiperglikemia berhubungan dengan stres fisiologis akibat
demam berdarah dan diabetes melitus.
 Memonitor keluaran BAK: Frekuensi buang air kecil minimal 4 hingga 6
kali per hari
 Memonitor hasil laboratorium: kemajuan pasien sakit dengan durasi ≥ 3
hari, harus dimonitor sel darah merah (hb), sel darah putih (leukosit),
trombosit dan hematokrit.
2) Kategori B
 Perawatan dilakukan di rumah sakit, bila cairan tidak bisa masuk melalui
mulut, maka perlu pemasangan akses intra vena untuk memasukkan cairan.
 Penggantian cairan secara cepat pada pasien dengan tanda peringatan sedang
kunci untuk mencegah perkembangan ke kondisi syok.
 Penggantian volume yang tepat dengan menggunakan terapi cairan intravena
(saline 0,9% atau Ringer's lactate) tahap awal ini dapat mengubah perjalanan
dan tingkat keparahan penyakit.
 Volume minimum yang dibutuhkan untuk mempertahankan perfusi yang
baik dan keluaran air seni harus diberikan. Cairan intravena biasanya hanya
dibutuhkan selama 24−48 jam.
 Pemantauan warning sign, tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan
pernafasan), tanda perfusi perifer membaik (warna kuku kembali normal
dalam waktu <2detik, bibir tidak biru/ pucat, jari tangan dan kaki tidak
dingin), keluaran air seni 0,5-1 ml/kgbb/jam, kadar hematokrit, gula darah,
fungsi hati, fungsi ginjal, fungsi paru dan factor pembekuan darah dilakukan
minimal 1 hari setelah penghentian cairan intra vena untuk mencegah
kemungkinan keracunan cairan selama fase pemulihan.
Jika pasien menderita demam berdarah dengan kondisi yang menyertai
tetapi tanpa tanda peringatan, penanganannya sebagai berikut:
 Dianjurkan masukan cairan melalui mulut/ oral. Jika tubuh tidak bisa
menerima, terapi cairan intravena saline 0,9% atau Ringer's lactate.
 Cairan intravena diberikan mulai dari 1,5ml/kg/jam lalu meningkat secara
bertahap sesuai dengan kadar hematokrit dan tanda-tanda vital pasien.
Jika pasien terkena DBD dengan tanda peringatan / syok terkompensasi
penanganannya sebagai berikut:
 Kadar hematokrit digunakan sebagai patokan atau dasar pemberian terapi
cairan intravena.
 Penurunan cairan intravena dini dipertimbangkan jika asupan cairan oral
meningkat.
 Total durasi intravena terapi cairan tidak boleh melebihi 48 jam.
 Pemantauan pengeluaran Urine dengan target 0,5 - 1ml/kg/jam.
 Penghentian pemberian cairan intra vena bila kadar hematokrit normal.
3) Kategori C
 Perawatan rawat inap di rumah sakit yang memiliki ruang rawat intensif dan
unit tranfusi darah.
 Penanganan yang bisa dilakukan dengan pemberian cairan intravena yang
tepat (dititrasi dengan hati-hati kristaloid isotonik dan dalam beberapa kasus,
penggunaan tepat waktu koloid isotonik)
 Pemberian cairan intravena diberikan dengan memperhatikan tanda klinis
pasien untuk mencegah timbulnya komplikasi asupan cairan berlebih.
 Cairan ini harus tidak mengandung glukosa.

Anda mungkin juga menyukai