“Prinsip prinsip Investasi Modal dan Menilai Investasi dengan Net Present Value”
Dosen Pembimbing :
Intihanah, SE., M.Si.
Di Susun Oleh :
HARTINI (B1C119203)
HERMAWAN (B1C119206)
JOKSMALA DEWI (B1C119211)
KHATHEERA FAHRUL (B1C119213)
MUTIARANI DWI JUNIAN (B1C119224)
THEODOR KALUASA (B1C118225)
NI MADE RITA FITRIANI (B1C119227)
NUR AIDATUL IZZA (B1C119229)
NUR AISYAH (B1C119231)
NURJANNAH (B1C119233)
WAHYU DWI SUKMA W. (B1C119267)
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunianya kami
dari Kelompok 2 dapat menyelesaikan Makalah ini yang berjudul ” Prinsip prinsip Investasi
Modal dan Menilai Investasi dengan Net Present Value” Adapun tujuan dari pembuatan makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keuangan II.
Meskipun dalam penyusunan makalah ini kami banyak menemukan hambatan dan
kesulitan, tetapi karena motivasi dan dorongan dari berbagai pihak makalah ini dapat
terselesaikan. Kami menyadari bahwa pada penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu Kami mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang
membaca makalah ini yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Tidak lupa Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak atas dukungannya sehingga
i
Daftar isi
Kata Pengantar…………………………………………………………………………. i
Daftar Isi………………………………………………………………………………. ii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
ii
2.7.5 Penggantian Aktiva………………………………………… 23
2.7.6 Pengaruh Inflasi……………………………………………. 27
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan……………………………………………………………….. 31
Daftar Pustaka
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2) Mengurangi tekanan inflasi
Dengan melakukan investasi dalam memilih perusahaan atau objek lain,
seseorang dapat menghindarkan diri agar kekayaan atau harta miliknya tidak
merosot nilainya karena di gerogoti oleh inflasi.
3) Dorongan untuk menghemat pajak
Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang sifatnya mendorong
tumbuhnya investasi di masyarakat melalui fasilitas perpajakan yang di berikan
kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tertentu.
3
karena keputusan yang kita ambil. Hanya biaya yang berubah karena keputusan yang
relevan dalam analisis.
Seringkali untuk menaksir arus kas dipergunakan taksiran rugi laba sesuai dengan prinsip
akuntansi, dan kemudian merubahnya menjadi taksiran atas dasar arus kas. Tabel di
bawah ini menunjukan ilustrasi tersebut
Taksiran Arus Kas dengan memodifikasi laporan Akuntansi
Menurut
Penjelasan Arus Kas
Akuntansi
Penjualan Rp. 2.000 juta Kas masuk Rp. 2.000 juta
Biaya Biaya
-Yang sifatnya tunai Rp. 1.000 juta Kas keluar Rp 1.000 juta
-Penyusutan Rp. 500 juta
Laba Operasi Rp. 500 juta
Pajak (tarif 30%) Rp. 150 juta Kas keluar Rp. 500 juta
Laba setelah pajak Rp 350 juta Kas masuk bersih Rp. 850 juta
Sesuai dengan prinsip akuntansi , laba bersih dilaporkan sebesar Rp 350 juta. Sedangkan
menurut arus kas, pada periode tersebut proyek tersebut menghasilkan kas masuk bersih
sebesar Rp 850 juta. Perhatikan bahwa :
KAS MASUK BERSIH = LABA SETELAH PAJAK DITAMBAH PENYUSUTAN
Perhatikan pula bahwa dalam taksiran rugi laba sama sekali tidak memunculkan transaksi
yang menyangkut keputusan pendanaan, yaitu pembayaran bunga (kalau ada) . Ini
merupakan cara yang benar.
Misalkan taksiran arus kas pada tabel 12.1 tersebut merupakan taksiran arus kas dari
proyek peluncuran produk baru. Sayangnya ternyata peluncuran produk baru tersebut
mengakibatkan penurunan kas masuk bersih dari produk lama sebesar Rp. 150 juta.
Dengan demikian arus kas yang relevan untuk proyek peluncuran produk baru tersebut
adalah Rp. 850 juta dikurangi Rp. 150 juta, yaitu sebesar Rp. 700 juta.
Misalkan untuk pengembangan produk baru tersebut telah dikeluarkan biaya riset dan
pengembangan senilai Rp 10 miliar. Seandainya perusahaan akan memproduksikan produk
baru tersebut, apakah biaya riset dan pengembangan ini harus di masukkan sebagai
komponen aktivitas investasi ? Arus kas yang relevan dalam penilaian investasi adalah arus
kas yang terjadi apabila investasi tersebut dilaksanakan dan tidak terjadi apabila tidak
dilaksanakan. Sebagai missal, untuk pembuatan produk tersebut diperlukan mesin tertentu
4
senilai Rp 30 miliar. Arus kas untuk membeli mesin ini relevan dalam perhitungan karena
arus kas tersebut akan terjadi kalau memtuskan untuk membuat produk baru tersebut, dan
tidak terjadi kalau tidak membuat produk baru. Sebaliknya pengeluaran biaya untuk riset
telah di lakukan, dan apapun keputusan kita (artinya melaksanakan atau tidak proyek
tersebut) tidak akan merubah arus kas itu. Karena itu arus kas ini tidak relevan dalam
penilaian investasi. Biaya yang telah di keluarkan disebut sebagai sunk costs, yang
menunjukkan bahwa kita tidak bisa merubahnya apapun keputusan kita. Karena itu tidak
relevan.
Jika kita menerima Rp. 60 juta satu tahun yang akan datang, berapa nilai sekarang
(present value) penerimaan tersebut? Kalau kita pertimbangkan bahwa tingkat bunga
yang relevan adalah 15%, maka present value :
PV = Rp. 60 juta/(1 + 0,15)
= Rp. 52,17 juta
5
Dengan demikian selisih antara PV penerimaan dengan PV pegeluaran adalah
NPV (Net Present Value) = Rp 52,17 juta – Rp 50 juta
= Rp. 2,17 juta
NPV yang positif menunjukan bahwa Present Value Penerimaan > Present Value
Pengeluaran. Karena itu NPV yang positif berarti investasi yang diharapkan akan
meningkatkan kekayaan pemodal. Karenanya investasi tersebut dinilai
menguntungkan. Dengan demikian maka decision rule kita adalah “ terima suatu
usulan investasi yang diharapkan memberikan NPV yang positif, dan tolak jika
memberikan NPV yang negatif”.
Dengan demikian perhitungan NPV memerlukan dua kegiatan penting, yaitu
Menaksir arus kas.
Menentukan tingkat bunga yang dipandang relevan.
Berikut ini contoh numerikal untuk investasi yang mempunyai usia ekonomis
lebih dari satu tahun
Suatu perusahaan transportasi akan membuka divisi baru, yaitu divisi taksi. Divisi
tersebut akan dimulai dengan 50 buah taksi, dan karena akan dipergunakan untuk
usaha taksi, mobil mobil tersebut bisa dibeli dengan harga Rp. 30 juta per unit.
Ditaksir usia ekonomis selama 4 tahun, dengan nilai sisa sebesar Rp. 4 juta. Untuk
mempermudah analisis digunakan metode garis lurus.
Taksi tersebut akan dioperasikan selama 300 hari dalam satu tahun, setiap hari
pengemudi dikenakan setoran Rp. 50.000. Berbagai biaya yang bersifat tunai (seperti
penggantian ban, kopling, rem, penggantian oli, biaya perpanjang STNK, dan
sebagainya) ditaksir sebesar Rp. 3.000.000. Berapa NPV usaha taksi tersebut, jika
perusahaan sudah terkena tarif pajak penghasilan sebesar 35%?
Tabel taksiran Rugi Laba per tahun divisi taksi (50 unit)
Penghasilan = 300 x 50 x Rp50.000 Rp 750,00 juta
Biaya-biaya
Yang bersifat tunai = 50 x Rp 3 juta Rp 150,00 juta
Penyusutan = 50 x Rp 6,5 juta Rp 325,00 juta
6
Total Rp 475,00 juta
Laba Operasi Rp 275,00 juta
Pajak (35%) Rp 96,25 juta
Laba setelah pajak Rp 178,75 juta
Sedangkan taksiran kas masuk bersih operasi (operational net cash inflow) per tahun
adalah Rp. 178,75 juta + Rp. 325 juta = Rp. 503,75 juta.
Disamping itu pada tahun ke 4 diperkirakan akan terjadi kas masuk karena nilai sisa
terbesar 50 x Rp 4 juta = Rp. 200 juta. Karena itu arus kas dari investasi tersebut
diharapkan akan sebagai berikut.
Arus kas dari rencana investasi divisi taksi (50 unit)
Misalkan tingkat bunga yang relevan adalah 16% per tahun, maka perhitungan NPV-
nya bisa dinyatakan sebagai berikut.
NPV = -1.500 + ¿
NPV = -1.500 + 1.409,58 + 110,45
= -1.500 + 1.520,03
7
= Rp. 20,03 juta
Karena investasi tersebut diharapkan memberikan NPV yang positif, maka investasi
tersebut diterima.
Nilai investasi akhir pada setiap tahunnya berkurang sebesar penyusutan. Sedangkan
nilai rata-rata investasi merupakan penjumlahan investasi awal ditambah investasi
akhir dibagi dua. Perhitungan rata-rata rate of return memerlukan sedikit penjelasan .
perhatikan bahwa angka tersebut tidak sama dengan (299, 64%) : 4 = 74,91%
8
Perhitungan rata-rata rate of return ditempuh dengan cara membagi rata-rata laba
setelah pajak dengan rata-rata investasi. Dengan kata lain
Yang kita inginkan adalah agar sisi kanan persamaan = Rp. 1.500 kalau kita
selisihkan dengan i = 16% dengan PV = rp. 1.520,03, maka perbedaan Rp. 20,03
adalah ekuivalen dengan,
10
(20,03/34,40) x 1 % = 0,62%
Karena itu i = 16% + 0,62% = 16,62%
Decision rute metode ini adalah “terima investasi yang diharapkan memberikan IRR
> tingkat bunga yang dipandang layak”. Kalau kita gunakan tingkat bunga yang
dipandang layak (= r) adalah 16%, maka rencana investasi tersebut dinilai
menguntungkan (karena i > r)
11
Kelemahan pertama adalah bahwa i yang dihitung akan merupakan angka yang sama
untuk setiap tahun usia ekonomis. Perhatikan bahwa i = 16,62% berarti bahwa IRR1
= IRR2 = IRR3 = IRR4 = 16,62%. Metode IRR tidak memungkinkan menghitung
IRR yang (mungkin) berbeda setiap tahunnya. Padahal secara teoritis memungkinkan
terjadi tingkat bunga yang berbeda setiap tahun.
Kelemahan kedua adalah bisa diperoleh i yang lebih dari satu angka (multiple IRR).
Perhatikan contoh berikut ini.
Tahun 0 1 2
Arus kas -Rp. 1,6 juta +Rp. 10,0 juta -Rp. 10,00 juta
Perhatikan bahwa terjadi dua kali pergantian tanda arus kasnya. Persoalan tersebut
bisa dirumuskan sebagai berikut,
10 10
1,6 = −
(1+1) (1+ i)2
Jika kita hitung kita akan memperoleh dua nilai i yang membuat sisi kiri persamaan
sama dengan nilai sisi kanan persamaan. Nilai-nilai i adalah:
i1 = 4,00 (artinya 400%), dan
i2 = 0,25 (artinya 25%)
Dengan demikian timbul masalah, yaitu i mana yang akan kita pergunakan jika kita
pilih i1, maka investasi akan dikatakan menguntungkan apabila r < 400% (misal
30%). Sebaliknya kalau diperunakan i2, maka investasi dikatakan tidak
menguntungkan jika r = 30%. Bahkan keputusan akan salah jika misalnya r = 20% ,
sehingga kita menyimpulkan investasi tersebut menguntungkan baik dipergunakan i1
maupun i2. Hal tersebut terjadi karena NPV investasi tersebut menunjukkan justru
jika r < 25%, maka NPV investasi tersebut negatif (artinya investasi harus ditolak).
Kelemahan yang ketiga adalah pada saat perusahaan harus memilih proyek yang
bersifat mutually exclusive (artinya pilihan yang satu meniadakan pilihan lainnya).
Untuk itu perhatikan contoh berikut ini (arus kas dalam rupiah).
Proyek Tahun Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 NPV IRR
0 (r = 18%)
A 1.000 + 1.300 +100 +100 234,37 42%
B 1.000 + 300 +300 +1.300 260,91 30%
12
Kalau kita perhatikan NPV nya, maka proyek A seharusnya dipilih karena
memberikan NPV terbesar. Sedangkan kalau kita menggunakan IRR, kita akan
memilih B karena proyek tersebut memberikan IRR yang lebih tinggi. Pertanyaannya
tentu saja adalah, apakah kita seharusnya memilih A (sesuai dengan kriteria NPV)
ataukah memilih B (sesuai dengan kriteria IRR). Untuk itu persoalan tersebut bisa
dimodifikasikan sebagai berikut.
B minus A artinya adalah bahwa kita menerima B dan menolak A. Kalau kita
melakukan hal tersebut, maka pada tahun 1 kita akan menerima Rp.1.000 lebih kecil,
tetapi pada tahun ke 2 dan ke 3, berturut-turut kita akan menerima RP. 200 dan Rp.
1.200 lebih besar. Tingkat bunga yang menyamakan pola arus kas incremental (atau
selisih) ini adalah 20% (disebut juga incremental IRRnya 20%). Kalau tingkat bunga
yang layak adalah 18%, bukanlah pantas kalau kita menerima B dan menolak A?
Kita lihat juga bahwa NPV dari arus kas incremental tersebut adalah +Rp. 26,53.
Berarti dalam situasi mutually exclusive kita mungkin salah memilih proyek kalau
kita menggunakan kriteria IRR. Penggunaan IRR akan tepat kalau dipergunakan
incremental IRR.
13
Tabel diatas menunjukkan bahwa kalau dipergunakan kriteria NPV, maka proyek C
dipilih, tetapi dengan kriteria PI, proyek D yang dipilih. Masalah ini memang
membingungkan para mahasiswa karena bukanlah proyek D memberikan
“keuntungan” Rp.60 dari investasi Rp.500 sedangkan C memang memberikan
“keuntungan” Rp. 100 tetapi dari investasi Rp. 1.000? mengapa harus memilih C?
Sebenarnya “Kebingungan” tersebut berasal dari asumsi yang mendasarinya. Jika
perusahaan bisa memilih antara C atau D, maka tentunya perusahaan memiliki dana
minimal Rp.1000. jika kurang dari Rp.1000, perusahaan tidak akan bisa mengambil
proyek C. Dengan demikian, persoalan bisa dirumuskan sebagai berikut. Seandainya
perusahaan memiliki dana sebesar Rp1.000, dan tidak ada proyek-proyek lain selain C
dan D, proyek mana yang akan dipilih ? C atau D? Jawabanya jelas C.
Secara Umum sebenarnya kriteria NPV mengisyaratkan bahwa perusahaan seharusnya
memilih proyek-proyek yang akan memaksimumkan NPV.
Setelah perusahaan memperoleh hak parkir tersebut, para analisis keuangan berpendapat
bahwa perusahaan bisa memperoleh kas masuk bersih per bulan sebesar Rp. 30 juta.
Mereka juga berpendapat bahwa tingkat bunga yang relevan untuk perusahaan tersebut
adalah 1% perbulan. Apabila semua orang sepakat tentang analisis tersebut, maka nilai
hak parkir tersebut adalah :
14
60
30
PVHak parkir = ∑ t
t −1 (1+ 0,01)
Ini berarti bahwa nilai sebesar Rp. 1.200 juta yang diinvestasikan sekarang naik menjadi
Rp. 1.348 juta. Pertambahan nilai sebesar Rp. 148 juta ini tidak lain merupakan Net
Present Value investasi tersebut. Ini berarti bahwa seandainya perusahaan tersebut saat
ini dijual, maka para pemodal akan menawar harga Rp. 1.348 juta. Dengan kata lain,
bagi pemilik perusahaan akan mengalami kenaikan kemakmuran sebesar Rp. 148 juta.
15
Apabila perusahaan diijinkan melakukan penyusutan dengan menggunakan
metode yang berbeda-beda, maka penggunaan penyusutan yang dipercepat (accelerated
depreciation) akan lebih menguntungkan. Misalkan perusahaan akan menggunakan
metode penyusutan Double Decline Balance (DDB). Metode penyusutan DDB
dirumuskan sebagai 2(1/n). dalam hal ini n adalah usia ekonomis. Penyusutan dihitung
dari nilai buku aktiva tetap yang disusut.
Dengan demikian, bila usia ekonomis adalah 4 tahun, maka penyusutan per tahun adalah:
= 2(1/4) = 0,50 dari nilai buku.
Pada tahun terakhir besarnya penyusutan sama dengan seluruh nilai buku aktiva tersebut,
dengan demikian maka beban penyusutan setiap tahunnya adalah :
Sehingga contoh perhitungan laba rugi setiap tahun mulai dari tahun ke-1 sampai ke-4
adalah sebagai berikut :
16
Tahun 3 = 284,37 + 162,5 = 446,87 juta
Tahun 4 = 284,37 + 162,5 = 446,87 juta
Nilai residu = 200 juta
Nilai keseluruhan kas masuk bersih selama 4 tahun juga sebesar 2.215 juta, sama dengan
sewaktu dipergunakan metode penyusutan garis lurus. Meskipun demikian kita lihat
bahwa pada tahun awal perusahaan akan menerima kas masuk yang lebih besar. Dengan
demikian maka PV kas masuknya akan lebih besar, dan NPV-nya akan lebih besar pula
Perhatikan, bila digunakan kinerja akuntansi, maka pada tahun-tahun awal akan nampak
kinerja keuangannya lebih buruk. Karena menanggung beban penyusutan yang lebih
besar. Meskipun demikian, penilaian profitabilitas suatu investasi dilakukan untuk
sepanjang usia ekonomi investasi tersebut, dan bukan per tahun. Mereka yang
memusatkan perhatian hanya pada kinerja setiap tahun sering disebut berpandangan
pendek atau short-termism. Pemusatan perhatian pada dampak jangka pendek mungkin
mengakibatkan penolakan terhadap rencana-rencana investasi yang sebenarnya
menguntungkan.
Direksi mungkin tidak bersedia mengambil suatu kesempatan investasi yang sebenarnya
diperkirakan menguntungkan (yaitu memberikan NPV positiv), hanya karena takut
dampaknya pada kinerja keuangan tahunan. Penurunan kinerja tahunan mungkin
dikhawatirkan akan mengakibatkan direksi dinilai tidak baik, sehingga para direksi
menolak proyek-proyek yang membawa dampak menguntungkan jangka panjang.
Masalah ini disebut sebagai agency cost, yang berarti bahwa manajemen (sebagai agent)
mengambil keputusan bukan untuk kepentingan para pemegang saham, tetapi untuk
kepentingan mereka sendiri.
Proyek 3 1 2 4
17
PI 1,15 1,13 1,11 1,08
Investasi Awal Rp200 Rp125 Rp175 Rp150
Bila dana terbatas hanya sebesar Rp 300, maka proyek yang sebaiknya diambil adalah
proyek 1 dan 2, bukan proyek 3. Mengapa? Hal ini disebabkan karena meskipun PI
proyek 3 yang tertinggi, tetapi dengan mengambil proyek 1 dan 2. Perusahaan
diharapkan akan memperoleh NPV yang lebih besar (yaitu= 16,25 + 19,25 = 35,5),
dibandingkan dengan kalau mengambil proyek 1 (NPV-nya hanya sebesar Rp 30)
Batasan dana yang tetap untuk suatu periode biasanya jarang terjadi. Hal ini
disebabkan karena dengan berjalannya waktu, proyek yang sedang dilaksanakan
mungkin telah menghasilkan kas masuk bersih. Dan arus kas tersebut bisa digunakan
untuk menambah anggaran yang ditetapkan.
Masalah yang timbul dalam keadaan keterbatasan dana adalah penentuan opportunity
cost. Opportunity cost menunjukkan biaya yang ditanggung perusahaan karena
memilih suatu alternatif. Contoh di atas menunjukkan bahwa perusahaan tidak bisa
mengambil proyek 1 dan 4, dan memilih proyek 2 dan 3. Misalkan semua proyek
tersebut dihitung dengan menggunakan r=18%. Apakah opportunity cost proyek-
proyek tersebut sebesar 18%? Jawabannya jelas tidak. Berapa kerugian yang
ditanggung perusahaan karena tidak bisa mengambil proyek 1 dan 4 hanya karena
tidak mempunyai dana yang cukup? Jelas lebih dari 18%. Inilah sebenarnya
opportunity cost karena perusahaan tidak memiliki dana yang cukup.
18
awal investasi, diperkirakan akan diperlukan aktiva lancar sebesar Rp 200 juta. Untuk
memudahkan analisis dianggap tidak ada pendanaan spontan.
Jumlah aktiva lancar sebesar Rp 200 juta ini dikaitkan dengan estimasi penjualan
pada tahun pertama sebesar Rp 1 M. Dengan demikian apabila penjualan diperkirakan
naik, maka jumlah aktiva lancar juga akan naik. Sebagai akibatnya, kebutuhan modal
kerja akan berubah dari waktu ke waktu. Dan tidak hanya terbatas pada awal usia
proyek (tahun ke-0). Proporsi aktiva lancar untuk tahun-tahun berikutnya diestimasi
meningkat secara proporsional dengan penjualan. Taksiran laba rugi dan kas masuk
operasional untuk tahun 1 sampai 3 adalah sebagai berikut:
Untuk menaksir arus kas secara keseluruhan, baik kas keluar dan kas masuk perlu
diperhatikan masalah aktiva lancar atau modal kerja. Selama berjalannya usia
investasi, jumlah aktiva lancar akan meningkat dari tahun ke tahun, tentu karena
penjualan yang diharapkan meningkat. Pada akhir usia proyek, modal kerja tersebut
akan kembali sebagai NPV terminal cash flow. Masalah tersebut bisa disajikan
sebagai berikut :
19
Tahun 0 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4
Aktiva Tetap (nilai buku) Rp300 Rp200 Rp100 0
Aktiva Lancar Rp200 Rp240 Rp400 0
Penambahan Aktiva Lancar Rp200 Rp40 Rp160 (Rp400)
Arus Kas
Pembelian Aktiva Tetap -800 - -
Penambahan Aktiva Lancar -200 - 40 -160 -
Kembalinya Modal Kerja - - - + 400
Arus Kas Operasional - + 230 + 282 + 490
Total Arus kas - 500 + 190 + 122 + 890
Bila tingkat bunga yang dipandang layak sebesar 18%, maka nilai NPV adalah layak
jika nilai NPV proyek adalah seperti berikut ini:
NPV = - 500 + 79
= + 290
Masalah yang sering dihadapi perusahaan adalah memilih aktiva, misalnya mesin
yang mempunyai karakteristik yang berbeda, tetapi kapasitasnya sama. Sebagai misal,
apakah kita akan menggunakan printer merk A atau B. Apakah kita akan memilih
mesin ketik merek C atau D. Bila kapasitas kedua aktiva tersebut sama. Maka kita
tinggal melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang berbeda. Faktor-faktor
tersebut biasanya, (1) Harga (2) Biaya operasi, dan (3) Usia ekonomis.
Apabila ada dua mesin yang mempunyai kapasitas yang sama, mempunyai harga
yang sama, usia ekonomis yang sama pula, tapi dengan operasi yang lebih rendah.
Maka tanpa melakukan analisis yang terlalu rumit, kita dengan mudah memilih mesin
yang mempunyai biaya operasi yang lebih rendah. Pertimbangan kita adalah memilih
mesin yang mempunyai present value kas keluar yang paling kecil. Meskipun
demikian, pedoman ini perlu berhati-hati dalam menerapkannya. Perhatikan contoh
berikut ini.
20
Ada dua mesin, A dan B, yang mempunyai kapasitas yang sama. Bedanya adalah
bahwa harga mesin A lebih mahal, yaitu Rp 15 juta, sedangkan B hanya Rp 10 juta.
Karena harga yang lebih mahal, usia ekonomis mesin A sampai 3 tahun, sedangkan
mesin B hanya 2 tahun. Biaya operasi per tahun mesin A adalah Rp 4 juta, sedangkan
mesin B Rp 6 juta. Mesin mana yang seharusnya dipilih bila bunga yang dipandang
layak sebesar Rp 10% ?
Jika kita membandingkan begitu saja antara kedua mesin tersebut, maka kita mungkin
akan melakukan analisis sebagai berikut.
Jika kita membandingkan begitu saja antara kedua mesin tersebut, kita akan
mengambil kesimpulan yang salah. Kesimpulan itu adalah memilih mesin B karena
memberikan PV kas keluar yang terkecil. Mengapa pilihan tersebut salah? Karena kita
menggunakan dasar usia ekonomis yang tidak sama. Dengan membeli mesin B pada
akhir tahun ke-2 atau awal tahun ke-3. Maka kita harus membeli mesin baru lagi,
sedangkan mesin A belum perlu diganti. Untuk itulah salah satu cara yang bisa
digunakan adalah menggunakan basis waktu yang sama, yang disebut dengan common
horizon approach.
Pendekatan ini mengatakan bahwa jika kita ingin membandingkan dua alternatif,
gunakan dasar waktu yang sama. Jika mesin A mempunyai usia ekonomis 3 tahun,
sedangkan B mempunyai usia ekonomis 2 tahun. Maka kita bisa menggunakan
common horizon 6 tahun. Dalam periode tersebut, mesin A akan berganti 2 kali,
21
sedangkan B akan berganti 3 kali. Dengan demikian bisa dilakukan analisis sebagai
berikut :
Mesin 0 1 2 3 4 5 6 PV r =
10%
A 15 4 4 4 + 15 4 4 4 43,69
B 6 6 6 6 6 + 10 6 6 51,22
Dengan menggunakan basis waktu yang sama, maka pilihan seharusnya adalah pada
mesin A. Sayangnya penggunaan pendekataan ini akan memakan waktu yang cukup
lama. Jika usia ekonomis antara dua aktiva yang diperbandingkan ternyata agak unik.
Ambil misal bahwa usia ekonomis mesin C adalah 7 tahun. Sedangkan mesin D adalah
8 tahun, berapa common horizonnya? Kita terpaksa menggunakan basis waktu 56
tahun. Ini berarti mesin C akan berganti 8 kali sedangkan mesin C sebanyak 7 kali.
X X X
24,95 = + +
(1+0,10) (1+ 0,10) (1+0,10)3
2
Dengan cara yang sama kita lakukan untuk mesin B (tetapi ingat usia ekonomisnya
hanya 2 tahun), dan kita akan mendapatkan nilai equivalent annual cost yang terkecil.
22
digunakan empat tahun lagi, tanpa nilai sisa. Untuk keperluan analisis dan pajak,
digunakan metode penyusutan garis lurus. Jika mesin baru digunakan, perusahaan
bisa menghemat biaya operasi sebesar Rp 25 juta per tahun. Mesin lama jika dijual
saat ini diperkirakan akan laku terjual dengan harga Rp 80 juta. Anggaplah usia mesin
baru juga 4 tahun.
Jika kita ingin menggunakan penaksiran kas secara incremental (selisih atau
perbedaan), maka kita bisa melakukan sebagai berikut, Kalau mesin lama diganti
dengan mesin baru, maka akan terdapat tambahan pengeluaran sebesar Rp 120 – Rp
80 juta = 40 juta. Taksiran arus kas operasional per tahun adalah sebesar sebagai
berikut :
Apabila tingkat bunga yang relevan adalah 20%, maka perhitungan NPV adalah
sebagai berikut:
4
20,5
NPV = - 40 + ∑ t
t =1 (1+ 0,20)
= - 40 + 53,07
23
Apabila usia ekonomis tidak sama analisis incremental dengan cara di atas tidak bisa
dilakukan. Hal tersebut dikarenakan ada perbedaan incremental cash flow pada tahun-
tahun pada saat (umumnya) usia ekonomis mesin lama sudah berakhir. Sedangkan
mesin baru masih beroperasi. Perhatikan contoh perhitungan NPV berikut ini
24
Laba setelah Pajak Rp13,65 juta Rp22,75 juta
Arus masuk bersih Rp22,65 juta Rp32,75 juta
5
22,65 +5
NPV bis lama = -50 + ∑ ( ¿ )=23,0 ¿
n =1 (1+0,18) (1+ 0,18)
5
32,75 +5
NPV bis lama = -80 + ∑ ( ¿ )=47,9 ¿
n =1 (1+0,18) (1+ 0,18)
Karena NPV bis baru lebih besar, maka penggantian bis lama dapat dibenarkan. NPV
incremental-nya dapat dihitung, sebagai berikut. Jika perusahaan mengganti bis lama
dengan bis baru. Perusahaan harus mengeluarkan tambahan investasi senilai Rp 30
juta. Di samping itu taksiran tambahan kas masuk bersih setiap tahun dari tahun ke-1
sampai ke-5 adalah sebagai berikut :
Incremental pertahun
Tambahan kas masuk bersih per tahun, dari tahun ke-1 sampai ke-5, adalah Rp 10,1
juta. Di samping itu, tambahan tahun ke-5, bila bis lama diganti dengan bis baru.
Maka akan menimbulkan arus kas Rp -5 juta dari kehilangan penjualan nilai residu
bis lama. Sedangkan pada tahun ke-6 diharapkan akan memperoleh Rp 32,75 juta.
Dan pada tahun ke-7 juga sebesar Rp 32,75 juta plus Rp 10 juta nilai residu bis
25
baru.Dengan demikian perhitungan NPV positif sebesar Rp24,9 juta. Perhatikan
bahwa NPV incremental sama dengan selisih NPV bis baru dengan bis lama
5
10,1 5 32,75 32,75 10
NPVincrl = -30 + ∑ [ ¿ ]− + + + ¿
t =1 ( 1+0,18 ) ( 1+ 0,18 ) ( 1+0,18 ) ( 1+0,18 ) ( 1+ 0,18 )7
5 6 7
Dengan demikian penggantian bis lama dengan bis baru akan memberikan NPV yang
positif. Perhatikan bahwa NPV incremental sama dengan selisih NPV bis baru
dengan lama.
Untuk aktiva tetap sebesar Rp 300 juta, usia ekonomis 3 tahun tanpa nilai sisa.
Penyusutan menggunakan npv metode garis lurus.
Modal kerja sebesar 20% dari taksiran penjualan tahun yang akan datang.
Penjualan (dalam unit) untuk masing-masing tahun ditaksir sebagai berikut:
o Tahun 1 = 100.000 unit
o Tahun 2 = 120.000 unit
o Tahun 3 = 200.000 unit
Harga jual pada tahun 1 diperkirakan sebesar Rp 10.000. harga jual ini
diperkirakan akan naik sebesar 10% setiap tahun (mencerminkan adanya inflasi
10%).
Biaya tunai diperkirakan sebesar 70% dari penjualan. Ini berarti bahwa biaya-
biaya tunai juga akan naik sebesar 10% per unitnya.
Dengan tingkat inflasi sebesar 10%, tingkat keuntungan yang dipandang layak
ditentukan sebesar 20%.
Tarif pajak penghasilan sebesar 35%
26
NPV adalah cara menghitung proyek tersebut, kita perlu menaksir kas masuk
operasional terlebih dulu.
Sedangkan taksiran arus kas karena investasi disajikan dalam net present value table
berikut ini:
27
Kembalinya modal kerja - - - + 484
Arus kas operasional - +230,0 +292,41
= +262
Dalam keadaan terdapat inflasi (yang mungkin cukup serius), kita perlu
menggunakan dasar penaksiran yang sama. Maksudnya adalah bahwa tingkat inflasi
umumnya segera dicerminkan pada penentuan tingkat bunga yang layak. Semakin
tinggi expected inflation, semakin tinggi tingkat bunga yang layak. Jika kita
menggunakan tingkat bunga yang layak yang telah memasukkan faktor inflasi.
Maka dalam menaksir arus kas kita juga harus telah memasukkan faktor inflasi.
Yang sering terjadi adalah bahwa tingkat bunga yang layak telah memasukkan faktor
inflasi. Sedangkan arus kas tidak memasukkan faktor inflasi. Arus kas ditaksir pada
real value, dan bukan pada nominal value.Perhatikan contoh berikut ini untuk
menggambarkan perbedaan antara real dan nominal value.
PV = 110(1 + 0,166)
28
= 94,34
PV = 100 / (1+0,06)
= 94,34
Hasil tersebut akan sama sejauh dipergunakan dasar yang konsisten. Tapi dalam
penaksiran arus kas, penggunaan nominal value. Seperti yang telah kita lakukan di
atas, tidak akan menghasilkan hasil yang sama dengan perhitungan atas dasar real
value. Mengapa demikian? Karena terdapat distorsi dalam beban penyusutan yang
dihitung atas dasar nilai historis (perolehan).
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan isi makalah yang kami susun ini, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
investasi memungkinkan seseorang bisa memenuhi kebutuhan masa depannya dengan
menentukan prioritas kebutuhan, menetapkan perencanaan yang baik dan implementasi secara
disiplin pada perusahaannya secara konsisten. Selain itu, dengan investasi seseorang dapat
memberikan peluang kesejahteraan hidup bagi keluarganya.
Setiap penggunaan dana (investasi) dimaksudkan untuk meningkatkan kemakmuran
pemodal. Apabila investasi dilakukan untuk jangka panjang, maka konsep nilai waktu uang
menjadi penting untuk diperhatikan. Dengan memperhatikan konsep nilai waktu uang, maka
seharusnya pemodal memperhatikan Net Present Value (NPV) investasi tersebut. Semakin besar
NPV investasi, semakin besar peningkatan kemakmuran pemodal.
Jika pemodal akan menggunakan NPV untuk menilai profitabilitas investasi, maka ada
dua hal penting yang perlu dilakukan. Pertama, menentukan tingkat bunga yang dipandang
layak, dan kedua, menaksir kas yang relevan. Sedangkan untuk menaksir arus kas yang relevan
perlu diperhatikan beberapa hal. Pertama, arus kas tersebut hendaknya merupakan arus kas
setelah pajak. Kedua, merupakan arus kas incremental. Ketiga, tidak perlu memperhatikan arus
kas yang terjadi karena keputusan pendanaan. Dan yang terakhir, jangan memasukkan sunk cost.
Meskipun secara teoritis penggunaan NPVlah yang seharusnya dipergunakan dalam
penilaian profitabilitas investasi, dalam prakteknya dijumpai berbagai metode “pesaing” NPV.
Metode-metode tersebut adalah average rate of return, payback period (dan discounted payback),
internal rate of return, dan profitability index. Meskipun demikian, secara teoritis selalu dijumpai
30
kelemahan-kelemahan metode-metode tersebut, baik untuk menilai suatu proyek maupun untuk
memilih proyek yang bersifat mutually exclusive.
31
Daftar Pustaka
Halim Abdul. Analisis Investasi dan Aplikasinya. Salemba Empat, Jakarta.
Toto Prihadi.(2018).Capital Budgeting and Fixed Asset Management. Penerbit PPM. Indonesia.
https://andyyjr20.blogspot.com/2017/03/makalah-investasi.html
http://pickmebee.blogspot.com/2017/12/makalah-prinsip-prinsip-investasi-modal.html
http://mascerdas.blogspot.co.id/2015/12/penilaian-investasi.html
https://kholidarifin.wordpress.com/2014/01/06/prinsip-investasi-modal/