Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………
…………………………………………….

NAMA : ......................................................
. NIM :
.......................................................

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL
2020/2021
PERSETUJUAN

Laporan pendahuluan pada kasus ...........................................................................

..................................................................................................................................

Telah dibuat pada tanggal........................................................................................

Di PSTW..................................................................................................................

Banyuwangi,....................................2021

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(..........................................................) (............................................................)
NIP/NIK. NIP/NIK.
1.1 Konsep Lansia
1.1.1 Pengertian
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang
telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan
lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan
menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya
tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya
pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan
lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan
tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang
pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosiallansia. Sehingga secara umum
akan berpengaruh pada activity of daily living [ CITATION Fat10 \l 1057 ].

1.1.2 Batasan batasan lanjut usia


Menurut World Health Organitation (WHO) lansia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun

Menurut Departemen Kesehatan RI (2006) pengelompokkan lansia menjadi:


a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan
kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)
b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut
dini (usia 60-64 tahun)
c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia >65
tahun)
1.1.3 Perubahan yang terjadi pada lansia
a. Perubahan fisik seperti perubahan sel, sistem pernafasan, sistem
pendengaran,sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, sistem
pencernaan, sistem endokrin, sistem integument, dan muskuloskeletal.
b. Perubahan mental dipengaruhi beberapa faktor berawal dari perubahan fisik,
kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan (hereditas), dan lingkungan.
Biasanya lansia akan menunjukkan perubahan mental pada memori (kenangan)
dimana kenangan jangka panjang lebih dominan dibandingkan kenangan jangka
pendek. Intelegensi akan menurun dengan bertambahnya usia seseorang. Beberapa
perubahan seperti perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan
keterampilan serta perubahan daya imajinasi.
c. Perubahan psikososial seperti pensiun maka lansia akan mengalami berbagai
kehilangan yaitu kehilangan finansial, kehilangan status, kehilangan teman atau
relasi, dan kehilangan pekerjaan , merasakan atau sadar akan kematian (sense of
awareness of mortality), kehilangan pasangan, berpisah dari anak dan cucu,
perubahan dalam cara hidup yaitu memasuki rumah perawatan, dan penyakit kronis
dan ketidakmampuan. Melihat proses penuaan dan perubahan yang terjadi pada
lansia maka dapat mempengaruhi pengetahuan dan memori lansia. Lansia akan
mengalami perubahan kognitif, afektif, dan psikomotor (Christensen, 2006).
d. Perubahan kognitif yang terjadi pada lansia dapat dilihat dari penurunan intelektual
terutama pada tugas yang membutuhkan kecepatan dan tugas yang memerlukan
memori jangka pendek serta terjadi perubahan pada daya fikir akibat dari
penurunan sistem tubuh, perubahan emosi, dan perubahan menilai sesuatu terhadap
suatu objek tetentu merupakan penurunan fungsi afektif. Sedangkan penurunan
psikomotor dapat dilihat dari keterbatasan lansia menganalisa informasi,
mengambil keputusan, serta melakukan suatu tindakan [ CITATION Nug12 \l 1057 ].

1.1.4 Tipe Lansia


a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak
sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan
pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan
acuh tak acuh (Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi, & Batubara, 2008).

1.2 Konsep Penyakit Osteoporosis


1.2.1 Pengertian
Osteoporosis merupakan penurunan masa tulang yang disebabkan ketidak
seimbangan resorpsi tulang dan pembentukkan tulang. Pada osteoporosis terjadi
peningkatan resorporsi tulang atau penurunan pembentukan tulang [ CITATION Asi13 \l
1057 ].
Osteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah
penyakit sekeletal sistemik dengan karakteristik masa masa tulang yang rendah dan
perubahan mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas
tulang dan meningkatnya kerentanan terhadap patah tulang (Lukman & Ningsih, 2013).

1.2.2 Etiologi
Osteoporosis dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor menurut [ CITATION Asi13 \l
1057 ]. Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi osteoporosis yaitu:
a. Defesiensi kalsium yaitu dapat disebabkan oleh :
1) Asupan kalsium dalam makanan yang tidak adekuat sehinga mudah
mempercepat penurunan masa tulang.
2) Tidak adekuatnya asupan vitamin D.
3) Pengunaan obat tertentu, misalnya pengunaan kortikoteroid dalam jangka
panjang.
b. Kurangnya latihan teratur yaitu mobilitas dapat menyebabkan proses penurunannya
massa tulang. Sedangkan olahraga yang teratur dapat mencegah penurunan masa
tulang. Tekanan mekanisme pada latihan akan membuat otot berkonstrasi yang
dapat merangsang formasi tulang.
c. Perbedaan jenis kelamin yaitu kekuatan tulang dipengaruhi oleh horman
reproduksi. Pada perempuan postmenopause, hormon reproduksi dan timbunan
kalsium tulang menurun.hormon reproduksi yang dimaksud yaitu estrogen. Hal ini
menyebabkan resorpsi tulang yang berlebihan tanpa disertai pembentukan tulang
yang cukup. Oleh karena itu, perempuan lebih cepat mengalami osteoporosis
dibandingkan dengan laki-laki.
Selain tiga hal tesebut, gangguan pada kelenjar endokrin; kurangnya terkena sinar
matahari: banyak mengonsumsi alkohol, nikotin atau kafein.

1.2.3 Manifestasi Klinis


Kepadatan tulang berkurang secara berlahan (terutama pada penderita
osteoporosis senilis), sehinga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala pada
beberapa penderita. Jika kepadatan tulang sangat berkurang yang menyebabkan tulang
menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk
[ CITATION Luk13 \l 1057 ]. Gejala-gejala osteoporosis menurut [CITATION Umi17 \l 1057 ]:
a. Kekuatan otot tulang melemah. Klien merasa kekuatan melemah sehingga tak
mampu mengankat beban atau naik tangga.
b. Penurunan tinggi badan. Pengukuran tinggi badan menunjukkan penurunan
dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, misalnya tubuh memendek 3cm selama
tiga tahun. Hal ini munkin disebabkan adanya frraktur pada vertebra.
c. Bungkuk. Osteoporosis menimbulkan fraktur kompresi atau terjadinya kolaps.
Kondisi ini menyebabkan tulang menjadi bungkuk.
d. Tulang rapuh. Kondisi tulang yang semakin rapuh walaupun belum pernah
mengalami post traumatic (patah atau retak).
e. Patah tulang. Kasus umum penyebab osteoporosis yang sering kali tidak menyadari
adalah ketika pasien pernah mengalami patah tulang.
f. Dowager’ hump. Kondisi ketika tulang belakang menjadi condong ke arah depan
dan memunculkan punuk diatas punggung.
g. Stress fratures. Kondisi tress facture umumnya jarang disadari penderita.
h. Nyeri pungggung. Rasa nyeri pada bagian punggung juga mungkin menjadi gejala
osteoporosis, terutama jika nyeri muncul akibat fraktur vertebra.

1.2.4 Patofisiologi
Dalam keadaan normal, proses resorpsi dan proses pembentukkan tulang
(remodeling) terjadi secara terus-menerus dan seimbang. Jika terdapat perubahan dalam
keseimbangan ini, misalnya proses resorpsi lebih besar dibandingkan dengan proses
pembentukan, maka akan terjadi penurunan massa tulang. Remodeling tulang normal
pada orang dewasa akan meningkatkan masa tulang sampai sekitar usia 35 tahun.
Sementara itu, proses pembentukan secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun
untuk tulang bagian korteks dan lebih dini pada bagian trebekula. Setelah itu, secara
berlahan resorpsi tulang akan lebih cepat dibandingkan dengan pembentukan tulang.
Pucak masa tulang akan dipengaruhi oleh faktor genetik, nutrisi, pilihan gaya hidup,
serta aktivitas fisik [ CITATION Asi13 \l 1057 ].

1.2.5 Diagnosa Banding


a. Osteomalasia
Pada osteomalasia, komposisi mineral tulang berkurang. Kalsifikasi terlalu sedikit
sedangkan osteoid (matriks yang tidak mengalami kalsifikasi) meningkat.
Konsistensi tulang lunak dibandingkan dengan tulang normal. Pada pemeriksaan
lab kadar alkali fosfatase serum meningkat.
b. Osteopenia
Osteopenia merupakan tanda dini pengurangan massa tulang sebelum mencapai
kondisi osteoporosis. Osteopenia ditandai dengan kepadatan massa tulang (BMD)
-1 sampai -2,5.
c. Osteogenesis Imperfecta
Osteogenesis imperfecta merupakan kelainan tulang akibat mutasi genetik kolagen
tipe I. Mutasi genetik menimbulkan perubahan struktur maupun fungsi kolagen
yang berakibat pada gangguan osteogenesis periosteal dan endosteal. Seluruh
tulang menjadi rapuh dan rentan fraktur.
d. Kelainan Tulang Metastasis
Metastasis keganasan pada tulang mengakibatkan osteolitik. Tulang menjadi rapuh
dan rentan fraktur. Gejala nyeri tulang juga dikeluhkan pada metastasis tulang.
Osteoporosis senilis sering kali bermanifestasi pada tulang vertebra.
e. Osteodistrofi Renal
Pada osteodistrofi renal terjadi peningkatan laju pergantian tulang yang dipicu
peningkatan kadar parathormon. Kadar parathormon meningkat dipicu oleh
penumpukan kadar fosfat akibat penurunan fungsi ginjal. Perubahan morfologi
tulang timbul akibat peningkatan laju pergantian tulang, abnormalitas mineralisasi
serta volume tulang pada pasien penyakit ginjal kronis. Kualitas tulang menurun
sehingga rentan fraktur [ CITATION Deb20 \l 1057 ].

1.2.6 Pemeriksaan Penujang


a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi konvensional memperlihatkan peningkatan radiolusen akibat
peningkatan resorpsi dan penipisan kortikal. Walau demikian, gambaran foto
rontgen polos tidak sensitif dalam mendeteksi osteoporosis. Pengukuran kualitas
tulang dapat menggunakan pemeriksaan radiologi yakni MRI, MR spectroscopy,
CT multidetektor, serta high-resolution peripheral quantitative (HR-pQ) CT.
b. Pengukuran Densitas Mineral Tulang
Pemeriksaan dual energy X-ray absorptiometry (DEXA) merupakan salah satu
teknik yang menjadi pilihan utama dalam menilai densitas mineral tulang.
Pemeriksaan ini memiliki banyak fungsi mulai dari membantu penegakan
diagnosis, menilai respon terapi serta memperkirakan risiko fraktur.
c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan meliputi pemeriksaan kadar serum
puasa kalsium, fosfat, dan fosfatase alkali. Pemeriksaan 25-hydroxyvitamin D
(25[OH]D) juga diperlukan. Fosfatase alkali dapat menunjukkan indeks aktivitas
osteoblas.
1.2.7 Penatalaksanaan dan Pencegahan
a. Penatalaksanaa farmakologi. Prinsip pengobatan pada osteoporosis yaitu:
1) Meningkatkan pembentukkan tulang. Obat-obatan yang dapat meningkatkan
pembentuka tulang, misalnya steroid anabolik.
2) Menghambat resorpsi tulang. Obat-obatan yang dapat menghambat resorpsi
tulang yaitu estrogen, kalsitonim, difosfat, dan modulator Reseptor selektif.
Seluruh pengobatan iniharus ditambah dengan konsumsi kalsium dan vitamin
D yang cukup.
b. Pencegahan. Terapi pencegahan osteoporosis dapat dilakukan sedini mungkin yaitu
sejak masa kanak-kanak. Pencegahan osteoporosis pada usia muda mempunyai
tujuan mencapai masa tulang dewasa (proses konsolidasi yang) yang optimal.
Sejumlah pencegahan yang dapat dilakukan di antaranya:
1) Mengonsumsi kalsium dan vitamin D yang cukup
2) Latihan/olah raga secara teratur setiap hari
3) Mengonsumsi protein hewani
4) Menghindari perilaku yang meningkatkan risiko osteoporosis, misalnya
merokok, alkohol, dan kafein.

1.3 Konsep Keperawatan


1.3.1 Pengkajian
a. Anamnesa
Menurut [ CITATION Asi13 \l 1057 ]. Anamnesa, tanyakan klien tentang:

1) Apakah terdapat riwayat osteoporosis dalam keluarga

2) Apakah klien pernah mengalami fraktur sebelumnya

3) Apakah klien mengonsumsi kalsium diet harian sesesuai dengan kebutuhan


4) Bagaimana pola latihan klien

5) Kapankah terjadinya dan faktor yang mempengaruhi terjadinya menopause


6) Apakah klien mengunakan kortikostroid selain mengonsumsi alkohol, rokok,
dan kafein
7) Apakah klien mengalami gejala lain, misalnya nyeri pinggang, konstipasi,
atau gangguann citra diri
b. Pemeriksaan fisik

Menurut [ CITATION Asi13 \l 1057 ] pada pemeriksaan fisik ditemukan:

1) Adanya “punuk dowager” (kifosis)

2) Nyeri punggung: thoracic dan lumbar

3) Penurunan tinggi badan

4) Gaya berjalan bungkuk

5) Nyeri sendi

6) Kelemahan otot

7) Masalah mobilitas dan penafasan akibat perubahan postur

8) Adanya konstipasi yang disebabkan oleh aktivitas

1.3.2 Diagnosa keperawatan


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses osteoporosis dan program terapi


c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kerusakkan integritas struktur
tulang
d. Resiko terhadap cedera: fraktur berhubungan dengan tulang osteooporosis

1.3.3 Rencana keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


keperawatan
1. Nyeri b.d agen kriteria hasil: Manajemen nyeri
cidera fisik a. Mengenali kapan nyeri a. Lakukan pengkajian
terjadi nyeri secara
b. Menggambarkan faktor komprehensif
penyebab menggunakan meliputi: lokasi,
teknik karakteristik, durasi,
c. pengurangan (nyeri), tanpa frekuensi,
analgesik kualitas,dan
d. mengenali apa yang terkait intensitas
dengan gejala nnyeri b. Berikan informasi
mengenai nyeri,
seperti penyebab
nyeri, berapa lama
nyeri dirasakan.
c. Kurangi faktorfaktor
yang dapat
meningkatkan nyeri
d. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
(seperti teknik
relaksasi dan
kompres hangat
daerah yang merasa
nyeri)
e. Dukung
istirahat/tidur yang
adekuat untuk
membantu
penurunan nyeri.
2. Hambatan Pergerakan Peningkatan mekanika
mobilitas fisik b.d Kriteria hasil : tubuh
nyeri atau rasa a. Keseimbangan a. Kaji komitmen
tidak nyaman, b. Dapat berjalan pasien untuk belajar
deformitas c. Dapat bergerak dengan dan menggunakan
skeletal,penurunan mudah postur tubuh yang
kekuatan otot d. Cara berjalan benar.
e. Gerakan sendi b. Instruksikan untuk
menghindari tidur
dengan posisi
telungkup Bantu
untuk menghindari
duduk dalam posisi
yang sama
dalamjangka waktu
yang lama
c. Intruksikan pasien
untuk menggerakkan
kaki terlebih dahulu
kemudian badan
ketika memulai
berjalan dari posisi
berdiri
d. Bantu pasien
melakukan latihan
fleksi untuk
memfasilitasi
mobilisasi punggung

DAFTAR PUSTAKA

Asikin, Takko, & Nasir. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Muskulokeletal .
Jakarta: Erlangga.

Fatmah. (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga.

Lukman, & Ningsih. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Selemba Medika.

Nugroho. (2012). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Rahmah, D. (2020). Osteoporosis. Retrieved February 15, 2021, from Alomedika:


https://www.alomedika.com/
Umi, I. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Anda mungkin juga menyukai