Anda di halaman 1dari 22

MEMAHAMI dan MENGELOLA PERILAKU INDIVIDU

DISUSUN OLEH:

Hanna Astrid Farine Tondang

200502090

Manajemen

DOSEN PENGAMPU: KOMARIAH PANDIA, M.Si.

PRODI MANAJEMEN 2021

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan YME yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Memahami dan Mengelola Perilaku
Individu”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Pengantar Manajemen, dengan tujuan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa.
Dalam penulisan makalah ini, tidak lepas dari petunjuk dan bimbingan serta masukan
dari semua pihak. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Komariah Pandia, M.Si,
selaku Dosen Matakuliah Pengantar Manajemen yang telah membantu dan memberi pengarahan
kepada saya dalam belajar dan mengerjakan tugas, dan juga semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.
Makalah ini berusaha saya susun selengkap-lengkapnya. Akan tetapi, saya menyadari
bahwa makalah ini jauh dari sempurna, karena keterbatasan dan kekurangan pengetahuan serta
minimnya pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat saya
harapkan demi pembuatan makalah berikutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan pembaca pada
umumya. Amin.

Medan, 18 Maret 2021

Hanna Astrid Farine Tondang

2
DAFTAR ISI
Halaman Judul …………………………………………………………………………….…… 1
Kata Pengantar ………………………………………………………………………………… 2
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………... 3
Bagan …………………………………………………………………………………………… 5
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………… 6
A. Latar Belakang ……………………………………………………………………… 6
B. Rumusan Masalah …………………………………………………………………... 6
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………………………. 7
A. Fokus dan Tujuan dari Perilaku Organisasi ………..…………...………………….. 7
1. Fokus dari Perilaku Organisasi ….…………………….……………………….. 7
2. Tujuan dari Perilaku Organisasi .…………………………………………….…. 7
B. Sikap dan Kinerja ………………………………….………………………………….. 9
1. Kepuasan Kerja ………………….…………………….……………………….. 9
2. Keterlibatan Kerja dan Komitmen Organisasi …………………………………. 11
3. Partisipasi Karyawan …………………………………………………………... 11
4. Sikap dan Konsistensi ………………………………………………………….. 11
5. Teori Disonansi Kognititf ……………………………………………………… 11
6. Survei Sikap …………………………………………………….……………… 12
7. Implikasi bagi Manajer ………………………………………………………… 12
C. Kepribadian ……………………………………………………......…………………. 13
1. MBTI …………………………………………………...……………………… 13
2. Model Big Five …………………………....…………………………………… 14
3. Wawasan Kepribadian Lain …………………………………………………… 14
4. Tipe-tipe Kepribadian dalam Berbagai Budaya ……………………………….. 15
5. Emosi dan Kecerdasan Emosi …………………………………………………. 15
6. Implikasi bagi Manajer ………………………………………….……………... 16
D. Presepsi ………………………………………………….………………...……...…… 17
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Presepsi ……..……………...…………… 17
2. Teori Atribusi ………….…………..…………………………..……………… 17
3. Jalan Pintas yang Digunakan dalam Menilai Orang Lain ….…………………. 17

3
4. Implikasi bagi Manajer ……………….……………...…………………….….. 18
E. Pembelajaran ………………………….……………………………...……………….. 18
1. Operant Conditioning ……………………………………….…….………..…. 18
2. Pembelajaran Sosial ………………………………………………………..….. 18
3. Pembentukan: Sebuah Alat Manajerial ………………………………………... 19
4. Implikasi bagi Manajer ………………………………………………………... 19
F. Isu-isu Perilaku Organisasi Terkini ………….……………...……...……………….. 20
1. Mengelola Perbedaan Generasi ……………...………………...….……..……. 20
2. Mengelola Perilaku Negatif di Tempat Kerja ……………………………..….. 20
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………… 21
Kesimpulan …………………………………………………………………….. 21
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………. 22

4
Implikasi bagi
BAGAN Manajer
Emosi dan
Kecerdasan Emosi

Implikasi bagi Wawasan


Manajer Kepribadian Lain
Partisipasi
Karyawan Tipe-tipe
Survei Sikap Kepribadian dalam
Keterlibatan Kerja Berbagai Budaya
Tujuan dari Perilaku dan Komitmen
Organisasi Teori Disonansi Modal Big Five
Organisasi

Fokus dari Perilaku Sikap dan


Kepuasan Kerja MBTI
Organisasi Konsistensi

FOKUS dan TUJUAN dari KEPRIBADIAN


SIKAP dan KINERJA
PERILAKU ORGANISASI

MEMAHAMI dan MENGELOLA


PERILAKU ORGANISASI

ISU-ISU PERILAKU
PRESEPSI PEMBELAJARAN
ORGANISASI TERKINI

Faktor-faktor yang Operant Mengelola


Mempengaruhi Conditioning Perbedaan Generasi
Presepsi
Mengelola Perilaku
Pembelajaran Sosial
Negatif di Tempat
Teori Atribusi
Kerja
Pembentukan
Jalan Pintas yang Sebuah Alat
Digunakan dalam Manajerial
Menilai Orang Lain
Implikasi bagi
Implikasi bagi Manajer
Manajer

5
MEMAHAMI dan MENGELOLA PERILAKU INDIVIDU
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah salah satu dimensi penting dalam organisasi. Kinerja organisasi sangat
tergantung pada kinerja individu yang ada di dalamnya. Seluruh pekerjaan dalam perusahaan
itu, para karyawanlah yang menentukan keberhasilannya. Sehingga berbagai upaya
meningkatkan produktivitas perusahaan harus dimulai dari perbaikan produktivitas karyawan.
Oleh karena itu, pemahaman tentang perilaku organisasi menjadi sangat penting dalam rangka
meningkatkan kinerjanya.

Perilaku merupakan hal yang sangat menarik untuk dipelajari baik perilaku individu
ataupun perilaku kelompok, mungkin kedengarannya asing untuk mempelajari perilaku itu
sendiri, namun hal ini sangat penting karena dengan mengetahui arti dari perilaku kita dapat
mengetahui apa yang diinginkan oleh individu tersebut, hal ini bertujuan agar apa yang kita
harapkan dapat tercapai dengan kerjasama setiap individu dengan keanekaragaman perilakunya.
Selain itu perilaku dalam sebuah organisasi sangat mempengaruhi jalannya suatu organisasi
tersebut.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, Saya akan menjelaskan tentang fokus dan tujuan dari perilaku
organisasi. Dan Saya akan menjelaskan tentang implikasi dari sikap dan kinerja, kepribadian,
presepsi, dan pembelajaran bagi seorang manajer beserta isu-isu perilaku organisasi terkini.

6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fokus dan Tujuan dari Perilaku Organisasi
1. Fokus dari Perilaku Organisasi
Perilaku organisasi adalah ilmu tentang orang-orang di tempat kerja. Perilaku
organisasi berfokus pada tiga bidang utama.
a) Perilaku organisasi mengamati perilaku individu, meliputi sikap, kepribadian
persepsi, pembelajaran, dan motivasi
b) Perilaku organisasi berkaitan dengan perilaku kelompok, meliputi norma, peran,
pembinaan tim, kepemimpinan, dan konflik
c) Perilaku organisasi mengamati aspek-aspek organisasi, mencakup struktur, budaya
dan kebijakan serta praktik SDM
2. Tujuan dari Perilaku Organisasi

Tujuan dari perilaku organisasi untuk menjelaskan, memprediksi, dan


mempengaruhi perilaku. Manajer harus mampu menjelaskan mengapa karyawan
melakukan perilaku tertentu, memprediksi bagaimana karyawan menanggapi berbagai
tindakan dan keputusan dan mempengaruhi perilaku karyawan.
Enam perilaku organisasi yang teridentifikasi, meliputi.
a) Produktivitas karyawan (employee productivity)

7
Merupakan ukuran kinerja atas efisiensi dan efektivitas. Manajer ingin
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi dan efektivitas
kerja.
b) Ketidakhadiran (absenteeism)
Merupakan tidak dating ke tempat kerja. Sulit bagi suatu pekerjaan untuk
diselesaikan jika karyawan tidak hadir di kantor. Banyak studi yang menunjukkan
bahwa absen yang tidak direncanakan mebebankan perusahaan dan menyebabkan
hilangnya produktivitas neto tertinggi perhari. Meskipun ketidakhadiran tidak bisa
dihilangkan sama sekali, taraf yang berlebihan memiliki dampak langsung dan
segera terhadap fungsi organisasi
c) Perputaran karyawan (turnover)
Merupakan pengunduran diri permanen dari suatu organisasi secara
sukarela maupun tidak sukarela. Hal ini bisa menjadi masalah karena menambah
biaya rekrutmen, seleksi, dan pelatihan sekaligus gangguan kerja.
Seperti halnya ketidakhadiran, manajer tidak dapat benar-benar
menghilangkannya. Namun, tetapi mereka ingin menekannya seminimal mungkin.
Terutama di kalangan karyawan berkinerja tinggi.
d) Perilaku kewargaan organisasi (organizational citizen behavior)
Merupakan tindakan atas kehendak sendiri yang bukan menjadi bagian
persyaratan kerja formal seorang karyawan tetapi hal ini mendorong efektivitas
dalam fungsi organisasi. Contoh dari OCB antara lain, menolong rekan lain dalam
satu tim kerja, bersedia untuk memperpanjang jam kerja, menghindari konflik yang
tidak perlu, dan membuat pernyataan konstruktif mengenai salah satu kelompojk
kerja dan organisasi. Organisasi memerlukan individu yang akan bersedia
memberikan upaya lebih daripada yang biasa ditugaskan kepada mereka, dan
banyak bukti yang menunjukkan bahwa organisasi yang memiliki karyawan seperti
ini lebih unggul daripada organisasi yang tidak memiliki karyawan tersebut.
e) Kepuasan kerja (job satisction)
Merujuk pada sikap yang lazim ditunjukkan karyawan terhadap
pekerjaannya. Meskipun kepuasan kerja cenderung lebih mengacu pada sikap
ketimbang perilaju, hal ini merupakan hasil yang sering kari diamati para anajer

8
karena karyawan yang puas cenderung lebih sering hadir di kantor, memiliki kinerja
yang lebih tinggi, dan loyal terhadap organisasi.

f) Perilaku buruk di tempat kerja (workplace misbehavior)


Merupakan perilaku karyawan yang disengaja yang memiliki potensi
bahaya bagi organisasi atau melalui individu dalam organisasi. Perilau buruk di
tempat kerja muncul didalam organisasi melalui empat cara: penyimpangan, agresi,
perilaku antisosial, dan kekerasan.

B. Sikap dan Kinerja


Sikap (attitude) merupakan pernyataan evaluatif –disukai atau tidak disukai– terkait
dengan objek, orang atau kejadian. Sikap terdiri dari tiga komponen.
a) Komponen kognitif (cognitive component), suatu sikap merujuk pada keyakinan,
opini, wawasan, atau informasi yang dimiliki seseorang
b) Komponen afektif (affective component), suatu sikap merupakan bagian emosi atau
perasaan dari sikap yang muncul.
c) Komponen perilaku (behavior component), suatu sikap merujuk pada itikad
berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.

1. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja mengacu pada sikap yang lazim ditunjukkan seseorang terhadap
pekerjaannya. Seseorang dengan kepuasan kerja yang tinggi memiliki sikap positif
terhadap pekerjaannya. Seseorang yang tidak puas memiliki sikap negatif.
Seberapa Puas Karyawannya? Meskipun ada kemungkinan bahwa gaji yang
lebih tinggi diterjemahkan ke dalam kepuasan kerja yang lebih tinggi, penjelasan
alteenatif untuk perbedaan tingkat kepuasan adalah bahwa gaji yang lebih tinggi
mencerminkan jenis pekerjaan yang berbeda. Pekerjaan dengan bayaran lebih tinggi
umumnya memerlukan keterampilan yang lebih tinggi, memberikan tanggung jawab yang
lebih besar, lebih merangsang dan lebih banyak tantangan serta memungkinkan lebih
banyak kendali bagi pekerja. Kemungkinan besar laporan kepuasan yang lebih tinggi di

9
kalangan tingkat pendapatan yang lebih tinggi mencerminkan faktor terseut daripada
bayaran itu sendiri.
Kepuasan dan Produktivitas. Berdasarkan Penelitian Hawthrone (dibahas
Modul Sejarah Manajemen, jilid 1), manajer meyakini bahwa pekerja yang Bahagia
adalah pekerja yang produktif. Karena tidak mudah menentukan apakah kepuasan kerja
menghasilkan produktivitas kerja atau sebaliknya, sebagian peneliti manajemen, merasa
bahwa keyakinan ini tidaklah tepat. Namun, kita bisa mengatakan dengan pasti bahwa
korelasi antara kepuasan dan produktivitas cukup kuat. Juga, organisasi dengab karyawan
yang lebih puas cenderung lebih efektif daripada organisasi dengan karyawan yang
kurang puas.
Kepuasan dan Ketidakhadiran. Meskipun peneliti menunjukkan bahwa
karyawan yang puas jarang tidak hadir di kantor, daripada karyawan yang kurang puas,
korelasinya tidaklah kuat. Meskipun masuk akal juga bahwa karyawan yang kurang puas
cenderung untuk membolos, faktor-faktor lain mempengaruhi hubungan ini.
Kepuasan dan Perputaran Karyawan. Peneliti atas hubungab antara kepuasan
dan peputaran tenaga kerja lebih kuat daripada peneliti tentang kepuasan lainnya sejauh
ini. Karyawan yang puas memiliki tingkat perputaran karyawan yang lebih rendah,
sedangkan karyawan yang tidak puas memiliki tingkat perputaran karyawan yang lebih
tinggi.
Kepuasan Kerja dan Kepuasan Pelanggan. Dalam organisasi jasa, retensi dan
beralihnya pelanggan sangat bergantung pada cara karyawan garda depan berhadapan
dengan pelanggan. Karyawan yang puas biasanya lebih ramah, energik, dan responsif,
yang amat dihargai oleh pelanggan.
Kepuasan Kerja dan OCB. Logis apabila mengasumsikan kepuasan kerja
seharusnya menjadi determinan OCB seorang karyawan. Karyawan yang lebih puas akan
mengutarakan hal positif tentang perusahaan, membantu rekan lain, dan melampaui
ekspektasi kerja normal. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup
signifikan antara kepuasan kerja dan OCB.
Kepuasan Kerja dan Perilaku Buruk di Tempat Kerja. Ketika karyawan
kurang puas dengan pekerjaan, mereka bereaksi dengan beragam cara. Tetapi tidaklah
mudah untuk memprediksi bagaimana mereka akan merespons. Apabila manajer ingin

10
mengendalikan konsekuensi yang tidak diinginkan dari ketidak puasan kerja, mereka
harus mengatasi masalahnya–yaitu ketidakpuasan kerja–alih-alih berusaha mengendalikan
respons yang dilakukan para karyawan.

2. Keterlibatan Kerja dan Komitmen Organisasi

Keterlibatan kerja (job involvement) merupakan tingkatan seorang karyawan


mengidentifikasi pekerjaannya, secara aktif berpartisipasi dalam pekerjaan, dan
menganggap kinerjanya sebagai hal penting dalam menghargai dirinya. Komitmen
organisasi (organizational commitmen) merupakan tingkatan karyawan
mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi tertentu beserta tujuannya dan
berkeinginan untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut.

3. Partisipasi Karyawan

Partisipasi karyawan adalah menyatunya karyawan, kepuasan dan antusias


karyawan dengan pekerjannya masing-masing. Sebuah studi global yang dilakukan lebih
dari 12.000 karyawan menemukan faktor-faktor berikut berkontribusi terhadap
keterlibatan karyawan: rasa hormat, jenis pekerjaan, keseimbangan kehidupan–kerja,
memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan, gaji pokok, orang yang bekerja sama
Anda, tunjangan, potensi karier jangka panjang, kesempatan pembelajaran dan
pengembangan, kerja yang fleksibel, kesempatan promosi, dan upah variabel/bonus.

Ada beragam manfaat dari memiliki karyawan yang partisipatif. Pertama,


karyawan yang tinggi partisipasinya akan 2,5 kali lebih besar kemungkinannya untuk
menjadi karyawan yang berkinerja terbiak daripada rekannya yang kurang partisipatis.
Selain itu, perusahaan dengan karyawan yang tingkat partisipasinya tinggi mamiliki
retemsi yang tinggi, sehingga biaya rekrutmen dan pelatihan rendah.

4. Sikap dan Konsistensi

11
Orang-orang yang mencari konsistensi dalam sikap dan perilakunya sendiri,
menandakan setiap individu berusaha untuk merekonsiliasi berbagai sikap yang berbeda
dan menyelaraskan antara sikap dan perilakunya agar terlihat rasional dan konsisten

5. Teori Disonansi Kognitif

Teori disonansi kognitif merupakan teori yang membahas mengenai perasaan


ketidaknyamanan seseorang yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran, dan perilaku yang
tidak konsisten serta memotivasi seseorang untuk mengambil suatu langkah untuk
mengurangi ketidaknyamanan tersebut.

Teori ini mengemukakan bahwa sekeras apa pun upaya kita untuk mengurangi
disonansi, ada tiga faktor yang menentukan: (1) pentingnya faktor-faktor yang
menciptakan disonansi, (2) tingkat pengaruh yang diyakini seseorang terhadap faktor-
faktor tersebut, dan (3) imbalan yang terdapat di dalam disonansinya.

6. Survei Sikap

Survei sikap (attitude survey) memberikan beragam penyataan atau pertanyaan


kepada karyawan tentang apa yang yang dirasakannya terhadap pekerjaan, kelompok
kerja, supervisor, atau organiasasi tempat orang tersebut bekerja.

7. Implikasi bagi Manajer


a) Manajer seharusnya tertarik pada sikap karyawan mereka karena hal ini
mempengaruhi perilaku karyawan. Karyawan yang puas dan berkomitmen,
misalnya, memiliki tingkat perputaran karyawan dan ketidakhadirsn yang lebih
rendah dari rata-rata. Apabila manajer ingin menjaga agar tingkat pengunduran
diri dan ketidakharian rendah–terutama pada karyawan yang lebih produktif–
manajer akan melakukan hal-hal yang bisa menghasilkan sikap kerja yang positif.
b) Manajer sebaiknya berfokus pada faktor-faktor yang telah terbukti kondusif
terhadap tingginya tingkat kepuasan kerja karyawan: membuat pekerjaan
menantang dan menarik, memberikan imbalan yang setimpal, dan menciptakan
kondisi kerja serta rekan kerja yang suportif.

12
c) Manajer sebaiknya juga menyurvei karyawan mengenai sikap mereka.
d) Terakhir, manajer sebaiknya mengetahui bahwa karyawan akan berusaha untuk
mengurangi disonansi.

C. Kepribadian

Kepribadian merupakan kombinasi unik dari pola emosional, pikiran, dan perilaku yang
mempengaruhi seseorang berekasi terhadap situasi dan berinteraksi dengan orang lain. Dua
pendekatan yang dapat menggambarkan kepribadian, yaitu.
1. MBTI (Myers-Briggs Type Indicator)

MBTI digunakan untuk mengetahui karakter kepribadian karyawan perusahaan


agar dapat ditempatkan pada bidang-bidang yang membuat potensi karyawan menjadi
optimal. Dari hasil tes tersebut, seseorang akan diklasifikasikan pada empat kategori
berikut.
a) Extroversion (E) vs Introversion (I)
Extrovert adalah orang yang aktif, sosial, dan asertif. Sedangkan orang
yang cenderung pada sifat introvert adalah orang yang pendiam dan pemalu.
b) Sensing vs Intuition
Orang bertipe sensing adalah orang yang praktis dan menyukai
keteraturan, memiliki kebutuhn tinggi untuk mencapai hasil akhir, tekun dalam
pekerjaan yang menuntut detail rutin, dan cenderung baik dalam pekerjaan yang

13
mebutuhkan keakuratan. Di sisi lain, orang yang bertipe intuition mengandalkan
proses tak sadar dan melihat gambaran besarnya.
c) Thinking atau Feeling
Tipe thinking akan menggunakan nalar dan logika dalam menangani
masalah, dan menyusun berbagai hal secara logis. Sedangkan tipe feeling akan
mengandalkan nilai dan emosi pribadi, dan berhubungan baik dengan orang
banyak.
d) Judging vs Perceiving
Tipe judging akan menginginkan kendali dan lebih menyukai dunianya
secara teratur dan terstruktur, perencana yang baik, tegas, dan punya tujuan. Tipe
perceiving adalah orang yang fleksibel dan spontan, penuh rasa ingin tahu,
adaptif, toleran, dan ingin mencari tahu segala hal tentang tugas itu sebelum
memulainya.

2. Model Big Five


Belakangan ini, penelitian telah menunjukkan bahwa ada lima dimensi
kepribadiam dasar yang mendasari aspek kepribadian lain dan meliputi kebanyakan
variasi yang signifikan dari kepribadian manusia.
Lima sifat kepribadian dalam Model Big Five ini antara lain:

a) Extraversion: kadar di mana seseorang itu ramah, senang berbicara, tegas, dan
nyaman dalam hubungan dengan orang lain.
b) Dapat Disetujui (Agreableness): Kadar di mana seseorang itu baik, kooperatif,
dan dapat dipercaya.
c) Kecermatan (Conscientiousness): Kadar di mana seseorang itu bertanggung
jawab, bisa diandalkan, gigih, dan berorientasi prestasi.
d) Stabilitas Emosi (Emotional Stability): Kadar di mana seseorang itutenang,
antusias, dan aman (positif); atau tegang, cemas, depresif, dan tidak aman
(negatif).
e) Keterbukaan Terhadap Pengalaman (Openness to Experience): Kadar di
mana seseorang itu memiliki banyak minat serta imajinatif, tertarik pada hal baru,
peka secara artistik, dan berilmu.

14
3. Wawasan Kepribadian Lain
Meskipun sifat-sifat didalam Model Big Five sangat relevan dalam memahami
perilaku, semua ini bukan menjadi satu-satunya sifat yang bisa menggambarkan
kepribadian seseorang.

Lima sifat kepribadian lain dapat menjadi ukuran yang ampuh untuk menelaah
perilaku dalam organisasi
a) Lokus Kendali (Locus of Control)
Lokus kendali pada kelompok pertama bersifat internal, dimana
orang-orang percaya bahwa dirinya dapat mengendalikan nasibnya sendiri.
b) Machiavellianisme
Seseorang yang bersifat machiavellianisme, cenderung pragmatis,
menjaga jarak emosi, dan percaya bahwa hasil akhir bisa membenarkan
cara yang dilakukan.
c) Harga Diri (Self Esteem)
Seseorang dengan harga diri yang tinggi meyakini bahwa dirinya memiliki
kemampuan yang diperlukan untuk meraih kesuksesan karier, dan cenderung
mengambil risiko lebih besar dalam seleksi pekerjaan.
d) Pemantauan Diri (Self-Monitoring)
Pemantauan diri adalah sifat kepribadian yang mengukur kemampuan
untuk menyesuaikan perilaku terhadap faktor-faktor situasional eksternal.
e) Mengambil Risiko (Risk Taking)
Individu yang lebih berani mengambil risiko hanya membutuhkan sedikit
waktu untuk mengambil keputusan dan menggunakan informasi yang kebih
sedikit dalam menjatuhkan pilihannya

4. Tipe-tipe Kepribadian dalam Berbagai Budaya


Kita mengetahui bahwa tidak ada tipe kepribadian umum terkait negara tertentu.
Anda, misalnya, bia menemukan pengambilan resiko tinggi dan rendah di semua
kebudayaan. Namun demikian, kebudayaan suatu negara mempengaruhi karakteristik
15
kepribadian dominan para penduduknya. Kita bia mengamati dampak dari budaya
nasional dengan melihat salah satu sifat kepribadian yaitu lokus kendali.

5. Emosi dan Kecerdasan Emosi


Emosi merupakan perasaan intens yang ditujukan kepada seseorang atau kepada
sesuatu. Enam bentuk emosi universal, contohnya kemarahan, ketakutan, kesedihan,
kebahagiaan, rasa jijik, dan rasa kaget. Kecerdasan emosi (emotional intelligence)
merupakan kemampuan untuk mengenali dan mengelola isyarat dan informasi emosi.
Kecerdasan emosi terdiri dari lima unsur.
a) Kesadaran diri, terkait kemampuan untuk menyadari apa yang dirasakan
b) Pengelolaan diri, terkait kemampuan untuk mengelola emosi
c) Motivasi diri
d) Empati, terkait kemampuan untuk merasakan perasaan orang lain
e) Kemampuan sosial, terkait kemampuan menangani emosi orang lain.

6. Implikasi bagi Manajer


Manajer akan memiliki karyawan yang berkinerja lebih baik dan lebih puas
apabila bisa menyesuaikan antar kepribadian karyawan dan pekerjaannya. Teori yang
paling sering diungkapkan yang berkaitan dengan kepribadian-pekerjaan dikembangkan
oleh seorang psikolog, John Holland, yang mengidentifikasi enam tipe kepribadian dasar.
Berikut enam tipe kepribadian dasar menurut John Holland:

16
D. Presepsi
Persepsi adalah tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan informasi sensoris guna
memberikan gambaran dan pemahaman tentang lingkungan.

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Presepsi


Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi meliputi keadaan atau karakteristik
dari orang yang dipersepsi, situasi sosial tempat persepsi terjadi, dan keadaan atau
karakteristik orang yang mempersespi (perseptor).

2. Teori Atribusi (atributin theory)


Teori atribusi dikembangkan untuk mengungkapkan bahwa apabila individu
mengamati perilaku, dirinya mencoba menentukan apakah itu disebabkan faktor internal
atau faktor eksternal. Penentuan apakah perilaku persepsi disebabkan oleh faktor
eksternal atau internal bergantung pada tiga faktor, mencakup ciri khas, konsensus, dan
konsistensi.

3. Jalan Pintas yang Digunakan dalam Menilai Orang Lain

17
Mudah untuk menilai orang lain apabila kita mengansumsikan merepa serupa
dengan kita. dalam kesamaan anggapan (assumed similarity), atau efek “seperti saya”,
presepsi pengamat terhadap orang lain lebih dipengaruhi oleh karakteristik pengamat
daripada orang yang diamati.
Ketika menilai orang lain berdasarkan presepsi kita terhadap suatu kelompok
dimana orang lain menjadi anggotanya, kita menggunakan jalan pintas yang disebut
stereotip (stereotyping).
Ketika kita membentuk kesan umum terhadap seorang berdasarkan karakteristik
tunggal, sepeerti kecerdasan, kemempuan bersosialisasi, atau penampilan, kita sedang
dipengaruhi oleh efek halo (hello effect).

4. Implikasi bagi Manajer


Manajer perlu mengenali bahwa karyawan bereaksi terhadap presepsi, bukan
realitas. Jadi, apakah penilaian manajer terhadap seorang karyawan benar-benar objektif
dan tidak mengalami bias atau apakah level gaji di organisasi tersebut merupakan salah
satu yang tertinggi di komunitas sekitar menjadi kurang relevan disbanding presepsi
karyawan.
Apabila individu mempresepsikan penilaian manajer ini mengalami bias atau
level gajinuya rendah, mereka akan berperilaku seolah-olah kondisi tersebut memang
nyata. Karyawan menyusun dan menafsirkan apa yang mereka lihat, jadi potensi distorsi
presepsi itu akan selalu ada.

E. Pembelajaran
Pembelajaran (learning), yaitu perubahasan permanen dalam perilaku yang terjadi akibat
pengalaman. Pembelajaran disertakan ke dalam diskusi tentang perilaku individu karena hamper
semua perilaku dapat dipelajari. Dua teori pembelajaran mencakup.

1. Operant Conditioning
Operant conditioning menekankan pembentukan perilaku sebagai dampak dari
efek yang ditimbulkannya. Burrhus Fredric Skinner berasumsi bahwa perilaku sehari-
hari adalah perilaku yang dipengaruhi oleh penguatan (reinforcement) dan dipelajari

18
2. Pembelajaran Sosial
Teori pembelajaran sosial (social learning theory) mengatakan bahwa perilaku
seseorang bukan semata mata refleksif otomatis dan stimulus saja, melainkan akibat
reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan manusia itu sendiri.
Pembelajaran sosial mencakup empat elemen, yaitu:
a) Proses Atensi. Orang-orang belajar dari seorang model ketika mereka mengenali
dan memperhatikan keistimewaannya. Kita sangat dipengaruhi oleh model yang
atraktif, selalu hadir, dianggap penting, atau dianggap serupa dengan kita.
b) Proses Retensi. Pengaruh seorang model bergantung pada ingatan seseorang
terhadap aksinya, bahkan ketika model itu tidak lagi ada.
c) Proses Reproduksi Motorik. Setelah seseorang melihat perilaku baru dengan
mengamati seorang model, hal yang dilihat itu akan diterapkan. Proses ini
menunjukkan bahwa seseorang sebenarnya dapat melakukan apa yang dilakukan
oleh model.
d) Proses Penguatan (reinforcement). Seseorang akan termotivasi mengikuti
perilaku sang model jika diberikan intensif atau penghargaan positif. Perilaku
yang diberikan penguatan akan diberi perhatian lebih, dipelajari dengan baik, dan
sering dilakukan.

3. Pembentukan: Sebuah Alat Manajerial


Karena pembelajaran terjadi saat dan sebelum bekerja, manajer memikirkan cara
agar karyawan berperilaku yang menguntungkan bagi organisasi. Sehingga, manajer akan
berusaha “mencetak” karyawan dengan memandu pembelajarannya secara bertahap. Hal
ini disebut pembentukan perilaku (shaping behavior).
Pikirkan sebuah situasi di mana perilaku karyawan sangat berbeda dari yang
diharapkan oleh manajer. Jika manajer menerapkan penguatan kepada karyawan hanya
ketika karyawan itu menunjukkan respons yang yang diharapkan, peluang terjadinya
penguatan sangat kecil. Pembentukan perilaku memberikan pendekatan logis untuk
mencapai perilaku yang diharapkan.

19
4. Implikasi bagi Manajer
Karyawan akan belajar ketika bekerja. Apakah kmanajer mampu mengelola
pembelajaran karyawan melalui penghargaan dan contoh yang diberitkan, ataukah
manajer akan membiarkan pembelajaran itu terjadi begitu saja?
Jika sekelompok kecil karyawan diberi penghargaan dengan kenaikan gaji dan
promosi, karyawan itu tidak memiliki alas an untuk mengubah perilaku mereka. Bahkan,
karyawan produktif yang melihat kelompok tersebut dihargai mungkin akan mengubah
perilakunya.

F. Isu-isu Perilaku Organisasi Terkini

1. Mengelola Perbedaaan Generasi


Gen Y dikenal sebagai generasi yang memiliki perilaku berbeda dengan
generasi sebelumnya, yakni Baby Boomers. Gen Y adalah orang-orang yang
dibesarkan dalam lingkungan yang sarat teknologi, sehingga Gen Y tidak segan untuk
bertatap muka secara online untuk membahas masalah. Sedangkan generasi Baby
Boomers lebih suka membahas masalah dalam pertemuan langsung.
2. Mengelola Perilaku Negatif di Tempat Kerja
Mencegah perilaku buruk di tempat kerja dapat dilakukan dengan menyaring
karyawan potensial yang memiliki kepribadian tertentu dan merespons dengan cepat
dan tegas terhadap perilaku negative yang tidak bisa dibenarkan.

20
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Manajer akan memiliki karyawan yang berkinerja lebih baik dan lebih puas apabila bisa
menyesuaikan antara kepribadian karyawan dengan pekerjaanya. Manajer senantiasa akan
memilih karyawan dengan tipe sosial, yaitu menyukai aktivitas yang melibatkan pemikiran,
pengelolaan, dan pemahaman yang memiliki karakteristik pribadi pandai bergaul, ramah,
kooperatif, dan pengertian, seperti pekerja sosial, guru, konselor, atau psikolog klinis.
Individu yang gemar bersosialisasi sebaiknya ditempatkan dalam jenis pekerjaan yang
“berkaitan dengan orang” , dan sebagainya. Mwnjadi manajer yang sukses dan meraih tujuan
berarti juga harus bekerja baik dengan orang lain yang berada di dalam dan di luar organisasi.
Agar dapat bekerja sama dengan efektif, orang orang perlu saling memahami.

21
DAFTAR PUSTAKA
Robbins, Stephen P. Manajemen Jilid 1 E 13. San Diego Unniversity. Jakarta: Penerbit Erlangga.
https://www.coursehero.com/u/file/36807405/Chapter-15-memahami-dan-mengelola-perilaku-
individu-versi-limitdocx/#question
https://www.coursehero.com/u/file/60130692/MEMAHAMI-DAN-
MENGELOLAdocx/#question
https://blog.ub.ac.id/taniafristylia/2013/01/02/bab-13-memahami-perilaku-individu/

22

Anda mungkin juga menyukai