Anda di halaman 1dari 81

Root Cause Analysis sebagai

solusi perbaikan di era pandemi


Covid-19
dr Bambang Tutuko SpAn KIC

Workshop PMKP di Era Pandemi Covid-19


Pertemuan Ilmiah Tahunan dan Semiloka Nasional Akreditasi RS Ke VI
Online , 7 April 2021
Komisi Akreditasi Rumah Sakit
Dr Bambang Tutuko SpAn KIC

PENDIDIKAN:
• Dokter, FKUI 1979
• Sepamilwa ABRI , 1980
• Diktap POLRI , 1982
• Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif , FKUI 1989
• Konsultan Intensive Care , FKUI 1997

JABATAN SAAT INI:


• Ketua Komite Medik RS Premier Bintaro , 2009 - sekarang
• Ketua Sub-komite Etik Rumah Sakit, RS Medistra 2010 - sekarang
• Institut Keselamatan Pasien RS PERSI , 2012 - 2015 , 2015 - 2018
• Wakil Ketua MAKERSI IRSJAM 2020 - 2023
• Ketua Dewan Spesialis dan Sub-spesialis, MPPK IDI 2018 – 2021
• Ketua Komite Nasional Keselamatan Pasien , Kemenkes RI 2020 - 2023
Dr Bambang Tutuko SpAn KIC
RIWAYAT ORGANISASI DAN PEKERJAAN:
• Dokter POLRI 1981 - 2006
• Past President PERDATIN , 2007 - 2009 dan 2010 - 2013
• Anggota Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian PB IDI , 2009 - 2012 , 2012
- 2015 , 2015 - 2018
• Anggota BP2KB PB IDI 2009 - 2012 , 2012 - 2015
• Anggota Kompartemen Pengendalian Infeksi Rumah Sakit PERSI , 2012 - 2015
• Member of Safety and Quality of Patient Committee, World Federation of
Societies of Anaesthesiologists , 2012 - 2016
• Past Chairman of Confederation of ASEAN Society of Anesthesiologists , 2013 –
2015
• Anggota Komite Nasional Keselamatan Pasien , Kemenkes RI 2018 - 2021
Dampak pandemic covid-19 pada layanan
kesehatan, dilihat dari survei IHF bersama
ISQUA 2020

Tinjauan apakah RCA yang biasa kita lakukan


sesuai dg harapan
Pokok-pokok
bahasan: Pendekatan RCA yang lebih sesuai dari NPSF
(yang didukung oleh IHI dll), ditinjau dari
regulasi kita dan cara yang kita lakukan

Simulasi kasus RCA


• This survey was designed to frame the WHO
Global Consultation on Patient Safety, which
was held from 24 to 26 February 2020 to
kick off the development of the Global
Patient Safety Action Plan.
• In February 2020, the IHF disseminated a
short survey on national safety plans to its
Full Members, hospitals’ national / regional
representatives. At the same time ISQua
disseminated their survey asking how well
incident reporting is in place, and if the
outcomes improve the 'no blame no shame'
approach to their Individual and
Institutional Members.
- Budaya dasar praktik keselamatan pasien dan prosesnya
Survey February 2020: harus diimplementasikan lebih lanjut melalui manajemen
dan kepemimpinan organisasi, termasuk identifikasi praktik
yang baik dan pelatihan, pengakuan & insentif PPA yang
lebih baik, implementasi budaya keselamatan, keterlibatan
pasien, dan sistem pelaporan insiden.
- Manajemen krisis dan keselamatan harus ditangani lebih
baik, melalui kesiapsiagaan dan kerja tim multiprofesional
yang lebih baik, a.l. proses klinis untuk keputusan etis dan
penggunaan telemedicine.
- Proses pengukuran dan evaluasi melalui penilai eksternal,
standarisasi indikator dan tolok ukur.
- Keselamatan fisik dan mental staf
- Memastikan sumber daya yang cukup tersedia sepanjang
perawatan yg kontinyu dan ada di seluruh fasilitas
- Infrastruktur dan flow di rumah sakit sebagai celah dalam
kebijakan mereka.

- Kategori ini sebagian besar tentang memastikan memiliki


Survey July 2020: sumber daya manusia, keuangan dan material (57%) untuk
mengelola krisis tanpa membahayakan staf dan
keselamatan pasien.
- Flow orang dan Infrastruktur sbg bag dari Pengendalian
Infeksi. RS yg kelebihan beban, aliran pasien Covid-19 -
termasuk yang asimtomatik, pasien non-Covid dan
pengunjung, mendorong untuk segera menyesuaikan
manajemen pengendalian infeksi, melalui aliran "orang"
yang lebih baik, di dalam maupun di luar RS.
- Promosi Kesehatan, Kesadaran masyarakat dan
Komunikasi (17%). Perlu promosi kesehatan agar
masyarakat menerapkan perilaku yg baik terkait kebersihan
dan jarak fisik / sosial sebelum krisis atau wabah terjadi.
Komunikasi transparan dan up-to-date di dalam / di luar RS
- Dukungan psikososial untuk pasien dan nakes, lockdown
dan strategi jarak sosial menyebabkan kesendirian pasien,
yg berdampak pd keamanan mental dan fisik.
Beberapa pertanyaan dan jawaban dari
SurveyMonkey ISQUA:
Bagaimana insiden diinvestigasi?
Tanggapan tentang bagaimana insiden dinvestigasi serupa dalam survei Februari dan Juli. Proses investigasi yang paling umum adalah
Analisis Akar Masalah (RCA). Dari responden, hanya tiga yang menyebutkan bahwa tersedia Kerangka Kerja Nasional untuk pelaporan
insiden, Irlandia, Jepang, dan Taiwan.
Apakah ada proses pembelajaran terkait dengan insiden?
Meskipun 90% responden di bulan Februari mengatakan bahwa mereka telah menerapkan Sistem Pelaporan Insiden, hanya 73% dari
mereka yang juga memiliki proses pembelajaran. Dari survei Juli, hanya 72% dari mereka yang memiliki sistem, juga memiliki proses
pembelajaran.
Nampaknya diseminasi adalah masalah utama dengan proses tersebut. Meskipun sebagian besar organisasi mengakui dan mencatat
insiden, pembelajaran / pengajaran pasca-insiden tidak cukup untuk memastikan bahwa insiden tersebut tidak terulang.
Bagaimana kamu belajar? (Tutup Celah / Close the Gap, dll.)
Contoh yang diberikan di kedua survei menunjukkan tema serupa di sebagian besar negara. Pembelajaran berasal dari diskusi dalam
ngerumpi / tim, perubahan perilaku, analisis akar masalah (RCA), menutup celah dan umpan balik. Sebuah kesimpulan dari hal ini
tentang pentingnya keterbukaan masalah dengan staf dan memungkinkan staf untuk berbicara tentang insiden.
Kellogg KM, et al. BMJ Qual Saf 2017;26:381–387. doi:10.1136/bmjqs-2016-005991

RCAs over an 8-year period at a major academic medical institution.

The most common event types involved a procedure complication, followed by cardiopulmonary
arrest, neurological deficit and retained foreign body.

the most common solution types were training (20%), process change (19.6%) and policy
reinforcement (15.2%). We found that multiple event types were repeated in the study period,
despite repeated RCAs.

This study found that the most commonly proposed solutions were weaker actions, which were less
likely to decrease event recurrence. These findings support recent attempts to improve the RCA
process and to develop guidance for the creation of effective and sustainable solutions to be used
by RCA teams.
Our current approach to root cause analysis: is it
contributing to our failure to improve patient safety?

Diskusi:
Tujuan RCA ada dua. Pertama, proses tersebut bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang
berkontribusi, dengan fokus pada bahaya laten dalam sistem, yang berkontribusi terhadap terjadinya
peristiwa tersebut. Yang kedua adalah mengembangkan solusi atau usulan perubahan yang begitu
diterapkan, akan menghilangkan atau mengurangi bahaya dan oleh karena itu mengurangi kemungkinan
kejadian serupa dapat terjadi di masa depan.
RCA dalam asuhan kesehatan sering berfokus pada upaya untuk memperbaiki individu daripada
perbaikan sistem, sementara bidang teknik keselamatan menunjukkan kepada kita bahwa intervensi
tingkat sistem lebih efektif
Pendidikan atau perubahan kebijakan, secara inheren lebih lemah daripada yang melibatkan desain ulang
produk atau proses
Perubahan berbasis sistem terbukti paling efektif dalam mengurangi insiden keselamatan di industri lain;
Namun, ini belum menjadi standar praktik dalam keselamatan pasien dalam asuhan kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien
• Pasal 18
• Setiap Insiden harus dilaporkan secara internal kepada tim Keselamatan Pasien dalam
waktu paling lambat 2x24 (dua kali dua puluh empat) jam dengan menggunakan format
laporan sebagaimana tercantum pada Formulir 1.
• Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diverifikasi oleh tim Keselamatan Pasien
untuk memastikan kebenaran adanya Insiden.
• Setelah melakukan verifikasi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim
Keselamatan Pasien melakukan investigasi dalam bentuk wawancara dan pemeriksaan
dokumen. (4) Berdasarkan hasil investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tim
Keselamatan Pasien menentukan derajat insiden (grading) dan melakukan Root Cause
Analysis (RCA) dengan metode baku untuk menemukan akar masalah.
Standar Akreditasi: SNARS 1.1
Standar PMKP 9
• Rumah sakit menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan pasien baik internal maupun eksternal.

Standar PMKP 9.1


• Rumah sakit telah menetapkan jenis kejadian sentinel, serta melaporkan dan melakukan analisis akar masalah (root cause analysis).
• Definisi kejadian sentinel termasuk yang ditetapkan seperti diuraikan mulai dari butir 1 sampai huruf 6 dapat ditambahkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang ada atau kejadian yang menurut pandangan rumah sakit harus ditambahkan
sebagai kejadian sentinel. Semua kejadian yang sesuai dengan definisi harus dilakukan analisis akar masalah (RCA=root cause analysis).
Analisis dan rencana tindakan selesai dalam waktu 45 hari setelah kejadian. Tujuan AAM (analisis akar masalah) adalah agar rumah sakit
dapat mengerti dengan baik dan komprehensif asal kejadian. Apabila AAM menunjukkan perbaikan sistem atau tindakan lain dapat
mengurangi risiko seperti itu terjadi lagi, rumah sakit merancang ulang proses dan mengambil tindakan yang perlu dilakukan. Kejadian
sentinel bukan indikator terkait dengan pelanggaran hukum (lihat juga TKRS 4.1).
• Penting untuk diperhatikan bahwa istilah kejadian sentinel tidak selalu mengarah pada kepada kekeliruan (error) atau kesalahan
(mistake) maupun memberi kesan pertanggungjawaban legal (liability) tertentu.
Herkutanto
GURU BESAR FAKULTAS KEDOKTERAN UI
■ Ketua Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
Kementerian Kesehatan RI, 2012 - 2015
■ Ketua Konsil Kedokteran, Konsil Kedokteran Indonesia,
2014 - 2019
■ Ketua Tim Penanganan Kasus Sentinel BUPIVACAINE:
❑ 2015 : RS. Siloam
❑ 2016 : 12 Rumah Sakit Seluruh Indonesia

Pendidikan dibidang Kedokteran Pendidikan dibidang Hukum


■ Doktor (S3), Dokter, Spesialis Forensik - ■ Sarjana Hukum (SH) Universitas
Universitas Indonesia Indonesia, Fakultas Hukum
■ Master of Laws (LL.M) La Trobe
■ Grad. Dip. Forens.Med. - Monash
University, Australia School of Law
University, Australia
1
HERKUTANTO
4
What Is Root Cause Analysis?

• analisis akar penyebab: suatu proses identifikasi faktor dasar


atau faktor penyebab yg mendasari suatu variasi dalam unjuk
kerja / hasil, termasuk kekerapan atau kemungkinan terjadinya
suatu kejadian sentinel.
• kejadian sentinel: suatu peristiwa yg tidak terduga yg
menyangkut kematian, atau cedera fisik atau cedera psikologis
yg serius, atau risiko dari padanya.
RCA2 : Improving Root Cause Analysis and Actions to Prevent Harm

EXECUTIVE SUMMARY
Traditionally, the process employed to accomplish this learning has
been called root cause analysis (RCA), but it has had inconsistent
success. To improve the effectiveness and utility of these efforts,
we have concentrated on the ultimate objective: preventing future
harm. Prevention requires actions to be taken, and so we have
renamed the process Root Cause Analysis and Action, RCA2
(RCA “squared”) to emphasize this point.

This document answers questions integral to patient safety and the


root cause analysis process including how to:

- Triage adverse events and close calls/near misses


- Identify the appropriate RCA2 team size and membership
- Establish RCA2 schedules for execution
- Use tools provided here to facilitate the RCA2 analysis
- Identify effective actions to control or eliminate system vulnerabilities
- Develop Process/Outcome Measures to verify that actions worked as
planned
- Use tools provided here for leadership to assess the quality of the RCA2
process
RCA2 : Improving Root Cause Analysis and Actions to
Prevent Harm

• Risk-Based Prioritization of Events, Hazards, and System Vulnerabilities Sistem ini lebih
unggul dari yang hanya berdasarkan pada bahaya atau cedera. Dalam pendekatan
berbasis bahaya, yang saat ini paling umum digunakan, suatu peristiwa harus
menyebabkan cedera pada pasien untuk dilakukan RCA. Sistem berbasis risiko
memprioritaskan bahaya dan kerentanan yang mungkin belum menyebabkan bahaya
sehingga bahaya dan kerentanan ini kemudian dapat dikurangi atau dihilangkan sebelum
kerusakan terjadi.
• Close calls (also called near misses or good catches) juga harus diprioritaskan
menggunakan matriks risiko dengan menanyakan apa keparahan atau konsekuensi yang
masuk akal untuk suatu peristiwa, bahaya, atau kerentanan, dan juga ditambah dengan
kemungkinan atau probabilitas kejadian / skenario bahaya yang bisa terjadi .
21 LANGKAH JCI Edisi 4 7 KELOMPOK LANGKAH JCI Edisi 4

1: Organize a Team
2: Define the Problem 1 INISIASI & RUMUSKAN MASALAH
3: Study the Problem
4: Determine What Happened
5: Identify Contributing Process Factors 2 TETAPKAN PERISTIWA SENTINEL
6: Identify Other Contributing Factors
7: Measure, Collect, Assess Data on Proximate and Underlying Causes
3 TETAPKAN CRITICAL EVENT / CMP
8: Design and Implement Immediate Changes
9: Identify Which Systems Are Involved—The Root Causes
10: Prune the List of Root Causes 4 TETAPKAN AKAR MASALAH
11: Confirm Root Causes and Consider Their Interrelationships
12: Explore and Identify Risk Reduction Strategies
TETAPKAN UPAYA
13: Formulate Improvement Actions 5
14: Evaluate Proposed Improvement Actions PENANGGULANGAN RISIKO
15: Design Improvements UJI COBA UPAYA PENANGGULANGAN
16: Ensure Acceptability of the Action Plan 6
RISIKO
17: Implement the Improvement Plan
18: Develop Measures of Effectiveness and Ensure Their Success
UJI COBA UPAYA IMPLEMENTASI
19: Evaluate Implementation of Improvement Efforts 7
20: Take Additional Action UPAYA PENANGGULANGAN RISIKO
21: Communicate the Results

Herkutanto
Tetap menggunakan rincian komponen JCI yang sama
LANGKAH ROOT CAUSE ANALYSIS

1. Inisiasi dan merumuskan masalah


I
N
V 2. Melakukan investigasi
E
S
T
I 3. Petakan kronologi Kejadian
G
A (Narrative chronology, Timeline, Tabular Timeline,
S Time Person Grid)
I

4.Menganalisis akar masalah


A
N
A
L 5. Analisis barrier dan mendesain proses pencegahan
I
S
A
I
M 6. Uji coba proses perbaikan
P
R
O
V
E 7. Rekomendasi & Rencana Kerja untuk Improvement
NPSF: RCA2
Appendix 1:

NPSF: RCA2
Penentuan Sentinel: Risk Grading Matrix
Potential Concequences
Frekuensi/ Insignificant Minor Moderate Major Catastropic
Likelihood 1 2 3 4 5
Sangat Sering Terjadi
(Tiap mgg /bln) Moderate Moderate High Extreme Extreme
5
Sering terjadi
(Bebrp x /thn) Moderate Moderate High Extreme Extreme
4
Mungkin terjadi
(1-2 thn/x) Low Moderate High Extreme Extreme
3
Jarang terjadi
(2-5 thn/x) Low Low Moderate High Extreme
2
Sangat jarang sekali (>5
thn/x) Low Low Moderate High Extreme
1
Dapat teratasi Manajer tingkat harus menilai Review terinci dan & Review terinci dan &
dengan konsekuensi perihal biaya tindakan segera harus tindakan segera perlu
perbaikan untuk mengendalikan risiko diambil oleh manajer dilakukan pada tingkat
prosedur tersebut senior Direksi
NPSF: RCA2
RCA2 : Improving Root Cause Analysis and Actions to
Prevent Harm
• With the new information acquired through the review process, teams are in a position to identify
contributing factors. Tools such as Cause and Effect Diagramming (a sample is presented in Appendix
5) and the “Five Whys,” best known as the Five Rules of Causation (see Appendix 6), may also be
used to identify and document contributing factors, but their use is not mandatory. The Cause and
Effect Diagram is an investigative tool as well as a means to improve communication to stakeholders.
Health care processes are complex, and there are many contributing factors to adverse events or near
misses that when identified and addressed will improve patient safety.
• Review teams should strive to identify the multiple contributing factors and not stop the analysis
when only a single contributing factor is found. Once identified, contributing factors should be
identified in a manner that focuses on system issues and does not assign blame to one or more
individuals. Applying the Five Rules of Causation to each contributing factor statement will help
ensure that this goal is met. It is important that supporting evidence or rationale be provided in the
report to corroborate or substantiate why a contributing factor was selected.
NPSF: RCA2 Herkutanto
Why Is “Human Error” Not an Acceptable Root Cause?
Meskipun mungkin benar bahwa human error bisa tersangkut dalam KTD, tetapi kejadian kesalahan manusia itu
sendiri menyiratkan bahwa hal itu dapat terjadi lagi. Kesalahan manusia tidak bisa dihindari. Jika seorang provider
yang baik dan terlatih yang bekerja di lingkungan tipikal membuat kesalahan, ada faktor sistem yang memfasilitasi
kesalahan tersebut. Sangat penting bagi kita untuk memahami faktor-faktor sistem tersebut sehingga kita dapat
menemukan cara untuk menghilangkannya atau mengurangi efeknya.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan keamanan dalam jangka panjang dan tidak membiarkan kejadian serupa
terjadi. Jika provider yang terlibat didisiplinkan, dinasihati, atau dilatih ulang, kita dapat mengurangi kemungkinan
peristiwa tersebut akan terulang kembali dengan provider tersebut, tetapi kita tidak membahas kemungkinan bila
peristiwa tersebut terjadi dengan provider lain dalam keadaan yang sama. Pelatihan yang lebih luas juga bukan solusi
yang efektif; selalu ada turnover. Hal ini tercermin pada Figure 3, the Action Hierarchy, yang didasarkan pada prinsip
rekayasa keselamatan yang digunakan selama lebih dari 50 tahun dalam industri yang kritis terhadap keselamatan.
Solusi yang menangani kesalahan manusia secara langsung (seperti remediasi, pelatihan, dan implementasi kebijakan)
semuanya merupakan solusi yang lebih lemah. Solusi yang menangani sistem (seperti perubahan tempat kerja atau
perangkat fisik dan perubahan proses) jauh lebih kuat. Inilah mengapa sangat penting untuk memahami faktor sistem
yang memfasilitasi kesalahan manusia dan mengembangkan solusi sistem.
Tim penilai tidak boleh membatasi diri saat mengidentifikasi tindakan korektif. Ini penting karena tugas tim adalah
mengidentifikasi dan merekomendasikan tindakan paling efektif yang dapat mereka pikirkan, dan merupakan
tanggung jawab pimpinan memutuskan apakah manfaat yang akan direalisasikan sepadan dengan investasi,
mengingat biaya peluang dan dampaknya terhadap sistem secara umum. Hanya pimpinan puncak organisasi yang
dapat mengambil risiko bagi organisasi, dan ini adalah tanggung jawab yang tidak boleh didelegasikan.
NPSF: RCA2
NPSF: RCA2
Teknik RCA 4: Menentukan akar masalah
Tiga kriteria untuk menentukan apakah suatu penyebab merupakan akar
masalah terjadinya insiden:
A. Apakah insiden tetap terjadi, walau penyebab tersebut tidak terjadi?

B. Apakah insiden dapat berulang dengan faktor-faktor penyebab yang serupa


walaupun penyebab telah dikoreksi atau dihilangkan?
C. Apakah kondisi yang serupa tetap terjadi, walau penyebab telah dikoreksi
atau dihilangkan?
Jika jawaban dari ketiga pertanyaan tersebut adalah TIDAK, maka penyebab
yang telah diidentifikasi tersebut merupakan AKAR MASALAH.
Herkutanto
Kapan RCA perlu dinilai ulang

Jika salah satu atau lebih dari faktor berikut ini benar, maka tinjauan RCA2 spesifik Anda atau proses RCA2 Anda secara umum perlu diperiksa ulang
dan direvisi karena gagal:
• Tidak ada faktor penyebab yang teridentifikasi, atau faktor penyebab tidak memiliki data atau informasi pendukung.
• Satu atau lebih individu diidentifikasi sebagai penyebab kejadian; faktor penyebab mengarah pada kesalahan manusia atau menyalahkan.
• Tidak ada tindakan kekuatan yang lebih kuat atau menengah yang diidentifikasi.
• Pernyataan sebab akibat tidak sesuai dengan Lima Aturan Penyebab (lihat Lampiran 6).
• Tidak ada tindakan korektif yang diidentifikasi, atau tindakan korektif tampaknya tidakmengatasi kerentanan sistem yang diidentifikasi oleh faktor-
faktor yang berkontribusi.
• Tindak lanjut tindakan ditugaskan kepada kelompok atau komite dan bukan kepada individu.
• Tindakan tidak memiliki tanggal penyelesaian atau proses yang berarti dan ukuran hasil.
• Peninjauan acara membutuhkan waktu lebih dari 45 hari untuk menyelesaikannya.
• Ada sedikit keyakinan bahwa menerapkan dan mempertahankan tindakan korektif akan berhasil
secara signifikan mengurangi risiko kejadian serupa di masa depan.

NPSF: RCA2
NPSF: RCA2
RCA2 : Improving Root Cause Analysis and
Actions to Prevent Harm

Mengukur Implementasi dan Efektivitas Action / Tindakan


• Untuk meningkatkan keselamatan pasien, tindakan korektif harus diterapkan dan keefektifannya diukur.
Untuk memastikan bahwa tindakan diimplementasikan, tetapkan individu, bukan komite, tanggung jawab
untuk setiap tindakan, dan tetapkan tanggal untuk menyelesaikan tindakan. Individu ini harus memiliki
otoritas untuk melakukan perubahan dan sumber daya atau akses ke sumber daya untuk melaksanakan
tindakan. Beberapa individu atau sebuah komite tidak boleh diberi tanggung jawab ini karena melakukan hal
itu melemahkan akuntabilitas dan merusak kemungkinan implementasi yang berhasil.
• Setiap tindakan yang diidentifikasi oleh tim peninjau memerlukan setidaknya satu ukuran, yang dapat
berupa ukuran proses atau ukuran hasil. Ukuran proses mungkin sesuatu yang sederhana seperti
mendokumentasikan bahwa tindakan tersebut telah dilaksanakan. Untuk keseluruhan proses RCA2, adalah
bijaksana untuk memiliki kombinasi pengukuran proses dan hasil. Langkah-langkah proses memastikan
tindakan telah dilaksanakan, sedangkan ukuran hasil menentukan apakah tindakan itu efektif. Lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan tindakan tersebut juga harus dipertimbangkan.
NPSF: RCA2
RCA2 : Improving Root Cause Analysis and Actions
to Prevent Harm
• Mengukur Implementasi dan Efektivitas Action / Tindakan
• Keseimbangan harus dicapai antara ketepatan dan keakuratan pengukuran yang
diperlukan dan kesimpulan apa yang akan diizinkan sebagai lawan dari sisi negatifnya jika
keefektifannya tidak ditentukan secara akurat. Tindakan harus mengidentifikasi apa yang
sedang diukur, oleh siapa, tingkat kepatuhan apa yang diharapkan, dan tanggal tertentu
pengukuran tersebut akan dinilai. Seorang individu, bukan komite atau kelompok, harus
bertanggung jawab untuk memastikan efektivitas tindakan ditinjau. (Lampiran 7
memberikan struktur Tabel Penyebab, Tindakan, Proses / Hasil, ditambah contoh
pernyataan sebab akibat.) Ketika tindakan telah diukur, CEO, tim peninjau, pasien, dan /
atau keluarga pasien harus diberikan umpan balik tentang keefektifannya.

NPSF: RCA2
RCA2 : Improving Root Cause Analysis and Actions to Prevent Harm
Umpan balik
Penting agar staf yang terlibat serta pasien / keluarga yang terlibat diberikan umpan balik tentang temuan proses RCA2, dan diberi
kesempatan untuk mengomentari apakah tindakan yang diusulkan masuk akal bagi mereka. Umpan balik kepada organisasi secara
keseluruhan juga penting untuk menciptakan budaya keselamatan dan pelaporan, memungkinkan staf untuk melihat peningkatan yang
dihasilkan dari laporan ini.
Kepemimpinan dan Dukungan Dewan
Agar proses RCA2 berhasil, sangat penting bahwa itu didukung oleh semua tingkat organisasi termasuk ketua eksekutif dan dewan direksi,
sebagaimana ditunjukkan dengan investasi sumber daya yang sesuai. Setiap tindakan yang direkomendasikan oleh tim peninjau harus
disetujui atau tidak disetujui, dan lebih disukai oleh CEO atau oleh anggota manajemen puncak lain. Jika suatu tindakan tidak disetujui,
alasan penolakannya harus didokumentasikan dan dibagikan dengan tim RCA2 sehingga implementasi pencegahan kendala dapat dipahami
dan tindakan lain dikembangkan oleh tim untuk menggantikannya, kecuali jika tindakan tersebut secara efektif ditangani di rencana aksi.
Hasil RCA2 pada peristiwa signifikan seperti yang didefinisikan oleh organisasi — termasuk bahaya yang teridentifikasi, penyebabnya, dan
tindakan korektifnya — harus dipaparkan kepada dewan direksi untuk ditinjau dan dikomentari. Gambar 3 dan 4 menyajikan alat bantu
kognitif yang dapat digunakan oleh CEO dan anggota dewan saat meninjau laporan RCA2. Alat-alat ini akan membantu CEO dan dewan dalam
membuat penilaian kualitatif untuk menentukan apakah tinjauan RCA2 yang menyeluruh telah diselesaikan. Pemimpin kemudian perlu
menentukan penerapan temuan pada skala yang lebih luas di seluruh organisasi mereka atau di luar dan mengambil tindakan lebih lanjut yang
sesuai jika diperlukan. Direkomendasikan agar peninjauan laporan RCA2 ditambahkan ke agenda rapat dewan direksi sebagai topik yang
berulang sebagai bagian dari upaya untuk menangani manajemen risiko perusahaan. Keterlibatan kepemimpinan dan dewan yang terlihat dan
nyata menunjukkan bahwa proses analisis dan tindakan akar masalah itu penting.
NPSF: RCA2
Mengukur Efektivitas dan Keberlanjutan Proses
RCA2

Direkomendasikan agar program RCA2 ditinjau setiap tahun oleh kepemimpinan senior dan dewan untuk efektivitas dan
peningkatan berkelanjutan. Berikut ini adalah contoh tindakan yang mungkin berguna:
• Persentase faktor yang berkontribusi yang ditulis untuk memenuhi Lima Aturan Penyebab
• Persentase tinjauan RCA2 dengan setidaknya satu tindakan kekuatan menengah atau lebih kuat
• Persentase tindakan yang diklasifikasikan sebagai kekuatan lebih kuat atau menengah
• Persentase tindakan yang dilaksanakan tepat waktu
• Persentase tindakan yang diselesaikan
• Audit atau pemeriksaan lain yang secara independen memverifikasi bahwa mitigasi bahaya telah dipertahankan dari
waktu ke waktu
• Kepuasan staf dan pasien dengan proses peninjauan RCA2 (survei)
• Tanggapan atas pertanyaan survei AHRQ yang berkaitan dengan proses tinjauan RCA2
• Persentase hasil RCA2 yang disajikan kepada dewan
NPSF: RCA2
SIMULASI KASUS

LAPORAN KESELAMATAN PASIEN


Kejadian tidak diharapkan yaitu: henti jantung pada pasien yang
menjalani operasi apendektomi emergency di kamar operasi

Kategori: Kejadian sentinel --- diperlukan Root Cause Analysis


(RCA)
Teknik RCA: Langkah 1 Inisiasi dan Merumuskan Masalah

“ Membentuk tim”
Umumnya tim dibentuk secara ad hoc, dengan jumlah maksimal anggota tim adalah 9
orang (jumlah ganjil)
Anggota tim terdiri dari staf rumah sakit dari tiap level yang berhubungan atau
terlibat dengan isu atau kejadian tidak diharapkan (memahami alur proses kegiatan)
dan otoritas rumah sakit yang memiliki kewenangan memutus (eksekutif RS).
Tim dipimpin oleh seorang ketua yang dihormati, memiliki pengetahuan luas
mengenai organisasi rumah sakit dan memiliki kemampuan melakukan RCA. Selain
itu, ia juga memiliki kemampuan untuk “mengajak” anggota tim untuk aktif.

Herkutanto
LANGKAH 1:
Pembentukan Tim RCA dan Merumuskan Masalah
• Tim dibentuk berdasarkan SK Direktur RS X, berjumlah anggota : 9 orang.
• Klasifikasi tim
1. Ketua Tim
→ memahami proses RCA, memiliki kemampuan memfasilitasi tim
1. Anggota : anggota Tim Mutu (dokter UGD), anggota Tim Keselamatan Pasien, Kepala
Seksi Pelayanan Medik, Ketua Komite Medik (Dokter Spesialis), Manajer on Duty,
Kepala Seksi Keperawatan (mantan kepala ruangan kamar operasi), Perawat Rawat
Jalan, Penata Anestesi.
2. Memiliki komitmen pada kegiatan keselamatan pasien dan pernah mengikuti
pelatihan keselamatan pasien.
• MEMBUAT TIME TABLE DAN URAIAN TUGAS
LANGKAH 1: Merumuskan Masalah

• Menggunakan: WHAT, WHO, WHEN, WHERE, AND HOW

HENTI JANTUNG (what) PADA PASIEN ANAK (who) YANG


MENGALAMI BRONKOSPASME (how) SAAT SEDANG
MENJALANI OPERASI (when) LAPARATOMI APPENDEKTOMI
EMERGENCY DI KAMAR OPERASI (where)
• Pengumpulan Data
– Fokus pada upaya pengumpulan data
– Mengkaji Rumusan Masalah
– Kumpulkan data sepanjang hal2 terkait dengan apa yang tengah
dicari (sesuai rumusan masalah)

• Tiga Jenis Informasi Utama


1. Pernyataan saksi dan pengamatan pada mereka yang dekat
dengan peristiwa KTD, langsung maupun tak langsung
2. Bukti-bukti fisik yang terkair dg KTD atau Nyaris Cedera
3. Dokumentasikan bukti2

Herkutanto

Langkah 1
Teknik RCA: Langkah 2 Investigasi
“Mempelajari insiden: Investigasi”
• Mengumpulkan informasi : laporan kronologis, pernyataan tertulis,
rekaman audio-video (mengumpulkan bukti fisik), rekam medis,
pedoman/guideline/standar prosedur, dll.
• Selama proses investigasi, anggota tim harus menghindari situasi
menyalahkan seseorang dan merangsang setiap individu untuk berbicara
bebas.
• Setiap bukti yang dikumpulkan harus dikumpulkan, dilabel dan disimpan
serta dijaga kerahasiaannya.
LANGKAH 2: INVESTIGASI
1. Pengumpulan dokumen : Kebijakan, Pedoman, SOP Pelayanan Bedah
dan Anestesi RS X, dan SOP pendukung lainnya.
2. Rekam Medis Pasien
3. Wawancara : dokter bedah, dokter anestesi, dokter anak, perawat
poliklinik, perawat bedah, dan perawat anestesi → transkrip wawancara
4. Bukti fisik lainnya:
a. Foto: kamar operasi, obat dan alat emergency, ruangan poliklinik
b. Video: kegiatan pelayanan di kamar operasi
→ Penemuan-penemuan selama proses investigasi yang tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip keselamatan pasien atau memiliki risiko/potensi
terjadi insiden → ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi matriks.
TEKNIK RCA 2: MEMBUAT PETA KRONOLOGIS
“Menentukan apa yang terjadi dan mengapa: Proximate
Cause”
• Membuat peta kronologis kejadian dalam bentuk “flow chart”.

Incident
KTD

• Setiap kotak berisikan subjek, predikat dan objek.

Herkutanto
STRATEGY OF PROBING

What else
■ WHAT What if …

Why not
■ WHY What if …

■ WHEN Why that time


Who can proof

■ WHO Why him


How could he ….
■ HOW
How much
How long
Herkutanto

Langkah 2
• Bentuk utama komunikasi kita adalah melalui
laporan kronologis kejadian (storytelling)
• laporan kronologis terdiri dari 4 elemen yang
berhubungan dengan
– Manusia (who)
– Benda (what)
– Kerangka waktu linier (when)
– Tempat (where)
• Contoh: Incident report
Herkutanto

Langkah 2
• Hakekat suatu laporan kronologis kejadian
adalah suatu
– “urutan kejadian”
– dimulai dari suatu “titik tertentu” di masa lampau
– Titik tertentu tersebut “disepakati” (arbitrer) dan
belum tentu benar
• Dapat mengarahkan pembaca laporan pada
suatu konsekensi tertentu (dengan statement2
yang tersirat)

Herkutanto

Langkah 2
LANGKAH 2: MEMBUAT KRONOLOGIS
1. Pasien anak usia 12 tahun datang pada pukul 7 pagi, mendaftar untuk
pemeriksaan di poliklinik bedah.
2. Pada pukul 9 pagi telah dilakukan pemeriksaan oleh dokter bedah dan
diputuskan untuk operasi dengan suspek apendisitis perforasi
3. Dilakukan pemerikaan Penunjang pra bedah : darah rutin dan foto rontgen.
Hasil lab selesai pukul 10.30 wib, didapat Leukosit 24.000 dengan gambaran
bronchitis pada foto rontgen dada
4. Konsultasi dengan dokter anestesi oleh dokter bedah secara lisan. Dokter
anestesi setuju untuk dilakukan anestesi.
5. Konsultasi dokter anak pada pukul 12, dikatakan pasien menderita ISPA
dengan riwayat keluarga menderita asma. Pasien disangkal menderita asma.
6. Pasien didaftar untuk operasi emergency di OK dan diantar oleh perawat
poliklinik dengan berjalan kaki.
LANGKAH 2: MEMBUAT KRONOLOGIS
7. Diterima oleh perawat bedah di kamar operasi, dilakukan serah terima
pasien.
8. Pasien dilakukan pemasangan infus dan pemberian antibiotik intravena
di kamar operasi.
9. Dokter anestesi melakukan asesmen pra induksi
10. Dokter anestesi memutuskan melakukan anestesi spinal dan
menjelaskan mengenai prosedur, alasan, risiko, komplikasi dan alternatif
tindakan. Keluarga menyetujui dan menandatangani informed consent.
11. Dilakukan anestesi spinal
12. Dilakukan prosedur appendektomi, ditemukan banyak nanah
diputuskan insisi diperlebar.
LANGKAH 2: MEMBUAT KRONOLOGIS

13. Pada saat dilakukan pencucian abdomen, pasien mengeluh sulit


batuk disertai saturasi menurun.
14. Diputuskan untuk diberikan ventilasi manual dengan debagging,
pasien diberikan sedasi.
15. Ventilasi terasa berat dan saturasi terus menurun.Pasien
didiagnosis sebagai bronkospasme. Diputuskan intubasi, ventilasi
masih sangat sulit.
16. Terjadi Cardiac Arrest.
LANGKAH 3: Menentukan Critical Event
Dilakukan Persiapan
Pasien masuk
assemen operasi: lab
RS
prabedah dan rontgen

Pendaftaran Konsultasi anak Konsultasi


pasien operasi → ISPA dan anestesi lisan
emergency riwayat asma → setuju
ALUR PERISTIWA RUANG PERSIAPAN
KAMAR OPERASI
Persiapan pasien di
Transfer pasien ke kamar operasi (pasang Asesmen pra induksi
kamar operasi infus dan pemberian oleh dokter anestesi
antibiotik)

Penjelasan kepada
keluarga pasien
(informed consent)
Alur Peristiwa Kamar Operasi
Sign in tidak Dilakukan Time out tidak
dilakukan anestesi spinal dilakukan

Didapatkan Dilakukan
pus, insisi insisi
diperlebar apendektomi
ALUR PERISTIWA KAMAR OPERASI

Bronkospasme Cardiac Arrest


Pencucian
• Gagal Tatalaksana • Resusitasi 20
abdomen menit
• PRIMARY EFFECT
BUSSINESS PROCESS PELAYANAN BEDAH DAN
ANESTESI EMERGENCY
Assesmen pra Assesmen pra
Konsultasi antar
bedah dan anestesi dan
bidang
informed consent informed consent

Persiapan pasien Penerimaan


operasi emergency pasien di kamar
dari poliklinik operasi
PROSEDUR PELAYANAN BEDAH DAN
ANESTESI EMERGENCY
Assmen pra Anestesi
Sign In
induksi Spinal

Time Out Appendektomi


CATATAN:

•Selama proses menentukan alur


peristiwa, jika masih diperlukan bukti-
bukti penunjung
→ proses investigasi tetap dilakukan
ANALISIS KOMPARASI

Membandingkan peta kejadian antara:


TEKNIK RCA:
- proses sesuai dengan kebijakan dan prosedur,
dengan: LANGKAH 3
- peta kejadian saat terjadi insiden maupun yang
MENENTUKAN
rutin dilakukan CRITICAL EVENT
Identifikasi juga faktor kontribusi lainnya, seperti:
faktor manusia, peralatan, administratif.

Herkutanto
• Dikembangkan oleh Kepnev Treque (1976)
• Digunakan untuk menganalisa proses yang tidak bekerja
sesuai rencana (Apa dan mengapa berubah ?)
• Metode sederhana yg dapat membantu membandingkan
proses yg berjalan efektif atau gagal.

• Analisis komparatif
• Apa yang berubah sehingga menimbulkan kejadian /
event
• Mencari dampak dari perubahan (potential dan aktual)
Herkutanto
MENENTUKAN CRITICAL EVENT

Incident
KENYATAANNYA KTD

PERBEDAAN CE
GAP

SEHARUSNYA

Herkutanto
• PE adalah setiap akibat yang ingin kita cegah
terjadinya
• Penting untuk menentukan arah investigasi
• Bukan suatu hal yang bersifat universal (dapat
berbeda untuk setiap orang)
• Merupakan titik awal untuk bertanya “ why “
• Untuk satu peristiwa bisa terdapat lebih dari satu PE
• Dalam setting RCA:
– PE disebut sebagai “Critical Event”
• Dalam setting klinis:
– PE dsebut sebagai CARE MANAGEMENT PROBLEM (CPM)
Herkutanto

Langkah 3
Teknik RCA: Langkah 4 Menentukan Akar Masalah
“MELAKUKAN ANALISIS AKAR MASALAH (RCA)”
ANALISIS SEBAB AKIBAT MENGGUNAKAN: 5 WHY
Empat langkah untuk membuat analisis sebab akibat
1. Ajukan pertanyaan MENGAPA pada setiap PRIMARY EFFECT
2. Identifikasi setiap penyebab menjadi : aksi dan kondisi. Aksi merupakan suatu perbuatan
aktif sedangkan kondisi merupakan faktor/situasi yang bersifat pasif.
3. Setiap penyebab harus disertai dengan bukti-bukti. Jika diperlukan, anggota tim kembali ke
lapangan untuk mengumpulkan bukti-bukti.
4. Antara “primary effect” dan penyebab dihubungkan dengan kata: disebabkan oleh
Jawaban terakhir dari pertanyaan MENGAPA merupakan AKAR MASALAH

Herkutanto
LANGKAH 4: MENETAPKAN AKAR MASALAH

AKSI: AKSI: AKSI:


PE:
TIDAK DILAKUKAN PERSIAPAN PASIEN PRA TRANSFER INFORMASI
GAGAL TATALAKSANA
ASESMEN PRA ANESTESI BEDAH DILAKUKAN DI RISIKO TIDAK
BRONKOSPASME
SESUAI PROSEDUR KAMAR OPERASI DILAKUKAN
AKSI

AKIBAT

KONDISI

Herkutanto

Langkah 4
Tiap akibat mempunyai minimal 2
penyebab dalam bentuk Aksi dan Kondisi
• Hubungan sebab akibat fundamental :
a. Critical Event
b. Aksi :
✓penyebab sementara yang membawa kondisi secara
bersama sama untuk menimbulkan suatu akibat ( action
causes )
✓suatu gerakan atau sesuatu yang aktif
c. Kondisi :
✓penyebab yang terdapat sebelum suatu aksi dilakukan
✓sesuatu dalam keadaan pasive misalnya udara waktu bernafas

Herkutanto
1. Tanyakan “MENGAPA” (why) untuk setiap
Primary effect
2. Rumuskan setiap penyebab kedalam kategori
Aksi dan Kondisi
3. Hubungkan setiap penyebab dengan kata2
“disebabkan oleh”
4. Dukung setiap penyebab dengan bukti2
(evidences)
Herkutanto
Teknik RCA: Langkah 4 Mencari Akar Masalah
Bukti
Penyebab yang
Waktu dan bersifat
tempat
AKSI
Disebabkan
PRIMARY oleh
EFFECT
Bukti
Waktu dan Penyebab yang
tempat bersifat
KONDISI

Herkutanto
ANALISiS 5 WHY
AKSI:
Tim tidak siap
untuk AKSI:
melakukan tata Tim operasi tidak
PE: AKSI:
GAGAL
laksana melakukan secara
verbal Dokter tidak ikut
TATALAKSANA
sosialisasi SPO
BRONKOSPASME KONDISI: AKSI:
Surgical Check KONDISI: Tidak pernah ikut
List tidak Kondisi pelatihan keselamatan
dilakukan
Dokter tidak paham Kegiatan pelayanan
gunanya padat pasien
Perawat sungkan KONDISI:
mengingatkan Tidak ada progam
Tidak memahami
pelatihan keselamatan
situation awareness pasien bagi dokter yg
bekerja di kamar operasi
AKSI:
Dokter marah jika
diingatkan
KONDISI:
Perawat sungkan AKSI:
KONDISI:
mengingatkan Tidak ada kegiatan
Tidak ada
pemahaman peran penguatan kerjasama
tim tim
AKSI:
KONDISI
Tidak ada simulasi
Fokus hanya pada tugas berganti peran
masing-masing
Merasa lebih superior
KONDISI
Tidak ada dukungan untuk
melakukan kegiatan simulasi
kerjasama tim
TEKNIK RCA: LANGKAH 5 ANALISIS BARRIER

• Analisis barrier dilakukan dengan menggunakan pertanyaan:


1. Barrier apa yang dibuat untuk mencegah kejadian tidak diinginkan?
2. Mengapa barrier tersebut gagal untuk mencegah kejadian tidak diinginkan?
3. Barrier apa yang diperlukan untuk mencegah kejadian dikemudian hari?

• Terdapat 4 jenis barrier


A. Barrier Fisik
B. Barrier Natural
C. Barrier Tindakan manusia
D. Barrier Administrasi

Herkutanto
TEKNIK RCA: LANGKAH 5
Melakukan Desain Rencana Aksi
• “ANALISIS BARRIER” TARGET
HAZARD
BARRIER
Brain storming : Rencana perubahan sebagai suatu barrier

PAGAR

Herkutanto
KAPAN DIGUNAKAN
BARRIER ANALYSIS

• STAND ALONE
• SETELAH SEMUA CAUSA / AKAR MASALAH
DITEMUKAN DARI HASIL INVESTIGASI RCA
– Akar penyebab = HAZARD
• SKALA EFEKTIFITAS (1 – 6)
– Skala 1: paling tidak efektif
– Skala 6: paling efektif

Herkutanto

Langkah 5
LANGKAH 5:
Membuat Barrier Pelaksanaan SSCL
SKALA PRIORITAS
1. Simulasi berganti peran dalam melakukan Surgical Safety Check List
2. Memperbaiki Prosedur Standar Pelaksanaan Surgical Check List -- dipandu
anggota tim operasi secara bergantian, penanggung jawab, incision
approval.
3. Membuat kebijakan kewajiban melakukan SCL, pengawasan dan sanksi.
4. Pendidikan dan pelatihan keselamatan pasien dalam praktik anestesi dan
pembedahan.
Beri angka 1-6
LANGKAH 5: Membuat Laporan Barrier yang
telah dibuat Skala Pioritas

1. Laporan disampaikan kepada Direktur RS, untuk dipilih


barrier apa yang dipilih.
2. Membuat metode uji coba
KASUS

PERUMUSAN MASALAH

Diagram Sebab-Akibat Diagram Kronologi

Hazard Barrier
Target

1. …
2. … Child
Dog
3. …

USULAN UPAYA CRITICAL EVENT


ROOT CAUSE PENCEGAHAN PRIMARY EFFECT
Herkutanto

LAPORAN RCA PADA DIREKSI


Teknik RCA: Langkah 6
Menguji Desain Rencana Aksi (PDSA)
Plan Do
1. Bangun atau desain proses baru atau 1. Lakukan tes proses baru pada
redesain proses yang telah ada. lingkup kecil
2. Kumpulkan data untuk mengukur
2. Tentukan cara untuk menguji proses
kesuksesan.
baru tersebut
3. Identifiasi tolok ukur keberhasilan.
4. Tentukan cara mengumpulkan data
untuk menentukan keberhasilan.
5. Libatkan orang yang tepat dalam
proses pengujian

Herkutanto
Teknik RCA: Langkah 6
Menguji Desain Rencana Aksi (PDSA)
STUDY ACTION
1. Melakukan evaluasi hasil pengujian. 1. Jika pengujian berhasil, maka proses
baru dapat diimplementasikan.
2. Menentukan apakah usaha
perubahan berhasil atau tidak 2. Jika tidak berhasil, lakukan redesain
dan pengujian ulang.
3. Identifikasi setiap pelajaran yang bisa
diambil. 3. Jika tidak berhasil juga, buat
pendekatan baru proses pencegahan

Herkutanto
LANGKAH 6 pada kasus ini: UJI COBA REVISI
PROSEDUR STANDAR PELAKSANAAN SCL
1. METODE PDSA (PLAN, DO, STUDY, ACT)

2. METODE FMEA
TEKNIK RCA: LANGKAH 7
IMPLEMENTASI STRATEGI BARU PENCEGAHAN
1. Membuat laporan RCA
A. Rumusan masalah
B. Apa yang sebenarnya terjadi
C. Penyebab: akar masalah
D. Bagaimana cara mencegahnya
2. Implementasi proses baru pencegahan
3. Evaluasi dan monitor proses pencegahan.
LANGKAH 7: IMPLEMENTASI pada kasus ini

1. KEBIJAKAN DIREKTUR RUMAH SAKIT


2. PANDUAN DAN PROSEDUR STANDAR PELAKSANAAN
SURGICAL CHECK LIST
3. PEMANTAUAN DAN EVALUASI
4. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN
PADA SELURUH TIM KAMAR OPERASI
5. SIMULASI KESELAMATAN PASIEN
KESIMPULAN
• RCA sangat diperlukan untuk dapat mengatasi ancaman2 bahaya keselamatan pasien
termasuk pada masa pandemi Covid-19
• RCA terdiri dari 2 bagian yang masing2 sama pentingnya (RCA2), yang penanggung
jawab / timnya berbeda.
• Pergunakan tools yang tepat pada pelaksanaan proses RCA.
• Solusi / aksi / tindakan dari suatu RCA sebaiknya pada komponen system, bukan
individu karena to err is human , dan perbaikan pada system diharapkan adalah suatu
perbaikan system yang kuat (Action Hierarchy) dan diukur efektivitasnya.
• Peran dan komitmen kepemimpinan sangat dibutuhkan pada implementasi perbaikan
sebagai hasil dari RCA
Semoga Bermanfaat

TERIMA KASIH
dr Bambang Tutuko SpAn KIC
0816824109
bambang.tutuko@yahoo.co.id

Anda mungkin juga menyukai