TINJAUAN PUSTAKA
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cereda pada
otak melalui empat mekanisme, yaitu :
a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran
darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan
perubahan – perubahan iskemik otak.
b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke jaringan
(haemorrhage).
c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak.
Konstriksi local sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran
darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan
darah secara drastis dan cepat. Okulasi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu
area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik
berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal
yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena,
penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan
terjadi edema pada daerah ini.Selama berlangsungnya peristiwa ini, otoregulasi sudah tidak
berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah
arteri. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai
serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola mengalami perubahan patologik
pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta
timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata,
cabang tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria Vertebro-basilar
mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan darah yang abrupt atau
kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah
terutama pada pagi hari dan sore hari. Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan
dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur
anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk
dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini
absorbsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang
lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan
darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya
tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen -elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya
tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah
lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada
perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60
cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75% tetapi volume darah 5 cc dan terdapat
di pons sudah berakibat fatal.
2. Diagnosa Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
.
Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan pengkajian O:
jaringan serebral berhubungan selama 1x24 jam di dapatkan Identifikasi peningkantan
dengan infark jaringan otak kriteria hasil : tekanan intracranial.
1. Tingkat kesadaran Monitor peningkatan TD.
meningkat. Monitor penurunan
2. Gelisah menurun. frekuensi jantung
3. Tekanan darah membaik Monitor ireguleritas irama
nafas
Monitor penurunan
tingkat kesadaran.
Monitor perlambatan atau
ketidak simetrisan respon
pupil.
Monitor kadar CO2 dan
pertahankan dalam
rentang yang
diindikasikan
Monitor tekanan perfusi
serebral
Monitor jumlah
kecepatan,dan
karakteristik,drainase
cairan
serebrospinal
Monitor efek stimulus
T:
Ambil sampel drainase
cairan
serebrospinal.
Kalibrasi transduser.
Pertahankan sterilitas
system
pemantauan
Pertahankan posisi kepala
dan
leher netral.
Dokumentasikan hasil
pemantauan,jika perlu.
Atur interval pemantauan
sesuai
kondisi pasien.
Dokumentasi hasil
pemantauan.
E:
Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan.
C. PERAWATAN PALIATIF
Menurut WHO, perawatan paliatif adalah pendekatan untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien dan keluarganya dalam menghadapi masalah terkait penyakit yang mengancam
jiwa, melalui pencegahan dan penghentian penderitaan dengan identifikasi dini, penilaian,
dan perawatan yang optimal dari rasa sakit dan masalah lainnya, fisik, psikososial dan
spiritual.
Kebutuhan perawatan paliatif semakin besar dan meningkat pada populasi usia muda
dan usia lanjut di dunia, yaitu pada pasien kanker, dan penyakit non-kanker. Mayoritas
kebutuhan perawatan paliatif untuk penyakit kronik, seperti kanker, penyakit kardiovaskular,
penyakit paru obstruktif kronik, HIV/AIDS, dan diabetes melitus. Selain itu pasien dengan
penyakit kronik yang perlu perawatan paliatif adalah penyakit ginjal kronik, penyakit hati
kronik, artritis rematik, penyakit neurologis, demensia, anomali kongenital, dan tuberkulosis
resisten obat. Adapun cakupan perawatan paliatif yaitu :
1. Meringankan rasa sakit/nyeri dan penderitaan lainnya
2. Menegaskan kehidupan dan kondisi sekarat sebagai proses yang normal
3. Tidak bermaksud untuk mempercepat atau menunda kematian
4. Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual pada perawatan pasien
5. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai
kematian
6. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluarga mengatasi penyakit pasien
dan kedukaan mereka sendiri
7. Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga mereka,
termasuk konseling jika diindikasikan
8. Meningkatkan kualitas hidup dan hal yang dapat berpengaruh positif terhadap jalannya
penyakit
9. Melakukan terapi sejak dini dalam perjalanan penyakit untuk mempertahankan
kehidupan, seperti kemoterapi atau terapi radiasi, dan termasuk evaluasi yang
diperlukan untuk lebih memahami dan mengatasi komplikasi klinis yang mempersulit
Adapun enam langkah kualifikasi untuk akhir kehidupan adalah sebagai berikut:
1. Mendiskusikan tentang pendekatan akhir kehidupan: komunikasi terbuka, identifikasi
faktor pencetus untuk memulai diskusi tentang akhir kehidupan;
2. Menetapkan rencana perawatan lanjutan secara berkelanjutan: menemukan kesepakatan
rencana perawatan lanjutan dan secara berkala mengevaluasi kembali kebutuhan dan
preferensi pasien;
3. Koordinasi dalam rencana perawatan lanjutan: menentukan strategi untuk koordinasi
perawatan kesehatan lanjutan, koordinasi antara pasien dengan pelayanan kesehatan
yang akan dituju, dan pelayanan kesehatan yang segera saat pasien membutuhkan;
4. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di tempat dan waktu yang tidak biasa:
perawatan kesehatan berkualitas tinggi, keamanan rumah sakit, dan pelayanan ambulans
di semua situasi;
5. Perawatan kesehatan di akhir masa kehidupan: identifikasi fase akhir kehidupan,
evaluasi kembali kebutuhan dan preferensi untuk tempat akhir kehidupan, mendukung
pasien dan yang merawat, mengenali keinginan pasien (jika ada) ke arah resusitasi atau
donor organ;
6. Perawatan setelah akhir kehidupan: mengetahui bahwa setelah akhir kehidupan masih
perlu melakukan perawatan (yang tidak berhenti setelah pasien meninggal), verifikasi
waktu dan sertifikasi kematian atau merujuk ke kedokteran forensik, memberi dukungan
untuk keluarga yang ditinggalkan secara praktis dan emosional.
2. Peran
a. Membantu mencegah kecacatan seminimal mungkin
b. Melatih pasien mandiri dalam melakukan kegiatan sehari-hari
c. Meningkatkan rasa percaya diri pasien
d. Mencegah terulangnya penyakit stroke.