Anda di halaman 1dari 22

ASSERTIVENESS

Mata Kuliah : Komunikasi Informasi dan Edukasi

Dosen : Dra. Aziza Nuraini P., MM. Apt.

Kelas : C

Oleh :

Hendra Afriyando 19340277


Novi Oktavia 19340278
Hutagaol
Perawati Burun 19340279
Renita Noviani Purba 19340280
Wahyudi Anggrian 19340281
Asri Yani 19340282

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah Komunikasi Informasi dan Edukasi dengan judul “ASSERTIVENESS” .
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen Apoteker Institut Sains Dan Teknologi
Nasional Jakarta. Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Ibu Dra. Aziza Nuraini P., MM. Apt. selaku dosen pengampu mata kuliah
Komunikasi Informasi dan Edukasi yang telah memberikan bimbingan serta arahan
selama penulisan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan
makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, April 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................4
1.1 Latar Belakang.........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................4
1.3 Tujuan .....................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................5
2.1 Definisi Assertivenes...............................................................................5
2.2 Landasan Teori.........................................................................................6
2.3 Teknik Asertif..........................................................................................7
2.4 Assertif dan Pasien...................................................................................10
2.5 Assertif dan Tenaga Kesehatan Lainnya..................................................13
2.6 Assertif dan Karyawan.............................................................................14
2.7 Assertif dan Penyelia...............................................................................16
2.8 Asertif dan Kolega...................................................................................17
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................21
3.1 Kesimpulan..............................................................................................21
3.2 Saran........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi interpersonal merupakn pondasi dalam pharmaceutical care yang
beorientasi pada pasien. Tanpa komunikasi yang jelas, hasil keluaran pasien yang
diinginkan tidak tercapai. Pesan yang tidak jelas dari Apoteker kepada Tenaga
Kesehatan lain akan menyebabkan kesalahan pada manajemen terapi pasien.
Salah satu teknik komunikasi interpersonal adalah assertiveness. Komunikasi
yang asertif merupakan komunikasi yang jelas dan menyatakan secara langsung dari
keperluan, keingginan, dan perasaan. Karena itu Apoteker juga harus memiliki sikap
asertif.
Apoteker asertif mengambil peran aktif dalam perawatan pasien. Apoteker ini
memulai komunikasi dengan pasien alih-alih menunggu untuk ditanyai. Apoteker asertif
juga menyampaikan pandangan mereka tentang pengelolaan terapi obat pasien kepada
Tenaga Kesehatan lainnya. Akhirnya, Apoteker asertif mencoba menyelesaikan konflik
dengan orang lain secara langsung tetapi dengan cara yang menunjukkan rasa hormat
kepada orang lain.
Berdasarkan uraian diatas, sikap asertif sangat diperlukan dalam komunikasi di
dalam pelayanan kefarmasian. Oleh karena itu kami tertarik untuk membahas teknik
komunikasi asertif.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Assertiveness ?
2. Bagaimana Teknik Asertif ??
3. Bagaimana pelaksanaan Asertif dalam Pelayanan Kefarmasian ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui Definis Assetiveness
2. Mengetahui Teknik Assertif
3. Mengetahui pelaksanaan Asertif dalam Pelayana Kefarmasian

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Assertivenes


Ada tiga model respon :
2.1.1. Prilaku Passive.
Respons ini dirancang untuk menghindari konflik dengan segala cara. Orang yang
pasif atau tidak tegas tidak akan mengatakan apa yang sebenarnya mereka pikirkan
karena takut bahwa orang lain mungkin tidak setuju. Individu pasif "bersembunyi" dari
orang-orang dan menunggu orang lain untuk memulai percakapan. Mereka
menempatkan kebutuhan atau keinginan orang lain di atas kebutuhan mereka sendiri.
Mereka cenderung memiliki banyak kecemasan dalam hubungan. Mereka khawatir
tentang bagaimana orang lain akan merespons mereka dan sangat membutuhkan
persetujuan. Masalah muncul ketika orang yang berperilaku pasif merasa diam-diam
marah atau membenci orang lain. Orang pasif mungkin melihat diri mereka sebagai
korban yang menjadi sasaran manipulasi orang lain. Pandangan inilah yang merusak
harga diri mereka.
2.1.2. Perilaku Agresif
Orang dengan prilaku agresif berusaha untuk "menang" dalam situasi konflik
dengan mendominasi atau mengintimidasi orang lain. Orang agresif mempromosikan
minat atau sudut pandang mereka sendiri tetapi tidak peduli atau memusuhi perasaan,
pikiran, atau kebutuhan orang lain. Seringkali agresif tampaknya berhasil ketika orang
lain mundur untuk menghindari perpanjangan atau peningkatan konflik. Karena perilaku
agresif mungkin memiliki efek menguntungkan dalam jangka pendek, individu
mungkin enggan untuk melepaskan strategi agresif. Seringkali orang yang beralih ke
agresif untuk mencapai tujuan mereka memiliki pandangan yang terdistorsi sedemikian
rupa sehingga mereka terus-menerus menganggap diri mereka berada dalam situasi
yang mengancam, berada di bawah serangan pribadi, atau diganggu oleh orang lain
yang mencoba menggagalkan upaya mereka. Orang-orang seperti itu mudah marah dan
memiliki toleransi yang rendah terhadap frustrasi. Mereka tampaknya percaya bahwa
mereka seharusnya tidak perlu mengalami frustrasi. Alih-alih pengalaman rasional dari
kekecewaan, orang yang agresif merespons dengan emosi yang marah. Alih-alih

5
membantu menyelesaikan masalah, "mengeluarkannya dari dada" biasanya berfungsi
untuk meningkatkan kemarahan dan agresi.
2.1.3. Prilaku Assertif
Perilaku asertif adalah ekspresi langsung dari ide, pendapat, dan keinginan.
Maksud dari perilaku asertif adalah untuk berkomunikasi dalam suasana kepercayaan.
Konflik yang muncul dihadapi dan solusi atas kesepakatan bersama dicari. Individu
yang asertif memulai komunikasi dengan cara yang menyampaikan keprihatinan dan
rasa hormat mereka kepada orang lain. Tujuan komunikasi adalah untuk membela diri
sendiri dan untuk menyelesaikan masalah antar pribadi dengan cara yang tidak merusak
hubungan. Prilaku asertif mengharuskan Anda menghargai orang lain dan juga diri
Anda sendiri.

2.2. Landasan Teori


Pelatihan keasertifan dan teori tentang bagaimana orang belajar merespons dengan
cara pasif atau agresif tumbuh terutama dari teori psikologi kognitif dan prilaku. Ahli
prilaku percaya bahwa respons pasif atau agresif telah dipaksakan atau dihargai dan
dengan demikian diperkuat. Perilaku agresif sering berhasil dalam jangka pendek
karena orang lain merasa terintimidasi dan membiarkan orang agresif mendapatkan apa
yang mereka inginkan. Perilaku pasif diperkuat ketika "individu dapat melarikan diri
atau bahkan menghindari konflik dalam hubungan dan dengan demikian melarikan diri
dari kecemasan yang mengelilingi konflik ini. Teori kognitif berpendapat bahwa orang
merespons secara pasif atau agresif karena mereka memiliki keyakinan irasional yang
menolak asertif. . Keyakinan ini misalnya termasuk :
1. Takut akan penolakan atau kemarahan dari orang lain dan perlu persetujuan (semua
orang harus menyukai saya dan menyetujui apa yang saya lakukan),
2. Terlalu peduli terhadap kebutuhan dan hak orang lain (saya harus selalu berusaha
membantu orang lain dan bersikap baik kepada mereka),
3. Percaya bahwa masalah asertif adalah karena karakteristik kepribadian yang tidak
dapat diubah dan, oleh karena itu, tidak dapat diubah (inilah saya), dan
4. Standar perfeksionis (saya harus kompeten dengan sempurna. Jika saya tidak, maka
saya gagal. Yang lain juga harus benar-benar kompeten dan layak dikritik jika
tidak.)

6
2.3. Teknik Asertif
Terdapat beberapa teknik komunikasi atau strategi yang digunakan dalam
menanggapi situasi yang cenderung mengarah kepada konflik.
2.3.1. Memberikan Umpan Balik
Memberitahu orang lain bagaimana kita menanggapi perilaku mereka dapat
membantu menghindari kesalahpahaman dan juga membantu menyelesaikan konflik
yang tidak dapat dihindari dalam hubungan. Namun, memberikan umpan balik yang
jujur ketika kita memiliki reaksi negatif terhadap perilaku orang lain sulit dicapai tanpa
perasaan terluka. Sering kali, kita harus memberi tahu orang-orang bahwa kita kesal
dengan apa yang mereka lakukan untuk meningkatkan hubungan kita dalam jangka
panjang. Ketika kita memilih untuk menyampaikan umpan balik negatif kepada orang
lain, gunakan teknik untuk membuat komunikasi tersebut tidak terlalu mengancam.
Kriteria untuk umpan balik yang bermanfaat meliputi:
 Umpan balik berfokus pada perilaku seseorang daripada kepribadian. Dengan
berfokus pada perilaku, kita mengarahkan umpan balik ke sesuatu yang dapat
diubah individu.
 Umpan balik lebih bersifat deskriptif daripada evaluatif, Menjelaskan apa yang
dikatakan atau dilakukan lebih tidak mengancam daripada kita menghakimi
mengapa hal itu dilakukan.
 Umpan balik berfokus pada reaksi kita sendiri dan bukan niat orang lain.
Penetapan "menyalahkan" atau mengasumsikan niat jahat di balik perilaku
bukanlah bagian dari umpan balik yang konstruktif.
 Umpan balik menggunakan pernyataan "Saya" yang berbentuk "Ketika kita
[melakukan atau mengatakan] _____________ Saya merasa _____________
"Misalnya." Ketika kamu terlambat untuk bekerja, saya merasa frustrasi dan marah
"tidak lebih merusak daripada" Kamu tidak bertanggung jawab. Kamu tidak peduli
dengan pasien yang menunggu dan rekan kerja yang menggantikan
 Umpan balik lebih spesifik daripada umum. Ini berfokus pada perilaku yang baru
saja terjadi dan menghindari menyeret perilaku masa lalu. Itu juga tidak terlalu
menggeneralisasi dari contoh spesifik yang telah membuat kita kesal (misalnya,
"Kamu selalu melakukannya )

7
 Umpan balik berfokus pada pemecahan masalah. Intensitasnya bukan pada
kemarahan namun intens pada penyelesaian masalah.
 Umpan balik diberikan secara privasi.
2.3.2. Mengundang Umpan Balik dari Orang Lain
Seperti yang dijelaskan di atas, kita perlu berupaya memberikan umpan balik
dengan cara yang tepat. Pada saat yang sama, kita perlu mengundang umpan balik dari
orang lain untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal kita. Misalnya,
sebagai apoteker, kita harus secara rutin menilai kepuasan pasien dan mengundang
umpan balik tentang layanan kita. Sebagai seorang manajer, kita harus memberi tahu
karyawan bahwa kita menerima saran dari mereka tentang cara meningkatkan operasi
farmasi. Kemampuan kita untuk mendengar kritik atau saran tanpa pembelaan diri atau
kemarahan, untuk mengakui ketika kita melakukan kesalahan, dan untuk mendorong
umpan balik dari orang lain (bahkan ketika itu negatif) mendorong orang untuk jujur
dalam berkomunikasi dengan kita. Mereka juga memungkinkan kita mengidentifikasi
bidang-bidang praktik profesional kita yang mungkin perlu ditingkatkan dan mendorong
hubungan yang lebih baik dengan orang lain.
2.3.3. Pengaturan Batasan. (Setting Limit)
Bagi sebagian dari kita, menetapkan batasan bagaimana kita akan menghabiskan
waktu dan uang pribadi kita adalah sumber frustrasi. Kita mengalami kesulitan untuk
mengatakan "tidak" pada permintaan apa pun. Akibatnya, kita merasa kewalahan dan,
sering, marah pada orang lain karena "mengambil keuntungan" dari kita. Bersikap tegas
dalam menetapkan batas berarti kita bertanggung jawab atas keputusan yang kita ambil
tentang cara membelanjakan sumber daya pribadi tanpa merasa kesal terhadap orang
lain karena mengajukan permintaan, Bersikap tegas dalam menetapkan batas tidak
berarti kita berhenti mengatakan "ya" pada permintaan. Kita tidak ada keraguan lagi
dalam terus membantu orang lain, meskipun melakukan hal itu mungkin merepotkan,
karena sistem nilai yang kita pegang dan keinginan kita untuk membantu orang lain
ketika mereka membutuhkan bantuan.
Saat dihadapkan dengan permintaan, langkah pertama adalah memutuskan
seberapa banyak kita bersedia dalam memenuhi permintaan. Jika kita memerlukan
waktu untuk mengambil keputusan, menunda respon selama yang kita perlukan.
Seringkali respons mungkin bukan "ya" atau "tidak" tetapi tawaran untuk memenuhi

8
sebagian permintaan. Mengatakan "tidak" atau menetapkan batas mungkin akan sangat
sulit jika kita percaya bahwa lawan bicara kita harus setuju bahwa kita memiliki alasan
yang baik untuk mengatakan "tidak." Jika perasaan bersalah menjebak kita, kita
mungkin tidak ingin memberikan alasan spesifik untuk keputusan kita. Memberikan
alasan atau tidak, tidak mengubah fakta bahwa kita memiliki hak untuk membuat
keputusan tentang bagaimana kita akan menghabiskan waktu pribadi dan sumber daya
finansial kita sendiri.
2.3.4. Membuat Permintaan
Meminta apa yang kita inginkan dari orang lain secara langsung juga diperlukan
dalam hubungan yang sehat. Jika kita berada dalam posisi manajemen, dengan jelas
mengomunikasikan harapan kita kepada orang lain adalah bagian penting dari
melaksanakan tujuan organisasi. Dalam hubungan yang setara, membuat permintaan,
termasuk meminta bantuan, adalah bagian penting dari komunikasi yang jujur. Kita
harus percaya bahwa orang lain akan dapat menanggapi permintaan kita dengan cara
asertif, termasuk mengatakan "tidak." Dengan demikian, kita tidak boleh bereaksi
berlebihan ketika seseorang menolak permintaan kita dengan cara asertif.
2.3.5. Menjadi Persisten (Being Persintent)
Salah satu aspek penting dari bersikap tegas adalah gigih dalam memastikan
bahwa hak-hak kita dihormati. Seringkali ketika kita telah menetapkan batasan atau
mengatakan "tidak," orang akan mencoba membujuk kita untuk berubah pikiran. Jika
kita terus mengulangi keputusan kita dengan tenang, kita bisa bersikap asertif tanpa
menjadi agresif dan tanpa menyerah (pasif). Respons dengan mengulangi keputusan kita
dengan tenang ini sering disebut respons "broken record" (Smith, 1975), Itu akan
berhenti bahkan pada orang yang paling manipulatif sekalipun, tanpa menyalahkan atau
meningkatkan konflik.
2.3.6. Reframing
Frame adalah "pintasan kognitif yang digunakan orang untuk membantu
memahami informasi yang kompleks" (Kaufman et al, 2003). Teknik Reframing yang
dijelaskan oleh Kaufman dkk meliputi:
 Fokus pada pengembangan komunikasi yang efektif di sekitar diatur tujuan
tertentu.
 Periksa potensi validitas perspektif orang lain.

9
 Menetapkan landasan bersama. Cari bidang kesepakatan dan fokus pada hasil yang
diinginkan dengan perspektif jangka panjang.
 Identifikasi peluang untuk mengeksplorasi solusi yang belum dikejar dan peluang
untuk "pertukaran" atau kompromi.
 Akhirnya, identifikasi perbedaan yang tidak dapat dijembatani dan pada saat yang
sama mengeksplorasi tindakan pengurangan konflik yang masih dapat diambil.
2.3.7. Mengabaikan Provokasi
Konflik interpersonal dapat menimbulkan berbagai cara untuk mencoba "menang"
dengan mencoba mempermalukan atau mengintimidasi orang lain. Misalnya, pasien
yang marah atau merasa tidak berdaya dapat menyerang dengan serangan pribadi.
Apoteker yang merasa dikritik secara tidak adil dapat merespons secara agresif atau
sarkastik. Konflik antarpribadi antara profesional kesehatan sering ditandai dengan
perebutan kekuasaan dan otonomi (sering disebut "pertempuran rumput"). Mengabaikan
komentar kritis orang lain dan berfokus secara eksklusif pada penyelesaian masalah
yang mendasarinya dapat melakukan banyak hal untuk menjaga konflik agar tidak
meningkat ke titik di mana hubungan tersebut rusak.
2.3.8. Menanggapi Kritikan
Bagi sebagian dari kita, kritik sangat menghancurkan karena kita biasanya memegang
dua kepercayaan irasional yang umum:
(1) bahwa kita harus dicintai atau disetujui oleh hampir semua orang yang kita kenal,
dan (2) bahwa kita harus benar-benar kompeten dalam segala hal yang kita lakukan dan
tidak pernah membuat kesalahan. Karena standar perfeksionis seperti itu mustahil untuk
dicapai, kita terus-menerus dihadapkan pada perasaan gagal atau tidak layak. Dalam
beberapa kasus, kita bahkan mungkin memiliki keinginan untuk "membalas" dengan
meluncurkan serangan balik pada orang yang mengajukan kritik. Satu-satunya cara
untuk menangkal perasaan semacam itu dan mulai menghadapi kritik secara wajar
adalah dengan mulai menantang keyakinan mendasar yang tidak rasional yang membuat
kita takut akan ketidaksetujuan orang lain.

2.4. Assertif dan Pasien


Keterampilan asertif yang paling penting dalam hubungan dengan pasien adalah
kemampuan memulai komunikasi. Kegiatan tertentu dapat membedakan Apoteker yang

10
asertif dengan Apoteker pasif. Sebagai contoh, beberapa apoteker tampaknya
bersembunyi di belakang meja, memberikan resep kepada petugas untuk diberikan
kepada pasien, dan umumnya menghindari interaksi dengan pasien kecuali jika
mengajukan pertanyaan spesifik. Dengan cara ini, para apoteker pasif dapat
menghindari potensi konflik yang melekat dalam berurusan dengan orang-orang dan
mampu menyembunyikan perasaan tidak aman mereka sendiri dan ketakutan karena
tidak kompeten. Sementara pendekatan pasif dapat muncul dari (atau setidaknya
dirasionalisasi oleh) perasaan tekanan waktu, apoteker pasif tidak berusaha untuk
menemukan cara alternatif untuk memberikan perawatan pasien yang lebih baik, seperti
memberikan pasien selebaran obat yang dikembangkan dengan baik dan memanggil
mereka selama jam lebih lambat untuk membahas poin-poin utama dan menilai
masalah. Sebagai gantinya, apoteker pasif berurusan dengan hal-hal ketika mereka
datang dan mengambil jalan yang paling tidak resistan dalam memberikan tingkat
minimal layanan farmasi, Apoteker tegas keluar dari balik konter, memperkenalkan diri
kepada pasien, memberikan informasi tentang obat-obatan, dan menilai penggunaan
obat oleh pasien. dan masalah dengan terapi. Mendorong pasien untuk lebih tegas juga
merupakan keterampilan penting dalam meningkatkan komunikasi Anda dengan
mereka. Membantu pasien mempersiapkan diri untuk kunjungan dengan para
profesional kesehatan dan mendorong partisipasi aktif mereka dalam konsultasi telah
ditemukan untuk meningkatkan komunikasi dan membuat pasien lebih tegas dalam
mengajukan pertanyaan (Roter, 1977, 19S4; Kaplan et al, 1989; Kimberlin et al. 2001).
Anda sebagai seorang apoteker dapat mendorong pasien untuk lebih tegas dengan
menyarankan agar mereka menyimpan daftar pertanyaan tentang terapi mereka yang
ingin mereka tanyakan selama kunjungan berikutnya. Anda juga dapat meminta pasien
mengisi kuesioner singkat ketika mereka tiba di apotek tempat mereka menuliskan
pertanyaan atau masalah mereka mengenai kesehatan atau perawatan mereka. Anda
bahkan dapat memberi mereka daftar periksa singkat dari item informasi atau masalah
tentang obat-obatan dan meminta mereka untuk memeriksa item-item yang ingin
mereka diskusikan dengan Anda. Proses ini dapat membantu pasien mengatur pikiran
mereka dan dapat menangkal kepasifan pasien yang mungkin diadopsi di hadapan
seorang profesional kesehatan. Selama kunjungan mereka, Anda dapat secara aktif
mengajukan pertanyaan, masalah, dan preferensi mengenai perawatan kesehatan.

11
Bahkan biasanya pasien yang asertif dapat mengalami cukup kecemasan dalam
komunikasi dengan penyedia layanan sehingga mereka lupa untuk bertanya atau
mengemukakan kekhawatiran yang mereka miliki.
Situasi sulit yang sering dihadapi dalam praktek kefarmasian adalah respon pada
pasien yang marah dan pasien yang kritis. Meskipun tidak ada satu pun orang yang suka
mendengar kritikan, namun ada acara untuk mengatasi kritikan secara rasional yaitu
dengan sikap asertif. Ketika kita mendapatkan kritikan dari pasien, sangat penting untuk
kita sadari bahwa hal itu dipengaruhi sekali oleh stress yang dirasakannya. Pasien
biasanya sedang sakit, bahkan terkadang sakitnya serius, dan kemungkinan merasa
putus asa dan hanya bergantung pada Tenaga Kesehatan. Mereka mungkin merasa lelah
menunggu dipanggil ke ruang dokter, dan akhirnya menunggu resep. Penting untuk
diingat, bahwa sebagian pasien marah itu frustasi karena sakit,dan bukan sikap
personalnya.
Ketika pasien merasa stress karena sakit, akan sangat membantu bila kita empati
terhadap apa yang mereka rasakan,. Respon empati ketika pasien terkejut dengan biaya
pengobatannya akan sangat membantu dibandingkan dengan berupaya membenarkan
biaya tersebut. Perkataan “ Ya Anda Benar, Obat-obat ini mahal. Apakah anda khawatir
tidak mampu membayarnya ?”, menunjukkan bahwa kita mengerti kekhawatiran pasien
dan mengijinkanmu untuk menilai apakah mereka tidak mampu membayarnya atau
hanya bentuk ekpresi rasa frustasinya.
Keterampilan lain yang bermanfaat adalah menanggapi kritikan sebagai sebuah
umpan balik. Contohnya, jika pasien mengatakan bahwa pelayanan kefarmasian kita
terlihat kurang peduli terhadap pasien, penting untuk mengetahui penyebab spesifiknya
apa. Bertanya “ Apa sebenarnya yang membuat Anda kecewa ? kemungkinan akan
memberikan umpan balik yang akan sangat berguna dalam mengembangkan pelayanan
kefarmasian kita.
Akan ada waktunya, ketika menanggapi pasien yang marah kita harus bertahan.
Jika pasien tetap bersikap agresif meskipun kita sudah berusaha untuk fokus pada
penyelesaian masalah, kita mengatur batasan tanpa menjadi agresif. Kita bisa dengan
tenang mengatakan kepada pasien yang marah “ Saya mau mendengarkan masalah
anda, namun saya tidak mau dipanggil nama, ketika Anda bicara tanpa berteriak dan
berkata kasar saya akan mendengarkan Anda. “

12
2.5. Assertif dan Tenaga Kesehatan Lainnya
Ketika masalah terkait obat muncul, konsultasi dengan dokter dan perawat
biasanya diperlukan. Jika kita sudah menentukan bahwa kita perlu bicara dengan dokter
penulis resep maka akan lebih efektif bila kita berbicara langsung. Pesan yang dikirim
melalui orang ketiga bukan komunikasi yang efektif.

STUDI KASUS 6.1


Apoteker Menelepon Perawat di Ruang Dokter
Apoteker : Ini Jhon Landers, Apoteker di Apotek Central. Saya ingin berbicara
dengan Dr. Stone
Perawat : Dia sedang memeriksa pasien. Apa yang mau dibicarakan ?
Apoteker : Saya khawair dengan Metformin pada resep Ny. Raymond. Saya perlu
berbicara dengan Dr. Stone mengenai hal ini. Mohon minta dia menelepon
saya segera begitu keluar dari ruang periksa.
Perawat : Mungkin akan lebih cepat bila kamu menceritakan saya masalahnya. Saya
akan menyampaikannya ke Dr. Stone dan akan menelpon kamu balik.
Apoteker : Terima Kasih, namun dalam kasus ini saya harus berbicara langsung
dengan Dr. Stone
Perawat : Dia sangat sibuk dan jadwal kami padat hari ini
Apoter : Saya tahu dia sangat sibuk, namun saya harus berbicara dengannya
sesegera mungkin.

Apoteker dalam percakapan di atas, menunjukkan sikap asertif. Dia menghormati


Perawat dan bertahan dalam menyatakan permintaannya. Dia tidak berdebat mengenai
cara komunikasi yang lebih cepat. Dia dengan tenang menyatakan kembali
permintaannya tanpa marah maupun meminta maaf. Bandingkan kalimat pengenalan di
bawah ini :
a. Dr. Stone, ini Apoteker di Apotek Jalan Utama, Saya mohon maaf sudah
mengganggu, saya tau anda sedang sibuk, akan tetapi saya berpikir ada masalah
pada resep metformin untuk Ny. Raymond.

13
b. Dr. Stone, saya Jhon Landers, Apoteker di Apotek Jalan Utama, saya menelepon
mengenai masalah yang dimiliki Ny. Raymond karena Metformin di resepnya.

Pada (a) Apoteker tidak memperkenalkan dirinya, selain itu kata Maaf untuk
teleponnya, yang membuat dia terlihat tidak aman dan tidak asertif.

a. Apakah anda sudah mengetahui bila Ny. Raymod masih diare karena Metformin ?
Apakah anda mau mengganti resepnya ?
b. Saya sudah berbicara dengan Ny. Raymond hari ini. Dia melaporkan bahwa dia
diare terus setelah 3 bulan terapi. Dia menghentikan program berjalannya dan dia
enggan keluar rumah karena diare. Pengaruhnya cukup besar dalam hidupnya,
apakah anda berkenan mempertimbangkan menngganti obatnya dengan
sulfonylurea seperti glycoburid atau thiazolidenediones terbaruseperti Avandia
dan Actos yang tidak menyebabkan diare.

Respon (b) lebih baik. Dia menjelaskan masalah yang menkhawatirkannya dan
memberikan saran alternatif pengobatan yang kemungkinan bisa menyelesaikan
permasalahan.
Ketika mengidentifikasi masalah, kita sebaiknya menyiapkan solusi alternatif
yang kemungkinan bisa menyelesaikan permasalahan. Penelitian dari banyak praktik
kefarmasian yang berbeda menemukan bahwa, ketika Apoteker memberikan saran
rekomendasi kepada dokter untuk perubahan penting pada terapi pasien, dalam banyak
kasus, rekomendasi Apoteker diterima dan dilaksanakan oleh dokter.
Ketika keselamatan pasien dikompromikan, adalah tanggung jawab Apoteker
untuk bertahan mencegah atau menyelesaikan permasalahan. Penelitian menemukan
bahwa 60% dari Medikasi error disebabkan oleh masalah komunikasi interpersonal.

2.6. Assertif dan Karyawan


Perhatikan situasi di bawah ini, Manajer Apotek Rawat Jalan di sebuah Rumah
Sakit, sudah mengamati bahwa salah satu Apoteker membuat masalah. Kekhawatiran
utama Manajer bahwa Apoteker ini kadang berbuat kasar terhadap pasien. Hari ini,

14
Manajer menguping respon Apoteker yang kurang baik kepada pasien yang
mengungkapkan kebingungan tentang bagaimana menggunakan obatnya.

STUDY KASUS 6.2


Manajer : Saya menguping percakapan kamu denganNy. Raymond siang ini ketika
kamu menjadi tidak sabra dengannya karena tidak mengerti instruksinya.
Saya kecewa, karena saya piker kamu tidak melayaninya dengan hormat.
I ingin kamu melayani pasien dengan sopan, dan jangan cepat marah dan
menghakimi mereka.
Apoteker : Iyah, dia sudah mengeluh tentang bagaimana lambatnya saya dan tidak
mau memperhatikan ketika saya menjelaskan petunjuknya,, saya menjadi
kesal.
Manajer : saya tahu, pasien bisa menjengkelkan, tapi saya mau kamu melayani
mereka dengan baik
Apoteker : kita sangat sibuk, dan saya juga tidak punya banyak waktu untuk
bermain-main
Manajer : ya saya tahu, tadi sangat sibuk dan kamu harus bergegas, namun
meskipun begitu, saya mau kamu melayani dengan lebih sopan.
Apoteker : ini akan lebih mudah mengatur waktu bila kamu memiliki Apoteker yang
cukup di sini untuk menutupi beban kerja. Selain itu, jika Anda mau
melatih para teknisi lebih baik, mereka bisa menjadi jauh lebih
membantu kami.
Manajer : Hal-hal itu mungkin benar, tetapi saat ini saya ingin menyelesaikan
masalah dengan cara Anda berkomunikasi dengan pasien ketika Anda
jengkel atau tergesa-gesa. Saya ingin Anda setuju untuk memperlakukan
pasien dengan hormat, terlepas dari seberapa sibuknya kita. Akankah
kamu mau melakukan itu?
Apoteker : Itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan
Manajer : Apakah kamu mau melakukannya ?

Manajer farmasi bertanggung jawab tidak hanya untuk bagaimana mereka


berkomunikasi dengan pasien, tetapi juga bagaimana apoteker dan personil pendukung

15
lainnya yang merawat pasien. Dalam adegan sebelumnya, Manajer Apotek
menggunakan sejumlah teknik asertif dalam percakapannya dengan Apoteker. Untuk
satu hal, ia secara spesifik menjelaskan bagaimana ia mengharapkan Apoteker untuk
berperilaku dan dengan tenang mengulangi harapan ini (disebut respon "broken-
record") terlepas dari alasan Apoteker. Dia tidak akan membiarkan dirinya terseret. Dia
tidak menjadi defensif ketika Apoteker menyerang kinerjanya sebagai manajer. Dia
mungkin juga berkata, "Saya ingin mendiskusikan ide apa pun yang Anda miliki tentang
meningkatkan pelatihan para teknisi di lain waktu, tetapi saat ini saya ingin berbicara
tentang cara Anda menasihati pasien." Ini akan membuat Apoteker tahu bahwa dia
bersedia mendengarkan saran yang spesifik dan membangun tetapi tidak sebelum
masalah saat ini diselesaikan.
Menangani masalah dengan segera juga jauh lebih efektif daripada menunggu
sampai evaluasi kinerja tahunan atau sampai masalah menjadi begitu serius sehingga
diperlukan tindakan yang lebih besar.

2.7. Assertif dan Penyelia


Kita perlu bersikap asertif tidak hanya dengan karyawan kita, tetapi juga dengan
Penyelia (Supervisor / Atasan ) kita. Kita sering "melakukan apa yang diperintahkan"
daripada mengidentifikasi tujuan kita dalam berkomunikasi dengan Penyelia dan gigih
dalam mengejar tujuan itu. Sebagai profesional kesehatan, kadang-kadang kita bekerja
dalam situasi di mana pengawas tidak berbagi identitas profesional kita atau standar
etika yang kita pegang untuk perawatan pasien.
Selain itu, kita mungkin dihadapkan pada situasi di mana kita menerima evaluasi
atau kritik negatif terhadap kinerja kita oleh Penyelia. Tidak seorang pun dari kita
senang mendengar bahwa seseorang marah atau kecewa dengan kita atas apa yang telah
kita lakukan. Namun kritik yang kita terima (dan apa yang kita lakukan sebagai respons
terhadapnya) dapat mengarah pada peningkatan hubungan dengan orang lain, jika kita
dapat menghindari beberapa jebakan umum dalam tanggapan kita terhadap kritik.
Bagi sebagian dari kita, tanggapan pertama kita terhadap kritik adalah serangan
balik. Sikapnya adalah, "Jadi bagaimana jika saya melakukan kesalahan - saya pernah
melihat Anda melakukannya sendiri beberapa kali." Seolah-olah kita entah bagaimana
bisa mengkritik balik si Pengkritik. Namun, tanggapan seperti itu berarti kita tidak

16
pernah harus berurusan dengan kekhawatiran yang mungkin dimiliki orang lain tentang
perilaku kita, kita selalu dapat mengubah subjek masalah mereka. Berbeda dengan
respons agresif ini, untuk individu yang lebih pasif, respons awal terhadap kritik adalah
dengan meminta maaf secara berlebihan, memberikan alasan, dan umumnya bertindak
seolah-olah itu adalah bencana jika seseorang marah kepada kita. Baik tanggapan pasif
maupun agresif tidak mendorong pemecahan masalah.
Ketika kita dikritik, penting untuk membedakan antara (a) kebenaran yang orang
lain ceritakan tentang perilaku kita, dan (b) penilaian (dakwaan "salah" atau "buruk")
yang mereka lampirkan pada perilaku kita. Seringkali penilaian mereka sewenang-
wenang dan didasarkan pada nilai-nilai yang tidak kita bagikan. Bahkan ketika kita
setuju dengan penilaian yang dibuat oleh seseorang yang mengkritik kita dan berpikir
kita salah, kita harus memisahkan hal bodoh atau ceroboh yang kita lakukan dari diri
kita sebagai pribadi. Berikut ini adalah lima tanggapan yang membantu dalam berbagai
jenis situasi di mana kritik didapatkan
2.7.1. Mendapatkan umpan balik yang bermanfaat
Jika kritiknya tidak jelas, perlu terlebih dahulu untuk mengetahui dengan tepat apa
yang terjadi yang menyebabkan kritik tersebut. Mengungkap masalah akan memberi
Kita umpan balik spesifik yang mungkin berguna bagi Kita dalam Meningkatkan
kinerja Kita. Karena itu, sebelum bereaksi terhadap masalah apa pun yang mungkin ada,
pertama-tama pastikan Kita memahami sifat pasti dari masalah tersebut.
2.7.2. Setuju dengan Kritikan
Jika kita menganggap kritik yang kita terima valid, respons paling langsung
adalah mengakui kesalahan itu. Jika kita melakukan kesalahan atau salah, akui itu.
Ketika kita mengakui kesalahan dan meminta maaf untuk , orang-orang kesulitan
mempertahankan kemarahan mereka. Namun, jika kita terus melakukan kesalahan yang
sama, permintaan maaf akan tampak tidak tulus karena kita belum mengambil langkah-
langkah untuk mencegah masalah tersebut terulang kembali
2.7.3. Tidak Setuju dengan Kritikan
Jika kita menganggap kritik tidak adil atau tidak masuk akal, penting untuk
menyatakan ketidaksetujuan kita dan memberi tahu alasannya.

17
2.7.4. Fogging
Fogging melibatkan pengakuan akan kebenaran atau kemungkinan kebenaran
dalam apa yang orang katakan tentang diri sementara mengabaikan sepenuhnya setiap
keputusan mereka.

STUDI KASUS 6.3


Supervisor : Anda menghabiskan banyak waktu berbicara dengan pasien tentang
pilihan OTC sederhana.
Apoteker : Anda benar.
Supervisor : Apoteker lain membiarkan pegawai melakukan banyak hal semacam itu.
Apoteker : Anda mungkin benar. Mereka mungkin tidak menghabiskan banyak
waktu seperti yang saya lakukan pada konsultasi OTC.

Respons semacam itu memungkinkan Kita untuk melihat kebenaran tentang


perilaku Kita tanpa menerima kritik tersirat. Respons fogging berbeda dengan
menyetujui kritik. Menyetujui kritik termasuk mengakui bahwa Kita salah atau
berperilaku tidak bertanggung jawab: Kita mengakui bahwa perilaku Kita gagal
memenuhi tujuan Kita sendiri.
2.7.5. Menunda Tanggapan.
Jika kritik mengejutkan Kita dan Kita bingung bagaimana harus merespons,
berikan waktu pada diri Kita untuk memikirkan masalah sebelum merespons. Beberapa
situasi konflik memerlukan tanggapan segera. Jika Kita terlalu terkejut atau kesal untuk
berpikir jernih tentang apa yang ingin Kita katakan, maka tunda respons. Katakan
kepada orang itu: "Saya ingin waktu untuk memikirkan tentang apa yang Kita katakan
kepada saya, dan kemudian saya ingin duduk tanpa dan mencoba untuk menyelesaikan
masalah ini. Bisakah kita membahas situasi sore ini di akhir giliran kerja saya

2.8. Asertif dan Kolega


Misalnya, Ketua PD IAI menelepon dan meminta kita untuk bertugas sebagai
ketua komite baru. Kita tertarik dengan komite tetapi tidak yakin kita memiliki waktu
untuk memimpinnya. Manakah dari tanggapan berikut yang akan kita pilih:

18
a. "Yah, aku benar-benar ingin. Saya tidak tahu Saya kira saya bisa jika tidak
membutuhkan banyak waktu
b. "Kenapa kamu tidak bertanya pada Jim? Dia yang terbaik. Jika kamu tidak dapat
menemukan orang lain, mungkin aku bisa melakukannya."
c. "Aku sudah memberikan cukup waktu untuk organisasi ini. Semua orang selalu
datang kepadaku. Biarkan orang lain melakukan beberapa pekerjaan untuk
perubahan."
d. "Aku tertarik pada komite, tapi aku tidak yakin aku punya waktu. Biarkan aku
memikirkannya malam ini dan aku akan meneleponmu besok pagi dengan
keputusan."

Respons (d) tampaknya paling jujur dan tegas. Kami biasanya merasa bahwa kami
harus segera menanggapi situasi yang muncul. Seringkali respons terbaik adalah
menunda respons. Ini memberi kita waktu untuk memutuskan apa yang sebenarnya
ingin kita lakukan. Ketika kita menghadapi keputusan atau kita Anda terlibat dalam
konflik, sering kali lebih baik untuk mengatakan, "Saya ingin waktu untuk berpikir.
Saya akan membalas Anda." Tentu saja penting bagi kita untuk kembali kepada orang
itu ketika kita mengatakan akan melakukannya dan menyelesaikan masalah tersebut.
Respons (a) adalah plin-plan "ya." Masalah dengan respons semacam itu adalah kita
mungkin mengatakan "ya" tetapi tidak pernah bertanggung jawab atas keputusan kita.
Sebaliknya, kita mungkin menyalahkan orang lain karena terlalu banyak bertanya
kepada kita. Respons "ya", dalam situasi ini, diberikan karena kita merasa sulit untuk
mengatakan "tidak." Respons (b) menunjukkan bahwa, jika tidak ada orang lain yang
melakukannya, kita akan merasa bahwa kita harus melakukannya. Kita merasa
bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah Presiden dengan mengidentifikasi
seseorang untuk memimpin komite. Jika dia tidak dapat menemukan orang lain, kita
kemudian akan merasa berkewajiban. Respons agresif, (c), Sering kali menjadi titik
perhatian seseorang setelah riwayat respons pasif terhadap permintaan serupa.
Kedengarannya seolah dia ini sering berkata "ya" di masa lalu, merasa terlalu
berkomitmen, dan mulai menyalahkan orang lain karena "meminta" daripada
mengambil tanggung jawab pribadi karena mengatakan "ya." Orang lain akan meminta

19
kita. Terserah kepada kita untuk mengatakan "ya" atau "tidak atau untuk menetapkan
batas pada sejauh mana keterlibatan kita.

STUDI KASUS 6.4


Presiden : Anda akan sempurna untuk pekerjaan itu, Ini sangat penting dan saya
harus memiliki seseorang yang mengetahui masalah dan tetap di atas
segalanya.
Apoteker : Saya menghargai itu, tetapi saya tidak akan dapat memimpin komite
tahun ini.
Presiden : Saya akan membantu dengan beban kerja, Ini seharusnya tidak lebih dari
satu jam atau lebih seminggu.
Apoteker : Itu mungkin benar, tapi saya tidak mau ketua komite saat ini.
Presiden : Mengapa tidak? Mungkin ada sesuatu yang bisa kita lakukan untuk
menyelesaikan masalah yang menurut Anda akan muncul dalam
mengetuai komite.
Apoteker : Keputusannya benar-benar pribadi. Saya tidak akan bisa sebagai ketua
komite saat ini,

Dalam hal ini, Apoteker sekali lagi menggunakan respons "broken record"
mengulangi jawaban "tidak" tanpa uraian dan tanpa dendam atas upaya presiden untuk
membujuknya mengubah pikiran. Jika Apoteker memilih untuk melakukannya, dia
mungkin telah memberikan penjelasan untuk keputusannya, tetapi dia tidak
"berkewajiban" untuk melakukannya.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Perilaku asertif adalah ekspresi langsung dari ide, pendapat, dan keinginan.
Maksud dari perilaku asertif adalah untuk berkomunikasi dalam suasana
kepercayaan. Konflik yang muncul dihadapi dan solusi atas kesepakatan
bersama dicari. Individu yang asertif memulai komunikasi dengan cara yang
menyampaikan keprihatinan dan rasa hormat mereka kepada orang lain.
2. Teknik dalam Asertif adalah : Memberikan Umpan Balik, Mengundang Umpan
Balik dari orang lain, Pengaturan Batasan, Membuat Permintaan, Bertahan,
Reframing, Mengabaikan Provokasi, dan Menanggapi Kritikan.
3. Pelaksanaan Asertif dalam Pelayanan Kefarmasian yaitu Asertif kepada Pasien,
Asertif pada Tenaga Kesehatan Lainnya, Asertif pada Karyawan, dan Asertif
pada Kolega.
3.2 Saran
1. Mencari contoh-contoh kasus yang lain untuk lebih memahami konsep
Asertiveness
2. Melakukan latihan menerapkan konsep Asertiveness dalam komunikasi sehari-
hari dan komunikasi di Pelayanan Kefarmasian.

21
DAFTAR PUSTAKA

Tyndall, W.N., Beardsley, R.S., 1994, Communication Skills in Pharmacy Practice. A


Practical Guide for Students and Practioners, 3rd Ed, Lea & Febliger, Baltimore,
Maryland.

22

Anda mungkin juga menyukai