Etika Meludah
Etika Meludah
Mengapa demikian? Karena shalat adalah menghadap Allah ke arah kiblat, maka bagaimana
mungkin orang meludahi arah kiblat?
“Apabila (seseorang) berada di dalam shalatnya maka sesungguhnya dia sedang bermunajat
kepada Rabbnya. Maka janganlah dia meludah ke arah depannya (qiblat) dan jangan pula ke
arah kanannya, akan tetapi (meludahlah) ke arah kiri (atau) ke bawah kaki kirinya.” (HR Al
Bukhari, 1214 dan Muslim, 551).
Baik sedang melaksanakan shalat maupun tidak. Mengapa tidak diperbolehkan? Karena ada
malaikat pencatat kebaikan di arah kanan.
Sebagaimana telah datang atsar dari Hudzaifah ibnul Yaman radhiallahu ‘anhu, dia berkata:
“Maka janganlah (seseorang) meludah ke arah depannya (qiblat) dan jangan pula ke arah
kanannya karena di sebelah kanannya ada (malaikat) pencatat kebaikan, akan tetapi
(meludahlah) ke arah kirinya atau ke belakang punggungnya.” (Atsar riwayat Ibnu Abi Syaibah
(7454). Sanadnya shahih)
Hal ini merupakan kebolehan secara mutlak baik saat shalat, di dalam, atau luar masjid. Namun
tentu dengan tata cara tertentu, dan dalam unsur darurat.Meludah kearah kiri, tentu di arah
kirinya tak ada jamaah lainnya, jika ada maka harus meludah di bawah kaki kirinya. Namun
tentu lebih bijak harus ada sarana lainnya untuk meludah, seperti sapu tangan, tissu atau handuk
kecil.Mengapa kearah kiri diperbolehkan, sedang kanan tidak? Hal ini karena sudah ada hadits
shahih mengenai larangan meludah ke kanan, jika ke kiri sudah mendapatkan izin dari
Rasulullah.Larangan meludah ke kanan sebagai pemuliaan atau penghormatan pada malaikat
pencatat amal kebajikan.
4. Sebaiknya jangan meludah sembarangan jika tidak terpaksa.
Saat tubuh sedang sakit,dan kondisional lainnya yang menginginkan manusia untuk meludah,
maka harus bijak. Selain menjijikkan untuk orang lain jika terkena, sebaiknya meludah jangan
disembarang tempat.Cari tempat yang aman, jauh dari banyak orang, jangan mengenai orang
lain, pakailah tisu atau saputangan saat meludah. Apalagi saat seseorang sedang sakit, maka
sangat rawan menulari orang lain dengan air ludah itu.
Hal ini terkait pula dengan air ludah, mulut yang sehat, insyaAllah jauh dari penyakit, termasuk
air ludah. Maka rutin bergosok gigi, memakai cairan pembunuh bakteri dan penyegar mulut atau
memakan sesuatu yang bisa menyehatkan dan menyegarkan mulut akan lebih utama.
Hal ini terkait dengan kebersihan, kesehatan dan manfaatnya. Tidak ada manfaatnya, bahkan
cenderung banyak mudharatnya jika seorang muslim sembarangan dalam meludah.Selain
menjijikan, tidak sopan, merugikan orang lain akan menimbulkan banyak penyakit.Maka
bijaklah jika ingin meludah.
Islam adalah agama yang sangat indah. Semua lini kehidupan diatur sedemikian rupa.
Mulai ibadah primer maupun sekunder, masing-masing diatur. Termasuk di antaranya adab
meludah maupun berdahak.Membuang ludah atau meludah termasuk perkara sepele yang tidak
dihiraukan dan diperhatikan oleh kebanyakan orang. Jika kita perhatikan, kebanyakan orang
masih banyak yang sembarangan ketika meludah, termasuk meludah ke arah kiblat.
Dari Anas : Bahwasannya Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah melihat dahak di
kiblat (dinding masjid). Beliau merasa terganggu akan hal tersebut hingga terlihat di wajah
beliau. Lalu beliau berdiri dan menggosoknya dengan tangan beliau.Beliau shallallaahu 'alaihi
wa sallam bersabda : "Sesungguhnya salah seorang di antara kalian apabila berdiri dalam
shalatnya, maka ia sedang bermunajat kapada Rabbnya atau Rabbnya berada antara dia dan
kiblat . Maka, janganlah salah seorang di antara kalian meludah ke arah kiblat. Akan tetapi
hendaklah ia meludah ke sebelah kirinya atau di bawah kakinya".Lalu beliau memegang ujung
selendangnya dan meludah padanya, kemudian menggosok-gosokkan kainnya tersebut.
(Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 405, Muslim no. 551, dan yang lainnya)
Namun, perlu kita perhatikan bahwa tak sedikit orang yang merasa jorok dan terganggu,
ketika ada orang yang meludah di hadapannya, atau di jalan yang biasa mereka lewati.Maka
sepantasnya kita sebagai seorang muslim yang beradab, tidak berludah sembarangan, semampu
kita.