Makalah Pondok Pesantren Sebagai Sebuah Sistem Pendidikan Islam
Makalah Pondok Pesantren Sebagai Sebuah Sistem Pendidikan Islam
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jika masa dulu pondok pesantren identik dengan pendidikan bagi generasi
muda pedesaan dan pinggiran kota, namun pondok pesantren sekarang pemuda
kota pun bisa belajar di Pesantren. Selain itu, Pondok Pesantren sekarang juga
sudah mengalami kemajuan yang pesat, terbukti dengan banyaknya pondok
pesantren yang berlabelkan Pondok Pesantren Modern. Sehingga lembaga ini
berhasil menarik minat berbagai lapisan masyarakat yang semakin banyak dan
otomatis Pondok Pesantren sekarang semakin besar peranannya dalam
mengembangkan Pendidikan Agama Islam.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat diketahi rumusan masalah dalam makalah
ini yaitu:
1
BAB II
PEMBAHASAN
Sebagai suatu lembaga pendidikan Islam, pesantren dari sudut historis cultural
dapat dikatakan sebagai “training center” yang otomatis menjadi “cultural central”
Islam yang dikembagakan oleh masyarakat, setidak-tidaknya oleh masyarakat
Islam sendiri yang secara de facto tidak dapat diabaikan oleh pemerintah.
2
Indonesia yang peran sertanya tidak diragukan lagi, adalah sangat besar bagi
perkembangan Islam di Nusantara1
Pada masa penjajahan kolonial Belanda yaitu sekitar abad ke-18an, nama
pesantren sebagai lembaga pendidikan rakyat terasa sangat berbobot terutama
dalam bidang penyiaran agama Islam. Pada masa penjajahan ini pondok pesantren
menjadi satu-satunya lembaga pendidikan Islam yang menggembleng kader-kader
umat yang tangguh dan gigih mengembangkan agama serta menentang penjajahan
berkat dari jiwa Islam mereka. Kelahiran pesantren baru, selalu diawali dengan
cerita perang nilai antara pesantren yang akan berdiri dengan masyarakat
sekitarnya, dan diakhiri dengan kemenangan pihak pesantren, sehingga pesantren
dapat diterima untuk hidup di masyarakat, dan kemudian menjadi panutan bagi
masyarakat sekitarnya dalam bidang kehidupan moral. Bahkan dengan kehadiran
pesantren dengan jumlah santri yang banyak dan datang dari berbagai masyarakat
lain yang jauh, maka terjadilah semacam kontak budaya antara berbagai suku dan
masyarakat sekitar. Dari segi cultural para ulama Islam berusaha menghindarkan
tradisi serta ajaran agama Islam dari pengaruh kebudayaan Barat. Segala sesuatu
yang berbau Barat secara apriori ditolak oleh mereka, termasuk system
pendidikan2
1
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1996, hlmn 39-41
2
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003, hlmn 229-
230
3
kader-kader bangsa dan tokoh-tokoh perjuangan nasional dilahirkan oleh
pesantren. Bahkan pada saat-saat perjuangan kemerdekaan, banyak tokoh pejuang
dan pahlawan-pahlawan kemerdekaan yang berasal dari pesantren.
3
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1996, hlmn 43
4
3. Pondok pesantren dengan kombinasi disamping memberikan pelajaran dengan
system pengajian, juga dengan sistem madrasah yang dilengkapi dengan
pengetahuan umum.
4. Pondok pesantren yang tidak lebih baik dari asrama pelajar daripada pondok
yang semestinya.4
Pondok pesantren pada masa lalu, pada awal tahun 2001 pemerintah
menyadari bahwa potensi pesantren perlu dioptimalkan yaitu untuk menyantuni
kebutuhan pendidikan bagi generasi muda pedesaan dan pinggiran kota. Jumlah
lembaga pendidikan psantren di seluruh Indonesia terus bertambah dari tahun ke
tahun. Dengan perkembangan pesantren yang cepat tersebut ditunjang oleh
keluarnya Undang-Undang Sistem Pndidikan No. 2 Tahun 1989 yang
memberikan legalitas yang sama dengan sekolah-sekolah negeri tingkat dasar dan
menengah terhadap madrasah-madrasah tingkat dasar dan menengah yang
dikembangkan di Pesantren.5
4
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003, hlmn 232
5
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Menadu Modernitas untuk Kemajuan Bangsa),
Yogyakarta, 2009, hlmn 67
5
diberikan dngan sistem weton, yaitu para santri datang berduyun-duyun
pada waktu tertentu.
6
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1996, hlmn 45
6
5. Prinsip kebenaran, anak didik akan lebih banyak belajar apabila minat
perhatiannya tertarik oleh penyajian-penyajian yang relatif baru.
6. Prinsip praktik aktif, anak akan dapat belajar lebih baik apabila ia
diikutsertakan dalam praktik.
7. Prinsip praktik terbuka, anak didik akan belaar lebih baik dan giat apabila
pelajaran praktik tersebut disusun dalam periode yang singkat yang
didistribusikan dalam jangka waktu tertentu.
8. Prinsip mengurangi petunjuk, anak didik akan lebih baik dalam belajarnya
apabila instruksi atau petunjuk semakin dikurangi.
7
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003, hlmn 251-
253
7
4. Memiliki rasa kebersamaan yang tinggi, dalam pesantren berlaku prinsip
bahwa dalam hal kewajiban, individu harus menunaikan kewajiban lebih
dahulu. Sedangkan dalam hal hak, individu harus mendahulukan
kepentingan orang lain sebelum kepentingannya sendiri.
5. Menghormati orang tua dan guru, tujuan ini dicapai melalui penegakan
berbagai pranata di Pesantren, seperti tidak membantah guru.
8
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992,
hlmn 201-202
8
3. Para santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren walaupun sebagian
besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah.
1) Pesantren pola I ialah pesantren yang memiliki unit kegiatan dan elemen
berupa masjid atau rumahnya untuk mengaji, biasanya santri datang dari
daerah sekitarnya, namun pengajian telah diselenggarakan secara kontinyu dan
sistematik.
2) Pesantren pola II ialah sama dengan pola I ditambah adanya pondokan bagi
santri.
3) Pesantren pola III ialah sama dengan pola II ditambah adanya madrasah, jadi
sudah ada sistem klasikal.
4) Pesantren pola IV ialah pesantren pola III ditambah adanya unit ketrampilan
seperti peternakan, kerajinan, koperasi, sawah, ladang, dan lain-lain.10
9
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1996, hlmn 56
10
Ahmad Tafsir…ibid hlmn 193
9
Menarik juga klasifikasi yang diajukan oleh Wardi Bakhtiar (dan kawan-
kawannya). Menurutnya, dilihat dari sudut pengetahuan yang diajarkan, pesantren
dibagi menjadi 2 macam,yaitu:
Menurut Horikoshi kekuatan kiai atau ulama itu berakar pada kredibilitas
moral, dan kemampuan mempertahankan pranata sosial yang diinginkan.
Kredibilitas moral itu, menurut pengamatan, dibina antara lain dengan dukungan
kealiman (pengetahuan agama, kemampuan membaca kuning) keshalihan perilaku
(termasuk ketaatan melakukan ibadah ritual), pelayanannya kepada masyarakat
muslim. Namun ada satu unsur lagi yang agaknya kurang diperhatikan oleh para
peneliti, yaitu adanya kemampuan-kemampuan suprarasional yang dimiliki oleh
para kiai. Kekuatan kiai dan ulama juga karena kemampuannya menjaga pranata
sosial. Pranata disini diartikan peraturan-peraturan, tradisi-tradisi yang hidup
dalam masyarakat.11
10
E. SISTEM PENDIDIKAN MADRASAH
13
Eneng K Rukiati dan Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung:
Pustaka Setia, 2006 ),h. 113
14
Ibid, h. 115
11
mata pelajaran agama pada madrasah lebih banyak dibandingkan dengan mata
pelajaran agama pada sekolah umum.15
Sejarah dan perkembangan madrasah akan dibagi dalam dua periode,
yaitu :
a. Periode Sebelum Kemerdekaan
Pendidikan dan pengajaran agama Islam dalam bentuk pengajaran Al-
Qur’an dan pengajian kitab yang diselenggarakan di rumah-rumah, surau,
masjid, pesantren, dan lain-lain. Pada perkembangan selanjurtnya
mengalami perubahan bentuk baik dari segi kelembagaan, materi
pengajaran, metode maupun struktur organisasinya, sehingga melahirkan
suatu bentuk yang baru yang disebut madrasah.16
Latar belakang pertumbuhan madrasah di Indonesia dapat dikembalikan
pada dua situasi yaitu:
1. Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia
2. Respons pendidikan Islam Islam terhadap kebijakan pendidikan
hindia-belanda.
3. Madrasah-madrasah yang didirikan pada periode sebelum
kemerdekaan ini adalah:17
a) Madrasah Adabiyah (Adabiyah School)
b) Sekolah Agama (Madras School)
c) Madrasah Diniyah (Diniyah School)
d) Madrasah Muhammadiyah
e) Arabiyah School
f) Sumatera Thawalib
g) Madrasah Diniyah Putri
h) Madrasah Salafiyah
i) Madrasah-Madrasah Lainnya
15
Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Lembaga- Lembaga Pendidikan Islam
Di Indonesia, (Jakarta : Grasindo, 2001), h. 194
16
Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h.
291
17
Abudin nata,,Op,,Cit,,h. 199
12
Walaupun pendidikan Islam telah berjalan lama, namun masih
terasa disisihkan dari sistem pendidikan nasional. Keadaan ini
berlangsung samapai dengan dikeluarkannya SKB 3 Menteri tanggal 24
Maret 1975 yang tersohor itu, yang berusaha mengembalikan
ketertinggalan pendidikan Islam untuk memasuki mainstream pendidikan
nasional. Kebijakan itu membawa pengaruh yang sangat besar bagi
madrasah. Dengan SKB tersebut, madrasah memperoleh defenisi yang
semakin jelas sebagai lembaga pendidikan yang setara dengan sekolah
sekalipun pengelolaannya tetap berada dibawah Departemen Agama.18
18
Syamsul Nizar,,Op,,Cit,,h. 294
19
Abudin Nata,,Op,,Cit,,h. 207
13
Pendidikan dan pengajaran merupakan suatu kewajiban yang tegas-tegas
menjadi ketentuan dalam Islam bagi pemeluknya, besar kecilnya peran Islam
sangat bergantung pada berhasil tidaknya pendidikan dan pengajaran yang
dilancarkan.
Madrasah yang pada hakikatnya merupakan salah satu alat dan sumber
pendidikan serta pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam
masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah mendapat perhatian dan bantuan
yang nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.
Berdasarkan hal tersebut, jenjang pendidikan pada madrasah tersusun
sebagai berikut:20
a) Madrasah rendah atau madrasah ibtidaiyah, adalah madrasah yang memuat
pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam menjadi pokok
pengajarannya, lama pendidikan 6 tahun.
b) Madrasah lanjutan tingkat pertama atau Madrasah Tsanawiya adalah
madrasah yang menerima murui-murid tamatan madrasah rendah atau
sederajat dengan itu, serta memberi pendidikan dalam ilmu pengetahuan
agama Islam sebagai pokok, lama pendidikannya 3 tahun
c) Madrasah lanjutan atas atau Madrasah Aliyah adalah madrasah yang
menerima murid-murid tamatan madrasah lanjutan pertama atau yang
sederajat memberi pendidikan dalam ilmu pengetahuan agama Islam sebagai
pokok, lama belajar 3 tahun.
BAB III
PENUTUP
20
Eneng K Rukiati dan Fenti Hikmawati,,Op,,Cit,,h. 121
14
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
15
Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi
Aksara
Tafsir, Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
16