Nama Kelompok 2:
Disusun Oleh :
Kelompok 2
Disetujui:
Tanggal:
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun
pikiran yang baik, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan jurnal
“Preoxygenation before intubation in adult patients with acute hypoxemic
respiratory failure: a network meta-analysis of randomized trials”, tepat pada
waktunya.
Dalam penyusunan laporan ini, saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada ibu selaku dosen fasilitator Risa Herlianita, MS .atas
bimbingan, pengarahan, dan kemudahan yang telah diberikan kepada saya dalam
pengerjaan laporan jurnal ini. Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan
pada penulisan laporan presentasi jurnal ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang
membangun sangat kami harapkan dari pembaca sekalian. Saya berharap semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
2
BAB II
JURNAL PENELITIAN
3
4
5
2.2 Jurnal Penunjang
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
BAB III
PEMBAHASAN
18
3.1.2 Deskripsi Penelitian
Case study :
Acute Respiratory Failure from Cement Exposure: A Case Report and
Review of the Literature
Seorang pekerja konstruksi laki-laki berusia 47 tahun dengan riwayat
diabetes, hipertensi, hyperlipidemia, dan merokok dibawa ke UGD dengan sesak
nafas yang dialami sejak sehari sebelumnya. Pasien mengatakan sehari sebelumnya
dia bekerja mencampur beton sepanjang hari dan berulang kali yang terpapar debu
dari beton tersebut. Sesaat setelah bekerja, ia kembali kerumah, kemudian
sesampainya dirumah dia merasa sesak nafasnya disertai batuk, terdapat nyeri dada
yang dirasakan dan nyeri tersebut semakin menjalar. Pasien tidak punya riwayat
penyakit paru-paru.
Pada saat tiba di UGD tanda-tanda vitalnya yaitu: TD 145/86 mmHg, denyut
jantung 115/mnt, RR 24/mnt, saturasi oksigen 84% dalam temperature ruangan,
suhu 99,2oF. Pasien kesulitan bernafas, ditemukan ada suara nafas tambahan ronki
dan tidak ditemukan wheezing.
Saturasi oksigen tidak meningkat dengan pemberian oksigen menggunakan
non- rebreather lalu pasien dipasang bilevel positive pressure ventilation (BPPV)
dengan target tercapainya peningkatan saturasi oksigen mencapai 97% dan ada
perbaikan dalam pernafasan. Dari pemeriksaan electrocardiogram menunjukkan
adanya sinus takikardi.Initial basic metabolic panel (BMP), B-type natriuretic
peptide (BNP), dan troponin normal. Laktat 1,0 mEq / L. Pemeriksaan darah
lengkap penting dilakukan untuk mengetahui leukositosis sejumlah 25x109/L. D-
dimer meningkat yaitu 423 ng / mL. Dari pemeriksaan BGA didapatkan data pH
7,39, pCO2 45 mmHg, dan pO2 <30 mmHg dengan saturasi oksigen vena sebesar
49%. Pemeriksaan HIV dengan hasil negatif. Foto rontgen dada (Chest X-Ray)
awalnya menunjukkan bilateral dan menunjukkan adanya udara.
19
Hasil CTA Menunjukkan bilateral Multifocal Airspace Disease dengan
kekeruhan Ground-Glass (GGO).
Tidak ada emboli paru yang diidentifikasi. Diagnosis banding radiologis termasuk
dalam pneumonia, aspirasi, perdarahan paru, dan acute respiratory distress
syndrome (ARDS).
Kualitas bernafas pasien memburuk dan dilakukan intubasi di UGD. Dari
pemeriksaan BGA atau analisa gas darah post-intubasi didapatkan data pH 7,31,
pCO2 48 mmHg, pO2 64 mmHg, O2 duduk 90%. Nilai PAO2 / FiO2 Pasien adalah
160, memenuhi ktiteria untuk ARDS. Pasien dirawat di unit perawatan intensif
medis dengan ARDS sekunder akibat pneumonitis multifokal dibandingkan
pneumonia.
Meskipun demam, pasien dirawat secara dengan diberikan antibiotik berupa
20
ceftriaxone dan azithromycin dan steroid secara intravena. Kultur darah negatif.
Pasien dirawat dan diberi ventilasi dengan volume tidal pasien 6 ml/kg, berat badan
pasien ideal dan kondisinya bertahap membaik dan diekstubasi pada hari ketiga di
rumah sakit. Pada hari ke enam di rumah sakit, pasien dipindahkan ke ruang inap,
dan ia di beri prednison taper dan dirawat dengan diagnosis pneumonitis multifokal.
Pada kunjungan tindak lanjut, kira-kira satu bulan setelah pulang pasien terus
merasa baik dan tidak adanya sesak napas atau keluhan pernapasan.
22
Comments (Including reason for exclusion)
23
6. Apakah kondisi klinis pasca intervensi dijelaskan dengan jelas?
Ya. Dijelaskan bahwa setelah 3 hari perawatan kondisi pasien membaik
dan dipulangkan pada hari ke-6. Pada saat kontrol kembali ke RS satu bulan
setelahnya, pasien mengatakan tidak lagi mengalami sesak nafas dan tidak
ada keluhan pernafasan.
7. Apakah kejadian buruk (bahaya) atau kejadian tak terduga
teridentifikasi dan dijelaskan?
Tidak. Pada penelitian ini tidak dijelaskan adanya efek samping ataupun
kejadaian tidak diinginkan pada pasien.
8. Apakah laporan kasus memberikan pelajaran yang bisa diambil?
Ya. Dari penelitian ini dapat dipelajari bahwa tindakan intubasi dapat
memperbaiki kondisi pasien dengan ARDS.
24
3.2 Jurnal Penunjang
3.2.1 Profile Penelitian
25
with acute hypoxemic respiratory failure.
Citations’ screening, study selection, data
extraction, and risk of bias assessment were
independently performed by two authors. The
primary outcome was the lowest SpO2 during
the intubation procedure. Results: We included
7 RCTs (959 patients). Patients preoxygenated
with NIV had significantly less desaturation
than patients treated with COT (mean
difference, MD 5.53, 95% CI 2.71, 8.34) and
HFNC (MD 3.58, 95% CI 0.59, 6.57). Both
NIV (odds ratio, OR 0.43, 95% CI 0.21, 0.87)
and HFNC (OR 0.49, 95% CI 0.28, 0.88)
resulted in a lower risk of intubation-related
complications than COT. There were no
significant mortality differences among the use
of NIV, HFNC, COT, and HFNC and
NIVduring preoksigenasi Conclusions: In
adult patients with acute hypoxemic respiratory
failure, NIV is a safe and probably the most
effective preoxygenation method.
26
3.2.2 Deskripsi Penelitian Berdasarkan PICO
P (Problem, purpose, population)
Kriteria Eksklusi:
1. Penelitian yang berfokus pada pemberian oksigenasi pada
apnea
2. Penelitian yang hanya mengevaluasi durasi dilakukan
oksigenasi
3. Penelitian mengenai pemberian preoksigenasi pada intervensi
yang membutuhkan anestesi
4. Responden sehat dan hewan
27
28
I (Intervention)
Improves kriteria inklusi: dengan non dengan NIV menggunakan NIV lebih
Intubation in usia >18 tahun masker (15 O2 lembab disaturasi terendah. Tidak
Hypoxemic dengan AHRF dan L/mnt) (FiO2 100%) ada perbedaan untuk
29
Randomized intubasi (p=0,18), skala kesulotan
Controlled Kriteria eksklusi: intubasi (p=0,09), efek
Clinical Trial 1. Serangan jantung samping terkait intubasi
2. Asfiksia termasuk disaturasi <80%
(p=0,46)
3. Jaber et 2016 Apnoeic Jumlah populasi Pemberian HFNC Pemberian Strategi baru untuk
all Oxygenation via sebanyak 49 lembab 60 L/mnt NIV dengan preoksigenasi pada pasien
Patients in the
Intensive Care
Unit: The
Single-Centre,
Blinded,
30
Randomised
Controlled
OPTINIV Trial
4. Simon 2016 High-Flow Jumlah populasi Preoksigenasi Preoksigenasi SpO2 turun secara
et all Nasal Cannula sebanyak 40 dengan BVM O2 dengan HFNC signifikan pada kelompok
31
5. Baillard 2018 Effect of Jumlah populasi Preoksigenasi Preoksigenasi Penelitian ini tidak
et all Preoxygenation Sebanyak 201 dengan non dengan NIV signifikan karena
Using Non- responden dengan rebreathing BVM didukung menggunakan metode NIV
Ventilation Usia >18 tahun dan oksigen 15 L/mnt ventilator ICU untuk mengurangi
in Hypoxaemic 1. Ensepalopati,
Patients: A koma
Randomised 2. Resusitasi
32
Intubation in the 1. >18 tahun yang L/mnt L/mnt kelompok HFNC
Critically Ill perlu intubasi di dibandingkan kleompok
Patient: A ICU SMO. dibandingkan
Randomized 2. Tanpa dengan SMO
Clinical Trial hipoksemia berat preoksigenasi dengan
(PaO2<200 HFNC di ICU tidak
mmHg) meningkatkan SpO2
Kriteria eksklusi: selama intubasi pada
1. Asfiksia pasien hipoksemia yang
2. Blockade tidak parah
nasofaring
3. Intubasi
fiberoptik
7. Frat et 2019 Non-invasive Jumlah populasi Preoksigenasi Preoksigenasi Pada pasien dengan
all Ventilation sebanyak 313 dengan posisi dengan posisi kegagalan pernafasan
Cannula 1. usia >18 tahun HFNC 60 NIV hingga ventilasi non-invasif atau
Therapy With dan butuh Dokter volume tidal 6- tidak mengubah risiko
33
Oxygenation for 2. AHRF ada an jaw trust
Preoxygenation tanda-tanda untuk menjaga
Before gangguan nafas jalan nafas
Intubation of paten dan terus
Patients With Kriteria eksklusi: diberi terapi
Acute 1. Henti jantung oksigen aliran
Hypoxaemic 2. GCS <8 tinggi selama
Respiratory dilakukan
Failure: A laringoskopi
Randomised,
Multicentre,
Open-Label
Trial
34
O (Outcome)
35
3.2.3 JBI Critical Apparaisal Check List
Author : Ka Man Fong, Shek Yin Au and George Wing Year 2019
Not
Yes No Unclear
applicable
37
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Respiratory failuremerupakan sindrom yang disebabkan oleh tidak
adekuatnya pertukaran gas karenadisfungsi satu atau lebih komponen penting dari
sistem pernapasan. Gangguan pertukaran gas ini menyebabkan kurangnya pasokan
oksigen pada tubuh terutama pada darah sehingga terjadi hipoksemia.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan adalah dengan dilakukan intubasi.
Preoksigenasi dengan NIV (non-invasive ventilation) sebelum dilakukan intubasi
pada pasien acute hypoxemic respiratory failure dinilai efektif dan aman.
4.2 Saran
Perkembangan penelitian-penelitian kesehatan terkini telah menghasilkan
inovasi-inovasi baru dalam menangani suatu masalah kesehatan seperti acute
hypoxemic respiratory failure (AHRF). Maka tenaga medis khususnya perawat
dapat mengaplikasikan tindakan preoksigenasi dengan NIV sebelum dilakukan
intubasi sebagai salah satu penatalaksanaan dalam praktik keperawatan Gawat
.darurat untuk mengurangi komplikasi dari intubasi
38
DAFTAR PUSTAKA
39