Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN JURNAL

Preoxygenation Before Intubation in Adult Patients with Acute Hypoxemic


Respiratory Failure: A Network Meta-Analysis of Randomized Trials

Nama Kelompok 2:

Try Susanti 201710420311018


Alhisna Fitri Setyamardina 201710420311019
Adie Noor Ramadhani 201710420311020
Isna Hidayatun Nimah 201710420311022
Balqis Salsabilani As Sa’diyah 201710420311023
Mardiana Yuling 201710420311024
Rizky Amalia 201710420311025
Indah Suci Indiarti 201710420311026
Riya Nofindasari 201710420311027
Fina Nur Amidah 201710420311028
Tamma Putri Wulandari 201710420311029
Mohammad Fahad 201710420311030
Yuli Puspita Devi 201710420311031
Eliza Maharani Elsandra 201710420311032
Nanda Putri Rahayu 201710420311033
Septin Ike Nurainina 201710420311034
Ika Nur Annisa 201710420311035

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Preoxygenation before intubation in adult patients with acute hypoxemic


respiratory failure: a network meta-analysis of randomized trials

Disusun Oleh :
Kelompok 2

Disetujui:
Tanggal:

Fasilitator Penguji Pleno,

(Risa Herlianita, MS) (………………………)

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun
pikiran yang baik, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan jurnal
“Preoxygenation before intubation in adult patients with acute hypoxemic
respiratory failure: a network meta-analysis of randomized trials”, tepat pada
waktunya.
Dalam penyusunan laporan ini, saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada ibu selaku dosen fasilitator Risa Herlianita, MS .atas
bimbingan, pengarahan, dan kemudahan yang telah diberikan kepada saya dalam
pengerjaan laporan jurnal ini. Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan
pada penulisan laporan presentasi jurnal ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang
membangun sangat kami harapkan dari pembaca sekalian. Saya berharap semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Malang, Maret 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................ ii

Daftar Isi................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar belakang ............................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2

BAB II JURNAL PENELITIAN ............................................................................ 3

2.1 Jurnal Case Study .......................................................................................... 3

2.2 Jurnal Penunjang ........................................................................................... 6

BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 18

3.1 Case Study ................................................................................................... 18

3.1.1 profile penelitian ................................................................................... 18


3.1.2 Deskripsi Penelitian .............................................................................. 19
3.1.3 JBI Critical Apparaisal Check List ...................................................... 22
3.2 Jurnal Penunjang ......................................................................................... 25

3.2.1 Profile Penelitian.................................................................................. 25


3.2.2 Deskripsi Penelitian Berdasarkan PICO ............................................... 27
3.2.3 JBI Critical Apparaisal Check List ...................................................... 36
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 38

4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 38

4.2 Saran ............................................................................................................ 38

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 39

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Respiratory failure adalah sindrom yang disebabkan ketidak adekuatan


pertukaran gas karenadisfungsi satu atau lebih komponen penting dari sistem
pernapasan(Gregoretti, Cortegiani, Accurso, Raineri, & Giarratano, 2018). Gagal
dalam perkembangannya gangguan pernafasan akut dapat menjadi Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dengan angka mortalitasnya tinggi. Pasien
yang mengalami gagal pernafasan akut tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen,
sehingga organ lain terganggu fungsinya. Gagal pernafasan akut disebabkan oleh
gagal oksigenasi (hypoxic respiratory failure), gagal eliminasi karbon dioksida
(hypercarbic ventilatory failure), atau keduanya. Hal-hal yang menyebabkan gagal
oksigenasi adalah hipoventilasi, ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, paru, dan
gangguan difusi. Gangguan eliminasi karbon dioksida ditandai oleh meningkatnya
PaCO2, yang diakibatkan menurunnya ventilasi semenit atau meningkatnya
produksi karbon dioksida. Saturasi oksigen normal pada orang sehat berkisar antara
97%-99%, dan saturasi oksigen 95% dianggap cukup pada pasien dengan kadar
hemoglobin normal (Kresnoadi, Lestary, & Agustin, 2016).
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan perlukaan
inflamasi paru yang bersifat akut dan difus, yang mengakibatkan peningkatan
permeabilitas vaskular paru, peningkatan tahanan paru, dan hilangnya jaringan paru
yang berisi udara, dengan hipoksemia dan opasitas bilateral pada pencitraan, yang
dihubungkan dengan peningkatan shunting, peningkatan dead space fisiologis, dan
berkurangnya compliance paru (Amin, 2016).
Di Amerika Serikat insiden ARDS pada orang dewasa tahun
2005diperkirakan 200.000 kasus per tahun dengan angka mortalitas 40%. Acute
Respiratory Distress Sindrome dapat terjadi pada semua kelompok umur, dari anak-
anak sampai dewasa. Insidens ARDS meningkat dengan pertambahan usia, berkisar
16 kasus per 100.000 per tahun pada rentang usia 15-19 tahun dan meningkat
menjadi 306 kasus per 100.000 per tahun pada rentang usia 75-84 tahun. (“ARDS
Definition Task Force. Acute Respiratory Distress Syndrome,” 2012).
1
Salah satu penanganan yang diberikan adalah dengan intubasi. Intubasi
merupakan prosedur memasukan pipa endotrakea (ETT) ke dalam rongga jalan
nafas atas atau trakea baik melalui rongga mulut maupun hidung. Intubasi
umumnya di gunakan untuk memproteksi jalan nafas dan memungkinkan di
lakukan kontrol terhadap ventilasi dan oksigenasi (Mubarok, Hidayat, &
Febriyanto, 2018)
Preoksigenasi sebelum induksi anestesi dan intubasi trakea telah dirancang untuk
meningkatkan oksigen pada tubuh dan dengan demikian menunda timbulnya desaturasi
pada arteri hemoglobin selama apnea. Karena adanya kesulitan dengan ventilasi dan
intubasi yang tidak bisa ditebak, demikian pula kebutuhan untuk preoksigenasi yang
diinginkan padasemua pasien. Selama anestesi, efek sisa anestesi dan pembalikan yang
memadai dari blokade neuromuskuler dapatmenyebabkan hipoventilasi, hipoksemia,
danhilangnya patensi jalan napas. Dalam jurnal ini mengidentifikasikan efek
pemberian preoksigenasi sebelum dilakukannya intubasi pada pasien dengan acute
hypoxcemia (Fong, Au, & Ng, 2019)

1.2 Tujuan Penulisan

Untuk mengevaluasi pengaruh dilakukannya preoksigenasi yang meliputi


desaturasi selama intubasi, komplikasi intubasi pada penggunaan COT, HFNC, dan
NIV pada orang dewasa dengan AHRF

2
BAB II
JURNAL PENELITIAN

2.1 Jurnal Case Study

3
4
5
2.2 Jurnal Penunjang

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Case Study


3.1.1 profile penelitian

Judul Penelitian : Acute Respiratory Failure from Cement


Exposure: A Case Report and Review of the
Literature
Penulis/Author(s) :Shihab Ali, Rachel Wightman, Jason Hack
Sumber / Source : Rhode Island Medical Jurnal
Kata Kunci / Keyword :acute, respiratory, failure, cement, exposure
Latar Belakang/Abstract :Cement is widely used in construction. Acute
exposures with immediate sequelae have been
infrequently described. This case report describes a
man who developed multifocal pneumonitis with
acute respiratory distress syndrome (ARDs) and
respiratory failure one day after cement dust
exposure. Chromium, cobalt, and nickel components
in cement may cause pulmonary tissue irritation.
Sand and gravel in cement may cause direct abrasive
injury. Inhalation may cause direct thermal injury
through an exothermic reaction. The silicon dioxide
component has been shown to cause pulmonary
injury through cyto kine-mediated inflammation.
Cement batches for smaler-scale construction jobs are
often mixed onsite increasing exposure risk.
Implementation of personal protective equipment has
been shown to reduce respiratory symptoms among
cement workers, underscoring the need for
occupational health standards and further research

Tanggal Publikasi : Februari 2019

18
3.1.2 Deskripsi Penelitian

Case study :
Acute Respiratory Failure from Cement Exposure: A Case Report and
Review of the Literature
Seorang pekerja konstruksi laki-laki berusia 47 tahun dengan riwayat
diabetes, hipertensi, hyperlipidemia, dan merokok dibawa ke UGD dengan sesak
nafas yang dialami sejak sehari sebelumnya. Pasien mengatakan sehari sebelumnya
dia bekerja mencampur beton sepanjang hari dan berulang kali yang terpapar debu
dari beton tersebut. Sesaat setelah bekerja, ia kembali kerumah, kemudian
sesampainya dirumah dia merasa sesak nafasnya disertai batuk, terdapat nyeri dada
yang dirasakan dan nyeri tersebut semakin menjalar. Pasien tidak punya riwayat
penyakit paru-paru.
Pada saat tiba di UGD tanda-tanda vitalnya yaitu: TD 145/86 mmHg, denyut
jantung 115/mnt, RR 24/mnt, saturasi oksigen 84% dalam temperature ruangan,
suhu 99,2oF. Pasien kesulitan bernafas, ditemukan ada suara nafas tambahan ronki
dan tidak ditemukan wheezing.
Saturasi oksigen tidak meningkat dengan pemberian oksigen menggunakan
non- rebreather lalu pasien dipasang bilevel positive pressure ventilation (BPPV)
dengan target tercapainya peningkatan saturasi oksigen mencapai 97% dan ada
perbaikan dalam pernafasan. Dari pemeriksaan electrocardiogram menunjukkan
adanya sinus takikardi.Initial basic metabolic panel (BMP), B-type natriuretic
peptide (BNP), dan troponin normal. Laktat 1,0 mEq / L. Pemeriksaan darah
lengkap penting dilakukan untuk mengetahui leukositosis sejumlah 25x109/L. D-
dimer meningkat yaitu 423 ng / mL. Dari pemeriksaan BGA didapatkan data pH
7,39, pCO2 45 mmHg, dan pO2 <30 mmHg dengan saturasi oksigen vena sebesar
49%. Pemeriksaan HIV dengan hasil negatif. Foto rontgen dada (Chest X-Ray)
awalnya menunjukkan bilateral dan menunjukkan adanya udara.

19
Hasil CTA Menunjukkan bilateral Multifocal Airspace Disease dengan
kekeruhan Ground-Glass (GGO).

Tidak ada emboli paru yang diidentifikasi. Diagnosis banding radiologis termasuk
dalam pneumonia, aspirasi, perdarahan paru, dan acute respiratory distress
syndrome (ARDS).
Kualitas bernafas pasien memburuk dan dilakukan intubasi di UGD. Dari
pemeriksaan BGA atau analisa gas darah post-intubasi didapatkan data pH 7,31,
pCO2 48 mmHg, pO2 64 mmHg, O2 duduk 90%. Nilai PAO2 / FiO2 Pasien adalah
160, memenuhi ktiteria untuk ARDS. Pasien dirawat di unit perawatan intensif
medis dengan ARDS sekunder akibat pneumonitis multifokal dibandingkan
pneumonia.
Meskipun demam, pasien dirawat secara dengan diberikan antibiotik berupa

20
ceftriaxone dan azithromycin dan steroid secara intravena. Kultur darah negatif.
Pasien dirawat dan diberi ventilasi dengan volume tidal pasien 6 ml/kg, berat badan
pasien ideal dan kondisinya bertahap membaik dan diekstubasi pada hari ketiga di
rumah sakit. Pada hari ke enam di rumah sakit, pasien dipindahkan ke ruang inap,
dan ia di beri prednison taper dan dirawat dengan diagnosis pneumonitis multifokal.
Pada kunjungan tindak lanjut, kira-kira satu bulan setelah pulang pasien terus
merasa baik dan tidak adanya sesak napas atau keluhan pernapasan.

Intervensi Pada saat tiba di UGD pasien diberikan oksigen dengan


non- rebreather dan tidak terjadi peningkatan, lalu pasien
dipasang bilevel positive pressure ventilation (BPPV)
dengan target tercapainya peningkatan saturasi oksigen
mencapai 97% dan ada perbaikan dalam pernafasan.
Kemudian setelah dilakukan pemeriksaan pasien
mengalami perburukan di kualitas bernafasnya dan
dilakukan intubasi di UGD. Pada kunjungan tindak
lanjut, kira-kira satu bulan setelah pulang pasien terus
merasa baik dan tidak adanya sesak napas atau keluhan
pernapasan.
.
Medikasi : pasien diberikan antibiotik berupa
ceftriaxone dan azithromycin dan steroid secara
intravena.

Outcome Pasien dirawat dan diberi ventilasi yakni bilevel positive


pressure ventilation (BPPV) dan kondisinya bertahap
membaik dan diekstubasi pada hari ketiga di rumah sakit.
Pada hari ke enam di rumah sakit, pasien dipindahkan ke
ruang inap. Pada kunjungan tindak lanjut, kira-kira satu
bulan setelah pulang pasien terus merasa baik dan tidak
adanya sesak napas atau keluhan pernapasan.
21
3.1.3 JBI Critical Apparaisal Check List

JBI Critical Appraisal


Checklist for Case Reports

Reviewer: KELOMPOK 2 Date 03 MARET


2020

Author:Shihab Ali, Rachel Wightman, Jasson Hack. Year :february 2019

Yes No Unclear Not


applicable
1.Werepatient’s demographic characteristics clearly
described? □ □ □
2.Was the patient’s history clearly described and presented as
timeline?
□ □ □
3.Wasthecurrentclinicalconditionofthepatienton
presentation clearly described?
□ □ □
4.Werediagnostictestsorassessmentmethodsandthe results
clearly described?
□ □ □
5.Wastheintervention(s)or treatment procedure(s)clearly
described? □   □
6.Wasthepost-interventionclinicalconditionclearly
described?
□ □ □
7.Wereadverseevents(harms)or unanticipated events identified
and described? □  □ □
8. Does the case report provide takeaway lessons? □ □ □
Overall appraisal: Include  Exclude □ □
Seek further info

22
Comments (Including reason for exclusion)

1. Apakah karakteristik demografis pasien dijelaskan dengan jelas?


Ya. Pada penelitian case report ini dijelaskan bahwa klien seorang laki-
laki berusia 47 tahun dengan riwayat penyakit diabetes, hipertensi,
hyperlipidemia, dan memiliki riwayat merokok.
2. Apakah riwayat pasien digambarkan dengan jelas dan disajikan
sebagai lini masa?
Ya. Dijelaskan bahwa pasien seorang pekerja konstruksi yang
kesehariannya sering terpapar debu. Pasien ini dating ke IGD dengan
keluhan sesak nafas. Pasien mengatakan bahwa sehari sebelum keluhan
muncul, dia bekerja mengaduk semen sepanjang hari dan berulang kali
terpapar debu beton. Kemudian di rumah sesak napas dan nyeri dadanya
semakin parah disertai batuk terus menerus. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit paru-paru sebelumnya.
3. Apakah kondisi klinis pasien saat kejadian dijelaskan dengan jelas?
Ya. Dijelaskan bahwa saat pasien tiba di IGD didapatkan data TD 145/86
mmHg, denyut nadi 115x/menit, jumlah pernafasan 24x/menit, suhu 99,2
o
F (37,3oC), dan saturasi O2 84%. Tidak ada suara wheezing.Pasien
mengalami distress pernafasan ringan.
4. Apakah tes atau metode diagnostik dan hasilnya dijelaskan dengan
jelas?
Ya. Pasien pemeriksaan diagnostic pasien melitupi pemeriksaan EKG,
pemeriksaan lab darah lengkap, x-ray thoraks dan juga computed
tomography angiogram (CTA) dan juga cek BGA setelah diberikan
intubasi.
5. Apakah intervensi atau prosedur perawatan dijelaskan dengan jelas?
Tidak jelas. Pada case report ini hanya dijelaskan bahwa pasien
diberikan intubasi di IGD tetapi tidak dijelaskan bagaimana prosedurnya
secara rinci. Serta dijelaskan pasien diberikan ceftriaxone dan azithromycin
tetapi tidak dijelaskan secara rinci tentang dosis nya.

23
6. Apakah kondisi klinis pasca intervensi dijelaskan dengan jelas?
Ya. Dijelaskan bahwa setelah 3 hari perawatan kondisi pasien membaik
dan dipulangkan pada hari ke-6. Pada saat kontrol kembali ke RS satu bulan
setelahnya, pasien mengatakan tidak lagi mengalami sesak nafas dan tidak
ada keluhan pernafasan.
7. Apakah kejadian buruk (bahaya) atau kejadian tak terduga
teridentifikasi dan dijelaskan?
Tidak. Pada penelitian ini tidak dijelaskan adanya efek samping ataupun
kejadaian tidak diinginkan pada pasien.
8. Apakah laporan kasus memberikan pelajaran yang bisa diambil?
Ya. Dari penelitian ini dapat dipelajari bahwa tindakan intubasi dapat
memperbaiki kondisi pasien dengan ARDS.

24
3.2 Jurnal Penunjang
3.2.1 Profile Penelitian

Judul Penelitian : Preoxygenation before intubation in adult


patients with acute hypoxemic respiratory
failure: a network meta-analysis of randomized
Penulis/Author(s) : Ka Man Fong, Shek Yin Au and George Wing
Yiu Ng
Sumber / Source : Medical Science Monitor Basic Research
Kata Kunci / Keyword : Respiratory failure, Noninvasive ventilation,
High flow nasal cannula, Preoxygenation,
Meta-analysis
Latar Belakang/Abstract : Background: Patients with acute hypoxemic
respiratory failure are at risk for life-threatening
complications during endotracheal intubation.
Preoxygenation might help reduce the risk of
hypoxemia and intubation-related
complications. This network meta-analysis
summarizes the efficacy and safety of
preoxygenation methods in adult patients with
acute hypoxemic respiratory Methods:
We searched PubMed, EMBASE, and the
Cochrane Library Central Register of
Controlled Trials through April 2019 for
randomized controlled trials (RCT) that studied
the use of conventional oxygen therapy (COT),
highflow nasal cannula (HFNC), noninvasive
ventilation (NIV), and HFNC and NIV as
preoxygenation before intubation in patients

25
with acute hypoxemic respiratory failure.
Citations’ screening, study selection, data
extraction, and risk of bias assessment were
independently performed by two authors. The
primary outcome was the lowest SpO2 during
the intubation procedure. Results: We included
7 RCTs (959 patients). Patients preoxygenated
with NIV had significantly less desaturation
than patients treated with COT (mean
difference, MD 5.53, 95% CI 2.71, 8.34) and
HFNC (MD 3.58, 95% CI 0.59, 6.57). Both
NIV (odds ratio, OR 0.43, 95% CI 0.21, 0.87)
and HFNC (OR 0.49, 95% CI 0.28, 0.88)
resulted in a lower risk of intubation-related
complications than COT. There were no
significant mortality differences among the use
of NIV, HFNC, COT, and HFNC and
NIVduring preoksigenasi Conclusions: In
adult patients with acute hypoxemic respiratory
failure, NIV is a safe and probably the most
effective preoxygenation method.

Tanggal Publikasi : 18 September 2019

26
3.2.2 Deskripsi Penelitian Berdasarkan PICO
 P (Problem, purpose, population)

Problem Pasien dengan acute hypoxemic respiratory failure beresiko untuk


mengalami komplikasi yang mengancam jiwa selama intubasi
endotrakeal. Preoksigenasi membantu mengurangi risiko
hipoksemia dan komplikasi yang berhubungan dengan intubasi.
Purpose Untuk mengevaluasi pengaruh dilakukannya preoksigenasi yang
meliputi desaturasi selama intubasi, komplikasi intubasi pada
penggunaan COT, HFNC, dan NIV pada orang dewasa dengan
AHRF
Populasi a. Jurnal yang diambil dari Pubmed, EMBASE, dan Cochrane
library central register
b. Terdapat 7 jurnal penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi

Kriteria Eksklusi:
1. Penelitian yang berfokus pada pemberian oksigenasi pada
apnea
2. Penelitian yang hanya mengevaluasi durasi dilakukan
oksigenasi
3. Penelitian mengenai pemberian preoksigenasi pada intervensi
yang membutuhkan anestesi
4. Responden sehat dan hewan

27
28
 I (Intervention)

No Nama Tahun Judul Populasi Intervensi I Intervensi II Hasil


1. Baillard 2006 Noninvasive Berjumlah 59 Pemberian Pemberian Untuk intubasi pasien
et all Ventilation responden preoksigenasi preoksigenasi hipoksemia, preoksigenasi

Improves kriteria inklusi: dengan non dengan NIV menggunakan NIV lebih

Preoxygenation gagal nafas akut rebreather aliran efektif dalam mengurangi

Before yang memerlukan 15L/mnt dan desaturasi oksihemoglobin

Intubation of tindakan intubasi pasien arteri daripada metode

Hypoxic kriteria eksklusi diperbolehkan yang biasa

Patients 1. enselopati bernafas secara


2. koma spontan
3. hyperkalemia
(75,5 mEq/L)
2. Vourc’h 2015 High-flow Jumlah populasi Preoksigenasi Preoksigenasi Dibandingkan dengan
et all Nasal Cannula sebanyak 119 dengan FiO2 dengan HFNC HFFM, HFNC sebagai

Oxygen During responden tinggi 60 L/mnt perangkat preoksigenasi

Endotracheal Kriteria inklusi: menggunakan dengan aliran tidak mengurangi tingkat

Intubation in usia >18 tahun masker (15 O2 lembab disaturasi terendah. Tidak

Hypoxemic dengan AHRF dan L/mnt) (FiO2 100%) ada perbedaan untuk

Patients: A pasien yang perlu intubasi yang sulit

29
Randomized intubasi (p=0,18), skala kesulotan
Controlled Kriteria eksklusi: intubasi (p=0,09), efek
Clinical Trial 1. Serangan jantung samping terkait intubasi
2. Asfiksia termasuk disaturasi <80%
(p=0,46)
3. Jaber et 2016 Apnoeic Jumlah populasi Pemberian HFNC Pemberian Strategi baru untuk
all Oxygenation via sebanyak 49 lembab 60 L/mnt NIV dengan preoksigenasi pada pasien

High-Flow responden dikombinasi posisi head up hipoksemia,

Nasal Cannula Kriteria inklusi: dengan NIV 30O menambahkan HFNC

Oxygen 1. AHRF dengan posisi untuk oksigenasi apnoik

Combined with 2. Memerlukan head up 30O ke NIV sebelum intubasi

Non-Invasive bantuan ventilasi ototrakeal, lebih efektif

Ventilation 3. Mekanis ICU dalam mengurangi

Preoxygenation keparahan desaturasi

for Intubation in Kriteria eksklusi: oksigen daripada metode

Hypoxaemic cardiosirkulatori menggunakan NIV saja

Patients in the
Intensive Care
Unit: The
Single-Centre,
Blinded,

30
Randomised
Controlled
OPTINIV Trial

4. Simon 2016 High-Flow Jumlah populasi Preoksigenasi Preoksigenasi SpO2 turun secara
et all Nasal Cannula sebanyak 40 dengan BVM O2 dengan HFNC signifikan pada kelompok

Versus Bag- responden. 10 L/mnt dengan aliran BVM (p=0,001),

Valve-Mask for Kriteria inklusi: oksigen 50 sedangkan tidak ada

Preoxygenation 1. AHRF L/mnt, penurunan yang signifikan

Before 2. Ada indikasi dibiarkan di pada kelompok HFNC

Intubation in pemberian tempat selama (p=0,17). Tidak ada

Subjects With intubasi intubasi perbedaan yang signifikan

Hypoxemic indotrakeal antara 2 kelompok disalah

Respiratory 3. >18 tahun satu titik waktu yang telah

Failure ditentukan sebelum atau


Kriteria ekslusi: sesudah intubasi mengenai
1. Kesulitan pada SpO2, PaO2/FIO2 dan
jalan nafas PaCO2
2. Penyumbatan
pada nasofaring

31
5. Baillard 2018 Effect of Jumlah populasi Preoksigenasi Preoksigenasi Penelitian ini tidak
et all Preoxygenation Sebanyak 201 dengan non dengan NIV signifikan karena

Using Non- responden dengan rebreathing BVM didukung menggunakan metode NIV

Invasive kriteria inklusi: dengan reservoir dengan sebagai preoksigenasi

Ventilation Usia >18 tahun dan oksigen 15 L/mnt ventilator ICU untuk mengurangi

Before mengalami menggunakan disfungsi organ

Intubation on kegagalan nafas akut masker gingga dibandingkan dengan

Subsequent volume tidal 6- preoksigenasi biasa pada

Organ Failures Kriteria ekslusi: 8 ml/kg hipoksemia

in Hypoxaemic 1. Ensepalopati,

Patients: A koma

Randomised 2. Resusitasi

Clinical Trial jantung


3. Dekompensasi
kegagalan
pernafan kronis
6. Guitton 2019 Nasal High- Jumlah populasi Preoksigenasi Preoksigenasi Desaturasi ringan dibawah
et all Flow sebanyak 184 dengan posisi dengan posisi 95% lebih sering dengan

Preoxygenation responden head up head up SMO (23%) dibandingkan

for Kriteria inklusi: menggunakan menggunakan dengan HFNC (12%). Ada

Endotracheal BVM O2 aliran 15 HFNC 60 sedikit efek samping pada

32
Intubation in the 1. >18 tahun yang L/mnt L/mnt kelompok HFNC
Critically Ill perlu intubasi di dibandingkan kleompok
Patient: A ICU SMO. dibandingkan
Randomized 2. Tanpa dengan SMO
Clinical Trial hipoksemia berat preoksigenasi dengan
(PaO2<200 HFNC di ICU tidak
mmHg) meningkatkan SpO2
Kriteria eksklusi: selama intubasi pada
1. Asfiksia pasien hipoksemia yang
2. Blockade tidak parah
nasofaring
3. Intubasi
fiberoptik
7. Frat et 2019 Non-invasive Jumlah populasi  Preoksigenasi Preoksigenasi Pada pasien dengan
all Ventilation sebanyak 313 dengan posisi dengan posisi kegagalan pernafasan

Versus High- responden dengan 30O 30O hipoksemia akut,

Flow Nasal kriteria inklusi: menggunakan menggunakan preoksigenasi dengan

Cannula 1. usia >18 tahun HFNC 60 NIV hingga ventilasi non-invasif atau

Oxygen dirawat di ICU L/mnt mencapai terpai oksigen aliran tinggi

Therapy With dan butuh  Dokter volume tidal 6- tidak mengubah risiko

Apnoeic intubasi menginstruksik 9 ml/kg BB hipoksemia berat

33
Oxygenation for 2. AHRF ada an jaw trust
Preoxygenation tanda-tanda untuk menjaga
Before gangguan nafas jalan nafas
Intubation of paten dan terus
Patients With Kriteria eksklusi: diberi terapi
Acute 1. Henti jantung oksigen aliran
Hypoxaemic 2. GCS <8 tinggi selama
Respiratory dilakukan
Failure: A laringoskopi
Randomised,
Multicentre,
Open-Label
Trial

34
 O (Outcome)

Outcome Pasien yang diberikan preoksigenasi dengan NIV


memiliki desaturasi yang jauh lebih sedikit dari pada
pasien yang diberikan COT (mean difference, MD
5.53, 95% CI 2.71, 8.34) and HFNC (MD 3.58, 95%
CI 0.59, 6.57). Baik NIV maupun HNFC
menghasilkan resiko komplikasi terkait intubasi yang
lebih rendah dibandingkan COT. Tidak terdapat
perbedaan signifikan pada angka mortalitas pada
penggunaan NIV, HNFC, dan COT saat
preoksigenasi

35
3.2.3 JBI Critical Apparaisal Check List

JBI Critical Appraisal Checklist for Systematic Reviews and


Research Syntheses

Reviewer : Kelompok 2 Date:06 Maret 2020

Author : Ka Man Fong, Shek Yin Au and George Wing Year 2019

Not
Yes No Unclear
applicable

1. Is the review question clearly and explicitly stated?


 □ □ □
□ □ □
2. Were the inclusion criteria appropriate for the review
question? 
3. Was the search strategy appropriate?
 □ □ □
4. Were the sources and resources used to search for
studies adequate?  □ □ □
5. Were the criteria for appraising studies appropriate?
 □ □ □
6. Was critical appraisal conducted by two or more
reviewers independently?  □ □ □
7. Were there methods to minimize errors in data
extraction?  □ □ □
8. Were the methods used to combine studies appropriate?
 □ □ □
9. Was the likelihood of publication bias assessed?
 □ □ □
10. Were recommendations for policy and/or practice supported
by the reported data?  □ □ □
 □ □ □
11. Were the specific directives for new research
appropriate?

Overall appraisal: Include  Exclude □ Seek further info □


36
Comments (Including reason for exclusion)

37
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Respiratory failuremerupakan sindrom yang disebabkan oleh tidak
adekuatnya pertukaran gas karenadisfungsi satu atau lebih komponen penting dari
sistem pernapasan. Gangguan pertukaran gas ini menyebabkan kurangnya pasokan
oksigen pada tubuh terutama pada darah sehingga terjadi hipoksemia.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan adalah dengan dilakukan intubasi.
Preoksigenasi dengan NIV (non-invasive ventilation) sebelum dilakukan intubasi
pada pasien acute hypoxemic respiratory failure dinilai efektif dan aman.

4.2 Saran
Perkembangan penelitian-penelitian kesehatan terkini telah menghasilkan
inovasi-inovasi baru dalam menangani suatu masalah kesehatan seperti acute
hypoxemic respiratory failure (AHRF). Maka tenaga medis khususnya perawat
dapat mengaplikasikan tindakan preoksigenasi dengan NIV sebelum dilakukan
intubasi sebagai salah satu penatalaksanaan dalam praktik keperawatan Gawat
.darurat untuk mengurangi komplikasi dari intubasi

38
DAFTAR PUSTAKA

Amin, P. (2016). Acute Respiratory Distress Syndrome. Indonesia Journal CHEST


Critical and Emergency Medicine, 3(2), 54.
ARDS Definition Task Force. Acute Respiratory Distress Syndrome. (2012). The
Berlin Definition. JAMA, 307.
Fong, K. M., Au, S. Y., & Ng, G. W. Y. (2019). Preoxygenation before intubation
in adult patients with acute hypoxemic respiratory failure: A network meta-
analysis of randomized trials. Critical Care, 23(1), 1–12.
https://doi.org/10.1186/s13054-019-2596-1
Gregoretti, C., Cortegiani, A., Accurso, G., Raineri, S. M., & Giarratano, A. (2018).
Noninvasive ventilation for acute hypoxemic respiratory failure/ARDS: The
show must go on. Turk Anesteziyoloji ve Reanimasyon Dernegi Dergisi, Vol.
46, pp. 1–2. https://doi.org/10.5152/TJAR.2018.290118
Kresnoadi, E., Lestary, R., & Agustin, O. (2016). penggunaan modified sequential
organ failure assesment. Kedokteran.
Mubarok, A., Hidayat, A., & Febriyanto, S. (2018). Mubarok, Arif Hidayat, Asep
Febriyanto, Suryo. Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah, 1(2), 47–57.

39

Anda mungkin juga menyukai