Anda di halaman 1dari 65

III.

PENDEKATAN DAN
METODOLOGI
3.1. BATASAN DAN PENGERTIAN
1. Taman Bumi (Geopark) yang keterlibatan aktif dari
selanjutnya disebut Geopark masyarakat dan Pemerintah
adalah sebuah wilayah geografi Daerah, sehingga dapat
tunggal atau gabungan, yang digunakan untuk menumbuhkan
memiliki Situs Warisan Geologi pemahaman dan kepedulian
(Geosite) dan bentang alam yang masyarakat terhadap bumi dan
bernilai, terkait aspek Warisan lingkungan sekitarnya.
Geologi (Geoheritage),
2. Keragaman Geologi
Keragaman Geologi
(Geodiversity) adalah gambaran
(Geodiversity), Keanekaragaman
keunikan komponen geologi
Hayati (Biodiversity), dan
seperti mineral, batuan, fosil,
Keragaman Budaya (Cultural
struktur geologi, dan bentang
Diversity), serta dikelola untuk
alam yang menjadi kekayaan
keperluan konservasi, edukasi,
hakiki suatu daerah serta
dan pembangunan
keberadaan, kekayaan
perekonomian masyarakat
penyebaran, dan keadaannya
secara berkelanjutan dengan

Laporan Pendahuluan| Bab I-1


yang dapat mewakili proses evolusi geologi daerah tersebut.

3. Warisan Geologi (Geoheritage) adalah Keragaman Geologi (Geodiversity) yang


memiliki nilai lebih sebagai suatu warisan karena menjadi rekaman yang
pernah atau sedang terjadi di bumi yang karena nilai ilmiahnya tinggi, langka,
unik, dan indah, sehingga dapat digunakan untuk keperluan penelitian dan
pendidikan kebumian.
4. Situs Warisan Geologi (Geosite) adalah objek Warisan Geologi (Geoheritage)
dalam kawasan Geopark dengan ciri khas tertentu baik individual maupun
multiobjek dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah cerita
evolusi pembentukan suatu daerah.
5. Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) adalah keanekaragaman di antara
mahluk hidup dari semua sumber termasuk diantaranya, daratan, lautan, dan
ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan
bagian dari keanekaragamannya.
6. Keragaman Budaya (Cultural Diversity) adalah budaya masa lalu dan budaya
masa kini, baik yang bersifat berwujud (tangible) maupun tidak berwujud
(intangible).
7. Pengembangan Geopark adalah tata kelola Geopark guna mewujudkan
pelestarian Warisan Geologi (Geoheritage), Keragaman Geologi (Geodiversity),
Keanekaragaman Hayati (Biodiversity), dan Keragaman Budaya (Cultural
Diversity) yang dilakukan bersama-sama antara Pemerintah Pusat,
8. Pemerintah Daerah, dan Pemangku Kepentingan melalui upaya konservasi,
edukasi, dan pembangunan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan.
9. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDG's)
adalah dokumen yang memuat tujuan dan sasaran global tahun 2016 sampai
tahun 2030.
10. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil
Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Laporan Pendahuluan| Bab I-2


11. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
12. Pemangku Kepentingan adalah orang perseorangan, kelompok masyarakat/
masyarakat adat, akademisi, organisasi profesi/ilmiah, asosiasi/ dunia usaha,
media massa, lembaga swadaya masyarakat, dan mitra pembangunan lainnya
yang terkait dengan pengembangan Geopark.
13. Komite Nasional Geopark Indonesia adalah wadah koordinasi, sinergi, dan
sinkronisasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Pemangku
Kepentingan dalam rangka penetapan kebijakan dan pengembangan Geopark.
14. UNESCO Global Geopark adalah Geopark yang telah memperoleh penetapan
dan Badan Eksekutif UNESCO.
15. Pengelola Geopark adalah lembaga atau organisasi yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah untuk melakukan pengelolaan suatu Geopark, dengan
susunan keanggotaan dapat berasal dari unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, dan Pemangku Kepentingan, dengan tidak mengecualikan keberadaan
lembaga atau organisasi yang melakukan pengelolaan di Geopark yang
dibentuk oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

3.2. DESKRIPSI UMUM GEOPARK


3.2.1. Pengertian Geopark
Menurut European Geopark Network (EGN) dan Global Geopark Network (GGN),
geopark adalah wilayah dengan batas yang didefinisikan dengan baik yang terdiri
dari wilayah luas yang memungkinkan pembangunan lokal berkelanjutan, baik
pada aspek sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan. Sedangkan menurut UNESCO
(2006), Geopark adalah wilayah yang didefinisikan sebagai kawasan lindung
berskala nasional yang mengandung sejumlah situs warisan geologi penting yang
memiliki daya tarik keindahan dan kelangkaan tertentu yang dapat dikembangkan
sebagai bagian dari konsep integrasi konservasi, pendidikan, dan pengembangan
ekonomi lokal.

Laporan Pendahuluan| Bab I-3


Berdasarkan beberapa definisi geopark tersebut, secara singkat geopark ini
merupakan bentuk pemanfaatan ruang kawasan lindung yang juga merupakan
sebuah kesempatan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan yang tujuan
utamanya untuk keberdayaan masyarakat.

3.2.2. Kriteria Geopark


Di dalam pedoman dan kriteria Geopark yang diterbitkan oleh GGN (Global Geopark
Network) UNESCO pada tahun 2007, ada 5 (lima) kriteria yang harus dipenuhi agar
suatu Geopark dapat berlangsung mencapai tujuannya, yaitu:

1. Ukuran dan Kondisi


 Mempunyai batas yang jelas dengan wilayah yang cukup luas yang dapat
melayani pengembangan budaya dan ekonomi lokal. Pada wilayah ini
mengandung situs-situs warisan geologis yang penting secara
internasional, atau kumpulan kesatuan geologis yang mempunyai
kepentingan saintifik, kelangkaan atau keindahan; termasuk sejarah
geologis atau proses-prosesnya.
 Geopark adalah wilayah geografis dimana situs-situs warisan geologis
yang merupakan bagian konsep holistik dalam perlindungan, pendidikan
dan pengembangan berkelanjutan. Geopark tidak boleh hanya kumpulan
situs-situs geologis saja, tetapi mencakup keseluruhan tatanan alam. Tema
non-geologis menjadi bagian di dalamnya, terutama jika memang sangat
dipengaruhi oleh kondisi geologisnya, seperti kondisi ekologis, arkeologis
atau kesejarahan.

2. Manajemen dan Pelibatan Masyarakat Lokal


 Syarat pengusulan Geoprak adalah telah adanya rencana dan badan
pengelola.
 Terbentuknya Geopark adalah proses yang berasal dari bawah (bottom-
up).
 Geopark harus menyediakan pengelolaan yang terorganisir dengan
melibatkan publik, komunitas lokal, kepentingan swasta, dan badan-badan
riset dan edukasi, dengan disain dan pelaksanaan yang terkait dengan
kegiatan dan perencanaan pengembangan ekonomi dan budaya daerah.
 Ciri Geopark harus terlihat jelas bagi pengunjung: branding atau labelling
yang khas, publikasi dan aktivitas.

Laporan Pendahuluan| Bab I-4


 Kegiatan turisme yang berkelanjutan atau kegiatan ekonomi lainnya di
Geopark melibatkan masyarakat setempat.
 Dalam penyusunan dan perencana Geopark meminta pendapat Sekretariat
Geopark, dan kerjasama dengan badan-badan survey geologi, masyarakat
lokal, badan pariwisata, badan-badan riset dan perguruan tinggi dan
swasta.

3. Pengembangan Ekonomi
 Salah satu tujuan Geopark adalah menstimulasi kegiatan ekonomi dan
pengembangan berkelanjutan.
 Geopark mengaitkan antara aspek warisan budaya dengan warisan
geologis, menghormati lingkungan dan menstimulasi pembentukan usaha-
usaha lokal yang inovatif, bisnis kecil, indutri penginapan, kursus dan
pelatihan dan peningkatan lapangan pekerjaan.

4. Aspek Pendidikan
 Geopark harus menyediakan dan mengorganisir pendukungan, peralatan
dan kegiatan yang mengkomunikasikan pengetahuan geosains/geologi
dan konsep-konsep lingkungan kepada masyarakat (misalnya: museum,
pusat-pusat interpretasi dan edukasi, jalur wisata (trails/trekking), wisata
yang terpandu, peta dan literatur populer, atau media komunikasi
modern). Juga menggalakan kegiatan riset bekerja sama dengan perguruan
tinggi, dan kontak antara para ahli dengan penduduk setempat.
 Kesuksesan kegiatan edukasi Geopark akan sangat tergantung tidak hanya
pada kandungan program wisata, staf yang kompeten dan dukungan
logistik bagi pengunjung, tetapi juga kontak personal dengan penduduk
setempat, wakil media dan para pengambil keputusan.
 Beberapa instrumen untuk transfer informasi di antaranya dengan
ekskursi anak-anak sekolah dan guru, seminar dan kuliah-kuliah saintifik.

5. Aspek Perlindungan dan Konservasi


 Tanggung jawab geopoark adalah melindungi warisan geologis yang
terutama berhubungan dengan kepentingan / hajat hidup masyarakat
setempat.

Laporan Pendahuluan| Bab I-5


 Geopark, sesuai dengan aturan, harus mengkonservasi nilai-nilai geologis
penting yaitu batuan tertentu, sumber daya mineral, mineral, fosil, bentang
alam; dengan melibatkan keilmuan: ilmu-ilmu Bumi, geologi ekonomi dan
pertambangan, geologi rekayasa, geomorfologi, geografi fisik,
hidrologi/hidrogeologi, mineralogi, paleontologi, petrologi, sedimentologi,
ilmu tanah, speleologi/karst, stratigrafi, geologi struktur, volkanologi, dsb.

6. Kerjasama Jaringan Global


Sebagai anggota Global Geoparks Network (GGN), suatu geopark memiliki
keuntungan untuk menjadi bagian dari jaringan global yang menyediakan
platform cooperation dan mekanisme tukar menukar antara para ahli dan
praktisi dalam bidang warisan geologi. Di bawah payung UNESCO, situs geologi
lokal dan nasional dapat memperoleh pengakuan di seluruh dunia dan
mendapatkan keuntungan melalui aktivitas pertukaran pengetahuan dan
keahlian antara anggota Global Geoparks Network.

3.2.3. Perbedaan Geopark Dengan Geowisata


Untuk benar-benar dapat memahami geopark, maka terlebih dahulu harus
dipahami tentang Geowisata. Karena seringkali geopark sering disalahartikan
dengan geowisata ini. Perbedaan ini dapat dilihat dari terminology yang ada
tentang geowisata.

Geowisata sebagai suatu bagian dari terminologi kepariwisataan telah didefinisikan


oleh Sampumo (1995) sebagai bentuk kegiatan wisata yang mengunjungi obyek-
obyek geologi yang menarik. Secara empiris, pengalaman penulis seiama ini
menunjukkan bahwa kegiatan yang nantinya dapat dikategorikan sebagai
geowisata tidak harus pada obyek geologi yang menarik. Hal ini sangat tergantung
dari seseorang yang mengunjungi ke obyek geologi tersebut, apakah seseorang
tersebut sebagai bagian dari masyarakat yang memahami ilmu kebumian pada
umumnya ataukah seseorang yang tidak pernah menerima pendidikan ilmu
kebumian.

Oleh karena itu, untuk memberikan persepsi yang sama dalam penyusunan
pekerjaan ini maka terminologi geowisata secara ilmiah kebumian maupun
kepariwisataan, dapat dijabarkan sebagai berikut: bahwa geowisata merupakan
Laporan Pendahuluan| Bab I-6
salah satu bentuk perjalanan wisata alam minat khusus yang didasari oleh
ketertarikan 1 rasa ingin tahu pada keragaman fenomena kebumian (geodiversify).
Keragaman fenomena kebumian yang nantinya menjadi dasar komoditas produk
dan promosi geowisata sebagai bentuk perjalanan wisata minatkhusus, meliputi:
Proses kebumian yang aktif, seperti: letusan gunungapi dan produknya, lokasi
rawan gempabumi tektonik, gerakan patahan batuan yang masih aktif, manifestasi
geotermal (panasbumi), serta kawasan rawan tanah longsor.

Keindahan alam akibat proses geodinamika masa lalu maupun Resen (masa
sekarang), seperti: pemandangan (gunung, sungai, pantai, karst, dataran tinggi,
terumbu karang), yang diikuti dengan pembelajaran wawasan ekologi. Aspek
kebudayaan masa lalu yang mengikuti perkembangan geodinamika, seperti: situs
hancurnya peninggalan purba oleh bencana alam masa lalu; situs arkeologi dan
paleoantropologi.

Kegiatan eksploitasi sumberdaya geologi, seperti: eskploitasi minyak dan gas bumi,
tambang emas, tambang batubara, juga pertambangan rakyat. Kegiatan eksploitasi
sumberdaya geologi yang bermasalah terhadap lingkungan di sekitamya.

Geowisata sebagai bentuk perjalanan wisata alam termasuk dalam kategori wisata
minat khusus. Pengertian wisata minat khusus menurut Hall & Weiler (1982)
adalah sebagai berikut :

“Suatu bentuk perjalanan wisata dimana wisatawan mengunjungi suatu tempat,


karena memiliki minat atau tujuan khusus mengenai sesuatu jenis obyek atau
kegiatan yang dapat ditemui atau dilakukan di lokasi daerah tujuan wisata / tempat
yang menarik dari aspek lingkungan fisik, sosial dan budayanya. Wisata aktif,
dimana wisatawan terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan di lingkungan fisik
(termasuk aspek fenomena kebumian/geologi) atau lingkungan komunitas/sosial
budaya yang dikunjunginya.”

Geowisata sebagai bentuk perjalanan wisata minat khusus mempunyai aspek REAL
Travel (Hall & Weiler, 1982), yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

 Rewarding (penghargaan), yaitu penghargaan atas sesuatu obyek dan daya


tarik wisata yang dikunjunginya, yang diwujudkan pada keinginan wisatawan

Laporan Pendahuluan| Bab I-7


untuk dapat belajar memahami atau bahkan mengambil bagian dalam aktivitas
yang terkaitdengan proyektersebut.
 Enriching (pengkayaan), yaitu mengandung aspek pengkayaan atau
penambahan pengetahuan dan kemampuan terhadap sesuatu jenis atau bentuk
kegiatan yang diikuti wisatawan.
 Adventurism (petualangan), yaitu mengandung aspek pelibatan wisatawan
dalam kegiatan yang memiliki sesuatu resiko secara fisik dalam
bentukkegiatan petualangan.
 Learning (proses belajar), yaitu mengandung aspek pendidikan melalui proses
belajar yang diikuti wisatawan terhadap sesuatu kegiatan edukatif tertentu
yang diikuti wisatawan.

Geowisata adalah suatu kegiatan wisata berkelanjutan dengan fokus utama pada
kenampakan geologis permukaan bumi dalam rangka mendorong pemahaman akan
lingkungan hidup dan budaya, apresiasi dan konservasi serta kearifan lokal.
Indonesia adalah negara yang memiliki daya tarik geologis yang khas di berbagai
wilayah dan dapat dijadikan sebagai objek geowisata.

Geowisata adalah salah satu bentuk pariwisata yang menonjolkan aspek-aspek


kebumian serta memiliki daya tarik wisata. Contoh obyek wisata dari geowisata
misalnya adalah gunung berapi, pantai, danau, mata air panas, goa dan lain-lain.
Setiap situs-situs wisata geologi selalu memiliki daya tarik tersendiri baik dari sisi
keindahan dan keunikannya ataupun dari sisi keilmuannya. Dari sisi keilmuan
misalnya berupa pengetahuan yang terkandung didalamnya seperti informasi
tentang proses terbentuknya suatu situs geologi ataupun peristiwa-peristiwa yang
pernah terjadi pada situs tersebut.

Dengan demikian geowisata selalu memiliki keterkaitan dengan informasi dan


pengetahuan yang menerangkan tentang potensi-potensi yang ada pada suatu situs
geologi. Karena selain menyimpan potensi seperti keindahan dan keunikannya
tetapi juga menyimpan potensi bencana yang harus diwaspadai. Dan selanjutnya
bagaimana kita mengelola informasi dan pengetahuan tersebut agar dapat
memberikan manfaat yang besar berupa optimalisasi potensi dan antisipasi
terhadap potensi-potensi bahaya yang dihasilkan. Maka yang perlu disadari dalam
hal ini adalah geowisata memiliki hubungan yang sangat erat dengan pengetahuan
dan informasi.

Laporan Pendahuluan| Bab I-8


Melihat gambaran definitif diatas, sudah sangat jelas bilamana geowisata
merupakan embrio dari kelahiran geopark. Namun demikian sudah jelas pula
bilamana geowisata bukanlah geopark, melainkan bagian dari geopark.

Terdapat perbedaan-perbedaan mendasar antara Geowisata dengan Geopark,


sebagaimana tampak pada table berikut :

Tabel 3.1. Perbedaan Geowisata Dengan Geopark

NO PARAMETER GEOWISATA GEOPARK


1 2 3 4
1 Sebagai aktivitas wisata Pariwisata sebagai salah
Kedudukan Pariwisata
satu elemen
2 Sifat Dalam Pariwisata Sebagai wisata khusus Multitema Pariwisata
3 Peran masyarakat Realitanya masih terbatas Semestinya menjadi
Selaku Pelaku pelaku utama
4 Lebih sebagai lemanfaatan Cenderung sebagai
langsung dari pariwisata strategi mendorong
Kemanfaatan Ekonomi
aktivitas ekonomi
masyarakat
Sumber: Suwanto, 2019

3.2.4. Preseden Geopark


Dua hal penting dalam pengembangan geopark adalah pengembangan ekonomi
lokal dan perlindungan lingkungan. Selain itu, geopark juga sebagai media
pendidikan untuk menyampaikan pengetahuan tentang geologi dan mengenalkan
masyarakat kepada geologi.

Salah satu hal yang penting dalam manajemen untuk kawasan lindung dan
terciptanya geokonservasi adalah kesadaran masyarakat akan pentingnya
perlindungan terhadap warisan geologi. Pengetahuan dan pemahaman masyarakat
terhadap pengetahuan merupakan hal penting untuk mencapai implementasi
kebijakan pada kawasan lindung atau konservasi yang efektif. Oleh karena itu,
selain konservasi dan pengembangan ekonomi lokal, pendidikan juga merupakan
salah satu elemen dasar yang harus dimiliki sebuah geopark. Tujuan geopark adalah
untuk mengeksplor, mengembangkan, dan merayakan hubungan antara warisan
geologi, dan semua aspek kawasan lindung, budaya, dan warisan tak berwujud.

Laporan Pendahuluan| Bab I-9


Oleh karena itu, dalam suatu geopark tidak hanya terdapat warisan geologi, tetapi
juga warisan budaya, arkeologi, dan biodiversity.

3.3. PENDEKATAN PELAKSANAAN PEKERJAAN


Terdapat isu-isi strategis perencanaan yang menjadi tolokan atau dasar kerangka
pemikiran penyusunan pendekatan perencanaan. Secara sederhana pendekatan
terdiri dari 2 pendekatan utama yaitu bottom up planning dan top down planning.
PENDEKATAN UTAMA : MULTIFLIER EKONOMI REGIONAL TERHADAP
PENGEMBANGAN KAWASAN FUNGSIONAL GEOPARK KALIMUTU-ENDE.

Kawasan Geopark memiliki prospek nilai strategis secara regional pasca


ditetapkan oleh UNESCO, oleh karena itu pendekatan yang perlu diutamakan
adalah penyiapan ruang kawasan-kawasan fungsional yang mewadahi multiflier
effect ekonomi regional terutama kawasan Geopark Kalimutu-Ende agar lebih
terkendali dan tidak sporadis sehingga ke alamiahan dan nilai sejarah geologi
kawasan dapat terpelihara. Berikut adalah kerangka problem solving
pendekatan tersebut.

SKEMA PROBLEM SOLVING


KAWASAN GEOPARK MELALUI PENDEKATAN MULTIFLIER EKONOMI
REGIONAL

Laporan Pendahuluan| Bab I-10


ISU STRATEGIS PERENCANAAN

1. Masalah kesenjangan ekonomi kawasan


2. Masalah aksesibilitas menuju kawasan geopark
3. Masalah pemberdayaan potensi ekonomi berbasis geowisata.
4. Kawasan Geopark yang terdiri dari 8 Kecamatan yang sangat luas dengan
Fungsi sebagai kawasan strategis dengan pengembangan Ekowisata dan
Wisataminat Khusus
5. Belum terlindunginya situs-situs geologi yang ditetapkan oleh peraturan
daerah sehingga rawan kehilangan nilai historisnya.
6. Belum adanya pengaturan zona pemanfaatan ruang yang berdekatan dengan
situs atau objek kegeologian dan pariwisata serta kawasan konservasi
7. Tingginya minat investor untuk menanamkan investasinya dikawasan geopark
8. Belum adanya keterpaduan yang bersinergis antar sektor

Sekema pemikiran interaksi core kawasan dan sub kawasan dalam


merespon interaksi regional kawasan geopark

Kawasan Isu-isu
Geopark Strategis Kecamatan

Dampak Positif Arah Polarization Effect

Terjadi perubahan pola ruang di Kawasan Geopark dan di Development Corridor-nya


Sehingga masalah ekonomi wilayah dapat terpecahkan
melalui
melalui perkembang
perkembang kawasan
kawasan fungsional.
fungsional.
Membuka peluang arus Commuter tenaga kerja sektor ekonomi tersier dan sekunder serta kebutuhan ruang

Polarization Effect (arus memusat) ke arah pusat-pusat pertumbuhan yang akan


membentuk keseimbangan interaksi ruang ke arah yang sebaliknya yaitu trickling down

Laporan Pendahuluan| Bab I-11


(arus meneteskan pertumbuhan ekonomi) dari kawasan Geopark.
Isu-isu
Kawasan
Geopark Strategi Kecamatan
s

Perkembangan infrastruktur, perkembangan pariwisata, distribusi


barang dan jasa non pertanian, teknologi dan infromasi pendidikan.

Kawasan
Geopark

Terjadi perubahan pola ruang


Di Kawasan Geopark dan di development Corridornya
Sehingga masalah ekonomi wilayah dapat terpecahkan
melalui perkembang kawasan fungsional.
Membuka Peluang Arus Commuter tenaga kerja sector ekonomi tersier
dan sekunder

Perlu
Perlu disusun
disusun Rencana
Rencana Induk
Induk
Geopark
Geopark Ende-Kelimutu
Ende-Kelimutu

3.3.1. Pendekatan Menyeluruh dan Terpadu

Merupakan pendekatan perencanaan yang menyeluruh dan terpadu serta


didasarkan pada potensi dan permasalahan yang ada, baik dalam wilayah
perencanaan maupun dalam konstelasi regional. Pendekatan menyeluruh
memberi arti bahwa peninjauan permasalahan bukan hanya didasarkan pada
kepentingan wilayah/kawasan dalam arti sempit, tetapi ditinjau dan dikaji pula
kepentingan yang lebih luas, baik antar wilayah dengan daerah hinterlandnya
yang terdekat maupun dengan yang lebih jauh lagi. Secara terpadu mengartikan
bahwa dalam menyelesaikan permasalahan tidak hanya dipecahkan sektor per
sektor saja tetapi didasarkan kepada kerangka perencanaan terpadu antar tiap-
tiap sektor, di mana dalam perwujudannya dapat berbentuk koordinasi dan
sinkronisasi antar sektor.

Laporan Pendahuluan| Bab I-12


3.3.2. Pendekatan Identifikasi Permasalahan Pembangunan dan Perwujudan
Ruang Kawasan

Setelah dilakukan penetapan Kawasan perencanaan, tahapan kedua dalam


penyusun masterplan ini adalah identifikasi permasalahan dan perwujudan
ruang kawasan. Tahapan ini menekankan pada Identifikasi Isu-Isu startegis dan
pengumpulan data-data terkait dengan perwujudan ruang kawasan meliputi
karekteristik wilayah pererencanaan dalam konstelasi regional, karakteristik
fisik alamiah, penggunaan lahan, sarana, parasarana, demografi, kependudukan,
sosial-ekonomi, transportasi, kelembagaan dan aspek perwujudan ruang
kawasan meliputi perpetakan bangunan, kepadatan bangunan, ketinggian
bangunan dan sempa dan bangunan.

Isu-isu strategis ini diindentifikasikan sebagai hipotetisa awal untuk selanjutnya


dilakukan pengujian-pengujian lapangan maupun keterkaitannya dengan
kebijaksanaan lainnya. Tahapan Identifikasi isu strategis dan data-data
karakteristik kawasan geopark kabupaten Endedan Bukit Tinggi dilaksanakan
dengan pendekatan-pendekatan sebagai berikut :

3.3.3. Pendekatan Bottom Up Planning


Pendekatan bottom up planning meliputi :

 Teknik wawancara semi terstruktur instansional oleh tim konsultan kepada


pejabat/perwakilan dinas, kantor dan badan yang terkait review materi
masterplan ini. Tujuan wawancara ini adalah untuk mengetahui temuan
pokok-pokok dinamika perkembangan kota meliputi isu-isu strategis maupun
teknis pengembangan kawasan fungsional kawasan geopark Geopark
Kalimutu-Ende 5 tahun terakhir hingga 5 tahun ke depan.
 Teknik penyebaran angket/ koesioner yang dilakukan oleh tim konsultan
meliputi kuesioner masyarakat umum, pedagang, bangkitan lalu lintas dan
motivasi perjalanan. Tujuan penyebaran kuesioner ini untuk
mengidentifikasikan aspirasi masyarakat, pola-pola aktivitas,
kecenderungan-kecenderungan yang terkait penataan ruang pada kawasan
geopark yang sedang terjadi.

Laporan Pendahuluan| Bab I-13


 Teknik diskusi jaring aspirasi masyarakat (jasmara) yang kemudian ditindak
lanjuti dengan visual preference (penilaian dan peninjauan kasus-kasus/
topik-topik diskusi oleh penyedian jasa konsultasi bersama-sama
masyarakat, unsur Pemerintahan dan LPM sebagai perwakilan masyarakat di
lapangan). Tujuan jasmara ini untuk mengidentifikasikan potensi dan
masalah lapangan serta aspirasi kebutuhan-kebutuhan problem solving nya.
 Teknik observasi yaitu pengamatan lapangan oleh tim konsultan meliputi
objek-objek tertentu yang dinilai penting untuk penataan ruang kawasan
geopark. Tujuan dari observasi ini adalah untuk identifikasi informasi
gambaran visual keadaan wilayah perencanaan kawasan geopark secara
eksisting. Teknik observasi ini juga dilakukan oleh tim konsultasi bersama
Penyedian Jasa untuk melihat bersama kasus-kasus yang penting misalkan
observasi trase jalan.
 Teknik survey blok yaitu pengamatan secara teliti oleh tim konsultan
meliputi keseluruhan objek bangunan, sarana dan prasarana yang di tiap blok
perencanaan. Tujuan survey blok ini untuk verifikasi penggunaan lahan
hingga ketelitian jenis bangunan, fungsi bangunan, ketinggian, sempadan
bangunan, KDB dan kondisinya.
 Survey data instansional berupa hasil kajian-kajian/ riset yang memuat data,
analisis dan kesimpulan serta rekomendasi yang mengarah pada upaya
pengembangan kawasan fungsional Kawasan Geopark.

3.3.3. Pendekatan Top Down planning


Pendekatan top down planning dalam identifikasi isu strategis pengembangan
kawasan fungsional Kawasan Geopark Geopark Kalimutu-Ende dilakukan
dengan pendekatan studi literatur berupa kajian komprehensif Kebijaksanaan
dan rencana-rencana yang terkait Pembuatan Penyusunan Masterplan dan
Peraturan Zonasi Kawasan Geopark Geopark Kalimutu-Ende meliputi :

 Renstra Kabupaten Endedan Bukit Tinggi;


 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Endedan Kota Bukit Tinggi;
 Kebijakan lainnya.

3.3.4. Pendekatan Perkiraan Pelaksanaan Pembangunan Kawasan

Laporan Pendahuluan| Bab I-14


Tahapan perkiraan kebutuhan pelaksanaan pembangunan pada prinsipnya
adalah analisis dan perhitungan-perhitungan/proyeksi dan predisksi serta
pengolahan data-data yang telah dikumpulkan pada tahapan sebelumnya.
Tahapan ini juga merupakan upaya menguji hipotesis berupa isu strategis yang
telah diidentifikasikan pada tahapan sebelumnya. Pendekatan yang dilakukan
untuk memperkirakan kebutuhan pelaksanaan pembangunan meliputi :

A. Pendekatan Analisis Kuantitatif


Pendekatan memperkirakan kebutuhan pembangunan berdasarkan model
perhitungan-perhitungan tertentu dengan asumsi tertentu. Pendekatan ini
dilaksanakan untuk memberikan ukuran kebutuhan yang lebih bersifat
teknis, akurat dan argumentatif misalanya perhitungan proyeksi penduduk,
kepadatan penduduk, perhitungan kebutuhan jumlah dan luasan fasalitas,
kebutuhan pengendalian bangunan meliputi perhitungan nilai/ besaran
KDB, KLB dan sempadan.

B. Pendekatan Analisis Kualitatif


Pendekatan memperkirakan kebutuhan pembangunan berdasarkan model-
model atau metode analisis deskriptif dengan menggunkan perbandingan
kriteria-kriteria/ teori/ pedoman tertentu. Pendekatan ini dilaksanakan
untuk memberikan ukuran kebutuhan yang lebih bersifat strategis dan
sosiologis misalkan analisis super imposes peta -peta fisik alamiah untuk
mendapatkan kesesuaian lahan dan daya dukung lahan. Contoh lain adalah
kebutuhan penanganan konservasi objek bersejarah dalam hal ini objek
kegeologian dilakukan dengan perbandingan kariteria-kriteria tertentu.

Berdasarkan subtansinya, tahapan perkiraan kebutuhan pelaksanaan


pembangunan meliputi tahapan sebagai berikut:

1. Perkiraan Kebutuhan pokok-pokok pengembangan


Perkiraan kebutuhan pokok-pokok pengembangan Kawasan Fungsional
Geopark Kabupaten Endedan Bukit Tinggi, dilakukan dengan pendekatan
analisis kualitatif dan kuantitatif bobot skor SWOT (Strenght, Weekness,
Opportunity dan Treath) dalam 3 (tiga) jenis skenario.

Laporan Pendahuluan| Bab I-15


 Skenario pengembangan trend eksisting
 Skenario pengembangan target
 Skenario pengembangan moderat (gabungan)

2. Perkiraan Kebutuhan pengembangan Struktur Tata Ruang


Pengembangan struktur tata ruang Kawasan Geopark Geopark Kalimutu-
Ende meliputi :

1) Perkiraan kebutuhan pengembangan distribusi kepadatan


penduduk dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif sebagai
berikuit :
 Perkiraan / proyeksi penduduk tiap unit lingkungan
 Perkiraan kepadatan penduduk tiap unit lingkungan
 Perkiraan daya tampung ruang tiap unit lingkungan.

2) Perkiraan kebutuhan pengembangan pusat-pusat pelayanan


dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif sebagai berikuit :
 Perkiraan kebutuhan pengembangan tata jenjang kapasitas dan
intensitas menurut lokasi dan jenis pelayanan kegiatan dalam kawasan.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan jenis dan jumlah fasilitas pusat
unit lingkungan skala pelayanan 30.000 penduduk atau setingkat
kelurahan.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan jenis dan jumlah fasilitas pusat
tersier skala pelayanan 120.000 penduduk atau setingkat Kecamatan.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan jenis dan jumlah fasilitas pusat
sekunder skala pelayanan 480.000 penduduk atau setingkat Wilayah
Pengembangan atau BWK.

3) Perkiraan kebutuhan pengembangan sistem per-gerakan


dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif sebagai berikuit :
 Perkiraan kebutuhan pengembangan sistem jaringan jalan arteri
sekunder, jaringan jalan kolektor sekunder, jaringan jalan lokal
sekunder, sistem primer (jumlah lajur, daerah pengawasan jalan,
daerah milik jalan, persimpangan utama);

Laporan Pendahuluan| Bab I-16


 Perkiraan kebutuhan pengembangan sistem terminal.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan moda split.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan Sistem jaringan kereta api
 Perkiraan kebutuhan pengembangan pedestrian.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan sistem parkir.

4) Perkiraan kebutuhan pengembangan jaringan utilitas


dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif sebagai berikuit :
 Perkiraan kebutuhan pengembangan jaringan primer, sekunder dan
tersier
 penyaluran air bersih dengan memperhatikan hasil perkiraan
kebutuhan air secara domestik dan fasilitas.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan jaringan penyaluran air kotor
dengan
 memperhatikan hasil perkiraan jumlah timbulan, keondisi geografis
dan prasarana pendukungnya.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan jaringan primer, sekunder dan
tersier drainase dengan memperhatikan hasil perkiraan jumlah
limpasan keondisi geografis dan prasarana pendukungnya.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan jaringan penyaluran persampahan
dengan memperhatikan hasil perkiraan jumlah timbulan/produksi
sampah dan prasarana pendukungnya.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan jaringan listrik dan
telekomunikasi dengan memperhati-kan hasil perkiraan jumlah
kebutuhan layanan.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan jaringan pemadam kebakaran
dengan memperhati-kan hasil perkiraan jumlah kebutuhan layanan.

3. Perkiraan Kebutuhan Pengembangan Kawasan lindung dan Budidaya


Perkiraan kebutuhan pengembangan pola pemanfaatan ruang Kawasan
Geopark Kabupaten Endedan Bukit Tinggi meliputi :

1) Perkiraan kebutuhan pengembangan Kawasan perlindungan setempat


dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif sebagai berikuit :

Laporan Pendahuluan| Bab I-17


 Perkiraan kebutuhan pengembagan ruang terbuka hijau (RTH) /
proyeksi penduduk tiap unit lingkungan
 Perkiraan kebutuhan kawasan cagar budaya konservasi bangunan
bersejarah disekitar Inti Pusat Kota.

2) Perkiraan kebutuhan pengembangan kawasan Budidaya dilakukan


dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif sebagai berikuit :
 Perkiraan kebutuhan pengembangan kawasan perumahan menurut
jenis dan lokasi.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan kawasan perdagangan menurut
jenis, lokasi dan skala pelayanan meliputi regional, Kota, BWK, Sub
BWK dan atau unit lingkungan.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan kawasan jasa menurut jenis,
lokasi dan skala pelayanan meliputi regional, Kota, BWK, Sub BWK dan
atau unit lingkungan.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan kawasan pendidikan menurut
jenis, lokasi dan skala pelayanan meliputi regional, Kota, BWK, Sub
BWK dan atau unit lingkungan.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan kawasan kesehatan menurut jenis,
lokasi dan skala pelayanan meliputi regional, Kota, BWK, Sub BWK dan
atau unit lingkungan.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan kawasan peribadatan menurut
jenis, lokasi dan skala pelayanan meliputi regional, Kota, BWK, Sub
BWK dan atau unit lingkungan.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan kawasan pertahanan dan
keamanan menurut jenis, lokasi dan skala pelayanan meliputi regional,
Kota, BWK, Sub BWK dan atau unit lingkungan.

4. Perkiraan Kebutuhan Pengembangan perangkat pelaksanaan


perwujudan ruang
Perkiraan kebutuhan pengembangan sistem perang-kat pelaksanaan
perwujudan ruang dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif
sebagai berikuit :

 Perkiraan kebutuhan pengembangan pedoman perpetakan bangunan.

Laporan Pendahuluan| Bab I-18


 Perkiraan kebutuhan pengembangan pedoman kepadatan bangunan.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan pedoman ketinggian bangunan.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan pedoman sempadan bangunan.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan prioritas penanganan blok
peruntukan.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan prioritas penanganan blok sarana
dan prasarana.

5. Perkiraan Kebutuhan Pengembangan perangkat Pengendalian Ruang


Perkiraan kebutuhan pengembangan sistem perangkat pengendalian
perwujudan ruang dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif
sebagai berikuit :

 Perkiraan kebutuhan pengembangan perangkat mekanisme perijinan.


 Perkiraan kebutuhan pengembangan perangkat mekanisme pemberian
insentif dan disinsentif.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan perangkat mekanisme
pemberian kompensasi.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan perangkat mekanisme pengawasan.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan perangkat mekanisme pemberian
sanksi.

6. Perkiraan Kebutuhan Pengembangan Pengelolaan Pembangunan


Perkiraan kebutuhan pengembangan pengelolaan dilakukan dengan
pendekatan kualitatif dan kuantitatif sebagai berikuit :

 Perkiraan kebutuhan pengembangan program pembangunan.


 Perkiraan kebutuhan pengembangan kelembaga-an terkait program
pembangunan.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan sumber-sumber keuangan
terkait pelaksanaan program pembangunan.
 Perkiraan kebutuhan pengembangan partisipasi masyarakat terkait
pelaksanaan program pembangunan.

Laporan Pendahuluan| Bab I-19


3.3.5. Pendekatan Analisis Ambang Batas
Adalah pendekatan untuk menentukan kebijaksanaan rencana tata ruang yang
didasarkan ambang batas daya dukung lingkungan. Pendekatan ini bertujuan
untuk menghasilkan kebijaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Penekanan terhadap pertimbangkan aspek lingkungan dilakukan karena
lingkungan merupakan aspek yang sangat berkepentingan dalam upaya
pembangunan berkelanjutan.

3.3.6. Pendekatan Partisipasi Pelaku Pembangunan

Penyusunan rencana tata ruang tidak terlepas dari keterlibatan masyarakat


sebagai pemanfaat ruang (pelaksana rencana tata ruang) dan sebagai pihak yang
terkena dampak positif maupun negatif dari pelaksanaan ruang itu sendiri. Oleh
karena itu dalam penyusunan rencana ini digunakan pendekatan partisipasi
masyarakat (stakeholder approach) untuk mengikutsertakan masyarakat di
dalam proses penyusunan rencana tata ruang melalui forum diskusi pelaku
pembangunan. Konsultan dalam hal ini berusaha untuk melibatkan secara aktif
pelaku pembangunan yang ada dalam setiap tahapan perencanaan. Pelibatan
pelaku pembangunan dalam pekerjaan ini dapat digambarkan dengan diagram
seperti di bawah ini.

Di dalam penyusunan rencana ini masyarakat tidak hanya dilihat sebagai pelaku
pembangunan (stakeholder) tetapi juga sebagai pemilik dari pembangunan
(shareholder). Keterlibatan masyarakat sebagai shareholder dimaksudkan
untuk mengurangi ketergantungan wilayah terhadap investor dari luar wilayah,
tetapi yang diharapkan adalah kerjasama antara investor dengan masyarakat
sebagai pemilik lahan di wilayah tersebut. Dengan posisi sebagai shareholder
diharapkan masyarakat akan benar-benar memiliki pembangunan di
wilayahnya, dapat bersaing dengan penduduk pendatang, dan dengan demikian
masyarakat lokal tidak tergusur dari wilayahnya.

Laporan Pendahuluan| Bab I-20


Pelaku Keterlibatan Dalam Perencanaan Pelaksanaan oleh
Pemerintah,
Swasta, Masyarakat

Masyarakat Forum Forum


Stakeholders Stakeholders Perangkat
Pengendalian
Rencana Pelaksanaan
Konsultan SURVEI Analisis & Penyusunan yang
Interpretasi rencana
disepakati
Indikasi
Program
Pemerintah Program Arahan
Pemerintah Pemerintah

3.3.7. Pendekatam Kesesuaian Ekologi dan Sumberdaya

Pada pendekatan ini akan diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 Potensi Angin; Potensi angin dalam perencanaan meliputi arah dan kekuatan
angin untuk mendapatkan udara yang sejuk dan mengurangi kelembaban.
 Binatang/Habitat; mengidentifikasikan adanya habitat liar yang
membahayakan pengembangan area permukiman.
 Daerah Banjir; Perencanaan dan pengolahan daerah-daerah yang rendah
pemanfaatan saluran-saluran alam secara optimal diharapkan mampu
mencegah kemungkinan bahaya banjir. Saluran drainase direncanakan
mengikuti arah kemiringan kontur pada titik terendah dalam kawasan
menuju saluran drainase induk.
 Unit Visual dan Kapasitas Visual; Daerah yang berpotensi memiliki arah view
yang bagus antara lain adalah daerah hijau hutan, daerah sepanjang aliran
sungai, dan tepi pantai. Pemanfaatan daerah-aerah yang berpotensi ini
diperuntukkan untuk pariwisata, permukiman menengah ke atas.

Laporan Pendahuluan| Bab I-21


DOKUMEN TE
 Area dengan Visitas Tinggi; Kawasan yang memiliki visibilitas tinggi adalah
kawasan yang memungkinkan untuk terlihat dari berbagai sudut (sebagai
landmark kawasan) dapat difungsikan untuk zona magnet pusat kota.
 Topografi; Dalam suatu perencanaan perlu diperhatikan bagaimana kondisi
topografi eksisting wilayah tersebut, juga guna lahan dan karakter
wilayahnya.

Selain hal-hal tersebut di atas juga perlu diperhatikan kesesuaian/kelayakan


kawasan itu sendiri. Untuk itu yang perlu dipertimbangkan adalah :

a. Keserasian Penggunaan Energi


Upaya identifikasi kesesuaian fungsi kawasan/wilayah dengan potensi alam
yang dapat menghasilkan energi yang baik berupa angin, aliran air dan laut.

b. Kesesuaian untuk Preservasi


Identifikasi yang disesuaikan dengan konsep dasar perencanaan wilayah dan
kondisi wilayah kawasan yang memiliki potensi untuk di preservasi baik yang
buatan maupun alam. Buatan dapat berupa kawasan bersejarah, monumen,
atau peninggalan kuno. Kawasan preservasi alam dapat dipreservasi karena
perlu dilindungi seperti daerah aliran sungai, hutan, tepian pantai, danau,
terumbu karang, laut, atau daerah yang dianggap berbahaya seperti daerah
mudah longsor, patahan geologis, daerah gunung berapi dan sebagainya.

c. Kesesuaian untuk Rekreasi


Pemanfaatan lahan kawasan yang sesuai untuk dikembangkan sebagai area
rekreasi yang mendukung pelayanan fasilitas umum untuk penghuni sekitar
maupun sebagai daya tarik wilayah seperti danau/telaga, pantai/ laut, daerah
sepanjang sungai, hutan, taman kota dan bukit.

d. Kesesuaian untuk Hunian

Laporan Pendahuluan| Bab I-22


Perencanaan wilayah sebagai daerah hunian, dengan mempertimbangkan
beberapa aspek perencanaan antara lain dari segi aksesibilitas, kondisi
topografi, kestrategisan lokasi, kondisi kontur tanah, kebisingan dan potensi
alam dan buatan.

3.4. METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN


Dalam pelaksanaan kegiatan penyusunan Rencana Induk Kelimutu-Ende
Geopark Kabupaten Ende terdapat dua bagian besar yaitu metode palaksanaan
kegiatan Kegeologian sebagai roh dari kawasan geopark dan kegiatan
ketataruangannya sebagai perwujudan jasmaninyah.

Pekerjaan Penyusunan Kawasan Masterplan Geopark mencakup dua kegiatan


besar, yaitu kegiatan penyusunan materi Masterplan dan kegiatan penyusunan
peta. Kedua kegiatan tersebut terbagi dalam 3 tahapan, yaitu :

 Tahap persiapan dan Identifikasi awal


 Tahap fakta dan analisa
 Tahap penyusunan rencana

Tahap
Tahap Dampak
Tahap
Tahap Dampak positif
positif arus
arus
Fakta
Fakta dan
dan Analisa
Analisa Penyusunan trickling down
trickling down effect
effect
Rencana
Rencana

Pendekatan dan metodologi yang digunakan pada masing-masing kegiatan dan


tahapan tersebut didasarkan pada skema hubungan tiap lingkup kegiatan. Skema
hubungan tersebut memuat mengenai :

 Garis besar kegiatan yang dilakukan


 Metode yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan tersebut
Keterkaitan antar kegiatan baik dalam satu tahapan maupun antar tahapan, dengan
menunjukkan keterkaitan input dan output dari suatu kegiatan.

3.5. METODE PENGUMPULAN DATA


Laporan Pendahuluan| Bab I-23
Metode-metode pengumpulan data yang akan dilakukan untuk kegiatan pengadaan
jasa konsultasi pekerjaan Penyusunan masterplan geopark kabupaten Endedan
Bukit Tinggi. Bab ini meliputi pokok bahasan (1) Lokasi kegiatan survey dan (2)
Metode pengumpulan data dan (3) Kebutuhan Data dan Peta.

Tujuan Metode pengumpulan data ini adalah untuk mengumpulkan data yang
diperlukan sebagai bahan kajian. Pada dasarnya ada dua jenis data yang
dikumpulkan, yaitu data primer dan data sekunder. Adapun data yang dikumpulkan
dan cara pengumpulannya harus sesuai dengan metode analisis yang akan
digunakan. Secara garis besar Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
masterplan ini adalah sebagai berikut:

A. Lokasi Survey
Sebelum melakukan survey sebaiknya harus dipahami terlebih dahulu lokasi
survey. Lokasi survey pada pelaksanaan pekerjaan ini adalah Kawasan Geopark
yang telah ditetapkan oleh UNESCO. Dengan memahami lokasi kegiatan diharapkan
konsultan mampu untuk memberikan informasi baik berupa data sekunder
maupun data primer terbaru (up to date).

B. Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data ada dua tahapan kegiatan yang dilakukan, yaitu
pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Data primer
merupakan serangkaian kegiatan data yang diperoleh langsung di lapangan,
kegiatan data primer dibutuhkan untuk mendapatkan fakta berupa informasi
terbaru yang sedang terjadi di lapangan. Sedangkan data sekunder merupakan
serangkaian kegiatan pengumpulan data terhadapat instansi/dinas terkait dengan
Pembuatan Rencana Induk Kelimutu-Ende Geopark Kabupaten Ende. Dalam
pelaksanaan pekerjaan ini konsultan menguraikan metode pengumpulan data
menjadi daftar simak/check list, observasi, survey kawasan, wawancara, kuesioner,
jasmara dan survey instansional adapun dua kebutuhan data utama meliputi:

1. Data kegeologian, yang meliputi:


 Geologi regional daerah Geopark Kalimutu-Ende, yang meliputi: fisografi
regional, geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi daerah tersebut.

Laporan Pendahuluan| Bab I-24


 Keunikan dan Keragaman geologi yang ada di Geopark Kalimutu-Ende
yang diidentifikasi melalui beberapa aspek, yaitu: Bentang alam, struktur
geologi, batuan/mineral, fosil, dan proses.
 Penilaian situs-situs warisan geologi dalam Geopark Geopark Kalimutu-
Ende untuk ditetapkan sebagai kawasan konservasi dan model
pengelolaanya supaya bisa memberi manfaat bagi masyarakat.

2. Data ketataruangan yang meliputi:


 Kebijakan Kewilayahan RPJM
 RTRW Kabupaten
 Data-data sektoral lainnya
 Peta-peta dasar dan gunalahan
 Data statistik kecamatan
 Data kepariwisataan

3.5.1. Metode Observasi

Observasi yaitu pengamatan langsung secara visual untuk mengetahui dan


mencatat keadaan wilayah sebenarnya di lapangan. Alat yang digunakan adalah
lembar observasi. Teknik ini dipergunakan untuk memperoleh informasi dan data
yaitu dengan mengadakan pengamatan secara langsung di lapangan (wilayah
perencanaan) dan hasilnya dicatat atau dispasialkan (peta/gambar/foto) hasil dari
observasi ini dapat berupa data kualitatif dan kuantitatif. Sebaiknya sebelum
melakukan metode observasi diharapkan untuk memahami karakteristik wilayah
survey, hal ini dilakukan agar kegiatan observasi mampu menangkap isu potensi
dan masalah wilayah dengan tepat.

Pengumpulan data primer dengan observasi meliputi pengumpulan data secara


langsung maupun tidak langsung. Teknik observasi langsung adalah cara
mengumpulkan data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejala-
gejala yang tampak pada obyek yang pelaksanaannya langsung pada tempat dimana
suatu peristiwa, keadaan atau situasi sedang terjadi. Sedang teknik observasi tidak
langsung adalah cara mengumpulkan data yang dilakukan melalui pengamatan dan

Laporan Pendahuluan| Bab I-25


pencatatan gejala-gejala yang tampak pada obyek pelaksanaannya tidak langsung di
tempat atau pada saat peristiwa, keadaan atau situasi terjadi.

Dalam suatu penelitian, wawancara memiliki peranan penting karena merupakan


teknik pengumpulan data primer yang paling baik untuk mengetahui tanggapan
dan memungkinkan peneliti untuk menguraikan pertanyaan dan menelusuri
responden untuk informasi yang lebih lanjut. Alat yang digunakan adalah lembar
wawancara. Responden wawancara adalah tokoh masyarakat di lingkungan
wilayah perencanaan, instansi pemerintah dan pihak-pihak yang terkait.

3.5.2. Metode Jasmara

Metode Jasmara (jaring Aspirasi Masyarakat) merupakan Diskusi dan Temu


Rembug untuk menjaring aspirasi masyarakat dan sebagai proses pelibatan
masyarakat dalam proses perencanaan/partisipatory planning. Dalam pelaksanaan
penyusunan masterplan Geopark, metode jasmara sebaiknya dilakukan di setiap
kecamatan, maksudnya agar data atau aspirasi dari masyarakat dapat tertampung
dengan baik sehingga dapat menjadi masukan bagi penyusunan masterplan
tersebut.

3.5.3. Metode Survey Instansional

Dokumen pustaka berguna dalam memberikan memberikan informasi dasar,


memberikan informasi masa lampau, sebagai bahan untuk manambah konsep studi,
dan sebagai bahan perbandingan berupa keputusan-keputusan, pokok pikiran,
kumpulan yang sudah pernah dilakukan orang. Dokumen pustaka juga dapat
memberikan informasi tentang kegiatan-kegiatan terdahulu sehingga mencegah
pengulangan studi dan memperluas pandangan. Data ini umumnya sudah terpola
sesuai dengan aturan masing-masing instansi dan untuk memperoleh data yang
benar-benar akurat, sekurang-kurangnya data harus dalam interval 5 tahun
terakhir (time series). Adapun review Masterplan ini dilakukan dari berbagai
sumber, sebagai berikut :

1. Studi literatur yang berkaitan dengan studi partisipasi masyarakat dan


penyusunan Masterplan Geopark
2. Informasi dari media cetak(Koran, Majalah), Media Elektronik (Internet)

Laporan Pendahuluan| Bab I-26


3. Instansi pemerintahan diantaranya Dinas Pertanahan dan Penataan Ruang,
Bappeda pihak kecamatan dan instansi pemerintah yang terkait dengan Kajian
ini.

3.5.4. Kebutuhan Data dan Peta

Kebutuhan data serta peta yang harus ada dalam proses Pembuatan Penyusunan
masterplan kawasan geopark ini sangat diperlukan, karena dengan tersedianya
data yang terbaru (up to date) akan berpengaruh juga terhadap rencana yang akan
dibuat. Berikut data penunjang yang diperlukan dalam penyusunan masterplan
kawasan geopark :

1. Data keadaan fisik dasar, yang meliputi keadaan topografi/kemiringan tanah,


geologi / daya dukung ruang / hidrologi / sumber-sumber air untuk seluruh
wilayah perencanaan. Informasi tersebut perlu dilengkapi peta dengan
kedalaman skala 1: 25.000-1:10.000 yang dilengkapi dengan kedudukan, tepat
dari setiap unsur kota.
2. Data penggunaan ruang yang menggambarkan karakteristik penebaran bentuk-
bentuk fisik buatan manusia, yaitu :
 Rincian jenis penggunaan lahan
 Struktur dan kualitas bangunan untuk masing masing jenis penggunaan
lahan.
 Kepadatan bangunan pada setiap jenis penggunaan lahan.
 Kedudukan/peran/estetika bangunan pada lingkungan perencanaan yang
bersangkutan.
 Data tersebut disajikan dalam bentuk peta dengan skala 1:25.000-1:10.000
dan menggunakan perbedaan warna/kode serta dilengkapi tabel-tabel
data.

Tabel 3.2 Daftar Kebutuhan Data dalam Pembuatan Rencana Induk Geopark
Kalimutu-Ende Kab. Ende

No. Jenis Data Sumber


1 Potensi dan masalah wilayah perencanaan Observasi

Laporan Pendahuluan| Bab I-27


DOKUMEN TE
No. Jenis Data Sumber
2 Survei blok wilayah perencanaan Observasi

3 Keadaan Fisik, meliputi : Observasi dan


 Topografi instansi
 Keadaan geologi
 Fisiografi regional
 Geomorfologi
 Statigrafi
 Struktur Geologi
 Keunikan dan Keragaman
Geologi
 Keadaan tanah
 Hidrologi
 Klimatologi
 Sebaran Kawasan Konservasi
 Kondisi kebencanaan
4 Penggunaan ruang fisik buatan, meliputi : Observasi
 Pola dan jenis peruntukan lahan (TGL)
 Kedudukan/peran/estetika bangunan pada
lingkungan/ wilayah perencana-an yang
5 bersangkutan.
Jaringan Jalan, meliputi : Observasi
 panjang dan lebar menurut fungsinya;
 jenis dan kondisi perkerasan jalan
 kondisi fasilitas jalan lainnya seperti saluran air
limbah, saluran pengeringan dan lain-lain;
 garis sempadan bangunan untuk setiap ruas jalan;

6 Data sistem transportasi Observasi


• Data kapasitas dan kondisi
terminal
• Matriks asal tujuan
• Sistem parkir (on & off street)
• Kondisi jalan dan pelengkapnya
7 Data Sarana Observasi
• Persebaran dan skala pelayanan sarana
8 Data Air Bersih Observasi
• Sumber air bersih
• Mata Air

Laporan Pendahuluan| Bab I-28


No. Jenis Data Sumber
9 Data Sanitasi Observasi
• Lokasi dan kondisi

10 Data Sampah Observasi


• Lokasi dan Kondisi TPS/TPA
• Lokasi penumpukan/timbunan sampah

11 Data Pertambangan Observasi dan


dinas

Sedangkan Data-data yang dibutuhkan dari instansi-instansi / badan terkait dalam


Pembuatan Rencana Induk Geopark Kalimutu-Ende mencakup:

1. Data keadaan wilayah perencanaan yang menggambarkan pola dan kualitas


jaringan jalan yang ada di kota yaitu meliputi:
 Panjang dan lebar menurut fungsinya;
 Jenis dan kondisi perkerasan jalan;
 Kondisi fasilitas jalan lainnya seperti saluran air limbah, saluran
pengeringan dan lain- lain;
 Garis sempadan bangunan untuk setiap ruas jalan;
 Arus lalu-lintas, parkir dan sebagainya.
Data tersebut disajikan dalam bentuk peta dengan skala 1:5.000 dan
menggunakan perbedaan warna/kode serta dilengkapi tabel-tabel.

2. Data mengenai tanah perkotaan meliputi data pola pemilikan tanah secara
umum, dan perkiraan umum harga/nilai yang disajikan dalam peta dengan skala
1:5.000.
3. Data mengenai sarana dan prasarana utama perkotaan dari pusat layanan
primer hingga pusat layanan tersier meliputi:
 Pola distribusi fasilitas pendidikan, per-belanjaan, kesehatan dan rekreasi
beserta intensitas fungsi pelayanannya, pergudangan dan sebagainya
 Sistem distribusi dan kapasitas sumber air bersih/minum kota
 Sistem distribusi jaringan listrik dan jaringan telekomunikasi kota
 Sistem pembuangan air limbah dan drainase kota
 Sistem pembuangan sampah.

Laporan Pendahuluan| Bab I-29


DOKUMEN TE
4. Data mengenai aspek kependudukan sebagai bahan evaluasi kebijaksanaan
kependudukan yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.
Data tersebut meliputi:
 Data jumlah penduduk kota 5 tahun terakhir;
 Data distribusi jumlah penduduk diuraikan dalam unit data kota
dalam wilayah administrasi terkecil untuk 5 tahun terakhir;
 Data penduduk berdasarkan usia kerja untuk seluruh kota untuk 5 tahun
terakhir;
 Data distribusi jenis struktur tenaga kerja diuraikan dalam unit data kota
terkecil (Kelurahan/Desa) untuk 5 tahun terakhir;
 Data tersebut disajikan dalam bentuk tabel dengan dilampiri peta
kepadatan penduduk.
5. Kajian – kajian literatur seperti rencana – rencana yang pernah dilakukan di
Wilayah Pengembangan.

Berikut ini peta-peta yang dibutuhkan dalam Pembuatan Penyusunan Masterplan


Kawasan Geopark, yaitu :

Tabel 3.3 Daftar Kebutuhan Peta Dalam Pembuatan Penyusunan Kawasan


Geopark Kabupaten EndeDan Bukit Tinggi

No Peta yang diperlukan Sumber


1 Peta Kabupaten Endedan Bukit Tinggi BAPPEDA
2 Peta Struktur tata ruang Kabupaten Endedan Bukit BAPPEDA
Tinggi
4 Peta tata guna lahan BAPPEDA
5 Peta Geologi BADAN GEOLOGI
6 Peta Sebaran Situs Geologi BADAN GEOLOGI
7 Peta Kawasan Konservasi BKSDA
8 Peta intensitas penggunaan ruang BAPPEDA
9 Peta jaringan jalan raya hirarki, perkerasan, lebar DINAS PERHUB
10 jalan)
Peta jalur MPU DINAS PERHUB
11 Peta jaringan pergerakan angkutan jalan raya DINAS PERHUB
12 Peta ersebaran sarana/fasilitas umum BAPPEDA
13 Peta jaringan air bersih PDAM

Laporan Pendahuluan| Bab I-30


No Peta yang diperlukan Sumber
14 Peta jaringan listrik PLN
15 Peta jaringan telepon/cellular TELKOM/DISHUB
16 Peta jaringan pipa air minum PDAM
17 Peta sarana persampahan Dinas Kebersihan dan
Persampahan
18 Peta sanitasi umum Dinas Kebersihan dan
Pertamanan
19 Peta topografi/peta garis BAPPEDA
20 Peta lokasi titik-titik kebencanaan BAPPEDA, BPBD

Laporan Pendahuluan| Bab I-31


Gambar 3.2 Kerangka Alur Pikir Penyusunan Rencana Induk Geopark Kalimutu-Ende Kab. Ende

Laporan Pendahuluan| Bab I-32


3.6. METODE ANALISIS
Metode yang akan digunakan dalam Pembuatan Rencana Induk Kalimutu-Ende
Geopark Kabupaten Ende. Meliputi:

(1) Metode Analisis Penilaian Situs Geologi.


(2) Metode Perumusan Tujuan dan Strategi.
(3) metode analisis struktur keruangan.
(4) metode analisis pola pemanfaatan ruang.
(5) metode pelaksanaan pemanfaatan ruang.
(6) metode pengendalian ruang dan,
(7) metode pengelolaan pembangunan.

3.6.1 Metode Analisis Geodiversity


1. Pemetaan Geodiversity
Analisis data melputi analisis geomorfologi, analisis stratigrafi dan analisis
struktur geologi.

A. Analisis Geomorfologi
Morfografi berasal dari dua kata yaitu morfo yang berarti bentuk dan graphos
yang berarti gambaran, sehingga memiliki arti gambaran bentuk permukaan
bumi. Aspek morfografi dilakukan dengan cara menganalisis peta topografi,
berupa pengenalan bentuk lahan yang tampak dari tampilan kerapatan kontur
sehingga dapat menentukan perbukitan atau pedataran, juga kemiringan lereng
yang bisa mengindentifikasikan sesar atau perbedaan litologi, sedangkan
perubahan pola punggungan dan pola aliran bisa mengidentifikasikan kegiatan
tektonik yang ada di daerah penelitian. Pola pemukiman bisa mencirikan kondisi
material Recent, khususnya yang menyediakan mata air tanah dangkal. Aspek-
aspek morfografi diantaranya ialah :

1. Bentuk lahan dataran, kemiringan 0% - 2% terdiri atas bentuk asal marin,


bentuk asal fluvial, bentuk asal campuran (delta), dan bentuk lahan plato.

Laporan Pendahuluan| Bab I-33


2. Bentuk lahan perbukitan/pegunungan, perbukitan yang memiliki ketinggian
50 - 500 meter dengan kemiringan 7% - 20%, sedangkan pegunungan
memiliki ketingian lebih dari 500 meter dengan kemiringan lebih dari 20%,
terdiri atas bentuk lahan perbukitan intrusi, perbukitan kubah rempah
gunungapi, perbukitan karst, perbukitan memanjang dengan penyusun
batuan sedimen dan bentuk lahan pegunungan.
3. Bentuk lahan vulkanik (gunungapi), memiliki ketinggian lebih dari 1000
meter dengan kemiringan lereng 56% - 140%.
4. Pola Pengaliran merupakan kumpulan dari suatu jaringan pengaliran di suatu
daerah. Dalam hal ini, alur pengaliran tetap mengalir baik dipengaruhi atau
tidak dipengaruhi oleh curah hujan. Pola pengaliran merupakan hasil dari
kegiatan erosi dan tektonik yang memiliki hubungan erat dengan jenis
batuan, struktur geologi, kondisi erosi dan sejarah bentuk bumi. Sistem
pengaliran yang berkembang pada permukaan secara regional dikontrol oleh
kemiringan lereng, jenis dan ketebalan lapisan batuan.
5. Bentuk lereng merupakan cerminan dari proses geomorfologi eksogen atau
endogen yang berkembang pada suatu daerah. Secara garis besar, bentuk
lereng dapat dibedakan menjadi :
a. Bentuk lereng cembung, biasanya terjadi pada daerah-daerah yang
disusun oleh material-material batuan yang relatif keras atau sisa-sisa
gawir sesar atau juga bidang longsoran yang telah tererosi pada tepi
atasnya.
b. Bentuk lereng lurus, biasanya terjadi pada daerah-daerah lereng vulkanik
yang disusun oleh material-material vulkanik halus atau bidang longsoran.
c. Bentuk lereng cekung, biasanya terjadi pada daerah-daerah yang disusun
oleh material-material batuan lunak atau bidang longsoran.
6. Lembah Permukaan bumi yang tertoreh oleh limpasan air permukaan akan
membentuk lembah, selanjutnya lembah sebagai penampung aliran air
menjadi sungai. Secara garis besar jenis lembah dapat dibedakan menjadi :
a. Jenis lembah U tumpul.
b. Jenis lembah U tajam.
c. Jenis lembah V tumpul.
d. Jenis lembah V tajam.
7. Pola punggungan akan nampak jelas pada peta topografi, foto udara atau citra
satelit. Pola punggungan paralel dapat diinterpretasikan sebagai perbukitan
yang terlipat, sedangkan pola punggungan berkelok, melingkar atau terpisah
Laporan Pendahuluan| Bab III-34
dapat diinterpretasikan sebagai akibat dari suatu pensesaran. Pola-pola
punggungan yang terlipat menunjukkan kerapatan garis kontur yang jarang,
sedangkan jika pada salah satu sisi punggungan tersebut memiliki kerapatan
garis kontur yang cukup rapat dapat diinterpretasikan telah terjadi sesar
naik.

Morfogenetik

Morfogenetik adalah suatu proses terbentuknya permukaan bumi sehingga


membentuk dataran, perbukitan, pegunungan, gunungapi, plato, lembah, lereng
dan pola pengaliran. Kenampakan bentuk lahan pada muka bumi disebabkan
dua proses yakni endogenik yaitu : merupakan proses yang dipengaruhi oleh
kekuatan dari dalam kerak bumi dan proses eksogenik yang merupakan proses
yang dipengaruhi dari luar seperti iklim, vegetasi, erosi, buatan manusia. Dilihat
dari genesis kontrol utama pembentukannya, bentuk lahan dapat dibedakan
menjadi bentuk asal struktural, vulkanik, fluvial, marine, karst, aeolian, dan
denudasi.

Litologi, aspek litologi ini digunakan sebagai pengontrol dalam batas-batas


satuan geomorfologi. Litologi dapat mempengaruhi morfologi sungai dan
jaringan topografi yang memudahkan terjadinya pelapukan dan ketahanan
batuan terhadap erosi.

B. Analisis Stratigrafi
Data yang dianalisis pada tahap ini adalah data pengamatan di lapanga dengan
ditunjang hasil analisis dari laboratorium. Pembagian satuan batuan didasarkan
pada satuan litostratigrafi tidak resmi, yaitu penamaan satuan batuan yang
berdasarkan pada ciri fisik batuan yang dapat diamati dilapangan meliputi: jenis
batuan, keseragaman gejala litologi dan posisi stratigrafinya (Sandi Stratigrafi
Indonesia, pasal 15, Soejono, 1966), sedangkan penentuan batas penyebarannya
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Batas satuan lithostratigrafi adalah bidang sentuh antara dua satuan yang
berlainan ciri litologinya.
b. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya atau
bila perubahan tersebut tidak nyata, maka batasnya merupakan bidang yang
diperkirakan kedudukannya.
Laporan Pendahuluan| Bab III-35
c. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjemari-jemari, peralihannya
dapat dipisahkan sebagai suatu satuan tersendiri apabila memenuhi
persyaratan sandi.
d. Penyebaran suatu satuan lithostratigrafi semata-mata ditentukan oleh
kelanjutan ciri-ciri litologi yang menjadi ciri penentunya.
e. Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan lithostratigrafi dibatasi oleh batas
cekungan pengendapan atau aspek geologi lain.
f. Batas-batas hukum (geografi) tidak boleh dipergunakan sebagai alasan
berakhirnya penyebaran lateral (pelamparan) suatu batuan.

Penamaan Satuan Lithostratigrafi didasarkan atas jenis litologi yang paling


dominan dalam satuan tersebut. Penentuan umur dan lingkungan pengendapan
masing-masing satuan batuan dapat didasarkan atas struktur sedimen yang
berkembang dan didukung oleh data hasil analisis fosil.

Adapun dasar penentuan jenis stratigrafi adalah :

1. Perlapisan merupakan sifat dari batuan sedimen yang memperlihatkan


bidang-bidang yang sejajar yang diakibatkan oleh proses sedimentasi.
Perlapisan terbentuk karena adanya perubahan-perubahan pada proses
sedimentasi, seperti pasang surut, banjir, perbedaan temperatur.
2. Bidang perlapisan adalah suatu bidang yang merupakan perlapisan dan dapat
diwujudkan berupa hamparan dari suatu mineral tertentu, besar butir atau
bidang sentuh yang tajam antara dua macam batuan yang berbeda.
3. Lapisan adalah satuan stratigrafi terkecil yang tersusun hanya dari satu
macam batuan yang homogen dan bagian atas dan bagian bawahnya dibatasi
oleh bidang perlapisan secara tajam, erosional, ataupun berangsur.

Batas satuan stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri satuan
dan keseragaman secara lateral atau suatu lapisan tergantung dari jenis litologi
dan media pengendapan. Jadi kontak antar satuan batuan atau sentuh stratigrafi
dapat bersifat tajam ataupun berangsur. Ada dua macam hubungan stratigrafi,
yaitu :

1. Selaras; sedimentasi berlangsung menerus tanpa interupsi dari satuan


stratigrafi di bawah lapisan yang di atasnya.
2. Tidak selaras; terdapat empat jenis ketidakselarasan, yaitu :
Laporan Pendahuluan| Bab III-36
1) Paraconfomity, siklus sedimentasi tidak menerus atau terdapat gap umur,
sedangkan pola arah jurus dan kemiringan batuan relatif sama.
2) Disconformity, terjadi kontak erosional yang cukup berarti antara dua
satuan batuan
3) Nonconformity, terdapat kontak antara dua satuan batuan yang berbeda
genetik, seperti kontak antara batuan sedimen dengan batuan beku, atau
antara batuan sedimen dengan batuan metamorf, atau antara batuan
metamorf dengan batuan beku.
4) Angular Unconformity, terdapat perbedaan pola arah jurus dan kemiringan
yang cukup signifikan antara dua satuan batuan.
5)
Penentuan umur masing-masing satuan batuan didasarkan atas rekonstruksi
penampang geologi serta bila memungkinkan memakai kesebandingan regional
dengan formasi yang ada pada literatur dikarenakan daerah dengan jenis litologi
hasil gunung api.

C. Analisis Struktur Geologi


Tahap awal adalah interpretasi peta dasar berskala 1 : 25.000, analisis ini
diharapkan dapat memberikan petunjuk mengenai struktur yang berkembang
pada daerah pemetaan. Hal-hal yang diamati antara lain adalah kelurusan
sungai, kelurusan punggungan, belokan sungai yang tiba-tiba, gawir dan lain
sebagainya.

Tahap berikutnya adalah inventarisasi data lapangan yang meliputi pengamatan


terhadap unsur-unsur struktur geologi yang ditemukan seperti cermin sesar,
batuan sesar, kekar dan indikasi struktur lainnya. Setelah itu, diplot dalam peta
dasar. Adapun hal-hal yang perlu dicatat dalam mengamati singkapan untuk
analisis deskriptif dan kinematik struktur geologi adalah :

1. Lokasi singkapan.
2. Jenis singkapan, apakah berupa pergeseran batuan (offset litologi), cermin
sesar (slicken side), struktur kekar, zona hancuran, bukit segitiga (triangular
facet), air terjun, kelurusan sungai.
3. Litologi setempat dengan pola indikasi strukur geologi yang variatif.
4. Luas dan geometri singkapan.
5. Pengukuran arah jurus dan kemiringan bidang sesar.

Laporan Pendahuluan| Bab III-37


6. Besarnya picth, pengukuran pitch yaitu sudut lancip antara arah jurus dan
gores garis sesar. Pada tahap akhir dilakukan rekonstruksi struktur geologi
berdasarkan hasil inventarisasi data lapangan yang telah dilengkapi dengan
data analisis peta topografi. Hasilnya ditampilkan dalam bentuk peta pola
jurus perlapisan batuan.

Umur sesar di daerah pemetaan ditentukan berdasarkan umur satuan batuan


penyusun daerah pemetaan yang terpengaruh oleh stuktur yang berkembang
dan didukung oleh data stratigrafi serta kontrol oleh periode tektonik regional
yang berpengaruh terhadap daerah pemetaan.

 Lipatan
Untuk mengamati adanya struktur lipatan di lapangan yaitu dengan melihat
perubahan berangsur pada kemiringan (dip) lapisan batuan, perulangan
urutan variasi liotologi, pembalikan dengan menentukan top dan bottom-nya
yang tidak sesuai dengan arah kemiringan lapisan. Perlipatan merupakan
hasil dari deformasi atau perubahan bentuk dan atau volume dari suatu
batuan yang ditunjukan sebagai suatu lengkungan atau himpunan lengkungan
pada unsur garis atau bidang-bidang dalam batuan. Unsur garis atau bidang
yang dimaksud adalah bidang perlapisan.

Berdasarkan bentuknya, maka lipatan dibagi atas:

1) Antiklin: merupakan lipatan dimana bagian cembungnya mengarah ke


atas. Dalam hal ini semakin tua batuannya semakin dalam letaknya. Jika
batuannya telah mengalami pembalikan maka lipatan itu dinamakan
Sinantiklin.
2) Sinklin: merupakan lipatan dimana bagian cekungannya mengarah ke atas.
Dalam hal ini semakin muda batuannya semakin dalam letaknya. Jika
batuannya telah mengalami pembalikan maka lipatan itu dinamakan
Antisinklin.

 Kekar
Kekar didefinisikan sebagai suatu rekahan pada kerak bumi yang belum atau
sedikit sekali mengalami pergeseran sepanjang bidangnya, akibat tekanan

Laporan Pendahuluan| Bab III-38


yang lebih lanjut. Kekar memecahkan batuan dengan rekahan yang relatif
halus dengan panjang yang bervariasi mulai dari beberapa sentimeter sampai
ratusan meter.

Kekar merupakan salah satu struktur yang sulit untuk diamati, sebab kekar
dapat terbentuk pada setiap waktu kejadian geologi, misalnya sebelum
terjadinya suatu lipatan. Kesulitan lainnya adalah tidak adanya atau relatif
kecil pergeseran dari kekar, sehingga tidak dapat ditentukan kelompok mana
yang terbentuk sebelum atau sesudahnya. Walaupun demikian, di dalam
analisis, kekar dapat dipakai untuk membantu menentukan pola tegasan.
Secara genetik, kekar dapat dibedakan menjadi dua jenis (Hobs, 1976, dalam
Mc Clay, 1987), yaitu :

1) Kekar gerus (shear joint), adalah rekahan yang bidang-bidangnya


terbentuk karena adanya kecenderungan untuk saling bergeser (shearing)
searah bidang rekahan.
2) Kekar tarik (extensional joint), adalah rekahan yang bidang-bidangnya
terbentuk karena adanya kecenderungan untuk saling menarik
(meregang) atau bergeser tegak lurus terhadap bidang rekahannya.
 Sesar
Sesar (fault) merupakan bidang rekahan atau zona rekahan pada batuan yang
sudah mengalami pergeseran (Williams, 2004). Kriteria untuk mengenal
sesar di lapangan secara pokok terbagi enam, yaitu:

1) Pengulangan atau hilangnya suatu perlapisan ditinjau dari posisi


stratigrafinya, silisifikasi dan mineralisasi, perubahan fasies secara tiba-
tiba, kriteria fisiografis berupa gawir sesar dan kenampakan morfologi
triangular facet, kenampakan karakteristik pada bidang struktur dan
ketidakselarasan perlapisan.
2) Perlu dilakukan interprestasi topografi untuk melihat indikasi struktur
geologi yang meliputi intreprestasi kerapatan garis kontur, kelurusan
sungai, kelurusan punggungan, pola pengaliran sungai dan sebagainya.
D. Analisis Paleontologi
Analisis paleontologi dan mikropalentologi dilakukan di laboratorium, dengan
maksud untuk mengetahui umur batuan, kedalaman (zona batimetri), dan

Laporan Pendahuluan| Bab III-39


hubungan antar satuan batuan. Identifikasi palentologi dapat dilakukan secara
langsung tanpa batuan mikroskop, hanya dengan bantuan lup saja. Sedangkan
dalam analisis mikropalentologi diperlukan alat mikroskop. Bila tidak ditemukan
fosil penunjuk maka penentuan umur batuan dilakukan berdasarkan
kesebandingan dengan hasil peneliti terdahulu.

2. Analisis Potensi Geosite dan Geoheritage


Geosite (situs warisan geologi) adalah titik – titik minatan
geologi/biologi/budaya, atau kumpulannya dengan deliniasi (batas) yang jelas,
yang menjadi objek dan daya tarik kunjungan dilindungan serta diatur oleh
peraturan (lokal, nasional), yang keberadaannya harus dilestarikan. (Samodra,
2016). Area bentang alam khusus yang memiliki identitas yang kuat dan unik,
terbentuk dan dipegaruhi oleh proses yang spesifik (Camelia dan Josan, 2008)

Nilai Scientific yaitu nilai – nilai keilmuan khususnya geologi yang terdapat pada
suatu geosite yang dapat menjelaskan fitur dan proses geologi. Terdapat 4
(empat) kriteria dalam penilaian scientific yaitu suatu geosite yang dapat
mewakili topik geologi, proses, unsur, dan kerangka geologi, hubungan status
conservasi suatu lokasi geosite, suatu unsur geologi yang tidak dapat ditemukan
dilokasi lain, dan keterdapatan data scientific yang telah terpublikasi mengenai
lokasi geosite tersebut.

Nilai Edukasi yaitu nilai – nilai pendidikan yang terkandung dalam suatu geosite
sehingga dapat menjadi pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan. Nilai –
nilai pendidikan tersebut didasarkan pada 4 (empat) kriteria yaitu kapasitas
suatu unsur geologi yang dapat dimengerti oleh siswa dengan berbagai tingkat
pendidikan, jumlah keragaman suatu unsur geologi yang dapat dijadikan
pembelajaran, akses untuk sampai ke lokasi geosite, dan keamanan bagi para
siswa saat melakukan pembelajaran di lokasi geosite.

Nilai Pariwisata yaitu nilai – nilai pariwisata yang terkandung dalam suatu
geosite yang dapat memberikan nilai tambah pendapatan suatu daerah. Nilai –
nilai pariwisata tersebut didasarkan pada 4 (empat) kriteria yaitu berhubungan
dengan keindahan suatu pemandangan geologi untuk dapat dilihat dari berbagai
arah, kemudahan untuk dapat dimengerti oleh orang awam, kemudahan akses
bagi para pengunjung umum, dan keamanan bagi para wisatawan.

Laporan Pendahuluan| Bab III-40


Resiko Degradasi yaitu kemungkinan suatu geosite mengalami penurunan akibat
dari kondisi alam dan faktor aktivitas manusia.

A. Asesmen Nilai-Nilai Sains (Scientific Values)


Faktor-faktor yang digunakan dalam melakukan asesemen kuantitatif nilai-niliai
sains (scientific values), meliputi: Lokasi yang mewakili kerangka geologi, lokasi
kunci penelitian, pemahaman keilmuan, kondisi situs geologi, keanekaragaman
geologi, persebaran geosite dalam suatu wilayah, dan hambatan dalam penggunaan
lokasi geosite.

1. Lokasi yang mewakili kerangka geologi


 Kapasitas geosite untuk menggambarkan unsur atau proses geologi
(terkait dengan pertimbangan kerangka geologi saat diaplikasikan).
 Lokasi geosite merupakan contoh terbaik di wilayah penelitian untuk
menggambarkan elemen-elemen atau proses-proses terkait dengan
kerangka geologi yang sedang dipertimbangkan (ketika dapat digunakan)
(4)
 Lokasi geosite merupakan contoh bagus di wilayah penelitian untuk
menggambarkan elemen-elemen atau proses-proses terkait dengan
kerangka geologi yang sedang dipertimbangkan (ketika dapat digunakan)
(3)
 Lokasi geosite merupakan contoh umum di wilayah penelitian untuk
menggambarkan elemen-elemen atau proses-proses terkait dengan
kerangka geologi yang sedang dipertimbangkan (ketika dapat digunakan)
(2)
 Lokasi geosite merupakan contoh umum di wilayah penelitian, tetapi tidak
mewakili kerangka geologi yang sedang dipertimbangkan (1)

2. Lokasi kunci penelitian


Pentingnya suatu lokasi geosite sebagai referensi atau model untuk stratigrafi,
paleontology, mineralogy, dll.

 Lokasi geosite dikenal sebagai GSSP atau ASSP oleh IUGS atau sebagai
lokasi rujukan IMA. (4)

Laporan Pendahuluan| Bab III-41


 Lokasi geosite digunakan sebagai rujukan penelitian terkait dengan
kerangka geologi, dipublikasi ilmiah skala internasional. (3)
 Lokasi geosite digunakan sebagai rujukan penelitian terkait dengan
kerangka geologi, dipublikasi ilmiah skala nasional. (2)
 Lokasi geosite disebutkan dalam laporan tidak terbit terkait dengan
kerangka geologi. (1)
3. Pemahaman Keilmuan
Adanya studi publikasi ilmiah tentang lokasi geosite (berhubungan dengan
kerangka geologi dalam pertimbangan saat diaplikasikan).

 Paper pada jurnal sains internasional mengenai lokasi geosite ini, terkait
dengan kerangka geologi (4)
 Paper pada publikasi sains skala nasional mengenai lokasi geosite ini
terkait dengan kerangka geologi. (3)
 Abstrak yang dipresentasikan pada even sains internasional mengenai
lokasi geosite ini, terkait dengan kerangka geologi. (2)
 Abstrak yang dipresentasikan pada even sains nasional mengenai lokasi
geosite ini, terkait dengan kerangka geologi. (1)
4. Kondisi lokasi/situs geologi
Berhubungan dengan status conservasi pada unsur geologi utama
(berhubungan dengan kerangka geologi dalam pertimbangan saat
diaplikasikan). Semakin baik kondisi lokasi geosite maka, semakin tinggi pula
nila SV.

 Semua elemen geologi, terkait dengan kerangka geologi, terpreservasi


dengan sangat baik. (4)
 Elemen geologi utama, terkait dengan kerangka geologi, terpreservasi
dengan baik. (3)
 Lokasi geosite tidak terpreservasi dengan baik, tetapi elemen geologi
utama masih utuh. (2)
 Lokasi geosite tidak terpreservasi dengan baik, dan elemen geologi sudah
mengalamai perubahan atau modifikasi. (1)

5. Keanekaragaman Geologi

Laporan Pendahuluan| Bab III-42


Tingginya jumlah keberagaman unsur geologi dengan ketertarikan nilai
scientific (berhubungan dengan kerangka geologi dalam pertimbangan saat
diaplikasikan), dalam suatu lokasi geosite yang mengartikan tingginya nilai
scientific.

 Lokasi geosite memiliki lebih dari 4 fitur geologi yang relevan secara sains.
(4)
 Lokasi geosite memiliki 4 fitur geologi yang relevan secara sains. (3)
 Lokasi geosite memiliki 3 fitur geologi yang relevan secara sains. (2)
 Lokasi geosite memiliki 2 fitur geologi yang relevan secara sains. (1)
a. Mineral
 Fitur yang unik dan jarang ditemukan di negara ini dan negara tetangga
(4)
 Fitur yang unik dan jarang ditemukan di seluruh wilayah negara ini. (3)
 Fitur umum di wilayah ini, tetapi jarang ditemukan di wilayah lain (dalam
negara). (2)
 Fitur yang umum dijumpai di semua wilayah negara ini. (1)
b. Batuan
 Fitur yang unik dan jarang ditemukan di negara ini dan negara tetangga
(4)
 Fitur yang unik dan jarang ditemukan di seluruh wilayah negara ini. (3)
 Fitur umum di wilayah ini, tetapi jarang ditemukan di wilayah lain (dalam
negara). (2)
 Fitur yang umum dijumpai di semua wilayah negara ini. (1)
c. Fosil
 Fitur yang unik dan jarang ditemukan di negara ini dan negara tetangga
(4)
 Fitur yang unik dan jarang ditemukan di seluruh wilayah negara ini. (3)
 Fitur umum di wilayah ini, tetapi jarang ditemukan di wilayah lain (dalam
negara). (2)
 Fitur yang umum dijumpai di semua wilayah negara ini. (1)
d. Struktur/Tektonik/Proses (geodinamika)

Laporan Pendahuluan| Bab III-43


 Fitur yang unik dan jarang ditemukan di negara ini dan negara tetangga
(4)
 Fitur yang unik dan jarang ditemukan di seluruh wilayah negara ini. (3)
 Fitur umum di wilayah ini, tetapi jarang ditemukan di wilayah lain (dalam
negara). (2)
 Fitur yang umum dijumpai di semua wilayah negara ini. (1)
e. Bentang Alam
 Fitur yang unik dan jarang ditemukan di negara ini dan negara tetangga
(4)
 Fitur yang unik dan jarang ditemukan di seluruh wilayah negara ini. (3)
 Fitur umum di wilayah ini, tetapi jarang ditemukan di wilayah lain (dalam
negara). (2)
 Fitur yang umum dijumpai di semua wilayah negara ini. (1)
6. Persebaran geosite dalam satu wilayah
Jumlah kecil dalam suatu geosite serupa di suatu area studi (mewakili suatu
kerangka geologi dalam suatu pertimbangan saat diaplikasikan)
meningkatkan nilai scientific.

 Satu-satunya contoh dalam wilayah penelitian, terkait dengan kerangka


geologi. (4)
 Di wilayah penelitian terdapat dua lokasi lainnya yang sama dengan
geosite, terkait dengan kerangka geologi. (3)
 Di wilayah penelitian terdapat tiga lokasi lainnya yang sama dengan
geosite, terkait dengan kerangka geologi. (2)
 Di wilayah penelitian terdapat empat sampai lima lokasi lainnya yang
sama dengan geosite, terkait dengan kerangka geologi. (1)
7. Hambatan penggunaan lokasi
Adanya kendala yang mungkin bermasalah untuk penggunaan ilmiah lokasi
geosite secara reguler yang berdampak pada nilai SV.

 Lokasi geosite ini tidak memiliki hambatan (perijinan, hambatan fisik, dll)
untuk kegiatan sampling atau kegiatan lapangan. (4)
 Kegiatan lapangan dan sampling dapat dilaksanakan pada lokasi geosite
ini, setelah menyelesaikan hambatan (perijinan, hambatan fisik, dll). (3)

Laporan Pendahuluan| Bab III-44


 Kegiatan lapangan dapat dilaksanakan pada lokasi geosite ini setelah
menyelesaikan hambatan (perijinan, hambatan fisik, dll), tetapi sampling
sangat susah dilaksanakan. (2)
 Kegiatan lapangan dan sampling tidak dapat dilaksanakan pada lokasi
geosite ini dikarenakan hambatan yang tidak dapat diatasi. (1)
8. Pembobotan
Bobot untuk berbagai kriteria yang digunakan untuk penilaian suatu geosite
berdasarkan pada nilai – nilai scientific.

Kriteria Bobot (%)


A. Lokasi yang mewakili kerangka geologi 30
B. Lokasi kunci penelitian 20
C. Pemahaman Keilmuan 5
D. Kondisi lokasi/situs geologi 15
E. Keanekaragaman Geologi 5
F. Persebaran geosite dalam satu wilayah 15
G. Hambatan penggunaan lokasi 10
Total 100

B. Asesmen Nilai-Nilai Edukasi (Education Values)


Faktor-faktor yang digunakan dalam melakukan asesemen kuantitatif nilai-niliai
edukasi (education values), meliputi: Kerentanan suatu geosite, pencapaian
lokasi, hambatan pemanfaatan lokasi, fasilitas keamanan, sarana pendukung,
kepadatan penduduk, hubungan dengan unsur – unsur lain, status lokasi,
kekhasan, kondisi pada pengamatan unsur geologi, potensi informasi
pendidikan, dan keanekaragaman geologi.

1. Kerentanan
Kemungkinan adanya unsur geologi yang dapat dirusak oleh pelajar yang
dapat menurunkan nilai edukasi dari suatu lokasi geosite.

 Elemen geologi di lokasi geosite tidak memperlihatkan kemungkinan


kerusakan akibat aktivitas manusia. (4)
 Terdapat kemungkinan kerusakan pada elemen geologi sekunder di lokasi
geosite sebagai akibat aktivitas manusia. (3)

Laporan Pendahuluan| Bab III-45


 Terdapat kemungkinan kerusakan pada elemen geologi utama di lokasi
geosite
 sebagai akibat aktivitas manusia. (2)
 Terdapat kemungkinan kerusakan pada semua elemen geologi di lokasi
geosite sebagai akibat aktivitas manusia. (1)
2. Pencapaian lokasi
Semakin mudah dan dekat lokasi geosite antara jalan dengan keterdapatan
alat transportasi, maka semakin tinggi nilai edukasi.

 Lokasi geosite terletak kurang dari 100 m dari jalan pavling dan tempat
parkir bus. (4)
 Lokasi geosite terletak kurang dari 500 m dari jalan pavling. (3)
 Lokasi geosite dapat diakses dengan bus, tetapi melewati jalan kerikil. (2)
 Lokasi geosite tidak memiliki akses langsung, terletak kurang dari 1 km
dari jalan yang bisa di akses menggunakan bus. (1)
3. Hambatan pemanfaatan lokasi
Adanya kendala yang mungkin menjadi masalah bagi pengembangan kegiatan
pembelajaran sehingga berdampak pada nilai edukasi dari lokasi geosite
tersebut.

 Tidak ada hambatan pada lokasi geosite untuk digunakan oleh pelajar dan
turis. (4)
 Lokasi geosite dapat digunakan oleh pelajar dan turis, hanya dalam waktu
tertentu. (3)
 Lokasi geosite dapat digunakan oleh pelajar dan turis setelah mengatasi
hambatan (perijinan, hambatan fisik, pasang, banjir, dll). (2)
 Penggunaan oleh pelajar dan turis sangat sulit dilakukan karena hambatan
yang sulit diatasi (perijinan, hambatan fisik, pasang, banjir, dll). (1)
4. Fasilitas keamanan
Jika kegiatan lapangan dapat dilakukan dalam kondisi dengan resiko rendah
bagi para siswa, maka nilai edukasi meningkat.

 Lokasi geosite memiliki fasilitas keamanan (pagar, tangga, pegangan, dll),


masuk dalam jangkauan sinyal telepon, serta kurang dari 5 km dari
instalasi gawat darurat. (4)
Laporan Pendahuluan| Bab III-46
 Lokasi geosite memiliki fasilitas keamanan (pagar, tangga, pegangan, dll),
masuk dalam jangkauan sinyal telepon, serta kurang dari 25 km dari
instalasi gawat darurat. (3)
 Lokasi geosite tidak memiliki fasilitas keamanan (pagar, tangga, pegangan,
dll), tetapi masuk dalam jangkauan sinyal telepon, serta kurang dari 50 km
dari instalasi gawat darurat. (2)
 Lokasi geosite tidak memiliki fasilitas keamanan (pagar, tangga, pegangan,
dll), tidak masuk dalam jangkauan sinyal telepon, serta lebih dari 50 km
dari instalasi gawat darurat. (1)
5. Sarana pendukung
Keterdapatan fasilitas untuk menjamu para siswa seperti akomodasi, tempat
makan, dan kamar kecil, maka nilai edukasi akan meningkat.

 Penginapan dan restoran untuk rombongan 50 orang berjarak kurang dari


15 km dari lokasi geosite. (4)
 Penginapan dan restoran untuk rombongan 50 orang berjarak kurang dari
50 km dari lokasi geosite. (3)
 Penginapan dan restoran untuk rombongan 50 orang berjarak kurang dari
100 km dari lokasi geosite. (2)
 Penginapan dan restoran untuk rombongan kurang dari 25 orang berjarak
kurang dari 50 km dari lokasi geosite. (1)

6. Kepadatan penduduk
Keberadaan suatu penduduk yang berada dekat dengan lokasi geosite, dan
berpotensi bagi siswa untuk menggunakan lokasi geosite tersebut maka nila
edukasi akan meningkat.

 Lokasi geosite terdapat pada kabupaten/kota dengan kepadatan


penduduk lebih dari 1000 jiwa/km2 (4)
 Lokasi geosite terdapat pada kabupaten/kota dengan kepadatan
penduduk 250 - 1000 jiwa/km2 (3)
 Lokasi geosite terdapat pada kabupaten/kota dengan kepadatan
penduduk 100 - 250 jiwa/km2 (2)
 Lokasi geosite terdapat pada kabupaten/kota dengan kepadatan
penduduk kurang dari 100 jiwa/km2 (1)

Laporan Pendahuluan| Bab III-47


7. Hubungan dengan nilai lainnya
Keberadaan hubungan unsur alam dan budaya dengan lokasi yang mungkin
membenarkan kegiatan lapangan interdisplin dan nilai edukasi akan
meningkat.

 Keterdapatan beberapa nilai ekologikal dan kultural kurang dari 5 km dari


lokasi geosite. (4)
 Keterdapatan beberapa nilai ekologial dan kultural kurang dari 10 km dari
lokasi geosite. (3)
 Keterdapatan satu nilai ekologikal dan satu nilai kultural kurang dari 10
km dari lokasi geosite. (2)
 Keterdapatan satu nilai ekologikal dan/atau nilai kultural kurang dari 10
km dari lokasi geosite. (1)
8. Status lokasi
Dapat mewakili keindahan dari unsur geologi yang dapat menarik minat
siswa,ketertarikan untuk suatu lokasi geosite akan meningkatkan nilai EV.

 Lokasi geosite digunakan sebagai tujuan wisata nasional. (4)


 Lokasi geosite terkadan digunakan sebagai tujuan wisata nasional. (3)
 Lokasi geosite digunakan sebagai tujuan wisata lokal. (2)
 Lokasi geosite terkadang digunakan sebagai tujuan wisata lokal. (1)
9. Kekhasan
Kepedulian akan kekhasan dan kelangkaan unsur geodiversity yang dapat
mendorong siswa untuk melakukan promosi. Ketertarikan suatu lokasi
geosite akan meningkatkan nilai edukasi.

 Lokasi geosite menunjukan fitur yang unik dan jarang dijumpai di negara
ini dan negara tetangga. (4)
 Lokasi geosite menunjukan fitur yang unik dan jarang dijumpai di negara
ini. (3)
 Lokasi geosite menunjukan fitur yang cukup umum hadir pada wilayah ini,
tetapi jarang dijumpai di wilayah lain di negara ini. (2)
 Lokasi geosite merupakan lokasi yang umum dijumpai di seluruh wilayah
negara ini. (1)

Laporan Pendahuluan| Bab III-48


10. Kondisi pada pengamatan unsur geologi
Kondisi terbaik untuk mengamati semua unsur kergaman geologi dalam
suatu lokasi geosite, nilai edukasi akan tinggi.

 Semua elemen geologi dapat diamati dalam kondisi baik. (4)


 Terdapat beberapa penghalang yang menyulitkan pengamatan pada
beberapa elemen geologi. (3).
 Terdapat beberapa penghalang yang menyulitkan pengamatan pada
elemen geologi utama. (2)
 Terdapat beberapa penghalang yang hampir mengganggu pengamatan
pada elemen geologi utama. (1)
11. Potensi informasi pendidikan/penelitian
Kegunaan suatu lokasi geosite untuk para siswa dengan berbagai macam
tingkatan pendidikan, akan meningkatkan nilai edukasi.

 Lokasi geosite ini menampilkan elemen geologi yang diajarkan di semua


level. (4)
 Lokasi geosite ini menampilkan elemen geologi yang diajarkan di sekolah
dasar. (3)
 Lokasi geosite ini menampilkan elemen geologi yang diajarkan di sekolah
sekunder. (2)
 geosite ini menampilkan elemen geologi yang diajarkan di universitas. (1)
12. Keanekaragaman geologi
Tingginya jumlah keragaman unsur geologi dengan potensi informasi
pendidikan yang dapat meningkatkan nilai edukasi dalam lokasi geosite.

 Lokasi geosite memiliki lebih dari 3 elemen keanekaragaman geologi


(mineralogi, paleontologi, geomorfologi, dll). (4)
 Lokasi geosite memiliki 3 elemen keanekaragaman geologi. (3)
 Lokasi geosite memiliki 2 elemen keanekaragaman geologi. (2)
 Lokasi geosite hanya memiliki 1 elemen keanekaragaman geologi. (1)

13. Pembobotan
Bobot untuk berbagai kriteria berdasarkan pada nilai-nilai edukasi:

Laporan Pendahuluan| Bab III-49


Kriteria Bobot (%)
A. Kerentanan 10
B. Pencapaian lokasi 10
C. Hambatan pemanfaatan lokasi 5
D. Fasilitas keamanan 10
E. Sarana pendukung 5
F. Kepadatan penduduk 5
G. Hubungan dengan nilai lainnya 5
H. Status lokasi 5
I. Kekhasan 5
J. Kondisi pada pengamatan elemen geologi 10
K. Potensi informasi pendidikan/penelitian 20
L. Keanekaragaman geologi 10
Total 100

3. Kriteria Kawasan Cagar Alam Geologi

Kriteria Kawasan Cagar Alam Geologi mengacu pada Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penetapan Kawasan Cagar Alam Geologi.

A. Jenis Kawasan Cagar Alam Geologi


a. kawasan keunikan batuan dan fosil;
b. kawasan keunikan Bentang Alam; dan
c. kawasan keunikan proses geologi.
B. Jenis Kawasan Cagar Alam Geologi ditetapkan dengan luasan sebagai
berikut:
a. dimensi objek geologi yang dapat berukuran paling sedikit memiliki diameter
1 (satu) meter; dan
b. Kawasan Cagar Alam Geologi dapat mencakup 1 (satu) objek atau beberapa
objek geologi untuk setiap jenis kawasan keunikan.
C. Kriteria Kawasan Cagar Alam Geologi
1. Kawasan keunikan batuan dan fosil ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki keragaman batuan dan dapat berfungsi sebagai laboratorium
alam, meliputi:

Laporan Pendahuluan| Bab III-50


1) jenis batuan beku, batuan sedimen, dan/atau malihan; dan/atau
2) umur batuan pada era kenozoikum, mesozoikum, atau paleozoikum.
b. memiliki batuan yang mengandung jejak atau sisa kehidupan di masa
lampau (fosil) yang bersifat langka dan/atau penting, meliputi:
1) fosil tumbuhan, fosil binatang, dan/atau fosil hominid;
2) fosil dengan kisaran umur pendek sehingga dapat digunakan untuk
korelasi umur batuan; dan/ atau
3) lokasi tipe fosil.
c. memiliki satu-satunya batuan dan/atau jejak struktur geologi masa lalu
yang menunjukkan:
1) kandungan mineral langka;
2) bentuk tekstur dan struktur batuan langka;
3) lingkungan pengendapan langka;
4) batuan tertua di suatu wilayah; dan/atau
5) lokasi tipe formasi batuan.
d. memiliki nilai paleo-antropologi dan arkeologi yang berkaitan dengan
batuan dan fosil; dan/atau
e. jejak meteor.

2. Kawasan keunikan Bentang Alam ditetapkan dengan kriteria memiliki


Bentang Alam:
a. gumuk pasir pantai tipe barcan;
b. kawah, kaldera, komplek gunung api maar, leher vulkanik, dan/atau
gumuk vulkanik yang terbentuk secara alamiah dan memiliki nilai ilmiah
kebumian;
c. goa yang terbentuk pada batuan vulkanik;
d. ngarai/lembah dan perbukitan faset segitiga yang terbentuk akibat
struktur geologi;
e. tersusun dari mineral, batuan, dan/atau fosil dengan warna dan/atau
bentuk yang langka;
f. kubah yang terbentuk pada batuan vulkanik yang tersingkap dan/atau
kubah pada batuan sedimen yang mengandung fosil hominid dan fosil
vertebrata; dan/atau
g. karst sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
mengenai kawasan Bentang Alam karst.

Laporan Pendahuluan| Bab III-51


3. Kawasan keunikan proses geologi ditetapkan dengan kriteria:
a. proses pembentukan batuan beku, sedimen, dan/atau malihan yang
memiliki nilai ilmiah kebumian;
b. proses tektonik yang memiliki nilai ilmiah kebumian;
c. kawasan poton atau lumpur vulkanik yang terbentuk secara alamiah dan
memiliki nilai ilmiah kebumian;
d. kawasan dengan kemunculan sumber api alami; dan/atau
e. kawasan dengan kemunculan solfatara, fumarola, dan/atau geyser.

3.6.2 Metode Analisis Perumusan Tujuan dan Strategi


Tujuan dan strategi pengembangan kawasan fungsional perkotaan dirumuskan
sesuai dengan permasalahan dan arahan kebijakan berdasarkan urgensi/
keterdesakan penanganan kawasan tersebut. Metode yang akan digunakan dalam
perumusan Tujuan dan strategi pengembangan kawasan fungsional perkotaan ini
dirumuskan melalui penelaahan dan kajian mendalam terhadap faktor internal
kawasan yang meliputi kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness) serta faktor
eksternal kawasan yang meliputi peluang (Opportunities) dan ancaman
(Threatment) atau yang lebih dikenal dengan istilah analisis SWOT.

Analisa SWOT pada kegiatan ini dilakukan melalui analisis interaksi faktor internal
(strength / kekuatan dan weakness / kelemahan) dan eksternal (opportunity /
peluang dan threat / ancaman) dengan mengalikan antara kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman. Dari hasil perkalian kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman tersebut akan diperoleh beberapa jenis strategi, antara lain : strategi SO,
strategi ST, strategi WT, dan strategi OT.

Laporan Pendahuluan| Bab III-52


Membuat strategi adalah menggabungkan elemen internal dengan elemen eksternal
untuk mendapatkan alternatif yang paling menguntungkan.

1. Strategi SO (Strengths + Opportunities)


Strategi ini yang termurah karena dengan modal sedikit dapat mendorong
kekuatan yang ada.

2. Strategi ST (Strengths + Threats)


Strategi ini agak mahal karena dengan modal yang paling sedikit, dapat diatasi
ancaman yang sudah ada, pertimbangan yang dipakai adalah memaksimalkan
utility institusi tetapi juga barhati-hati.

3. Strategi WO (Weaknesses + Opportunities)


Adalah strategi pemerataan (investasi) atau pemberian subsidi (divestasi), yang
agak lebih sulit karena orientasinya memihak pada kondisi yang paling lemah
tetapi dimanfaatkan untuk menangkap peluang.

Laporan Pendahuluan| Bab III-53


4. Strategi WT (Weaknesses + Threaths)
Strategi ini yang paling sulit karena orientasinya memihak pada yang paling
lemah atau paling terancam dengan meminimalkan kerugian.

Secara rinci, kajian analisis SWOT dalam perumusan tujuan dan strategi
pengembangan kawasan fungsional perkotaan akan melalui beberapa tahapan
teknis sebagai berikut.

A. SWOT Skenario Trend


Skenario pengembangan ini pada intinya merupakan kajian ilmiah secara
mendalam terhadap variabel-variabel kondisi lapangan yang terdiri dari:

1. Variabel fisik alamiah,


2. Variabel tata guna lahan dan pola pemanfaatan ruang,
3. Variabel penduduk, meliputi :
a) Perkembangan jumlah penduduk
b) Struktur penduduk menurut :
 Menurut jenis kelamin
 Menurut umur
 Menurut tingkat pendidikan
 Menurut mata pencaharian
 Menurut agama
 Menurut etnis
c) Sebaran penduduk
d) Kepadatan penduduk
4. Variabel sarana kawasan, yang meliputi :
a) Jumlah dan jenis sarana Pendidikan
b) Jumlah dan jenis sarana kesehatan
c) Jumlah dan jenis sarana Pelayanan umum
d) Jumlah dan jenis sarana Pemerintahan
e) Jumlah dan jenis sarana angkutan umum
5. Variabel sistem jaringan prasarana utilitas, yang meliputi :
a) Jaringan drainase
b) Pembuangan air hujan
c) Pembuangan limbah domestik
d) Jaringan air bersih

Laporan Pendahuluan| Bab III-54


e) Jaringan listrik
f) Jaringan pengelolaan sampah
g) Jaringan telekomunikasi
6. Variabel sistem transportasi, yang meliputi :
a) Tipe dan kelas jalan
b) Pola jaringan jalan
c) Moda angkutan
d) Rute angkutan umum
e) Terminal
f) Data titik-titik kemacetan
7. Variabel ekonomi, yang meliputi :
a) PDRB
b) Ekonomi kepariwisataan
8. Variabel tata bangunan, yang meliputi :
a) Data kepadatan penduduk tiap blok
b) Data kepadatan bangunan tiap blok
c) Data KDB eksisting tiap blok (maksimal, minimal dan
dominasinya)
d) Data kondisi ketinggian bangunan eksisting dan pola skyline
e) Data nilai harga lahan
f) Data rata-rata maksimal dan minimum besar kapling tiap
penggunaan lahan
g) Data garis sempadan bangunan dan jalan setiap penggunaan lahan dalam tiap
blok peruntukan.

B. SWOT Skenario Target


Skenario pengembangan ini pada intinya merupakan kajian ilmiah secara
mendalam terhadap variabel-variabel Masterplan Geopark, yang terdiri dari :

1. Tujuan pengembangan kawasan fungsional perkotaan


2. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan
3. Rencana Distribusi Penduduk Kawasan Perkotaan
4. Rencana Struktur Pelayanan Kegiatan Kawasan Perkotaan
5. Rencana Sistem Jaringan Pergerakan
6. Rencana Sistem Jaringan Ulilitas
7. Rencana Blok Pemanfaatan Ruang (Block Plan)
Laporan Pendahuluan| Bab III-55
8. Pedoman pelaksanaan pembangunan kawasan perkotaan
9. Rencana Penanganan Blok Peruntukan
10. Rencana Penanganan Prasarana dan Sarana perkotaan
11. Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang
12. Legalisasi Produk Rencana.

C. SWOT Skenario Moderat


Skenario pengembangan ini pada intinya merupakan kajian ilmiah secara
mendalam terhadap gabungan antara variabel kondisi lapangan dengan variabel
Penyusunan Masterplan kawasan geopark.

D. Penentuan Posisi Pembangunan (Kuadrant) Kawasan Geopark


Salah satu teknik penentuan posisi pembangunan dalam metode SWOT yaitu
dengan melakukan penilaian untuk mengetahui posisi obyek pada kuadran SWOT.
Dari penilaian tersebut diketahui koordinat pada sumbu X dan sumbu Y, sehingga
diketahui posisinya sebagai berikut :
a. Kwadran I (Growth), adalah kuadran pertumbuhan dimana pada kuadran ini
terdiri dari dua ruang yaitu :
1) Ruang A dengan Rapid Growth Strategy yaitu strategi pertumbuhan aliran
cepat untuk diperlihatkan pengembangan secara maksimal untuk target
tertentu dan dalam waktu singkat
2) Ruang B dengan Stable Growth Strategy yaitu strategi pertumbuhan
stabil dimana pengembangan dilakukan secara bertahap dan target
disesuaikan dengan kondisi.
b. Kwadran II (Stability), adalah kuadran pertumbuhan dimana pada kuadran
ini terdiri dari dua ruang yaitu :
1) Ruang C dengan Agresif Maintenance Strategy dimana pengelola obyek
melaksanakan pengembangan secara aktif dan agresif.
2) Ruang D dengan Selective Maintenance Strategy dimana pengelolaan
obyek adalah dengan pemilihan hal-hal yang dianggap penting
c. Kwadran III (Survival), adalah kuadran pertumbuhan dimana pada kuadran
ini terdiri dari dua ruang yaitu :
1) Ruang E dengan Turn Around Strategy yaitu strategi bertahan dengan cara
tambal sulam untuk operasional obyek
2) Ruang F dengan Guirelle Strategy yaitu strategi gerilya, sambil operasional

Laporan Pendahuluan| Bab III-56


dilakukan, diadakan pembangunan atau usaha pemecahan masalah dan
ancaman.

d. Kwadran IV (Diversification), adalah kuadran pertumbuhan dimana pada


kuadran ini terdiri dari dua ruang yaitu sebagai berikut :
1) Ruang G dengan Concentric Strategy yaitu strategi pengembangan
obyek dilakukan secara bersamaan dalam satu naungan atau koordinator
oleh satu pihak
2) Ruang H dengan Conglomerate Strategy yaitu strategi pengembangan
masing-masing kelompok dengan cara koordinasi tiap sektor itu sendiri.

Gambar 3.3 Posisi Pembangunan Kawasan Dalam Metode SWOT

Analisis ini digunakan menilai tingkat intensitas penggunaan lahan dari setiap
kegiatan permukiman pada seluruh kawasan perencanaan. Model yang digunakan
adalah sebagai berikut :

PL = 1,903 + LogKLB

0,381

Dimana :

Laporan Pendahuluan| Bab III-57


PL = Intensitas Penggunaan Lahan
KLB = Koefisien Lantai Bangunan
KLB = Koefisien Lantai Bangunan

3.6.3 Analisis daya dukung lahan : Metode Super Imposes


Metode analisis yang digunakan untuk menilai daya dukung lingkungan fisik
alamiah ini adalah metode context analysis (analisis tautan) melalui teknik
superimpose atau overlay diagram informasi. Metode analisis tautan ini menurut
Edward T. White adalah kegiatan riset praperancangan yang memusat pada
kondisi-kondisi yang ada, dekat dan potensial pada dan di wilayah perencanaan
sebagai jaringan yang kompleks dan aktif. Analisis tautan merupakan suatu
penyelidikan atas seluruh situasi yang mempengaruhi lahan yang akan
direncanakan. daya dukung lingkungan sebelum memulai konsep-konsep
perencanaan dan perancangan.

3.6.4 Analisis Kemampuan Lahan


Analisis Kemampuan lahan merupakan analisis yang digunakan untuk menentukan
tingkat kemampuan pengembangan suatu wilayah. Dalam analisis kemampuan
lahan diperlukan berbagai data fisik dasar dan lingkungan sebagai data masukan
dalam penentuan satuan kemampuan lahan diantaranya data topografi dan
morfologi, jenis tanah, curah hujan, rawan bencana alam, penggunaan lahan dan
lainnya.

Laporan Pendahuluan| Bab III-58


Analisis Penentuan Kemampuan Lahan ini mengacu pada standar dan kriteria dari
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman
Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya Dalam
Penyusunan Rencana Tata Ruang. Berdasarkan Peraturan tersebut penentuan
kemampuan lahan dilakukan melalui dua tahapan yaitu penentuan Satuan
Kemampuan Lahan (SKL) dan penentuan kelas kemampuan lahan dengan metode
superimpose. Dalam analisis kemampuan lahan terdapat delapan Satuan
Kemampuan Lahan (SKL) yang harus terlebih dahulu dianalisis sebelum
menentukan kelas kemampuan pengembangan lahan, yaitu SKL Morfologi, SKL
Kemudahan dikerjakan, SKL Kestabilan Lereng, SKL Kestabilan Pondasi, SKL
Drainase, SKL Ketersediaan Air, SKL Erosi dan SKL Rawan Bencana Alam. Analisis
Kemampuan Lahan yaitu untuk memperoleh gambaran tingkat kemampuan lahan
untuk di kembangkan di Kawasan Perencanaan, sebagai acuan untuk arahan
kesesuaian lahan pada tahap selanjutnya, pembuatan peta nilai kemampuan lahan
ini yaitu dengan cara mengsuperimposekan semua peta SKL yang telah dibuat dan
melakukan penjumlahan nilai setiap satuan kemampuan lahan (SKL) dikalikan
bobot setiap SKL. Setelah penjumlahan tersebut dilakukan, akan didapat nilai yang
digunakan untuk penentuan kelas kemampuan pengembangan.

Tabel 3.5. Kriteria Klasifikasi Pengembangan

Total Nilai Kelas Klasifikasi Pengembangan


32 – 58 Kelas A Kemampuan pengembangan sangat rendah
59 – 83 Kelas B Kemampuan pengembangan rendah
84 – 109 Kelas C Kemampuan pengembangan sedang
110 – 134 Kelas D Kemampuan pengembangan agak tinggi
135 – 160 Kelas E Kemampuan pengembangan sangat tinggi
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007 Pedoman Teknis Analisis Aspek
Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang

Tabel 3.6. Variabel SKL Kemampuan Morfologi

Hasil
Morfologi Lereng Skl Morfoloi Nilai
Pengamatan
Gunung/Pegunungan (Groundcheck Kemampuan lahan dari
>40 % 1
dan Bukit/Perbukitan /Survey morfologi tinggi
Gunung/Pegunungan Lapangan) Kemampuan lahan dari
25 - 40 % 2
dan Bukit/Perbukitan morfologi cukup
Bukit/Perbukitan 15 – 25 Kemampuan lahan dari 3

Laporan Pendahuluan| Bab III-59


% morfologi sedang
Kemampuan lahan dari
Datar 5 – 15 % 4
morfologi kurang
Kemampuan lahan dari
Datar 0–5% 5
morfologi rendah

Tabel 3.7. Variabel SKL Kestabilan Lereng

Ketinggia Lereng
Peta Morfologi Skl Kestabilan Lereng Nilai
n (Mdpl) (%)
Tinggi >40 Pegunungan/Perbukitan Kestabilan lereng 5
Sangat Terjal rendah
Cukup 15-40 Pegunungan/Perbukitan Kestabilan lereng 4
Tinggi Terjal kurang
Rendah 5-15 Perbukitan Sedang Kestabilan lereng 3
sedang
Sangat 2-5 Landai 2
Rendah Kestabilan lereng tinggi
Rendah 0-2 Dataran 1

Tabel 3.7. Kriteria dan Pembobotan SKL Kestabilan Pondasi

Skl Kestabilan
Penggunaan Lahan Skl Kestabilan Pondasi Nilai
Lereng
Kestabilan lereng Daya dukung dan kestabilan
Semak, Berlukar, Ladang 1
rendah pondasi rendah
Kestabilan lereng Kebun, Hutan, Hutan
2
kurang Belukar Daya dukung dan kestabilan
Kestabilan lereng pondasi kurang
Semua 3
sedang
Kestabilan lereng Semua Daya dukung dan kestabilan 4
tinggi Semua pondasi tinggi 5

Tabel 3.8 Kriteria dan Pembobotan SKL Ketersediaan Air

Laporan Pendahuluan| Bab III-60


Peta
Peta Curah SKL
Leren Penggunaa
Morfologi Geohidrolo Hujan Ketersedia Nilai
g n Lahan
gi (mm/Thn an Air
)
Semak,
Gunung/ >40% >4000 Belukar, 1
Pegununga Ladang Ketersediaa
Setempat
n dan Kebun, n air sangat
Terbatas
Bukit/ 25 – 4000 – Hutan, kurang
2
Perbukitan 40% 4500 Hutan
Belukar
Ketersediaa
Bukit/ 15 – Baik Tidak 3500 –
Semua n air sangat 3
Perbukitan 25% Merata 4000
rendah
Ketersediaa
2– 2500 –
n air sangat 4
15% 3000
sedang
Datar Baik Merata Semua
Ketersediaa
3000 –
0 – 2% n air sangat 5
3500
tinggi

Tabel 3.9. Kriteria dan Pembobotan SKL Drainse


Penggunaan SKL
Morfologi Lereng Topografi Nilai
Lahan Drainase
Gunung/Pegunungan Semak, Belukar,
>40% Tinggi 5
dan Bukit/Perbukitan ladang Drainase
Gunung/Pegunungan Cukup Kebun, Hutan, Tinggi
25 – 40% 4
dan Bukit/Perbukitan Tinggi Hutan Belukar
Bukit/Perbukitan Semua Drainase
15 – 25% Sedang 3
Cukup
Datar 2 – 15% Rendah Semua 2
Drainase
Datar Sangat Semua
0 – 2% Kurang 1
Rendah
Tabel 3.10 Kriteria dan Pembobotan SKL Erosi
Morfologi Lereng Penggunaan Lahan SKL Erosi Nilai
Gunung/Pegunungan
>40% Semak, Belukar, Ladang Erosi Tinggi 1
dan Bukit/Perbukitan
Gunung/Pegunungan 25 – 40% Kebun, Hutan, Hutan Erosi Cukup Tinggi 2

Laporan Pendahuluan| Bab III-61


dan Bukit/Perbukitan Belukar
Bukit/Perbukitan 15 – 25% Semua Erosi Sedang 3
Datar 2 – 15% Semua Erosi Sangat Rendah 4
Datar 0 – 2% Semua Tidak ada Erosi 5

Tabel 3.11. Kriteria dan Pembobotan SKL Pembuangan Limbah


SKL
Penggunaan
Morfologi Lereng Topografi Pembuangan Nilai
Lahan
Limbah
Semak,
Gunung/ Pegunungan Kemampuan
>40% Tinggi Belukar, 1
dan Bukit/Perbukitan lahan untuk
Ladang
pembuangan
Gunung/ Pegunungan Cukup Kebun, Hutan,
25 – 40% limbah Kurang 2
dan Bukit/Perbukitan Tinggi Hutan Belukar
Kemampuan
lahan untuk
Bukit/Perbukitan 15 – 25% Sedang Semua 3
pembuangan
limbah Sedang
Datar 2 – 15% Rendah Semua Kemampuan 4
lahan untuk
Sangat pembuangan
Datar 0 – 2% Semua 5
Rendah limbah Cukup

Tabel 3.12. Kriteria dan Pembobotan SKL Bencana Alam


Penggunaan SKL Bencana
Morfologi Lereng Topografi Nilai
Lahan Alam
Gunung/Pegununga Semak,
n dan >40% Tinggi Belukar, 5
Bukit/Perbukitan Ladang Potensi Bencana
Gunung/Pegununga Alam Tinggi
Cukup Kebun, Hutan,
n dan 25 – 40% 4
Tinggi Hutan Belukar
Bukit/Perbukitan
Potensi Bencana
Bukit/Perbukitan 15 – 25% Sedang Semua 3
Alam Cukup
Datar 2 – 15% Rendah Semua 2
Potensi Bencana
Sangat
Datar 0 – 2% Semua Alam Kurang 1
Rendah

Laporan Pendahuluan| Bab III-62


3.6.5 Kriteria Topografi
Berdasarkan The urban, rural regional planning field (1980) bahwa kegiatan
bududaya perkotaan dapat dikembangkan pada ketinggian regional > 1.000 m dpl.
Berdasarkan ketentuan KBU bahwa kegiatan budidaya di atas kontur 750 m dpl
dibatasi dengan KDB maksimum 20 % dan Koefisien Wilayah Terbangun (KWT)
yang disesuaikan dengan perhutungan indek konservasi potensial (IKP).

M u t la k k o n s e r v a s i

> 4 0 %

2 0 0 0 m d p l

1 0 0 0 m d p l

K B U
1 5 -4 0 % P e rk o ta a n

K o n se rvasi p e r t a n ia n d a n p e r d e s a a n < 1 5 %

3.7. Analisis Daya Dukung Ekowisata


Kemampuan alam untuk mentolerir kegiatan wisata dan pembangunan
infrastrukturnya, serta kemampuan menampung pengunjung tanpa mengganggu
keseimbangan alam.

(1) kemampuan alam untuk mentolerir gangguan atau tekanan dari manusia;

(2) Standar keaslian sumberdaya alam.

Laporan Pendahuluan| Bab III-63


DDK : jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan
yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan
manusia.

Sehingga daya dukung kawasan dalam kawasan konservasi perlu dibatasi dengan
“Daya Dukung Pemanfaatan” (DDP) dengan rumus: DPP = 10% x DDK.

Tabel 3.13. Daya dukung Ekowisata

∑Pengunjung Unit Area


Jenis Kegiatan Keterangan
(Orang) (Lt) m
Berenang 1 50 1 Orang tiap 50 meter panjang pantai
Berjemur 1 50 1 Orang tiap 50 meter panjang pantai
Selam 2 2000 Setiap 2 orang dalam 200 m x 10m
Snorkling 1 500 Setiap 2 orang dalam 100m x 5m
Wisata Lamun 1 500 Setiap 1 orang dalam 100m x 5m
Dihitung panjang track , setiap 1 orang
Wisata Mangrove 1 50
sepanjang 50m
Rekreasi Pantai 1 50 1 orang setiap 50m panjang pantai
Olahraga Air 1 50 1 orang setiap 50m panjang pantai
Memancing 1 10 1 orang tiap 10m panjang pantai
Berkemah 5 100 5 orang setiap 100m2

Waktu yang dibutuhkan Total Waktu 1 Hari Wt


Jenis Kgiatan
Wp (jam) (jam)

Selam 2 8
Snorkling 3 6
Berenang 2 4
Berperahu 1 8
Berjemur 2 4
Rekreasi Pantai 3 6
Olahraga Air 2 4

Laporan Pendahuluan| Bab III-64


Memancing 3 6
Wisata Mangrove 2 8
Wisata Lamun&Ekosistem Lain 2 4

Laporan Pendahuluan| Bab III-65

Anda mungkin juga menyukai