ANALISIS KASUS
A. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama Pasien : Tn W
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan :
Alamat : Kp Cambai Rt 05 / 05 Kel Sukatani Kecamatan Rajeg
No. Rekam Medik : 00215779
Status Jaminan : BPJS
Tanggal Masuk RS : 5 Maret 2019
Tanggal Keluar RS : 18 Maret 2019
Dokter yang merawat : dr. I Nyoman Sudirga, Sp PD
Ruang Rawat : Paviliun Cempaka
B. KELUHAN UTAMA
Pasien datang dengan keluhan Pusing dan lemas
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Anemia dengan CKD on HD dengan hipertensi
D. RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU
-
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
-
F. RIWAYAT SOSIAL
-
G. RIWAYAT PENGGUNAAN OBAT
H. PEMERIKSAAN KLINIS DAN LABORATORIUM
1. Hasil Pemeriksaan Fisik
Tekanan Darah
250
200
150
Tekanan Darah
100
50
0
6 Maret 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
2. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
TANGGAL
PEMERIKSAAAN NILAI NORMAL
05/03 06/03 09/03 14/03 16/03
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,2 - 17,3 g/dl 6,5* 6,9* 7,8* 9,0* 7,9*
3
Leukosit 3,80 - 10,50 x 10 /ul 8,34 5,77 6,21 6,98 6,12
Hematokrit 40 - 52% 19* 20* 23* 26* 23*
3
Trombosit 140 - 440 x 10 /ul 178 138* 124* 129* 108*
ELEKTROLIT
Clonidin 3 x 1 tab √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ramipril 1 x 5 mg √ √ √ √ √ √ STOP √
Nifedipine 1x30 mg √ √ √ √ √ √ √
Bisoprolol 1x5 mg √ √ √ √ √
Bicnat 3x500 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
mg
Asam Folat 1x1 mg √ √ √ √ √
Nifedipine 1x60 mg √
OBAT SUNTIK
Ranitidin 2 x 1 √ √ √ √
ampul
IVFD
Perdipin 0,5
mcg/ jam
NAMA OBAT REGIME TANGGAL
N
OBAT ORAL 14/3/19 15/3/19 16/3/19 17/3/19 18/3/19
P S M P S M P S M P S M P S M
Amlodipin 1x10 mg STOP
Clonidin 3 x 1 tab √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ramipril 1 x 10 √ √ √ √
mg
Nifedipine 1x60 mg √ √ √ √ √
Bisoprolol 1x5 mg √ √ √ √ √
Bicnat 3x500 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
mg
Asam Folat 1x1 mg √ √ √ √ √
Candesartan 1x16 mg √ √
OBAT SUNTIK
Ranitidin 2 x 1 √ √ √ √ √ √ √ √
ampul
Lasix 1 x 40 √
mg
7. Manifestasi Klinik
a. Non Farmakologi
1. Batasi protein hingga 0,8 g/kg/hari jika GFR kurang dari 30 mL/menit/1,73
m2.
2. Berhenti merokok untuk memperlambat perkembangan CKD dan
mengurangi risiko CVD.
3. Latihan setidaknya 30 menit 5 kali per minggu
b. Farmakologi
1. Pada Hiperglikemia
a. Terapi intensi pada pasien dengan DM tipe 1 dan 2 dapat mengurangi
komplikasi mikrovaskular, termasuk nefropati. Terapi intensif dapat
termasuk insuluin atau obat oral dan melibatkan pengukuran kadar gula
darah setidaknya tiga kali sehari.
b. Perkembangan CKD dapat dibatasi melalui kontrol optimal terhadap
hiperglikemia dan hipertensi.
Gambar 5. Terapi Pada Pasien Hipertensi dengan CKD (Dipiro et al, 2015)
B. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi, adalah meningkatnya tekanan
darah atau kekuatan menekan darah pada dinding rongga di mana darah itu
berada. Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan
darah di dalam arteri. Hiper artinya Berlebihan, Tensi artinya
tekanan/tegangan; jadi, hipertensi adalah Gangguan sistem peredaran darah
yang menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas nilai normal.
Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami.
Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih
rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik,
dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah
ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda, paling tinggi
di waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari.
2. Epidemiologi
Di Amerika, diperkirakan 30% penduduknya (± 50 juta jiwa) menderita
tekanan darah tinggi (≥ 140/90 mmHg); dengan persentase biaya kesehatan
cukup besar setiap tahunnya.3 Menurut National Health and Nutrition
Examination Survey (NHNES), insiden hipertensi pada orang dewasa di
Amerika tahun 1999-2000 adalah sekitar 29-31%, yang berarti bahwa
terdapat 58-65 juta orang menderita hipertensi, dan terjadi peningkatan 15
juta dari data NHNES III tahun 1988-1991. Tekanan darah tinggi merupakan
salah satu penyakit degeneratif. Umumnya tekanan darah bertambah secara
perlahan dengan bertambahnya umur. Risiko untuk menderita hipertensi
pada populasi ≥ 55 tahun yang tadinya tekanan darahnya normal adalah
90%.2 Kebanyakan pasien mempunyai tekanan darah prehipertensi sebelum
mereka didiagnosis dengan hipertensi, dan kebanyakan diagnosis hipertensi
terjadi pada umur diantara dekade ketiga dan dekade kelima. Sampai dengan
umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding
perempuan. Dari umur 55 s/d 74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan
dibanding laki-laki yang menderita hipertensi. Pada populasi lansia (umur ≥
60 tahun), prevalensi untuk hipertensi sebesar 65.4 %.
3. Klasifikasi
4. PATOFISIOLOGI
a. Hipertensi merupakan penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh
penyebeb yang spesifik (hipertensi sekunder) atau mekanisme
patofisiologi yang tidak diketahui penyebebnya (hipertensi primer atau
essensial). Hipertensi sekunder bernilai < 10 % kasus hipertensi, pada
umumnya kasus tersebut disebabkan oleh penyakit ginjal kronik
atau renovaskuler. Kondisi lain yang dapat menyebabkan hipertensi
sekunder antara lain Pheocrhromocytoma, sindrom cushing, hipertiroid,
hiperparatiroid, aldosteron primer, kehamilan, obstruktif sleep apnea, dan
kerusakan aorta. Beberapa obat yang dapat meningkatkan tekanan darah
adalah kortikosteroid, estrogen, AINS (Anti Inflamasi Non Steroid),
amphetamine, sibutramin, siklosporin, tacrolimus, erythropoietin, dan
venlafaxine.
b. Multifaktor yang dapat menimbulkan hipertensi primer adalah :
Ketidaknormalan humoral meliputi sistem renin-angiotensin-
aldosteron, hormon natriuretik, atau hiperinsulinemia.
Masalah patologi pada sistem syaraf pusat, serabut saraf otonom,
volume plasma, dan konstriksi arteriol.
Defisiensi senyawa sintesis lokal vasodilator pada endtelium vaskuler,
misalnya prostasiklin, bradikinin, dan nitrit oksida, atau terjadinya
peningkatan produksi senyawa vasokonstriktor seperti angiotensin II
dan endotelin I.
Asupan natrium tinggi dan peningkatan sirkulasi hormon natriuretik
yang menginhibi transpot natrium intraseluler, menghasilkan
peningkatan reaktivitas vaskuler dan tekanan darah.
Peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler memicu perubahan
vaskuler, fungsi otot halus dan peningkatan resistensi vaskuler verifer.
c. Penyebab utama kematian pada hipertensi adalah serebrovaskuler,
kardiovaskuler, dan gagal ginjal. Kemungkinan kematian prematur ada
korelasinya dengan meningkatnya tekanan darah.
5. Patogenesis
Sebagian besar penyebab hipertensi tidak diketahui yaitu pada 95%kasus.
Sehingga pathogenesis hipertensi melibatkan beberapa variable.
Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat
kompleks . Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap
perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler,
volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung,
elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial
dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam
diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.
Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang
kadang-kadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode
asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi
dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil,
jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat.
6. Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.
Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial
atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi
dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah
mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder.
Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila
penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien
ini dapat disembuhkan secara potensial.
7. Gejala
Secara umum pasien dapat terlihat sehat atau beberapa diantaranya sudah
mempunyai faktor resiko tambahan (lihat tabel 3), tetapi kebanyakan
asimptomatik.
8. Manifestasi Klinik
Penderita hipertensi primer yang sederhana pada umumnya tidak disertai
gejala.
Penderita hipertensi sekunder dapat disertai gejala suatu penyakit.
Penderita feokromositoma dapat mengalami sakit kepala paroksimal,
berkeringat, takikardia, palpitasi, dan hipotensi ortostatik. Pada
aldosteronemia primer yang mungkin terjadi adalah gejala hipokalemia kram
otot dan kelelahan. Penderita hipertensi sekunder pada sindrom cushing dapat
terjadi peningkatan berat badan, poliuria, edema, iregular menstruasi,
jerawat, atau kelelahan otot.
9. Diagnosis
Hipertensi seringkali disebut sebagai “silent killer” karena pasien dengan
hipertensi esensial biasanya tidak ada gejala (asimptomatik). Penemuan fisik
yang utama adalah meningkatnya tekanan darah. Pengukuran rata-rata dua kali
atau lebih dalam waktu dua kali kontrol ditentukan untuk mendiagnosis
hipertensi. Tekanan darah ini digunakan untuk mendiagnosis dan
mengklasifikasikan sesuai dengan tingkatnya (lihat tabel 2).
TERAPI FARMAKOLOGI
BAB III
HASIL & ANALISIS
ANALISIS DRP
No Kriteria Masalah Rekomendasi
1. Interaksi Obat Pada tanggal 8 maret Disarankan untuk
2019 terapi yang menghilangkan obat
diberikan pada pasien bisoprolol dan melakukan
dalam waktu yang monitoring frekuensi nadi
bersamaan yaitu Clonidin pasien.
+ Bisoprolol memiliki
interaksi serious yang
keduanya meningkatkan
toksisitas dengan
mekanisme yang tidak
ditentukan dan dapat
meningkatkan bradikardi.
Namun interaksi ini
hanya bersifat potensial
dikarenakan belum terjadi
pada pasien ditandai oleh
frekuensi nadi yang masih
normal.
T1/2 Clonidin : 6 jam
T1/2 bisoprolol : 9 jam
Pada tanggal 8 maret Disarankan pada
2019 terapi yang penggunaan kedua obat ini
diberikan pada waktu dijeda kurang lebih 2 jam.
yang bersamaan pada Dan disarankan untuk
pasien Bicnat + bisoprolol memonitoring penggunaan
memiliki interaksi pada kedua obat ini.
(monitor closely) dengan
mekanisme Bicnat
mengurangi kadar
bisoprolol dengan
menghambat absorpsi GI
Pada tanggal 9 maret Disarankan untuk
terapi yang diberikan memonitoring tekanan
pada waktu yang darah pasien
bersamaan pada pasien
Bicnat + Ramipril
memiliki interaksi
(monitor closely) yaitu
Bicnat mengurangi efek
dari ramipril dengan
mekanisme yang tidak
ditentukan. Interaksi obat
ini terjadi kepada pasien
karena ditandai tekanan
darah yang belum
terkontrol yang
diakibatkan
mengurangnya efek dari
obat ramipril
Pada tanggal 13 maret Disarankan Pemberian jeda
2019 terapi yang waktu minum obat
diberikan pada waktu bisoprolol diminum pada
bersamaan pada pasien pagi hari, nifedipine
Bisoprolol + Nifedipine diminum pada malam hari
memiliki interaksi dan melakukan monitoring
(monitor closely) yaitu pada pemberian kedua obat
Keduanya meningkatkan ini dengan cara melihat
anti hipertensi kanal teknan darah dari pasien.
blocker. Pada pasien
bersifat potensial
dikarenakan belum terjadi
ke pasien yang ditandai
dengan tekanan darah
pasien masih tinggi atau
belum terkontrol.
T ½ bisoprolol= 9 jam
T ½ Nifedipine= 6 jam
Pada tanggal 17 maret Disarankan untuk
2019 terapi yang menggunakan candesartan
diberikan pada waktu saja.
bersamaan pada pasien
Candesartan + ramipril
memiliki interaksi
(serious) yaitu Kedua
obat ini meningkatkan
toksisitas, beresiko
meningkatkan hipotensi,
hiperkalemia, dan
merusak ginjal.
Berdasarkan dipiro edisi 9
bahwa untuk hipertensi
stage 2 gunakan salah
satu obat saja ACEI atau
ARB.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Tn. W usia 32 tahun dengan BB 65 kg, datang ke Rumah Sakit Umum
Kabupaten Tangerang pada tanggal 05 Maret 2019 dengan keluhan kepala pusing dan
badan lemas. Pemeriksaan fisik tekanan darah 196/103 mmHg, HR= 102x/menit, RR
= 24x/menit, dan suhu = 36. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter pasien di diagnosa
Anemia dikarenakan pada pemeriksaan lab pasien dengan Hb= 6,5 dan di diagnosa
CKD on HD dikarenakan pasien sudah rutin HD di klinik sejahtera serta ureum dan
cratinin pasien tinggi yaitu 95 mg/dl dan 9,6 mg/dl dengan hipertensi emergensi
ditandai dengan tekanan darah 196/103 mmHg. Pada saat di IGD, pasien diberikan
terapi Perdipin Start 0,5 mcg /jam Amlodipin 1x10 mg, Clonidin 2x 0,15 mg,
Ramipril 1x 5 mg, Transfusi 500 cc PRC on HD. Pasien kemudian ditransfer ke
Paviliun Cempaka untuk dirawat pada tanggal 5 maret 2019 jam 23.50. Pada tanggal
6 Maret pagi pasien masih merasakan pusing. Pemeriksaan fisik pada saat masuk
Cempaka tekanan darah = 182/100, HR = 104x/menit, RR= 18x/menit. Diagnosa
Selama pasien dirawat di paviliun cempaka yaitu pasien di diagnosa oleh dokter
anemia dikarenakan Hb pasien adalah 6,9 mg/dl. Dan hipertensi dikarenakan tekanan
darah pasien 182/100, serta CKD ditandai dengan ureum 91 mg/dl dan creatinin 9,7
mg/dl. Pasien selama di rawat di paviliun cepaka mendapatkan terapi Nifedipine
1x60 mg, Clonidin 3x0,15 mg, Ramipril 1x5 mg, bisoprolol 1x 5 mg, bicnat 3x500
mg, Asam folat 1x1 mg, vitamin b12 3x50 mcg, Domperidone 3x10 mg, perdipin 5
mg/ jam, ranitidine 2x 1 ampul, NTG 5 mcg/ menit.
Hasil Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) selanjutnya akan dianalisis
menggunakan metode SOAP (subjective, objective, assessment and plan). Subjective
meliputi gejala pasien serta hal-hal yang disarankan pada pasien, informasi yang
dapat diperoleh, antara lain (riwayat penyakit, usia, jenis kelamin, anamnesis,
diagnosa, dan riwayat penyakit terdahulu serta riwayat pengobatan). Objective
meliputi hasil pemeriksaan laboratorium, tanda vital, kondisi kesadaran pasien, dan
penatalaksanaan obat yang diterima. Assessment merupakan penilaian atau evaluasi
yang dilakukan terkait penatalaksanaan terapi yang diterima pasien. Plan
perencanaan dari tindakan yang akan diberikan termasuk diagnosis atau laboratorium
serta konseling untuk tindak lanjut.
Pada kasus ini pasien diberikan clonidine yang merupakan golongan obat anti
hipertensi penghambat adrenergic dengan mekanisme kerja yaitu menurunkan
aktivitas saraf simpatis.Obat golongan ini merupakan pilihan utama bagi pasien
hipertensi yang memiliki aktivitas paraf simpatis yang tinggi seperti gelisah. Pada
pasien ini clonidine digunakan untuk mengkontrol tekanan darah dari pasien. Dosis
obat yang diterima pasien ini yaitu 3 x 1 , menurut Drug information handbook dosis
maksimum dari obat clonidine ini yaitu 2,4 mg/hari dan untuk dosis range yaitu 0,1-
0,8 mg/ hari dibagi dalam 2 dosis. Jadi pada dosis clonidine yang didapatkan yaitu
3x0,15 mg masih masuk rentang dan tidak melebihi dosis maksimum.
Pasien diberikan obat oral lainnya yaitu ramipril yang merupakan golongan
obat anti hipertensi ACE inhibitor dengan mekanisme kerja menghambat perubahan
angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 hingga terjadi vasodilatasi dan menurunkan
tekanan darah . Pada pasien ini ramipril digunakan untuk mengkontrol tekanan darah
dari pasien. Dosis obat yang diterima pasien ini yaitu 1 x 5 mg dan pada tanggal 13
maret dosis dinaikan menjadi 1 x 10 mg, menurut Drug Information handbook dosis
untuk hipertensi ramipril memiliki rentang 2,5-5 mg 1 kali sehari dan dosis
maksimum dari ramipril ini yaitu 20 mg/hari. Jadi pada dosis ramipril yang
didapatkan pada pasien ini 1 x 5 mg dan dinaikan 1 x 10 mg. Kesimpulannya dosis
yang dinaikan pada tanggal 13 Maret ini tidak masuk rentang karena yang diberikan
yaitu 1 x 10 mg tetapi masih di bawah dosis maksimum yaitu 20 mg/hari.
Bisoprolol merupakan obat golongan anti hipertensi beta blocker dengan
mekanisme kerja menghabat reseptor beta sehingga terjadi vasodilatasi dan
menurunkan tekanan darah. Pada pasien ini Bisoprolol digunakan untuk mengkontrol
tekanan darah dari pasien. Dosis obat yang diterima oleh pasien yaitu 1x5 mg,
menurut Drug Information Handbook dosis obat bisoprolol untuk hipertensi memiliki
rentang dosis 1x 2,5-5 mg. Jadi pada dosis bisoprolol yang didapatkan pasien sesuai
dengan dosis literature yang ada.
Nifedipine merupakan obat golongan anti hipertensi Calcium Canal blocker
(CCB) dengan mekanisme kerja menghambat masuknya ion Ca 2+ sehingga
menghambat terjadinya kontraksi otot polos. Pada pasien ini nifedipine digunakan
untuk mengkontrol tekanan darah pasien. Dosis obat yang diterima oleh pasien yaitu
1x30 mg dan dinaikan pada tanggal 14 Maret 1x60 mg, menurut Drug Information
handbook dosis obat nifedipine untuk hipertensi sediaan lepas lambat yaitu 1x30-60
mg. Jadi pada dosis obat nifedipine yang diberikan ke pasien sudah tepat.
Pada pasien ini bicnat digunakan untuk menetralkan asam darah atau untuk
ginjal pasien. Dosis obat bicnat ini yang diterima oleh pasien yaitu 3 x 500 mg,
menurut Medscape dosis obat bicnat ini yaitu 4,8 gram /hari. Jadi dosis obat bicnat
yang diberikan kepada pasien ini sudah tepat karena masih dibawah dosis maksimum
yaitu sebanyak 4,8 mg/ hari.
Pada pasien Tn. W ini obat asam folat digunakan untuk penambah darah
karena Tn W ini kadar hemoglobinnya rendah. Dosis obat asam folat yang diterima
oleh pasien yaitu 1x1 mg, menurut Medscape dosis umumnya yaitu 1 mg/ hari tetapi
untuk dosis maksimum yaitu 5 mg/ hari. Jadi dosis obat asam folat yang diberikan
kepada pasien ini sudah tepat karena masih di rentang pemberian dan dibawah dosis
maksimum.
Domperidone merupakan obat dari golongan antiemetic dengan mekanisme
kerja dengan menghabat reseptor dopamin pada CTZ sehingga tidak terjadi mual atau
muntah. Pada pasien Tn. W ini obat domperidone digunakan untuk mengatasi gejala
mual muntah dari pasien. Dosis obat domperidone yang diterima oleh pasien yaitu 3 x
10 mg, menurut Drug Information handsbook dosis lazimnya yaitu 3-4 x 10mg/hari.
Jadi dosis obat domperidone yang diberikan kepada pasien Tn W ini sudah tepat.
Setelah dilakukan analisis pada pasien Tn. W didapatkan kriteria Drug
Releted Problem (DRP). Pertama berkaitan dengan Interaksi obat. Pada tanggal 8
maret 2019 terapi yang diberikan pada waktu yang bersamaan oleh pasien Clonidin +
Bisoprolol memiliki interaksi serious yang keduanya meningkatkan toksisitas dengan
mekanisme yang tidak ditentukan dan dapat meningkatkan bradikardi. Namun
interaksi ini hanya bersifat potensial dikarenakan belum terjadi pada pasien ditandai
oleh frekuensi nadi yang masih normal. Disarankan untuk Menghindari penggunaan
Bersama dari 2 obat ini, menghilangkan salah satu dari obat ini, konfirmasi dokter
yang merekomendasikan obat tapi sebelumnya kita merekomendasikan obat yang
dihilangkan yaitu bisoprolol karena memiliki banyak interaksi dengan obat lain yang
dipakai oleh pasien. Lalu disarankan melakukan monitoring dengan melihat
pemeriksaan fisik frekuensi nadi pasien.
Interaksi obat yang kedua yaitu pada tanggal 8 maret 2019 terapi yang
diberikan pada waktu yang bersamaan pada pasien bicnat + bisoprolol memiliki
interaksi (monitor closely) dengan mekanisme bicnat mengurangi kadar bisoprolol
dengan menghambat absorpsi GI. Disarankan pada penggunaan kedua obat ini dijeda
kurang lebih 2 jam dan disarankan untuk memonitoring penggunaan pada kedua obat
ini.
Interaksi obat yang ketiga yaitu Bicnat + Ramipril (monitor closely). Pada
tanggal 9 maret terapi yang diberikan pada waktu yang bersamaan pada pasien Bicnat
+ Ramipril memiliki interaksi (monitor closely) yaitu bicnat mengurangi efek dari
ramipril dengan mekanisme yang tidak ditentukan. Interaksi obat ini terjadi kepada
pasien karena ditandai tekanan darah yang belum terkontrol yang diakibatkan
mengurangnya efek dari obat ramipril bicnat mengurangi efek dari ramipril dengan
mekanisme yang tidak ditentukan. Disarankan untuk memonitoring penggunaan
kedua obat ini pada pemeriksaan fisik pasien tekanan darah.
Interaksi obat yang keempat yaitu Bisoprolol + Nifedipine (monitor closely).
Pada tanggal 13 maret 2019 terapi yang diberikan pada waktu bersamaan pada pasien
Bisoprolol + Nifedipine memiliki interaksi (monitor closely) yaitu Keduanya
meningkatkan anti hipertensi kanal blocker. Pada pasien bersifat potensial
dikarenakan belum terjadi ke pasien yang ditandai dengan tekanan darah pasien
masih tinggi atau belum terkontrol. Disarankan pemberian jeda waktu minum obat
bisoprolol diminum pada pagi hari, nifedipine diminum pada malam hari dan
melakukan monitoring pada pemberian kedua obat ini dengan cara melihat tekanan
darah dari pasien.
Interaksi obat yang kelima pada tanggal 17 maret 2019 terapi yang diberikan
pada waktu bersamaan pada pasien Candesartan + ramipril memiliki interaksi
(serious) yaitu kedua obat ini meningkatkan toksisitas, beresiko meningkatkan
hipotensi, hiperkalemia, dan merusak ginjal. Keduanya meningkatkan anti hipertensi
kanal blocker. Berdasarkan dipiro edisi 9 disarankan bahwa untuk hipertensi stage 2
gunakan salah satu obat saja ACEI atau ARB. Disarankan untuk menggunakan
candesartan saja. Karena sudah dilihat dari terapi ramipril sudah beberapa hari
digunakan tekanan darah pasien masih belum terkontrol
DRP’s yang kedua yaitu indikasi tanpa terapi. Pada tanggal 13 maret 2019
pasien mengalami sariawan karena retriksi cairan dan belum diobati. Disaranan
memberikan terapi non farmakologi mengoleskan madu pada bibir dan sariawan
pasien atau vitamin c
DRP’s yang ketiga yaitu dosis terlalu tinggi untuk pasien gagal ginjal. Dosis
terlalu tinggi pada penggunaan bisoprolol, ClCr pasien (10,2 ml/menit) menurut
Drug Information Handsbook pasien dengan ClCr < 40 ml/menit dosis yang
digunakan 2,5 mg/ hari. Disarankan untuk menurunkan dosis dari 1x 5 mg menjadi 1
x 2, 5mg. Kemudian yang selanjutnya dosis terlalu tinggi pada penggunaan Ramipril,
ClCr pasien (10,2 ml/menit) menurut Drug Information Handsbook pasien dengan
ClCr < 40 ml/menit dosis yang digunakan 25 % dari dosis normal yaitu 1,25 mg/ hari.
Disarankan untuk menurnkan dosis dari 1 x 5 mg menjadi 1 x 1, 25 mg.
Pada tanggal 18 maret 2019 dikarenakan kondisi pasien sudah membaik dan
keluhan pasien sudah tidak ada pasien dinyatakan pulang dan melakukan HD rutin.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium terakhir dari pasien Hb pasien masih rendah
7, 9 mg/dl dan urueum serta creatinin 111 mg/dl dan 9,3 mg/dl pasien masih tinggi.
Terapi rawat jalan yang diterima pasien yaitu Clonidin 4 x 0,15 mg, Bisoprolol
1x10mg, Nifedipine 1x60 mg, Ramipril 1x 10 mg, Bicnat 3x500 mg, Vit b 12 3x500
mg, Caco3 3x500mg, asam folat 1 x 5 mg, OMZ 2x40 mg.
BAB V
KESIMPULAN
Pengobatan yang diterima pasien Tn.W dengan diagnose CKD dan hipertensi
selama dirawat sudah efektif sesuai dengan keluhan dan diagnosa yang dirasakan
pasien sehingga pengobatannya dapat memperbaiki kondisi pasien. Dari hasil
pemantauan pada pengobatan yang diberikan kepada pasien Tn.W terjadi DRPs
yaitu:
1. Clonidin + Bisoprolol (seriously) Keduanya meningkatkan toksisitas dengan
mekanisme yang tidak ditentukan dan dapat meningkatkan bradikardi.
Disarankan menghilangkan salah satu obat yaitu bisoprolol
2. Bicnat + bisoprolol (monitor closely). Bicnat mengurangi kadar bisoprolol
dengan menghambat absorpsi GI. Disarankan penggunaan kedua obat ini di jeda
2 jam
3. Bicnat + Ramipril (monitor closely).Bicnat mengurangi efek dari ramipril dengan
mekanisme yang tidak ditentukan. Disarankan monitoring tekanan darah.
4. Bisoprolol + Nifedipine (monitor closely). Keduanya meningkatkan anti
hipertensi kanal blocker. Disarankan untu pemberian jeda penggunaan obat
Bisoprolol pagi dan nifedipin malam
5. Candesartan + ramipril (serious). Kedua obat ini meningkatkan toksisitas,
beresiko meningkatkan hipotensi, hiperkalemia, dan merusak ginjal. Disarankan
menghilangkan salah satu obat yaitu ramipril
6. Indikasi tanpa terapi Pada tanggal 13 Maret pasien mengeluhkan sariawan dan
belum diobati. Disarankan mengolesan madu atau meberi vitain C
7. Dosis terlalu tinggi pada obat Bisoprolol dan ramipril untuk pasien gagal ginjal.
Disarankan menurunkan dosis bisoprolol 1x2,5 mg dan ramipril 1x1,25 mg
DAFTAR PUSTAKA
Arora, P. 2014. Chronic Kidney Disease. MedScape. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview. Pada tanggal 23 Maret
2018.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI (Balitbangkes). 2010. Laporan
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia Tahun 2010. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2010. Kiat Menjaga Ginjal di Usia Muda.
http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?
x=Health+News&y=cybermed|0|0|5|4555, Senin, 22 Maret 2010. Diakses tanggal
30 September 2014.
Dipiro, J.T, Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G. dan Posey, L.M,
2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiology Approach Seventh Edition,
McGraw-Hill Education., USA.
Dipiro, J.T, Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G. dan Posey, L.M,
2015, Pharmacotherapy: A Pathophysiology Approach Ninth Edition, McGraw-
Hill Education., USA.
KDIGO. 2013. Clinical Practice Guideline for Lipid Management in Chronic Kidney
Disease. Official Journal of the International Society of Nephrology. VOL 3 |
ISSUE 3 | NOVEMBER 2013. P.276-278
National Kidney Foundation. 2002. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for
Chronic Kidney Disease: Evaluation, Clasification and Stratification.
Price SA dan Wilson LM. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6. EGC, Jakarta.
Sudoyo A.W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.\
Suwitra, K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo , A.W., Setiyohadi, B., Alwi,
I., Simadribata, M.K., & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5.
Interna Publishing, Jakarta.
Wilson, L.M., 2005. Gagal Ginjal Kronik. In: Price, S.A., and Wilson, L.M. (Eds).
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol. 2, Edisi 6, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, pp. 912-949.