Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ETIKA KEPERAWATAN

(Aspek Etis Dalam Hubungan Perawat Dengan Klien dan Profesi Lain)

Dosen Pengampu: Damon Wicaksi, SST, M.kes

Disusun Oleh:

Azzah Farah Nanditya (19037140011)

Kurnia Rayi Nanda Ariful (19037140024)

Rechardo Nazar Deni (19037140042)

Revita Tiara Sari (19037140044)

Sagita Rheza Tigas Sergio (19037140048)

Siti Maisaroh (19037140051)

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BONDOWOSO
TAHUN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, dengan limpahan Rahmat
serta Hidayah-Nya semata, kami susun tugas kuliah Makalah Etika Keperawatan "Aspek Etis
Dalam Hubungan Perawat Dengan Klien dan Profesi Lain” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tugas ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Etika Keperawatan dalam Program Studi DIII
Keperawatan Universitas Bondowoso. Oleh karena itu kami sebagai penyusun ingin
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Damon Wicaksi, SST, M.Kes sebagai dosen pengampu
mata kuliah Etika Keperawatan Studi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso.

Semoga segala ilmu yang telah di berikan kepada penyusun mendapatkan balasan dari Allah
SWT, serta penyusun juga meminta kritik dan saran atas perbaikan makalah ini, jika dengan
membuat makalah ini banyak salah kata penyusun mohon maaf atas kesalahannya. TerimaKasih.

Bondowoso, 19 Mei 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................................................1

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4

1.1 Latar Belakang...................................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................5

BAB II ISI..........................................................................................................................6

2.1 Pengertian Etika Keperawatan..........................................................................6


2.2 Kegunaan Etika Keperawatan...........................................................................6
2.3 Peranan Hak Dan Kewajiban Dalam Etika Keperawatan..................................8
2.4 Etika Hubungan Tim Keperawatan. ..................................................................8
2.5 Hubungan Perawat-Pasien-Dokter. ...................................................................9
2.6 Hubungan Perawat-Pasien Dalam Konteks Etis ...............................................13
2.7 Pola Hubungan Kerja Perawat...........................................................................13

BAB III PENUTUP...........................................................................................................21

3.1 Kesimpulan........................................................................................................21
3.2 Saran..................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................22

LAMPIRAN.......................................................................................................................22

BAB I
3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Etik merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau salah,
kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika adalah ilmu kesusilaan yang
bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang melibatkan aturan atau prinsip
yang menentukan tingkah laku yang benar. Moral adalah perilaku yang diharapkan oleh
masyarakat yang merupakan “standar perilaku” dan “nilai” yang harus diperhatikan bila
seseorang menjadi anggota masyarakat tempat ia tinggal. Etiket atau adat merupakan sesuatu
yang dikenal, diketahui, diulang serta menjadi suatu kebiasaan di dalam suatu masyarakat baik
berupa kata – kata maupun bentuk perbuatan yang nyata.Etikaadalah kode prilaku yang
memperlihatkan perbuatan yang baik bagi kelompok tertentu.Etika juga merupakan peraturan
dan prinsip bagi perbuatan yang benar.Etika berhubungan dengan hal yang baik dan hal yang
tidak baik dan dengan kewajiban moral. Etika berhubungan dengan peraturan untuk perbuatan
atau tidakan yang mempunyai prinsip benar dan salah, serta prinsip moralitas karena etika
mempunyai tanggung jawab moral, menyimpang dari kode etik berarti tidak memiliki prilaku
yang baik dan tidak memiliki moral yang baik. Etika bisa diartikan juga sebagai, yang
berhubungan dengan pertimbangan keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan karena tidak
ada undang-undang atau peraturan yang menegaskan hal yang harus dilakukan.Etika berbagai
profesi digariskan dalam kode etik yang bersumber dari martabat dan hak manusia (yang
memiliki sikap menerima) dan kepercayaan dari profesi.Profesi menyusun kode etik berdasarkan
penghormatan atas nilai dan situasi individu yang dilayani.Banyak pihak yang menggunakan
istilah etik untuk mengambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya dengan kode etik
profesional seperti Kode Etik PPNI atau IBI. Moral, istilah ini berasal dari bahasa latin yang
bearti adat atau kebiasaaan. Pengertian moral adalah perilaku yang diharapkan oleh masyarakat
yang merupakan “standar perilaku” dan “nilai” yang harus diperhatikan bila seseorang menjadi
anggota masyarakat tempat ia tinggal. Moral hampir sama dengan etika, biasanya merujuk pada
standar personal tentang benar atau salah. Hal ini sangat penting untuk mengenal antara etika
dalam agama, hukum, adat dan praktek professional.Etika, moral dan etiket sulit dibedakan,
hanya dapat dilihat bahwa etika lebih dititikberatkan pada aturan, prinsip yang melandasi

4
perilaku yang mendasar dan mendekati aturan, hukum dan undang-undang yang membedakan
benar atau salah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian etika keperawatan?

2. Apa kegunaan etika keperawatan

3. Apa saja peranan hak dan kewajiban dalam etika keperawatan?

4. Bagaimana pola hubungan kerja perawat?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian etika keperawatan

2. Untuk mengetahui kegunaan etika keperawatan

3. Untuk mengetahui peranan hak dan kewajiban dalam etika keperawatan

4. Untuk mengetahui pola hubungan kerja perawat

BAB II

ISI

5
2.1 Pengertian Etika Keperawatan

Dalam literatur keperawatan dikatakan bahwa etika dimunculkan sebagai


moralitas,pengakuankewenangan, kepatuhan pada peraturan, etikasosial, loyal pada rekan
kerja sertabertanggung jawab dan mempunyai sifat kemanusiaan.Menurut Cooper (1991),
dalam Potter dan Perry (1997), etika keperawatan dikaitkandengan hubungan antar
masyarakat dengan karakter serta sikap perawat terhadap oranglain.Etika keperawatan
merupakan standar acuan untuk mengatasi segala macam masalahyang dilakukan oleh
praktisi keperawatan terhadap para pasien yang tidak mengindahkandedikasi moral dalam
pelaksanaan tugasnya (Amelia, 2013).Etika keperawatan merujuk padastandar etik yang
menentukan dan menuntun perawat dalam praktek sehari-hari (Fry, 1994).

Misalnya seorang perawat sebelum melakukan tindakan keperawatan pada pasien,harus


terlebih dahulu menjelaskan tujuan dari tindakan yang akan dilakukannya serta perawat harus
menanyakan apakah pasien bersedia untuk dilakukan tindakan tersebut atautidak. Dalam hal
ini perawat menunjukkan sikap menghargai otonomi pasien. Jika pasienmenolak tindakan
maka perawat tidak bisa memaksakan tindakan tersebut sejauh pasienpaham akan akibat dari
penolakan tersebut.

2.2 Kegunaan Etika Keperawatan

Coba anda bayangkan apabila seorang perawat memaksakan kehendaknya


untukmelakukan tindakan keperawatan terhadap seorang pasien tanpa menjelaskan tujuan
daritindakan yang akan dilakukannya, tidak meminta persetujuan terlebih dahulu kepada
pasientersebut, apalagi jika pasien tersebut berasal dari desa, tidak berpendidikan,
sulitberargumentasi dengan perawat, dan tidak mampu menolak tindakan. Sebagai
pasiententunya ia akan merasa sangat terpaksa menerima perlakuan tersebut dan pasien tidak
berdaya untuk menolak.

Dari contohdiatasdapatkitalihatbahwadisinilah gunanya perawat mempelajari etika


keperawatan, perawat harus memahami bahwa pasien memiliki otonomi yaitu
kebebasanuntuk memilih menerima ataupun menolak tindakan keperawatan yang akan

6
dilakukanpadanya. Dibawah ini dikemukakan beberapa kegunaanmempelajari serta
menerapkan etikakeperawatan bagi calon-calon perawat yaitu:

a. Perkembangan teknologi dalam bidang medis dan reproduksi, perkembangan tentanghak-


hak klien, perubahan sosial dan hukum, serta perhatian terhadap alokasi sumber-sumber
pelayanan kesehatan yang terbatas tentunya akan memerlukan pertimbangan-pertimbangan
etis.

b. Profesionalitas perawat ditentukan dengan adanya standar perilaku yang berupa


“KodeEtik”. Kode Etik ini disusun dan disahkan oleh organisasi/ wadah yang membina
profesikeperawatan. Dengan pedoman Kode Etik ini perawat menerapkan konsep-konsepetis.
Perawat bertindak secara bertanggung jawab, menghargai nilai-nilai dan hak-hakindividu.

c. Pelayanan kepada umat manusia merupakan fungsi utama perawat dan dasar adanyaprofesi
keperawatan. Pelayanan profesional berdasarkan kebutuhan manusia, karenaitu tidak
membeda-bedakan. Pelayanan keperawatan ini juga didasarkan ataskepercayaanbahwa
perawat akan berbuat hal yang benar/baik dan dibutuhkan, halyang menguntungkan pasien
dan kesehatannya. Oleh karena itu bilamana menghadapimasalah etis, dalam membuat
keputusan/tindakan perawat perlu mengetahui,menggunakan serta mempertimbangkan
prinsip-prinsip dan aturan-aturan etistersebut.

d. Dalam membuat keputusan etis ada banyak faktor yang berpengaruh antara lain :
nilaidankeyakinan klien, nilai dan keyakinan anggota profesi lain, nilai dan
keyakinanperawat itu sendiri, serta hak dan tanggung jawab semua orang yang terlibat.

e. Perawat berperan sebagai advokasi, memiliki tanggung jawab utama yaituuntukmelindungi


hak-hak klien. Peran perawat sebagai advokasi berasal dari prinsip etis“beneficience =
kewajiban untuk berbuat baik” dan “nonmaleficence = kewajibanuntuk tidak
merugikan/mencelakakan"

2.3 Peranan Hak dan Kewajiban Dalam Etika Keperawatan

7
Dalam prinsip etika keperawatan, hak perawat dan pasien memiliki beberapa peranan
atau manfaat yang sangat penting dalam dunia keperawatan.Berikut adalah peranan hak dan
kewajiban dalam prinsip etika keperawatan.

1. Mencegah konflik antara perawat dan pasien. Artinya dengan adanya hak dan kewajiban
yang dilindungi oleh ketentuan hukum termasuk juga etika keperawatan maka perawat dan
pasien tidak bisa berbuat semaunya sendiri. Ada hak-hak dan kewajiban yang harus
diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap pihak. Dan, hak dan kewajiban tersebut dilindungi
oleh hukum yang berlaku.

2. Pembenaran pada suatu tindakan. Maksudnya, hak dan kewajiban yang dimiliki oleh
perawat maupun pasien sebenarnya membenarkan tindakan yang telah dilakukan sebelumnya
(kewajiban). Misalnya, ketika seorang perawat mengobati pasien dengan baik dan benar
sesuai dengan keahlian yang dimilikinya hingga pasien tersebut sembuh dari sakitnya, maka
tentu hak perawat tersebut adalah mendapatkan penghargaan.

Ketika perawat menerima penghargaan tersebut, maka sebenarnya pada saat yang sama
muncul pembenaran terhadap pengobatan (pelayanan kesehatan) maupun kewajiban yang
telah dilakukan sebelumnya terhadap pasien.

3. Menyelesaikan perselisihan. Jika terjadi perselisihan antara pasien dan perawat termasuk
dengan institusi sekalipun, prinsip hak dan kewajiban yang dilindungi oleh ketentuan hukum
dapat menjadi pedoman penyelesaiannya. Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa jika
setiap pihak, baik perawat, pasien, maupun institusi keperawatan, berpegang teguh pada
konsep hak dan kewajiban, maka perselisihan tidak akan terjadi. Misalnya, tidak akan pernah
terjadi malpraktek karena pasien memiliki hak mendapatkan pelayanan yang baik.

2.4 . Etika Hubungan Tim Keperawatan


Tim keperawatan terdiri dari semua individu yang terlibat dalam pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien. Komposisi anggota tim kesehatan bervariasi tergantung pada
tenaga keperawatan yang ada, sensus pasien jenis unit keperawatan dan program pendidikan
keperawatan yang berafiliasi / bekerjasama ( grippando, 1977 ) Dalam bekerjasama dengan
sesama tim, semua perawat harus berprinsip dan ingat bahwa focus dan semua upaya yang
dilakukan adalah mengutamakan kepentingan pasien serta kualitas asuhan keperawatan .

8
untuk itu semua perawat harus mampu mengadakan komunikasi secara efektif Karena latar
belakang pendidikan, jenis pekerjaan maupun kemampuan perawat cukup bervariasi, maka
dalam pemberian tugas asuhan keperawatan, perawat dibagi dalam beberapa kategori,
misalnya perawat pelaksana, kepala bangsal, kepala unit ( director / president of nursing )
dalam memberikan asuhan keperawatan, setiap anggota harus mampu mengkomunikasikan
dengan perawat anggota lain, dimana permasalahan etis dapat didiskusikan dengan sesama
perawat atau atasnya.

2.5 Hubungan Perawat – Pasien – Dokter


Perawat, pasien dan dokter adalah tiga unsur manusia yang saling berhubungan selama
mereka masih terkait dalam suatu hubungan timbal balik pelayanan kesehatan. Hubungan
perawat dengan dokter telah terjalin seiring dengan perkembangan kedua profesi ini, tidak
terlepas dari sejarah, sifat ilmu / pendidikan, latar belakang personal dan lain-lain.

Dilihat dari sudut sejarah, bidang kedokteran telah dikembangkan lama sebelum bidang
keperawatan. Hipocrates, bapak ilmu kedokteran, seorang dokter pendeta Yunani telah
mengembangkan prinsip penting ilmu kedokteran pada tahun 460 sebelum masehi. Disisi lain

pendidikan keperawatan yang pertama didirikan baru pada tahun 1860 masehi oleh Florence
nightingale. Ini menyebabkan ilmu kedokteran lebih berkembang daripada ilmu keperawatan
Kedokteran dan keperawatan, walaupun kedua disiplin ilmu ini sama-sama berfokus pada
manusia, mempunyai beberapa perbedaan. Kedokteran lebih bersifat Pathernalistic, yang
mencerminkan figur seorang bapak, pemimpin dan pembuatan keputusan ( judgment )
sedangkan keperawatan lebih bersifat mothernalistc yang mencerminkan figure ibu ( mother
instinct ) dalam memberikan asuhan, kasih sayang dan bantuan ( helping relationship ) sejak
zaman dahulu, pendidikan kedokteran ditempuh lebih lama dari pada pendidikan
keperawatan. Ini menyebabkan dasar teori dan praktik dokter lebih banyak serta perawat
menjadi tergantung pada dokter dalam membuat keputusan sehingga asuhan keperawatan
lebih banyak tergantung pada program dokter daripada program perawat sendiri.

Ilmu kedokteran yang bersifat pathernalistic menyebabkan banyak pria memasuki bidang
kedokteran, sedangkan para wanita memasuki keperawatan yang bersifat mothernalistic.

9
Namun perubahan nilai social telah mengubah konsep ini. Saat ini banyak pula wanita
menekuni kedokteran dan pria yang menekuni keperawatan.Berbagai model hubungan
perawat-pasien-dokter telah dikembangkan dalam penjelasan berikut ini akan diuraikan dua
model yang dikembangkan oleh Szasz dan Hollander serta model dari Robert Veatch
( Bandman and Bandman, 1990 ). Szasz dan Hollander mengembangkan tiga model
hubungan dokter perawat dimana model ini terjadi pada semua hubunan antarmanusia
termasuk hubungan antara perawat dan dokter. Model yang mereka kembangkan meliputi
model aktivitas – pasivitas model hubungan membantu dan model partisipasi mutual.
1. Model aktifivitas – pasivitas
Suatu model dimana dokter berperan aktif dan pasien berperan pasif. Model ini tepat
untuk bayi, pasien koma, pasien dibius dan pasien dalam keadaan darurat. Dokter berada
pada posisi mengatur semuanya, merasa mempunyai kekuasaan dan identitas pasien kurang
diperhatikan. Model ini bersifat otoriter dan paternalistic.
2. Model hubungan membantu
Merupakan dasar untuk sebagaian besar dari praktik kedokteran. Model ini terdiri dari
pasien yang mempunyai gejala mencari bantuan dan dokter yang mempunyai pengetahuan
terkait dengan kebutuhan pasien. Dokter memberi bantuan dalam bentuk perlakuan /
pengobatan. Timbal-baliknya. Pasien diharapkan bekerjasama dengan mentaati anjuran
dokter. Dalam model ini dokter mengetahui apa yang terbaik bagi pasien, memegang apa
yang diminati pasien dan bebas dari prioritas yang lain. Model ini bersifat paternalistic walau
sedikit lebih rendah.
3. Model Partisipasi Mutual
Model ini berdasarkan pada anggapan bahwa hak yang sama atau kesejajaran antara umat
manusia merupakan nilai yang tinggi. Model ini mencerminkan asumsi dasar dari proses
demokrasi. Interaksi menurut model ini menyebutkan bahwa pihak yang saling berinteraksi
mempunyai kekuasaan yang sama saling membutuhkan dan aktivitas yang dilakukan akan
memberikan kepuasan kedua pihak.
Model ini mempunyai cirri bahwa setiap pasien mempunyai kemampuan untuk menolong
dirinya sendiri yang merupakan aspek penting pada pelayanan kesehatan saat ini. Peran
dokter dalam model ini adalah membantu pasien menolong dirinya sendiri Dari perspektif
keperawatan model partisipasi mutual ini penting untuk mengenal diri pasien. Model ini

10
menjelaskan bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang
keperawatan bersifat menghargai martabat individu yang unik, berbeda satu sama lain dan
membantu kemampuan untuk menentukan dan mengatur diri sendiri ( bandman 1990, dikutip
dari American nurses association, Nursing ; Asocial policy, Kansas city, MO ; 1980 \, hlm. 6)

Roberth veath mengembangkan empat model hubungan dokter pasien meliputi hubungan
yang dapat menimbulkan maupun mencegah permasalahan etis .
1. The engineering model
Dalam model ini veatch menolak sikap kemungkinan nilai bebas murni dari ilmu atau
kedokteran. Pilihan dibuat secara terus-menerus terhadap fakta, observasi, desain penelitian
dan tingkatan statistic signifikasi dalam suatu kerangka nilai dengan praduga menurut ilmu
murni Sejumlah besar pilihan nilai dan signifikasi harus dibuat oleh orang-orang terhadap
ilmu terapan seperti kedokteran yang mana tidak seperti ilmu teknik ( engineering ), nilai-
nilai tidak dapat ditiadakan dari nasihat teknis terhadap manusia
2. The Priestly model

Dalam model ini dokter memegang figure seorang ahli moral yang dapat memberitahu
pasien apa yang harus dikerjakan pasien pada situasi tertentu. Tradisi ini berdasarkan prinsip
etis jangan kerjakan ketidakbaikan. Ini mencerminkan pelaksanaan prinsip paternalistic
dengan tidak memberitahukan berita buruk dari pasien, tetapi memberikan dalam membuat
keputusan, tetapi menyerahkan kebebasan pada dokter. Misalnya pasien tidak diizinkan
menolak tranfusi darah yang menurut agamanya tidak diperbolehkan. Prinsip paternalisme
mengurangi takdir pasien dengan mengurangi pengenndalian pasien terhadap tubuh dan
kehidupannya
3. The Collegial model
Dalam model ini dokter dan perawat merupakan mitra dalam mencapai tujuan untuk
menyembuhkan penyakit dan mempertahankan kesehatan pasien. Saling percaya dan percaya
diri merupakan hal utama. Kedua belah pihak mempunyaik kedudukan yang sama. Namun
pada kenyataannya. Veatch berpendapat bahwa sebenarnya tidak ada dasar untuk persamaan
kedudukan dalam hubungan pasien – dokter karena perbedaan kelas social, status ekonomi,
pendidikan dan system nilai menimbulkan asumsi tentang rasa tertarik yang lazimnya

11
terhadap ilusi
4. The Contractual model

Dalam model ini peserta yang mengadakan hubungan interaksi berharap untuk
memegang ketaataan terhadap anjuran dan manfaat untuk kedua belah pihak. Kesepakatan
terhadap prinsip moral merupakan hal yang penting. Lebih lanjut dalam kesepakatan
hubungan, pasien berhak menentukan nasib mereka. Dalam model ini terjadi curah pendapat
tentang tanggung jawab dan kewajiban etis.
Dari berbagai model tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri hubungan perawat – pasien –
dokter cukup bervariasi, tergantung konteks yang mendasari hubungan. Misalnya pada suatu
klinik dimana dokter merupakan orang dominant yang dibantu perawat pendidikan rendah
dalam memberikan pelayanan kepada pasien dengan pengetahuan dan social ekonomi
rendah. Maka jenis hubungan akan cenderung pada model engineering. Sedangkan situasi
dimana dokter, perawat dan pasien mempunyai latar belakang pendidikan, social ekonomi
dan lain-lain yang sejajar maka hubungan akan lebih bersifat kolese.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, serta hubungan dengan dokter,
dikenal beberapa peran perawat yaitu peran independent ( mandiri ), dependen ( tergantung
pada dokter ) dan kolaborasi ( interdependen ). Peran mandiri merupakan peran perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan yang dapat dipertanggungjawabkan oleh perawat
secara mandiri. Peran tergantung merupakan peran perawat dalam melaksanakan program
kesehatan dimana pertanggungjawaban dipegang oleh dokter, misalnya peran dalam
pemberian obat-obatan. Peran kolaborasi merupakan peran perawat dalam mengatasi
permasalahan secara team work dengan tim kesehatan
Untuk memberikan perlindungan hukum bagi perawat terutama dalam melaksanakan
tidnakan dependen maka dokter dan perawat harus mengusahakan agar pernyataan dan order
ini adalah the standing order dimana dokter memberi kepercayaan kepada perawat untuk
memberikan obat-obatan tertentu dalam jangka waktu tertentu. Bentuk order ini dapat
diterapkan misalnya di puskesmas dimana dokter tidak dapat secara terus-menerus
memberikan pelayanan pengobatan langsung kepada pasien

12
2.6 Hubungan Perawat – Pasien Dalam Konteks Etis
Seorang pasien dalam situasi menjadi pasien mempunyai tujuan tertentu seorang perawat
dalam menjadi perawat juga mempunyai tujuan tertentu. Kondisi yang dihadapi pasien
merupakan penentu peran perawat terhadap pasien ( husted dan husted, 1990 ) Untuk
menjelaskan peran perawat secara umum dapat digunakan kerangka yang mengacu pada
pandangan dasar Hildegard E. Peplav, tentang hubungan perawat-pasien yang merupakan
suatu teori yang mendasari nilai dan martabat manusia, pengembangan rasa percaya,
pengukuran pemecahan masalah ( problem solving dan kolaborasi ).Dalam konteks
hubungan perawat pasien perawat dapat berperan sebagai konselor pada saat pasien
mengungkapkan kejadian dan perasaan tentang penyakitnya. Perawat dapat pula berperan
sebagai pengganti orang tua ( terutama pada pasien anak ), saudara kandung atau teman bagi
pasien dalam mengungkapkan perasaan-perasaannya.
Pada dasarnya hubungan antara perawat- pasien berdasarkan pada sifat alamiah perawat
dan pasien. Dalam interaksi perawat-pasien, peran yang dimiliki masing-masing membentuk
suatu kesepakatan atau persetujuan di mana pasien mempunyai peran dan hak sebagai pasien
dan perawat mempunyai peran dan hak sebagai perawat Dalam konteks hubungan perawat –
pasien maka setiap hubungan harus didahului dengan konteks dan kesepakatan bersama
dimana pasien mempunyai peran sebagai pasien dan perawat sebagai perawat. Kesepakatan
ini menjadi parameter bagi perawat dalam memutuskan setiap tindakan etis

2.7 Pola Hubungan Kerja Perawat

Kolaborasi adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu
hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Menurut Jonathan (2004) kolaborasi
adalah proses interaksi diantara beberapa orang yang berkesinambungan. Dalam praktek
keperawatan, kolaborasi dapat diartikan hubungan kerja sama antara perawat dengan tim
kesehatan lain untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima kepada pasien.

Perawat dan tim kesehatan bekerja saling ketergantungan dalam batasbatas lingkup
praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang
berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat. Suatu pelayanan
dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasaan pada pasien.Kepuasaan pada pasien dalam
menerima pelayanan kesehatan mencakup beberapa dimensi.Salah satunya adalah dimensi

13
kelancaran komunikasi antara petugas kesehatan dengan pasien. Hal ini berarti, pelayanan
kesehatan bukan hanya berorientasi pada pengobatan secara medis saja melainkan juga
berorientasi pada komunikasi yang sangat membantu pasien dalam proses penyembuhan.

1. Hubungan Kerja Perawat Dengan Pasien/Klien

Pasien/Klien adalah focus dari upaya asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat
sebagai salah satu komponen tenaga kesehatan. Hubungan perawat dan pasien adalah
hubungan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
pancapaian tujuan klien. Dalam hubungan itu, perawat menggunakan pengetahuan
komunikasi guna memfasilitasi hubungan yang efektif.Dasar hubungan antara perawat
dengan pasien adalah hubungan yang saling menguntungkan (mutual huminity). Hubungan
yang baik antara perawat dan pasien terjadi apabila:

a. Terdapat rasa saling percaya antara perawat dan pasien

b. Perawat benar-benar memahami tentang hak-hak pasien dan harus melindungi hak
tersebut, salah satunya hak untuk menjaga privasi pasien

c. Perawat harus sensitive terhadap perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada pribadi
pasien yang disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, antara lain kelemahan fisik dan
ketidakberdayaan

d. Perawat harus memahami keberadaan pasien atau klien sehingga dapat bersikap sabar dan
tetap memperhatikan pertimbangan etis dan moral

e. Dapat bertanggungjawab dan bertanggung gugat atas segala resiko yang mungkin timbul
selama pasien dalam perawatan

f. Perawat sedapat mungkin berusaha untuk menghindari konflik antara nilai-nilai pribadinya
dan nilai pribadi pasien dengan cara membina hubungan yang baik antara pasien, keluarga
dan teman.

Contoh kasus :
Tuan dan Nyonya Ahmad yang berusia 65 dan 60 tahun, pada hari Minggu pergi
mengunjungi anaknya dengan mobil pribadi. Mobil tersebut dikemudikan sendiri oleh

14
istrinya yang berusia 60 tahun. Di tengah perjalanan, mobil tersebut mengalami kecelakaan
yang mengakibatkan Tuan Ahmad meninggal dunia setelah dibawa ke rumah sakit;
sedangkan Nyonya Ahmad baru sadarkan diri dan bertanya kepada perawat yang bertugas
tentang keberadaan suaminya. Bila perawat berterus terang mengatakan bahwa suaminya
telah meninggal, maka ia khawatir akan dampaknya terhadap kesehatan Nyonya Ahmad
karena secara klinis keadaan fisik atau mental Nyonya Ahmad masih sangat lemah. Bila
perawat tidak mengatakan yang sebenarnya, hal ini berarti perawat tidak jujur atau
berbohong. Hal – hal seperti itu sangatlah dilematis bagi perawat. Di satu sisi perawat harus
berkata jujur, di sisi lain perawat dituntut untuk menjadi pembela bagi hak – hak Nyonya
Ahmad yang masih lemah kondisi fisik maupun mentalnya. Dalam hal ini, kejujuran perawat
dapat berakibat fatal bagi diri Nyonya Ahmad Di sini terlihat bahwa perawat tersebut
mengalami konflik nilai. Haruskah perawat tersebut mengatakan secara jujur ataukah ia harus
berbohong. Perawat harus berkata secara bijaksana bahwa kesehatan Nyonya Ahmad lebih
penting untuk dipertahankan. Perawat juga harus dapat mempertahankan pendapatnya, baik
terhadap keluarga pasien, petugas lain, maupun teman sejawat.

2. Hubungan Kerja Perawat Dengan Sejawat

Perawat dalam menjalankan tugasnya harus dapat membina hubungan baik dengan semua
perawat yang berada di lingkungan kerjanya.Dalam membina hubungan tersebut, sesama
perawat harus terdapat rasa saling menghargai dan tenggang rasa yang tinggi agar tidak
terjebak dalam sikap saling curiga dan benci.Perawat dan teman sejawat selalu menunjukkan
sikap memupuk rasa perandaan dengan silih asuh, silih asih, silih asah.

a. Silih asuh artinya sesama perawat diharapkan saling membimbing, menasihati,


menghormati, dan mengingatkan bila sejawat melakukan kesalahan atau kekeliruan.

b. Silih asih artinya setiap perawat dalam menjalankan tugasnya diharapkan saling
menghargai satu sama lain, saling kasih mengasihi sebagai anggota profesi, saling
bertenggang rasa dan bertoleransi yang tinggi sehingga tidak terpengaruh oleh hasutan yang
dapat membuat sikap saling curiga dan benci.

c. Silih asah artinya perawat yang merasa lebih pandai/tahu dalam hal ilmu pengetahuan
diharapkan membagi ilmu yang dimilikinya kepada rekan sesama perawat tanpa pamrih.

15
Contoh kasus :

Dina, A.M.K., seorang perawat lulusan salah satu Akademi Keperawatan, baru saja bertugas
di salah satu rumah sakit di suatu Kabupaten (RS Tipe C). Di rumah sakit tersebut tenaganya
sangat terbatas. Pada umumnya, tenaga yang ada adalah lulusan Sekolah Perawat Kesehatan
(SPK). Sedangkan lulusan AKPER hanya dua orang. Kepala Bidang Keperawatan dijabat
oleh lulusan SPK yang sudah 20 tahun bertugas di sana.Kedatangan Dina cukup membuat
para perawat kurang menyenanginya karena Dina sering dipanggil oleh Direktur untuk
berdiskusi tentang begaimana meningkatkan mutu asuhan keperawatan di rumah sakit
tersebut.Dalam membina hubungan antar perawat yang ada, baik dengan lulusan SPK
maupun lulusan AKPER, perlu adanya sikap saling menghargai dan saling toleransi sehingga
Dina dapat mengadakan pendekatan yang baik kepada Kepala Bidang Keperawatan dan juga
perawat – perawat lain yang ada.Begitu pula Kepala Bidang Keparawatan, yang dalam hal ini
menjabat sebagai manager utama bidang keperawatan, harus dapat menunjukkan sikap yang
bijaksana, walaupun terdapat kesenjangan dari segi pendidikan. Namun, pengalaman 20
tahun yang ia miliki cukup membuatnya lebih matang sebagai manajer. Ia tidak pelu merasa
tersaingi ataupun merasakan adanya ancaman terhadap jabatannya.Dengan demikian,
hubungan yang baik dan rasa saling menghargai dan menghormati antar perawat akan dapat
terbina.

3. Hubungan Kerja Perawat Dengan Profesi Lain Yang Terkait

Dalam melaksanakan tugasnya, perawat tidak dapat bekerja sendiri tanpa berkolaborasi
dengan profesi lain. Profesi lain tersebut diantaranya adalah dokter, ahli gizi, ahli farmasi,
tenaga laboratorium, tenaga rontgen dan sebagainya. Dalam menjalankan tugasnya, setiap
profesi dituntut untuk mempertahankan kode etik profesi masing-masing.Kelancaran tugas
masing-masing profesi tergantung dari ketaatannya dalam menjalankan dan mempertahankan
kode etik profesinya.Bila setiap profesi telah dapat saling menghargai, maka hubungan kerja
sama akan dapat terjalin dengan baik, walaupun pada pelaksanaannya sering juga terjadi
konflik-konflik etis.

Contoh kasus :
Perawat Ratih, S.Kp. adalah lulusan Fakultas Ilmu Keperawatan yang bertugas di ruang ICU

16
rumah sakit tipe B. Dalam menjalankan tugasnya, Ratih sangat berdisiplin dan teliti terhadap
pelaksanaan asuhan keperawatan pasien. Oleh karena itulah, Ratih sangat dipercaya oleh
dokter jaga yang bernama dr. Tomy.Bila Ratih bertugas dengan waktu yang bersamaan
dengan dr. Tomy, Ratih sering mendapat pesan bahwa dr. Tomy tidak dapat hadir dan diberi
petunjuk atau protocol bila terjadi perubahan pada kondisi pasiennya dan Ratih diwajibkan
melapor melalui telepon atau ponselnya.Dalam hal ini, seharusnya Ratih dan dr. Tomy
mempunyai tanggung jawab yang berbeda baik dalam menjalankan tugas maupun tanggung
jawab terhadap pasien. Walaupun Ratih dapat menjalankan tugasnya dengan baik, akan
tetapi, terjadi konflik – konflik dalam nilai – nilai pribadinya, apakah ia perlu menjelaskan
pada dr. Tomy bahwa tanggung jawab tugas mereka berbeda, dan tidak dapat dilimpahkan
begitu saja padanya tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan atau apakah ia perlu
melaporkan pada pihak Rumah Sakit bahwa dr. Tomy sering tidak hadir untuk menjalankan
tugasnya sebagai dokter jaga. Hal ini perlu dipertimbangkan dengan matang agar hubungan
kerja perawat dan dokter tersebut dapat terjalin dengan baik dan dapat berperan sesuai
profesinya masing – masing.

4. Hubungan Kerja Perawat dengan Institusi Tempat Perawat Bekerja


Seorang perawat yang telah menyelesaikan pendidikan, baik tingkat akademi maupun
tingkat sarjana, memerlukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya baik di
bidang pengetahuan, keterampilan, maupun profesionalisme.Memperoleh pekerjaan yang
benar – benar sesuai dengan kemampuan standar yang telah digariskan oleh pendidikan yang
telah diikutinya sangatlah sulit karena besarnya persaingan antara jumlah tenaga yang ada
dengan sedikitnya jumlah lahan tempat bekerja. Oleh karena itu, banyak yang beranggapan
bahwa yang penting bekerja dulu, sedangkan masalah penempatan kerja sesuai atau tidak,
akan dipikirkan kemudian.Hal ini sangat berpengaruh terhadap motivasi untuk bekerja. Bila
pekerjaan yang diberikan sesuai dengan keinginan dan kemampuan, maka motivasi kerja
akan meningkat, tetapi bila pekerjaan yang didapatkan tidak sesuai dengan keinginan dan cita
– cita, maka akan terjadi penurunan motovasi kerja yang menjurus terjadinya konflik antara
nilai – nilai sebagai perawat dengan kebijakan institusi tempat bekerja,
Bila terjadi penumpukan konflik nilai dalam pelaksanaan pekerjaannya setiap hari, lambat
laun akan terjadi :
1. Buruknya komunikasi antara perawat sebagai pekerja dengan institusi selaku pemberi

17
kebijakan;
2. Tumbuhnya sifat masa bodoh terhadap tugas yang merupakan tanggung jawabnya;
3. Menurunnya kinerja.

Agar dapat terbina hubungan kerja yang baik antara perawat dengan institusi tempat bekerja,
perlu diperhatikan hal – hal di bawah ini :
1. Perlu ditanamkan dalam diri perawat bahwa bekerja itu tidak sekedar mencari uang, tetapi
juga
perlu hati yang ikhlas.
2. Bekerja juga merupakan ibadah, yang berarti bahwa hasil yang diperoleh dari pekerjaan
yang dilakukan dengan sungguh – sungguh dan penuh rasa tenggung jawab akan dapat
memenuhi kebutuhan lahir maupun batin.

3. Tidak semua keinginan individu perawat akan pekerjaan dan tugasnya dapat terealisasi
dengan baik sesuai dengan nilai – nilai yang ia miliki.
4. Upayakan untuk memperkecil terjadinya konflik nilai dalam melaksanakan tugas
keperawatan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi tempat bekerja.
5. Menjalin kerja sama dengan baik dan dapat memberikan kepercayaan kepada pemberi
kebijakan bahwa tugas dan tanggung jawab keperawatan selalu mengalami perubahan sesuai
IPTEK.
Contoh kasus :
Kasus 1
Bambang seorang lulusan Akademi Keperawatan. Selama mengikuti pendidikan, Bambang
selalu mendapat peringkat pertama sejak semester I sampai semester VI dan ia pun lulus
dengan peringkat terbaik. Bambang bercita – cita untuk meneruskan pendidikannya ke
jenjang S1 keperawatan. Namun situasi keluarganya tidak mengijinkan karena ayahnya di
PHK, sehingga tidak mampu membiayai pendidikannya lebih lanjut. Karena merasa nilainya
selalu baik ketika di AKPER (peringkat I), Bambang mempunyai harapan akan cepat
diterima bekerja dan mendapat posisi kepala ruangan atau wakil kepala ruangan. Setelah
melamar pekerjaan di beberapa rumah sakit,akhirnya Bambang diterima di sumah sakit tipe
C di kampungnya.Bambang di tempatkan di ruangan penyakit dalam kelas III, sebagai
perawat staf. Atasannya bernama Subroto adalah lulusan SPK, 3 tahun yang lalu. Sejak hari

18
pertama bekerja, Bambang sudah merasakan ketidaksenangan atasannya terhadap dirinya,
walaupun Bastari sudah berusaha menghargai Subroto selaku atasannya.Semakin hari,
semakin terlihat adanya ketidakharmonisan hubungan atasan dan bawahan antara Subroto
dan Bambang. Subroto tidak mau membimbing tentang tugas – tugas yang akan dilakukan
oleh Bambang.Pada bulan – bulan pertama, Bambang masih berupaya meningkatkan disiplin
dalam bekerja dengan dating dan pulang tepat pada waktunya, walaupun pegawai lain di
ruangan tersebut mempunyai tingkat disiplin yang rendah.Setelah sebulan bekerja dengan
situasi di atas, Bambang mulai jenuh dan terjadilah konflik dalam dirinya karena apa yang
menjadi harapannya selama ini tidak sesuai dengan kenyataan yang dialaminya.Pada
pertengahan bulan kedua, Bambang mencoba menghadap Kepala Bidang Keperawatan untuk
menjelaskan masalah yang dihadapinya di tempat bekerja. Namun, apa yang disampaikannya
kepada Kepala Bidang Keperawatan dianggap mengada – ada dan Bambang diminta
mengikuti kebijakan Rumah Sakit untuk mematuhi aturan – aturan yang ada dan bekerja
dengan baik.Bambang kembali ke ruangan tempat ia bekerja dengan kecewa karena tidak ada
jalan keluar yang akan ditempuhnya. Makin hari kinerja Bambang makin menurun. Cita –
cita ingin mengabdikan dirinya di rumah sakit yang ada di kampung halamannya menjadi
hilang, yang ada hanyalah konflik nilai antara cita – cita dan kenyataan.
a. Haruskah Bambang mempertahankan pekerjaannya dengan konflik yang berkepanjangan ?
b. Apakah Bambang perlu membicarakan masalahnya kepada Direktur rumah sakit ?
c. Apakah Bambang perlu mengundurkan diri dari pekerjaannya ?
Untuk menghadapi masalah di atas, Bambang harus berpikir secara jernih agar dapat
mengambil keputusan yang terbaik.

Purtilo dan Cassel (1981) menyarankan 4 langkah proses pengambilan keputusan, yaitu:
1. mengumpulkan data – data yang berhubungan;
2. mengidentifikasi dilemma;
3. memutuskan apa yang harus dilakukan;
4. melengkapi tindakan.
Kasus II

Agnes, selaku perawat di klinik umum, pada suatu pagi jam 7.00 WIB, menerima pasien
dengan batuk darah. Melihat penyakit tersebut, tentunya ia harus segera menolong dan

19
menganjurkannya untuk dirawat di rumah sakit. Sedangkan menurut kebijakan rumah sakit,
setiap pasien baru harus membayar uang muka terlebih dahulu. Sewaktu dilakukan
pengkajian, ternyata pasien tersebut adalah seorang pengangguran yangs sering meminta –
minta dipinggir jalan dan jelas ia tidak mampu membayar biaya pengobatan.

Dalam hal ini Agnes dihadapkan pada masalah :


1. Pasien harus segera ditolong dan tidak boleh membedakan status ekonomi.
2. Kebijakan rumah sakit tidak boleh menerima pasien sebelum membayar uang muka
terlebih dahulu.

a. Haruskah Agnes menolong terlebih dahulu, baru menjelaskan bahwa pasien tidak mampu
membayar kepada rumah sakit ?
b. Siapkah Agnes dipersalahkan oleh pihak rumah sakit karena melanggar kebijakan yang
sudah ditetapkan

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perawat dalam menjalankan tugas tidak terlepas dari hubungan kolaborasi dengan profesi
kesehatan lain. Untuk mewujudkan kolaborasi yang baik perawat senantiasa memelihara
hubungan yang baik dengan profesi kesehatan lainnya. Perawat juga memelihara keserasian
suasana lingkungan kerja untuk mencapai pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Fokus
utama dari hubungan kerjasama perawat dan profesi lain adalah untuk memberikan
pelayanan berkualitas bagi pasien.

3.2 Saran

Sebagai seorang tenaga medis / kesehatan ( perawat pada khususnya ) haruslah memiliki etik
keperawatan yang tidak hanya dimiliki tetapi dihayati dan diterapkan dalam menjalankan
tugas-tugas untuk melaksanakan asuhan keperawatan terhadap klien / pasien. Dan juga
sebagai seorang perawat haruslah bisa membina hubungan yang baik antar tenaga medis
lainnya guna memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien.

21
REFERENSI

Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia.(1999, 2000).Kode Etik Keperawatan, lambing dan Panji
PPNI dan Ikrar Perawat Indonesia, Jakarta: PPNI

Lampiran

22

Anda mungkin juga menyukai