DAN PENDINGINAN
SKKNI- C.100000.024.01
MODUL PELATIHAN
DISTRICT FOOD INSPECTUR JUNIOR (DFI JUNIOR)
MODUL PELATIHAN
1
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
Acknowledgements
Organization partner Seafast Center
CKP-CBT Center
Chief Writer Dr. Dias Indrasti
Co-writer Ratih Woro Anggraini
Kiki Kurniati,S.TP.
2
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan segala rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penyusunan modul ini dapat diselesaikan.
Modul ini merupakan perangkat pelatihan yang dapat digunakan oleh para trainer maupun para trainee baik dalam
pelatihan formal maupun belajar mandiri, untuk membantu menjadi kompeten. Modul ini disusun secara khusus
dengan konteks profesi Keamanan Pangan dengan metode instruksi pelatihan berbasis kompetensi (Competency
based training=CBT). CBT berusaha mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap kerja (atau
mengakui ketika peserta sudah memiikinya) untuk mencapai persyaratan standar kompetensi.
Modul ini merupakan salah satu modul yang digunakan dalam Pelatihan Pengawas Kemanan Pangan Kabupaten
Kota / Districk Food Inspectur Junior (DFI Junior) untuk memenuhi unit kompetensi C.100000.024.01: Melakukan
Audit Proses Pemasakan dan Pendinginan, berdasarkan SKKNI No. 618 Tahun 2016.
Fokus pembelajaran diarahkan kepada pemenuhan kompetensi yang dibuktikan melalui bukti pencapaian
kompetensi dalam bentuk melakukan audit proses pemasakan dan pendinginan serta pernyataan kompeten dalam
asesmen mandiri untuk unit kompetensi ini.
Metode yang digunakan dalam pelatihan diharapkan dapat mendorong peran aktif peserta pelatihan, disertai
dengan contoh formulir sebagai salah satu bukti pencapaian kompetensi.
Akhirnya tidak lupa kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah berperan serta sehingga modul ini dapat diselesaikan.
Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa terbuka dan dimungkinkan mengingat
akan perkembangan situasi, kebijakan dan peraturan yang terus menerus terjadi. Harapan kami tidak lain modul
ini dapat memberikan manfaat.
Penyusun
3
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
DAFTAR ISI
4
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
1
Bab
PENDAHULUAN
A. Kompetensi SKKNI
Modul ini merupakan perangkat pelatihan yang dapat digunakan oleh para trainer maupun para trainee baik dalam
pelatihan formal maupun belajar mandiri, untuk membantu menjadi kompeten. Modul ini disusun secara khusus
dengan konteks profesi Keamanan Pangan dengan metode instruksi pelatihan berbasis kompetensi (Competency
based training=CBT). CBT merupakan model yang dipilih oleh ASEAN (Association of South-East Asian Nations)
sebagai model untuk melatih tenaga kerja pada Negara-negara anggota ASEAN. CBT berusaha mengembangkan
ketrampilan, pengetahuan dan sikap kerja (atau mengakui ketika peserta sudah memiikinya) untuk mencapai
persyaratan standar kompetensi.
Modul ini merupakan salah satu modul untuk memenuhi unit kompetensi C.100000.024.01: Melakukan Audit
Proses Pemasakan dan Pendinginan, berdasarkan SKKNI No. 618 Tahun 2016.. Adapun Standar Kompetensi
C.100000.024.01: Melakukan Audit Proses Pemasakan dan Pendinginan sebagaimana terlampir.
B. Latar Belakang
Proses pengolahan pangan merupakan faktor penting dalam meningkatkan nilai tambah suatu bahan pangan.
Saat ini berbagai produk pangan olahan telah diproduksi oleh berbagai industri pangan, baik skala
menengah/besar maupun skala industri rumah tangga pangan (IRTP). Dibandingkan bahan pangan segarnya,
produk pangan memiliki variasi sifat organoleptik (bentuk, tesktur, rasa, aroma), serta keawetan dan nilai gizi yang
lebih baik, sehingga dapat memenuhi berbagai kebutuhan konsumen.
Dalam proses produksi pangan, kegiatan yang dicakup adalah kegiatan mengolah pangan. Secara definisi,
produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan,
mengemas, mengemas kembali, dan/atau mengubah bentuk pangan.
Proses pengolahan pangan merupakan kegiatan mengubah bahan pangan dari satu bentuk ke bentuk lainnya
menjadi produk pangan antara, maupun produk pangan siap santap. Akan tetapi tidak setiap produk pangan
olahan yang dihasilkan memiliki keawetan yang lebih panjang dibandingkan bahan bakunya.
Proses thermal (Proses Pemasakan dan Pendinginan) dalam pengolahan bahan pangan dimaksudkan untuk
menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis yang tidak diinginkan dalam bahan pangan, seperti aktivitas
enzim dan mikrobiologis.Ternyata selama proses pemasakan dan pendinginan berlangsung, secara simultan juga
terjadi kerusakan kimiawi, seperti pengurangan kadar zat gizi, vitamin dan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu
bahan pangan seperti warna, tekstur dan cita rasa. Dengan kenyataan ini menyebabkan proses Proses
Pemasakan dan Pendinginan berkembang menjadi salah satu proses optimasi yang bertujuan memperpanjang
masa simpan bahan pangan, dengan tetap harus memperhatikan kandungan zat gizi serta mutu bahan pangan.
5
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
Pentingnya pengetahuan mengenai proses Proses Pemasakan dan Pendinginan pada produksi pangan tidak lain
untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan bahaya keamanan pangan untuk keperluan
memvalidasi tindakan pengendalian tertentu dalam program keamanan pangan. Bahaya keamanan pangan yang
dimaksud berupa bahaya keamanan pangan mikrobiologi, kimia dan fisik. Setiap bahaya dinilai signifikansinya
dan diidentifikasi untuk memastikan bahwa ketika selesai, proses pemasakan dan pendinginan memnuhi tujuan
keamanan pangan.
Pengetahuan tentang proses Proses Pemasakan dan Pendinginan, manfaat dan kemungkinan bahayanya akan
berdampak positif pada kelangsungan usaha IRTP. Dampak positf tersebut diantaranya peningkatan penjualan,
peningkatan kepercayaan masyarakat, peningkatan keuntungan serta penurunan resiko terjadinya keracunan
pangan di masyarakat.
C. Tujuan
Materi pelatihan Melakukan Audit Proses Pemasakan dan Pendinginan dimaksudkan untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap DFI junior melalui pembelajaran: Identifikasi Bahaya Keamanan Pangan
dan Pengendaliannya untuk Proses Pemasakan dan Pendinginan, Konfirmasi Bukti yang Sesuai Mendukung
Validasi dari Proses Pemasakan dan Pendinginan, dan Pemastian Program Keamanan Pangan untuk Proses
Pemasakan dan Pendinginan. Pelatihan ini menggunakan berbagai metode pembelajaran, seperti : ceramah,
diskusi, dan praktikum.
Setelah mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran materi pelatihan Melakukan Audit Proses Pemasakan dan
Pendinginan, peserta diharapkan mampu melakukan audit proses pemasakan dan pendinginan sesuai dengan
standar kompetensi dengan baik dan benar.
Indikator hasil belajar adalah peserta mampu Melakukan Audit Proses Pemasakan dan Pendinginan dibuktikan
dengan:
1. Bukti pencapaian kompetensi dalam bentuk Penetapan dan Dokumentasi Audit Proses Pemasakan dan
Pendinginan
2. Pernyataan kompeten terhadap asesmen mandiri untuk unit kompetensi ini.
6
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
2
Bab
Bila mengacu pada regulasi Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 23 Tahun 2018 tentang
Pedoman Pengawasan Pangan Industri Rumah Tangga, maka proses pemanasan dan pendinginan (cook chill)
tidak termasuk produk pangan yang diizinkan untuk diproduksi oleh IRTP. Akan tetapi, materi mengenai
pengendalian proses pemanasan dan pendinginan (cook chill) dapat menjadi dasar untuk persiapan peningkatan
kapasitas IRTP dalam mengolah produk pangan yang memiliki registrasi MD.
Proses pengolahan dengan sistem pemanasan pendinginan (cook chill) adalah teknologi pengawetan pangan
dimana bahan baku dan ingredien lain dimasak pada suhu < 100 °C, dan kemudian produk segera didinginkan
atau dibekukan, sehingga memiliki umur simpan yang panjang, dan saat akan dikonsumsi hanya perlu dipanaskan
kembali.
Produk proses pemasakan dan pendinginan mencakup:
1. Makanan beku dengan masa simpan panjang
2. Makanan beku dengan masa simpan pendek
3. Heat-treated refrigerated foods (HTRF) dikemas agar shelflife lebih panjang
4. Refrigerated Processed Foods of Extended Durability (REPFED)
5. Sous vide foods (produk dikemas vakum)
Produk hasil pemanasan dan pendinginan (cook chill) memiliki risiko keamanan pangan yang tinggi. Oleh karena
itu perlu pengendalian secara lebih ketat yang diawali dengan penggunaan bahan baku yang berkualitas prima.
Proses pemanasan yang dilakukan mentargetkan pembunuhan dan penghambatan pertumbuhan mikroba,
terutama mikroba patogen. Cara pengendalian kerusakan dilakukan dengan tahap pemasakan awal, yang
dilanjutkan dengan penyimpanan pada suhu rendah. Kebutuhan pembunuhan mikroba, contohnya pada produk
REPFED adalah mentargetkan reduksi L. monocytogenes dan C. botulinum sebesar 6 siklus log.
Risiko keamanan pangan olahan dengan proses pemanasan dan pendinginan cukup tinggi. Oleh karena itu,
beberapa hal yang harus disiapkan dan dikendalikan adalah:
1. Membutuhkan peralatan mahal khusus
2. Membutuhkan penyimpanan dingin yang ketat dan persyaratan rantai dingin
3. Memerlukan langkah pencairan untuk makanan beku-dingin
4. Membutuhkan pendinginan cepat tanpa pembekuan permukaan.
Pada produk pemanasan dan pendinginan risiko keamanan pangan juga semakin tinggi dengan pengemasan
pada kondisi vakum. Proses yang dilakukan dalam kondisi vakum disebut dengan istilah ‘sous- vide’. Produk
pangan dikemas vakum dalam kemasan pouch atau baki (tray) yang tahan panas, sebelum proses pemanasan.
7
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
Umumnya produk dipanaskan pada suhu < 80 °C dengan umur simpan hingga 28 hari. Umur simpan produk
terbatas karena terdapat potensi bahaya bakteri non-proteolytic strains Clostridium botulinum pada suhu 3.3 °C
dalam 31 hari penyimpanan. Kemasan yang digunakan harus mampu mencegah kontaminasi ulang dari
lingkungan penyimpanan.
Pada Gambar 1 dapat dilihat bagan alir proses operasi yang berbeda untuk pangan yang diproses dengan
pemanasan-pendinginan, dan pemanasan-pembekuan.
Kebutuhan proses dan umur simpan produk proses pemanasan-pendinginan, sous-vide dan pemanasan
pembekuan juga berbeda-beda seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.
8
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
Tabel 2 Kebutuhan proses dan umur simpan produk proses pemanasan-pendinginan, sous-vide dan pemanasan
pembekuan
Tahap proses Pemanasan-pendinginan Sous-vide Pemanasan-pembekuan
≥70 °C <100 °C selama ≥70 °C <100 °C, waktu ≥70 °C <100 °C selama
Pemasakan
>2 menit tidak ditentukan >2 min
Waktu
Dalam 30 menit Segera Dalam 30 menit
pendinginan
Suhu
0–3 °C 0–3 °C or −18 °C ≤−18 °C
penyimpanan
Pemanasan ulang pada Pemanasan ulang pada Setelah meleleh (thawed) harus
suhu minimum 70 °C suhu minimum 70 °C segera dikonsumsi setelah
Cara konsumsi
tidak kurang dari 2 menit, tidak kurang dari 2 pemanasan 70 °C, tidak kurang
konsumsi segera menit, konsumsi segera dari 2 menit
Pengetahuan Terkait Proses Pengolahan Pangan yang Dibutuhkan dalam Pemenuhan SKKNI C.100000.024.01
3.1.2 Prinsip-prinsip perlakuan panas dan dingin yang berlaku untuk proses pemasakan dan pendinginan untuk
produk pangan dengan masa simpan panjang dan pendek
3.1.3 Kriteria yang digunakan untuk menentukan perlakuan panas, pendinginan, dan parameter penyimpanan dari
produk proses pemasakan dan pendinginan untuk produk pangan dengan masa simpan panjang dan pendek
3.1.4 Faktor yang berdampak pada proses panas dan pendinginan agar sesuai tujuan keamanan pangan
3.1.5 Program prasyarat yang diperlukan untuk mendukung efektivitas proses pemasakan dan pendinginan
3.1.6 Prinsip-prinsip operasional peralatan pemasakan dan pendinginan untuk masa simpan panjang dan pendek
komersial, termasuk fitur peralatan harus memenuhi persyaratan peraturan dan faktor yang harus
dikendalikan guna memastikan perlakuan proses pemanasan dan pendinginan memenuhi tujuan keamanan
pangan
9
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
3
Bab
1. Mengidentifikasi bahaya keamanan pangan dan pengendaliannya untuk proses pemasakan dan
pendinginan
1.1 Bahaya keamanan pangan Jenis bahaya mikrobiologi
mikrobiologi* Asal bahaya mikrobiologi
Klasifikasi bahaya mikrobiologi
1.1 Bahaya keamanan pangan kimia Jenis bahaya kimia
(termasuk kehadiran racun) Asal bahaya kimia
Klasifikasi bahaya kimia
1.1 Bahaya keamanan pangan fisik Jenis bahaya fisik
Asal bahaya fisik
Klasifikasi bahaya fisik
Risiko terhadap populasi yang
rentan**
10
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
11
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
* Potensi mikroba berbeda-beda dan tergantung dari makanan dan kapasitas rantai penyimpanan dingin,
mencakupi:
1.11.1 Listeria monocytogenes
1.11.2 Clostridium botulinum
1.11.3 Bacillus cereus
1.11.4 Salmonella
1.11.5 Yersinia enterocolitica
** Populasi rentan didefinisikan oleh sensitivitas sebuah populasi terhadap penyakit. Contoh sektor yang
menyajikan makanan untuk populasi yang rentan meliputi:
1.14.1 Rumah sakit
1.14.2 Fasilitas perawatan lansia
1.14.3 Pusat penitipan anak
1.14.4 Organisasi yang mengirim makanan kepada orang-orang yang tidak dapat meninggalkan rumah
12
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
4
Bab
Kemasan Pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan, baik yang
bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. Terdapat 2 kategori kemasan pangan berdasarkan fungsi
pengemasannya, yaitu:
• Kemasan Pangan Primer, adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan
yang bersentuhan langsung dengan pangan.
13
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
• Kemasan Pangan Sekunder, adalah bahan yang digunakan untuk mengemas kemasan primer, yang
dapat dibuka tanpa memengaruhi karakteristik produk, baik yang ditujukan untuk pengguna akhir atau
konsumen, maupun berfungsi sebagai tempat untuk memajang.
Pemilihan jenis kemasan sangat ditentukan oleh jenis produk pangan yang dikemas.
1. Pangan padat, kadar air tinggi dengan umur simpan yang pendek, sebaiknya menggunakan kemasan
tembus pandang, kedap udara, kedap air, dan tahan gaya mekanik.
2. Pangan padat, kadar air rendah, sebaiknya menggunakan kemasan kedap uap air, udara, cahaya, dan
tahan terhadap gaya mekanik.
3. Pangan semi basah, dengan kadar air sedang pada aw sekitar 0.65, dan bersifat relatif awet, sebaiknya
menggunakan kemasan tahan uap air dan kemasan yang hermetik (kedap udara dan mikroba).
4. Pangan cair atau basah, dengan kadar air yang tinggi dan aw > 0.85, maka digunakan kemasan yang
hermetik dan bersifat tahan panas.
Selama proses pengemasan, terdapat risiko bahaya keamanan pangan akibat kemungkinan terjadinya
kontaminasi silang. Kontaminasi silang dapat terjadi bila kebersihan bahan pengemas, pekerja, dan lingkungan
tempat pengemasan tidak terjaga. Terdapat kemungkinan terjadinya kebocoran kemasan dan penutupan
kemasan yang tidak sempurna. Dapat terjadi juga kerusakan produk akibat kontaminasi mikroba, kontak dengan
cahaya, maupun oksigen.
Dengan terbatasnya jenis produk pangan yang dapat diolah oleh IRTP, maka jenis bahan kemasan untuk produk
pangan IRTP juga terbatas pada jenis tertentu, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Berikut ini penjelasan lebih detail terkait jenis-jenis kemasan yang dapat digunakan pada produk pangan olahan
IRTP.
Jenis Kemasan Plastik
1. Politen/Polietilen (PE)
• Mudah ditarik, sukar disobek
• Tidak cocok untuk bahan berlemak
14
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
2. Polipropilen (PP)
• Kekuatan tarik lebih besar dari PE, tetapi sangat rapuh dan mudah pecah pada suhu rendah
• Daya tembus uap air rendah dan daya tembus gas yang sedang
• Tahan terhadap suhu tinggi (150°C) tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak
4. Polistiren (PS)
• Kekuatan tarik lebih besar dari PE, tetapi sangat rapuh dan mudah pecah pada suhu rendah,
• Daya tembus uap air rendah dan daya tembus gas yang sedang
• Tahan terhadap suhu tinggi (150°C) tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak
2. Gelas
• Inert
• Dapat dibuat tembus pandang atau gelap
• Selama pemakaian, bentuknya tetap
• Tidak berbau dan tidak berpengaruh terhadap bahan yang dikemas (tidak ada migrasi)
• Penahan yang baik terhadap uap air, air dan gas
3. Kertas/Kertas Komposit
• Kertas kraft, krep, kertas glasin tahan minyak, kertas lilin
• Merupakan kertas/karton yang diolah bersama bahan kemasan lain (plastik, logam, plastik dan logam)
• Daya rapuh dan daya kaku rendah, tetapi memiliki kekuatan bahan yang tinggi
• Bentuk tabung: dapat dilapisi plastik atau bahan lain sehingga bobotnya ringan, mudah dibuka dan ditutup
kembali.
15
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
5
Bab
Selama proses pengemasan, terdapat risiko bahaya keamanan pangan akibat kemungkinan terjadinya kontaminasi
silang. Kontaminasi silang dapat terjadi bila kebersihan bahan pengemas, pekerja, dan lingkungan tempat pengemasan
tidak terjaga. Terdapat kemungkinan terjadinya kebocoran kemasan dan penutupan kemasan yang tidak sempurna.
Dapat terjadi juga kerusakan produk akibat kontaminasi mikroba, kontak dengan cahaya, maupun oksigen. Proses
pengisian bahan ke dalam kemasan atau suhu proses pengemasan pada suhu tinggi juga dapat membawa bahaya
migrasi komponen kemasan.
Terdapat potensi bahaya dari bahan kemasan yang digunakan, oleh karena itu perhatikanlah pemilihan jenis
kemasan yang tepat untuk masing-masing produk pangan. Potensi bahaya dari bahan kemasan dapat berupa
potensi bahaya kimia, fisik, dan mikrobiologi.
16
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
• Kemasan daur ulang atau bekas pakai, dapat terkontaminasi kimia dan mikrobiologi
• Kemasan harus tidak mudah rusak, lepas, rontok
• Kemasan kertas, plastik, kaleng relative bebas dari komponen yang dapat bermigrasi
• Kemasan gelas memiliki risiko bahaya fisik
• Kemasan daun memiliki risiko kontaminasi mikroba
Migrasi bahan kemasan adalah proses perpindahan atau transfer komponen dari kemasan ke dalam bahan
pangan selama proses pengemasan maupun penyimpanan. Kerugian terjadinya migrasi bahan kemasan terkait
dengan aspek keamanan pangan, yaitu terjadinya migrasi bahan atau komponen berbahaya. Aspek lain yang
dipengaruhi adalah aspek mutu, dimana migrasi bahan kemasan menyebabkan perubahan bau dan warna pada
produk pangan yang dikemas.
Berikut ini beberapa potensi migrasi yang dapat terjadi pada jenis kemasan tertentu:
• Kemasan gelas memiliki potensi migrasi logam berat
• Kemasan plastik memiliki potensi migrasi plasticizers, monomer plastik, bahan antistatik, dan aditif
kemasan lainnya
• Kemasan kertas memiliki potensi migrasi bahan aditif dan bahan pengisi (kapur, dan lain-lain)
• Kemasan kaleng atau logam memiliki potensi migrasi aluminium, baja saat mengemas bahan pangan
asam
Berikut ini beberapa aspek yang diinspeksi pada proses pengemasan pangan, sebagai berikut:
A. PENYIMPANAN
Bahan pangan, bahan pengemas tidak disimpan bersama-sama dengan produk akhir dalam satu
ruangan penyimpanan yang kotor, lembab dan gelap dan diletakkan di lantai atau menempel ke dinding.
B. PENGENDALIAN PROSES
IRTP menggunakan bahan kemasan khusus untuk pangan.
C. PELABELAN PANGAN
Label pangan mencantumkan nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih/isi bersih, nama
dan alamat IRTP, masa kedaluwarsa, kode produksi dan nomor P-IRT.
Label tidak mencantumkan klaim kesehatan atau klaim gizi.
Pengemasan pangan yang baik memerlukan tindakan pengawasan selama proses pewadahan dan atau
pengemasan, yang memenuhi aspek:
• Produk akhir dikemas dan atau diwadahi dengan cepat, tepat dan saniter
• Produk akhir diberi label yang memuat: jenis produk, nama perusahaan pembuat, ukuran, tipe, grade
(tingkatan mutu), tanggal kedaluwarsa, berat bersih, nama bahan tambahan makanan yang dipakai, kode
produksi atau persyaratan lain
Penyimpanan wadah atau pengemasan harus disimpan pada tempat yang bersih, rapi dan terlindung dari
kontaminasi, dan dipisahkan pada tempat khusus. Pencegahan kontaminasi dilakukan dengan melakukan
pengemasan secara higienis.
17
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
6
Bab
Bahan dan produk pangan memiliki karakteristik yang mudah mengalami kerusakan (perishable) akibat adanya
faktor-faktor internal maupun lingkungan penyimpanan. Sementara itu ketersediaan bahan dan produk pangan
harus selalu dijaga agar dapat digunakan pada waktu dibutuhkan. Teknologi penyimpanan harus mampu
mempertahankan mutu pangan yang disimpan, yang mana kondisi penyimpanannya harus disesuaikan dengan
karakteristik bahan atau produk pangan yang disimpan.
Beberapa faktor lingkungan utama ruang penyimpanan yang dapat menentukan keawetan bahan dan produk
pangan yang disimpan, antara lain faktor suhu, kelembaban udara (relative humidity, RH), ketersediaan gas
oksigen, serta paparan cahaya. Kondisi penyimpanan harus disesuaikan dengan sifat bahan dan produk pangan
yang disimpan, yang pada intinya berupaya menekan laju pertumbuhan mikroba pembusuk/patogen, mengurangi
laju reaksi kimia dan enzimatis, maupun terjadinya kondisi lain yang menyebabkan perubahan/penurunan mutu
produk pangan. Kondisi penyimpanan yang terkontrol yang ditunjang dengan kondisi kemasan yang optimal, akan
menghasilkan keawetan atau umur simpan produk pangan sesuai harapan.
Dalam menyimpan bahan dan produk pangan, terdapat perbedaan kondisi penyimpanan yang harus disesuaikan
dengan karakteristik bahan yang disimpan.
Bahan hasil pertanian segar baik nabati maupun hewani, pada umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut:
• Kadar air tinggi, umumnya 70 – 95%
• Sangat mudah rusak, dengan umur simpan biasanya hanya beberapa hari hingga bulan
18
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
Kondisi yang dibutuhkan untuk menyimpan bahan hasil pertanian segar tersebut adalah, pada:
• Suhu rendah (baik penyimpanan dingin, atau penyimpanan beku, tergantung karakteristik bahan)
• Kelembaban relatif (RH) tinggi
• Atmosfer (komposisi udara) dimodifikasi (umumnya kadar oksigen diturunkan sedangkan kadar CO 2
ditingkatkan)
Bahan hasil pertanian juga banyak yang telah tersedia dalam bentuk kering, seperti dari kelompok biji-bijian,
kacang-kacangan, maupun produk tepung, yang pada umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut:
• Kadar air rendah, umumnya 10% - 20%
• Stabil selama penyimpanan dengan umur simpan biasanya dapat mencapai 1 hingga beberapa tahun
• Laju respirasi sangat rendah
• Kerusakan yang terjadi umumnya karena pertumbuhan kapang, dan serangan serangga dan tikus
Kondisi yang dibutuhkan untuk menyimpan bahan hasil pertanian kering tersebut adalah, pada:
• Suhu kamar/suhu rendah
• Pengaturan atmosfer
• Kelembaban udara yang rendah
• Perlindungan dari hama
Pada suhu 4 – 60 oC, mikroba dapat tumbuh dengan baik dan merusak bahan atau produk pangan. Dengan
melakukan penyimpanan pada suhu rendah, maka laju kerusakan akibat mikroba maupun akibat faktor kerusakan
pangan lainnya menjadi lebih lambat. Salah satu prinsip pengawetan bahan pangan adalah dengan menyimpan
pada suhu rendah. Proses enzimatis dan pertumbuhan mikroba diperlambat bahkan dihentikan, akan tetapi tidak
dihilangkan.
Secara umum, pada suhu yang semakin rendah, maka bahan pangan menjadi semakin awet. Akan tetapi perlu
diwaspadai adanya pertumbuhan bakteri yang suhu optimum pertumbuhannya justru pada suhu rendah, yang
dikenal sebagai bakteri psychrotroph. Produk yang disimpan pada suhu rendah dan beku juga tidak steril,
sehingga setelah proses thawing (pelelehan), maka terdapat kemungkinan mikroba untuk tumbuh kembali. Pada
Tabel 5 dapat dilihat kisaran suhu penyimpanan dengan pendinginan dan pembekuan beserta daya awetnya.
Tabel 5. Kisaran suhu penyimpanan dengan pendinginan dan pembekuan beserta daya awetnya
Pendinginan Pembekuan
Penyimpanan pada suhu rendah dapat dilakukan pada suhu di atas titik beku produk pangan (disebut
penyimpanan dingin), atau dilakukan pada suhu di bawah titik beku produk pangan (disebut pembekuan) dengan
fase air yang telah berubah menjadi es (padat).
Pada kondisi penyimpanan dingin, tidak terjadi perubahan fase air (tetap dalam kondisi cair), yang mana
penyimpanan dilakukan pada suhu 60 °F (16 °C) - 28 °F (-2 °C). Penyimpanan dingin, akan mampu
meningkatkan keawetan produk pangan, yaitu sekitar 2 – 5 kali lebih awet untuk setiap penurunan suhu 10
°C. Produk yang disimpan pada suhu dingin umumnya memiliki umur simpan singkat. Pencegahan kontaminasi
selama penyimpanan dilakukan dengan menggunakan kemasan yang higienis.
19
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
Penyimpanan dengan pembekuan terjadi ketika suhu produk pangan diturunkan lebih rendah dari titik beku
produk. Penyimpanan umumnya terjadi pada suhu -12 sampai -24 oC. Pada penyimpanan beku, air berubah
fase membentuk kristal es. Padatan terlarut di dalam produk pangan akan terkonsentrasi (lebih pekat) sehingga
menyebabkan nilai aw yang turun. Dengan demikian, pada produk yang dibekukan, produk juga menjadi lebih
awet karena aw produk yang lebih rendah, yang tidak mungkin digunakan untuk pertumbuhan mikroba penyebab
kebusukan. Secara umum, mutu produk pangan hasil pembekuan relatif stabil selama tidak terjadi fluktuasi suhu
penyimpanan beku.
Proses pembekuan dapat berlangsung secara cepat maupun secara lambat, tergantung kapasitas alat pembeku
(freezer) yang digunakan. Laju pembekuan bukan hanya menentukan waktu titik akhir produk beku, namun
ternyata juga dapat menyebabkan perbedaan karakteristik produk pangan beku yang dihasilkan. Secara umum
laju pembekuan dikelompokkan sebagai laju pembekuan lambat dan laju pembekuan cepat.
Proses dengan laju pembekuan lambat umumnya membutuhkan waktu pembekuan sekitar 30 – 72 jam, pada laju
pembekuan 1 oC/menit. Produk pangan hasil pembekuan lambat umumnya memiliki ukuran kristal es yang besar-
besar, sehingga akan merusak tekstur produk pangan setelah dilelehkan. Inaktivasi enzim dan mikroorganisme
juga berjalan lambat, sehingga peluang menyebabkan kerusakan selama waktu pembekuan menjadi lebih
tinggi. Akibat proses pembekuan yang lambat, struktur produk berubah drastis sehingga menjadi kurang disukai.
Proses dengan laju pembekuan cepat berlangsung dalam kurun waktu lebih singkat yaitu sekitar 30 menit – 2 jam,
pada laju pendinginan yang tinggi. Produk pangan hasil pembekuan cepat pada umumnya memiliki ukuran kristal
es yang halus dan kecil-kecil, sehingga tidak merusak tekstur produk pangan setelah dilelehkan. Inaktivasi enzim
dan mikroorganisme juga berjalan lebih cepat, sehingga produk pangan beku tidak sempat mengalami kerusakan
sebelum suhu beku tercapai. Akibat proses pembekuan lambat, struktur produk tetap baik, dengan perubahan
yang tidak signifikan dibandingkan produk segarnya.
Produk pangan beku membutuhkan penanganan yang khusus. Terdapat peluang terjadinya kerusakan produk
beku, antara lain:
• Freeze burn, yang terjadi akibat fluktuasi suhu selama penyimpanan beku
• Rekristalisasi
• Drip loss (pelelehan) dan kehilangan cairan dari bahan pangan
• Kehilangan sifat fungsional
• Terjadinya reaksi kimia
Upaya pencegahan terjadinya freeze burn adalah dengan melakukan pembungkusan (menggunakan kemasan
yang tidak tembus uap air); penyimpanan pada suhu yang stabil; serta penyimpanan pada RH yang relatif tinggi.
Ketika bahan atau produk pangan beku ingin digunakan, biasanya perlu dilakuan tahap pelelehan atau thawing
bahan yang beku. Selama proses pelelehan (thawing) terdapat peluang terjadinya kerusakan pada bahan atau
produk beku. Upaya pengendalian proses thawing antara lain:
• Cegah pemanasan berlebihan
• Waktu thawing minimal
• Cegah dehidrasi produk
• Thawing lambat dalam refrigerator
• Hindarkan T kamar karena dapat menyebabkan kontaminasi mikroba
• Olah segera produk yang sudah di-thawing
Penerapan teknologi pengolahan harus disesuaikan dengan regulasi terkait jenis pangan IRTP yang diizinkan
untuk diproduksi. Pemahaman mengenai prinsip teknologi pengolahan (dengan mengatur parameter proses yang
optimal), yang didukung dengan pemahaman teknologi pengemasan dan penyimpanan, akan menghasilkan
produk pangan olahan IRTP yang bermutu tinggi dan aman.
Oleh karena itu, penguasaan teknologi pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan perlu terus ditingkatkan
pada seorang penyuluh keamanan pangan, dengan mengintegrasikannya dengan aspek-aspek cara pengolahan
pangan yang baik (CPPB-IRT) yang harus dipenuhi.
20
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
21
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
7
Bab
Pada suhu 4 – 60 oC, mikroba dapat tumbuh dengan baik dan merusak bahan atau produk pangan. Dengan
melakukan penyimpanan pada suhu rendah, maka laju kerusakan akibat mikroba maupun akibat faktor kerusakan
pangan lainnya menjadi lebih lambat. Salah satu prinsip pengawetan bahan pangan adalah dengan menyimpan
pada suhu rendah. Proses enzimatis dan pertumbuhan mikroba diperlambat bahkan dihentikan, akan tetapi tidak
dihilangkan.
Secara umum, pada suhu yang semakin rendah, maka bahan pangan menjadi semakin awet. Akan tetapi perlu
diwaspadai adanya pertumbuhan bakteri yang suhu optimum pertumbuhannya justru pada suhu rendah, yang
dikenal sebagai bakteri psychrotroph. Produk yang disimpan pada suhu rendah dan beku juga tidak steril,
sehingga setelah proses thawing (pelelehan), maka terdapat kemungkinan mikroba untuk tumbuh kembali. Pada
Tabel 2 dapat dilihat kisaran suhu penyimpanan dengan pendinginan dan pembekuan beserta daya awetnya.
Tabel 2. Kisaran suhu penyimpanan dengan pendinginan dan pembekuan beserta daya awetnya
Pendinginan Pembekuan
Penyimpanan pada suhu rendah dapat dilakukan pada suhu di atas titik beku produk pangan (disebut
penyimpanan dingin), atau dilakukan pada suhu di bawah titik beku produk pangan (disebut pembekuan) dengan
fase air yang telah berubah menjadi es (padat).
22
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
Pada kondisi penyimpanan dingin, tidak terjadi perubahan fase air (tetap dalam kondisi cair), yang mana
penyimpanan dilakukan pada suhu 60 °F (16 °C) - 28 °F (-2 °C). Penyimpanan dingin, akan mampu meningkatkan
keawetan produk pangan, yaitu sekitar 2 – 5 kali lebih awet untuk setiap penurunan suhu 10 °C. Produk yang
disimpan pada suhu dingin umumnya memiliki umur simpan singkat. Pencegahan kontaminasi selama
penyimpanan dilakukan dengan menggunakan kemasan yang higienis.
Penyimpanan dengan pembekuan terjadi ketika suhu produk pangan diturunkan lebih rendah dari titik beku
produk. Penyimpanan umumnya terjadi pada suhu -12 sampai -24 oC. Pada penyimpanan beku, air berubah
fase membentuk kristal es. Padatan terlarut di dalam produk pangan akan terkonsentrasi (lebih pekat) sehingga
menyebabkan nilai aw yang turun. Dengan demikian, pada produk yang dibekukan, produk juga menjadi lebih
awet karena aw produk yang lebih rendah, yang tidak mungkin digunakan untuk pertumbuhan mikroba penyebab
kebusukan. Secara umum, mutu produk pangan hasil pembekuan relatif stabil selama tidak terjadi fluktuasi suhu
penyimpanan beku.
Produk pangan beku membutuhkan penanganan yang khusus. Terdapat peluang terjadinya kerusakan produk
beku, antara lain:
• Freeze burn, yang terjadi akibat fluktuasi suhu selama penyimpanan beku
• Rekristalisasi
• Drip loss (pelelehan) dan kehilangan cairan dari bahan pangan
• Kehilangan sifat fungsional
• Terjadinya reaksi kimia
Upaya pencegahan terjadinya freeze burn adalah dengan melakukan pembungkusan (menggunakan kemasan
yang tidak tembus uap air); penyimpanan pada suhu yang stabil; serta penyimpanan pada RH yang relatif tinggi.
Ketika bahan atau produk pangan beku ingin digunakan, biasanya perlu dilakuan tahap pelelehan atau thawing
bahan yang beku. Selama proses pelelehan (thawing) terdapat peluang terjadinya kerusakan pada bahan atau
produk beku. Upaya pengendalian proses thawing antara lain:
• Cegah pemanasan berlebihan
• Waktu thawing minimal
• Cegah dehidrasi produk
• Thawing lambat dalam refrigerator
• Hindarkan T kamar karena dapat menyebabkan kontaminasi mikroba
• Olah segera produk yang sudah di-thawing
Bahan pangan, bahan pengemas disimpan bersama-sama dengan produk akhir dalam satu ruangan penyimpanan
yang kotor, lembab dan gelap dan diletakkan di lantai atau menempel ke dinding.
Lokasi penyimpanan di industri pangan
1. Gudang biasa (kering)
2. Gudang beku, dingin (apabila digunakan)
3. Gudang kemasan produk
Aspek yang perlu diperhatikan selama penyimpanan adalah (1) kontrol sanitasi, (2) pencegahan serangga, tikus,
dan binatang lain, dan (3) kontrol suhu.
Penyimpanan Pangan yang Baik
23
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
Pencegahan serangga, tikus, dan binatang lain juga menjadi aspek yang penting, dimana:
• Harus ada pengendalian untuk mencegah serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya di gudang.
• Pencegahan serangga, burung, tikus dan binatang lain harus efektif.
• Ventilasi harus berfungsi dengan baik.
Kontrol suhu khususnya pada gudang beku harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
• Produk beku terlindung dari peningkatan suhu.
• Ruang penyimpanan dilengkapi dengan kontrol suhu.
Tindakan Pengawasan selama proses penyimpanan dilakukan pada bahan baku/mentah, mencakup:
• Penyimpanan bahan baku dan produk akhir dipisahkan.
• Penyimpanan dan penyerahan dilakukan secara First In First Out (FIFO), dimana produk akhir yang
lebih lama disimpan, dikeluarkan terlebih dahulu.
Selama penyimpanan, dan pengangkutan harus dicegah terjadinya kontaminasi dan proses harus dilakukan
secara higienis.
Tindakan pengawasan yang dilakukan pada penyimpanan produk akhir, mencakup:
• Produk akhir yang disimpan dalam gudang dipisah dengan barang lain.
• Susunan produk akhir tidak memungkinkan mempengaruhi kondisi masing-masing kemasan dan
memungkinkan produk akhir yang lebih lama disimpan dikeluarkan terlebih dahulu (FIFO).
Penyimpanan bahan berbahaya harus disimpan tersendiri dan terhindar dari hal-hal yang dapat membahayakan,
serta diberi tanda peringatan.
Rantai distribusi dan transportasi pangan harus selalu memperhatikan risiko bahaya keamanan pangan, yang
mencakup:
• Kondisi transportasi dan distribusi terkontrol
• Suhu
• RH
• Perlindungan fisik dan mekanik
• Perlindungan cahaya
• Produk dingin dan beku harus mempertahankan rantai dingin dengan suhu yang terkontrol di sepanjang
proses penyimpanan, distribusi, dan transportasi pangan.
24
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Kemanan Pangan.
3. Peraturan Badan POM Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengawasan Pangan Industri Rumah
Tangga.
4. Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 618 Tahun 2016 tentang Penetapan Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori Industri Pengolahan Golongan Pokok Industri Makanan
Bidang Keamanan Pangan.
5. McGee, H. (2004). On Food Science and Cooking. Scribner, New York. • Mudambi, S. R., Rao, S. M., and
Rajagopal, M. V. (2006). Food Science, Revised 2nd Edition. New Age International Publisher, New Delhi. •
6. Rinzler, C. A. (2009). The New Complete Book of Food: A Nutritional, Medical, and Culinary Guide, 2nd
Edition. Facts On File, New York.
7. Simone Moraes Raszl, Nancy Diana Bejarono Ore, Juan A. Cuellar, Claudio R. Almaidac. (2001). GMP (Good
Manufacturing Practices), HACCP (hazard analysis critical control point).
8. World Health Organization. (2006). FAO/WHO Guidance to Governments on the Application of HACCP in
Small And/Or less developed food business.
9. Lora Arduser, Douglas Robert Brown. (2005). HACCP and Sanitation in Restaurants and Food Service
Operations: A Practical Guide Based on the FDA Food Code with The Companion CD-ROM.
25
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
LAMPIRAN
A. STANDAR KOMPETENSI
DEKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
diperlukan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan
bahaya keamanan pangan untuk keperluan memvalidasi tindakan
pengendalian tertentu dalam program keamanan pangan.
BATASAN VARIABEL
1. Konteks variabel
1.1 Identifikasi bahaya diklasifikasikan berdasarkan:
1.1.1 Jenis Bahaya
1.1.2 Asal bahaya
1.1.3 Klasifikasi bahaya
1.1.4 Signifikansi bahaya
1.2 Produk proses pemasakan dan pendinginan mencakupi:
26
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
27
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
28
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
29
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
PANDUAN PENILAIAN
1. Konteks Penilaian
1.1. Asesmen harus dilaksanakan sedemikian rupa dengan mempertimbangkan kebudayaan dan
persyaratan literasi asesi, dan kesesuaiannya terhadap pekerjaan yang dilakukan. Kompetensi
terhadap unit ini harus dicapai sesuai dengan standar dan regulasi keamanan pangan.
1.2. Kompetensi dapat dinilai di tempat kerja yang sebenarnya atau lingkungan tersimulasi yang
menyediakan akses ke sumber daya yang diperlukan.
1.3. Asesmen harus dilakukan di bawah penerapan praktik kerja standar dan resmi, persyaratan
keselamatan dan kendala lingkungan.
1.4. Unit ini hanya mencakup keterampilan teknis dan pengetahuan yang berhubungan dengan area
berisiko tertentu. Keterampilan dan pengetahuan audit keamanan pangan generik tercakup dalam unit
prasyarat. Sementara partisipasi dalam proses audit harus mengikuti praktik audit yang baik
sebagaimana ditentukan oleh unit prasyarat, penilaian formal audit keamanan pangan generik tidak
perlu diulang ketika menilai unit ini.
1.5. Metode asesmen berikut harus dipertimbangkan untuk mengumpulkan bukti kompetensi yang cukup
dan valid kompetensi:
1.5.1. Observasi dan laporan yang mencakup audit yang ditentukan dalam unit ini
1.5.2. Pertanyaan tertulis dan lisan untuk menguji tingkat dan penerapan pengetahuan yang relevan
1.5.3. Contoh tempat kerja atau skenario untuk mendemonstrasikan proses verifikasi rekaman
keamanan pangan
1.6. Audit yang dilakukan untuk tujuan penilaian harus disaksikan oleh auditor yang kompeten dalam
melakukan audit proses pemasakan dan pendinginan untuk produk pangan dengan masa simpan
panjang dan pendek
1.7. Guna memastikan kinerja konsisten terhadap unit ini, kompetensi harus didemonstrasikan lebih dari
satu kali dalam periode waktu tertentu guna mencakupi berbagai keadaan, kasus dan tanggung jawab,
dan, bilamana memungkinkan, melalui berbagai aktivitas asesmen.
2. Persyaratan kompetensi
2.1 C.100000.023.01 Melakukan negosiasi dalam audit keamanan pangan
2.2 C.100000.018.02 Melaksanakan audit/inspeksi/asesmen keamanan pangan
30
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
3.1.6 Prinsip-prinsip operasional peralatan pemasakan dan pendinginan untuk masa simpan
panjang dan pendek komersial, termasuk fitur peralatan harus memenuhi persyaratan
peraturan dan faktor yang harus dikendalikan guna memastikan perlakuan proses
pemanasan dan pendinginan memenuhi tujuan keamanan pangan
3.1.7 Fitur lingkungan di mana makanan hasil proses pemasakan dan pendinginan
didistribusikan, termasuk faktor risiko
3.1.8 Makanan dan metode persiapan tertentu yang menimbulkan risiko untuk populasi yang
rentan, termasuk risiko kontaminasi silang yang terkait dengan multi-tasking dan
pengendalian suhu rantai penyimpanan beku selama penyimpanan, transportasi dan
distribusi
3.1.9 Prinsip-prinsip pengemasan untuk membentuk segel yang cocok dan dampak parameter
pengolahan dan kondisi pada ketahanan kemasan
3.1.10 Pengaruh karakteristik dan pra-pengolahan bahan baku dan pengemasan pasca-proses
pada stabilitas dan keamanan produk
3.1.11 Persyaratan pelabelan untuk produk hasil proses pemasakan dan pendinginan dengan
masa simpan panjang dan pendek
3.1.12 Risiko keamanan pangan dan kontrol untuk menghindari kontaminasi pasca-proses
produk hasil perlakuan panas
3.1.13 Prinsip-prinsip metode uji dan frekuensi untuk mengkonfirmasi efektivitas proses
pemasakan dan pendinginan, dan pemenuhan terhadap peraturan, standar industri dan
bisnis
3.2 Keterampilan
3.2.1 Menafsirkan dan menerapkan undang-undang, standar, kode praktik dan spesifikasi
teknis yang relevan berkaitan dengan perlakuan panas terhadap makanan dalam proses
pemasakan dan pendinginan
3.2.2 Mengidentifikasi target mikro-organisme yang akan dikendalikan oleh proses pemasakan
dan pendinginan sesuai dengan jenis makanan dan kapasitas rantai penyimpanan dingin
3.2.3 Memeriksa tempat dan peralatan pemasakan dan pendinginan untuk masa simpan
panjang dan pendek guna memastikan standar hukum, industri, dan bisnis terpenuhi
3.2.4 Menerapkan prinsip perlakuan panas dan pembekuan untuk menilai kesesuaian proses
pemasakan dan pendinginan untuk masa simpan panjang dan pendek, guna memastikan
tujuan keamanan pangan tercapai
3.2.5 Memeriksa rekaman di tempat kerja, termasuk hasil pemantauan proses dan dokumentasi
tindakan korektif untuk memastikan bahwa program keamanan pangan yang berkaitan
dengan proses pemasakan dan pendinginan diterapkan sesuai dengan proses yang
ditentukan
3.2.6 Meninjau bukti yang digunakan untuk memvalidasi proses pengendalian keamanan
pangan
3.2.7 Mengkonfirmasi metode dan bukti yang digunakan untuk menguji keandalan proses
pemasakan dan pendinginan
31
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
5. Aspek kritis
5.1 Mengidentifikasi potensi mikroba untuk berbagai makanan
5.2 Menentukan kapasitas rantai distribusi untuk mengontrol parameter suhu
5.3 Menentukan persyaratan masa simpan spesifik metode pemasakan dan pendinginan berbagai
produk
5.4 Untuk skenario di mana persyaratan proses pemasakan dan pendinginan tidak terpenuhi, ases
kecukupan bukti yang digunakan untuk menanggapi situasi
32
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
B. BAHAN TAYANG
33
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
34
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
35
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
36
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
37
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
38
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
39
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
40
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
41
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
42
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
43
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
44
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
45
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
46
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
47
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
48
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
49
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
50
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
51
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
52
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
53
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
54
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
55
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
56
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
57
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
58
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
59
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
1. Mengidentifikasi bahaya keamanan pangan dan pengendaliannya untuk proses pemasakan dan
pendinginan
1.1 Bahaya keamanan pangan Jenis bahaya mikrobiologi
mikrobiologi* Asal bahaya mikrobiologi
Klasifikasi bahaya mikrobiologi
1.1 Bahaya keamanan pangan kimia Jenis bahaya kimia
(termasuk kehadiran racun) Asal bahaya kimia
Klasifikasi bahaya kimia
1.1 Bahaya keamanan pangan fisik Jenis bahaya fisik
Asal bahaya fisik
Klasifikasi bahaya fisik
Risiko terhadap populasi yang rentan**
1.4 Signifikansi setiap bahaya Signifikansi bahaya mikrobiologi
(mikrobiologi, kimia, fisik) Signifikansi bahaya kimia
Signifikansi bahaya fisik
1.5 Persyaratan kontrol Parameter proses
Metode proses pemasakan
Metode proses pendinginan
2. Mengkonfirmasi bahwa bukti yang sesuai mendukung validasi dari proses pemasakan dan
pendinginan
2.1 Meninjau bukti validasi dan Bukti telah dilakukan validasi proses
rekaman (berbasis HACCP) pemanasan
Pengujian
Karya ilmiah
Laporan ilmiah tertentu
Model matematika
Kode praktik industri
Rekaman proses pemanasan
60
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
2.2 Identifikasi dan konfirmasi validasi Bukti validasi proses terkonfimasi telah
proses memadai
3. Memastikan program keamanan pangan untuk proses pemasakan dan pendinginan
* Potensi mikroba berbeda-beda dan tergantung dari makanan dan kapasitas rantai penyimpanan dingin,
mencakupi:
1.11.1 Listeria monocytogenes
1.11.2 Clostridium botulinum
1.11.3 Bacillus cereus
1.11.4 Salmonella
1.11.5 Yersinia enterocolitica
** Populasi rentan didefinisikan oleh sensitivitas sebuah populasi terhadap penyakit. Contoh sektor yang
menyajikan makanan untuk populasi yang rentan meliputi:
1.14.1 Rumah sakit
1.14.2 Fasilitas perawatan lansia
1.14.3 Pusat penitipan anak
1.14.4 Organisasi yang mengirim makanan kepada orang-orang yang tidak dapat
meninggalkan rumah
61
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
62
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
Pada bagian ini, anda diminta untuk menilai diri sendiri terhadap unit (unit-unit) kompetensi yang akan
diujikan.
1. Pelajari seluruh standar Kriteria Unjuk Kerja (KUK), batasan variabel, panduan penilaian dan aspek kritis
serta yakinkan bahwa anda sudah benar-benar memahami seluruh isinya.
2. Laksanakan penilaian mandiri dengan mempelajari dan menilai kemampuan yang anda miliki secara
obyektif terhadap seluruh daftar pertanyaan yang ada, serta tentukan apakah sudah kompeten (K) atau
belum kompeten (BK).
3. Siapkan bukti-bukti yang anda anggap relevan terhadap unit kompetensi, serta ‘matching’-kan setiap
bukti yang ada terhadap setiap elemen/ KUK, konteks variable, pengetahuan dan keterampilan yang
dipersyaratkan serta aspek kritis.
4. Asesor dan asesi menandatangi form asesmen mandiri.
63
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
Diadaptasi dari templat yang disediakan di Departemen Pendidikan dan Pelatihan, Australia. Merancang
instrumen asesmen dalam VET. 2008
64
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
E. KURIKULUM
65
MELAKUKAN AUDIT PROSES PEMASAKAN DAN
PENDINGINAN (COOK CHILL)
NAMA MATERI
TUJUAN PEMBELAJARAN MATERI POKOK WAKTU (JP)
PENGALAMAN PELATIHAN
BELAJAR
TKK (Hasil Indikator Hasil
(METODE) Materi Pokok Sub Materi Pokok T P L
Belajar) Belajar
1. identifikasi, pengumpulan
3. Memastikan
3. Pemastian program dan tinjau
program
keamanan pangan ulang catatan sistem yang
keamanan pangan
untuk proses diperlukan untuk
untuk proses
pemasakan dan mendukung verifikasi
pemasakan dan
pendinginan 2. Inspeksi pada dokumentasi
pendinginan
bisnis dan tempat operasi
66