Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MAKALAH

KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN II

HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Oleh :

KELOMPOK 3

1. Dita Maharani (203310691)


2. Gayatri putri (203310696)
3. Mardiah(203310699)
4. Mulyana Dwi Firza (203310701)
5. Oviro Fajri (203310705)
6. Putri Melati Yonita (203310706)
7. Salsa Billa (203310711)
DOSEN :

Reflita,S.Kp., M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

PADANG

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul ‘HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI
TERAPEUTIK” ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga
terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita
selaku umatnya.

Makalah ini dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah KOMUNIKASI DALAM
KEPERAWATAN II. Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Dan penulis juga menyadari pentingnya akan
sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi
yang akan menjadi bahan makalah.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan
sebaik-baiknya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini.

Penulis mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Padang, 24 Agustus 2021

Penulis
DAFTAR PUSTAKA
BAB I....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG..............................................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................................................3
C. TUJUAN...................................................................................................................................3
BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
A. PENGERTIAN HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK..........................3
B. HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK.....................................................4
C. CARA MENGATASI HAMBATAN TERAPEUTIK...........................................................9
BAB III...............................................................................................................................................12
PENUTUP..........................................................................................................................................12
A. KESIMPULAN......................................................................................................................12
B. SARAN...................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk menciptakan
hubunganantara perawat dan klien, dengan tujuan untuk mengenal kebutuhan klien dan
menentukanrencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan
tersebut.Komunikasi dalam bidang keperawatan ini lebih dikenal dan populer disebut
dengankomunikasi terapeutik.

Istilah komunikasi terapeutik digunakan untuk dijadikan pembedadengan komunikasi


jenis lainnya, selain itu komunikasi ini lebih mengarah pada tujuanuntuk penyembuhan
klien.Komunikasi terapeutik adalah merupakan hubungan interpersonal antara perawat
danklien, dalam hal ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama
dalamrangka memperbaiki pengalaman emosional klien (Stuart, 1998) atau proses dimana
perawatmenggunakan pendekatan terencana dalam mempelajari klien (PotterPerry, 2000)

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian hambaran dalam komunikasi terapeutik?
2. Apa saja hambatan dalam komunikasi terapeutik?
3. Bagaimana cara mengatasi hambatan komunikasi terapeutik?

C. TUJUAN
Agar mahasiswa dapat lebih memahami masalah komunikasi terapeotik dalam keperawatan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yakni communicatio yang artinya
pemberitahuan atau pertukaran ide. Pemberitahuan atau pertukaran ide dalam suatu proses
komunikasi akan ada pembicara yang menyampaikan pernyataan ataupun pertanyaan yang
dengan harapan akan ada timbal balik atau jawaban dari pendengarnya (Suryani, 2015).
Terapeutik merupakan suatu hal yang diarahkan kepada proses dalam memfasilitasi
penyembuhan pasien. Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri merupakan salah satu
bentuk dari berbagai macam komunikasi yang dilakukan secara terencana dan dilakukan
untuk membantu proses penyembuhan pasien (Damayanti, 2008).
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu
klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana
berhubungan dengan orang lain. Komunikasi dalam profesi keperawatan sangatlah penting
sebab tanpa komunikasi pelayanan keperawatan sulit untuk diaplikasikan (Priyanto, 2009).

Hambatan adalah sesuatu yang dapat menghalangi kemajuan atau pencapaian suatu
hal.Jadi,hambatan komunikasi terapeutik adalah segala sesuatu yang menghalangi
terlaksananya sebuah komunikasi terapeutik.

Menurut Hamid (2013), hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan
perawat-klien terdiri dari tiga jenis utama: Resisten, Transferens, dan Kontertransferens.
Jenis-jenis ini timbul dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda,
tetapi semuanya menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya,
hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien.

B. HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK


2.1    Resistens
Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas
atau kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan keengganan alamiah atau penghindaran
secara verbal yang dipelajari. Klien yang resisten biasanya menunjukkan ambivalensi antara
menghargai tetapi juga menghindari pengalaman yang menimbulkan cemas padahal hal ini
merupakan bagian normal dalam proses terapeutik. Resisten ini sering akibat dari
ketidaksesuaian klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan.
Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena pada fase ini
sangat banyak berisi proses penyelesaiaan masalah (Stuart danSundeen dalam Intan. 2005).
Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)
a.     Supresi dan represi informasi yang terkait
b.     Intensifikasi gejala
c.     Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan
d.    Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan yang
bersifat sementara
e.   Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak mempunyai
pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak memenuhi janji
untuk pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam, atau mengantuk
f.     Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal
g. Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi pemahaman dirinya dengan
menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku maladaptive, atau menggunakan
mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti penghayatan
h. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai penghayatan tetap
menolak memikul tanggung jawab untuk berubahdengan alas an bahwa normalitas adalah hal
yang tidak penting
i.  Reaksi  transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sakit
terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dengan kehidupan yang dulu)
j.  Perilaku amuk atau tidak rasional

2.2  Transference
Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap
perawat yang sebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-orang tertentu yang
bermakna baginya pada waktu dia masih kecil (Stuart dan Sundeen , 1995)
Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini diabaikan dan
tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama reaksi transference yaitu reksi bermusuhan
dan tergantung.
Contoh reaksi transference bermusuhan (Intan, 2005) :
Bungkus (15 tahun) adalah klien yanag dirawat dirumah sakit karena demam berdarah. Tanpa
sebab yang jelas klien ini marah-marah kepada perawat Gengki. Setelah dikaji, ternyata
Gengki ini mirip pacar si Bungkus yang pernah menyakiti hatinya. Hal ini dikarenakan klien
mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh
kehidupan yang lalu.

Contoh reaksi transference tergantung ( Intan, 2005) :


Seorang klien, Sinchan (18 tahun), dirawat oleh perawat bidadari. Perawat itu mempunyai
wajah dan suara mirip Ibu klien, sehingga dalam setiap tindakan keperawatan yang harus
dilakukan selalu meminta perawat bidadari yang melakukannya.

2.3    Coutertransference
Coutertrasference merupakan kebutuhan terapeutik yang di buat oleh perawat dan
bukan oleh klien. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan perawat-klien.
Beberapa bentuk countransference ( Stuart dan Sundeen dalamIntan, 2005):
a.  Ketidakmampuan berempati terhadap klien dalam masalah tertentu.
b.  Menekan perasaan selama  atau sesudah sesi.
c.  Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan datang terlambat, atau
melampaui waktu yang telah ditentukan.
d.  Mengantuk selama sesi.
e.  Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk  berubah.
f.   Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau efeksi klien.
g.  Berdebat dengan klien atau kecendrungan untuk memaksa klien sebelum ia siap.
h. Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal tidak berhubungan dengan tujuan
keperawatan yang telah diidentifikasi.
i.   Keterlibatan dengan klien dalam tingkat personal dan sosial.
j.   Melamunkan atau memikirkan  klien.
k.  Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien.
l.   Perasaan cemas, gelisah atau  persaan bersalah terhadap kien
m.  Kecendrungan untuk memusatkan secara berulang hanya pada satu aspek atau cara
memandang pada informasi yang  di berikan klien.
n.   Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan dengan klien.
Reaksi coutrtrasference biasanya dalam tiga bentuk (  Stuart danSundeen dalam Intan,
2005):
a.   Reaksi sangat mencintai atau “caring”.
            Perawat Dono melakukan perawatan pada klien dini dengan cara yang berlebih-
lebihan yaitu dengan cara ,masih berlama-lama mengobrol dengan klien tersebut padahal
masih banyak klien yang perlu di tangani.perawat Dono juga mencoba menolong klien
dengan segala hal yang tidak berhubungan dengan tujuan yang telah diidentifikasi.
b.   Reaksi sangat bermusuhan.
Perawat Dora mempunyai klien yang sangat Menjenkelkan.Derry (25 tahun) Derry ini selalu
marah-marah dan menjengkelkan perawat Dora sangat dendam pada klienini dan
selalumengacuhkan Derry meskipun dia membutuhkan pertolongan
c.   Reaksi sangat cemas sering kali di gunakan sebagai respon terhadap resistensi.

Lima cara mengidentifikasikan terjadi countertransference(StuartG.Wdalam Suryani,2006):


a.    Perawat harus mempunyai standaryang sama terhadap dirinya sendiriatas apa yang di
harapkan kepada kliennya.
b.   Perawat harus menguji diri sendiri melalui latihan menjalin hubungan, terutama ketika
klien menentang atau mengeritik.
c.    Perawat harus dapat menemukan sumber masalahnya.
d.   Ketika  countertrasference terjadi, perawat harus dapat melatih diri untuk mengontrolnya.
e.    Jika perawat membutuhkan pertolongan dalam
mengatasicountertransference, pengawasan secara individumaupun kelompok dapat lebih
membantu.

2.4  Pelanggaran batas.


Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan perawat-klien
adalah bahwa hubungan yang di bina adalah hubungan terapeutik,dalam hubungan ini
perawat berperan sebagai penolong dan klien berperan sebagai yang di tolong. Baik perawat
maupun klien harus menyadari batas tersebut (Suryani, 2006).
            Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik dan
membina hubungan sosial, ekonomi, atau personal dengan klien.
            Beberapa batas hubungan perawat dank lien (stuart dansundeen, dalam Intan, 2005)
a.    Batas peran
Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas dari perawat serta
penentuan secara tegas mengenai batas-batas terapeutik perawat dan klien.
b.   Batas waktu
     Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan hubungan terapeutiknya
dengan klien. Waktu pengobatan atau hubungan terapeutik yang tidak wajar dan tidak
mempunyai tujuan terapeutik harus dievaluasi kembali untuk mencegah terjadinya
pelanggaran batas.
c.    Batas tempat dan ruang
     Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama?
     Batas ini biasanya berhubungan dengan perawatan yang dilakukan . Pemanfaatan terapeutik
diluar kebiasaan misalnya dimobil atau dirumah klien, harus dengan tindakan terapeutik yang
rasional dan mempunyai tujuan yang jelas. Perawat tidak di perbolehkan t dalam melakukan
tindakan dikamar klien kadang perlu menghormati batas-batas tertentu misanya pintu terbuka
atau ada pegawai yang lain. 
d.   Batas uang
   Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat berupa uang. Disini juga
perluadanya perhatian mengenai tawar-menawar terhadap klien miskin tentang biaya
pengobatan untuk mencegah timbulnya pelanggaran batas.
e.    Batas pemberian hadiah dan pelayanan
     Masalah ini controversial dalam keperawatan, namun yang pasti hal ini melanggar batas.
f.    Batas pakaian
     Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam berpakaian secara tepat dalam
hubungan terapeutik perawat dank lien. Dimana perawat tidak diperbolehkan memakai
pakaian yang tidak sopan.
g.   Batas bahasa  ;
     Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika komunikasi dengan klien.
Tidak terlalu akrab, mengarah sikap seksul dan memberikan pendapat dengan nada
menggurui merupakan pelanggaran batas.

h.   Batas pengungkapan diri secara personal;


     Mengungkapkan  diri secara personal dari perawat yang tidak berhubungan dengan tujuan
terapeutik dapat mengarah kepada pelanggaran batas.
i.     Batas kontak fisik;
     Semua kontak fisik dengan klien harus dievaluasi untuk melihat apakah melanggar batas atau
tidak. Beberapa jenis kontak fisik/ seksual terhadap kien yang tidak pernah tercangkup dalam
hubungan terpeutik antara perawat dengan klien.
    
             Untuk mencegah terjadinya pelanggaran batas dalam berhubungan dengan klien,
perawat sejak awal interkasi perlu menjelaskan atau membuat kesepakatan bersama klien
tentang hubungan yang mereka jalin. Kemudian selama berinteraksi perawat harus berhati-
hatidalam berbicara agar tidak banyak terlibat dalam komunikasi sosial. Dengan selalu
berfokus pada tujuan interaksi, perawat bisa terhindar daripelanggaran terhadap batas-batas
dalam berhubungan dengan klien.selalu mengingatkan kontrak dan tujuan interaksi setiap kali
bertemu dengan klien juga dapat menghindari pelanggaran batas ini.(Suryani 2006).
Contoh pelagggaran batas yaitu (Intan 2005):
-          Klien mengajak makan perawat siang atau maka malam  di luar.
-          Klien memperkenalkan perawat pada keluarganya.
-          Perawat menerimah pemberian hadiah dari bisis klien.
-          Perawat menghadiri  acara-acara  sosial.
-          Klien member perawat hadiah.
-          Perawat secara rutin memeluk dan memegang klien.
-          Perawat menjalankan bisnis atau memesan pelayanan dari klien.
-          Perawat secara teratur memberi informasi personal kepada klien.
-          Hubungan professional berubah menjadi hubungan sosial.
-          Perawat menghadiri undangan klien.

2.5  Pemberian hadiah


Pemberian hadia merupakan masalah yang kontroversial dalam keperawatan. Disatu
pihak ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah dapat membantu dalam mencapai
tujuan terapeutik, tapi dipihak lain ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah bisa
merusak hubungan terapeutik.
Hadiah dapat dalam berbagai bentuk misalnya yang nyata seperti sekotak permen, rangkaian
bunga, rajutan atau lukisan. Sedangkan yang tidak nyata bisa berupa ekspresi ucapan terima
kasih dari klien kepada perawat sebagai orang yang akan meninggalkan rumah sakit atau dari
anggota keluarga yang lega dan berterima kasih atas bantuan perawat dalam meringankan
beban emosional klien.
C. CARA MENGATASI HAMBATAN TERAPEUTIK

Untuk mengatasi hambatan teurapeutik, perawat harus siap mengungkapkan perasaan


emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat -pasien. Awalnya , perawat
harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan teurapeutik dan mengenali prilaku yang
menunjukkan adanya hambatan tersebut. Kemudian perawat dapat mengklarifikasi dan
mengungkapkan perasaan serta isi agar lebih berfokus secara objektif pada apa yang sedang
terjadi.

Latar belakang prilaku dikaji, baik pasien (untuk reaksi resistens dan transferensa) atau
perawat (untuk reaksi kontertransferens dan pelanggaran batasan) bertanggung jawab
terhadap hambatan teurapeutik dan dampak negatifnya pada proses teurapeutik. Terakhir,
tujuan hubungan, kebutuhan, dan masalah pasien ditinjau kembali. Hal ini dapat membantu
perawat untuk membina kembali kerja sama teurapeutik yang sesuai dengan proses hubungan
perawat-pasien.

Upaya Perawat Mengatasi Hambatan

1.) Menggunakan bahasa yang dimengerti bersama

Menurut SR, salah satu alasan keluarga pasien tidak mengerti dengan informasi yang
disampaikan perawat karena ketika berkomunikasi dengan keluarga pasien, perawat
menggunakan bahasa medis, untuk itu upaya yang SR lakukan untuk mengatasi hambatan
komunikasi dengan keluarga pasien dengan mengubah bahasa medis ke bahasa yang dapat
dimengerti oleh keluarga pasien, istilah-istilah medis dijelaskan secara rinci. AP dan DK juga
memiliki pendapat yang sama tentang upaya mengatasi hambatan komunikasi dengan
keluarga pasien, yaitu menggunakan bahasa yang dimengerti oleh keluarga pasien.

2.) Pendekatan secara personal

Menurut RR,DK dan AP upaya untuk mengatasi hambatan komunikasi dengan keluarga
adalah dengan melakukan pendekatan secara personal kepada keluarga terlebih dahulu. Jika
keluarga sudah merasa dekat, otomatis mereka akan lebih terbuka, pendekatan dengan
keluarga juga membuat keluarga sedikitnya percaya pada perawat, jadi ketika perawat lebih
mudah menggali informasi yang dibutuhkan.

3.) Memanggil anggota keluarga yang lain


Menurut SR dan AP, upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan komunikasi dengan
keluarga pasien adalah dengan memanggil anggota keluarga yang lain. Ini bertujuan agar
perawat tidak menjelaskan suatu informasi berkali-kali pada orang yang berbeda (anggota
keluarga yang lain) juga untuk keseragaman informasi diantara anggota keluarga, selain itu
ketika ada keluarga yang tidak mengerti dan tidak menerima informasi yang perawat
sampaikan, cara ini bisa digunakan dengan harapan ada anggota keluarga yang lain yang
lebih mengerti dan menerima informasi yang perawat sampaikan.

4.) Menggunakan media (alat)

Menurut RD, upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan komunikasi dengan
keluarga adalah dengan mencari cara alternatif, yaitu membawa alat yang akan dipasang pada
pasien kepada keluarga pasien untuk dipraktekkan dan dijelaskan secara rinci pada keluarga,
sealain itu perawat memperlakukan keluarga seperti teman jadi tidak ada sekat antara perawat
dengan keluarga pasien yang akhirnya membuat keluarga pasien mengerti.

5.) Membaca hasil observasi

Menurut AS, salah satu upaya yang dapat perawat lakukan untuk mengatasi hambatan
komunikasi dengan keluarga pasien sebelum berkomunikasi dengan keluarga adalah dengan
banyak membaca informasi mengenai pasien, agar komunikasi berjalan baik dan efektif,
informasi yang disampaikan juga benar bukan informasi yang asal. Intinya sebelum
berkomunikasi dengan keluarga pasien menurut AS, perawat harus melihat hasil observasi
terlebih dahulu
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Komter (komunikasi terapeutik) merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar,
tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk menyembuhkan klien. Komter merupakan media
untuk saling memberi dan menerima antar perawat dengan klien. Komter berlangsung secara
verbal dan non verbal. Dalam komter ada tujuan spesifik, batas waktu, berfokus pada klien
dalam memenuhi kebutuhan klien, ditetapkan bersama, timbal balik, berorientasi pada masa
sekarang, saling berbagi perasaan (Wahyu Purwaningsih dan Ina Karlina, 2010:11-12)
Adapun hambatan-hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-
klien terdiri dari tiga jenis utama : resisten, tranferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998).
Ini timbul dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi
semuanya menghambat komunikasi terapeutik perawat.

B. SARAN
Untuk dapat melakukan pendekatan yang efektif terhadap klien perawat hendaknya
mengetahui strategi yang tepat dalam menggunakan komunikasai terapeutik. Perawat harus
menciptakan sebuah perencanaan dan struktur yang baik dalam pelaksanaan komunikasi
terapeutik. Dalam melakukan komunikasa dengan klien perawat harus menghargai keunikan
setiap klien.
DAFTAR PUSTAKA
Fanna, Achmad dan Trikaloka H.putri (2013) Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta :
Merkid Press

Nasir, abdul dkk (2009) Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba

Aw, Sulastri. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arumsari, Dinda Piranti, Etika Emaliyawati, Aat Sriati. (2016). Hambatan KomunikasiEfektif
Perawat Dengan Keluarga Pasien Dalam Perspektif Perawat. Jurnal Pendidikan

Keperawatan Indonesia. Vol. 2 no. 2. Hal 104-114.

http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/communicology/article/download/13488/9664/

Anda mungkin juga menyukai