Anda di halaman 1dari 6

FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2020/2021


Mata Kuliah : SEMIOTIKA
Hari/Tanggal : Sabtu/5 Juni 2021
Waktu : 09.00 - 10.00 wib
Ruang : Daring
Waktu : 09.00-10.00 wib
Nama : Nailatul Khalisya
Nim. : 2192431002

Panduan: Kerjakan hanya 5 dari 8 soal berikut ini.

1. Meskipun sedang naik daun, [tetapi] dia tidak sombong (karena) dia sadar… semua
hanya titipan tetangga. Uraikan dan analisislah ekspresi itu dalam kaitannya dengan g
ambar dengan menggunakan semua teori berikut.
a. Teori Semiotika Ferdinand de Saussure
b. Teori Semiotika Charles S. Peirce
c. Teori Semiotika Roland Barthes 1

d. Teori Semiotika Jean Baudrillard


e. Teori Roman Jacobson

2. Tanda atau gambar di atas adalah kaca mata. Setiap orang dapat mengungkapkan
makna sebenarnya (denotasi-denotative meaning) atau makna kaitan emosional atau
kias (konotasi-connotative meaning) pada tanda kaca mata ini. Tugas Saudara
membuat minimal lima makna denotasi dan konotasi dari tanda kaca mata itu.

3. Bunga umunya merupakan penanda dari gadis. Buatlah tiga buah contoh kalimat atau
teks dengan aspek sintagmatik dan paradigmatik dari ketiga jenis bunga berikut ini
seperti ditampikan dalam tabel dengan rujukan ke teori semiotik oleh Ferdinand de
Saussure!

No Jenis Bunga Deskripsi


1. tanjung pohon besar dan tinggi, harum, diambil
setelah gugur di tanah, hiasan sanggul gadis,
megah-sombong, diketengahkan dalam
perhelatan
2 melati pohon kecil dan rendah, harum semerbak,
disunting dan tidak pernah jatuh di tanah,
hiasan sanggul gadis, sederhana-suci,
diutamakan diketengahkan dalam perhelatan
3 teratai pohon lemah di air kolam, kurang harum,
tidak pernah jadi hiasan sanggul gadis,
rendah diri, jarang diketengahkan dalam
perhelatan

2
4. Pelaksanaan upacara adat di Sumatera Utara khususnya masyarakat Melayu sangat
erat kaitannya dengan sirih, seperti pada upacara penyambutan tamu dan perkawinan.
Pada upacara penyambutan tamu sirih dipersembahkan dalam tepak dan ditawarkan
kepada para tamu. Apakah sebenarnya makna sirih dalam upacara penyambutan tamu
pada masyarakat Melayu. Jelaskan dengan menggunakan teori semiotika Charles
Peirce.

5. Deskripsikan menurut pemahaman Anda berdasarkan literature pengertian semiotika,


beserta tiga ranah kajian: sintaktik, semantik, dan prakmatik

6. Perhatikan gambar berikut ini.

Jelaskan makna denotatif dan konotatif berdasarkan gambar di atas.

7. Deskripsikan menurut pemahaman Anda berdasarkan literatur tentang metafora dan


metonimi Roman Jakobson, jelaskan perbedaannya dalam bentuk bagan, sesuai
bidang keilmuan prodinya

8. Semiologi merupakan terminologi yang dapat disamakan dengan semiotika,tetapi


memiliki latar belakang historis yang berbeda. Apakah yang membedakan historis
keduanya?

Jawaban :

4. Tari Makan Sirih ini, merupakan tari penyambutan tamu atau persembahan,
dengan disuguhkannya sirih kepada tamu, makan sirih bermakna untuk memuliakan
para tamu yang dihormati.

a. Makna Sosial

Berdasarkan uraian diatas, dapat ditemukan bahwa sirih yang

digunakan dalam tari makan sirih bermakna memuliakan atau menghormati tamu,
untuk mempererat silaturahmi antar sesama, dengan demikian terjadi interaksi sosial 3
antara tuan rumah dengan tamu, oleh sebab itu dapat dikatakan bermakna sosial.

b. Makna Budaya

Sirih dalam makna budaya ini, menjadi kebiasaan bagi

masyarakat yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti pengobatan


tradisional, sirih juga digunakan sebagai perlengkapan yang harus ada pada setiap
aktifitas adat, terutam pada tata cara adat perkawinan yang selalu menyuguhkan
sirih pada awal acara, yaitu tari Makan Sirih yang ditampilkan oleh tujuh orang penari
remaja, kemudian sirih yang disusun didalam tepak sirih, disuguhkan kepada kedua
mempelai, dan sirihpun dicicipi oleh kedua mempelai. Jadi tari Makan Sirih dan daun
sirih beserta rempah-rempah yang digunakan, sudah menjadi budaya atau kebiasaan
dalam masyarakat Tanjung Batu Kecamatan Kundur.

5. Semiotikaadalah studi tentang makna keputusan (sémiologie; Saussure, 1972: 33).


Ini termasuk studi tentang tanda-tanda dan proses tanda (semiosis), indikasi,
penunjukan, kemiripan, analogi, metafora, simbolisme, makna, dan komunikasi.
Semiotika berkaitan erat dengan bidang linguistik, yang untuk sebagian, mempelajari
struktur dan makna bahasa yang lebih spesifik. Namun, berbeda dari linguistik,
semiotika juga mempelajari sistem-sistem tanda non-linguistik. Semiotika sering
dibagi menjadi tiga cabang:

Semantik: hubungan antara tanda dan hal-hal yang mereka lihat; denotata mereka,
atau makna
Sintaksis: hubungan antara tanda-tanda dalam struktur formal
Pragmatik: hubungan antara tanda dan tanda-menggunakan agen
Semiotika sering dipandang memiliki dimensi antropologis penting; misalnya,
Umberto Eco mengusulkan bahwa setiap fenomena budaya dapat dipelajari sebagai
komunikasi.[1] Namun, beberapa ahli semiotik fokus pada dimensi logis dari ilmu
pengetahuan. Mereka juga menguji area untuk ilmu kehidupan - seperti bagaimana
membuat prediksi tentang organisme, dan beradaptasi, semiotik relung mereka di
dunia (lihat semiosis).

6. Konotatif adalah sebuah kata yang mengandung makna kias atau bukan kata
sebenarnya. Sementara, denotatif adalah sebuah kata yang memiliki arti yang
sebenarnya dan apa adanya seperti yang sehari-hari kita gunakan.
Makna yang terkandung dalam gambar tersebut yaitu makna bahwa kita dapat
mencintai atau menyayangi usus kita dengan meminum Yakult setiap hari. Yang
dimana di dalam Yakult tersebut banyak mengandung bakteri baik untuk kesehatan
usus manusia. Dalam gambar tersebut juga mengajak kita untuk selalu meminum
atau mengonsumsi Yakult setiap hari.

7. Roman Jakobson menjelaskan METONIMIA sebagai hubungan antartanda secara


sintagmatik. Analoginya adalah seperti “hubungan tetangga”. Tanda dihubungkan
dengan tanda lain di sekitarnya sehingga menghasilkan rangkaian sintagma.
Hubungannya ibarat sebuah gerendel rantai yang saling terkait satu dengan yang
lain; bergandengan dengan kanan-kirinya. Hubungannya pun berurutan/berangkaian, 4
yang satu mengikuti yang lain.
Beberapa tanda pokok membentuk suatu tanda. Tanda tersebut kemudian
dikombinasikan dengan tanda-tanda yang lain sehingga menjadi suatu unit tanda
yang sederhana. Unit tanda yang sederhana itu menemukan makna/konteksnya
ketika dihubungkan dengan (atau bersama unit tanda sederhana lain membentuk
suatu) unit tanda yang lebih rumit. Secara sederhana, saya mengkombinasikan
tanda-tanda menjadi suatu unit tanda, misalnya “Saya lapar.” Kemudian, unit tanda
sederhana itu saya kombinasikan dengan unit tanda sederhana lain, misalnya “Saya
lapar dan tepat di tepi jalan ada Warung Makan Tegal. Maka saya menepikan sepeda
motor, masuk ke warung tersebut, dan memesan nasi opor ayam serta es teh
manis.” Saya dinilai dari gabungan tanda yang saya buat, yaitu bahwa “saya lapar”
dan kemudian “saya makan”. Gabungan tanda yang saya buat itu pun menjadi
konteks, yaitu “peristiwa saya lapar dan makan di Warung Makan Tegal”.
METAFORA dijelaskan Roman Jakobson sebagai hubungan antartanda secara
paradigmatik. Analoginya adalah seperti hubungan saudara. Jadi, suatu tanda
memiliki kesamaan (similarity) dengan tanda-tanda yang lain. Hubungannya adalah
kesamaan tersebut. Maka, menggunakan metafora, seseorang berarti harus
melakukan seleksi; dia harus memilih salah satu dari antara tanda-tanda yang sama
tersebut. Sehingga, suatu tanda berhubungan dengan tanda-tanda lain yang mirip
(similar) dengannya, dan tanda-tanda lain tersebut hadir secara laten (in absentia).
Makna akan muncul dari hubungan tanda satu dengan tanda-tanda lain yang hadir
secara laten tersebut. Semakin kuat suatu tanda menghadirkan tanda-tanda lain yang
laten tersebut, semakin kuat pula tanda tersebut menghadirkan makna. Misalnya,
kata “lapar” seperti dalam contoh di atas, dapat diganti dengan “perut keroncongan”
(perut kok bisa main keroncong?); dan frasa “sepeda motor” dalam contoh di atas
dapat diganti dengan frasa “kuda besi” (kuda yang terbuat dari besi?). Sehingga,
contoh kalimat di atas dapat saya ubah seperti berikut, “Perut saya keroncongan dan
tepat di tepi jalan ada Warung Makan Tegal. Maka saya menepikan kuda besi, masuk
ke warung tersebut, dan memesan nasi opor ayam serta es teh manis.” Contoh lain,
misalnya kita pakai kata “manis”. “Wajah gadis itu manis.” Wajah kok “manis”? Yang
manis itu es teh atau permen atau gula. Wajah itu “cantik”. Akan tetapi, kata “manis”
dalam “Wajah gadis itu manis,” menghadirkan kata “cantik”. Frase “perut
keroncongan” menghadirkan kata “lapar”. Dan, frasa “kuda besi” menghadirkan frasa
“sepeda motor”.

8. Perbedaan Sémiologie dengan semiotika yaitu Satu-satunya perbedaan antara


keduanya, menurut Hawkes (dalam Sobur, 2001b:107) adalah bahwa istilah
semiologi biasanya digunakan di Eropa, sementara semiotika cenderung dipakai oleh
mereka yang berbahasa Inggris.

Dengan kata lain, seperti sudah disinggung, penggunaan kata semiologi menunjukkan
pengaruh kubu Saussure, sedangkan semiotika lebih tertuju kepada kubu Peirce (van
Zoest, 1996:2).

“Perbedaan istilah itu,” kata Masinambow (2000b:iii), "menunjukkan perbedaan


orientasi: yang pertama (semiologi) mengacu pada tradisi Eropa yang bermula pada
Ferdinand de Saussure (1857-1913), sedangkan yang kedua (semiotika) pada tradisi
Amerika yang bermula pada Charles Sanders Peirce (1839-1914).”
Dalam definisi Saussure (Budiman, 1999a:107), semiologi merupakan “sebuah ilmu 5
yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat" dan, dengan demikian,
menjadi bagian dari disiplin psikologi sosial. Tujuannya adalah untuk menunjukkan
bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah-kaidah yang mengaturnya.

Para ahli semiotika Prancis tetap mempertahankan istilah semiologi yang Saussurean
ini bagi bidang-bidang kajiannya. Dengan cara itu mereka ingin menegaskan
perbedaan antara karyakarya mereka dengan karya-karya semiotika yang kini
menonjol di Eropa Timur, Italia, dan Amerika Serikat.
Sementara, istilah semiotika atau semiotik, yang dimunculkan pada akhir abad ke-19
oleh filsuf aliran pragmatik Amerika, Charles Sanders Peirce, merujuk kepada "doktrin
formal tentang tanda-tanda”.

Anda mungkin juga menyukai