Anda di halaman 1dari 29

LABORATORIUM EKSPLORASI

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK - UNISBA

Nomor Tugas : 04
Prktikum : Teknik Eksplorasi

LAPORAN AWAL
JENIS, TIPE & BENTUK ENDAPAN BAHAN GALIAN

Nama : Vidy Bayu Laksana


NPM : 10070117128
Shift / Waktu : 1 (Satu) / 14.00 – 17.00 WIB
Hari/Tanggal Praktikum : Selasa / 23 Februari 2021
Hari/Tanggal Laporan : Selasa / 2 Maret 2021
Instruktur : 1. Ir. Dono Guntoro, M.T
2. Fadhil Saputra
3. Desy Mahda
4. Moch. Syahril Gunawan
5. Reza Mahardika
6. Riswandina

PARAF PEMERIKSA NILAI

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1442 H / 2021 M
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan hidayat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan awal
mengenai “Jenis, Tipe & Bentuk Endapan Bahan Galian”. Tidak lupa penulis
ucapkan shalawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad S.A.W.
Dalam pembuatan laporan ini penulis ucapkan terimakasih kepada
Laboratorium Eksplorasi yang telah membimbing di Praktikum Teknik Eksplorasi,
memberikan ilmu , waktu, dan tenaga.
Penulis sangat mengharapkan agar laporan yang telah penulis buat hari
ini dapat diterima oleh pembaca. Penulis menyadari bahwa laporan ini sangat jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun. Sehingga dapat lebih menyempurnakan laporan ini.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Bandung, 22 Februari 2021


Penyusun,

Vidy Bayu Laksana


1007.01.17.128

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................ 1
1.2 Maksud dan Tujuan ..................................................... 1
1.2.1 Maksud .......................................................... 1
1.2.2 Tujuan ............................................................ 2
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................ 3
2.1 Definisi Bahan Galian.................. ................................ 3
2.2 Pembagian Bahan Galian Menurut Undang – undang . 5
2.3 Bentuk Bahan Galian.. ................................................. 8
2.4 Alterasi……………....................................................... 8
2.5 Parameter Deskripsi Mineral ....................................... 8
BAB III TUGAS DAN PEMBAHASAN ........................................ 10
3.1 Tugas……………… ..................................................... 10
3.2 Pembahasan………………………………………………. 11
BAB IV ANALISA ........................................................................ 16
BAB V KESIMPULAN ................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan UU nomor 4 tahun 2009, dimana eksplorasi merupakan
tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara
terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber
daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan
lingkungan hidup. Dimana dalam hal ini endapan bahan galian terbagi menjadi 2
yaitu bahan galian mineral dan batubara. Sehingga agar mendapatkan endapan
bahan galian tersebut dilakukannya proses yaitu eksplorasi.
Industri pertambangan akan sangat bergantung kepada kegiatan eksplorasi
yang menjamin suatu pencapaian yang maksimal sesuai target keberhasilan.
Kegiatan eksplorasi itu sendiri yaitu suatu kegiatan yang berlangsung lama,
komplek dan melakukan pengumpulan serta menganalisis data agar dapat dikaji
data tersebut yang nantinya akan berhasil atau bahkan sebagian besar gagal pada
penemuaanya dan pengembangan suatu endapan bahan galian menjadi kegiatan
penambangan.
Dalam hal ini agar terwujudnya keberhasilan dalam eksplorasi, maka
diperlukannya memahami jenis, bentuk dan tipe endapan bahan galian agar pada
saat proses melakukan eksploasi telah mengetahui konsep yang harus dilakukan
dalam pengambilan datanya, seperti jenis – jenis bahan galian, tipe bahan galian
, dan bentuk bahan galian sehingga akan mempermudah dalam melakukan suatu
pendekatan terhadap endapan bahan galian tersebut.

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1 Maksud
Praktikum ini bermaksud dengan mempelajari jenis, tipe dan bentuk
endapan bahan galian agar dapat mengidentifikasi endapan bahan galian pada
saat melakukan pencarian bahan galian tersebut.

1
2

1.2.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini tentang jenis, tipe dan bentuk endapan bahan
galian, diantaranya:
1. Mengetahui genesa endapan bahan galian.
2. Mengetahui zona altrasi mineral pada sampel.
3. Mengetahui lokasi daerah pengendapan bahangalian, karakteristik
penyebaran endapan bahan galian dan rencana eksplorasi yang akan
digunakan.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Bahan Galian


Endapan bahan galian merupakan suatu konsentrasi dari unsur-unsur,
mineral-mineral, bijih-bijih dan senyawa kimia yang terbentuk di alam secara
alamiah yang memiliki sifat ekonomis agar dapat dilakukannya pencarian endapan
bahan galian yang dituju agar dapat dilakukannya proses penambangan. Bahan
galian yan terletak dibumi pada dasarnya yaitu unsur atau senyawa yang dapat
memiliki bentuk material padat, cair atau gas.
Jenis endapan bahan galian (EBG), tipe dan bentuk body adalah salah satu
hal terpenting dalam melakukan eksplorasi mineral. Sehingga dalam hal inim
pengenalan terhadap kegiatan awal eksplorasi yang telah menjadi mutlak untuk
diketahui.

Sumber: Taufik, 2015


Gambar 2.1
Bahan Galian
Terdapat beberapa penggolongan bahan galian, dimana pada
penggolongannya bahan galian tersebut seperti berdasarkan pada keterbentukan
dari bahan galian itu sendiri, tipe endapan, dan juga penggolongan berdasarkan
undang-undang sebalumnya dan undang undang terbaru yang telah ditetapkan
pemerintah seperti pada peraturan yang berlaku sebelumnya terdapat pada
undang – undang nomor 11 tahun 1967 dan pada undang – undang yang

3
4

diiberlakukan pada saat ini yaitu pada UU. No 4 Tahun 2009 tentang MINERBA
(Mineral Dan Batubara).
Terdapat beberapa klasifikasi berdasarkan pada genesa endaan bahan
galian seperti mineral. Genesa bahan galian merupakan suatu proses yang sangat
kompleks, dimana pada proses keterbentuknya suatu bahan galian yang terjadi
yaitu secara bersamaan. Dimana dari satu jenis bahan galian logam apabila
genesanya berbeda, sehingga yang akan dihasilkannya tipe endapan yang
berbeda. Secara garis besar genesa cebakan mineral ini akan bergantung pada 3
proses genesanya seperti magmatisme, sedimnetasi dan metamorfisme. Pada
ketiga proses tersebut mempengaruhi pada terbentukannya berbagai macam tipe
endapan seperti kelompok asosiasi mineral bijih tertentu. Sementara pada genesa
pembentukan endapan minera terbagi atas endogenic ataupun eksogenik.
Endapan endogeni merupakan endapan yang terbentuknya berada pada kerak
bumi, bersamaan dengan keterbentukannya batuan yang disebut dengan
endapan primer contohnya yaitu endapan magmatikm endapan hydrothermal dan
endapan metasomatik kontak. Sementara endapan eksogenik merupakan
keterbentukannya berada di permukaan bumi contohnya endapan eksogenik yaitu
endapan sedimentasi, laterit, alluvial atau sekunder.
Pada setiap endapan akan menghasilkan sumberdaya besar, cadangan
dan jenis mineral ikutan yang berbeda-beda. Mengenal suatu genesa
pembentukkan endapan bahan galian akan membantu dalam hal proses
pencarian, penemuan dan pengembangan bahan galian dari hal tersebutlah akan
dihasilkan suatu metoda yang paling tepat untuk dilakukan kegiatan eksplorasi.

Sumber: Sultan, 2014


Gambar 2.2
Sebaran Bahan Galian Di Indonesia
5

2.2 Pembagian Bahan Galian Menurut Undang – Undang


Pada umumnya untuk penggolongan bahan galian terdapat beberapa
penggolongan berdarsarkan pada undang – undangnya. Berdasarkan pada
undang no. 11 tahun 1967 tentang ketentuan pokok pertambangan, dibagi menjadi
3 golongan diantaranya :
1. Bahan galian golongan A merupakan bahan galian golongan strategis.
Dimana yang dimaskud stategis yaitu sategis untuk pertahanan/keamanan
negara atau bagi perekonomian negara. Contohnya minyak bummi,
bitumen cair, lilin bumi, gas alam,bitumen pada, aspal,uranium, radium,
thorium, dan bahan radio aktif lainnya. Serta nikel, kobalt dan timah.
2. Bahan galian golongan B merupakan bahan galian vital, maksud dari vital
ini dapat menjamin kebutuhan hidup. Contohnya besi, mangan,
molybdenum, khrom, wolfram, vanadium, titanium, bauksit, tembaga timbal
dan lain sebagainya.
3. Bahan galian C merupakan bahan galiaan yang tidak termasuk pada bahan
galian golongan A dan B atau bahan galian industri. contohnya nitrat,
phosphate, garam batu, asbes, talkm mike, grafit, magnesit, yarosit, leusit,
tawas, oker, batu permata, pasir kwarsa dan lain sebagainya.
Sementara itu, menurut UU No. 4 Tahun 2009 tentang mineral dan
batubara (MINERBA) dimana dibagi berdasarkan penggunaannya dan
berdasarkan pada definisi dari mineral yang dapat diartikan senyawa anorganik
yang terbentuk di alam secara alamiah dengan memiliki sifat fisik dan kimiawi
tertentu sedangkan batubara merupakan senyawa padatan organik yang terbentuk
dialam secara alamiah menurut peraturan yang sekarang dijadikan sebagai acuan
bahan galian dapat dibagi menjadi:
1. Pertambangan mineral
a. Pertambangan mineral radio aktif
Mineral radioaktif merupakan mineral yang mempunyai ketidakstabilan
dalam inti atomnya sehingga menimbulkan pancaran energi yang besar
yang terdiri atas partikel alfa, beta, maupun gamma, dan pada umumnya
untuk mineral radiaktif ini merupakan mineral yang terdapat pada table
periodic susunan ke-8 yang dimana merupakan logam mulia.
6

Sumber: Deliar, 2013


Gambar 2.3
Bahan Galian Radioaktif

b. Pertambangan mineral logam


Miineral logam sendiri merupakan suatu bahan galian yang yang dari
keterdapatnya didapatkan unsur logam dan dapat dilakukan pengeluaran
setelah dilakukan proses ekstrasi atau dilakukan tahapan pengolahan
terlebih dahulu. Untuk keterdapatan bahan galian logam ini biasanya
didapatkan pada tubuh bijih, urat, dan juga dalam bentuk perlapisan dan
untuk penyebaran dari bahan galian logam inipun dapat pejal, dan juga
tersebar tidak merata dan dari keterdapatanya dapat mengisi ruang yang
berbentuk rekahan kecil.

Sumber: Flylys Geost, 2015


Gambar 2.4
Bahan Galian Logam
7

c. Pertambangan mineral bukan logam


Mineral non logam merupakan suatu mineral yang tidak mengandung
unsur logam didalamnya. Mineral ini merupakan bagian dari asosiasi
mineral yang membentuk batuan dan bukan mineral bijih didalam suatu
jebakan. Mineral bukan logam yang terbentuk biasanya berasosiasi
dengan mineral lain, yang kemudian disebut dengan endapan mineral
bukan logam. Endapan mineral bukan logam erat kaitannya dengan
penggolongan bahan galian yang didasarkan pada nilai
strategis/ekonomis bahan galian terhadap Negara, Pertambangan
batuan.

Sumber: Rendy, 2015


Gambar 2.5
Bahan Galian non Logam

2. Pertambangan batubara
Batubara sendiri merupakan hasil dari fosil tumbuhan yang terkonsentrasi
pada suatu cekungan yang mengakibatkan menjadi padatan dan berubah
menjadi batubara yang berasal dari bahan organic dan memiliki unsur
karbon, hydrogen, dan juga oksigen.

Sumber: Mahesa, 2015


Gambar 2.5
Bahan Galian Batubara
8

2.3 Bentuk Bahan Galian


Dalam pembagian bahan galian berdasarkan pada bentuk bahan galian
tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok, dimana pembagian bentuk
bahan galian tersebut diantaranya, sebagai berikut :
1. Bahan galian berbentuk isometric dan untuk sebarannya yang sederhana
untuk jenis bahan galian ini sebaran dari bahan galian sederhana yang
dimaksud relatif untuk penyebaran merata dan juga bisa tidak merata
persebarannya.
2. Bahan galian yang berbentuk lapisan yang umumnya untuk sebaran bahan
galian yang berbentuk perlapisan ini penyebaranya sederhana dan bahan
galian ini bersifat merata ataupun tidak merata
3. Bahan galian yang berbentuk tidak sederhana (berupa lensa-lensa
ataupun urat) yang pada umumnya untuk bahan galian ini penyebarannya
tidak merata.
Dalam penyebaranya untuk bahan galian bijih dapat dilakukan proses
dilakukan pengambilan sampel atau percontoan dimana dari data yang dihasilkan
dapat dilakukan proses analisis dari sejumlah data yang telah diambil

2.4 Alterasi
Alterasi atau bias sering disebut dengan ubahan batuan yaitu suatu
ubahan batuan terhadap susunan kimia yang dapat memberikan perubahan
secara alami yang disebabkan oleh adanya suatu proses fisika maupun kimia.
Proses ubahan batuan yang terjadi dapat mengakibatkan adanya perubahan sifat
fisik dan pembentukan pada mineral-mineral tertentu.

2.5 Parameter Deskripsi Mineral


Parameter deskripsi mineral merupakan salah salah satu kegiatan yang
dilakukan untuk melakukan pendekatan deskripsi terhadap mineral yang akan
dilakukan pengamatan. Dimana setelah dilakukan deskripsi tersebut, maka dapat
diketahui dari nama mineral itu sendiri. Berikut ini beberapa macam parameter
deskripsi mineral, diantaranya :
1. Kilat
9

Kilat merupakan suatu kenampakan pada mineral yang diamanti dari


cahaya yang berapa pada mineral.
2. Warna
Warna merupakan suatu kenampakan yang dapat dilihat secara langsung.
Akan tetapi, dengan warna tidak dapat dijadikan parameter yang kuat
sebab mineral dapat mempunyai lebih dari satu warna atau dapat
dikatakan kompleks.
3. Kekerasan
Kekerasan merupakan suatu kekuatan mineral terhadap adanya
pengujian goresan atau benturan.
4. Cerat
Cerat merupakan suatu warna yang terdapat pada mineral dengan bentuk
serbuk.
5. Belahan
Belahan merupakan suatu kenampakan mineral tertentu dengan
membelah batuan terhadap satu arah tertentu.
6. Pecahan
Pecahan merupakan suatu pecahan yang dimana mempunyai perbedaan,
dimana apabila bidang belah akan memantulkan sinar, sedangkan pada
pecahan akan memantulkan sinar ke segala arah dengan arah yang tidak
teratur.
7. Bentuk
8. Berat jenis
9. Sifat dalam
10. Kemagnetan
11. Kelistrikan
12. Daya lebur.
LABORATORIUM EKSPLORASI
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Jl. Tamansari No. 1 Bandung  (022) 4203368  Lab.Eksplorasi@unisba.ac.id

BAB III
TUGAS DAN PEMBAHASAN

3.1 Tugas
1. Menentukan mineral hasil pengujian dan pengolahan data dengan metode
XRD
2. Menentukan zona alterasi berdasarkan mineral yang didapatkan.
3. Membuat resume dari genesa bahan galian yang terbentuk

3.2 Pembahasan

Sebelum Fiting
3000

2500

2000

1500

1000

500

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
-500
11

Sesudah Fiting
3000

2500

2000

1500

1000

500

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Mineral 1 Mineral 2 Mineral 3 Mineral 4 Mineral 5 Mineral 6 Mineral 7 Mineral 8 Mineral 9 Mineral Teridentifikasi
2 Teta Intesitas SF Intesitas F Teta Difraksi
Name Intensity Name Intensity Name Intensity Name Intensity Name Intensity Name Intensity Name Intensity Name Intensity Name Intensity Name Intensity
5.65 252.091 245.425 2.825 15.623232
12.32 163.428 136.08 6.16 7.1757885 Kaolinite 1 Kaolinite 1
20.02 583.859 593.472 10.01 4.4298685 Illite 1 Illite 1
20.63 862.857 825.753 10.315 4.3002396
20.67 586.147 615.29 10.335 4.2920081
21.66 1305.9 1122.16 10.83 4.0980201
21.92 2583.14 2563.43 10.96 4.049996 Cristobalite 100 Cristobalite 100
22.87 50.9315 57.618 11.435 3.883865
23.25 253.183 279.18 11.625 3.821239 Tridymite 14.9 Tridymite 14.9
23.65 348.714 352.361 11.825 3.7575063
24.72 149.254 149.072 12.36 3.5972327
25.8 195.345 167.844 12.9 3.4490464 Albite 3.61 Albite 3.61
26.61 1779.91 1533.29 13.305 3.3458671 Quartz 69.9 Quartz 69.9
27.45 291.615 295.239 13.725 3.2453569 Albite 46.04 Albite 46.04
27.67 395.737 417.167 13.835 3.220051 Albite 82.8 Albite 82.8
27.8 295.461 314.915 13.9 3.2052877 Diaspore 6.42 Diaspore 6.42
28.47 182.259 153.35 14.235 3.1313601 Smectite 0.5 Smectite 0.5
21.19 356.585 288.896 10.595 4.1878422
30.6 95.8773 107.168 15.3 2.9180699 Albite 21.05 Albite 21.05
31.46 173.188 180.931 15.73 2.8402335 Cristobalite 11.28 Cristobalite 11.28
34.91 356.279 279.963 17.455 2.5670375 Illite 0.85 Illite 0.85
36.2 267.572 292.945 18.1 2.4784629 Alunite 4.35 Alunite 4.35
41.53 108.714 77.7169 20.765 2.1718537 Diaspore 46.13 Diaspore 46.13
42.73 61.6211 62.261 21.365 2.1135964 Cristobalite 2.83 Cristobalite 2.83

Mineral Max Klasifikasi

Albit (Ab) 417.167 Trace


Alunite (Al) 292.945 Trace
Cristobalite (Cr) 2563.43 Abundan
Diaspore (Dp) 77.7169 Rare
Illite (I) 593.472 Minor
Kaolinite (K) 136.08 Rare
Smectite (Sm) 153.35 Rare
Tridymite (Tri) 279.18 Trace
Quartz (Q) 1533.29 Common

12
13
14

RESUME
ALTERASI HIDROTERMAL EPHITHERMAL

Pada kasus data WW07 B, setelah dilakkan penelitian dan pengolahan


data didapat hasil bahwa sampel terbentuk pada zona altrasi argilik lanjut sampai
argilik. Alterasi argilik dicirikan dengan hadirnya mineral kaolin. Hasil analisis XRD
menunjukkan kehadiran mineral lempung seperti ilit, smektit, haloisit, dan diaspor.
Suhu pembentukan mineral penciri zona alterasi argilik tersebut diinterpretasikan
berkisar 120–220°C. Alterasi argilik lanjut dicirikan dengan hadirnya mineral
penciri utama yaitu kaolinit, alunit, piropilit dan diaspor. Kelompok mineral tersebut
terbentuk pada suhu relatif tinggi, yaitu berkisar 170–275°C dan lingkungan
dengan pH yang relatif asam. Menurut Corbett dan Leach (1996) alterasi pada
endapan epitermal diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Propilitik
Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral epidot,
illit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit. Terbentuk pada temperatur 200°-300°C pada
pH mendekati netral, dengan salinitas beragam, umumnya pada daerah yang
mempunyai permeabilitas rendah.
2. Propilitik dalam (inner propilitik)
Zona alterasi pada sistem epitermal sulfidasi rendah yaitu fluida kaya
klorida, pH mendekati netral umumnya menunjukkan zona alterasi seperti pada
sistem porfir. Zona propilitik dalam untuk zona pada bagian yang bertemperatur
tinggi yaitu >300°C dicirikan oleh kehadiran epidot, aktinolit, klorit, dan ilit.
3. Argilik
Pada tipe argilik terdapat dua kemungkinan himpunan mineral, yaitu
muskovit-kaolinitmonmorilonit dan muskovit-kloritmonmorilonit. Himpunan mineral
pada tipe argilik terbentuk pada temperatur 100°-300°C (Pirajno, 1992; dalam
Corbett dan Leach, 1996), fluida asam-netral, dan salinitas rendah.
4. Argilik lanjut (advanced argilic)
Sedangkan untuk sistem epitermal sulfidasi tinggi yaitu fluida kaya asam
sulfat, zona advanced argilic yang dicirikan oleh kehadiran himpunan mineral
pirofilit-diasporandalusit-kuarsa-turmalin-enargitluzonit untuk temperatur tinggi
15

yaitu 250°-350°C, atau himpunan mineral kaolinit-alunit-kalsedon-kuarsa-pirit


untuk temperatur rendah yaitu piroksen, hornblende maupun biotit, hal ini dapat
dilihat bentuk awal dari mineral piroksen terlihat jelas mineral piroksen tersebut
telah mengalami ubahan menjadi klorit.
5. Filik
Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik. Batas
zona alterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik yang
berkembang pada intrusi. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral serisit dan
kuarsa sebagai mineral utama dengan mineral pirit yang melimpah serta sejumlah
anhidrit. Terbentuk pada temperatur sedangtinggi yaitu 230°C-400°C, fluida asam-
netral, salinitas beragam, pada zona permeabel, dan pada batas dengan urat.
6. Potasik
Zona alterasi ini dicirikan oleh mineral ubahan berupa biotit sekunder, K-
Feldspar, kuarsa, serisit dan magnetit. Alterasi potasik terbentuk pada daerah yang
dekat batuan beku intrusif yang terkait, fluida yang panas lebih dari 300°C, salinitas
tinggi, dan dengan karakter magmatik yang kuat
7. Skarn
Pada kondisi yang kurang akan air, zona ini dicirikan oleh pembentukan
mineral garnet, klinopiroksen dan wollastonit serta mineral magnetit dalam jumlah
yang cukup besar, sedangkan pada kondisi yang kaya akan air, zona ini dicirikan
oleh mineral klorit, tremolit-aktinolit dan kalsit dan larutan hidrothermal. Alterasi
skarn terbentuk pada fluida yang mempunyai salinitas tinggi dengan temperatur
tinggi sekitar 300°C700°C.
BAB IV
ANALISA

Dari hasil pengolahan data WW07 B, setelah dilakkan penelitian dan


pengolahan data didapat hasil bahwa sampel terbentuk pada zona altrasi argilik
lanjut sampai argilik. Alterasi argilik dicirikan dengan hadirnya mineral kaolin. Hasil
analisis XRD menunjukkan kehadiran mineral lempung seperti ilit, smektit, haloisit,
dan diaspor. Suhu pembentukan mineral penciri zona alterasi argilik tersebut
diinterpretasikan berkisar 120–220°C. Alterasi argilik lanjut dicirikan dengan
hadirnya mineral penciri utama yaitu kaolinit, alunit, piropilit dan diaspor. Kelompok
mineral tersebut terbentuk pada suhu relatif tinggi, yaitu berkisar 170–275°C dan
lingkungan dengan pH yang relatif asam.
Sedangkan menurut Corbett dan Leach (1996) untuk sistem epitermal
sulfidasi tinggi yaitu fluida kaya asam sulfat, zona advanced argilic yang dicirikan
oleh kehadiran himpunan mineral pirofilit-diasporandalusit-kuarsa-turmalin-
enargitluzonit untuk temperatur tinggi yaitu 250°-350°C, atau himpunan mineral
kaolinit-alunit-kalsedon-kuarsa-pirit untuk temperatur rendah yaitu piroksen,
hornblende maupun biotit, hal ini dapat dilihat bentuk awal dari mineral piroksen
terlihat jelas mineral piroksen tersebut telah mengalami ubahan menjadi klorit.

16
BAB V
KESIMPULAN

Berikut merupakan beberapa yang dapat disimpulkan dari materi tipe, jenis
dan bentuk endapan bahan galian , sebagai berikut :
1. Genesa bahan galian merupakan suatu proses yang sangat kompleks,
dimana pada proses keterbentuknya suatu bahan galian yang terjadi yaitu
secara bersamaan. Dimana dari satu jenis bahan galian logam apabila
genesanya berbeda, sehingga yang akan dihasilkannya tipe endapan yang
berbeda. Secara garis besar genesa cebakan mineral ini akan bergantung
pada 3 proses genesanya seperti magmatisme, sedimnetasi dan
metamorfisme
2. Berdasarkan hasil perhitungan dan pengolahan data, sampel pada WW07
B berada pada zona altrasi Advance Agrilic – Agrilic.
3. Dengan melakukan pengetahuan lokasi sebaran dari endapan bahan galian
agar dapat menentukan lokasi – lokasi yang prospek dengan penyebaran
batuan yang akan dicari, selain itu dengan memahami karakteristik
penyebaran pada suatu daerah akan memudahkannya dalam proses
eksplorasi endapan bahan galian sehingga akan dapat merencanakan
eksplorasi yang akan dilakukan baik itu secara eksplorasi tidak langsung
dengan menggunakan metode geofisika atau geokimia ataupun
menggunakan eksplorasi langsung dilapangan endapan bahan galiannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Andhini, Intan 2013. “Endapan Bahan Galian”, Academia.edu Diakses


Tanggal 21 Februari 2021 pukul 21.30 WIB (Referensi Internet).

2. Dig, Alpianus 2015. “Metode Eksplorasi”, Academia.edu. Diakses


Tanggal 22 Februari 2021 pukul 21.00 WIB (Referensi Internet).

3. Rizkie, Amelia 2017. “Penggolongan Bahan Galian Berdasarkan


Undang – undang ”, Academia.edu. Diakses Tanggal 22
Februari 2021 pukul 21.30 WIB (Referensi Internet).

18
LAMPIRAN

19
LABORATORIUM EKSPLORASI
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Jl. Tamansari No. 1 Bandung  (022) 4203368  Lab.Eksplorasi@unisba.ac.id

TUGAS ASISTENSI
MODUL II – JENIS, TIPE, DAN BENTUK
ENDAPAN BAHAN GALIAN

1. Menentukan mineral hasil pengujian dan pengolahan data dengan


metode XRD
2. Menentukan zona alterasi berdasarkan mineral yang didapatkan.
3. Membuat resume dari genesa bahan galian yang terbentuk.

Catatan Instruktur :
Setiap praktikan akan diberikan data difaktogram berbeda-beda,
pembagiannya akan dibagikan oleh instruktur shiftnya.

20
Sebelum Fiting
3000

2500

2000

1500

1000

500

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
-500

Sesudah Fiting
3000

2500

2000
21

1500

1000

500

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Mineral 1 Mineral 2 Mineral 3 Mineral 4 Mineral 5 Mineral 6 Mineral 7 Mineral 8 Mineral 9 Mineral Teridentifikasi
2 Teta Intesitas SF Intesitas F Teta Difraksi
Name Intensity Name Intensity Name Intensity Name Intensity Name Intensity Name Intensity Name Intensity Name Intensity Name Intensity Name Intensity
5.65 252.091 245.425 2.825 15.623232
12.32 163.428 136.08 6.16 7.1757885 Kaolinite 1 Kaolinite 1
20.02 583.859 593.472 10.01 4.4298685 Illite 1 Illite 1
20.63 862.857 825.753 10.315 4.3002396
20.67 586.147 615.29 10.335 4.2920081
21.66 1305.9 1122.16 10.83 4.0980201
21.92 2583.14 2563.43 10.96 4.049996 Cristobalite 100 Cristobalite 100
22.87 50.9315 57.618 11.435 3.883865
23.25 253.183 279.18 11.625 3.821239 Tridymite 14.9 Tridymite 14.9
23.65 348.714 352.361 11.825 3.7575063
24.72 149.254 149.072 12.36 3.5972327
25.8 195.345 167.844 12.9 3.4490464 Albite 3.61 Albite 3.61
26.61 1779.91 1533.29 13.305 3.3458671 Quartz 69.9 Quartz 69.9
27.45 291.615 295.239 13.725 3.2453569 Albite 46.04 Albite 46.04
27.67 395.737 417.167 13.835 3.220051 Albite 82.8 Albite 82.8
27.8 295.461 314.915 13.9 3.2052877 Diaspore 6.42 Diaspore 6.42
28.47 182.259 153.35 14.235 3.1313601 Smectite 0.5 Smectite 0.5
21.19 356.585 288.896 10.595 4.1878422
30.6 95.8773 107.168 15.3 2.9180699 Albite 21.05 Albite 21.05
31.46 173.188 180.931 15.73 2.8402335 Cristobalite 11.28 Cristobalite 11.28
34.91 356.279 279.963 17.455 2.5670375 Illite 0.85 Illite 0.85
36.2 267.572 292.945 18.1 2.4784629 Alunite 4.35 Alunite 4.35
41.53 108.714 77.7169 20.765 2.1718537 Diaspore 46.13 Diaspore 46.13
42.73 61.6211 62.261 21.365 2.1135964 Cristobalite 2.83 Cristobalite 2.83

22
Mineral Max Klasifikasi

Albit (Ab) 417.167 Trace


Alunite (Al) 292.945 Trace
Cristobalite (Cr) 2563.43 Abundan
Diaspore (Dp) 77.7169 Rare
Illite (I) 593.472 Minor
Kaolinite (K) 136.08 Rare
Smectite (Sm) 153.35 Rare
Tridymite (Tri) 279.18 Trace
Quartz (Q) 1533.29 Common

23
24
RESUME
ALTERASI HIDROTERMAL EPHITHERMAL

Pada kasus data WW07 B, setelah dilakkan penelitian dan pengolahan


data didapat hasil bahwa sampel terbentuk pada zona altrasi argilik lanjut sampai
argilik. Alterasi argilik dicirikan dengan hadirnya mineral kaolin. Hasil analisis XRD
menunjukkan kehadiran mineral lempung seperti ilit, smektit, haloisit, dan diaspor.
Suhu pembentukan mineral penciri zona alterasi argilik tersebut diinterpretasikan
berkisar 120–220°C. Alterasi argilik lanjut dicirikan dengan hadirnya mineral
penciri utama yaitu kaolinit, alunit, piropilit dan diaspor. Kelompok mineral tersebut
terbentuk pada suhu relatif tinggi, yaitu berkisar 170–275°C dan lingkungan
dengan pH yang relatif asam. Menurut Corbett dan Leach (1996) alterasi pada
endapan epitermal diklasifikasikan sebagai berikut:
8. Propilitik
Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral epidot,
illit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit. Terbentuk pada temperatur 200°-300°C pada
pH mendekati netral, dengan salinitas beragam, umumnya pada daerah yang
mempunyai permeabilitas rendah.
9. Propilitik dalam (inner propilitik)
Zona alterasi pada sistem epitermal sulfidasi rendah yaitu fluida kaya
klorida, pH mendekati netral umumnya menunjukkan zona alterasi seperti pada
sistem porfir. Zona propilitik dalam untuk zona pada bagian yang bertemperatur
tinggi yaitu >300°C dicirikan oleh kehadiran epidot, aktinolit, klorit, dan ilit.
10. Argilik
Pada tipe argilik terdapat dua kemungkinan himpunan mineral, yaitu
muskovit-kaolinitmonmorilonit dan muskovit-kloritmonmorilonit. Himpunan mineral
pada tipe argilik terbentuk pada temperatur 100°-300°C (Pirajno, 1992; dalam
Corbett dan Leach, 1996), fluida asam-netral, dan salinitas rendah.
11. Argilik lanjut (advanced argilic)
Sedangkan untuk sistem epitermal sulfidasi tinggi yaitu fluida kaya asam
sulfat, zona advanced argilic yang dicirikan oleh kehadiran himpunan mineral
pirofilit-diasporandalusit-kuarsa-turmalin-enargitluzonit untuk temperatur tinggi

25
yaitu 250°-350°C, atau himpunan mineral kaolinit-alunit-kalsedon-kuarsa-pirit
untuk temperatur rendah yaitu piroksen, hornblende maupun biotit, hal ini dapat
dilihat bentuk awal dari mineral piroksen terlihat jelas mineral piroksen tersebut
telah mengalami ubahan menjadi klorit.
12. Filik
Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik. Batas
zona alterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik yang
berkembang pada intrusi. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral serisit dan
kuarsa sebagai mineral utama dengan mineral pirit yang melimpah serta sejumlah
anhidrit. Terbentuk pada temperatur sedangtinggi yaitu 230°C-400°C, fluida asam-
netral, salinitas beragam, pada zona permeabel, dan pada batas dengan urat.
13. Potasik
Zona alterasi ini dicirikan oleh mineral ubahan berupa biotit sekunder, K-
Feldspar, kuarsa, serisit dan magnetit. Alterasi potasik terbentuk pada daerah
yang dekat batuan beku intrusif yang terkait, fluida yang panas lebih dari 300°C,
salinitas tinggi, dan dengan karakter magmatik yang kuat
14. Skarn
Pada kondisi yang kurang akan air, zona ini dicirikan oleh pembentukan
mineral garnet, klinopiroksen dan wollastonit serta mineral magnetit dalam jumlah
yang cukup besar, sedangkan pada kondisi yang kaya akan air, zona ini dicirikan
oleh mineral klorit, tremolit-aktinolit dan kalsit dan larutan hidrothermal. Alterasi
skarn terbentuk pada fluida yang mempunyai salinitas tinggi dengan temperatur
tinggi sekitar 300°C700°C.

26

Anda mungkin juga menyukai