Anda di halaman 1dari 5

Nama : Rizki Chairurrahman

NIM : 03031381924098

Morfologi pada Solanum Tuberosum L

Kentang merupakan umbi-umbian dan tergolong tanaman yang berumur


pendek. Kentang (Solanum Tuberosum L) merupakan suatu tanaman umbi-
umbian berbentuk batang yang basah dengan umbi batang terdapat pada stolon
nya. Menurut Pitojo (2008) menjelaskan umbi kentang adalah umbi batang yang
terbentuk dari pembesaran ujung stolon yang mengandung karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, mineral dan air. Kentang diklasifikasikan dalam ordo solanales
dan famili dari solanaceae. Tumbuhnya bersifat menyemak, dan memiliki batang
berbentuk segi empat. Umbi ini dapat mengeluarkan tunas dan nantinya akan
membentuk cabang yang baru. Taksonomi umbi kentang diklasifikasikan yaitu
kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledonae, ordo Tubiflorae,
family Solanaceae, genus Solanum, dan spesies Solanum Tuberosum L
(Handayani dkk, 2013).
Indonesia masih belum didapat varietas kentang bergerak yang tahan
suhu tinggi. Perubahan morfologi akibat suhu tinggi terjadi pada semua genotipe
yang diuji. Tanaman kentang ini umumnya dapat ditanam dari umbi, daun
pertama pada tanaman kentang terdapat pada daun tunggal, sedangkan daun-daun
berikutnya berupa daun yang terdapat di majemuk impartipinnate (Nurhidayah,
2005) Komponen gizi terkandung di dalam umbi kentang sebagian besar berupa
karbohidrat, mineral (zat besi, fosfor, magnesium, natrium, kalsium, dan kalium),
protein, serta vitamin C, vitamin B1, dan vitamin B2 (Muhami, 2008).

Gambar 1. Morfologi Tanaman Kentang


(Sumber: Pitojo, 2008)

1
2

1) Daun
Pangkal tangkai daun majemuk terdapat sepasang daun-daun kecil yang
disebut daun penumpu yaitu stipulae. Tanaman kentang umumnya memiliki daun
rimbun berbentuk oval, meruncing, dan tulang daunnya menyirip. Daun pada
kentang dikenali dengan nama daun majemuk dan daun majemuk ini menempel di
satu tangkai yaitu rachis. Daun kentang ini juga berbentuk bulat seperti telur
memanjang dan bagian ujung pada tangkainya terdapat anak daun yang besar.
Warna bunga umbi kentang sendiri cukup beragam (Suriaman, 2010).
2) Batang
Batang tanaman mempunyai bentuk segi empat atau segi lima tergantung
pada varietas tanaman. Batang tanaman tersebut berbuku–buku, berongga, tidak
mempunyai kayu, dan agak keras pada saat dipijat. Diameter batang kecil dengan
tinggi dapat mencapai 50–120 cm dan tumbuh dengan cara menjalar. Warna
batang hijau kemerah-merahan atau hijau keungu–unguan. Batang tanaman
berfungsi sebagai jalannya zat hara dari tanah ke daun dan menyalurkan hasil
fotosintesis dari daun ke bagian tanaman yang lain (Lafta dan Lorenzen, 1995).
3) Akar
Akar kentang memiliki 2 sistem perakaran yang biasa disebut tunggang
dan serabut. Akar tunggang dapat menembus sampai kedalaman 45 cm. Akar
serabutnya tumbuh menyebar, menjalar ke samping, dan menembus tanah
dangkal. Akar berwarna keputih-putihan, berbentuk halus, dan mempunyai ukuran
yang sangat kecil. Akar-akar kentang ada akar yang akan berubah bentuk dan
fungsinya menjadi bakal umbi yang dapat disebut dengan stolon, kemudian dari
stolon ini akhirnya akan menjadi suatu umbi (Levy dan Veilleux, 2007).
4) Umbi
Umbi kentang terbentuk dari cabang yang terletak disamping atau
diantara akar–akar. Proses pembentukan pada umbi kentang ini ditandai dengan
adanya proses yang terhenti akibat pertumbuhan yang terjadi secara memanjang.
Pada struktur rhizome atau stolon yang diikuti oleh pembesaran sehingga
terbentuklah rhizome ikut membengkak. Umbi berfungsi menyimpan bahan
makanan seperti zat karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air (Fernie
dan Wilmitzer, 2001). Umbi kentang mengandung air mencapai 80%. Umbi ini
3

dapat berdampingan langsung pada tunas samping atau dapat disebut juga sebagai
aksilar, yang dapat dikenal dengan mata umbi. Aksilar ini sendiri adalah tunas
yang terdapat pada sudut di antara daun dan batang, disebut dengan tunas lateral.

Gambar 2. Bagian-Bagian Anatomi Umbi Kentang


(Sumber: Pitojo, 2008)
Pada pertumbuhan umbi kentang ini, terdapat juga faktor-faktor yang
dapat memengaruhi berkembangnya suatu morfologi pada umbi kentang agar
dapat tumbuh dengan baik, dimana factor itu seperti iklim, tanah, ataupun pH.
1) Iklim
Tanaman kentang tumbuh di daerah yang berhawa dingin sesuai dengan
pembawaan serta sifat aslinya. Kentang bisa tumbuh beradaptasi di daerah dengan
iklim sedang atau subtropis yang kemudian kentang meluas lagi ke daerah tropis
yang memiliki dua musim, seperti Indonesia. Kentang juga bisa tumbuh di daerah
tropis jika dalam kondisi daerah yang berhawa dingin atau sejuk. Suhu udara yang
baik untuk kentang berkisar antara 15-18 C pada malam hari dan 24-30 C pada
siang hari. Hormon pada umbi ini akan diteruskan ke ujung stolon.
2) Keadaan Tanah
Tanah yang paling baik untuk menanam tanaman kentang adalah tanah
yang gembur atau sedikit mengandung pasir. Kelembapan tanah yang cocok untuk
tanaman kentang sebesar 70%. Kelembaban tanah yang lebih dari persentase 70%
akan menyebabkan pembusukan yang terjadi pada batang dan akar pada umbi-
umbian. Tanah pada kentang memiliki pH yang bervariasi dari berbagai varietas.
Untuk kentang lokal sendiri sangat cocok ditanam di tanah yang memiliki pH
sekitar 5-5,5 (Djuariah dkk, 2017). Jenis tanah yang dapat digunakan oleh umbi
kentang ini yang paling baik adalah andosol, namun bisa juga hidup pada suatu
jenis tanah lembung yang bisa mengandung pasir, seperti latosol dan aluvial.
4

Gambar 3. Butir Amilum Kentang


Pada butir amilum yang digambar merupakan perbesaran dari 40 x,
dimana pada amilum ini merupakan salah satu bagian dari sel yang bersifat non
protoplasmik yang ada di dalam plastida. Amilum pada kentang merupakan
amilum setengah majemuk diadelf. Amilum setengah majemuk diadelf adalah
butir amilum yang mempunyai lebih dari satu hilum yang masing-masing
dikelilingi oleh lamela dan di luarnya terdapam bagian dikelilingi lamela bersama.
Lamela adalah lapisan pada amilum. Lamela terbentuk karena pemadatan
molekul dan perbedaan kadar air pada awal pertumbuhan amilum. Pada butir
kentang jangka waktu pembentukan lapisan bergantung pada faktor endogennya.

Gambar 4. Bagian dari amilum pada kentang


Gambar 1-4 menunjukkan amilum pada kentang. Gambar 1-2 merupakan
amilum majemuk. Gambar 3 merupakan amilum sederhana. Gambar 4 merupakan
amilum setengah majemuk. Gambar 5 merupakan irisan melintang umbi kentang
bagian luar. Pada gambar 5 nampak adanya sel gabus, protein seperti kristal dan
butir pati. Pada Umbi kentang ini juga terdapat pati kentang yang dapat
mengandung amilum atau amilosa sekitar 23% dan amilopektin sebanyak 77%
(Sunarti dkk, 2002). Amilopektin ini mempunyai peran dalam meningkatkan
kerenyahan sedangkan amilosa berperan dalam meningkatkan kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA

Djuariah, D., Handayani, T., dan Sofiari, E. 2017. Toleransi Tanaman Kentang
(Solanum tuberosum) terhadap Suhu Tinggi Berdasarkan Kemampuan
Berproduksi di Dataran Medium Heat Stress Potato (Solanum
tuberosum) Tolerance Based on Tuber [Production in Medium Altitude].
Jurnal Hort. Vol. 27(1): 1-10.
Fernie, A. R., dan Wilmitzer, L. 2001. Molecular and Biochemical Triggers of
Potato Tuber Development. Journal of Plant Physiol. Vol. 127(7): 1459-
65.
Handayani, T., Basunanda, P., Murti, R, H., dan Sofiari, E. 2013. Perubahan
Morfologi dan Toleransi Tanaman Kentang terhadap Suhu Tinggi.
Jurnal Hort. Vol. 23(4): 318-328
Lafta, A. M., dan Lorenzen, J. H. 1995. Effect of High Temperature on Plant
Growth and Carbohydrate Metabolism in Potato. Journal of Plant
Physiol. Vol. 109(3): 637-643.
Levy, D., dan Veilleux, R. E. 2007. Adaptation of Potato to High Temperatures
and Salinity. Journal of Potato Research. Vol. 84(5): 487-506.
Muhami, M. 2008. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Nurhidayah. Sari, M. dan Yuliati, P. 2005. Kandungan Klorofil pada Daun
Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) di Sekitar Kawah Sikidang
Dataran Tinggi Dieng. Jurnal BioSmart. Vol. 3(1): 35-39.
Pitojo, S. 2008. Penangkaran Benih Kentang. Yogyakarta : KANISIUS.
Suriaman, E. 2010. Potensi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Kentang
(Solanum Tuberosum) dalam Memfiksasi N2 di Udara dan Menghasilkan
Hormon IAA (Indole Acetid Acid) secara In Vitro. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Sunarti, T.C., Nunome, T., Yoshio, N., dan Hisamatsu, N. 2002. Study on Outer
Chains from Amylopectin between Immobilized and Free Debranching
Enzymes. Journal Appl Glycosci. Vol. 48.(1) : 1- 10.

Anda mungkin juga menyukai