Anda di halaman 1dari 67

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST

OPERASI SPLIT THICKNESS SKIN GRAFT ET


CAUSA COMBUTIO

DISUSUN OLEH :

Ade Fitri (1006719652)

Asmallah Putri Wandasari (1006778011)

Irman Galih Prihantoro (1006778213)

Nabila Fatana (1006720181)

Vertilia Desi Puspitasari N. (1006720420)

PROGRAM VOKASI KEDOKTERAN

BIDANG STUDI FISIOTERAPI 2010

UNIVERSITAS INDONESIA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa
karena limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah konferensi kasus Fisioterapi Muskuloskeletal (FT B) dengan tepat waktu.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas dalam Praktek
Klinik I Semester V dan sebagai persyaratan untuk mengikuti Ujian Tengah
Semester V.
Dalam penyusunan makalah ini kami telah banyak memperoleh bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak baik dokter, instruktur atau fisioterapis, senior
fisioterapis angkatan 2009, dan teman-teman seperjuangan.Oleh sebab itu pada
kesempatan kali ini tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah banyak membantu penyusunan makalah ini.
Kami menyadari tanpa bimbingan dan pengarahan dari semua pihak, maka
laporan ini tidak akan tersusun dengan baik. Pada kesempatan kali ini kami
mengucapkan terima kasih kepada dokter, dosen mata ajar fisioterapi
kardiorespirasi, seluruh pembimbing praktek klinik fisioterapi di Rumah Sakit dr.
Cipto Mangunkusumo dan teman-teman mahasiswa fisioterapi Universitas
Indonesia.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah konferensi ini. Oleh sebab itu penulis mengaharapkan saran-saran dan
kritik yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca pada umumnya dan rekan-
rekan fisioterapis pada khususnya.
Makalah ini belum atau tidak bisa dijadikan acuan sebelum disetujui dosen
pembimbing dan dikonferensikan atau dipresentasikan.

Jakarta, 20 Desember 2012

Penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah konferensi kasus telah dikoreksi, disetujui dan diterima


Pembimbing Praktik Klinik Program Studi Fisioterapi Muskuloskeletal (FT B)
Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo untuk melengkapi tugas Praktik Klinik
dan memenuhi persyaratan untuk megikuti Ujian Akhir Semester atau UAS 2012.

Pada hari : Kamis

Tanggal : 27 Januari 2013

Nama Pembimbing :

(Tanda Tangan)

…………………………

Dra. Sofia Resti H., AMF

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................................ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
2. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 2
3. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
4. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
5. Metode Penulisan ......................................................................................... 3
6. Sistematika Penulisan ................................................................................... 4
BAB II KAJIAN TEORI
1. Definisi Luka Bakar ...................................................................................... 5
2. Anatomi dan Fisiologi Kulit......................................................................... 8
3. Anatomi dan Fisiologi Shoulder ................................................................ 13
4. Etiologi Luka Bakar .................................................................................... 15
5. Patofisiologi Luka Bakar............................................................................. 17
6. Manifestasi Klinis Luka Bakar ................................................................... 19
7. Prognosis Luka Bakar ................................................................................. 21
8. Penanganan Pertama Pada Luka Bakar ....................................................... 22
9. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Luka Bakar ............................................ 27
BAB III ISI
1. Formulir fisioterapi .................................................................................... 46
BAN IV PENUTUP
1. Kesimpulan ................................................................................................ 60
2. Saran ........................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 62

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Api merupakan elemen yang penting. Manusia menggunakan api dalam
banyak aspek kehidupan. Api sudah digunakan sejak jaman dahulu, bermula
dengan membenturkan dua buah batu untuk menghasilkan percikan api yang
membakar daun-daun kering dan ranting kering yang kemudian akan
digunakan untuk memasak ataupun menghangatkan diri.
Dewasa ini selain sebagai sumber energi, manusia juga
menggunakannya untuk membakar sampah. Membakar sampah merupakan
suatu kebiasaan yang sering dilakukan oleh warga. Padahal membakar
sampah merupakan salah satu tindakan yang menambah polusi udara, namun
bagi sebagian warga membakar sampah merupakan solusi untuk mengurangi
jumlah sampah rumah tangga mereka.
Walaupun terlihat sederhana dalam pengerjaannya, namun kegiatan ini
semestinya dilakukan dengan kewaspadaan dengan mempertimbangkan sifat
api yang cepat merambat. Warga yang hendak membakar sampah ada
baiknya memperhatikan jenis sampah dan area yang digunakan untuk
membakar sampah tersebut. Karena tidak semua sampah rumah tangga dapat
dibakar secara langsung, untuk mencegah hal ini seorang warga perlu
memilah sampahnya sebelum dibakar. Selain itu masalah pemilihan tempat
atau area haruslah dipertimbangkan secara bijak, pilih area atau tempat yang
jauh dari rumah dan lokasi bermain anak-anak.
Api memang mempunyai maanfaat yang banyak tetapi api juga
memiliki dampak buruk bila mana penggunaannya tidak berhati-hati yang
nantinya akan berujung pada suatu kebakaran. Ada dua faktor yang
menyebabkan terjadinya kebakaran yakni, murni kecelakaan dan faktor
manusia.

1
Dalam kasus kebakaran pastinya aka nada kerugian materil, namun
selain kerugian tersebut terkadang dalam kasus kebakaran ada korban
manusia. Dalam hal ini manusia tersebut akan mengalami luka-luka, cacat
permanen, bahkan bisa sampai kehilangan nyawa. Pada korban luka bakar
harus ditangani langsung. karena luka bakar memberikan efek shock yang
hebat pada korbannya.
Nantinya dalam makalah ini akan banyak membahas mengenai
penatalaksanaan fisioterapi pada pasien post operasi Split Thickness Skin
Graft atau STSG et causa Combutio. Yakni pasien dengan riwayat terbakar
yang sedang menjalani proses penyembuhan dengan operasi penanaman kulit
pada area luka bakarnya.

2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
kami sebagai penulis dapat mengidentifikasikan masalah untuk kasus tersebut
sebagai berikut:
a. Gangguan gerak
b. Gangguan aktifitas fungsional sehari-hari

2.1 Pembatasan Masalah


Banyaknya jenis dan masalah yang timbul pada kasus luka bakar
atau combutio, maka kami akan membatasi permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini. Adapun masalah yang dibahas akan dibatasi
pada penatalaksanaan fisioterapi pada penderita luka bakar.

2.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam karya tulis ilmiah ini adalah:
1. Apa definisi dari luka bakar?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi kulit dan shoulder?
3. Bagaimana etiologi dari luka bakar?
4. Bagaimana patofisiologi dari luka bakar?
5. Apa saja manifestasi klinis dari luka bakar?

2
6. Bagaimana prognosis pada luka bakar?
7. Bagaimana penanganan pada pasien dengan luka bakar?
8. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus luka bakar?

3. Tujuan Pemeriksaan
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini dibagi menjadi dua,
yakni:

3.1 Tujuan Umum


3.1.1 Karya tulis ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir kami sebelum
kami pindah stase pada perminatan lain.
3.1.2 Untuk menerapkan pengetahuan kami dalam mengatasi masalah
pada kasus luka bakar

3.2 Tujuan Khusus


3.2.1 Mengetahui definisi dari luka bakar
3.2.2 Mengetahui anatomi dan fisiologi shoulder dan kulit
3.2.3 Mengetahui etiologi dari luka bakar
3.2.4 Mengetahui patofisiologi dari luka bakar
3.2.5 Mengetahui epidemiologi dari luka bakar
3.2.6 Mengetahui manifestasi klinis dari luka bakar
3.2.7 Mengetahui prognosa dari luka bakar
3.2.8 Mengetahui tindakan pertama pada pasien dengan luka bakar

4. Metode Penulisan
Dalam Penyusunan makalah ini, metode yang kami gunakan adalah
metode kepustakaan yaitu dengan membaca buku – buku yang bersangkutan
dengan kasus ini. Selain itu kami juga mencari literatur dari internet untuk
menambah informasi yang bersangkutan, dan observasi langsung pada pasien.

3
4.1 Sistematika Penulisan
BAB I merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah,
tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II
merupakan kajian teori yang meliputi definisi, anatomi fisiologi kulit dan
shoulder, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, prognosis, dan
penatalaksanaan fisioterapi pada kasus luka bakar. BAB III merupakan
pembahasan status, serta BAB IV yang merupakan penutupan berupa
kesimpulan dan saran.

4
BAB II
KAJIAN TEORI

1. Definisi Luka Bakar


Luka bakar atau combustio adalah kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik, dan radiasi ( Moenajat, 2011).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan karena pengalihan energi dari
suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran
atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar dapat dikelompokkan menjadi luka
bakar termal, radiasi atau kimia (Suzanne C. O'Connell, Smeltzer, et al, 2010).
Jadi, luka bakar adalah kerusakan jaringan disebabkan kontak dengan
sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan kimiawi,
dan radiasi.

Ada tiga tingkatan luka bakar menurut kedalaman luka, yaitu:


1.1. Luka bakar tingkat satu

Gambar: Kedalaman Luka Bakar Derajat Satu (Moossa et al, 1997).

Luka bakar tingkat satu merupakan luka bakar paling ringan yang
hanya mengenai lapisan kulit yang paling luar atau epidermis. Kulit
bisanya memerah dan mungkin bengkak dan terasa sedikit nyeri karena
ujung-ujung saraf teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam
waktu 5 sampai 10 hari.

5
1.2. Luka bakar tingkat dua
Kerusakan meliputi bagian epidermis dan sebagian dermis. Ditandai
dengan munculnya lepuhan dan kulit langsung menjadi merah serta
berbercak-bercak. Rasa nyeri hebat karena ujung-ujung saraf sensoris
teriritasi dan terjadi pembengkakan. Dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Derajat II A dangkal atau superficial
Kerusakan pada bagian superficial dari dermis. Tidak terjadi
kerusakan pada organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
sebasea. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10 – 14 hari.
b. Derajat II B dalam atau deep

Gambar: Kedalaman Luka Bakar Derajat Dua Dalam atau Deep


(Moossa et al, 1997).

Kerusakan pada hampir seluruh bagian dermis. Organ-organ kulit


seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian
besar masih utuh. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih
dari satu bulan.

1.3. Luka bakar tingkat tiga

Gambar: Kedalaman Luka Bakar Derajat Tiga (Moossa et al, 1997).

6
Luka bakar tingkat tiga merupakan luka yang paling serius. Kerusakan
terjadi pada seluruh lapisan dermis dan bahkan tidak jarang mencapai
jaringan yang lebih dalam lagi. Organ-organ kulit seperti folikel rambut,
kalenjar keringat, kalenjar sebasea mengalami kerusakan. Kulit yang
terbakar berwarna abu – abu dan pucat serta kering. Terjadi koagulasi
protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar. Tidak
dijumpai rasa nyeri dan terjadi hilang sensasi, karena ujung – ujung saraf
sensorik mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhan terjadi lama
karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka.

2. Anatomi Fisiologi Kulit

Gambar: Anatomi kulit manusia (Keith et al, 2009)

Kulit merupakan lapisan terluar tubuh dan melindungi tubuh dari pengaruh
lingkungan. Luas kulit dewasa 1,5 – 1,75 m2, dengan berat kira-kira 15% berat
badan dan tebal rata – rata 1,22 mm. Daerah yang paling tebal 66 mm pada
telapak tangan dan telapak kaki. Sedangkan daerah yang paling tipis 0,5 mm
pada daerah penis.
Fungsi kulit:
2.1. Fungsi Proteksi
Kulit punya bantalan lemak, ketebalan, serabut jaringan penunjang
yang dapat melindungi tubuh. Beberapa macam perlindungan, yaitu:

7
a. Melanosit berfungsi melindungi kulit dari pajanan sinar matahari
dengan mengadakan penggelapan kulit.
b. Stratum korneum impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air.
c. Proses keratinisasi sebagai sawar atau barrier mekanis karena sel mati
melepaskan diri secara teratur.

2.2. Fungsi Absorpsi


Kemampuan absorbsi kulit tergantung dari ketebalan kulit, hidrasi,
kelembaban, dan metabolisme. Penyerapan dapat melalui celah antar sel,
menembus sel epidermis, melalui muara saluran kelenjar.

2.3. Fungsi Ekskresi


Kulit berfungsi mengeluarkan zat yang tidak berguna bagi tubuh
seperti NaCl, urea, asam urat, dan amonia.

2.4. Fungsi Persepsi


Kulit mengandung ujung saraf sensori di dermis dan subkutis. Saraf
sensori lebih banyak jumlahnya pada daerah yang erotik. Saraf tersebut
yaitu:
a. Badan Ruffini di dermis dan subkutis peka terhadap rangsangan panas.
b. Badan Krause di dermis peka terhadap rangsangan dingin.
c. Badan Meissner di papila dermis peka terhadap rangsangan rabaan.
d. Badan Merkel Ranvier di epidermis peka terhadap rangsangan rabaan.
e. Badan Paccini di epidemis peka terhadap rangsangan tekanan.

2.5. Fungsi pengaturan suhu tubuh atau termoregulasi


Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh
kapiler. Ketika terjadi perubahan pada suhu luar, darah dan kelenjar
keringat kulit mengadakan penyesuaian seperlunya dalam fungsinya
masing-masing. Panas akan hilang dengan penguapan keringat.

2.6. Fungsi Pembentukan Vitamin D


Kulit mengubah 7 dihidroksi kolesterol menjadi vitamin D dengan
pertolongan sinar matahari.

8
2.7. Fungsi Penyimpanan
Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak.

Kulit terbagi menjadi 3 lapisan, yaitu:


2.1. Epidermis
Lapisan epidermis merupakan lapisan paling atas dari kulit yang
terdiri dari sel-sel yang secara terus-menerus membelah, terus menerus
mengalami pergantian sel, dengan proses mulai dari pembelahan sel
sampai pelepasan sel diperlukan waktu 14 sampai 28 hari. Epidermis
terbagi atas 5 lapisan:
a. Stratum Korneum atau Lapisan Tanduk
Terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati dan tidak berinti.
Protoplasmanya telah berubah menjadi keratin atau zat tanduk.
b. Stratum Lusidum
Lapisan sel gepeng tanpa inti. Protoplasmanya berubah menjadi
protein. Biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak
tangan, namun tidak tampak pada kulit tipis.
c. Stratum Granulosum atau Lapisan Granular
Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir
kasar yang terdiri atas keratohialin dan terdapat inti diantaranya.
d. Stratum Spinosum atau Lapisan Malphigi
Merupakan lapisan epidermis yang paling tebal. Terdiri dari sel
poligonal, besarnya berbeda-beda karena ada proses mitosis.
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti
terletak ditengah. Terdapat sel langerhans yang berperan dalam respon-
respon antigen kutaneus.
e. Stratum Basal
Merupakan lapisan terbawah dari epidermis yang terdiri dari sel-sel
kuboid yang tegak lurus terhadap dermis. Tersusun sebagai tiang pagar
atau palisade. Stratum basal bermitosis dan berfungsi reproduktif.
Terdapat melanosit atau clear cell yaitu sel dendritik yang yang
membentuk melanin yang melindungi kulit dari sinar matahari. Dengan

9
sitoplasma yang basofilik dan inti gelap, mengandung butir pigmen atau
melanosomes.
Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3- 4 minggu. Kulit yang
mati banyak mengandung keratin yaitu protein fibrous insoluble yang
membentuk barier terluar kulit yang berfungsi untuk mengusir
mikroorganisme patogen, mencegah kehilangan cairan yang berlebihan
dari tubuh, dan unsur utama yang mengeraskan rambut dan kuku.
Epidermis akan bertambah tebal jika bagian tersebut sering
digunakan. Persambungan antara epidermis dan dermis di sebut rete
ridge yang berfunfgsi sebagai tempat pertukaran nutrisi yang essensial.
Dan terdapat kerutan yang disebut fingers prints.

2.2. Dermis atau Korium


Merupakan lapisan dibawah epidermis yang terdiri dari jaringan ikat.
Lapisan dermis terdiri dari 2 lapisan:
a. Pars papilare
Merupakan bagian yang menonjol ke epidermis yang berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah
b. Pars retikulare
Merupakan bagian bawah yang menonjol ke subkutan. Terdiri dari
serabut penunjang seperti kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar atau
matriks lapisan ini terdiri dari cairan kental asam hialuronat dan
kondroitin sulfat, dibagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen
dibentuk oleh fibroblas. Kolagen muda bersifat elastin, seiring
bertambahnya usia, menjadi kurang larut dan makin stabil.

2.3. Jaringan Subkutis atau Hipodermis


Merupakan lapisan paling dalam, terdiri dari jaringan ikat longgar
berisi sel lemak yang bulat, besar, dengan inti mendesak ke pinggir
sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini berkelompok dan dipisahkan
oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut dengan panikulus
adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat saraf

10
tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Lapisan lemak berfungsi juga
sebagai bantalan, ketebalannya berbeda pada beberapa kulit.

Kelenjar – Kelenjar Pada Kulit


2.1. Kelenjar keringat atau glandula sudorifera
Kelenjar keringat terdiri dari fundus bagian yang melingkar dan duet
yaitu saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan kulit
membentuk pori-pori keringat. Kelenjar keringat mengatur suhu badan
dan membantu membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh. Kegiatannya
terutama dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat
tertentu. Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu :
a. Kelenjar Keringat Ekrin
Kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih, yaitu keringat yang
mengandung 95 sampai 97 persen air dan mengandung beberapa
mineral, seperti garam, sodium klorida, granula minyak, glusida dan
sampingan dari metabolisma seluler. Kelenjar keringat ini terdapat di
seluruh kulit, mulai dari telapak tangan dan telapak kaki sampai ke kulit
kepala. Bentuk kelenjar keringat ekrin salurannya bermuara langsung
pada permukaan kulit yang tidak ada rambutnya.
b. Kelenjar Keringat Apokrin
Hanya terdapat di daerah ketiak, puting susu, pusar, daerah kelamin
dan daerah sekitar dubur menghasilkan cairan yang agak kental,
berwarna keputih-putihan serta berbau khas pada setiap orang. Sel
kelenjar ini mudah rusak dan sifatnya alkali sehingga dapat
menimbulkan bau. Muaranya berdekatan dengan muara kelenjar
sebasea pada saluran folikel rambut. Aktivitas kelenjar ini dipengaruhi
oleh hormon.

2.2. Kelenjar Sebasea atau Kelenjar Palit


Berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam ruang antara folikel
rambut dan batang rambut yang akan melumasi rambut sehingga menjadi
halus lentur dan lunak. Terletak di seluruh permukaan kulit manusia
kecuali telapak tangan dan kaki.

11
3. Anatomi Fisiologi Shoulder

Gambar: Normal anatomy of the shoulder anterior view (Anatomical Chart


Company, 2004)

Secara anatomi sendi bahu shoulder joint merupakan sendi peluru, disebut
juga ball and socket joint yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi.
Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat
menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari.
Namun struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu
dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada bahu. Sendi bahu
merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh tulang-
tulang yaitu : scapula, clavicula, humerus, dan sternum. Daerah persendian
bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular, sendi glenohumeral,
sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Empat sendi tersebut yaitu:

12
3.1. Sendi Glenohumeral
Sendi ini merupakan sendi synovial yang menghubungkan tulang
humerus atau caput humeri dengan scapula atau cavitas glenoidalis. Caput
humeri berbentuk hampir setengah bola dengan sudut 153° dan cavitas
glenoidalis dengan sudut 75º, keadaan ini yang membuat sendi tidak stabil.
Adanya labrium glenoidalis, jaringan fibrocartilaginous dan
menghadapnya fossa glenoidalis agak ke atas membuat sendi ini sedikit
lebih stabil. Ada 9 buah otot yang menggerakkan sendi ini, yaitu: m.
deltoideus, m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. subscapularis, m. teres
minor, m. latasimus dorsi, m. teres mayor, m. coracobracialis dan m.
pectoralis mayor. m. deltoideus dan otot-otot rotator cuff: m.
supraspinatus, m. infraspinatus, m. subscapularis, dan m. teres minor.

3.2. Sendi Acromioclavicular


Sendi ini merupakan persendian antara acromion dan clavicula.
Kedua bagian tulang ini di dalam ruang sendinya dihubungkan melalui
suatu cakram yang terdiri dari jaringan fibrocartilaginous dan sendi ini
diperkuat oleh ligamentum acromioclavicularis superior dan inferior.

3.3. Sendi Sternoclavicularis


Sendi ini merupakan persendian antara sternum dan sternalis
clavicula. Kedua bagian tulang ini di dalam ruang sendinya juga
dihubungkan melalui suatu cakram. Sendi ini diperkuat oleh ligamentum
clavicularis dan costo clavicularis. Adanya ligamen ini maka sendi
costosternalis dan costovertebralis atau costa 1 secara tidak langsung
mempengaruhi gerakan sendi glenohumeralis secara keseluruhan.

3.4. Sendi Suprahumeral


Sendi ini bukan merupakan sendi sebenarnya, tetapi hanya merupakan
articulatio atau persendian protektif antara caput humeri dengan suatu
arcus yang dibentuk oleh ligamentum coracoacromialis yang melebar.
Ligamen ini fungsinya untuk melindungi sendi glenohumeral terhadap

13
trauma dari atas dan sebaliknya mencegah dislokasi ke atas dari caput
humeri. Ligamen ini juga menjadi hambatan pada waktu abduksi lengan.
Di dalam sendi yang sempit ini terdapat struktur-struktur yang sensitif
yaitu cursae subacromialis dan subcoracoideus, tendon m.supraspinatus,
bagian atas kapsul sendi glenohumeral, tendon m. biceps serta jaringan
ikat.

Sendi bahu dipersarafi oleh plexus brachialis. Plexus brachialis


merupakan anyaman serat saraf yang berjalan dari tulang belakang C5 sampai
T1, kemudian melewati bagian leher dan ketiak, dan akhirnya keseluruh bagian
lengan atas dan bawah. Plexus brachialis dimulai dari rami ventral saraf spinal,
dimana rami bergabung membentuk 3 truncus, yaitu trunkus superior C5
sampai C6, trunkus inferior C7, trunkus medialis C8 sampai T1.
Peredaran darah arteri yang memelihara sendi bahu adalah artery axillaris
yang merupakan lanjutan dari artery subslavia lalu bercabang-cabang, antara
lain artery subscapularis, dan artery brachialis. Sedangkan pembuluh darah
vena pada sendi bahu anatara lain vena axillaris yang bercabang-cabang
menjadi vena cephalica, vena brachilica.

4. Etiologi Luka Bakar


Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin ataupun zat
kimia. Penyebab luka bakar yaitu:
4.1. Luka Bakar Termal atau Thermal Burns
Luka bakar termal biasanya disebabkan oleh air panas, jilatan api ke
tubuh, kobaran apai di tubuh flame dan akibat terpapar atau kontak dengan
objek-objek panas lainnya, misalnya plastik logam panas, dan lain-lain.
Hal yang perlu diwaspadai pada luka bakar karena api adalah adanya
kejadian cedera inhalasi, terutama jika terdapat riwayat terjebak di dalam
suatu ruangan, sehingga komplikasi yang ditimbulkan akan lebih berat.

14
4.2. Luka Bakar Kimia atau Chemical Burns
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali
yang biasa digunakan dalam bidang industri, militer, ataupun bahan
pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga. Luka
bakar alkali lebih berbahaya dari asam, sebab alkali lebih dalam merusak
jaringan.
Bila mengalami luka bakar karena bahan kima, segeralah bersihkan
bahan kimia tersebut dari luka bakar. Kerusakan jaringan akibat luka bakar
bahan kimia dipengaruhi oleh lamanya kontak, konsentrasi bahan kimia
dan jumlahnya.

4.3. Luka Bakar Listrik atau Electrical Burns


Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api dan
ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki
resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan. Luka bakar listrik
menyebabkan kerusakan jaringan dibawah kulit yang sangat berat. Ukuran
dan kedalamannya bervariasi dan bisa menyerang bagian tubuh yang jauh
lebih luas daripada bagian kulit yang terluka. Kejutan listrik yang luas bisa
menyebabkan kelumpuhan pada sistem pernafasan dan gangguan irama
jantung sehingga denyut jantung menjadi tidak beraturan. Penanganan
harus segera dilakukan pada penderita dengan luka bakar listrik meliputi
perhatian terhadap jalan nafas, pernafasan, pemasangan infuse, ECG.

4.4. Luka Bakar Radiasi atau Radiation Exposure


Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber
radioaktif. Tipe injuri ini sering disebabkan oleh penggunaan radioaktif
untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat
terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka
bakar radiasi. Kulit yang terkontaminasi oleh bahan radioaktif harus segera
dicuci dengan air yang banyak dan jika ada dengan larutan yang memang
dibuat untuk mencuci bahan radioaktif. Luka tusuk yang kecil harus benar-
benar dibersihkan agar semua partikel radioaktif terbuang meskipun

15
menimbulkan nyeri. Jika bahan radioaktif tertelan, harus dirangsang untuk
muntah. Pemaparan radioaktif yang berlebihan mungkin perlu dipantau
dengan pemeriksaan pernafasan dan air kemih untuk radioaktif.

4.5. Luka Bakar Suhu Rendah atau Frost Bite


Cedera akibat suhu tubuh dingin terutama terjadi pada bagian ujung
tubuh yang langsung terkena suhu dingin, seperti jari kaki dan tangan,
telinga, dan hidung. Faktor kelembaban udara yang rendah serta angin
kencang memperberat kerusakan pada daerah yang tidak terlindung
pakaian.
Awalnya bagian tubuh yang terpajan terasa dingin, kemudian diikuti
rasa tebal, lalu bagian itu kehilangan daya rasa. Kadang rasa nyeri terasa
menyengat atau berdenyut. Kulit mula- mula kemerahan, lalu menjadi
pucat seperti lilin. Pada waktu suhu jaringan turun, terjadi vasokonstriksi
arteriol dan terjadi hipoksia sel.
Dengan keadaan hyperemia, terjadi rasa nyeri hebat seperti terbakar
dan disestesi disertai timbulnya gambaran kerusakan jaringan misalnya
edema, timbulnya vesikel atau bula , kemerahan.

5. Patofisiologi Luka Bakar


Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi.
Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula yang
mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume
cairan intarvaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan
kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula
yang tterbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari
keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok

16
hipovolemik dengan gejala yang khas seperti gelisah, pucat, dingin,
berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin
berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal setelah 8 jam.
Pada kebakaran pada ruang tertutup atau bila luka terjadi di daerah wajah,
dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap atau uap panas
yang terisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan
jalan nafas dengan gejala sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak
berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat pula terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tidak
mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung,
pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih
dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah
infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh
kapiler yang mengalami trombosis. Padahal pembuluh ini membawa sistem
pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar,
selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran
nafas atas dan kontaminasi di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini
baisanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten
terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian dapat terjadi
invasi kuman Gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat
menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal
sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat
dilihat dari warna hijau pada kassa penutup luka bakar. Kuman memproduksi

17
enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan
granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan noninvasi atau tidak dalam ditandai dengan keropeng
yang mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai
dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang
mula-mula sehat menjadi nekrotik, akibatnya luka bakar yang mula-mula
derajat dua menjadi derajat tiga. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada
pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis
hingga jaringan yang didarahinya nanti.
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan
kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar
demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif,
seperti stafilokokus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran
kuman lewat darah atau bakteremia yang dapat menimbulkan fokus infeksi di
usus. Syok septik dan kematian dapat terjadi karena toksik kuman yang
menyebar di darah.

6. Manifestasi Klinis Luka Bakar


Manifestasi klinis pada luka bakar meliputi:
6.1. Gangguan Jalan nafas.
Cidera inhalasi terjadi pada kasus kebakaran dalam ruang tertutup
atau bila luka bakar mengenai daerah muka atau wajah, karena dapat
menimbulkan kerusakan mukosa jalan nafas akibat gas, asap atau uap
panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan
berupa hambatan jalan nafas karena edema laring. Gejala yang timbul
adalah sesak nafas, takipneu, stridor, suara serak dan dahak berwarna
gelap karena jelaga. Penanganan dengan jalan membersihkan jalan nafas,
memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tinggi
dan antibiotika.
Kecurigaan adanya cedera inhalasi adalah bila pada penderita luka
bakar terdapat 3 atau lebih dari tanda- tanda berikut :

18
6.1.1. Riwayat terjebak dalam rumah atau tempat industry yang tertutup
atau in door.
6.1.2. Sputum yang tercampur arang
6.1.3. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau
tenggorokan.
6.1.4. Penurunan kesadaran termasuk confusion
6.1.5. Tanda distress nafas, seperti rasa tercekik, tersedak, malas
bernafas dan adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata
atau tenggorokan, menandakan iritasi mukosa
6.1.6. Gejala distress nafas takipneu atau kelainan pada auskultasi
seperti krepitasi atau ronkhi
6.1.7. Sesak atau tidak ada suara.

6.2. Infeksi
Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka penderita
dapat mengalami sepsis. Berikan antibiotika berspektrum luas, bila perlu
dalam bentuk kombinasi. Kortikosteroid jangan diberikan karena bersifat
imunosupresif atau menekan daya tahan, kecuali pada keadaan tertentu,
misalnya pada edema larings berat demi kepentingan penyelamatan jiwa
penderita.

6.3. Gagal ginjal akut


Kondisi gagal ginjal akut dapat terjadi karena penurunan aliran
darah ke ginjal.

6.4. Komplikasi luka bakar yang lain adalah timbulnya kontraktur dan
gangguan kosmetik akibat jaringan parut yang dapat berkembang
menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan
meyebabkan kekakuan sendi sehingga memerlukan program fisioterapi
yang intensif dan tindakan bedah.

19
7. Prognosis Luka Bakar
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat dua dapat
sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai
dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel
basal, sel kelenjar keringat atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat dua
yang dalam mungkin menggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan
secara estetik yang jelek.
Penyakit dan kematian berkaitan dengan ukuran atau luas permukaan dan
kedalaman luka bakar, usia dan keadaan kesehatan sebelum korban, lokasi luka
bakar, dan beratnya cedera yang terkait, jika ada-terutama cedera paru-paru.
Pasien di bawah umur 2 tahun dan usia 60 ke atas memiliki tingkat
kematian secara signifikan lebih tinggi untuk tingkat tertentu terbakar. Tingkat
kematian yang lebih tinggi pada bayi hasil dari sejumlah faktor. Pertama, luas
permukaan tubuh pada anak-anak relatif terhadap berat badan jauh lebih besar
dari pada orang dewasa. Oleh karena itu, luka bakar luas permukaan sebanding
memiliki dampak fisiologis yang lebih besar pada anak. Kedua, ginjal belum
matang dan hati tidak memungkinkan untuk memindahkan beban yang terlarut
tinggi dari jaringan yang terluka atau pemulihan yang cepat dari dukungan gizi
yang memadai. Ketiga, meningkatkan kekebalan tubuh tidak lengkap
dikembangkan sistem kerentanan terhadap infeksi. Berhubungan dengan
kondisi seperti penyakit jantung, diabetes, dan paru obstruktif kronik secara
akan memperburuk prognosis pada pasien terutama usia lanjut.
Luka bakar yang melibatkan tangan, wajah, kaki, atau perineum akan
mengakibatkan cacat permanen jika tidak diobati. Pasien dengan luka bakar
seperti itu harus selalu dirawat di rumah sakit, sebaiknya ke pusat terbakar.
Kimia dan luka bakar listrik atau yang melibatkan saluran pernapasan yang
selalu jauh lebih luas daripada yang terlihat pada pemeriksaan awal. Jadi
prognosis luka bakar terutama ditentukan oleh luasnya luka bakar.

20
8. Penanganan Pada Luka Bakar
Penanganan pertama secara sistematik dapat dilakukan dengan cara:
8.1. Clothing
Menyingkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan
pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk
sampai pada fase cleaning.

8.2. Cooling
Daerah yang terkena luka bakar didinginkan dengan menggunakan air
mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia atau penurunan suhu di
bawah normal, terutama pada anak dan orang tua. Cara ini efektif sampai
dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar. Kompres dengan air dingin dan
air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin, sebagai
analgesia atau penghilang rasa nyeri untuk luka yang terlokalisasi. Jangan
pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah vasokonstriksi
sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia.
Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram
dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila
penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari
kulit baru disiram air yang mengalir.

8.3. Cleaning
Pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa
sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan
akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.

8.4. Chemoprophylaxis
Pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam
dari superficial partial thickness. Pemberian krim silver sulvadiazin untuk
penanganan infeksi dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial.
Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil,
bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan.

21
8.5. Covering
Penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat
luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau
bahan lainnya. Pembalutan luka dilakukan setelah pendinginan, bertujuan
untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan
kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan
lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.

8.6. Comforting
Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri untuk membantu
pasien mengatasi kegelisahan karena nyeri yang berat. Prinsip penanganan
frostbite yaitu penanganan harus sesegera mungkin dilakukan untuk
mengurangi waktu pembekuan jaringan. Upaya pemanasan hendaknya
tidak dilakukan bila penderita beresiko untuk mengalami pembekuan
ulang. Baju- baju yang sempit harus dilepaskan dan diganti dengan selimut
hangat. Apabila penderita bisa minum, berikan minuman hangat. Rendam
bagian tubuh yang kedinginan dengan air hangat bersuhu 40oC, jika
mungkin air tersebut berputar hingga warna kulit dan perfusi kembali
normal. Hindari pemanasan kering dan jangan lakukan tindakan mengurut.
Tindakan penghangatan akan menimbulkan rasa nyeri yang hebat sehingga
memerlukan pemberian obat- obat analgesik. Dianjurkan untuk melakukan
monitoring jantung sewaktu tindakan penghangatan tubuh (American
College of Surgeons Committee on Trauma in Lawrence, 2006).

8.7. Skin graft


Skin graft yaitu tindakan memindahkan sebagian atau seluruh tebalnya
kulit dari satu tempat ke tempat lain supaya hidup di tempat yang baru
tersebut dan dibutuhkan suplai darah baru atau revaskularisasi untuk
menjamin kelangsungan hidup kulit yang dipindahkan tersebut.
Skin graft pada luka bakar dilakukan jika luka bakar tersebut termasuk
dalam derajat II B dan 3, karena proses penyembuhan luka tidak dapat
dilakukan dengan spontan.

22
8.7.1. Pembagian Skin Graft
Pembagian skin graft berdasarkan ketebalannya:
a. Split thickness skin graft atau STSG:
Graft ini mengandung dermis dan sebagian dermis. Tipe ini
dapat dibagi atas 3 bagian, yaitu:
1. Thin Split Thickness Skin Graft, berukuran 0,008 – 0,012 mm.
2. Intermediate (medium) Split Thickness Skin Graft, berukuran
0,012 – 0,018 mm.
3. Thick Split Thickness Skin Graft, berukuran 0,018 – 0,030 mm.

b. Full Thickness Skin Graft (FTSG)


Graft ini meliputi epidermis dan seluruh ketebalan dermis.
Pada kasus luka bakar jenis skin grafting yang digunakan adalah split
thickness karena umumnya area yang perlu ditutup relatif luas dan kondisi
vaskularisasi luka tidak begitu baik akibat trauma panas.

8.7.2. Vaskularisasi Skin Graft


Skin Graft membutuhkan vaskularisasi yang cukup untuk dapat
hidup, sebelum terjadi hubungan erat dengan resipien dan setelah ada
jalinan dengan resipien. Setelah kulit dilepas dari donor akan berubah
menjadi pucat oleh karena terputus dari suplai pembuluh darah
dimana terjadi kontraksi kapiler pada graft dan sel darah merah terasa
keluar. Setelah graft ditempelkan ke rsevaskularisasi ipien secara
perlahan tampak perubahan warna graft menjadi pink seperti ada
sirkulasi kembali, hal ini terjadi diakibatkan perindahan pasif sel darah
merah yang bebas ke dalam kapier graft. Efek kapiler terjadi selama
12 jam pertama.
Revaskularisasi pada skin graft merupakan kombinasi dari ketiga
proses di bawah ini yaitu:
1. Hubungan anastomose langsung antara graft dengan pembuluh
darah resipien disebut proses iokulasi.

23
2. Pertumbuhan ke dalam dari pembuluh darah resipien ke dalam
saluran endothelial graft.
3. Penetrasi pembuluh darah resipien ke dalam dermis dari graft yang
akan membentuk saluran endothelial baru.

Revaskularisasi dari split thickness skin graft di daerah resipien


lebih cepat dibandingkan full thickness skin graft oleh karena split
thickness skin graft lebih tipis sehingga masuknya pembuluh darah
dari resipien menempuh jarak yang lebih pendek.

8.7.3. Syarat-syarat skin graft yang baik yaitu :


1. Vaskularisasi resipien yang baik
2. Kontak yang akurat antara skin graft dengan resipien
3. Imobilisasi

8.7.4. Tekhnik Mengerjakan Skin Graft


Pada split thickness skin graft donor dapat diambil dari daerah
mana saja di tubuh seperti perut, dada, punggung, bokong,
ekstremitas. Umumnya yang sering dilakukan diambil dari paha.
Untuk mengambil split thickness skin graft dilakukan dengan
menggunakan pisau khusus atau dermatome.
Pada full thickness skin graft defek yang ada dibuat dari patron
dari kasa atau karet sarung tangan bedah, kemudian dibuat desain
pada daerah donor sesui dengan patron. Donor dapat diambil dari retro
aurikuler, supra klavikula, kelopak mata, perut, lipat paha atau
inguinal, lipat siku, lipat pergelangan volar.
Dilakukan penyuntikan NaCl 0,9 % untuk membantu pemisahan
lapisan dermis dengan jaringan lemak di bawahnya.Lalu dilakukan
insisi sesuai desain dan menurut kedalamannya. Setelah kulit didapat,
dilakukan pembuangan jaringan lemak yang ikut terangkat saat
pengambilan graft.

24
Kemudian dilakukan peempelan skin graft. Sebelumnya daerah
resipien arus dilakukan hemostasis dengan baik sehingga permukaan
resipien lebih bersih tidak ada perdarahan atau bekuan darah.
Terakhir, dilakukan penjahitan interrupted di sekeliling graft
dengan benang non absorble yang biasanya mengandung silk. Dan
untuk membantu keberhasilan tindakan, dilakunakan balut tekan
menggunakan verban elastic.

8.7.5. Cara Perawatan Skin Graft


Bila diyakini tindakan hemostasis darah resipien telah dilakukan
denan baik dan fiksasi skin graft telah dilakukan dengan baik, bautan
dibuka pada hari ke-5 untuk mengevaluasi take dari skin graft dan
benang fiksasi dicabut. Take dari skin graft maksudnya adalah telah
terjadi revaskularisasi, dimana skin graft memperoleh cukup
vaskularisasi utuk hidup.
Bila diduga akan adanya seroma, hematoma atau bekuan darah di
bawah kulit sebaiknya dalam waktu 24-48 jam dilakukan pengamatan
skin graft. Oleh karena bila trjadi sehingga akan menghalangi take
dari skin graft tersebut.

8.7.6. Perawatan Luka Daerah Donor


Pada daerah donor split thickness skin graft, balutan baru dibuka
setelah proses epitelialisasi. Pada daerah donor terjadi penyembuhan
atau proses epiteialisasi untuk thin split thickness skin graft 7-9 hari,
intermediate split thickness skin graft 10-14 hari, thick split thickness
skin graft memerlukan 14 hari atau lebih

8.7.7. Sebab-Sebab Kegagalan Tindakan Skin Graft


Penyebab kegagalan tidakan skin graft yaitu :
a. Hematoma
Hematoma di bawah skin graft atau perdarahan merupakan
penyebabab kegagalan skin graft yang paling penting. Bekuan

25
darah dan seroma akan menghalangi kontak dan proses
revaskularisasi, sehingga tindakan hemostasis yang baik harus
dilakukan sebelum penempelan skin graft
b. Pegeseran skin graft
Pergeseran akan merusak atau menghalangi revaskularisasi
dengan resipien. Harus diusahakan terhindarnya daerah operasi dari
geseran dengan cara fiksasi dan imobilisasi yang baik
c. Suplai resipien yang kurang vital
Suplai daerah yang kurang baik pada daerah resipien, misalnya
daerah bekas crash injury, akan menghalangi kemungkinan take,
kecuali telah dilakukan debridement yang adekuat
d. Infeksi
Merupakan penyebab kegagalan yang sebenarnya tidak sering.
Infeksi luka ditentukan oleh keseimbangan antara daya tahan luka
dan sejumlah mikrooranisme.
e. Tehnik yang salah

9. Penatalaksanaan Fisioterapi
Asesmen
Merupakan proses pengumpulan data baik data pribadi maupun data
pemeriksaan pasien. Asesmen dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasikan
urutan masalah yang timbul pada kasus combutio kemudian menjadi dasar
dari penyusunan program terapi dan tujuan terapi yang disesuaikan dengan
kondisi pasien serta lingkungan sekitar pasien.
9.1. Anamnesis
Anamnesis merupakan cara pengumpulan data dengan jalan tanya
jawab antara terapis dengan sumber data. Dilihat dari segi
pelaksanaannya anamnesis dibedakan atas dua yaitu : Autoanamnesis,
merupakan anamnesis yang langsung ditujukan kepada pasien yang
bersangkutan dan Alloanamnesis, merupakan anamnesis yang
dilakukan terhadap orang lain yaitu keluarga, teman, ataupun orang

26
terdekat dengan pasien yang mengetahui keadaan pasien tersebut.
Anamnesis yang akan dilakukan berupa :
9.1.1. Identitas Penderita atau Anamnesis Umum
Anamnesis ini berisi tentang : nama, umur, jenis kelamin,
alamat, pekerjaan, hobi dan agama. Identitas pasien harus diisi
selengkap mungkin, ini bertujuan untuk menghindari kesalahan
dalam pemberian tindakan.
Dari data identitas pasien, kita juga mendapatkan kesan
mengenai keadaan sosial ekonomi, budaya dan lingkungan dari
pendidikan terakhir dan pekerjaan pasien. Sehingga kita dapat
memberikan tindakan dan edukasi yang sesuai bagi pasien.

9.1.2. Keluhan Utama


Keluhan utama merupakan keluhan yang paling mengganggu
pasien pada saat itu. Keluhan utama pasien dijadikan sebagai acuan
dalam menggali informasi lebih dalam, melakukan pemeriksaan
dan pemberian tindakan.

9.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang


Riwayat penyakit sekarang merupakan rincian dari keluhan
utama, yang berisi riwayat perjalanan penyakit secara kronologis
dengan jelas dan lengkap serta keterangan tentang riwayat
pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya dan hasil yang
diperoleh. Riwayat penyakit sekarang harus meliputi: lokasi dan
penjalaran, intensitas atau keparahan, disabilitas, durasi, frekuensi,
kondisi/keadaan saat munculnya gejala, faktor pencetus, faktor
yang memperberat, faktor yang memperingan, kaitannya dengan
aktivitas sehari-hari. Hal ini bertujuan sebagai acuan dalam
melakukan pemeriksaan serta pemberian tindakan.

27
9.1.4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit fisik
maupun psikiatrik yang pernah diderita sebelumnya. Meliputi
penyakit sewaktu anak-anak, penyakit serius, trauma, pembedahan
dan riwayat hospitalisasi. Hal ini perlu diketahui karena ada
beberapa penyakit yang sekarang dialami ada hubungannya dengan
penyakit yang pernah dialami sebelumnya serta sebagai bahan
pertimbangan dalam pemilihan tindakan yang akan dilakukan.

9.1.5. Riwayat Penyakit Keluarga


Sejarah keluarga memegang peranan penting dalam kondisi
kesehatan seseorang. Penyakit yang muncul pada lebih dari satu
orang keluarga terdekat dapat meningkatkan resiko untuk
menderita penyakit tersebut. Penyakit yang muncul bersamaan
pada keluarga juga mengindikasikan resiko yang lebih besar,
misalnya diabetes dan penyakit jantung.

9.1.6. Riwayat Psikososial


Riwayat psikososial yaitu bagaimana pekerjaan pasien,
keadaan lingkungan di sekitar pasien tinggal dan aktifitas sehari-
hari pasien yang mungkin dapat memicu penyakit yang diderita
pasien. Pentingnya mengetahui riwayat psikososial adalah untuk
merancang terapi dan home program yang tepat bagi pasien.

9.2. Pemeriksaan
Pemeriksaan terdiri dari:
9.2.1. Pemeriksaan Umum mencakup cara datang, normal atau
menggunakan alat bantu, kesadaran, koperatif atau tidak, tensi,
lingkar kepala jika diperlukan, nadi, respirasi rate, status gizi, suhu
tubuh.

28
a. Kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon
seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat
kesadaran dibedakan menjadi:
1. Compos Mentis atau conscious, yaitu kesadaran normal,
sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi berupa orang, tempat,
waktu, memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,
kadang berhayal.
4. Somnolen atau Obtundasi, Letargi, yaitu kesadaran
menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur,
namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang atau mudah
dibangunkan tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal.
5. Stupor atau soporo koma, yaitu keadaan seperti tertidur
lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6. Coma ataucomatos, yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun atau tidak ada respon
kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada
respon pupil terhadap cahaya.

b. Tensi atau Tekanan Darah


Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada
dinding arteri. Tekanan sistolik adalah tekanan darah pada saat
terjadi kontraksi otot jantung. Sedangkan, tekanan diastolik
adalah tekanan darah yang digambarkan pada rentang di antara
grafik denyut jantung. Tekanan darah biasanya digambarkan
sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik.

29
Prosedur Pengukuran Tekanan Darah:
1. Pasien dalam posisi yg nyaman, dapat dengan berbaring
atau duduk. Bila pasien duduk, lengan di sangga
menggunakan bantal atau di atas meja.
2. Palpasi daerah arteri brachialis.
3. Pastikan bahwa manset tidak ada udara, kemudian pasang
manset diatas arteri brachialis kurang lebih 2,5 cm atau
diatas denyutan.
4. Letakkan stetoskop pada arteri brachialis.
5. Palpasi daerah arteri radialis dan temukan denyutan. Pompa
balon udara manset sampai denyut nadi arteri radialis tidak
teraba. Pompa terus sampai manometer setinggi 20 mmHg
lebih tinggi dari titik radialis tidak teraba
6. Kempeskan balon udara manset secara perlahan dan
berkesinambungan dengan memutar sekrup pada pompa
udara berlawanan arah jarum jam.
7. Dengar bunyi I dan pada angka berapa bunyi I terdengar,
nilai ini menunjukkan tekanan sistolik.
8. Lanjutkan sampai bunyi II terdengar, nilai ini menunjukkan
tekanan diastolik.
9. Catat hasil pengukuran dan bereskan alat

Tabel Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII 2003


Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi 140-159 90-99
Derajat 1 ≥ 160 ≥ 100
Derajat 2
(Arif Muttaqin, 2009)

30
c. Nadi
Mengetahui denyut nadi merupakan dasar untuk melakukan
latihan fisik yang benar dan terukur atau mengetahui seberapa
keras jantung bekerja. Pengukuran nadi dilakukan dengan durasi
1 menit.
Frekuensi denyut nadi normal:
Pada bayi baru lahir 140 kali/menit
Selama tahun pertama 120 kali/menit
Selama tahun kedua 110 kali/menit
Pada umur 5 tahun 96-100 kali/menit
Pada umur 10 tahun 80-90 kali/menit
Pada orang dewasa 60-80 kali/menit
( Suroso, 2012 )

Pola nadi yang normal adalah detaknya berirama.


Pola nadi Deskripsi
Bradikardia Frekuensi nadi lambat.
Takikardia Frekuensi nadi meningkat, dalam keadaan tidak pada
ketakutan, menangis, aktivitas meningkat, atau demam
yang menunjukan penyakit jantung.
Aritmia Frekuensi nadi meningkat selama inspirasi, menurun
selama ekspirasi. Sinus Aritmia merupakan variasi
normal pada anak, khususnya selama tidur.

d. Respirasi Rate
Respirasi rate adalah jumlah seseorang mengambil napas per
menit. Tingkat respirasi biasanya diukur ketika seseorang dalam
posisi diam dan hanya melibatkan menghitung jumlah napas
selama satu menit dengan menghitung berapa kali dada
meningkat.
Respirasi normal untuk orang dewasa di kisaran sisa 12-20
kali per menit.

31
e. Suhu Badan
Nilai hasil pemeriksaan suhu merupakan indikator untuk
menilai keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran
panas. Nilai ini akan menunjukkan peningkatan bila pengeluaran
panas meningkat. Kondisi demikian dapat juga disebabkan oleh
vasodilatasi, berkeringat, hiperventilasi dan lain-lain. Demikian
sebaliknya, bila pembentukan panas meningkat maka nilai suhu
tubuh akan menurun.
Suhu normal tubuh:
Tempat Waktu Celcius
Rectal 2 - 4 menit 37,1° - 38,1°
Axilla 9 – 11 menit 35,9° - 36,9°
Oral 3 - 5 menit 36,5° - 37,5°
Telinga 2 - 3 menit 37,1° - 38,1°
( Suroso, 2012 )

f. Status Gizi
Body Mass Index atau BMI atau dalam bahasa Indonesia
disebut Index Masa Tubuh atau IMT adalah sebuah ukuran berat
terhadap tinggi badan yang umum digunakan untuk
menggolongkan orang dewasa ke dalam kategori Underweight
yaitu kekurangan berat badan, Overweight yaitu kelebihan berat
badan dan Obesitas yaitu kegemukan. Rumus atau cara
menghitung Index Masa Tubuh sangat mudah, yaitu dengan
membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat dari tinggi
badan dalam meter yaitu kg/m².
Untuk mengetahui nilai Index Masa Tubuh ini, dapat dihitung
dengan rumus berikut:
Berat badan (Kg)
IMT = -------------------------------------------------------
[Tinggi badan (m)] 2

32
Tabel Klasifikasi Index Masa Tubuh menurut Kriteria Asia
Pasifik
Klasifikasi Index Masa Tubuh
Berat badan kurang < 18.5
Kisaran normal 18.5-22.9
Berat badan lebih ≥ 23
Berisiko 23 -24.9
Obes I 25-29.9
Obes II ≥ 30
(Sugondo, 2006)

9.2.2. Pemeriksaan khusus


Pemeriksaan khusus terdiri dari:
a. Inspeksi
Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksa dengan
menggunakan indera penglihatan untuk mendeteksi karakteristik
normal atau tanda tertentu dari bagian tubuh atau fungsi tubuh
pasien. Inspeksi digunakan untuk mendeteksi bentuk, postur,
warna, posisi, ukuran, tumor dan lainnya dari tubuh pasien.
Inspeksi dilakukan pada posisi tidur, duduk, berdiri, dan saat
pasien berjalan. Yang harus di inspeksi yaitu pola jalan, postur
dari depan, samping, dan belakang, ada tidaknya oedem,
deformitas, dan kemerahan.

b. Palpasi
Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan jalan meraba,
menekan, dan memegang bagian tubuh pasien untuk mengetahui
tentang adanya spasme otot, nyeri tekan, suhu, oedema, kountur
dan lainya. Dengan kata lain bahwa palpasi merupakan tindakan
penegasan dari hasil inspeksi, disamping untuk menemukan
yang tidak terlihat.

33
c. Move
Move merupakan tes gerak untuk mengetahui ada tidaknya
nyeri, keterbatasan gerak atau ROM, dan kelemahan dari otot
maupun gerakan pasien.
1. Pemeriksaan ROM
Tes ini bertujuan untuk mengetahui gerakan sendi
dengan menggunakan alat bantu Goniometer. Dalam literatur
telah ditetapkan kriteria normal ROM untuk masing-masing
persendian, meskipun demikian ROM normal pada masing-
masing individu berbeda, disesuaikan dengan usia dan ukuran
badan seseorang.
Prosedur Pengukuran ROM :
a. Posisi anatomis tubuh tegak, lengan lurus disamping
tubuh, lengan bawah dan tangan menghadap ke depan.
b. Sendi yang diukur terbebas dari pakaian.
c. Beri penjelasan & contoh gerakan yang akan dilakukan.
d. Berikan gerakan pasif untuk menghilangkan gerakan
subtitusi dan ketegangan.
e. Berikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal.
f. Tentukan axis gerak dengan cara melakukan palpasi pada
bagian tulang sebelah lateral sendi.
g. Letakkan tangkai goniometer yang statis paralel dengan
aksis longitudinal segmen tubuh yang bergerak.
h. Pastikan axis goniometer tepat pada axis gerakan sendi.
i. Baca dan catat hasil pemeriksaan ROM.

2. Pemeriksaan MMT
Suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui kekuatan
otot atau kemampuan mengontraksikan otot secara
volunteer dengan tujuan membantu menegakkan diagnosa.
Nilai MMT:

34
Nilai 0 atau zero : tidak ada kontraksi sama sekali baik
terlihat maupun teraba.

Nilai 1 atau trace : kontraksi otot dapat terlihat/diraba


tetapi tidak ada gerakan sendi.

Nilai 2 atau poor : kontraksi otot dapat menggerakan


sendi secara penuh tanpa
mempengaruhi gravitasi.

Nilai 3 atau fair : kontraksi otot dapat menggerakan


sendi secara penuh dengan melawan
gravitasi

Nilai 4 atau good : kontraksi otot dengan gerakan sendi


penuh, mampu melawan gravitasi dg
tahanan sedang

Nilai 5 atau normal : kontraksi otot dengan gerakan sendi


penuh, mampu melawan gravitasi dg
tahanan penuh

d. Tes Khusus
Tes khusus sangat penting dilakukan, karena untuk
mempertegas apa yang dikeluhkan pasien dan apa yang
tercantum pada diagnosa medik.
1. Empty can test
Tes ini untuk mengetahui penjempitan akar syaraf atau
kelemahan dari supraspinatus juga untuk mengidentifikasi
dari kelemahan otot rotator cuff.
Posisi pasien : Pasien posisi berdiri.
Posisi terapis: Terapis berdiri didepan pasien
Tata laksana : Instruksikan pasien memfleksikan bahu 40
sampai dengan 70 derajat, internal rotasi bahu
full, ekstensi elbow, dan wrist pronasi. Terapis
memerintahkan pasien membawa tangannya

35
keatas lalu terapis menahannya dengan tahanan
ke arah bawah.
Positif : Jika terjadi kelemahan otot rotator cuff dan
menimbulkan nyeri.

2. Drop Arm Test.


Tes ini untuk mengetahui adanya penyakit atau patologi
oleh otot – otot rotator cuff.
Posisi pasien : Berdiri atau duduk.
Posisi terapis: Terapis berdiri di belakang pasien.
Tata laksana :Terapis menginstruksikan pasien untuk
mengabduksikan bahu lebih dari 90 derajat.
Positif :Jika pasien menurunkan lengan secara perlahan
atau kurangnya kontrol gerakan saat proses
penurunan. Ini mengindikasi partial tear atau
kelemahan pada otot – otot rotator cuff.

3. Lift Off Test


Tes ini untuk mengetahui kekuatan dari otot
subscapularis sebagai bagian dari rotator cuff. Tes ini juga
dikenal sebagai Gerber’s lift off test. Prosedur dari test ini
meliputi tahanan isometrik oleh tangan pasien yaitu dengan
menjauhi punggung mereka dalam posisi medial rotasi penuh
dari bahu. Posisi dari medial rotasi maksimal terutama
menggunakan otot subscapularis.
Posisi pasien : Berdiri
Posisi terapis : Berdiri dibelakang pasien
Tata laksana : Terapis membantu mengarahkan lengan
pasien ke posisi medial rotasi tanpa
menempel pada punggung pasien. Lalu
menginstruksikan pasien untuk menahan.
Kemudian teapis melepaskan lengan pasien.

36
Positif : Hasil positif jika ketidakmampuan pasien
untuk mempertahankan posisi tersebut, yaitu
lengan menempel pada punggung pasien.

4. Hornblower’s test
Tes ini untuk mengetahui kekuatan otot teres minor dari
rotator cuff.
Posisi pasien : Duduk atau berdiri.
Posisi terapis: Berdiri didepan pasien.
Tata laksana : Instruksikan pasien untuk membawa kedua
tangan ke depan mulut dengan posisi netral pada
shoulder.
Positif : Pasien mengabduksikan salah satu bahu
kurang lebih 90 derajat.

5. Rule Of Nines
Luas luka bakar ditentukan oleh percentage dari body
area yang terbakar yaitu menggunaan metode rule of nines
dari Wallace (Moossa et al, 1997). Rule of nine Wallace
membagi tubuh menjadi beberapa bagian dan digunakan
untuk mengkalkulasi percentage permukaan tubuh yang
terbakar.

Gambar: Perhitungan Luas Luka Bakar Rule of Nine


(Moossa et al, 1997)

37
Adapun menurut American Burn Association, kriteria
berat ringannya luka bakar dibagi menjadi :
1) Ringan
a. Kurang dari 15% partial thickness atau derajad II
pada dewasa, dan 10% pada anak-anak.
b. Kurang dari 2% full thickness atau derajad III, namun
tidak mengenai mata, telinga, wajah atau perineum.

2) Sedang
a. 15 - 25% partial thickness atau derajad II pada
dewasa, dan 10 - 20% pada anak-anak.
b. 2 - 10% full thickness atau derajad III, namun tidak
mengenai mata, telinga, wajah atau perineum.

3) Berat
a. 25% partial thickness atau derajad II pada dewasa,
dan 20% pada anak-anak atau lebih dari 10% full
thickness atau derajad III.
b. Semua luka bakar mengani wajah,mata, telinga, kaki,
perineum.
c. Semua luka bakar listrik.
d. Semua kasus inhalasi.
e. Luka bakar disertai fraktur atau trauma jaringan
mayor.
f. Luka bakar dengan faktor resiko usia atau adanya
penyakit.

9.3. Pengumpulan Data Tertulis Pemeriksaan Penunjang


Merupakan data-data yang dijadikan sebagai referensi. Misalnya
hasil dari CT-Scan, MRI, Rontgen, pemeriksaan radiologi,
pemeriksaan laboratorium, FEES, endoskopi, bronkogram, EKG.

38
9.4. 1. Urutan Masalah Fisioterapi Berdasarkan Prioritas
Urutan masalah didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik baik
pemeriksaan umum maupun pemeriksaan khusus dan juga keluhan
dari pasien itu sendiri. Masalah yang timbul meliputi:
2. Diagnosa Fisioterapi
Disusun berdasarkan dari urutan masalah yang ada. Diagnosa
Fisioterapi terdiri dari impairment, keterbatasan gerak, keterbatasan
fungsional yang berhubungan dengan diagnosa medik.

9.5. Program Pemeriksaan Fisioterapi


1. Pengumpulan data program Fisioterapi dari dokter Rehabilitasi
Medik
Merupakan program yang disusun oleh dokter Rehabilitasi
Medik yang bersangkutan.

2. Tujuan
a. Tujuan Jangka Pendek
Tujuan jangka pendek biasanya dibuat berdasarkan
prioritas masalah yang utama. Dalam membuat tujuan jangka
pendek ini harus disertai dengan bagaimana tujuan atau
rencana tersebut akan dicapai, alokasi waktu pencapaian, dan
kondisi-kondisi seputar pasien dan lingkungan yang
memungkinkan tujuan tersebut dapat dicapai.

b. Jangka Panjang
Tujuan jangka panjang juga dibuat berdasarkan prioritas
masalah, tetapi bukan masalah yang utama atau segera. Tujuan
jangka panjang harus realistis sesuai dengan perkiraan
pemulihan yang maksimal sesuai patologi dan keadaan pasien
juga harapan dari pasien dan keluarga.

39
3. Metode Pemberian Fisioterapi
Fisioterapis memilih intervensi berdasarkan pada
kompleksitas dan tingkat keparahan dari problem. Fisioterapis
memilih, mengaplikasikan atau memodifikasi satu atau lebih
prosedur intervensi berdasarkan pada tujuan akhir dan hasil yang
diharapkan yang telah dikembangkan terhadap pasien.
Metode tersebut meliputi:
3.1. Ultrasound
a. Gelombang Ultrasound
Bentuk gelombang ultrasound adalah longitudinal.
Ultrasound terapi merupakan suatu terapi dengan
menggunakan getaran mekanik gelombang suara dengan
frekuensi lebih dari 20.000 Hz, yang digunakan dalam
fisioterapi adalah 0,5 MHz-5MHz dengan tujuan untuk
menimbulkan efek terapeutik.

b. Penyerapan dan Penetrasi Ultrasound


Jika gelombang ultrasound masuk ke dalam jaringan
maka efek yang diharapkan adalah efek fisiologis. Oleh
karena adanya penyerapan tersebut maka semakin dalam
gelombang ultrasound masuk dan intensitasnya semakin
berkurang.
Tabel Nilai penetrasi terhadap jaringan
Medium Frek. 1 MHz Frek. 3 MHz
Tulang 2,1 mm -
Kulit 11,1 mm 4 mm
Tulang rawan 6m 2 mm
Udara 2,5 mm 0,8 mm
Tendon 2,5 mm 0,8 mm
Otot 9 mm 3 mm
Lemak 24,6 mm 16,5 mm
Air (200C) 50 mm 16,5 mm

40
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa banyaknya
energi ultrasound diserap dalam jaringan tendon dan
jaringan tulang rawan.

c. Indikasi Ultrasound
1. Kelainan-kelainan atau penyakit pada jaringan tulang
sendi dan otot
2. Keadaan-keadaan post traumatik
3. Fraktur
4. Rheumathoid Arthritis pada stadium tidak aktif
5. Kelainan atau penyakit pada sirkulasi darah
6. Penyakit-penyakit pada organ dalam
7. Kelainan atau penyakit pada kulit
8. Luka bakar
9. Jaringan parut oleh karena operasi
10. Kontraktur

d. Kontra Indikasi Ultrasound


1. Di dekat uterus pada wanita hamil
2. Epiphysela plates
3. Testis
4. Post laminectomi
5. Hilangnya sensibilitas
6. Tumor
7. Diabetes Mellitus
8. Trombhoplebitys dan Varises

e. Efek Fisiologis Ultrasound


Efek fisiologis yang ditimbulkan oleh ultrasound
antara lain:

41
1. Meningkatkan sirkulasi darah
Salah satu efek yang ditimbulkan oleh ultrasound
adalah panas sehingga tubuh memberikan reaksi
terhadap panas tersebut yaitu terjadinya vasodilatasi.

2. Rileksasi Otot
Dengan adanya efek panas maka akan
mengakibatkan vasodilatsi pembuluh darah sehingga
terjadi perbaikan sirkulasi darah yang mengakibatkan
rileksasi otot. Hal ini disebabkan oleh karena zat-zat
pengiritasi diangkut oleh darah, disamping itu efek
vibrasi ultrasound mempengaruhi serabut afferent
secara langsung dan mengakibatkan rileksasi otot.

3. Meningkatkan Permeabilitas Membran


Melalui mekanisme getaran gelombang ultrasound
maka cairan tubuh akan didorong ke membran sel yang
menyebabkan perubahan konsentrasi ion sehingga
mempengaruhi nilai ambang dari sel-sel.

4. Mempercepat proses penyembuhan jaringan


Dengan pemberian ultrasound akan menyebabkan
terjadinya vasodilatasi pembuluh darah sehingga
meningkatkan suplai bahan makanan pada jaringan
lunak dan juga terjadi peningkatan antibody yang
mempermudah terjadinya perbaikan jaringan yang
rusak.

5. Mengurangi Nyeri
Nyeri dapat dikurangi dengan menggunakan
ultrasound, selain dipengaruhi oleh efek panas juga
berpengaruh langsung pada saraf. Hal ini disebabkan
oleh karena gelombang pula dengan intensitas rendah
sehingga dapat menimbulkan pengaruh sedative dan

42
analgesi pada ujung saraf afferent II dan IIIa sehingga
diperoleh efek terapeutik berupa pengurangan nyeri
sebagai akibat blockade aktivitas pada HPC melalui
serabut saraf tersebut.

3.1. Finger Ladder atau Active Range of Motion Exercice


Latihan finger ladder digunakan pada frozen shoulder
syndrome. Finger ladder atau wall climb adalah teknik
fisioterapi yang dapat membantu untuk mengembalikan
lingkup gerak sendi pada bahu setelah mengalami cidera,
terutama pada otot-otot rotator cuff. Finger ladder juga sangat
membantu untuk mengurangi gangguan yang kronik pada
rotator cuff. Tujuan dari latihan ini adalah untuk
meningkatkan lingkup gerak sendi yang mana pasien dapat
merasakan tidak ada nyeri lagi di bahu.
Active Range Of Motion merupakan gerakan dari suatu
segmen didalam lingkup gerak sendi normal yang dihasilkan
oleh kontraksi aktif otot yang melewati sendi tersebut. Active
Range Of Motion diaplikasikan ketika pasien mampu secara
aktif mengkontraksikan ototnya dan menggerakkan segmen
tubuhnya tanpa ada bantuan. Active Range Of Motion
exercise biasanya digunakan pada pasien yang memiliki nilai
MMT 3 sampai dengan 5.
Tujuan Finger Ladder Exercise atau Active Range Of
Motion exercise adalah:
a. Memelihara elastisitas dan kontraktilitas fisiologis dari
otot.
b. Memberikan sensorik feedback dari kontraksi otot.
c. Memberikan stimulus terhadap tulang dan integritas
jaringan di sendi.
d. Meningkatkan sirkulasi dan mencegah formasi thrombus.

43
e. Mengembangkan koordinasi dan skill motorik untuk
aktivitas fungsional.

3.2. Active Stretching atau Self Stretching


Active stretching self stretching atau adalah suatu metode
penguluran atau stretching yang biasa dilakukan pada otot-
otot postural sebagai suatu latihan fleksibilitas yang
dilakukan secara aktif oleh klien atau pasien. Active
stretching meningkatkan fleksibilitas secara aktif dan
menguatkan otot agonis.
Praktiknya pada saat melakukan active stretching, otot
antagonis atau group otot pada sisi yang tidak di stretch dan
otot yang akan distretch keduanya rileks. Secara perlahan dan
lembut, gerakan tubuh meningkatkan tekanan pada group otot
yang akan di stretch.
Tekanan pada otot agonis saat peregangan secara aktif
akan membuat otot mudah terulur, dimana muscle spindle
tidak terstimulasi optimal dan stimulasi optimal terjadi pada
golgi tendon, sehingga akan diperoleh suatu penguluran yang
berarti. Prinsip utama dari active stretching membantu pasien
bergerak lebih mudah dan lebih baik sehingga tidak akan
terjadi kerobekan pada otot jika stretching dilakukan dengan
perlahan dan lembut.

9.6. Program Untuk di Rumah


Program yang diberikan kepada pasien untuk dikerjaan di rumah
sebagai bentuk membantu pelaksanaan program fisioterapi. Program
yang diberikan harus sesuai dengan kondisi, kemampuan, kasus, dan
mudah untuk dilakukan. Program yang diberikan juga mencakup
proper body mechanik agar pasien tidak mengalami cidera yang
makin parah.

44
9.7. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengamati apakah terapi yang
diberikan sesuai dengan apa yang dituju dan bagaimana respon pasien
terhadap intervensi yang diberikan. Jangan mempertahankan
intervensi yang nyata-nyata tidak efektif. Evaluasi terhadap hasil perlu
dilakukan pada beberapa titik, misalnya evaluasi ketercapaian tujuan,
evaluasi dari kelambatan pada kemajuan pasien dan lain-lain.
Kesimpulan yang didapat dari evalusi ini untuk mengetahui apakah
dalam menentukan apakah terapi tidak efektif, apakah memang tidak
mungkin melakukan perubahan terhadap impairment dan merubah
tujuan terapi kearah kompensasi dan lain-lain.

45
BAB III
ISI

UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM VOKASI
BIDANG STUDI KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FORMULIR FISIOTERAPI

Nama fisioterapi : Ibu Titik M. W, SMPh Peminatan : FT B –


Muskuloskeletal

Nama dokter : dr. Nyoman M, SpKFR (K) Ruangan : Pelayanan URM FT


lantai 2

Nomer Registrasi : 371 - 31 - 71 Tanggal Pemeriksaan :


10 Desember 2012

I. PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN : (S)

Nama Inisial : Ny M.

Tempat & tgl lahir : Jawa tengah, 23 Agustus 1975 (37 tahun)

Alamat : Ciledug, Tangerang.

Pendidikan Terakhir : Tamat SD

Pekerjaan : Wiraswasta - pedagang

Hobi : Memasak

46
Diagnosa Medik : Frozen Shoulder et causa Sikatrik et causa Luka
Bakar

II. PENGUMPULAN DATA RIWAYAT PENYAKIT (S)

KU : Lengan kanan nyeri, kaku dan terbatas saat digerakkan.

RPS : Bulan Juli 2012, tubuh OS terbakar terutama pada bagian leher
kanan, dada, sepanjang lengan kanan dan perut karena terkena
ledakan kaleng pilox saat OS sedang membakar sampah, OS
segera dibawa berobat ke rumah sakit Budi Asih, di rumah
sakit tersebut luka diberi obat lalu di tutup oleh perban.
Kemudian OS dirujuk ke rumah sakit umum Tangerang untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut, karena keterbatasan alat
dan OS perlu penanganan khusus OS dirujuk kembali ke
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada hari yang sama. OS
dirawat di Unit Luka Bakar selama 3 bulan. Selama di rawat di
Unit Luka Bakar OS menjalani operasi skin graft pada area
luka bakar dan sudah menjalani fisioterapi.
Bulan November 2012, OS menjalani operasi skin graft yang
terakhir pada daerah ketiak kanan. Kemudian OS
diperbolehkan pulang tetapi tetap melakukan rawat jalan dan
menjalani fisioterapi. Setelah operasi skin graft yang terakhir
gerakan pada lengan OS menjadi terbatas dan OS mengeluh
nyeri pada daerah luka bakar dan mengganggu aktivitasnya
sehari-hari antara lain tidak bisa lagi memasang dan mencopot
kancing bra, tidak bisa makan dengan tangan kanan, tidak bisa
menggapai benda yang lebih tinggi dari nya karena nyeri pada
daerah luka bakar di ketiak. Sehari-harinya pekerjaan rumah di
bantu oleh anak dan suaminya.
Saat ini tanggal 20 Desember 2012 OS menjalani fisioterapi
rawat jalan yang ke 5. OS masih mengeluh nyeri pada daerah

47
luka bakarnya terutama daerah ketiak kanan jika lengan kanan
di gerakkan. Lengan kanan OS masih terbalut elastic bandage
dari 1/3 lengan atas sampai dengan lengan bawah karena luka
pada area tersebut masih belum kering.

RPD : Hipertensi tidak ada.


Diabetes melitus tidak ada.
Penyakit jantung tidak ada.

RPK : Tidak ada.

RPSi : Seorang istri dengan 3 orang anak. OS tinggal satu rumah


bersama anak dan suami. Anak pertama laki-laki kelas 5 SD,
anak kedua perempuan kelas 3 SD, dan anak ketiga perempuan
kelas 1 SD. Suami OS kerja sebagai pegawai swasta. Sehari-
harinya OS di bantu oleh anak dan suami.

III. PEMERIKSAAN (O)


a. Pemeriksaan Umum
1) Cara Datang : Mandiri
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) Koperatif
4) Tensi 120/80 mmHg
5) Lingkar kepala tidak perlu diukur.
6) Nadi 78 x/menit
7) RR 19 x/menit
8) Status Gizi : Berat badan : 52 kg
Tinggi Badan : 158 cm
IMT : 52 kg
20,83
2 2
158 cm : 100= 1,58 m
Kesimpulan : Normal , Nilai Normal : 18,50 – 22,99
9) Suhu : Afebris

48
b. Pemeriksaan Khusus
INSPEKSI
1. Pola jalan : Normal gait.
2. Postur saat berdiri dan duduk,
Dilihat dari : Depan : Bahu kiri lebih tinggi dari pada bahu
kanan.
Tinggi SIAS kanan = kiri
Belakang : normal
Samping kanan-kiri : normal
3. Kemerahan : positif pada daerah ketiak kanan dan bahu
kanan
4. Oedem pada area bekas luka bakar : negatif
5. Jaringan parut : positif pada area leher sisi kanan, lengan
kanan, dada, dan perut.
6. Sepanjang lengan kanan tertutup bandage.
7. Deformitas : tidak ada

PALPASI
1. Nyeri diam pada area luka bakar : positif VAS 2
2. Nyeri tekanpada area luka bakar antara lain sepanjang
lengan kanan : positif VAS 5
3. Suhu lokal pada area luka bakar : negatif
4. Oedem pada area luka bakar : negatif
5. Spasme otot: positif pada m. Upper Trapezius dextra dan
m. Pectoralis Major dextra.
6. Nyeri tekan : positif pada otot m. Upper Trapezius dextra
dan m. Pectoralis Major dextra

49
MOVE

ROM
MMT VAS
NO SENDI GERAKAN AKTIF PASIF KETERANGAN
DX SIN DX SIN DX SIN DX SIN
1. Head and Fleksi 45˚ 45˚ 4 5 Nyeri saat gerak
neck Ekstensi 20˚ 25˚ 4 5 aktif dan pasif.
Lateral fleksi 30˚ 30˚ 35˚ 35˚ 4 4 5 5 MMT tidak valid
Rotasi 60˚ 60˚ 60˚ 60˚ 4 4 3 3 karena nyeri.
2. Shoulder Fleksi 50˚ 180˚ 50˚ 180˚ 3 5 5 0 Nyeri saat gerak
Ekstensi 20˚ 45˚ 20˚ 45˚ 3 5 5 0 aktif dan pasif.
Abduksi 50˚ 180˚ 50˚ 180˚ 3 5 5 0 MMT tidak valid
Adduksi 30˚ 45˚ 30˚ 45˚ 3 5 5 0 karena nyeri.
Endorotasi 10˚ 35˚ 10˚ 35˚ 3 5 5 0
Eksorotasi 15˚ 40˚ 15˚ 40˚ 3 5 5 0
3. Elbow Fleksi 70˚ 135˚ 70˚ 135˚ 3 5 5 0 ROM aktif dan
Ekstensi pasif tidak valid
karena lengan
kanan terpasang
0˚ 0˚ 0˚ 0˚ 4 5 3 0
elastic bandage.
MMT tidak valid
karena nyeri
4. Wrist Fleksi 80˚ 80˚ 80˚ 80˚ 5 5 0 0 -
Ekstensi 70˚ 70˚ 70˚ 70˚ 5 5 0 0 -

TES KHUSUS
1. Empty Can Test : positif nyeri pada area luka bakar di
ketiak VAS 5
2. Drop Arm Test : negatif
3. Lift Off Test : positif nyeri pada area luka bakar di ketiak
VAS 5
4. Hornblower’s Test : positif nyeri pada area luka bakar di
ketiak VAS 5

50
5. Role Of Nine :
1) Head and Neck : 4,5 %
2) Ekstremitas atas : 4,5 %
3) Ekstremitas bawah :9%
4) Bagian depan tubuh :9%
5) Bagian belakang tubuh : 9 %
6) Perineum :0% +
TOTAL : 36 %

IV. PENGUMPULAN DATA TERTULIS PEMERIKSAAN


PENUNJANG
Tidak ada

V. 1. URUTAN MASALAH FISIOTERAPI BERDASARKAN


PRIORITAS
1) Nyeri diam dan nyeri tekan pada area luka bakar.
2) Nyeri gerak pada head and neck, shoulder, dan elbow.
3) Terdapat jaringan parut pada neck dextra, shoulder dextra,
chest dextra, dan abdomen dextra.
4) Keterbatasan lingkup gerak sendi pada head and neck,
shoulder, dan elbow.
5) Spasme otot pada m. Upper Trapezius dextra dan m.
Pectoralis Major dextra

2. DIAGNOSA FISIOTERAPI
Adanya gangguan gerak dan fungsional pada head and neck,
shoulder, dan elbow karena adanya nyeri diam, nyeri tekan, dan
nyeri gerak pada area luka bakar, keterbatasan lingkup gerak
sendi pada head and neck, shoulder, dan elbow, dan spasme otot
Upper Trapezius dextra dan otot Pectoralis Major dextra terkait

51
dengan sikatrik post operasi Split Thickness Skin Graft et causa
combutio.

VI. PROGRAM PELAKSANAAN FISIOTERAPI (P)


1. Pengumpulan data program fisioterapi dari dokter Rehabilitasi
Medik
6 Desember 2012 :
1) Gantle stretching untuk leher, bahu, dan siku sisi kanan
2) Modalitas fisioterapi :
Pulsed Ultrasound di regio tendon triceps dan pectoralis
major dextra
2. Tujuan :
a. Tujuan Jangka Pendek
1) Nyeri diam dan nyeri tekan pada area luka bakar
berkurang.
2) Nyeri gerak pada head and neck, shoulder, dan
elbow berkurang.
3) Meningkatkan elastisitas jaringan parut pada kulit.
4) Menjaga dan meningkatkan lingkup gerak sendi.
5) Spasme otot berkurang.
b. Tujuan Jangka Panjang
Menjalankan aktifas fungsional sehari-hari tanpa keluhan.

3. Metoda Pemberian Fisioterapi

NO JENIS METODA DOSIS KETERANGAN

1. Modalitas Kontak I : Transducer 1MHz Untuk mengurangi nyeri,


US langsung Arus continous melepaskan perlengketan
dengan I : 2.00 w/cm2 jaringan dan
perantara gel D : 6 menit meningkatkan elastisitas
F : 6 x terapi (seminggu 3 x) jaringan parut pada kulit.
2. Exercise Neck Calliet I : 8-10 x repetisi Mengurangi spasme otot,

52
(Isometric D : 10 menit memelihara atau
contraction F : 3 x / hari meningkatkan kekuatan
and Gantle otot leher, meningkatkan
Streching dan menjaga Lingkup
Upper Gerak Sendi, dan
Trapezius peregangan otot-otot
Muscle) sekitar leher.
3. Finger I : 8-10 x repetisi Meningkatkan dan
Ladder D : 10 menit menjaga Lingkup Gerak
(Active F : 3 x / hari Sendi.
Range Of
Motion)
4. Active I : 18-20 x repetisi Untuk peregangan atau
Stretching D : 10 menit penguluran otot-otot serta
F : 3 x / hari jaringan lunak lainnya.

4. Uraian Tindakan Fisioterapi


1) Modalitas US
Posisi OS : Tidur terlentang dan duduk di bed
Posisi terapis: Duduk disamping OS
Tatalaksana : Siapkan seperangkat alat ultra sound, cek
alat, bebaskan area yang akan di terapi. Pilih transducer
1MHz, arus continous, intensitas 2.00 w/cm2. Terapis
jelaskan pada os rasa alatnya tidak panas tetapi sedikit
hangat. Berikan coupling gel pada transducer, tempelkan
transducer pada area m. Pectoralis major, tendon Triceps,
dan m. Upper Trapezius gerakan transducer secara gantle
dan circular.

53
2) Neck Calliet Exercise
Posisi OS : duduk rileks di bangku
Posisi terapis: dekat dengan OS
Tatalaksana :
1. Kepala OS tegak, mata lurus ke depan. Gerakan
kepala ke depan dengan tinggi dagu tetap, tangan
terapis menahan pada pelipis OS dan fiksasi di bahu.
Tahan 6 detik Kembali ke posisi awal. Ulangi lagi
dan lakukan 10 kali.
2. Kepala OS tegak, mata lurus ke depan. Gerakan
kepala ke belakang dengan tinggi dagu tetap, terapis
menahan dengan tahanan optimal di bagian posterior
kepala OS dengan fiksasi di bahu. tahan 6 detik
Kembali ke posisi awal. Ulangi lagi dan lakukan 10
kali.
3. Kepala OS tegak, mata lurus ke depan. Gerakan
kepala ke samping dengan tinggi dagu tetap, terapis
menahan dengan tahanan optimal di bagian lateral
atau parietal kepala OS dengan fiksasi pada bahu.
tahan 6 detik Kembali ke posisi awal. Ulangi lagi
dan lakukan 10 kali.
4. Kepala OS tegak, mata lurus ke depan. Gerakan
kepala tengok kanan dan kiri dengan tinggi dagu
tetap, terapis menahan dengan tahanan optimal pada
dagu OS dengan fiksasi di bahu. tahan 6 detik
Kembali ke posisi awal. Ulangi lagi dan lakukan 10
kali.
5. Gerakan lateral flexi, posisi sama dengan latihan
sebelumnya. Dorong atau tarik kepala ke arah bahu
kanan, tahan 6 detik, Istirahat 6 detik. Lalu dorong
atau tarik kepala ke arah bahu kiri, tahan 6 detik,
istirahat 6 detik. Ulangi 10 kali untuk tiap bahu.

54
6. Gerakan rotasi, posisi sama dengan latihan
sebelumnya. Rotasikan kepala ke kanan, tahan 6
detik, Istirahat 6 detik. Lalu rotasikan ke kiri, tahan
6 detik, istirahat 6 detik. Ulangi 10 kali untuk tiap
bahu.

3) Active Stretching atau Self Stretching


Posisi OS : duduk
Posisi terapis: di depan OS
Tatalaksana : Terapis menginstruksikan OS untuk
menggerakkan secara aktif ke arah fleksi, ekstensi,
abduksi dan adduksi shoulderserta fleksi dan ekstensi
elbow dengan mengulur otot yg tegang sampai batas nyeri,
Tahan 16-20 detik. Ulangi 6-8 kali di setiap gerakkan.

4) Finger Ladder atau Active Range Of Motion Exercise


Posisi OS : berdiri di depan dinding
Posisi terapis: Di depan OS
Tatalaksana : terapis menginstruksikan OS untuk berdiri
menyampingi dinding untuk gerakan abduksi dan adduksi,
menghadap dinding untuk gerakan fleksi dan ekstensi
shoulder, menghadap dinding dengan abduksi shoulder
900 dan fleksi elbow 900 untuk gerakan endorotasi dan
eksorotasi shoulder, jari-jari menyentuh dinding,
kemudian pasien menaikan lengannya dengan gerakan
jari-jari seperti memanjat dimulai jari kelingking sampai
ibu jari kembali lagi ke jari kelingking sampai batas
maksimal atas sebisa pasien kemudian diturunkan secara
perlahan. Ulangi satu-satu dengan metoda yang sama
untuk setiap gerakan 8-10 kali pengulangan. Kemudian
dilanjutkan dengan gerakan secara aktif pada elbow, wrist,
dan jari-jari.

55
5. Program untuk dirumah
1) Menggerakkan anggota gerak atas terutama yang kanan
secara aktif.
2) Kompres dengan air hangat pada jaringan parut akibat luka
bakar agar mudah di gerakkan serta pada daerah yang
spasme.
3) Self stretching untuk daerah leher dan bahu.
4) Proper body mechanic untuk tidak mengangkat barang berat
pada tangan kanan.

VII. EVALUASI
1. Evaluasi Hasil Terapi
1) Senin, Tanggal 10 Desember 2012
S : OS merasa nyeri sedikit berkurang saat leher dan bahu
digerakkan.
O : - Active ROM pada head and neck, shoulder, dan
elbow tidak ada perubahan
- MMT tidak ada perubahan
- Nyeri gerak berkurang VAS 4
- Nadi : 84 x / menit
- RR : 19 x / menir
A : Nyeri gerak dan keterbatasan gerak pada Upper
Ekstremitas dextra terkait dengan post operasi Split
Thickness Skin Graft et causa combutio.
P : Modalitas US, Active ROM Exercise, Stretching m.
Upper Trapezius dan shoulder

2) Rabu, Tanggal 12 Desember 2012


S : OS masih mengeluh nyeri dan keterbatasan gerak
pada leher dan bahu.
O : - Pola Jalan : Normal

56
- Tanda-tanda radang : negatif
- Spasme otot : positif pada m. Upper Trapezius
dextra dan m. Pectoralis Major dextra.
- MOVE

ROM
MMT VAS
NO SENDI GERAKAN AKTIF PASIF KETERANGAN
DX SIN DX SIN DX SIN DX SIN
1. Head and Fleksi 45˚ 45˚ 4 5 Nyeri masih sama
neck Ekstensi 20˚ 25˚ 4 5 saat gerak aktif dan
Lateral fleksi 30˚ 30˚ 35˚ 35˚ 4 4 5 5 pasif.
Rotasi MMT tidak valid
karena nyeri.
60˚ 60˚ 60˚ 60˚ 4 4 3 3
Tidak ada
peningkatan ROM.
2. Shoulder Fleksi 180 Nyeri masih sama
75˚ 75˚ 180˚ 3 5 5 0
˚ saat gerak aktif dan
Ekstensi 35˚ 45˚ 35˚ 45˚ 3 5 5 0 pasif.
Abduksi 180 MMT tidak valid
40˚ 40˚ 180˚ 3 5 5 0
˚ karena nyeri.
Adduksi 30˚ 45˚ 30˚ 45˚ 3 5 5 0 Ada peningkatan
Endorotasi 20˚ 35˚ 20˚ 35˚ 3 5 5 0 ROM.
Eksorotasi 25˚ 40˚ 25˚ 40˚ 3 5 5 0
3. Elbow Fleksi 135 ROM aktif dan
70˚ 70˚ 135˚ 3 5 5 0
˚ pasif tidak valid
Ekstensi karena lengan
kanan terpasang
elastic bandage.
0˚ 0˚ 0˚ 0˚ 4 5 3 0 MMT tidak valid
karena nyeri.
Tidak ada
peningkatan ROM.

57
- Empty Can Test : positif nyeri pada area luka
bakar di ketiak VAS berkurang menjadi 4
- Drop Arm Test : negatif
- Lift Off Test : positif nyeri pada area luka bakar di
ketiak VAS berkurang menjadi 4
- Hornblower’s Test : positif nyeri pada area luka
bakar di ketiak VAS berkurang menjadi 4
A : Nyeri gerak dan keterbatasan gerak pada Upper
Ekstremitas dextra terkait dengan post operasi Split
Thickness Skin Graft et causa combutio
P : Modalitas US, Active ROM Exercise dan Finger
LadderExercise, Stretching m. Upper Trapezius dan
shoulder.

3) Rabu, 19 Desember 2012


S : OS merasa lebih enakkan untuk menggerakkan lengan
kanan.
O : - Pola Jalan : Normal
- Tanda-tanda radang : negatif
- Spasme otot : positif pada m. Upper Trapezius
dextra dan m. Pectoralis Major dextra.
-MOVE

ROM
MMT VAS
NO SENDI GERAKAN AKTIF PASIF KETERANGAN
DX SIN DX SIN DX SIN DX SIN
1. Head and Fleksi 45˚ 45˚ 4 5 Nyeri masih sama
neck Ekstensi 20˚ 25˚ 4 5 saat gerak aktif dan
Lateral fleksi 30˚ 30˚ 35˚ 35˚ 4 4 5 5 pasif.
Rotasi MMT tidak valid
karena nyeri.
60˚ 60˚ 60˚ 60˚ 4 4 3 3
Tidak ada
peningkatan ROM.

58
2. Shoulder Fleksi 75˚ 180˚ 75˚ 180˚ 3 5 5 0 Nyeri masih sama
Ekstensi 35˚ 45˚ 35˚ 45˚ 3 5 5 0 saat gerak aktif dan
Abduksi 40˚ 180˚ 40˚ 180˚ 3 5 5 0 pasif.
Adduksi 30˚ 45˚ 30˚ 45˚ 3 5 5 0 MMT tidak valid
Endorotasi 20˚ 35˚ 20˚ 35˚ 3 5 5 0 karena nyeri.
Eksorotasi Tidak ada
25˚ 40˚ 25˚ 40˚ 3 5 5 0
peningkatan ROM.
3. Elbow Fleksi 70˚ 135˚ 70˚ 135˚ 3 5 5 0 ROM aktif dan
Ekstensi pasif tidak valid
karena lengan
kanan terpasang
elastic bandage.
0˚ 0˚ 0˚ 0˚ 4 5 3 0
MMT tidak valid
karena nyeri.
Tidak ada
peningkatan ROM.

- Empty Can Test : positif nyeri pada area luka


bakar di ketiak VAS berkurang menjadi 3
- Drop Arm Test : negatif
- Lift Off Test : positif nyeri pada area luka bakar di
ketiak VAS berkurang menjadi 3
- Hornblower’s Test : positif nyeri pada area luka
bakar di ketiak VAS berkurang menjadi 3
A : Nyeri gerak dan keterbatasan gerak pada Upper
Ekstremitas dextra terkait dengan post operasi Split
Thickness Skin Graft et causa combutio.
P : Modalitas US, Active ROM Exercise dan Finger
LadderExercise, Stretching m. Upper Trapezius dan
shoulder.

59
BAB IV

PENUTUP

1. KESIMPULAN
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan karena terpapar
dengan suatu energi, baik itu energi yang sangat panas ataupun dingin yang
sangat ekstrem, bahkan aliran listrik. Jenis luka bakar memiliki berbagai
tingkatan yakni, tingkat 1 setara epidermis, tingkat 2 dibagi menjadi tingkat
2a setara dengan superficial dermis sedangkan tingkat 2b setara dengan
dermis namun kelenjar-kelenjar dalam kulit tidak terkena, yang terakhir
adalah tingkat 3 dimana kerusakannya terjadi pada seluruh dermis hingga
tingkat organnya atau kelenjarnya.
Sehingga dalam penanganannya tergantung pada tingkat kerusakan
jaringan. Pada tingkat 2 atau 3 seorang pasien dengan luka bakar akan
menjalani rekonstruksi kulit yang rusak dengan cara Split Thickness Skin
Graft atau STSG. Selama proses penyembuhan luka bakar ada beberapa
kemungkinan-kemungkinan yang muncul selama proses penyembuhannya
yakni gangguan jalan nafas, infeksi, gagal ginjal akut, kontraktur, dan
gangguan kosmetik.
Oleh karena itu pada pasien dengan luka bakar perlu penanganan secara
cepat dan tepat untuk mencegah kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi selama proses penyembuhannya.

2. SARAN
Partisipasi dari keluarga untuk mengingatkan dan membantu pasien
dalam melakukan home program seperti edukasi, yaitu sering menggerakan
lengan ke atas, samping, belakang. Kemudian latihan peregangan pada leher.
Jika terjadi luka bakar, maka lakukan tindakan pertama seperti yang
sudah dibahas dalam bab sebelumnya. Setelah itu lakukan tindakan-tindakan
yang mendukung penyembuhan luka bakar. Pada akhirnya pasien dengan

60
luka bakar yang mengalami keterbatasan lingkunp gerak sendi membutuhkan
tindakan fisioterapi untuk memberikan intervensi terhadap problemnya.

61
DAFTAR PUSTAKA

Anatomical Chart Company. Anatomy And Injuries Of The Shoulder Chart.


Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2004.

American Burn Association. Proceedings of the American Burn Association.


Volume 32. Las Vegas: Mosby; 2000.

Arif Muttaqin. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika; 2009.

Evelyn C. Pearce. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.Alih bahasa oleh Sri
Yuliani Handoyo. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2009.

Giovanni Di Giacomo, Nicole Pouliart, et al. Atlas of Functional Shoulder


Anatomy. Italia: Springer; 2008.

J.A. Britto, M. J. R. Dalrymple. Kisi-Kisi Menembus Masalah Bedah. Alih bahasa


oleh dr. Anton Cahaya Widjaja. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran; 1993.

Keith L. Moore, et al. Clinically Oriented Anatomy. 6th edition. Philadelphia:


Lippincott Williams & Wilkins; 2009.

Lawrence R. Robinson. Trauma Rehabilitation. Philadelphia: Lippincott Williams


and Wilkins; 2006.

M.G. Jeschke, et al. Handbook of Burns, Acute Burn Care. Volume 1. New York:
Springer; 2012.

Moenadjat, Yefta.Luka Bakar: Masalah dan Tatalaksana. Edisi ke-4. Jakarta:


Balai Penerbit FKUI; 2011.

Moossa A.R., Hart M. E., Easter D.W. Surgical Complication Textbook of


Surgery. 15th edition. Philadelphia: WB Saunders Company, 1997.

Perdanakusuma DS. Skin Grafting. Surabaya : Airlangga University Press; 1998.

62
Retno Iswari, Fatma Latifah. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2007.

Richard Day, et al. Neuro-Muskuloskeletal Clinical Test. Philadelphia: Elsevier


Limited; 2009.

Sugondo, S. Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. Obesitas

Suroso.Pemeriksaan kardiopulmonal 2012.17 Februari 2012.

Suzanne C. O'Connell Smeltzer, et al. Brunner and Suddarth's Textbook of


Medical-Surgical Nursing. Volume one. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins; 2010.

63

Anda mungkin juga menyukai