Anda di halaman 1dari 12

Laporan Penetapan Kadar Sulfit dalam

Sampel Makanan
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
Istiana Maulidah
XII Analis Kimia A
SMK N 1 Bontang

Analisis Kimia Organik


Laporan Resmi
Nama : Istiana Maulidah
Kelas : XII Analis Kimia A
Rombel :1
Tempat Praktikum :-
Waktu Praktikum :-

I. Judul :
Penetapan Kadar Sulfit dalam Sampel Makanan.

II. Sub Judul :


Penetapan Kadar Sulfit dalam Sampel Makanan Metode Iodometri.

III. Tujuan :
- Siswa dapat mengetahui kandungan sulfit dalam Sampel Makanan.
- Siswa dapat mengetahui kandungan sulfit yang boleh digunakan dalam bahan
makanan sesuai aturan yang ada.

IV. Prinsip :
Sejumlah tertentu sampel diasamkan untuk membebaskan sulfit yang terikat.
Sulfit bebas dititrasi dengan larutan Iod yang telah diketahui konsentrasinya. Titik
akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya warna ungu muda dari indikator amylum.

V. Dasar Teori :
1. Pengertian Sulfit
Senyawa sulfit sejak lama digunakan sebagai bahan pengawet makanan.
Sejarah mencatat bahwa bangsa Mesir kuno dan bangsa Romawi telah
menggunakan asap hasil pembakaran belerang untuk sanitasi dalam pembuatan
anggur. Asap hasil pembakaran belerang akan mengandung gas belerang dioksida
(SO2), yang kemudian akan larut dalam air membentuk asam sulfit. Kemudian
penggunaannya berkembang, dan sulfit digunakan untuk mengawetkan sayuran
dan buah-buahan kering, daging serta ikan. Senyawa-senyawa sulfit yang biasa
digunakan berbentuk bubuk kering. Misalnya natrium atau kalium sulfit, natrium
atau kalium bisulfit dan natrium atau kalium matabisulfit.
Ada dua tujuan yang diinginkan dari penggunaan sulfit, yaitu:
(1) untuk mengawetkan (sebagai senyawa anti mikroba)
(2) untuk mencegah perubahan warna bahan makanan menjadi kecoklatan.
Umumnya, senyawa sulfit hanya efektif untuk mengawetkan bahan
makanan yang bersifat asam, dan tidak efektif untuk bahan makanan yang bersifat
netral atau alkalis. Sulfit dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang dapat
merusak atau membusukkan bahan makanan dengan tiga macam mekanisme
yang berbeda, tetapi pada dasarnya adalah menginaktifkan enzim-enzim yang
terkandung dalam mikroba. Reaksi pencoklatan yang terjadi dalam bahan
makanan dapat disebabkan oleh dua macam reaksi, yaitu enzimatis dan non
enzimatis. Reaksi pencoklatan enzimatis seringkali kita jumpai bila kita
mengupas buah apel, salak, pisang atau buah-buahan lain atau juga kentang.
Apabila buah yang sudah dikupas tersebut dibiarkan terkena udara (oksigen),
maka akan timbul warna kecoklatan. Reaksi pencoklatan non-enzimatis
umumnya terjadi bila kita memasukkan atau mengeringkan bahan makanan.
Warna coklat akan timbul akibat terjadinya reaksi antara gula dengan protein atau
asam amino.
Sulfit dapat mencegah timbulnya kedua macam reaksi tersebut. Keampuhan
sulfit dalam hal mencegah reaksi pencoklatan dan sekaligus mengawetkan belum
dapat disaingi oleh bahan kimia lain. Itulah sebabnya mengapa sulfit luas sekali
pemakaiannya. Misalnya untuk sayuran dan buah-buahan kering, beku, asinan,
manisan, sari buah, konsentrat, pure, sirup, anggur minuman dan bahkan untuk
produk-produk daging serta ikan yang dikeringkan.

2. Keberadaan Sulfit dalam Tubuh

Gas belerang dioksida dan sulfit dalam tubuh akan dioksidasi menjadi
senyawa sulfat yang tidak berbahaya, yang kemudian akan dikeluarkan melalui
urin. Mekanisme detoksifikasi ini cukup mampu untuk menangani jumlah sulfit
yang termakan. Itulah sebabnya dalam daftar bahan aditif makanan, sulfit
digolongkan sebagai senyawa GRAS (generally recognized as safe) yang berarti
aman untuk dikonsumsi.
Namun demikian, dosis penggunaannya dibatasi, karena pada konsentrasi
lebih besar dari 500 ppm (bagian per sejuta), rasa makanan akan terpengaruhi.
Selain itu, pada dosis tinggi sulfit dapat menyebabkan muntah-muntah. Dan juga
senyawa ini dapat menghancurkan vitamin B1. Itulah sebabnya sulfit tidak boleh
digunakan pada bahan makanan yang berfungsi sebagai sumber vitamin B1.
Akibat negatif sulfit yang sekarang ramai didiskusikan oleh para ahli adalah
ditemukannya sulfit dapat menimbulkan asma (asthma) pada orang–orang
tertentu. Senyawa aktif yang dapat menyebabkan asma tersebut adalah gas
belerang dioksida yang terhirup pada waktu mengkonsumsi makanan yang
diawetkan dengan sulfit.
Sesuatu hasil penelitian di Australia menunjukkan bahwa sekitar 30-40%
anak-anak mempunyai gejala penyakit asma, sedangkan pada orang tua angkanya
lebih kecil yaitu sekitar 1-5 persen. Dari jumlah ini, sekitar 25% sensitif trehadap
sulfit. Kemampuan sulfit untuk mencegah reaksi pencoklatan dan sekaligus
mengawetkan bahan makanan belum dapat digantikan oleh senyawa kimia lain.
Tetapi mengingat efek negatif yang dapat ditimbulkannya bagi kesehatan tubuh,
adalah kebijaksanaan untuk mengurangi jumlah penggunaannya.
Di negara-negara Barat (terutama Eropa) hal ini telah lama dilakukan.
Pencegahan reaksi pencoklatan dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa
eritrobat atau vitamin C yang lebih aman, yang digabungkan dengan penggunaan
bahan pengawet lain, misalnya asam atau garam sorbat.
3. Penggunaan Sulfit
Urgensi pengujian sulfit pada makanan – makanan tersebut dikarenakan
sulfit memiliki efek samping yang dapat menyebabkan alergi seperti sesak nafas
terutama pada pengidap asma, gangguan sistem pernafasan, nyeri pada perut,
diare dan mual. Dari efek samping tersebut, para industri dihimbau untuk
melakukan monitoring dan mengurangi kadar sulfit. Hal ini telah diatur dalam
PerKaBPOM (Peraturan Ketua Badan Pengawasan Obat dan Makanan) Nomor
36 Tahun 2013 bahwa ambang batas maksimum untuk semua jenis sulfit yang
diperbolehkan untuk dikonsumsi adalah 0.7 mg/kg berat badan.

Nilai Ambang Batas (mg/Kg)


Sampel Makanan
sebagai Residu SO2
Buah Segar dengan permukaan
30
diberi perlakuan
Produk Buah fermentasi 100
Sayur, kacang dan biji-bijian beku 50
Saus dan produk sejenisnya 300
Produk fermentasi sayuran 100

4. Titrasi Iodometri
Iodometri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor dengan
penambahan dengan penambahan larutan iodin baku berlebihan dan kelebihannya
dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat baku. cara tidak langsung disebut
iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida
berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara
kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat standar atau asam
arsenit). (Bassett, 1994: 73). Indikator kanji merupakan indikator yang sangat
lazim digunakan, namun indikator kanji yang digunakan harus selalu dalam
keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga
untuk membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan sterilisasi
atau penambahan suatu pengawet.
Iodometri menurut penggunaan dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu:
a. Titrasi iod bebas.
b. Titrasi oksidator melalui pembentukan iodium yang terbentuk dari
iodida.
c. Titrasi reduktor dengan penentuan iodium yang digunakan.
d. Titrasi reaksi, titrasi senyawa dengan iodium melalui adisi atau
subsitusi. (Roth, 1988: 277-279)
5. Karakteristik Sampel
- Gula Merah

Gula aren atau Gula merah adalah pemanis yang dibuat dari nira yang
berasal dari tandan bunga jantan pohon enau. Gula aren biasanya juga
diasosiasikan dengan segala jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan
yang dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren,
dan siwalan.
Gula aren versi bubuk sering pula disebut sebagai Gula semut atau Gula
Kristal. Dinamakan gula semut karena bentuk gula ini
mirip rumah semut yang bersarang di tanah. Bunga (mayang) atau (Bunga
Kelapa) yang belum mekar diikat kuat (kadang-kadang dipres dengan dua
batang kayu) pada bagian pangkalnya sehingga proses pemekaran bunga
menjadi terhambat. Sari makanan yang seharusnya dipakai untuk pemekaran
bunga menumpuk menjadi cairan gula. Mayang membengkak. Setelah proses
pembengkakan berhenti, batang mayang diiris-iris untuk mengeluarkan
cairan gula secara bertahap. Cairan biasanya ditampung dengan timba yang
terbuat dari daun pohon palma tersebut. Cairan yang ditampung diambil
secara bertahap, biasanya 2-3 kali. Cairan ini kemudian dipanaskan dengan
api sampai kental. Setelah benar-benar kental, cairan dituangkan ke
mangkuk-mangkuk yang terbuat dari daun palma dan siap dipasarkan. Gula
merah sebagian besar dipakai sebagai bahan baku kecap manis.
- Manisan Buah Salak

Buah salak yang memiliki nama latin Salacca Zalacca ini memiliki daging
berwarna kekuningan dengan biji berwarna coklat kehitaman. Buah ini
banyak ditemukan di pulau Sumatera dan Jawa. Buah salak memiliki
kandungan dan manfaat yang sangat luar biasa bagi tubuh. Buah salak
mengandung beta karoten, yang sangat berkhasiat bagi kesehatan dan sebagai
obat mata. Selain itu buah salak dapat berfungsi sebagai obat diare. Hal ini
disebabkan karena buah salak mengandung serat yang dapat bermanfaat
dalam melancarkan fungsi pencernaan. Saat ini di Indonesia ada banyak
olahan makanan yang berasal dari buah salak. Mulai dari selai, dodol, sirup,
kripik, dan manisan salak.

VI. Alat dan Bahan :


- Alat
No Nama Alat Spesifikasi Jumlah
1. Labu ukur 100 mL dan 500 mL 1 buah
2. Erlenmeyer 250 mL 1 set
3. Pipet volume 10, 25, 50 mL 1 buah
4. Beaker glass 100 mL 1 buah
5. Buret 50 mL 1 buah
6. Kaca arloji Gelas 1 buah
7. Hot plate - 1 buah
8. Batang pengaduk Gelas 1 buah
9. Pipet ukur 25 mL 1 buah
10. Alat destilasi - 1 buah
11. Neraca analitik Ketelitian 0,0001 g 1 buah
12. Corong Gelas 1 buah
13. Botol semprot - 1 buah
- Bahan
No Nama Bahan Spesifikasi Jumlah
Sampel Gula merah dan
1. 50 gram
manisan buah salak
2. Larutan KI 0,1 N dan 10% 100 mL
3. Larutan Na2S2O3 0,1 N 100 mL
4. Indikator amylum 0,2 % 25 mL
5. K2Cr2O7 Padatan 50 gram
6. Larutan HCl Encer 100 mL
7. Aquadest - Secukupnya

VII. Prosedur Kerja :


1. Standarisasi Larutan Iod
1) Pipet 25 ml larutan iodium, pindahkan dalam erlenmeyer 250 ml dan
encerkan dengan aquadest sampai volumenya 100 ml.
2) Titrasi larutan iodium dengan natrium tiosulfat dan hentikan bila larutan
berwarna kuning pucat.
3) Tambahkan 5 tetes indikator amilum , homogenkan dan lanjutkan titrasi
secara perlahan.
4) Hentikan titrasi bila warna biru larutan tepat menghilang.
5) Catat volume hasil titrasi
2. Standarisasi Larutan Na2S2O3
1) Ditimbang ± 0,49 gram K2Cr2O7,
2) Dimasukkan ke labu ukur 100 ml, diimpitkan dan dihomogenkan,
3) Dipipet 10,00 ml larutan, dimasukkan ke Erlenmeyer asah,
4) Diencerkan dengan 50 ml air, ditambahkan 5 ml HCL 4N dan 5 ml KI 10%
5) Larutan dititar dengan Na2S2O3 0,1 N hingga kuning muda,
6) Ditambahkan indikator kanji,
7) Dititar kembali dengan Na2S2O3 0,1 N hingga TA biru kehijauan,

3. Penetapan Kadar Sulfit dalam Sampel Makanan


1) Timbang sampel sebanyak 50 gram
2) Masukkan ke dalam labu alas bulat dan tambahkan air sampai larut
3) Tambahkan HCL encer sampai PH 2 sampai 3
4) Susun alat destilasi lalu Panaskan sampel yang berada di dalam labu alas
bulat
5) Di sisi lain tambahkan larutan iodium 25 mL dan amilum pada labu
Erlenmeyer hingga warna menjadi biru
6) Panaskan alat destilasi dan biarkan SO2 habis bereaksi dengan iodium
7) Setelah semuanya bereaksi titrasi dengan menggunakan Larutan natrium
tiosulfat hingga berwarna bening
8) Catat volume Natrium Tiosulfat yang bereaksi, lakukan hal yang sama untuk
blanko.

VIII. Data Pengamatan :


1. Standarisasi Larutan Iod
No Volume I2 N Na2S2O3 Volume Na2S2O3
1. 10 mL 0,11 N 10, 1 mL
2. 10 mL 0,11 N 10, 2 mL
Rata – rata 10,15 mL

2. Standarisasi Larutan Na2S2O3


No Berat K2Cr2O7 Volume Na2S2O3
1. 50 gram 10, 1 mL
2. 50 gram 10, 2 mL
Rata – rata 10,15 mL

3. Penetapan Kadar Sulfit dalam Sampel Makanan


No Berat Berat Volume Volume Titrasi Volume Titrasi
Gula Manisan Titrasi Gula Merah Manisan Buah
Merah Buah Salak Blanko Salak
1. 50,0011 g 50,0014 g 0,4 mL 10,5 mL 10,7 mL
C mg SO2
- Gula Merah = 10,5 X 0,2025 = 2,12625

2,12625
= = 0,0531
40
- Manisan Buah Salak = 10,7 X 0,2025 = 2,16675
2,16675
= = 0,0541
40
IX. Perhitungan :
1. Standarisasi Larutan Iod
V1 . N1 = V2 . N2
10 . N1 = 10,15 . 0,11
10 . N1 = 1,1165
1,1165
N1 = = 0,11 N
10

2. Standarisasi Larutan Na2S2O3


mg K2Cr2O7
N Na2S2O3 =
V Na2S2O3 × BE Na2S2O3
50 mg
=
9,45 ml × 49
50 mg
=
463,05 ml

N Na2S2O3 = 0,11 N

3. Penetapan Kadar Sulfit dalam Sampel Makanan


- Gula Merah
(t−v) X c X 1000 X BE SO2
Kadar SO2 =
Berat Sampel

(10,5−0,4) X 0,0531 X 1000 X 100


=
50.011
53.631
= = 1,0723 ppm
50.011

- Manisan Gula Merah


(t−v) X c X 1000 X BE SO2
Kadar SO2 =
Berat Sampel

(10,7−0,4) X 0,0541 X 1000 X 100


=
50.014
55.723
= = 1,1141 ppm
50.014
X. Pembahasan :
Kualitas gula merah di Indonesia dapat dikatakan masih rendah dikarenakan
pengolahannya masih tradisional dimana proses penguapan nira belum disertai dengan
pengontrolan suhu bahan. Pengontrolan suhu yang kurang baik dapat menyebabkan
terjadinya karamelisasi dan kualitas produk akhir tidak terjaga dengan baik.
Adapun dalam gula merah sering ditemukan pengawet seperti SUlfit yang sengaja
ditambahkan agar umur dari gula merah ini menjadi tahan lama. Karena pada gula
merah sangat rentan sekali kerusakan akibat jamur. Sementara pada pembuatan gula
merah secara tradisional, masyarakat pada umumnya belum mengetahui dan
menyadari bahwa ada batasan jumlah yang ditambahkan pada gula merah., Menurut
FDA, batas residu sulfit pada produk akhir harus kurang dari 10 ppm. Oleh karena itu,
pangan yang mengandung sulfit lebih dari 10 ppm harus mencantumkan informasi
tersebut pada label pangan kemasannya.
Sulfit merupakan garam dari basa kuat dan asam kuat. Dalam bentuk garam ini
beralasan terhadap tinggi nya kelarutan didalam air. Kelarutan dalam air ini mencapai
1 bagian dalam 3, bagian air pada suhu 200 C.
Prinsip dari penetapan natrium metabisulfit ini adalah hidrolisis Na metabisulfit
menjadi bentuk asam nya dan kemudian sulfit akan menguap. Sulfit ini bersifat
reduktor dan kemudian di tambahkan I2 sebagai oksidator dan kelebihan I2 ini di titrasi
menggunakan natrium tiosulfat menggunakan indicator amilum.
Pada tahapan preparasi sampel maka dilakukan penimbangan sampel sebanyak 50
gram kemudian dihirolisis menggunakan HCl encer hingga pH 2-3. Apabila Natrium
Metabisulfit direaksikan dengan air, natrium metabisulfit akan melepaskan sulfur
dioksida (SO2). Gas tersebut mempunyai bau yang merangsang. Selain itu, Natrium
metabisulfit akan melepaskan sulfur dioksida ketika kontak dengan asam kuat, reaksi
kimianya yaitu sebagai berikut:
Na2S2O5 + 2HCl → 2NaCl + H2O + 2SO2

Sampel dilarutkan dengan aquadest hingga terlarut sempurna. Selanjutnya


dilakukan destilasi terhadap sulfit hingga sulfit dipeoleh dan ditampung pada
erlenmayer yang berisi I2 berlebih dan amilum sebagai indicator. Ketika natrium
metabisulfit dipanaskan, natrium metabisulfit akan melepaskan sulfur dioksida, dan
meninggalkan oksida natrium, reaksinya yaitu sebagai berikut:

Na2S2O5 → Na2O + 2SO2


Jika kadar sulfit masih terdestilasi maka warna larutan akan bening, namun
destilasi berhenti setelah sulfit habis artinya bahwa larutan pada erlenmayer sebagai
penampung berwarna biru. Warna biru dihasilkan dari kompleks antara I2 dan juga
amilum.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
SO2 + I2 → SO3 + I-
Setelah didapatkan sulfit dari gula merah, maka dilakukan titrasi dengan
menggunakan Natrium tiosulfat yang telah dibakukan. Natrium tiosulfat hasil
pembakuan adalah sebesar 0,11 N. Pembakuan natrium tioslfat dilakukan dengan
Kalium bikromat. Sementara pembakuan I2 menggunakan Natrium tiosulfat. Hasil
dari standarisasi I2 didapatkan sebesar 0,11 N.
Pada penetapan sampel dilakukan diperoleh bahwa kadar sulfit dalam gula merah
sebesar 1,0723 ppm dan pada sampel manisan buah salah sebesar 1,0723 ppm.
Hasil ini tidak melebihi standar/batas yang ditetapkan berdasarkan FDA yaitu 10
ppm. Adapun dampak yang diakibatkan karena konsumsi sulfit berlebih adalah
sebagai berikut :
Sulfit tidak dilarang dalam penggunaannya sebagai bahan tambahan pangan,
namun penggunaannya harus sesuai dengan takaran yang sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan RI.
Penggunaan sulfit akan sangat berisiko bagi kesehatan konsumen yang
mempunyai sensitifitas sulfit. Sulfit reaksi disebabkan oleh karena mengonsumsi
makanan yang mengandung sulfit dan terkadang menghirup sulfur dioksida yang
dihasilkan oleh sulfit dan kemungkinan reaksi tergantung pada tingkat sulfit misalnya
natrium metabisulfit, jenis makanan dan sensitivitas seseorang, umumnya memilki
gejala terhadap natrium metabisulfit. 12
Gejala ringan yang mungkin timbul adalah sakit kepala, anafilaksis (reaksi yang
berpotensi mengancam nyawa yang dapat terjadi dalam hitungan detik atau menit
paparan), iritasi pernapasan, sedangkan gejala yang parah dapat berupa penyempitan
saluran pernapasan. Orang yang memliki sensitifitas terhadap sulfit, apabila
mengonsumsi makanan yang telah ditambahkan natrium metabisulfit, maka akan
gejala-gejala akan timbul setelah 15 – 30 menit setelah konsumsi.
XI. Kesimpulan :
Hasil dari praktikum Pentapan Kadar Sulfit dalam Sampel Makanan yaitu
1. Kadar Sulfit dalam sampel makanan untuk gula merah sebesar 1,072
ppm dan untuk sampel manisan buah salak sebesar 1,1141 ppm.
2. Kadar kedua sampel tidak melebihi batas ambang untuk penggunaan
sulfit sebagai bahan pengawet sesuai dengan FDA yaitu tidak melebihi
10 ppm.

XII. Daftar Pustaka :


- https://www.academia.edu/6900364/laporan_iodometri_analitik_
- https://dl.pdfslide.tips/download/5ecbeced9895453fd233d0c48df3fde7a9343792
147b6977751bbca8161670b7c5fc19c0c048de154d10e98bcb5ff06ba9ca96c0e43
682b0ce75fbac18d66d66402H+mZNMpT9nzDbzGFl5kq2uwtUQjrhON0zedsN
Z3lgFKvdF84TJRSKmqmO2T2Wjo64Gp0dBHCccQLudE0Q6w%3D%3D
- https://id.wikipedia.org/wiki/Gula_aren
PERTANYAAN

1. Tuliskan reaksi yang terjadi!


Pada proses praktikum penentuan Sulfit dalam Sampel Maknan terjadi beberapa
reaksi sebagai berikut:
Na2S2O5 + 2HCl → 2NaCl + H2O + 2SO2
Na2S2O5 → Na2O + 2SO2
SO2 + I2 → SO3 + I-

2. Berapa kadar maksimum sebagai btm?


Urgensi pengujian sulfit pada makanan – makanan tersebut dikarenakan sulfit memiliki
efek samping yang dapat menyebabkan alergi seperti sesak nafas terutama pada pengidap
asma, gangguan sistem pernafasan, nyeri pada perut, diare dan mual. Dari efek samping
tersebut, para industri dihimbau untuk melakukan monitoring dan mengurangi kadar sulfit.
Hal ini telah diatur dalam PerKaBPOM (Peraturan Ketua Badan Pengawasan Obat dan
Makanan) Nomor 36 Tahun 2013 bahwa ambang batas maksimum untuk semua jenis
sulfit yang diperbolehkan untuk dikonsumsi adalah 0.7 mg/kg berat badan.

Nilai Ambang Batas (mg/Kg)


Sampel Makanan
sebagai Residu SO2

Buah Segar dengan permukaan diberi


30
perlakuan

Produk Buah fermentasi 100

Sayur, kacang dan biji-bijian beku 50

Saus dan produk sejenisnya 300

Produk fermentasi sayuran 100

Anda mungkin juga menyukai