Reaksi Pencoklatan Pada Karbohidrat
Reaksi Pencoklatan Pada Karbohidrat
REAKSI PENCOKLATAN
1. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa memahami jenis-jenis reaksi pencoklatan
yang berkaitan dengan karbohidrat melalui eksperimen sederhana serta dapat
menjelaskan reaksi yang melatarbelakangi peristiwa pencoklatan pada produk olahan
pangan.
2. Indikator Belajar
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
a. Menjelaskan perubahan yang terjadi selama reaksi karamelisasi dan reaksi
maillard
b. Menjelaskan reaksi yang mendasari peristiwa karamelisasi dan pencoklatan
maillard pada produk olahan pangan
c. Merancang suatu proses pengolahan yang diperkirakan mengalami reaksi
karamelisasi dan reaksi maillard
3. Prinsip Teori
Gula sederhana bersifat reaktif dalam berbagai reaksi kimia karena strukturnya
mengandung gugus hidroksil yang banyak, aldehid atau keton. Reaksi maillard dan
karamelisasi adalah 2 contoh reaksi yang melibatkan gula sederhana. Keduanya dapat
terjadi secara simultan dalam pengolahan bahan pangan dan mempengaruhi kualitas
produk yang dihasilkan.
Karamelisasi termasuk reaksi pencoklatan dimana terjadi pembentukan aroma
khas caramel dan warna coklat sebagai akibat meleburnya kristal gula sederhana.
Reaksi karamelisasi terjadi bila gula sederhana dipanaskan hingga melewati titik
leburnya. Dalam peristiwa karamelisasi terjadi reaksi enolisasi, dehidrasi gula menjadi
furfural dan pemutusan/fragmentasi gula (sugar fission). Reaksi enolisasi terjadi dalam
larutan asam dan basa, namun reaksi karamelisasi lebih mudah terjadi bila alkalinitas
meningkat. Reaksi lanjutan dari enolisasi termasuk pembentukan furfural, reductone,
pyruvaldehyde, dan hydroxypyruvaldehyde, juga tergantung pada derajat keasaman.
Pembentukan furfural lebih mudah terjadi pada kondisi asam, sementara pembentukan
reductone, piruvaldehyde dan hydroxypyruvaldehyde lebih mudah terjadi pada larutan
1
netral dan atau basa. Selain perubahan warna, reaksi pencoklatan dapat meningkatkan
antioxidative activity pada makanan. Produk karamelisasi diketahui memiliki sifat
antioksidan. Selain itu, ekstrak aseton produk karamelisasi diketahui dapat mencegah
oksidasi pada minyak kedelai.
Berbeda dengan karamelisasi yang hanya melibatkan gula sederhana, reaksi
pencoklatan maillard terjadi bila gula sederhana bersifat pereduksi dan terdapat
bersamaan dengan gugus amin yang berasal dari asam amino. Persamaan keduanya
yaitu terjadi melalui proses pemanasan.
Gula pereduksi merupakan golongan gula yang mampu mereduksi senyawa
penerima elektron dan terdiri dari monosakarida seperti glukosa, fruktosa dan galaktosa
atau disakarida seperti laktosa dan maltosa. Disakarida seperti sukrosa dan polisakarida
tidak memiliki kemampuan mereduksi karena sisi pereduksi gula penyusunnya
berikatan.
Tahap pertama dalam reaksi maillard yaitu reaksi adisi senyawa amino ke gugus
karbonil gula pereduksi yang diikuti dengan eliminasi air sehingga terbentuk basa Schiff
(imine). Jika gula pereduksi berupa aldose maka basa Schiff berubah menjadi 1-amino-
1-deoxy-ketosa yang dikenal dengan Produk Amadori, sementara bila gula berupa
ketosa maka basa Schiff berubah menjadi 2-amino-2-deoxy-aldosa yang dikenal dengan
Produk Heyns. Tahap berikutnya adalah reaksi hidrolisis Produk Amadori menjadi
senyawa α-dicarbonyl tertentu atau langsung terdegradasi tanpa keberadaan air. Tahap
selanjutnya dari reaksi maillard melibatkan senyawa α-dicarbonyl ini dan pembentukan
polimer kecoklatan yang mengandung nitrogen (melanoidin).
Reaksi maillard dalam proses pengolahan pangan berperan dalam pembentukan
warna coklat, flavor dan aroma. Kecepatan reaksi maillard dapat meningkat dengan
proses pemanasan dan didukung dengan aw yang sesuai yaitu 0,5 hingga 0,8.
4. Kegiatan Praktikum 1
4.1 Bahan
Gula pasir
Glukosa
Fruktosa
4.2 Alat
2
wajan
kompor
4.3 Cara Kerja
Timbang 100 gram gula pasir dan tempatkan diatas wajan.
Panaskan wajan dengan api kecil sambil terus diaduk untuk memastikan
panas yang merata pada seluruh permukaan gula pasir
Perhatikan proses pelelehan gula dan pembentukan warna yang terjadi
Hentikan pemanasan bila seluruh gula telah mencair menjadi larutan kental
serta terbentuk warna coklat
Ambil gambar pada setiap stepnya
Lakukan hal yang sama untuk jenis gula yang lain
Apakah ada perbedaan produk yang terbentuk? Jelaskan!
5. Kegiatan Praktikum 2
5.1 Bahan
Gula pasir, glukosa, fruktosa, pemanis sorbitol
3
Tepung terigu
Telur
5.2 Alat
wajan
kompor
5.3 Cara Kerja
Timbang 100 gram terigu, 20 gram gula pasir, tempatkan didalam mangkok
Aduk menggunakan 100 ml air hingga tercampur rata
Tambahkan telur 1 butir, aduk kembali sampai tercampur rata
Tuang adonan kedalam wajan datar.
Panaskan wajan dengan api kecil hingga bagian bawah kecoklatan
Balik pancake, panaskan kembali hingga bagian bawah kecoklatan
Angkat dan biarkan dingin
Perhatikan proses perubahan warna dan aroma yang terjadi
Potong pancake, perhatikan perbedaan warna permukaan dan bagian dalam
pancake
Ambil gambar permukaan dan bagian dalam pancake
Lakukan hal yang sama untuk jenis gula yang lain
Apakah ada perbedaan warna dan aroma yang terbentuk? Jelaskan!
Sebelum Pemanasan
Permukaan Pancake Irisan Pancake
(adonan)
4
Daftar Pustaka
Chen, Su-Lin, Yang, Deng-Jye, Chen, Hsin-Yi, Liu, Shih-Chuan. 2009. Effect of
hot acidic fructose solution on caramelisation intermediates including colour,
hydroxymethylfurfural and antioxidative activity changes. Food Chemistry (114):
582–588
Kocadağlı, T., Gökmen, V., Multiresponse Kinetic Modelling of Maillard Reaction
and Caramelisation in a Heated Glucose/Wheat Flour System, Food Chemistry
(2016), doi: http://dx.doi.org/10.1016/ j.foodchem.2016.05.150
Santoso U dan Faridah DN. 2020. Kimia dan Analisis Komponen Pangan. Didalam
Perspektif Global Ilmu dan Teknologi Pangan. Kusnandar F, Rahayu WP,
Marpaung, AM, Santoso, U (eds). Penerbit IPB Press, Bogor
5
BAB 3. GELATINISASI PATI
1. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan proses gelatinisasi pati serta mengamati
perubahan sifat pati selama proses gelatinisasi
2. Indikator Belajar
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu :
Melakukan gelatinisasi pati
Melakukan pengujian terhadap kemampuan pati untuk membengkak (swelling
power)
Melakukan pengujian terhadap kelarutan pati (solubility)
Mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi gelatinisasi pati
Mengetahui perubahan sifat pati selama gelatinisasi
3. Prinsip Teori
Pati adalah komponen yang terdiri dari molekul amilosa dan amilopektin. Pati
ditemukan dalam bentuk butiran atau granula dengan warna putih degan ukuran
diameter yang bervariasi. Granula ini sangat kompak, tetapi selama pengolahan
granula tersebut akan pecah menjadi komponen yang tidak teratur bentuknya. Granula
pati tidak larut dalam air dingin, tetapi mengembang dalam air panas atau hangat.
Pengembangan granula pati tersebut bersifat bolak balik (reversible) jika tidak
melewati suhu tertentu yang disebut dengan suhu gelatinisasi. Perubahan granula pati
menjadi tidak bolak balik (irreversible) jika telah mencapai suhu gelatinisasi.
Pengembangan granula pati dalam air dingin dapat mencapai 25-30% dari berat
semula. Pada keadaan tersebut, granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi
berbentuk suspensi. Dengan makin naiknya suhu suspensi pati dalam air, maka
pengembangan granula semakin besar. Pengembangan tersebut disebabkan karena
molekul-molekul amilosa dan amilopektin secara fisiknya hanya dipertahankan oleh
ikatan hidrogen yang lemah. Dengan semakin naiknya suhu suspensi, maka ikatan
hidrogen tersebut semakin melemah.
6
Dilain pihak, molekul air memiliki energy kinetik yang lebih tinggi sehingga
mudah berpenetrasi ke dalam granula. Penetrasi air merusak ikatan hidrogen antar
molekul pati dan air akan terikat secara simultan dalam sistem amilosa-amilopektin
sehingga menghasilkan ukuran granula yang semakin besar. Jika suhu suspensi masih
tetap naik, maka granula akan pecah sehingga molekul-molekul pati akan keluar
terlepas dari granula masuk ke dalam sistem larutan. Hal ini berakibat pada naiknya
kekentalan larutan atau biasa disebut pasta pati. Perbandingan jumlah antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh terhadap sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi.
Kelarutan pati singkong dalam air adalah 4.2% b/b dan suhu gelatinisasi 84oC.
Imanningsih (2012) melaporkan pati singkong memiliki viskositas puncak yang
paling tinggi dibandingkan dengan tepung lainnya dan memiliki waktu gelatinisasi
yang lebih cepat dibandingkan dengan tepung beras dan tepung terigu, tetapi hampir
bersamaan dengan tepung ketan. Setiap jenis tepung memiliki karakteristik gelatinisasi
yang berbeda-beda. Sifat gelatinisasi dan pembengkakan dari suatu pati, salah satunya
ditentukan oleh struktur amilopektin, komposisi pati dan ukuran granula pati. Selain itu
pati singkong memiliki kestabilan viskositas (set-back) yang agak rendah. Dalam
aplikasinya, pati singkong dapat digunakan untuk memberikan kekentalan pada waktu
pemasakan yang singkat, tetapi kurang dapat memberikan kekentalan pada produk yang
dingin.
Swelling power merupakan karakteristik pembengkakan granula pati. Menurut
Tester dan Morrison (1990), swelling power adalah karakteristik yang didominasi oleh
amilopektin, sementara amilosa bertindak seperti inhibitor terjadinya pembengkakan
granula. Solubility yang merupakan peristiwa pelarutan amilosa keluar granula
diketahui juga terjadi pada saat granula belum pecah, hal ini ditandai dengan adanya
amilosa yang terdeteksi pada pemanasan suspensi pati pada suhu 50 – 85 oC.
Terdapat dua cara menghitung swelling power dan solubility, namun metode
pengukurannya menggunakan prinsip yang sama. Pati yang diketahui beratnya
dipanaskan dengan menggunakan air berlebih (biasanya 1% w/v). Pemanasan
dilakukan pada suhu tertentu dan lama pemanasan tertentu (biasanya 30 menit). Berat
pati yang telah menyerap air dipisahkan dari sisa air yang tidak terserap melalui proses
sentrifugasi. Swelling power dapat dihitung tanpa mempertimbangkan kadar air awal
pati dan jumlah pati yang terlarut selama pemanasan (Mir dan Don Bosco, 2014).
7
Rumus yang digunakan adalah rumus pada persamaan 1 dibawah ini. Apabila kadar air
pati mula-mula dan jumlah komponen pati terlarut ikut diperhitungkan maka swelling
power dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2 dibawah ini (Jiang et al.,
2012).
Apabila swelling power di plot pada sebuah kurva dengan x axis adalah suhu,
maka dapat pula dilakukan estimasi suhu awal gelatinisasi. Estimasi suhu awal
gelatinisasi adalah titik dimana swelling power meningkat dengan drastis.
Solubility adalah parameter yang berkaitan dengan keberadaan molekul larut air
seperti amilosa (Tester and Morrison, 1990). Selama pemanasan, air yang masuk
kedalam granula pati membengkakkan granula dan melemahkan infrastuktur ikatan
hidrogen didalam granula. Akibatnya beberapa fragmen pati menjadi terlarut. Pati
dengan kadar amilosa tinggi tidak selamanya memiliki Solubility yang tinggi. Pati
dengan kadar amilopektin tinggi memiliki infrastuktur ikatan hidrogen yang lebih
mudah dirusak. Hal ini berakibat pada semakin banyak amilosa yang melarut selama
pemanasan.
Solubility diukur bersamaan dengan pengukuran swelling power, yaitu dengan
mengukur berat komponen terlarut pada air sisa pemanasan yang dipisahkan dari pati
yang membengkak. Cara yang dapat digunakan adalah dengan menguapkan air
tersebut diatas glass dish yang ditempatkan pada boiling waterbath dan dilanjutkan
dengan pengeringan oven pada suhu 105oC. Persen solubility kemudian dihitung
menggunakan persamaan 3.
Dimana:
Berat pati awal kering = Berat pati awal x (100%-kadar air)
%SOL adalah persen solubility pati
8
Berat supernatan kering
Solubility= x 100% ........................................... (3)
berat sedimen basah
4. Kegiatan Praktikum
4.1 Bahan
Pati singkong
4.2 Alat :
Oven
Alumunium foil
Timbangan analitik
Refrigerator
Loyang bertutup
Termometer
Blender
Ayakan 100 mesh.
9
Bandingkan swelling power dan solubility beberapa sampel yang saudara
amati
Beri penjelasan tentang perbedaan swelling power dan solubility pati yang
saudara amati.
10
11
4.4. Lembar Pengamatan
Berat
Berat Berat TS + Berat Berat cawan Berat
Tabung berat swellin
No Suhu Sampel Sendimen Sendimen + supernatant supernatant solubility
Sentrifuge cawan g power
(0,5 gr) Basah Basah kering kering
(TS)
1 65
2 65
3 70
4 70
5 75
6 75
7 80
8 80
9 85
10 85
11 90
12 90
13 95
14 95
12
Daftar Pustaka
Jiang Q, Gao W, Li X, Xia Y, Wang H, Wu S, Huang L, Liu C, Xiao P.
2012. Characterizations of starches isolated from five different Dioscorea L
species. Food Hydrocolloids. 29, 35-41
Mir SA, Don Bosco SJ. 2014. Cultivar difference in physicochemical
properties of starches and flours from temperate rice of Indian Himalayas.
Food Chemistry, 157:448-456
Tester RF, Morrison WR. 1990. Swelling and Gelatinisation of cereal
starches. I. Effects of amylopectin, amylose, and lipids. Cereal Chem.
67(6), 551-557
13