Oleh:
CANTIKA PRADINA
1911122024
KELAS D
Dosen Pengampu:
TIM TEACHING PRAKTIKUM SATUAN PROSES
1
KATA PENGANTAR
Akhir kata, semoga buku penuntun ini bermanfaat dan kepada para
pengguna buku ini tentunya saran dan kritik sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan penuntun praktikum ini dan pelaksanaan kegiatan
Praktikum Analisis Pangan.
Padang, 2021
Penulis
Daimon Syukri
2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
TATA CARA PRAKTIKUM iv
Praktikum 1. Reaksi Brownin non enzimatis (maillard) 5
Praktikum 2. Reaksi Browning enzimatis 10
Praktikum 2. Reaksi Browning non enzimatis (Karamelisasi) 17
Praktikum 3. Reaksi Curing 21
Praktikum 4. Reaksi Saponifikasi 26
Praktikum 5. Reaksi pigment 31
DAFTAR PUSTAKA 37
3
TATA CARA PRAKTIKUM
a. Praktikum dilakukan secara mandiri di rumah masing-masing
b. Penyediaan bahan dan alat praktikum dapat dilakukan secara mandiri
baik secara kelompok maupun perseorangan
c. Pelaksanaan kegiatan praktikum harus denghan koordinasi dengan dosen
pengawas praktikum
d. Setiap kendala harus segera dilaporkan ke dosen pengawas praktikum
e. Kegiatan praktikum harus dilakukan secara perorangan
f. Pelaporan hasil dari kegiatan praktikum dapat ditulis langsung pada
modul/penuntun praktikum ini.
4
1. Reaksi Browning (pencoklatan non enzimatis)
Bahan Percobaan:
a. Larutan glukosa 1 % dan 5 %
b. Serbuk asam amino (kalau bisa lebih dari satu jenis asam amino)
c. Aquades / air
Peralatan
a. Tabung reaksi
b. Kapas / alumunium foil
c. Penjepit
d. Serbet
e. Gelas piala
f. Pemasak / kompor
Prosedur Kerja
Setelah itu, tutup tabung dan masukan ke dalam air mendidih selama 1 jam
5
Hasil dan pembahasan
Data
Pembahasan:
Topik pembahasan
Mekanisme terjadinya reaksi browning non enzimatik
Proses browning non enzimatik disebabkan oleh reaksi pencoklatan tanpa
pengaruh enzim, biasanya terjadi saat pengolahan berlangsung. Contohnya proses
karamelisasi pada gula, yaitu proses pencoklatan yang disebabkan karena bertemunya
gula reduksi dan asam amino (penyusun protein) pada suhu tinggi dan waktu yang
lama. Gula yang dimaksud dalam pangan bukan berarti gula pasir atau gula jawa.
Gula merupakan bagian dari karbohidrat. Tepung terigu dan pati (amilum) adalah
gula kompleks, biasa disebut dengan polisakarida.
Reaksi mailard merupakan reaksi karbohidrat dan protein. Karbohidratnya
memakai gula sukrosa yaitu glukosa dan fruktosa. Proteinnya merupakan asam amino
yang memiliki NH2 bebas. Semakin banyak NH2 bebas nya maka semakin cepat
terbentuknya reaksi browning. Gula dan asam amino ketika dipanaskan akan
membentuk senyawa amadory kemudian dia membentuk senyawa aromatik, lalu
dipanaskan lagi membentuk warna coklat. Pada senyawa mailard aroma lebih dahulu
terbentuk daripada warna. Jika sudah timbul aroma itu artinya sudah ada reaksi antara
karbohidrat dengan protein, apabila diteruskan baru akan membentuk pigmen. Derajat
6
browning asam amino dengan mailard paling cepat menggunakan lisin, dan paling
lama menggunakan sistein. Penggunaan lisin lebih cepat karena lisin mempunyai
gugus NH2 nya ada 2.
Reaksi yang diawali dengan reaksi antara gugus aldehid atau keton pada gula
dengan asam amino pada protein membentuk glukosilamin. Selain gugus
aldehid/keton dan gugus amino, faktor yang mempengaruhi reaksi mailard adalah
suhu, konsentrasi gula, konsentrasi amino, pH, dan tipe gula.
Dalam reaksi mailard, terdapat beberapa tahapan, tahapan pertama yaitu,
pembentukan basa schiff dari reaksi antara gugus karbonil pada gula pereduksi
dengan amino bebas pada asam amino, peptida dan protein. Basa schiff kemudian
melakukan penyusunan ulang membentuk senyawa intermediet reaktif. Senyawa
intermediet reaktif tadi akan membentuk alfa-dikarbonil reakstif melalui reaksi
retroaldol, komponen inilah yang nantinya akan bereaksi dengan komponen lain
seperti amonia dan membentuk citarasa.
Berkaitan dengan suhu, reaksi ini berlangsung cepat pada suhu 100ºC namun
tidak terjadi pada suhu 150ºC. Kadar air 10-15% adalah kadar air yang paling baik
untuk reaksi mailard ini, sedangkan reaksi akan melambat pada kadar air yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah. Pada pH rendah, gugus amino yang terprptonasi lebih
banyak sehingga tidak tersedia lagi untuk berlangsung nya reaksi ini. Umumnya
molekul gula yang lebih kecil bereaksi lebih cepat dibandingkan molekul gula yang
lebih besar.
Namun, reaksi mailard juga bisa menyebabkan penurunan nilai gizi secara
signifikan. Penurunan kandungan gizi yang penting ini terjadi akibat pembentukan
senyawa baru dan mutagenik. Polimer akhir yang dihasilkan telah diketahui sifat-sifat
fisik dan kimianya, antara lain berwarna coklat dll.
Bahan Kimia
a. Suplement vitamin C
b. Jeruk lemon /Jeruk nipis / Jeruk
c. Air
Alat
a. Pisau
b. Wadah (gelas piala)
c. Stopwatch
d. Kamera
8
e. Pemanas air
Prosedur Kerja
Dipotong bahan sebanyak 6 potongan seragam dengan pisau stainless steel dan 1
potongan dengan pisau berkarat
Diberi perlakuan berbeda tiap potongan selama 60 detik, yaitu tidak direndam
(kontrol), larutan suplemen vitamin C, larutan asam (jeruk) dan air panas (suhu ±
90°C) selama 1 menit
Ditiriskan
9
Hasil dan pembahasan
Data
Vitamin C 7 jam 40
menit
Asam 5 jam 23
(jeruk/lemon/dll) menit
10
2 salak Kontrol 8 jam
Vitamin C 12 jam 48
menit
Asam 12 jam 15
(jeruk/lemon/dll) menit
11
Air mendidih 8 jam 52
menit
12
Vitamin C 23 menit
Asam 1 jam 55
(jeruk/lemon/dll) menit
Pembahasan:
Topik pembahasan
Mekanisme terjadinya reaksi browning
Prinsip terjadinya reaksi Enzimatik adalah didalam bahan itu mengandung
senyawa fenolik, ada enzim PPO dan ada oksigen. Buah yang mengandung senyawa
fenolik dan enzim PPO akan terbentuk warna coklat ketika dipotong. Ketika proses
pemotongan, enzim dan senyawa fenolik tersebut akan keluar dari jaringan sehingga
akan kontak langsung dengan oksigen. Akibatnya terbentuklah warna coklat. Proses
ini sangat merugikan karena dapat menghilangkan sifat sensori pada bahan tersebut.
Cara mencegah agar tidak terbentuk warna coklat itu salah satunya dapat
menggunakan asam jeruk. asam pada jeruk merupakan vitamin C, vitamin C memiliki
13
gugus OH yang karakternya sama dengan senyawa fenolik. Vitamin C dan senyawa
fenolik sama-sama merupakan senyawa antioksidan. Dengan begitu vitamin C tadi
akan menggantikan peran senyawa fenolik dalam bereaksi dengan oksigen. Vitamin
C dapat bereaksi dengan oksigen tanpa adanya enzim PPO, sehingga kinerja senyawa
fenolik dan kinerja enzim PPO dapat di inaktifkan, dan oksigen hanya berfokus pada
senyawa antioksidan, sehingga tidak akan terbentuk warna coklat.
Cara kedua untuk menghambat pencoklatan adalah dengan
mengendalikan enzim PPO. Caranya adalah dengan menonaktifkan PPO tersebut
dengan panas dan dengan asam. Peristiwa kerusakan pada protein dikenal dengan
istilah denaturasi. Proses dengan Menggunakan panas disebut juga dengan Blanching.
Sedangkan proses menggunakan asam digunakan asam organik.
Peristiwa blanching adalah perendaman dengan menggunakan air panas pada
suhu 65ºC - 95ºC dalam jangka waktu yang sangat pendek sekitar 1-3 menit. Tujuan
blanching ini adalah untuk mendenaturasi dan menonaktifkan enzim PPO.
Sudah terbukti bahwa vitamin C dapat memperlambat reaksi browning.
Ternyata reaksi browning tidak bisa dihentikan namun hanya bisa diperlambat.
Konsentrasi vitamin C juga berpengaruh dalam memperlambat reaksi browning ini.
Semakin tinggi konsentrasi maka terjadinya reaksi browning juga akan semakin lama.
Senyawa fenolik dapat teroksidasi dengan adanya enzim dan menghasilkan
zat warna. Senyawa fenolik mudah teroksidasi karena dia merupakan senyawa yang
mudah teroksidasi atau antioksidan. Cara praktis agar reaksi tidak terjadi adalah jika
enzim tidak ada, yaitu dengan menonaktifkan enzim. Enzim merupakan turunan dari
protein yang dapat rusak karena adanya panas, adanya asam, dan adanya logam.
Perendaman dengan vitamin C juga tidak bisa terlalu lama karena dapat
menyebabkan terjadinya difusi air kedalam atau keluar jaringan sehingga akan dapat
merusak sel jaringan. Namun perendaman ini juga tidak bisa terlalu sebentar, karena
pelapisan bisa tidak berjalan sempurna. Vitamin C lebih reaktif daripada senyawa
fenolik, maka dari itu vitamin C lebih dahulu yang bereaksi dengan oksigen
dibandingkan senyawa fenolik.
Ketika buah rusak maka respirasi semakin besar, dan senyawa fenolik beserta
enzim akan semakin banyak keluar, sehingga mempercepat terjadinya reaksi
browning.
Tujuan perlakuan yang dilakukan pada praktikum serta kaitannya dengan
terbentuk atau tidaknya reaksi browning.
- Perlakuan asam jeruk. asam pada jeruk merupakan vitamin C, vitamin C
memiliki gugus OH yang karakternya sama dengan senyawa fenolik.
Vitamin C dan senyawa fenolik sama-sama merupakan senyawa
antioksidan. Dengan begitu vitamin C tadi akan menggantikan peran
senyawa fenolik dalam bereaksi dengan oksigen. Vitamin C dapat bereaksi
14
dengan oksigen tanpa adanya enzim PPO, sehingga kinerja senyawa
fenolik dan kinerja enzim PPO dapat di inaktifkan, dan oksigen hanya
berfokus pada senyawa antioksidan, sehingga tidak akan terbentuk warna
coklat.
- Fungsi dari penambahan vitamin C adalah untuk menggantikan peran
senyawa fenolik. Ini dapat terlihat dari ketika vitamin C habis berarti
selanjutnya senyawa fenolik lah yang akan bereaksi dengan oksigen. Hal
ini terlihat ketika buah yang sudah kita rendam di dalam vitamin C lama-
kelamaan juga akan mencoklat, itu berarti vitamin C nya sudah habis lalu
digantikan oleh senyawa fenolik lagi yang bereaksi dengan oksigen.
Konsentrasi vitamin C juga berpengaruh dalam memperlambat reaksi
browning ini. Semakin tinggi konsentrasi maka terjadinya reaksi browning
juga akan semakin lama.o0
- Tujuan dari blanching adalah mematikan enzim atau protein yang sudah
keluar ke permukaan. Namun blanching terkadang apabila proses
blanching tidak sesuai maka blanching bisa juga merusak sel-sel pada
buah tersebut sehingga bisa lebih banyak enzim dan senyawa fenolik yang
keluar. Hal itu bisa disebabkan oleh tidak sesuainya suhu blanching
dengan komoditas tersebut.
3. Reaksi karamelisasi
Alat
a. Timbangan digital
b. Sendok
c. Cup es cream
d. Spatula
e. Kompor
f. Teflon
bahan
a. Gula pasir
b. Sakarin
c. As sitrat (katalis)
15
Prosedur Kerja
Timbang sample sebanyak ± 20gr (gula pasir atau pemanis buatan) lalu
masukkan kedalam Teflon
Hasil:
16
2. Sakarin Tidak Warna putih Putih
Pembahasan:
Mekanisme terjadinya reaksi karamelisasi
Reaksi karamelisasi adalah reaksi yang terjadi karena pemanasan gula pada
temperatur diatas titik cairnya yang akan menghasilkan perubahan warna menjadi
warna gelap sampai coklat. Karamelisasi merupakan suatu proses pencoklatan non
enzimatis yang meliputi degradasi gula-gula tanpa adanya asam-asam amino atau
protein. Bila gula dipanaskan diatas titik leburnya, warnanya berubah menjadi coklat
disertai perubahan cita rasa.
Secara umum, mekanisme proses terjadinya karamelisasi adalah apabila
sebuah larutan sukrosa dilakukan penguapan, maka konsentrasi dan titik didih larutan
tersebut akan meningkat. Apabila keadaan tersebut terus berlangsung, seluruh air
akan menguap. Selanjutnya, apabila keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan
tetap dilanjutkan, maka akan terbentuk cairan sukrosa yang lebur (titik lebur sukrosa
adalah 160ºC).
Winarno (1999) menyebutkan bahwa pada proses karamelisasi mula-mula
sukrosa pecah menjadi glukosa dan fruktosa. Suhu yang tinggi mampu mengeluarkan
satu molekul air dari setiap molekul gula sehingga terjadi glukosan yang kemudian
dilanjutkan dengan dehidrasi polimerisasi dan beberapa jenis asam yang timbul di
dalamnya.
Reaksi karamelisasi
Karamelisasi dapat ditinjau dari segi warna, rasa, dan aroma. Apabila gula
dipanaskan hingga suhu yang sangat tinggi, gula tersebut akan berubah menjadi
cairan bening. Apabila dipanaskan lebih lanjut, gula tersebut akan berubah warna
menjadi kekuningan, kemudian kecoklatan, dan dalam waktu singkat dapat berubah
warna menjadi benar-benar coklat. Dari segia aroma dan rasa, akan timbul aroma dan
rasa yang khas, dan dikenal sebagai karamel. Pemanasan secara langsung pada suhu
170ºC sampai 200ºC terhadap karbohidrat khususnya gula, menghasilkan suatu
kompleks yang berasal dari proses karamelisasi. Ikatan ganda yang terkonjugasi
menyerap cahaya dan menghasilkan warna.
17
Karamelisasi disebabkan oleh reaksi gula pereduksi dengan gugus amina
primer atau pemakaian suhu tinggi pada sukrosa. Pencoklatan ini sengaja dibuat
untuk menimbulkan bau dan cita rasa yang dikehendaki.
Parameter Kritis Reaksi Karamelisasi
Parameter reaksi karamelisasi adalah terjadinya perubahan warna, rasa dan
aroma. Warna larutan yang pada awalnya bening ketika dipanaskan akan berubah
warna mejadi coklat, sedangkan dari segi aroma dan rasa, akan timbul aroma dan rasa
yang khas.
Tujuan perlakuan
Dilakukannya perlakuan ini bertujuan untuk mengetahui terjadinya sifat
karamelisasi yang ditandai dengan bau dan warna yang khas. Dari perlakuan ini dapat
diketahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terbentuk atau tidaknya reaksi
karamelisasi, diantaramya yaitu:
- Suhu masing-masing jenis gula, suhu karamelisasi fruktosa 110ºC atau
230ºF, Galaktosa 160ºC atau 320ºF, glukosa 160ºC atau 320ºF, Maltosa
180ºC atau 356ºF, sukrosa 160º atau 320ºF.
Suhu karamelisasi setiap gula berbeda tergantung titik lebur dari masing-
masing gula tersebut.
- Waktu, semakin lama waktu pemanasan, maka semakin pekat warna
coklat yang dihasilkan.
4. Reaksi Curing
Alat:
a. Aluminium foil
b. wadah Baskom
c. kulkas
d. Plastik
e. Pisau
f. Timbangan
g. Sendok
h. Plastic klip
Bahan:
a. Daging sapi (bukan lemak)
b. Garam dapur (NaCl)
18
c. Na-Nitrit (food grade)
d. air
Prosedur Kerja
Disiapkan daging yang sudah bebas jaringan lemak
Masukan daging ke dalam kemasan plastic klip dan di tutup (lakukan juga pada
kontrol)
Hasil:
N Bahan Hari Pengamatan Dokumentasi
o pengamata Paramete Hasil
n r pengamatan
19
Warna Merah pudar usp=drivesdk
2 Aroma Segar
Tekstur Sedikit lunak
Warna Merah pucat
Pembahasan:
20
Topik pembahasan
Mekanisme terjadinya reaksi curing
Daging segar jika dipotong mula-mula berwarna ungu, tetapi lama kelamaan
permukaannya segera berubah menjadi merah terang dan akhirnya coklat. Warna
coklat ini sering digunakan sebagai petunjuk menurunnya mutu daging. Daging yang
dikehendaki adalah yang selalu dalam keadaan segar dan berwarna merah ceri. Warna
daging disebabkan oleh adanya dua pigmen mioglobin dan hemoglobin. Kedua
pigmen tersebut mengandung globin sebagai bagian protein.
Didalam daging ada yang namanya senyawa mioglobin yang mengandung
oksigen. Senyawa inilah yang membuat daging berwarna merah. ketika Daging
melakukan kontak dengan oksigen dari luar dalam waktu yang lama, maka senyawa
tadi akan teroksidasi sehingga warna merah tadi lama-kelamaan akan berubah
menjadi warna pucat, atau menjadi coklat membentuk metmioglobin. Terjadi oksidasi
Fe2+ menjadi Fe3+. Ketika sudah menjadi Fe3+ maka warnanya tidak merah lagi,
karena kecepatan perputaran elektron sudah berubah. Warna daging yang berubah ini
tentu saja akan memengaruhi penilaian sensori daging tersebut. Perubahan tersebut
tentu saja tidak diinginkan. Oleh sebab itu dilakukan lah curing untuk mengontrol
perubahan tersebut.
Proses curing daging melibatkan pemberian nitrat dan garam dapur. Pada
umumnya proses curing terjadi karena:
a. Reaksi biologis yang dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan NO, yang
mampu mereduksi feri menjadi fero.
b. Terjadinya denaturasi globin oleh panas
Jadi curing adalah penambahan suatu zat yang dapat mempertahankan flavor
dan warna daging. Yang biasa digunakan dalam proses curing ini adalah garam, gula,
dan senyawaan nitrat atau nitrit. Curing ini merupakan gabungan dari reaksi
enzimatik dan reaksi curing. Pada daging sering terjadi perubahan bau dikarenakan
adanya pertumbuhan mikroba. Untuk menghambat pertumbuhan mikroba tersebut
dapat menggunakan garam melalui tekanan osmosis. Gula juga dapat menghambat
pertumbuhan mikroba. Gula dan garam merupakan salah satu pengawet alami. Garam
dan gula dapat menghilangkan bau namun tidak bisa menghambat perubahan warna.
Untuk membuat warna merah segar pada daging bisa menggunakan senyawaan nitrat
atau nitrit, karena nitrat dan nitrit ini mampu menghasilkan warna pink atau merah.
sejatinya warna merah pada daging dapat berubah menjadi warna coklat, namun
senyawa nitrat atau nitrit ini dapat merubah warna yang sudah coklat tadi kembali
menjadi warna merah atau warna pink. Warna merah berasal dari mioglobin ketika
21
dilakukan curing diubah menjadi mioglobin + nitrit. Hal tersebut akan melindungi
warna pada daging karena tidak mudah lagi beroksidasi dengan oksigen di udara.
Ketika menggunakan garam nitrat, garam nitrat akan bereaksi dengan bakteri
dan menghasilkan nitrit. Nitrit dalam suasana asam akan menghasilkan asam nitrit
yang sangat mudah teroksidasi menjadi nitrit oxide. Nitrit oxide inilah yang akan
bereaksi dengan mioglobin. Senyawa nitrit oxide ini juga memiliki warna merah. Jadi
warna merah pada daging bukan lagi warna merah yang berasal dari mioglobin,
namun berasal dari mioglobin + nitrit yang namanya nitrosomioglobin. Hal tersebut
lebih stabil sehingga ketika daging ditambahkan nitrit warna merahnya akan tetap
stabil karena tidak reaktif lagi terhadap oksigen. Ketika dipanaskan, nitrosomioglobin
ini akan membentuk nitroschemochrome yang berwarna pink, sehingga ketika
dimasak akan muncul warna yang lebih menarik dan bisa meningkatkan penilaian
fisik dan selera makan dari daging tersebut.
Reaksi curing
Nitrat Nitrit
Nitrit NO (Nitrit Okside) + H2O (air)
NO + Mb (mioglobin) NOMMb (Nitrit Oksida Metmioglobin)
NOMMb NOMb (Nitrit Oksida Mioglobin)
NOMb + panas + asap NO-hemokromogen (Nitrosil-
hemokromogen) warna merah jambu, stabil
Perbedaan fungsi NaCl dan NaNO2
Pada daging sering terjadi perubahan bau dikarenakan adanya pertumbuhan
mikroba. Untuk menghambat pertumbuhan mikroba tersebut dapat menggunakan
garam melalui tekanan osmosis. Garam juga dapat menghambat pertumbuhan
mikroba. Garam merupakan salah satu pengawet alami. Garam dapat menghilangkan
bau namun tidak bisa menghambat perubahan warna.
Penggunaan nitrit dapat menghambat pertumbuhan Cl.botulinum dan bila
bereaksi dengan mioglobin, nitrit yang telah menjadi nitrik okside akan membentuk
warna merah cerah. Pigmen daging curing akan terbentuk dengan segera apabila
mioglobin bersinggungan secara langsung dengan nitrit okside sehingga terbentuk
nitrit okside mioglobin (nitrosomioglobin) yang berwarna cerah. Jadi di dalam curing
nitrit tidak berfungsi memberikan pewarnaan, tetapi hanya berfungsi menstabilkan
atau memperbaiki warna produk.
Teknik-teknik pemberian NaCl dan NaNO2 pada daging.
Ada 2 cara menambahkan garam dan nitrit ini:
1. Cara kering
Membalurkan garam ke permukaan daging. Reaksinya hanya dipermukaan.
Kelebihannya: bisa digunakan dalam waktu yang cepat. Cara ini merupakan cara
paling mudah dan praktis, tetapi kontak antara daging dengan udara selalu terjadi
22
sehingga proses oksidasi mioglobin tidak bisa dihindari, akibatnya daging menjadi
warna merah gelap.
2. Cara basah
Dengan direndam atau disuntikkan. Disuntikkan lebih efektif karena semua otot
dan jaringan daging ini kena. Kekurangannya: residu nitrit yang terdapat dalam
daging akan tertinggal sehingga membahayakan kesehatan karena akan membentuk
nitrosamin. Residu nitrit yang terdapat dalam daging curing dapat bereaksi dengan
amina sekunder atau tersier protein membentuk senyawa nitrosamin yang bersifat
karsinogenik. Kelebihan nitrit akan membentuk suatu senyawaan nitrosamin yang
sangat beracun. Nitrit dalam suasan asam dapat membentuk HNO2 yang dapat
bereaksi dengan protein membentuk nitrosamin. Sangat mungkin terjadi ketika
memakan daging yang mengandung nitrosamin. Di dalam proses pencernaan residu
tersebut dapat bereaksi dengan senyawa amina yang terdapat di lambung dan akan
menghasilkan nitrosamin. Nitrit dalam pencernaan juga tidak akan dicerna melainkan
akan terakumulasi di ginjal. Oleh karena itu perlu adanya penurunan residu nitrit dan
penghambatan pembentukan senyawa nitrosamin dalam proses curing.
5. Reaksi Saponifikasi
Alat:
a. Batang pengaduk / sendok
b. Gelas Kimia 250 mL dan 100 mL.
c. Gelas ukur
d. Pipet tetes
e. Termometer
f. Tabung reaksi
Bahan.
a. Etanol.
b. Larutan Kalsium Klorida.
c. Larutan NaOH 30 % (30 gram dilarutkan dalam 100 mL air)
a. Pelarutan NaOH dilakukan sedikit-demi sedikit
d. Mentega
Prosedur Kerja
Dimasukkan 5 gram mentega (bukan margarine) kedalam gelas kimia 100 ml dan 40
ml larutan NaOH 30%.
23
Dipasang termometer dalam campuran. Campuran dipanaskan, setelah lemak meleleh
ditambahkan kedalam campuran 3-4 ml etanol. Diaduk dengan batang pengaduk,
suhu dipertahankan 70-80 oC
Diaduk setelah kurang lebih 5 menit penyabunan telah selesai (dibuktikan dengan
mengambil contoh, diencerkan dengan air, tidak terjadi pemisahan minyak).
Dimasukkan gelas kimia dan isinya kedalam gelas kimia (250 mL) yang berisi air
dingin. Jangan diaduk. Lapisan sabun membeku diatas setelah dingin.
Lapisan air dibuang, sabun dicuci beberapa kali dengan air suling.
Pengujian sabun
1. Dilarutkan 1 g sabun yang terbentuk dengan 25 mL air (kira-kira)
2. Diambil kira-kira 5 mL larutan sabun, tambahhkan dengan perbandingan yang
sama larutan CaCl2 5 %
3. Aduk kuat campuran, amati yang terjadi
Pembahasan:
Topik pembahasan
Pengamatan yang terjadi selama reaksi
Reaksi saponifikasi
C3H3(O2CR)3 + 3NaOH → 3RCOONa + C3H5(OH)3
Lemak/minyak alkali sabun gliserida
Mekanisme terjadinya reaksi saponifikasi
Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur
dengan alkali yang menghasilkan sabun dan gliserol. Prinsip dalam proses
saponifikasi, yaitu lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan
sabun mentah. Proses pencampuran antara minyak dan alkali kemudian akan
membentuk suatu cairan yang mengental, yang disebut trace.
Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan dan dari minyak. Gugus
induk lemak disebut fatty acids yang terdiri dari rantai hidrokarbon (C12 sampai C18)
yang berikatan membentuk gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang
digunakan karna menghasilkan sedikit busa. Reaksi saponifikasi tidak lain adalah
hidrolisis basa suatu eter dengan alkali (NaOH/KOH). Range atom C diatas
mempengaruhi sifat-sifat sabun seperti kelarutan, proses emulsi, dan pembasahan.
24
Prinsip dari percobaan ini adalah dengan mereaksikan antara minyak atau
lemak dengan NaOH. Minyak ditambahkan dengan etanol yang digunakan sebagai
pelarut, yang kemudian direaksikan dengan basa kuat (NaOH). Proses pembuatan
sabun tersebut dilakukan dengan pemanasan menghasilkan sabun dan produk
sampingnya berupa gliserol.
No Jenis Dokumentasi
Pengamatan
1. Pencampuran https://drive.google.com/file/d/1eJwVD6WC-
Minyak I7wRkXXaRjflkD0mLOdBoNA/view?
dengan NaOH usp=drivesdk
2. Pengujian
larutan sabun
25
dengan CaCl2
5%
Bahan
a. Bayam merah
b. Anggur merah/ungu
c. Etanol
d. Air
e. Asam cuka
f. NaOH 2 % ( 2 gram NaOH dalam 100 mL air)
Prosedur Kerja
Potong kecil-kecil sampel (daun bayam merah dan buah anggur merah), timbang ± 50
g
26
Ambil masing-masing larutan hasil penyaringan sebanyak 5 mL dan bagi ke 2 buah
tabung reaksi
Tambahkan ke
tabung 1 : asam cuka sebanyak 1 mL
tabung 2 : larutan NaOH 2 % sebanyak 1 mL
amati perubahan yang terjadi
Hasil
No Bahan Penambahan Penambahan Dokumentasi
asam cuka NaOH
1 Ekstrak Sayur coklat Hijau terang https://drive.google.com/file/d/1
bayam merah eFYZ6_5_vAVZ37gEYF8PBz9
LnrjdVjkF/view?usp=drivesdk
Pembahasan
Pigmen merupakan zat warna yang terdapat tumbuhan. Selain klorofil, pada
beberapa tumbuhan juga terdapat pigmen antosianin, karotenoid, dan fikobilin.
Pigmen yang terdapat dalam bayam merah (Amaranthus tricolor) adalah
pigmen antosianin, klorofil, dan karotenoid. antosianin adalah senyawa fenolik yang
masuk kelompok flavonoid dan berfungsi sebagai antioksidan. Antosianin berperan
utama sebagai antioksidan yang sangat diperlukan tubuh untuk mencegah terjadinya
oksidasi radikal bebas yang menyebabkan berbagai macam penyakit.
Antosianin merupakan kelompok flavonoid yang berperan sebagai pigmen
yang memberikan warna merah dan ungu pada beberapa buah dan sayuran termasuk
anggur. Komponen ini bermanfaat sebagai antioksidan dan menginduksi 2-4 kali
meningkatkan DNA fragmen. flavonoid merupakan komponen terbesar dalam
senyawa fenol. Flavonoid terdapat dalam semua bagian anggur, diantaranya kulit,
daging, daun, dan bijinya. Senyawa fenol mempunyai peran yang sangat penting
dalam memberikan manfaat antioksidan pada buah dan sayuran. Kandungan senyawa
27
fenol paling banyak ditemukan pada kulit, stem, daun dan bijinya. Senyawa fenol
dipercaya dapat digunakan untuk membunuh bakteri.
Untuk mengambil ekstrak bayam merah dan anggur dilakukan ekstaksi
menggunakan alkohol 80% lalu didiamkan selama lebih kurang 4 jam.
Untuk menguji kestabilan pigmen bayam merah dan anggur ditambahkanlah
asam cuka dan larutan NaOH. Karena kestabilan warna pigmen antosianin
dipengaruhi oleh pH. Asam cuka bersifat asam, sehingga ketika ditambahkan asam
cuka pH ekstak bayam merah dan anggur merah akan berubah menjadi asam.
Sedangkan NaOH bersifat basa, kemudian apabila ditambahkan ke dalam ekstrak
bayaw merah dan anggur, ekstak tersebut akan berubah menjadi bersifat basa.
Berdasarkan pengamatan, warna ekstrak bayam merah yang sudah didiamkan
selama 4 jam berwarna hijau gelap. Namun berdasarkan literatur yang praktikan baca,
ekstrak bayam merah itu berwarna merah maroon sedikit gelap. Hal ini sepertinya
diakibatkan oleh kesalahan dari praktikan atau karena penyimpanan bayam sudah
agak lama di dalam kulkassebelum dilaksanakan praktikum sehingga mempengaruhi
warna pigmen dari bayam merah tersebut. Setelah ditambahkan asam cuka, warna
ekstrak bayam merah berubah menjadi ungu kecoklatan. Ketika ditambah NaOH,
warnanya berubah menjadi hiau terang.
Warna ekstrak anggur merah setelah didiamkan selama 4 jam itu berwarna
pink pudar. Setelah ditambahkan asam cuka, warna ekstak anggur merah berubah
menjadi pink mendekati orange. Sedangkan jika ditambahkan NaOH warnanya
berubah menjadi ungu.
28
Daftar pustaka
Afida, Y. N., Koesriharti, & Sitompul, S. M. (2020). Pertumbuhan, Hasil dan Pigmen
Bayam Merah dengan Pemberian Pupuk Nitrogen dan Pupuk Kandang Ayam.
Jurnal Produksi Tanaman, 633-641.
Arsa, M. (2016). Proses Pencoklatan (Browning Process) pada Bahan Pangan.
Denpasar: Universitas Udayana.
Eppang, B., Nurhaeni, Khairuddin, Ridhay, A., & Jusman. (2020). Retensi Antosianin
dari Ekstrak Daun Bayam Merah pada Pengolahan Mie Basah. KOVALEN:
Jurnal Riset Kimia, 53-60.
Ermawati, D. (2008). Pengaruh Penggunaan Ekstrak Jeruk Nipis Terhadap Residu
Nitrit Daging Curing selama Proses Curing. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.
Khopkar, S. M. (2004). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Permatasari, N. A., & Afifah, F. (2020). Pembuatan dan Pengujian Stabilitas Bubuk
Pewarna Alami dari Daun Bayam Merah. Jurnal Rekayasa dan Manajemen
Agroindustri, 409-422.
Pratiwi, R. (2016). Pencoklatan Non Enzimatis Mailard Terinduksi sebagai Upaya
Peningkatan Kualitas Cita Rasa dan Aroma Kakao Rakyat. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Jember.
Winarno, F. (2002). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Zulkifli, M. (2014). Sabun dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit. Jurnal Pangan
dan Agroindustri, 170-177.
29
30