Anda di halaman 1dari 61

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya yang memberikan kemampuan bagi kami dalam merampungkan Modul Sistem Perkemihan
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
Modul ini disusun sebagai panduan belajar bagi mahasiswa dan merupakan tuntunan bagi
mahasiswa untuk mencapai proses pembelajaran dalam pencapaian kompetensi pada Mata
Kuliah Sistem Perkemihan. Modul inilah yang akan memandu mahasiswa dalam mencapai
kompetensi yang ditetapkan. Dosen yang semula sebagai sumber utama, dalam pendekatan
Student Centered Learning (SCL) hanya sebagai fasilitator saja. Dalam mempelajari
Keperawatan Dasar II ini, mahasiswa tidak hanya mencapai kompetensi yang bersifat hardskill
tetapi juga softskill. Mahasiswa mampu mengintegrasikan dan mengaplikasikan secara holistik
seluruh konsep keilmuan yang didapat saat kuliah dan praktik, dimana pada akhirnya mahasiswa
diharapkan mampu mengaplikasikan semua ilmu tersebut pada pelaksanaan Asuhan
Keperawatan. Selain menggunakan modul ini, mahasiswa juga diharapkan aktif dan kritis dalam
menggunakan sumber lain dalam rangka pemenuhan kebutuhan belajar.
Kami menyadari penyusunan modul ini masih jauh dari sempurna sehingga saran dan
kritik membangun sangat kami harapkan. Semoga buku ini bermanfaat dalam menambah
informasi demi kelancaran kegiatan praktik mahasiswa klinik. Akhir kata kami ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang turut terlibat dalam penyusunan modul Sistem Perkemihan ini.

Palangka Raya, 11 Februari 2015

Tim Penyusun
VISI , MISI, TUJUAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN DAN TUJUAN
PROGRAM PROFESI NERS STIKES EKA HARAP
PALANGKA RAYA

1. Visi
Menjadi Pusat Pendidikan Tenaga Keperawatan yang Pancasilais, Profesional, Unggul
dalam Bidang Keperawatan Komunitas dan dapat Berkompetisi Secara Nasional Maupun
Internasional pada Tahun 2020.
2. Misi
a. Menyelenggarakan pendidikan keperawatan jenjang S1.
b. Melakukan berbagai kegiatan pengembangan dan penelitian guna pengembangan
ilmu dan teknologi dibidang keperawatan/kesehatan.
c. Melakukan berbagai pengembangan pelayanan keperawatan melalui kegiatan
pengabdian pada masyarakat, bekerjasama dengan berbagai pihak dan menggunakan
berbagai sumber, baik lokal, regional, nasional maupun internasional.
3. Tujuan Program Studi S1 Keperawatan STIKES Eka Harap Palangka Raya
a. Menghasilkan sarjana keperawatan (Ners) yang Pancasilais, profesional, unggul dan
dapat berkompetisi secara nasional maupun internasional.
b. Ikut serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
c. Menghasilkan penelitian dan berbagai temuan yang bermanfaat bagi masyarakat dan
pelayanan keperawatan / kesehatan.
4. Tujuan Program Profesi Ners
a. Tujuan pendidikan tahap profesi adalah mempersiapkan mahasiswa melalui
penyesuaian professional dalam bentuk pengalaman belajar klinik dan lapangan
secara komprehensif, sehingga memiliki kemampuan professional sebagai berikut:
b. Menerapkan konsep, teori dan prinsip ilmu perilaku, ilmu sosial, ilmu biomedik dan
ilmu keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada individu,
keluarga, komunitas dan masyarakat.
c. Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai target kompetensi Ners dari masalah yang
sederhana sampai masalah yang kompleks secara tuntas melalui pengkajian,
penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, implementasi
dan evaluasi baik bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sesuai batas
kewenangan, tanggungjawab dan kemampuannya serta berlandaskan etika profesi
keperawatan.
d. Mendokumentasikan seluruh proses keperawatan secara sistematis dan
memanfaatkannya dalam upaya meningkatkan kulitas asuhan keperawatan.
e. Mengelola pelayanan keperawatan tingkat dasar secara bertanggungjawab dengan
menunjukkan sikap kepemimpinan.
BAB I
PENDAHULUAN

A. DESKRIPSI MATA KULIAH


Mata kuliah ini membahas tentang prinsip-prinsip teoritis dan keterampilan klinis
keperawatan tentang sistem perkemihan sesuai tingkat usia manusia mulai dari bayi baru
lahir sampai lansia. Fokus mata kuliah ini meliputi berbagai aspek yang terkait dengan
fungsi sistem perkemihan. Kegiatan belajar mahasisiwa berorientasi pada pencapaian
kemampuan berfikir sistematis dan komprehensif dalam mengaflikasikan konsep sistem
perkemihan dengan pendekatan asuhan keperawatan sebagai dasar penyelesaian masalah.

B. TUJUAN MATA KULIAH


Mahasiswa mampu memahami tentang prinsip-prinsip teoritis dan keterampilan klinis
keperawatan tentang sistem perkemihan sesuai tingkat usia manusia mulai dari bayi baru
lahir sampai lansia. Fokus mata kuliah ini meliputi berbagai aspek yang terkait dengan
fungsi sistem perkemihan. Kegiatan belajar mahasisiwa berorientasi pada pencapaian
kemampuan berfikir sistematis dan komprehensif dalam mengaflikasikan konsep sistem
perkemihan dengan pendekatan asuhan keperawatan sebagai dasar penyelesaian masalah.

C. KOMPETENSI MATA KULIAH


Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran pada blok sistem perkemihan mahasiswa
akan mampu:
1. Melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus gangguan sistem perkemihan
pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal etis.
2. Melakukan simulasi pendidikan kesehatan dengan kasus gangguan sistem perkemihan
pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal etis.
3. Melakukan simulasi pengelolaan asuhan keperawatan pada sekelompok klien dengan
gangguan sistem perkemihan pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek
legal dan etis.
4. Melaksanakan fungsi advokasi pada kasus dengan gangguan sistem perkemihan pada
berbagai tingkat usia.
5. Mendemonstrasikan intervensi keperawatan pada kasus dengan gangguan sistem
perkemihan pada berbagai tingkat usia sesuai dengan standar yang berlaku dengan
berfikir kreatif dan inovatif sehingga menghasilkan pelayanan yang efisien dan efektif.

D. STRATEGI PERKULIAHAN
Pendekatan perkuliahan ini adalah pendekatan Student Center Learning. Dimana
Mahasiswa lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran. Metode yang digunakan lebih
banyak menggunakan metode ISS (Interactiveskill station) dan Problembase learning.
Interactive skill station diharapkan mahasiswa belajar mencari materi secara mandiri
menggunakan berbagai sumber kepustakaan seperti internet, expert dan lain-lain, yang
nantinya akan didiskusikan dalam kelompok yang telah ditentukan. Sedangkan untuk
beberapa pertemuan dosen akan memberikan kuliah singkat diawal untuk memberikan
kerangka pikir dalam diskusi. Untuk materi-materi yang memerlukan keterampilan, metode
yang akan dilakukan adalah simulasi dan demonstrasi di laboratorium.
E. Evaluasi
1. Checklist Tindakan
2. Responsi
3. Ujian Praktek
F. Sumber Pustaka
1. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Buku ajar keperawatan medical bedah: Brunner &
Suddarth. Vol. 2. Edisi 8. Jakarta: EGC.
2. Price, S.A. & Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC.
3. Robbins, Cotran, & Kumar. 2007. Buku ajar patologi: Robbins. Volume 2. Jakarta: EGC.
BAB II
MATERI

Kegiatan Belajar 1
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN

Pengantar
Sistem perkemihan adalah suatu sistem yang didalamnya terjadi penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat yang tidak digunakan oleh tubuh. Zat ini akan larut dalam air dan
dikeluarkan berupa urine. Zat yang dibutuhkan tubuh akan beredar kembali dalam tubuh melalui
pembuluh darah kapiler ginjal, masuk kedalam pembuluh darah dan beredar keseluruh tubuh.
Sistem perkemihan merupakan sistem rangkaian organ yang terdiri atas ginjal, ureter, vesika
uinaria, dan uretra.
Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu memahami anatomi fisiologi sitem perkemihan.

Uraian Materi
A. Anatomi sistem perkemihan
1. Pengertian
Sistem perkemihan adalah suatu sistem yang didalamnya terjadi penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat yang tidak digunakan oleh tubuh. Zat ini akan larut dalam air
dan dikeluarkan berupa urine. Zat yang dibutuhkan tubuh akan beredar kembali dalam tubuh
melalui pembuluh darah kapiler ginjal, masuk kedalam pembuluh darah dan beredar
keseluruh tubuh. Sistem perkemihan merupakan sistem rangkaian organ yang terdiri atas
ginjal, ureter, vesika uinaria, dan uretra.
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan
tubuh. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostasis dengan mengatur
volume cairan, keseimbangan osmotik, asam – basa, eksresi sisa metabolisme, dan sistem
pengaturan hormonal dan metabolisme. Ginjal terletak dalam rongga abdomen
retroperitoneal kiri dan kanan kolumna vertebralis, dikelilingi oleh lemak dan jaringan
ikat di belakang peritoneum. Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke – 11 dan ginjal kanan
setinggi iga ke – 12, sedangkan batas bawah setinggi vertebralis lumbalis ke – 3.
Setiap ginjal mempunyai panjang 11,25 cm, lebar 5 – 7 cm, dan tebal 2,5 cm.
Ginjal kiri memiliki ukuran lebih panjang daripada ginjal kanan. Berat ginjal pria dewasa
150 – 170 gram dan wanita 115 – 155 gram. Bentuk ginjal seperti kacang, sisi dalam
menghadap ke vertebra torakalis, sisi permukaan cembung, dan di atas setiap ginjal
terdapat sebuah kelenjar suprarenal.
1) Struktur Ginjal
Ginjal ditutup oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat. Apabila kapsula dibuka terlihat
permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua. Dengan potongan melintang
vertikel dari ginjal melalui margo lateralis ke margo medialis akan terlihat hilus yang
meluas keruangan sentral yang disebut sinus renalis yaitu bagian atas dari pelvis
renalis. Ginjal terdiri atas:
- Medula (bagian dalam): substansi medularis terdiri atas pyramid renalis, jumlahnya
antara 8 – 16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya
menghadap kesinus renalis;
- Korteks(bagian luar): substansi kortekalis berwarna cokelat merah, konsistensi lunak,
dan bergranula. Substansi tepat dibawah fibrosa, melengkung sepanjang basis
piramid yang berdekatan dengan sinus renalis. Bagian dalam di antara piramid
dinamakan kolumna renalis.
2) Pembungkus ginjal
Ginjal dibungkus oleh massa jaringan lemak yang disebut kapsula adiposa (peritoneal
feet). Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal memanjang melalui hilus
renalis. Ginjal dan kapsula adiposa tertutup oleh lamina khusus dari fasia subserosa
yang disebut fasia renalis yang terdapat diantara lapisan dalam dari fasia profunda dan
stratum fasia subserosa internus. Fasia fibrosa terpecah menjadi dua.
- Lamela anterior atau fasia prerenalis
- Lamela posterior atau fasia retrorenalis.
3) Struktur mikroskopik ginjal
Satuan fungsional ginjal disebut juga nefron, mempunyai ±1,3 juta. Selama 24 jam
nefron dapat menyaring 170 liter darah. Arteri renalis membawa darah murni dari
aorta ke ginjal. Lubang – lubang yang terdapat pada renal piramid masing – masing
membentuk simpul yang terdiri atas satu badan malpigi yang disebut glomerulus.
4) Bagian – bagian dari nefron
a) Glomerulus: bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak
di dalam kapsula bowmen menerima darah dari arteriole aferen dan meneruskan ke
sistem vena melalui arteiol eferen. Natrium secara bebas difiltrasi ke dalam
glomerulus sesuai dengan konsentrasi dalam plasma. Kalium juga difiltrasi secara
bebas, diperkirakan 10 – 20% dari kaium plasma terikat oleh protein dalam keadaan
normal. Kapsula bowmen ujung – ujung buntu tubulus ginjal seperti kapsula cekung
menutupi glomerulus yang saling melilitkan diri.
̵ Elektro mikroskopis glomerulus. Glomerulus berdiameter 200 µm, dibentuk oleh
invaginasi suatu anyaman kapiler yang menempati kapsula bowmen. Glomerulus
mempunyai dua lapisan yang memisahkan darah dari dalam kapiler glomerulus
dan filtrat dalam kapsula bowmen. Lapisan tersebut yaitu lapisan endotel khusus
yang terletak di atas kapiler glomerulus. Kedua lapisan ini dibatasi oleh lamina
basalis dan terdapat sel – sel stelata. Sel ini mirip parasit yang terdapat pada
dinding kapiler seluruh tubuh.
̵ Aparatus junkta glomerulus. Arteri aferen dan ujung akhir ansa henle asendens
tebal, nefron yang sama bersentuhan untuk jarak yang pendek. Pada titik
persentuhan, sel tubulus (ansa henle) asendens menjadi tinggi disebut makula
densa. Dinding arteriol bersentuhan dengan ansa henle menjadi tebal karena sel –
selnya mengandung butiran sekresi renin yang besar. Sel ini disebut sel junkta
glomerulus. Makula densa dan sel junkta glomerulus erat kaitannya dengan
pengaturan volume cairan ekstra sel dan tekanan darah.
̵ Sawar ginjal: adalah istilah yang digunakan untuk bangunan yang memisahkan
darah kapiler glomerulus dari filtrat dalam rongga kapsula bowman. Partikel ini
dihubungkan dengan membran celah lapisan yang utuh sebagai saringan utama
yang mencegah lewatnya molekul besar. Partikel yang lebih halus mampu masuk
sampai ke rongga kapsula. Filtrasi halus melalui sawar dan tergantung pada
tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus. Pada umumnya tekanan
hidrostatik darah adalah 75 mmHg
b) Tubulus proksimal konvulta: tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan
kapsula Bowman dengan panjang 15 mm dan diameter 55 µm. bentuknya berkelok –
kelok berjalan dari korteks ke bagian medula lalu kembali ke korteks, sekitar 2/3 dari
natrium yang terfiltrasi akan di absorpsi secara isotonik bersama klorida. Proses ini
melibatkan trasport aktif natrium. Peningkatan reabsorpsi natrium akan mengurangi
pengeluaran air dan natrium. Hal ini dapat mengganggu pengenceran dan pemekatan
urine yang normal. Lebih dari 70% kemungkinan kalium direabsorpsi dengan
mekanisme transport aktif akan terpisah dari reabsorpsi natrium.
c) Gelung Henle (ansa henle): bentuknya lurus dan tebal diteruskan kesegmen tipis
selanjutnya ke segmen tebal, panjangnya 12 mm, total panjangnya ansa henle 2 – 14
mm. klorida secara aktif diserap kembali pada cabang ascendens gelung henle dan
natrium bergerak secara pasif untuk mempertahankan kenetralan listrik. Sekitar 25%
natrium yang difiltrasi diserap kembali karena darah nefron tidak permeable terhadap
air. Reabsorbsi klorida dan natrium di pars asendens penting untuk pemekatan urine
karena membentuk pertahanan integritas gradiens konsentrasi medula. Kalium
terfiltrasi 20 – 25% diabsorpsi pada pars asendens lengkung henle. Proses pasif
terjadi karena gradien elektrokimia yang timbul sebagai akibat dari reabsorpsi aktif
klorida pada segmen nefron ini.
d) Tubulus distal konvulta: bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok –
kelok dan letaknya jauh dari kapsula Bowman, panjangnya 5 mm. tubulus distal dari
masing – masing nefron bermuara ke duktus koligentis yang panjangnya 20 mm.
Masing – masing duktus koligens berjalan melalui korteks dan medula ginjal bersatu
membentuk suatu duktus yang berjalan lurus dan bermuara pada duktus belini,
seterusnya menuju kaliks minor, ke kaliks mayor, dan akhirnya mengosongkan isinya
ke dalam pelvis renalis pada apeks masing – masing piramid medula ginjal. Panjang
nefron keseluruhan ditambah dengan duktus koligentis adalah 45 – 65 mm. nefron
yang berasal dari glomerulus korteks mempunyai ansa henle yang memanjang ke
dalam piramid medula.
e) Duktus koligentis medula: saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan
secara halus dari ekskresi natrium urine terjadi disini dengan aldosteron yang paling
berperan terhadap reabsorpsi natrium. Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorpsi
dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada duktus koligen kortikal
dan dikendalikan oleh aldosteron. Reabsorpsi aktif kalium murni terjadi dalam
duktus koligen medula.
5) Peredaran darah ginjal
Ginjal mendapat darah dari arteri renalis yang merupakan cabang dari aorta
abdominalis sebelum masuk ke massa ginjal. Arteri renalis mempunyai cabang besar
yaitu arteri renalis anterior dan arteri renalis posterior. Cabang anterior memberikan
darah untuk ginjal anterior dan ventral dari ginjal sedangkan cabang posterior
memberikan darah untuk ginjal posterior dan bagian dorsal. Di antara kedua cabang ini
terdapat suatu garis (brudels line) sepanjang margo lateral dari ginjal. Pada garis ini
tidak terdapat pembuluh darah sehingga kedua cabang ini menyebar sampai kebagian
anterior dan posterior dari colisis sampai ke medula ginjal. Pembuluh darah yang
terletak di antara piramid disebut arteri interlobularis. Setelah sampai di darah, medula
membelok 90% melalui basis piramid disebut arteri arquarta. Pembuluh darah ini akan
bercabang menjadi interlobularis yang berjalan tegak ke dalam korteks dan berakhir
sebagai:
1. Vasa aferen glomerulus untuk 1 – 2 glomerulus,
2. Pleksus kapiler sepanjang tubulus melingkar dalam korteks tanpa berhubungan
dengan glomerulus,
3. Pembuluh darah menembus kapsula bowman.
Dari glomerulus keluar pembuluh darah aferen, selanjutnya terdapat anyaman
yang mengelilingi tubuli kontorti. Selain itu, terdapat cabang yang lurus menuju ke
pelvis renalis dan memberikan darah untuk ansa henle dan duktus koligen dinamakan
arteri rektae (A.Supriae). setelah dari pembuluh rambut ini, darah kemudian
berkumpul dalam kapiler vena yang bentuknya seperti bintang disebut stelatae dan
berjalan ke vena interlobularis.
6) Pembuluh limfe ginjal
Pembuluh limfe mengikuti perjalanan arteri renalis menuju ke nodi limfatikus
aorta lateral yang terdapat disekitar pangkal arteri renalis dan dibentuk oleh pleksus
yang berasal dari masa ginjal. Kapsula fibrosa bermuara di nodul lateral aortika.
7) Persarafan ginjal
Saraf ginjal terdiri atas ±15 ganglion. Ganglion ini membentuk pleksus renalis
yang berasal dari cabang terbawah dan di luar ganglion pleksus seliaka, pleksus
akustikus, dan bagian bawah splenikus. Pleksus renalis bergabung dengan pleksus
spermatikus dengan cara memberikan beberapa serabut yang dapat menimbulkan nyeri
pada testis, pada kelainan ginjal.
b. Ureter
Ureter terdiri atas dua buah saluran masing – masing bersambung dari ginjal ke
kandung kemih (vesika urinaria), panjangnya 20 – 30 cm, penampang 0,5 cm, dan
mempunyai tiga jepitan sepanjang jalan. Piala ginjal berhubungan dengan ureter pada
waktu ureter menjadi kaku melewati pinggir pelvis dan waktu ureter melewati kandung
kemih.
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan peristaltik setiap 5 menit sekali untuk
mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih. Bagian ujung atas pelvis ginjal
(pelvis ureter) melebar membentuk corong dan terletak dalam hilus ginjal menerima
kaliks mayor. Uretra keluar dari hilus ginjal berjalan vertikal ke bawah di belakang
peritoneum parietal dan melekat pada muskulus psoas yang memisahkannya dengan
prosesus tranverses vertebra lumbalis. Lapisan ureter
1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2. Lapisan tengah (otot polos)
3. Lapisan sebelah dalam (lapisan mukosa)
c. Lokasi ureter
1) Pars abdomonalis ureter: dalam kavum abdomen ureter terletak dibelakang
peritoneum sebelah media anterior muskulus psoas mayor dan ditutupi oleh fasia
subserosa. Vasa spermatika dan ovarika interna menyilang ureter secara oblique.
Ureter akan mencapai kavum pelvis dan menyilang arteri iliaka eksterna.
2) Ureter kanan terletak pada pars desenden duodenum. Sewaktu turun ke bawah
terdapat di kanan bawah dan disilang oleh kolon dekstra dan vasa iliaka iliokolika,
dan dekat apertura pelvis akan dilewati oleh bagian bawah mesentrium dan bagian
akhir ileum. Ureter kiri disilang oleh vasa koplika sinistra dekat apertura pelvis
superior dan berjalan di belakang kolon sigmoid dan mesentrium.
3) Pars pelvis ureter: pars pelvis ureter berjalan pada bagian dinding lateral dari
kavum pelvis sepanjang tepi anterior dari insisura iskiadika mayor dan tertutup
oleh peritoneum. Ureter dapat ditemukan didepan arteri hipogastrika bagian dalam
nervus obturatoris arteri fasialis anterior dan arteri hemoroidalis media. Pada
bagian bawah insisura iskhiadika mayor ureter agak miring ke bagian medial untuk
mencapai sudut lateral dari kandung kemih.
4) Ureter pada pria: ureter pada pria terdapat dalam fisura seminalis, bagian atasnya
disilang oleh duktus deferens dan dikelilingi oleh pleksus vesikalis. Selanjutnya
ureter berjalan obligue sepanjang 2 cm di dalam dinding kandung kemih pada
sudut lateral dari trigonum vesika. Sewaktu menembus kandung kemih dinding
atas dan dinding bawah ureter akan tertutup, sedangkan pada waktu kandung
kemih terisi penuh akan membentuk katup (valvula) dan mencegah pengembalian
urin dari kandung kemih.
5) Ureter pada wanita: ureter pada wanita terdapat dibelakang fossa ovarika berjalan
ke bagian medial dan ke depan bagian lateralis serviks uterus, bagian atas vagina
untuk mencapai fundus vesika urinaria. Dalam perjalanan ureter di dampingi oleh
arteri urina sepanjang 2,5 cm. selanjutnya arteri ini menyilang ureter dan menuju
ke atas di antara lapisan ligamentum latum. Ureter mempunyai jarak 2 cm dari sisi
serviks uterus. Ada tiga tempat penting yang ada di ureter yang mudah terjadi
penyumbatan yaitu: pada sambungan ureter pelvis diameter 2 mm, penyilangan
vasa iliaka diameter 4 mm, dan pada saat masuk ke kandung kemih berdiameter 1-
5 mm.
d. Pembuluh darah ureter
1) Arteri renalis
2) Arteri spermatika interna
3) Arteri hipogastrika
4) Arteri vesikalis inferior
e. Persarafan ureter : merupakan cabang dari pleksus mesenterikus inferior, pleksus
spermatika, dan pleksus pelvis. Sepertiga bawah dari ureter terisi oleh sel – sel saraf yang
bersatu dengan rantai eferen dan nerfus vagus. Rantai eferens dan nervus torakalis XI dan
XII, nervus lumbalis I dan nervus vagus mempunyai rantai aferen untuk uretra.
f. Kandung Kemih (Vesika Urinaria)
Vesika urinaria (kandung kemih): terletak tepat di belakang os pubis, merupakan
tempat penyimpanan urine yang berdinding otot yang kuat, bentuknya bervariasi sesuai
dengan jumlah urine yang dikandung. Kandung kemih pada waktu kosong terletak dalam
rongga pelvis. Sedangkan dalam keadaan penuh dinding atas terangkat masuk ke dalam
region hipogastrika. Apeks kandung kemih terletak dibelakang pinggir atas simpisis pubis
dan permukaan posteriornya berbentuk segitiga. Bagian sudut superolateral merupakan
muara ureter dan sudut inferior membentuk uretra.
Bagian atas kandung kemih ditutupi oleh peritoneum yang membentuk eksavasio
retro vesikalis, sedangkan bagian bawah permukaan posterior dipisahkan dari rektum
oleh duktus deferens, vesika seminalis, dan vesika retrovesikalis. Permukaan superior
seluruhnya ditutupi oleh peritoneum dan berbatasan dengan gulungan ileum dan kolon
sigmoid sepanjang lateral permukaan peritoneum melipat ke dinding lateral pelvis.
1) Lapisan otot
Lapisan otot kandung kemih terdiri atas otot polos yang tersusun dan saling berkaitan
disebut muskulus detrusor vesikae. Peredaran darah vesika urinaria berasal dari arteri
vesikalis superior dan inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna.
Venanya membentuk pelvikus venosus vesikalis berhubungan dengan pleksus
prostatikus yang mengalirkan darah ke vena iliaka interna.
2) Pembuluh limfe
Pembuluh limfe kandung kemih mengalirkan cairan limfe ke dalam nodi limpatik
iliaka interna dan eksterna.
3) Persarafan
Persarafan vesika urinaria berasal dari pleksus hipogastrika inferior. Serabut ganglion
simpatikus berasal dari ganglion lumbalis I dan II, yang berjalan turun ke kandung
kemih melalui pleksus hipogastrikus. Serabut preganglion parasimpatis yang keluar
dari nervus splenikus yang berasal dari nervus sakralis II, III, dan IV berjalan melalui
hipogastrikus inferior mencapai dinding vesika urinaria. Sebagian besar serabut aferen
sensoris yang keluar dari kandung kemih menuju sistem susunan saraf pusat melalui
nervus splanknikus pelvikus berjalan bersama saraf simpatis melalui pleksus
hipogastrikus masuk ke dalam segmen lumbal 1 dan 2 medula spinalis.
4) Pengisisan kandung kemih
Dinding ureter mengandung otot polos yang tersusun dalam berkas spiral longitudinal
dan sekitar lapisan otot yang tidak terlihat. Kontraksi peristaltik ureter 1 – 5 kali/ menit
akan menggerakkan urine dari pelvis renalis ke dalam kandung kemih dan
disemprotkan setiap gelombang peristaltik. Ureter yang berjalan miring melalui
dinding kandung kemih untuk menjaga ureter tertutup kecuali selama gelombang
peristaltik untuk mencegah urine tidak kembali ke ureter.
Apabila kandung kemih terisi penuh permukaan superior membesar, menonjol keatas
masuk kedalam rongga abdomen. Peritoneum akan menutupi bagian bawah dinding
anterior kolum kandung kemih yang terletak di bawah kandung kemih dan permukaan
atas prostat. Serabut otot polos dilanjutkan sebagai serabut otot polos prostat kolum
kandung kemih yang dipertahankan pada tempatnya oleh ligamentum pubo prostatika
pada pria dan oleh ligamentum pubovesikalis pada wanita yang merupakan penebalan
fasia pubis.
Membran mukosa kandung kemih dalam keadaan osong akan berlipat – lipat. Lipatan
ini akan hilang apabila kandung kemih terisi penuh. Daerah membran mukosa meliputi
permukaan dalam basis kandung kemih yang dinamakan trigonum. Vesika ureter
menembus dinding kandung kemih secara miring membuat seperti katup untuk
mencegah aliran balik urine ke ginjal pada waktu kandung kemih terisi.
5) Pengosongan kandung kemih
Kontraksi otot muskulus detrusor bertanggung jawab pada pengosongan kandung
kemih selama berkemih (miksturasi). Berkas otot tersebut berjalan pada sisi uretra,
serabut ini dinamakan sfingter uretra interna. Sepanjang uretra terdapat sfingter otot
rangka yaitu sfingter uretra membranosa (sfingter uretra eksterna). Epitel kandung
kemih dibentuk dari lapisan superfisialis sel kuboid.
6) Berkemih
Merupakan suatu refleks spinalis yang dipermudah dan dihambat oleh pusat saraf yang
lebih tinggi dan dikendalikan oleh pusat saraf diotak. Refleks di awal dengan
peregangan otot kandung kemih sewaktu terisi oleh urin. Impuls aferen berjalan
menuju nerfus planknikus dan sfingter ini melemas bila urine masuk ke pelvikus lalu
masuk ke segmen sakralis II, III, dan IV medula spinalis. Impuls aferens
meninggalkan edula spinalis dari segmen yang sama dan berjalan melalui serabut saraf
preganglion parasimpatis menuju nervus planknikus pelvikus dan pleksus
hipogastrikus inferior menuju dinding kandung kemih lalu bersinaps dengan neuron
post ganglion. Melalui lintasan saraf ini, otot polos kandung kemih yaitu muskulus
detrusor akan berkontraksi dan sfingter kandung kemih dibuat lemas. Impuls eferen
berjalan ke sfingter uretra melalui nervus pudendus (nervus II, III, dan IV). Sfingter ini
melemas bila urine masuk ke uretra lalu impuls aferens tambahan akan berjalan ke
medula spinalis dari uretra memperkuat refleks. Pada anak muda berkemih merupakan
refleks sederhana dan berlangsung apabila vesika urinaria tegang. Pada orang dewasa
reflek regang sederhana di hambat oleh aktifitas korteks serebri sampai pada waktu
yang tepat dan tempat berkemih tersedia. Serabut penghambat berjalan ke bawah
menuju segmen sakralis II, III, dan IV medula spinalis. Kontraksi ureter yang menutup
uretra dikendalikan secara volunter. Pengendalian volunter saat berkemih akan normal
selama tahun pertama dan kedua kehidupan.
g. Uretra
Uretra merupakan alur sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi
menyalurkan urine ke luar.
1) Uretra pria
Uretra pria mulai dari orifisum uretra interna di dalam kandung kemih sampai orifisum
uretra eksterna pada penis, panjangnya 17,5 – 20 cm yang terdiri atas bagian – bagian
berikut.
a) Uretra prostatika: saluran terlebar, panjangnya 3 cm berjalan hampir vertikal
melalui glandula prostat, mulai dari basis sampai ke apeks dan lebih dekat ke
permukaananterior. Bentuk salurannya seperti kumparan, bagian tengahnya lebih
luas, makin ke tengah makin dangkal kemudian bergabung dengan pars membran.
Potongan tranversal saluran ini menghadap ke depan. Pada dinding posterior
terdapat krista uretralis yang berbentuk kulit, dibentuk oleh penonjolan membran
mukosa, jaringan di bawahnya 15 – 17 cm. pada kiri dan kanan krista uretralis
terdapat sinus prostatikus yang ditembus oleh orifisum duktus prostatikus dari lobus
lateralis glandula prostat dan duktus dari lobus medial glandula prostat lalu
bermuara di belakang krista uretralis Bagian depan krista uretralis terdapat tonjolan
yang disebut kolikus seminalis. Pada orifisum utrikulus, prostatikus berbentuk
kantong sepanjang 6 cm yang berjalan ke atas dan ke belakang di dalam substansi
prostat di belakang labus medial. Dindingnya terdiri atas jaringan ikat lapisan
muskularis dan membran mukosa, beberapa glandula kecil terbuka ke permukaan
dalam.
b) Uretra pars membranasea: uretra ini merupakan saluran yang paling pendek dan
paling dangkal, berjalan mengarah ke bawah dan ke depan di antara apeks glandula
prostat dan bulbus uretra. Pars membranasea menembus diafragma urogenitalis
sepanjang ±2,5 cm, di bawah belakang samping simpisis pubis diliputi oleh
jaringan sfingter uretra membranasea. Di depan saluran ini terdapat vena dorsalis
penis yang mencapai pelvis di antara ligamentum tranversal pelvis dan ligamentum
arquarta pubis.
c) Uretra pars kavernosa: uretra ini mempunyai saluran terpanjang dari uretra, terdapat
di dalam korpus kavernosus uretra, panjangnya ±15 cm mulai dari pars
membranasea sampai ke orifisiumsuperfisialis dari diafragma urogenitalis. Pars
kavernosus uretra berjalan ke depan dan keatas menuju bagian depan simfisis pubis.
Pada saat penis berkontraksi, pars kavernosus akan membelok ke bawah dan ke
depan. Pars kavernosus ini dangkal sesuai dengan korpus penis 6 mm dan
berdilatasi ke belakang. Bagian depan berdilatasi di dalam gland penis yang akan
membentuk fossa nafikularis uretra.
d) Orifisum uretra eksterna: bagian ini merupakan bagian erektor yang paling
berkontraksi, berupa sebuah celah vertikal. Kedua sisi ditutup oleh dua bibir kecil
panjangnya 6 mm. glandula uretralis bermuara ke dalam uretra dan terdiri atas dua
bagian.
f) Glandula yang terdapat di bawah tunika mukosa di dalam korpus kavernosus
uretra (glandula pars uretralis).
g) Lakuna: bagian dalam ephitelium lakuna lebih besar yang terletak di
permukaan atas disebut lakuna magna. Orifisium dari lakuna menyebar ke
depan sehingga dengan mudah menghalangi ujung kateter yang dilalui
sepanjang jalan.
2) Uretra wanita
Terletak di belakang simpisis, berjalan sedikit miring ke arah atas, salurannya
dangkal, panjangnya ±4 cm, mulai dari orifisium uretra interna sampai ke orifisium
uretra eksterna. Pada dinding anterior vagina menjurus obligue ke bawah dan
menghadap ke depan. Apabila tidak berdilatasi diameternya 6 cm. uretra ini
menembus fasia diafragma urogenitalis dan orifisium eksterna langsung di depan
permukaan vagina. Jaraknya ±2,5 cm di belakang gland klitoris, glandula uretra
bermuara ke uretra yang terbesar diantaranya adalah glandula para uretralis (skene)
yang bermuara ke dalam orifisium uretra yang hanya berfungsi sebagai saluran
ekskresi.
Diafragma urogenitalis dan orifisium eksterna berada di permukaan vagina dan
2,5 cm di belakang gland klitoris. Uertra wanita jauh lebih pendek dari pada uretra pria
dan terdiri atas lapisan otot polos yang diperkuat oleh sfingter otot rangka. Pada
muaranya ditandai dengan banyak sinus venosus mirip jaringan kavernosa. Lapisan
uretra wanita terdiri atas:
a) Tunika muskularis
b) Lapisan spongeosa berjalan pleksus dari vena – vena
c) Lapisan mukosa sebelah dalam
B. Fisiologi Sistem Perkemihan
Ginjal melakukan fungsi yang paling penting dengan menyaring plasma dan
memindahkan zat dari filtrat pada kecepatan yang berfariasi tergantung pada kebutuhan tubuh.
Akhirnya ginjal membuang zat yang tidak diinginkan dengan cara filtrasi darah dan
menyekresinya melalui urine, sementara zat yang dibutuhkan akan kembali ke dalam darah.
Untuk mempertahankan homeostasis, ekskresi air dan elektrolit pada asupan harus
memiliki ekskresi karena sebagian dari jumla air dan elektrolit tersebut akan diikat dalam
tubuh. Jika asupan kurang dari ekskresi, maka jumlah zat dalam tubuh akan berkurang.
Kapasitas ginjal untuk mengubah ekskresi natrium, sebagai respon terhadap perubahan asupan
natrium akan sangat besar. Hal ini menunjukkan bahwa pada manusia normal, natrium dapat
ditingkatkan. Hal ini sesuai untuk air dan kebanyakan elektrolit lainnya seperti klorida,
kalium, kalsium, hidrogen, magnesium, dan fosfat.
1. Fisiologi ginjal
Ginjal adalah organ yang memproduksi dan mengeluarkan urine dari dalam tubuh.
Sistem ini merupakan salah satu sistem utama untuk mempertahankan homeostasis
(kekonstanan lingkungan internal). Beberapa fungsi ginjal adalah sebagai berikut.
a. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh : Kelebihan air didalam tubuh akan
diekskresikan oleh ginjal sebagai urine yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air
(kelebihan keringat) menyebabkan urine yang di ekskresi jumlahnya berkurang dan
konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan
relatif normal.
b. Mengatur keseimbangan osmotik dan keseimbangan ion : Fungsi ini terjadi dalam
plasma bila terdapat pemasukan dan pengeluaran yang abnormal dari ion – ion. Akibat
pemasukan garam yang berlebihan atau penyakit perdarahan, diare, dan muntah – muntah,
ginjal akan meningkatkan ekskresi ion – ion yang penting misal: Na, K, Cl, Ca, dan fosfat
c. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh : Tergantung pada apa yang dimakan,
campuran makanan (mixed diet) akan menghasilkan urine yang bersifat agak asam, pH
kurang dari 6. Hal ini disebabkan oleh hasil akhir metabolisme protein. Apabila banyak
makan sayur – sayuran, urine akan bersifat basa, pH urine bervariasi antara 4,8 – 8,2.
Ginjal menyekresi urine sesuai dengan perubahan pH darah.
d. Ekskresi sisa – sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, dan kreatinin) : Bahan –
bahan yang diekskresi oleh ginjal antara lain zat toksik, obat – obatan, hasil metabolisme
hemoglobin, dan bahan kimia asing (pestisida).
e. Fungsi hormonal dan metabolisme : Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai
peranan penting dalam mengatur tekanan darah (sistem renin – angiotensin – aldosteron).
Yaitu untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis). Disamping itu, ginjal
juga membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D aktif) yang diperlukan untuk
absorpsi ion kalsium di usus.
f. Pengaturan tekanan darah dan memproduksi enzim renin, angiotensis, dan aldosteron
yang berfungsi meningkatkan tekanan darah
g. Pengeluaran zat beracun : Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat –
obatan, atau zat kimia asing lain dari tubuh.

2. Peranan Ginjal Dalam Pengaturan Tekanan Arteri


Pengaturan arteri tidak hanya diatur oleh satu sistem pengaturan seperti sistem arteri,
melainkan oleh beberapa sistem yang saling terkait satu sama lain dan membentuk fungsi
yang spesifik. Bila seorang mengalami perdarahan hebat sehingga tekanan darah turun
secara tiba – tiba ada dua masalah yang dihadapi oleh sistem pengaturan tekanan. Pertama,
untuk pertahanan hidup dengan mengembalikan tekanan arteri ke nilai yang cukup tinggi
sehingga dapat bertahan melalui episode akut. Kedua, mengembalikan volume darah ke
nilai normal sehinga sistem sirkulasi kembali normal seluruhnya, termasuk tekanan arteri
ke nilai normal secara keseluruhan.
Untuk menghadapi perubahan akut pada tekanan arteri dilakukan dengan sistem
pengaturan saraf. Ginjal memiliki peran dalam pengaturan jangka panjang terhadap
tekanan arteri. Suatu pengaturan respons yang berlangsung segra (beberapa detik) dan
jangka panjang (beberapa jam sampai beberapa hari) dinyatakan sebagai mekanisme
umpan balik. Mekanisme ini dapat dibagi menjadi hal – hal berikut ini.
a. Mekanisme yang bereaksi secara cepat
Dalam waktu beberapa detik dan beberapa menit pengaturan tekanan seluruhnya
merupakan reflek saraf akut. Terdapat tiga mekanisme yang memperlihatkan respon
beberapa detik.
̵ Mekanisme umpan balik mekanoreseptor
̵ Mekanisme iskemik sistem saraf pusat
̵ Mekanisme kemoreseptor
Mekanisme ini tidak hanya bereaksi dalam beberapa detik, tetapi juga sangat kuat.
Setelah penurunan tekanan yang berlangsung akut seperti yang disebabkan oleh
perdarahan akut. Setelah setiap penurunan tekanan berlangsung, mekanisme saraf
berkombinasi.
̵ Menyebabkan kontraksi vena sehingga menimbulkan tranfer darah ke jantung
̵ Menyebabkan peningkatan frekuensi denyut jantung, kontraksi jantung, dan
menyediakan kapasitas pompaan yang lebih besar oleh jantung.
̵ Menyebabkan kontraksi arteriol untuk menghalangi aliran darah keluar dari arteriol.
Semua efek ini terjadi hampir secara segera untuk meningkatkan tekanan arteri
kembali kedalam kisaran pertahanannya. Bila tekanan secara tiba – tiba meningkat terlalu
tinggi seperti pada respon obat atau pemberian tranfusi darah yang berlebihan, mekanisme
yang sama berjalan dalam arah yang berlawanan dan kembali mengembalikan tekanan ke
arah kisaran normal.
b. Mekanisme yang memberikan respon dalam periode waktu yang melebihi masa
waktu intermediet bermenit – menit dan berjam – jam.
Pengaturan tekanan memperlihatkan respons bermakna hanya setelah beberapa menit
setelah terjadi perubahan tekanan arteri yang berlangsung akut. Ada tiga respon yang
terjadi yaitu:
̵ Mekanisme vasokonstruktor renin dan angiotensin,
̵ Vaskularisasi dari relaksasi stres,
̵ Pergeseran cairan melalui dinding kapiler kedalam dan keluar dari sirkulasi untuk
menyesuaikan kembali volume darah seperti yang dibutuhkan.
Bila tekanan dalam pembuluh darah menjadi terlalu tinggi, pembuluh darah menjadi
tegang dan meregang beberapa menit sampai beberapa jam. Akibatnya tekanan dalam
pembuluh darah turun kembali ke batas normal. Keadaan ini terus meregangkan
pembuluh yang disebut relaksasi stres, yang dapat bertindak sebagai dapar tekanan
dalam masa waktu yang sedang. Mekanisme pergeseran cairan kapiler terjadi setiap kali
tekanan kapiler turun terlalu rendah, cairan diabsorpsi melalui osmosis dari jaringan ke
dalam sirkulasi sehingga volume darah bertambah dan tekanan dalam sirkulasi
meningkat. Akan tetapi, bila tekanan kapiler meningkat terlalu tinggi, cairan akan keluar
dari sirkulasi masuk kedalam jaringan dan menurunkan volume darah di seluruh
sirkulasi. Tiga mekanisme ini menjadi sangat teraktivasi dalam waktu 30 menit sampai
beberapa jam dan efeknya dapat berlangsung selama periode waktu yang panjang.
Selama waktu ini mekanisme saraf biasanya kelelahan dan menjadi semakin kurang
efektif.
c. Mekanisme yang menyediakan pengaturan
Tekanan arteri berlangsung dalam jangka panjang, berhari – hari, berbulan – bulan, dan
bertahun – tahun. Peranan ginjal dalam pengaturan arteri jangka panjang memperlihatkan
mekanisme pengaturan tekanan volume darah ginjal (sama dengan pengaturan cairan di
ginjal). Hal ini memperlihatkan bahwa mekanisme ini memerlukan waktu untuk
menunjukkan respons yang bermakna. Akhirnya timbul perubahan mekanisme umpan
balik untuk mengatur tekanan arteri dengan waktu yang tidak terbatas. Hal ini berarti
mekanisme tersebut pada akhirya dapat mengembalikan tekanan arteri seluruhnya hingga
nilai tekanan menghasilkan keluaran yang normal dari garam dan air oleh ginjal.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai pengaturan tekanan dari mekanisme
cairan tubuh ginjal antara lain adalah dalam waktu beberapa jam setelah terjadi perubahan
tiba – tiba pada tekanan arteri, efek hormon aldosteron pada sirkulasi akan berubah. Hal
ini berperan penting dalam memodifikasi ciri khas pengaturan tekanan dari mekanisme
cairan tubuh – ginjal. Faktor lain yang penting dalam pengaturan tekanan arteri sehari –
hari yaitu interaksi antara sistem renin – angiotensin dengan aldosteron dan mekanisme
cairan ginjal.
Mekanisme ini bekerja secara bersamaan, pengaturan tekanan oleh saraf untuk mencapai
suatu nilai yang bersifat menyelamatkan jiwa kemudian diteruskan dengan menetapkan
ciri – ciri khas dari pengaturan tekanan intermediet dan akhirnya disesuaikan pada nilai
tekanan jangka panjang oleh mekanisme cairan tubuh – ginjal. Mekanisme jangka
panjang ini kemudian menimbulkan berbagai interaksi pada sistem renin, angiotensin,
aldosteron, sistem saraf, dan beberapa faktor lain yang menyediakan kemampuan
pengaturan khusus untuk tujuan yang khusus pula.
3. Proses Pembentukan Urine
a. Glomerulus
Berfungsi sebagai ultra filtrasi pada simpai bowman untuk menampung hasil filtrasi
dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali zat – zat yang
sudah disaring pada glomerulus dan sisa cairan yang akan diteruskan ke piala ginjal.
Urine yang berasal dari darah dibawa oleh arteri renalis masuk kedalam ginjal. Langkah
pertama proses pembentukan urine adalah ultrafiltrasi darah/ plasma dalam kapiler
glomerulus berupa air dan kristaloid, selanjutnya didalam tubuli ginjal disempurnakan
dengan proses reabsorpsi zat – zat yang esensial dari cairan filtrasi untuk diembalikan
kedalam darah, selanjutnya proses sekresi dikeluarkan melalui urine.
Proses ini terjadi pada gloerulus karena permukaan aferen lebih besar dari
permukaa eferen sehingga terjadi penyerapan darah dari setiap menit ±1200 ml darah
yang terdiri atas 450 ml sel darah dan 660 ml plasma, masuk kedalam kapiler
glomerulus. Untuk proses filtrasi diperlukan tekanan filtrasi untuk mendapatkan hasil
akhir.
1) Tekanan yang menyebabkan filtrasi: merupakan hasil kerja jantung.
Tekanan hidrostatik kapiler glomerulus ±50 mmHg, tekanan ini cenderung
mendorong air dan garam – garam melalui glomerolus. Kapiler glomerolus secara
relatif bersifat permeabel terhadap protein plasma yang lebih besar dan cukup
permeabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil. Tekanan darah terhadap dinding
pembuluh disebut tekanan hidrostatik. Gerakan masuk ke dalam kapsula Bowman
disebut sebagai filtrasi glomerolus, sedangkan material yang masuk kedalam kapsula
Bowman disebut filtrat. Tiga faktor lain yang ikut serta dalam filtrasi adalah sebagai
berikut.
̵ Tekanan Osmotik (TO) dari filtrasi kapsula Bowman: tekanan yang dikeluarkan
oleh air atau pelarut lainnya pada membran semipermeabel sebagai usaha untuk
menembus membran ke dalam area yang mengandung lebih banyak molekul yang
tidak dapat melewati membran
̵ Tekanan hidrostatik (TH): tekanan yang dihasilkan dengan adanya filtrasi dalam
kapsula Bowman bersama – sama mempercepat gerakan air dalam molekul
permeabel dari kapsula Bowman kembali kedalam kapiler.
̵ Laju Filtrasi Glomerulus (LFG): laju di mana filtrasi dibentuk, jumlah
pembentukan filtrasi per menit adalah 125 ml. faktor klinis utama yang
mempengaruhi LFG adalah tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik.
2) Tekanan yang melawan filtrasi
Tekanan hidrostatik cairan didalam kapsul Bowman adalah sebesar ±5 mmHg,
sedangkan tekanan osmotik koloid protein ±30 mmHg yang cenderung menarik air
dan garam kedalam pembuluh kapiler. Transpor aktif melibatkan ikatan molekul
substansi yang selanjutnya akan menggerakkan molekul dari satu membran ke sisi
yang lain terhadap gradien konsentrasi substansi tersebut dan membantu molekul
bergerak ke arah yang berlawanan dengan arah yang seharusnya oleh difusi
sederhana.
Cairan menurunkan konsentrasi dari tipe molekul yang di transportasi. Penurunan
konsentrasi memungkinkan molekul – molekul tersebut untuk berdifusi dari urine ke
dalam sel tubulus, selanjutnya keluar dari sel dan memasuki cairan peritubuler.
Peningkatan ini merangsang difusi molekul dalam kapiler didalam nefron dan
transpor aktif untuk membuang molekul – molekul dari filtrat (urine) kembali ke
aliran darah.
Transpor aktif natrium bertanggung jawab terhadap reabsorpsi osmotik air dari
filtrat, baik di tubulus proksimal maupun di tibulus distal. Ion air dari filtrat, baik di
tubulus proksimal maupun di tubulus distal. Ion natrium secara aktif ditranspor
keluar sel dan ke dalam cairan peritubular yang lebih tinggi dari yang terdapat pada
cairan sel atau tubulus.
3) Tekanan akhir
Menyebabkan filtrasi dikurangi tekanan yang melawan filtrasi sama dengan filtrasi
aktif (50 – 30 + 5 mmHg = 25 mmHg). Kira – kira 120 ml plasma difiltrasi setiap
menit. Pada glomerolus membran filtrasi hanya dapat dilalui oleh plasma, garam –
garam, glukosa, dan molekul – molekul kecil lainnya. Sel darah dan plasma terlalu
besar untuk difiltrasi dengan cara ini, oleh karena itu dibentuk pengenceran oleh
glomerolus 100 – 150 ml setiap hari. Susunan cairan filtrasi ini sama seperti susunan
plasma darah, tetapi tidak ada proteinnya. Membran glomerolus darah bekerja
sebagai suatu saringan biasa dan untuk proses ini tidak diperlukan energi.
b. Langkah – Langkah Pembentukan Urine
Pembentukan urine dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang bebas
protein dari kapiler glomerolus ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma di
filtrasi secara bebas kecuali protein sehingga filtrat glomerolus dalam kapsula Bowman
hampir sama dengan dalam plasma. Cairan diubah oleh reabsorpsi air dan zat terlarut
spesifik kembali ke dalam darah atau oleh sekresi zat lain dari kapiler peritubulus ke
dalam tubulus.
1) Faktor yang mempengaruhi filtrasi
Kebanyakan kapiler glomerolusrelatif impermeabel terhadap protein sehingga cairan
hasil filtrasi bersifat bebas protein dan tidak mengandung elemen selular termasuk
sel darah merah. Konsentrasi unsur plasma lainnya termasuk garam dan molekul
organik yang terikat pada protein plasma seperti glukosa dan asam amino bersifat
baik dalam plasma dan filtrasi glomerulus.
̵ Aliran darah ginjal: aliran darah ginjal ditentukan oleh gradien tekanan yang
melintasi pembuluh darah renalis atau perbedaan antara tekanan arteri renalis dan
tekanan hidrostatik vena renalis dibagi dengan tahanan pembuluh darah total.
̵ Tekanan filtrasi: perubahan tekanan hidrostatik kapiler glomerulus, perubahan
tekanan darah dan konsentrasi arteriola aferen dan eferen. Perubahan tekanan
hidrostatik kapsula bowman misalnya: obstruksi ureter dan edema ginjal bagian
dalam kapsul. Perubahan konsentrasi protein plasma dan tekanan koloid osmotik
misalnya terjadi pada dehidrasi dan hipoproteinemia.
̵ Luas permukaan filtrasi: luas permukaan filtrasi berkurang akibat dari penyakit
yang merusak glomerulus dan nefrektomi partial sehingga proses filtrasi
terganggu dan tidak berjalan lancar.
̵ Permeabilitas membran filtrasi: meningkat akibat penyakit ginjal.
2) Proses absorpsi
Terjadi penyerapan kembali dari sebagian besar glukosa, sodium, klorida, fosfat, dan
ion bikarbonat. Proses ini terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator
reabsorpsi pada tubulus atas. Dalam tubulus ginjal, cairan filtrasi dipekatkan dan zat
yang penting bagi tubuh direabsorpsi. Kegiatan ini banyak dipengaruhi oleh hormon
– hormon dan zat – zat yang direabsorpsi berubah sesuai dengan keperluan tubuh
setiap saat.
̵ Air diabsorpsi dengan jumlah yang banyak.
̵ Zat esensial yang mutlak diperlukan misalnya glukosa, NaCl, dan garam – garam
direabsorpsi dengan sempurna ke dalam kapiler peritubular, kecuali kadarnya
melebihi ambang ginjal yaitu batas kadar tertinggi suatu zat dalam darah yang
apabila dilampaui akan menyebabkan ekskresi zat tersebut masuk kedalam urine.
̵ Zat yang sebagian diabsorpsi sel – sel tubulus bila diperlukan misalnya kalium.
̵ Zat – zat yang hanya diabsorpsi dalam jumlah kecil dari hasil metabolisme
misalnya ureum, fosfat, dan asam urat.
̵ Zat yang sama sekali tidak diabsorpsi bahkan tidak dapat disekresi oleh sel
tubulus misalnya kreatinin.
3) Proses sekresi
Tubulus ginjal dapat menyekresi atau menambah zat – zat ke dalam cairan filtrasi
selama metabolisme sel – sel membentuk asam dalam jumlah besar. Namun, pH
darah dan cairan tubuh dapat dipertahankan sekitar 7,4 (alkalis). Sel tubuh
membentuk amoniak yang bersenyawa dengan asam kemudian disekresi sebagai
amonium supaya pH darah dan cairan tubuh tetap alkalis.
c. Urine (Air Kemih)
1) Sifat – sifat air kemih
̵ Jumlah eksresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari masuknya (intake) cairan
serta faktor lainnya.
̵ Warna bening muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
̵ Warna kuning terantung dari kepekatan, diet obat – obatan dan sebagainya.
̵ Bau khas air kemih bila dibiarkan terlalu lama maka akan berbau amoniak.
̵ Baerat jenis 1.015 – 1.020.
̵ Reaksi asam bila terlalu lama akan menjadi alkalis, tergantung pada diet (sayur
menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).
2) Komposisi air kemih
̵ Air kemih terdiri dari kira – kira 95 % air
̵ Zat – zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein asam urea, amoniak dan
kreatinin
̵ Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat dan sulfat
̵ Pigmen (bilirubin, urobilin)
̵ Toksin
̵ Hormon

4. Fungsi Sistem Ginjal Dalam Homeostasis pH


Skala pH menggambarkan secara tepat kons entrasi dari ion hidrogen dalam tubuh
sehingga dalam membahas homeostasis pH pada dasarnya kita akan membahas
keseimbangan konsentrasi ion hidrogen dalam tubuh.1 Konsentrasi ion hidrogen sangat
mempengaruhi proses metabolisme yang berlangsung dalam tubuh karena hampir semua
aktifitas enzim dalam tubuh dipengaruhi oleh konsentrasi ion hidrogen dalam tubuh. Tidak
mengherankan pengaturan keseimbangan konsentrasi ion hidrogen ini adalah sangat
penting dalam kehidupan organisme.
Pengaturan konsentrasi ion hidrogen dala m beberapa hal sama dengan pengaturan
ion-ion lain dalam tubuh, dimana untuk mencapai homeostasis harus ada keseimbangan
antara asupan atau produksi ion hidrogen dan pembuangan ion hidrogen dari tubuh.2,3
Ketika pengeluaran melebihi pembentukan atau asupan maka konsentrasi ion hidrogen
plasma arteri akan turun yang menyebabkan pH naik diatas 7,4 (pH normal plasma arteri)
dan ini disebut sebagai alkalosis (pH bersifat basa). Sebaliknya, pembentukan atau asupan
melebihi pengeluaran maka konsentrasi ion hidrogen plasma arteri akan naik yang
menyebabkan pH turun dibawah 7,4 dan ini disebut asidosis (pH bersifat asam).
Ada 3 sistem utama yang mengatur konsentr asi ion hidrogen dalam cairan tubuh
a. Sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh yang dengan segera
bergabung dengan asam basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen
yang berlebihan yang bekerja dalam hitungan detik
b. Pusat pernapasan yang mengatur pembuangan asam karbonat melalui pengeluaran
CO2 yang bekerja dalam hitungan menit
c. Ginjal yang dapat mengekskresikan urin asam atau urin alkali, sehingga
menyesuaikan kembali konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler menuju normal
selama asidosis dan alkalosis yang bereaksi lebih lambat .
Walaupun ginjal relatif lambat dalam memberi respon, dibanding sistem yang lain,
ginjal merupakan sistem pengaturan yang paling kuat selama beberapa jam sampai
beberapa hari. Di bawah ini akan dibahas bagaimana fungsi sistem ginjal dalam
pengaturan keseimbangan ion-ion hidrogen sehingga tercapai homeostasis pH.
Konsentrasi ion hidrogen dinyatakan dalam ekuivalen perliter. Sebagai contoh normal
konsentrasi ion hidrogen adalah 40 mEq/L. pH normal adalah : Nilai pH normal darah
arteri adalah 7,4, sedangkan pH darah vena dan cairan interstisial sekitar 7,35 akibat
jumlah ekstra karbon dioksida (CO2) yang dibebaskan jaringan unutk membentuk
H2CO3 dalam cairan-cairan ini. Karena pH normal darah arteri adalah 7,4, seseorang
diperkirakan mengalami asidosis saat pH turun di bawah nilai ini dan mengalami
alkalosis saat pH meningkat di atas 7,4. Batas rendah pH dimana seseorang dapat hidup
lebih dari beberapa jam adalah sekitar 6,8 dan batas atas adalah 8,0. 2,3,4 pH intraseluler
biasanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma karena metabolisme sel menghasilkan
asam, terutama H2CO3. bergantung pada jenis sel, pH cairan intraseluler diperkirakan
berkisar antara 6,0 dan 7,4. pH urin dapat berkisar antara 4,5 sampai 8.0 bergantung
pada status asam basa cairan ekstraseluler.Seperti yang disebutkan di atas dan akan
dibahas di bawah ini, ginjal melakukan koreksi abnormalitas konsentrasi ion hidrogen
ekstraseluler dengan mengekskresi asam atau basa
5. Pengaturan keseimbangan asam basa oleh ginjal
Ginjal mengontrol pH tubuh dengan mengontrol keseimbangan asam basa melalui
pengeluaran urin yang asam atau basa. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah
asam dalam cairan ekstraseluler, sedangkan pengeluaran urin basa berarti menghilangkan
basa dari cairan ekstraseluler.
Keseluruhan mekanisme ekskresi urin asam atau basa oleh ginjal adalah sebagai
berikut: Sejumlah besar ion bikarbonat disaring secara terus menerus ke dalam tubulus,
dan bila ion bikarbonat diekskresikan ke dalam urin, keadaan ini menghilangkan basa
dari darah. Sebaliknya, sejumlah besar ion hidrogen juga disekresikan ke dalam lumen
tubulus oleh sel-sel epitel tubulus, jadi menghilangkan asam dari darah. Bila lebih banyak
ion hidrogen yang disekresikan daripada ion bikarbonat yang disaring, akan terdapat
kehilangan asam dari cairan ekstraseluler. Sebaliknya, bila lebih banyak bikarbonat yang
disaring daripada hidrogen yang diekskresikan, akan terdapat kehilangan basa.
Pengaturan keseimbangan konsentrasi ion hidrogen ini dilakukan ginjal melalui tiga
mekanisme dasar, yaitu :
a. Sekresi ion hidrogen di tubulus ginjal
Sekresi ion hidrogen berlangsung di sel-sel epitel tubulus proksimal, segmen tebal
asenden ansa henle, dan tubulus distal ke dalam cairan tubulus. 2 Proses sekresi dimulai
ketika CO2 berdifusi ke dalam sel tubulus atau dibentuk melalui metabolisme sel di
dalam epitel tubulus. CO2 akan berikatan dengan H2O membentuk H2CO3 melalui
reaksi yang dikatalisis oleh enzim karbonik anhidrase. H2CO3 segera berdisosiasi
membentuk H+ dan ion bikarbonat (HCO3-). HCO3- mengikuti gradien konsentrasi
melalui membran basolateral akan pergi ke cairan intertisial ginjal dan ke aliran darah
kapiler peritubular. Bersama dengan itu H+ akan disekresikan ke lumen tubular,
tergantung daerah lumen, proses ini berlangsung melalui transport aktif primer pompa
H-ATPase, transport aktif primer pompa H, K-ATPase, di tubulus distal dan kolligens,
serta transport-imbangan Na/H di tubulus proksimal.
Sekresi ion hidrogen melalui transport-imbangan Na/H terjadi ketika natrium
bergerak dari lumen tubulus ke bagian dalam sel, natrium mula-mula bergabung dengan
protein pembawa di batas luminal membran sel; pada waktu yang bersamaan , ion
hidrogen di bagian dalam sel bergabung dengan protein pembawa.
Natrium bergerak ke dalam sel melalui gradien konsentrasi yang telah dicapai oleh
pompa natrium kalium ATP-ase di membran basolateral kemudian menyediakan energi
untuk menggerakkan ion hidrogen dalam arah yang berlawanan dari dalam sel ke
lumen tubulus.Jadi untuk setiap ion hidrogen yang disekresikan ke dalam lumen
tubulus, satu ion bikarbonat masuk ke dalam darah.
b. Reabsorbsi ion bikarbonat yang disaring
Ion bikarbonat yang disaring akan direab sorbsi oleh ginjal untuk mencegah
kehilangan kehilangan bikarbonat dalam urin.Sekitar 80-90 persen reabsorbsi
bikarbonat (dan sekresi ion hidrogen) berlangsung di dalam tubulus proksimal
sehingga hanya sejumlah kecil ion bikarbonat yang mengalir ke dalam tubulus distal
dan duktus kolligens.
Ion-ion bikarbonat tidak mudah menembus membran luminal sel-sel tubulus ginjal,
oleh karena itu, ion-ion bikarbonat yang disaring oleh glomerulus tidak dapat
diabsorbsi secara langsung. Ion bikarbonat yang disaring pada glomer ulus akan
bereaksi dengan ion hydrogen yang disekresikan oleh oleh sel-sel tubulus membentuk
H2CO3 oleh kerja enzim karbonik anhidrase, yang kemudian berdisosiasi menjadi CO 2
dan H2O. CO2 dapat bergerak dengan mudah memlewati membran tubulus, oleh
karena itu CO2 segera berdifusi masuk ke dalam sel tubulus , tempat CO 2 bergabung
kembali dengan H2O , di bawah pengaruh enzim karbonik anhidrase, untuk
menghasilkan molekul H2CO3 yang baru. H2CO3 ini kemudian berdisosiasi membentuk
ion bikarbonat dan ion hidrogen, ion bikarbonat kemudian berdifusi melalui membran
basolateral ke dalam cairan interstisial dan dibawa naik ke darah kapiler peritubular. 2,3,4
Efek bersih dari reaksi ini adalah reabsorbsi ion bikarbonat dari tubulus, walaupun ion-
ion bikarbonat yang sebenarnya memasuki cairan ekstraseluler tidak sama dengan
yang disaring ke dalam tubulus.
c. Produksi ion bikarbonat baru
Bila ion-ion hidrogen disekresikan ke dalam kelebihan bikarbonat yang difiltrasi
ke dalam cairan tubulus, hanya sebagian kecil dari kelebihan ion hidrogen ini yang
dapat diekskresikan dalam bentuk ion hidrogen dalam urin. Alasan untuk ini adalah
bahwa pH minimal urin adalah sekitar 4,5. Bila terdapat kelebihan ion hidrogen dalam
urin, ion hidrogen akan bergabung dengan penyangga selain bikarbonat dan ini akan
menghasilkan pembentukan ion bikarbonat baru yang dapat masuk ke dalam darah,
dengan demikian membantu mengganti ion bikarbonat yang hilang dari cairan
ekstraseluler pada keadaan asidosis. Sistem penyangga phospat terdiri dari HPO 4- dan
H2PO4. Keduanya menjadi pekat di dalam cairan tubulus akibat reabsorbsinya yang
realtif buruk dan akibat reabsorbsi air dari cairan tubulus.Oleh karena itu walaupun
phospat sebenarnya bukan peny phospat jauh lebih efektif sebagai penyangga dalam
cairan tubulus.
Proses sekresi ion hidrogen ke dalam tubulus sama seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya. Dimana selama terdapat kelebihan ion bikarbonat dalam cairan tubulus,
kebanyakan ion hidrogen yang disekresikan akan bergabung dengan ion bikarbonat.
Akan tetapi, sekali semau bikarbonat telah direabsorbsi dan tidak ada lagi yang tersisa
untuk berikatan dengan ion hidrogen, setiap kelebihan ion hidrogen dapat bergabung
dengan HPO4- dan penyangga tubulus lainnya. Setelah ion hidrogen bergabung dengan
HPO4-untuk membentuk H2PO4 ion hidrogen dapat diekskresikan sebagai H2PO4 dan
dapat diekskresikan sebagai garam natrium dalam bentuk NaH 2PO4, dengan membawa
serta kelebihan ion hidrogen
Pada keadaan ini ion bikarbonat yang diha silkan dan memasuki darah peritubular
lebih menghasilkan peningkatan bikarbonat darah, daripada hanya penggantian
bikarbonat yang disaring. Jadi, kapanpun ion hidrogen yang disekresikan ke dalam
lumen tubulus bergabung dengan penyangga selain bikarbonat (dalam adalah penamba
hal ini phospat), hasil akhirnya bentuk H2PO4 dan pembentukan ion . Sistem
penyangga khusus kedua dalam cairan tubulus bahkan lebih penting secara kuantitatif
daripada sistem penyangga phospat terdiri atas amonia (NH3) dan ion amoniu1m
(NH4+). Ion amonium disintesa dari glutamin, yang secara aktif ditransport ke dalam sel
epitel tubulus proksimal, cabang tebal asenden ansa Henle, dan tubulus distal. Di dalam
sel setiap molekul glutamin akan dimetabolisme untuk membentuk dua ion NH4+ dan
dua ion HCO3. NH4+ kemudian disekresikan ke dalam lumen tubulus melalui
mekanisme transport imbangan sebagai pertukaran dengan ion natrium, yang
direabsorbsi . HCO3-bergerak melawan membran basolateral bersaam denagn ion
natrium yang direabsorbsi kedalam cairan interstisial dan diambil oleh cairan
peritubular. Jadi untuk tiap molekul glutamin yang dimetabolisme di dalam tubulus
proksimal, dua ion NH4+ disekresiakn dalam urin dan dua ion HCO3 dihasilkan sebagai
ion bikarbonat baru.
Dalam tubulus kolligens, penambahan ion NH4+ ke cairan tubulus terjadi melalui
mekanisme yng berbeda. Disini ion hidrogen disekresikan oleh oleh mebran tubulus ke
dalam lumen, tempatnya bergabung dengan amonia (NH 3) untuk membentuk ion
amonium (NH4+ ), yang kemudian diekskresikan. Untuk setiap NH 4+ yang
diekskresikan, dihasilkan HCO3 yang baru dan ditambahkan ke darah.
6. Koreksi asidosis oleh ginjal
Asidosis terjadi bila ketika rasio HCO 3- dan CO2 dalam cairan ekstraseluler menurun,
sehingga menyebabkan penurunan pH. Bila rasio ini menurun akibat penurunan HCO 3-
disebut asidosis metabolik. Bila pH turun akibat peningkatan pCO 2, asidosis ini disebut
asidosis respiratorik. Kedua kondisi ini menyebabkan penurunan rasio bikarbonat terhadap
ion hidrogen dalam cairan tubulus ginjal. Pada asidosis metabolik, kelebihan ion hidrogen
melebihi ion bikarbonat yang terjadi pada cairan tubulus secara primer adalah akibat
penurunan filtrasi ion bikarbonat. Pada asidosis respiratorik, kelebihan ion hidrogen di
dalam cairan tubulus terutama diakibatkan oleh peningkatan pCO2 cairan ekstraseluler,
yang merangsang sekresi ion hidrogen.
Akibatnya terdapat kelebihan ion hidr ogen di dalam tubulus ginjal, menyebabkan
reabsorbsi ion bikarbonat yang menyeluruh dan masih meninggalkan ion-ion hidrogen
tambahan yang tersedia untuk bergabung dengan ion-ion penyangga urin, NH 4+ dan HPO4-.
Jadi, pada asidosis ginjal mereabsorbsi semua bikarbonat yang disaring dan
menyumbangkan bikarbonat yang baru melalui pembentukan NH4+ dan asam tertitrasi.
Asam tertitrasi adalah sisa penyangga non bikarbonat, non NH4+ yang disekresikan ke
dalam urin.
Koreksi pada asidosis respiratorik, dimana terjadi penurunan pH, peningkatan
konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler dan peningkatan pCO2, respon kompensasi
adalah peningkatan peningkatan HCO3- plasma yang yang disebabkan oleh penambahan
bikarboant baru ke dalam cairan ekstraseluler oleh ginjal. Peningkatan HCO 3- membantu
mengimbangi peningkatan pCO2, sehingga mengembalikan pH plasma kembali normal.
Koreksi pada asidosis metabolik, yang juga terjadi akibat penurunan pH dan peningkatan
konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler dimana gangguan utamanya adalah
penurunan HCO3- plasma, kompensasi oleh ginjal dengan menambah bikarbonat baru ke
dalam cairan ekstraseluler, membantu meminimalkan penurunan awal konsentrasi HCO3-
ekstraseluler.
Pada asidosis kronik, terdapat peninggian produksi NH4+, yang selanjutnya berperan
terhadap ekskresi ion hidrogen dan penambahan ion bikarbonat ke dalam cairan
ekstraseluler. Peningkatan ekskresi ion hidrogen pada tubulus ini membantu
mengeliminasi kelebihan ion hidrogen dari dari tubuh dan meningkatkan jumlah ion
bikarbonat dalam cairan ekstraseluler. Hal ini meningkatkan bagian bikarbonat pada
sistem penyangga bikarbonat., membantu meningkatkan pH ekstraseluler dan mengoreksi
asidosis.
Pada alkalosis metabolik peningkatan pH pada cairan ekstraseluler, penurunan
konsentrasi hidrogen terjadi akibat peningkatan konsentrasi ion bikarbonat cairan
ekstraseluler. Kompensasi yang terjadi melalui ginjal adalah peningkatan konsentrasi
dalam caiaran ekstraseluler menimbulkan peningkatan muatan bikarbonat yang difiltrasi
yang kemudian menyebabkan kelebihan ion bikarbonat melebihi ion hidrogen yang
disekresikan dalam cairan tubulus ginjal. Kelebihan ion bikarbonat di dalam cairan tubulus
ginjal gagal untuk direabsorbsi karena tidak ada ion hidrogen yang bereaksi dengannya.
Ion bikarbonat ini akhirnya akan diekskresikan dalam urin
Mula-mula darah yang mengandung air, garam, glukosa, urea, asam amino, dan
amonia mengalir ke dalam glomerulus untuk menjalani proses filtrasi. Proses ini terjadi
karena adanya tekanan darah akibat pengaruh dari mengembang dan mengerutnya arteri
yang memanjang menuju dan meninggalkan glomerulus. Akhir filtrasi dari glomerulus
ditampung oleh kapsul Bowman dan menghasilkan filtrat glomerulus atau urine primer.
Secara normal, setiap hari kapsul Bowman dapat menghasilkan 180 L filtrat glomerulus.
Filtrat glomerulus atau urine primer masih banyak mengandung zat yang diperlukan
tubuh antara lain glukosa, garam-garam, dan asam amino. Perhatikan Tabel 8.1. Filtrat
glomerulus ini kemudian diangkut oleh tubulus kontortus proksimal. Di tubulus kontortus
proksimal zat-zat yang masih berguna direabsorpsi. Seperti asam amino, vitamin, dan
beberapa ion yaitu Na+, Cl–, HCO3–, dan K+. Sebagian ionion ini diabsorpsi kembali
secara transpor aktif dan sebagian yang lain secara difusi. Proses reabsorpsi masih tetap
berlanjut seiring dengan mengalirnya filtrat menuju lengkung Henle dan tubulus kontortus
distal. Pada umumnya, reabsorpsi zat-zat yang masih berguna bagi tubuh seperti glukosa
dan asam amino berlangsung di tubulus renalis. Akan tetapi, apabila konsentrasi zat
tersebut dalam darah sudah tinggi, tubulus tidak mampu lagi mengabsorpsi zat-zat tersebut.
Apabila hal ini terjadi, maka zat-zat tersebut akan diekskresikan bersama urine.
Selain reabsorpsi, di dalam tubulus juga berlangsung sekresi. Seperti K+, H+, NH4+
disekresi dari darah menuju filtrat. Selain itu, obat-obatan seperti penisilin juga disekresi
dari darah. Sekresi ion hidrogen (H+) berfungsi untuk mengatur pH dalam darah. Misalnya
dalam darah terlalu asam maka ion hidrogen disekresikan ke dalam urine. Sekresi K+ juga
berfungsi untuk menjaga mekanisme homeostasis. Apabila konsentrasi K+ dalam darah
tinggi, dapat menghambat rangsang impuls serta menyebabkan kontraksi otot dan jantung
menjadi menurun dan melemah. Oleh karena itu, K+ kemudian disekresikan dari darah
menuju tubulus renalis dan dieksresikan bersama urine.
Pada saat terjadi proses reabsorpsi dan sekresi di sepanjang tubulus renalis secara
otomatis juga berlangsung pengaturan konsentrasi pada urine. Sebagai contoh, konsentrasi
garam diseimbangkan melalui proses reabsorpsi garam. Di bagian lengkung Henle terdapat
NaCl dalam konsentrasi tinggi. Keberadaan NaCl ini berfungsi agar cairan di lengkung
Henle senantiasa dalam keadaan hipertonik. Dinding lengkung Henle descending bersifat
permeabel untuk air, akan tetapi impermeabel untuk Na dan urea.
Konsentrasi Na yang tinggi ini menyebabkan filtrat terdorong ke lengkung Henle
bagian bawah dan air bergerak keluar secara osmosis. Di lengkung Henle bagian bawah,
permeabilitas dindingnya berubah. Dinding lengkung Henle bagian bawah menjadi
permeabel terhadap garam dan impermeabel terhadap air. Keadaan ini mendorong filtrat
untuk bergerak ke lengkung Henle ascending. Air yang bergerak keluar dari lengkung
Henle descending dan air yang bergerak masuk saat di lengkung Henle ascending membuat
konsentrasi filtrat menjadi isotonik. Setelah itu, filtrat terdorong dari tubulus renalis
menuju duktus kolektivus. Duktus kolektivus bersifat permeabel terhadap urea. Di sini urea
keluar dari filtrat secara difusi. Demikian juga dengan air yang bergerak keluar dari filtrat
secara osmosis. Keluarnya air ini menyebabkan konsentrasi urine menjadi tinggi.
Dari duktus kolektivus, urine dibawa ke pelvis renalis. Dari pelvis renalis, urine
mengalir melalui ureter menuju vesika urinaria (kantong kemih) yang merupakan tempat
penyimpanan sementara bagi urine. Urine ditampung di dalam kantong kemih (vesica
urinaria) hingga mencapai kurang lebih 300 cc. Kemudian melalui uretra, urine
dikeluarkan dari tubuh. Pengeluaran urine ini diatur oleh otot sfinkter. Perhatikan Gambar
8.5 mengenai sistem urinaria pada manusia. Di dalam urine tidak lagi terdapat protein dan
glukosa. Apabila di dalam urine terdapat senyawa-senyawa tersebut, ini menunjukkan
adanya gangguan pada ginjal.
7. Hal - Hal yang Mempengaruhi Produksi Urine
Ahli kesehatan mengatakan bahwa dengan banyak mengeluarkan urine maka tubuh
menjadi sehat. Dikatakan sehat apabila dalam sehari mengeluarkan urine sekitar lebih
kurang 1 liter. Banyak sedikitnya urine yang dikeluarkan setiap harinya di antaranya
dipengaruhi oleh zat-zat diuretika, suhu, konsentrasi darah, dan emosi. Zat-zat diuretika
mampu menghambat reabsorpsi ion Na+. Akibatnya konsentrasi Anti Diuretik Hormon
(ADH) berkurang sehingga reabsorpsi air menjadi terhambat dan volume urine meningkat.
Peningkatan suhu merangsang pengerutan abdominal sehingga aliran darah di glomerulus
dan filtrasi turun. Selain itu, peningkatan suhu juga meningkatkan kecepatan respirasi. Hal
ini menyebabkan volume urine menjadi turun.
Apabila kita tidak minum air seharian, maka konsentrasi (kadar) air dalam darah
menjadi rendah. Hal ini akan merangsang hipofisis mengeluarkan ADH. Hormon ini akan
meningkatkan reabsorpsi air di ginjal sehingga volume urine menurun. Demikian juga pada
saat tegang atau marah dapat merangsang terjadinya perubahan volume urine.
Kegiatan Belajar 2
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN

Pengantar
Sistem perkemihan adalah suatu sistem yang didalamnya terjadi penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat yang tidak digunakan oleh tubuh. Zat ini akan larut dalam air dan
dikeluarkan berupa urine. Zat yang dibutuhkan tubuh akan beredar kembali dalam tubuh melalui
pembuluh darah kapiler ginjal, masuk kedalam pembuluh darah dan beredar keseluruh tubuh.
Sistem perkemihan merupakan sistem rangkaian organ yang terdiri atas ginjal, ureter, vesika
uinaria, dan uretra.
Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu memahami anatomi fisiologi sitem perkemihan.
Uraian Materi
A. Pengkajian Keperawatan Sistem Perkemihan
Komponen pengkajian komprehensif yang dilaksanakan perawat secara umum dimulai
dari tahap pengkajian pasien, anamnesis pada pasien, keluarga dan perawat lainnya,
pemeriksaan keseahatan, meninjau catatan/status pasien untuk melihat pemeriksaan
diagnostic, konsultasi dengan angota tim kesehatan lainnya dan meninjau literature yang
terkai dengan keadaan pasien
1. Anamnesis
Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawatan pada system perkemihan
merupakan hal utama yang dilaksanakan perawat karena memungkinkan 80% diagnose
masalah pasien dapat ditegakkan dari anamnesis
2. Keluhan utama
a. Keluhan Sistemik
Sesak napas : merupakan keluhan subjektif berupa perasaan yang tidak nyaman,
perasaan tidak puas dalam bernapas, ada sensasi berat saat bernapas, keinginan untuk
menambah atau menghirup udara sebanyak-banyaknya selama proses pernapasan. Pada
kelainan ginjal, sesak napas terjadi karena adanya gangguan keseimbangan asam – basa
yang menyebabkan darah menjadi lebih asam (asidosis). Pada kondisi seperti ini darah
menjadi asam sehingga tubuh mengompensasi dengan cara napas yang dalam dan cepat
untuk mengeluarkan asam dalam darah. Pada saat terjadi asidosis terjadi respon
kompensasi, meliputi: (1) aktivasi system buffer asam karbonik – bikarbonat yang
mengabsorsi hydrogen, (2) kompenasi ginjal dengan meningkatkan ion hydrogen dan
mempertahankan HCO3, dan (3) kompensasi pernapasan akan segera dimulai untuk
menurunkan PaCO3 melalui hiperventilasi (perningkatan frekuensi pernapasan). Kondisi ini
menimbulkan manifestasi keluahan sesak napas pada pasien gangguan ginjal.
Edema : keluhan edema sering menjadi masalah yang menyebabkan pasien mencari
pertolongan kesehatan. Edema merupakan istilah akumulasi cairan secara berlebihan di
antara sel-sel tubuh atau jaringan tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh. Gangguan
ginjal merupakan salah satu penyebab edema dimana ketidakmampuan peran ginjal
dalam menjaga keseimbangan pengaturan cairan yang akan menyebabkan edema
Malaise : Merupakan suatu kondisi perasaan tidak nyaman, perasaan tidak ada
keinginan untuk makan, perasaan cepat lelah bila melakukan suatu aktivitas yang
semuanya memberkan manifestasi badan terasa lelah dan lemah. Keluhan ini sering
berhubungan dengan pasien gagal ginjal kronis dengan penurunan kadar sel darah
merah atau anemia
b. Keluhan Local
Nyeri : dalam mengkaji nyeri, perawat melakukan pendekatan PQRST sehingga
pengkajian dapat lebih komprehensif. Kondisi nyeri biasanya tergantung pada penyebab
dasar, yang juga mempengaruhi lokasi dan distribusi penyebaran nyeri. Factor lain,
seperti factor psikologis, makanan, istirahata, regangan syaraf dan gangguan vaskuler
dapat mempengaruhi secara langsung nyeri ini. Nyeri pasa system perkemihan tidak
selalu terdapat pada penyakit ginjal meskipun umumnya ditemukan pada kondisi akut.
Rasa nyeri akibat penyakit ginjal biasanya disebabkan oleh obstruksi dan distensi
mendadak pada kapsula renal. Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada
organ urogenitalia dirasakan sebagai nyeri local yaitu nyeri yang dirasakan di sekitar
organ itu sendiri tau berupa referred pain yaitu nyeri yang dirasakan jauh dari tempat
organ yang sakit. Sebagai, contoh, nyeri local pada kelainan ginjal dirasakan di daerah
sudut kostovertebra dan nyeri akibat kolik ureter dpat dirasakan di daerah inguinal,
testis dan bahkan sampai ke tungkai bawah. Inflamasi akut pada organ traktus
urogenitalia sering dirasakan sangat nyeri. Hal ini disebabkan karna regangan kapsul
yang menuupi organ tersebut. Oleh karena itu pielonefreitis, prostatitis, maupun
epididimitis akut dirasakan sangat nyeri
c. Keluhan Miksi
Keluhan yang dirasakan oleh pasien pada saat miksi meliputi keluhan akibat suatu tanda
adanya iritasi, obstruksi, inkontinensia dan enuresis. Keluhan akibat iritasi meliputi
hesistensi, harus mengejan saat miksi, pancaran urine melmah, intermitensi, menetes dn
masih terasa ada sisa urine sehabis miksi.
Hematuria : merupakan suatu keadaan didapatkan sel darah merah di dalam urine.
Ketika hematuria keluar, perawat perlu memperhatikan apakah terjadi pada saat awal
miksi, seluruh proses miksi atau akhir miksi.
Inkontinensia urine : merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menahan urine
yang keluar dari kandung kemih, baik disadari maupun tidak disadari. Menurut
Purnomo (2003) terdapat beberapa macam inkontinensia urine, yaitu inkontinesia true
atau continous, inkontinensia stres, inkontinensia urge, dan inkontinensia paradoksa
(overflow)
d. Keluhan Disfungsi Seksual
Meliputi libido menurun, kekuatan ereksi menurun, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd
(air mani tidak keluar pada saat ejakulasi), tidak pernah merasakan orgasme atau
ejakulasi dini. Penting bagi perawat dalam melakukan anamnesis untuk mencari kata-
kata yang sesuai agar kepercayaan pasien dan privasi dapat terjaga.
e. Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama seperti menanyakan tentang
perjalanan sejak timbul keluhan hingga pasien meminta pertolongan. Misalnya: sejak
kapan keluahan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan itu terjadi, bagaimana
sifat dan hebatnay keluhan ini terjadi, keadaan apa yang memperberat atau
memperingan keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ini sebelum meminta
pertolongan, berhasil atau tidaklah usaha tersebut dan sebagainya. Setiap keluhan utama
harus ditanyakan kepada pasien sedetil-detilnya dan semuanya diterangkan pada riwayat
kesehatan sekarang
f. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami oleh pasien
sebelumnya, terutama yang mendukung atau memperberat kondisi gangguan sistem
perkemihan pada pasien saat ini, seperti pernahkan pasien menderita penyakit kencing
manis, riwayat kaki bengkak, hipertensi, penyakit kencing batu, kencing berdarah dan
lainnya.
3. Pengkajian Psikososialspiritual
Pengkajian psikologis pasien yang meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan
perilaku pasien. Perawat mengumpulkan pemeriksaan awal pasien tentang kapasitas fisik
dan intelektual saat ini, yang menentukan tingkat perlunya pengkajian psikososialspiritual
yang saksama.
Masalah kesehatan sistem perkemihan yang bersifat kronis seperti gagal ginjal
terminal akan memberikan respon maladaptif terhadap konsep diri pasien sehingga tingkat
stres emosional dan mekanisme koping digunakan berbeda-beda. Adanya nyeri dari
gangguan saluran kemih akan memberikan stimulus pada kecemasan dan ketakutan pada
setiap pasien. Peran perawat sangat penting diperlukan untuk menurunkan tingkat
kecemasan pasien.
Resiko pendapatan ekonomi yang rendah berpengaruh terhadap kemampuan penderita
dalam memenuhi tingkat kesehatannya. Status pendidikan yang rendah mempengaruhi
persepsi pasien dalam menanggulangi keadaan sakit sistem perkemihan
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan dapat dilakukan
selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap anggota tubuh, perlu diniali secara
umum kesadaran pasien compos mentis, apatis, somnolen, sopor, dan koma. Hal ini
perlu dikaji karena kondisi penurunan kesadaran dapat terjadi pada gangguan ginjal
yang bersifat sistemik seperti kondisi uremia dan pasien mengalami gangguan
keseimbangan asam basa.
 B1 Breathing : pada inspeksi sering didapatkan adanya perubahan pola dan
frekuensi napas cepat dan dalam pada pernapasan kussmaul di mana sering terjadi
asidosis metabolik. Pada kondisi lebih berat perawat sering mendapatkan adanya
edema paru sekunder dari gagal ginjal terminal yang menjadi penyakit paru uremik
(merupakan satu jenis edema paru nonkardiogenik) dan beban volume yang
berlebihan akibat retensi natrium dan air dengan ditemukan bunyi napas tambahan
ronkhi pada rongga dada. Pasien sering mengalami infeksi paru akibat imunosupresi
pada gagal ginjal terminal
 B2 Blood : pada gagal ginjal kronik dapat ditemukan gagal jantung kongestif, yang
disebabkan oleh retensi cairan dan hipertensi yang diakibatkan oleh retensi natrium
dan air, serta produksi renin yang berlebihan. Perikarditis, yang dapat bersifat
fibrinosa atau hemoragika pada gagal ginjal kronik merupakan akibat sekunder dari
toksin-toksin metabolik yang tidak dapat dikeluarkan dan dapat menyebabkan
pericardial rub atau tanda2 tamponade jantung. Pada pasien gagal ginjal terminal
sering didapatkan anemia akibat gangguan eritropoiesis. Adanya jejas/memar terjadi
karena retensi nitrogen menyebabkan konsumsi protrombin terganggu, suatu defek
faktor III, dan agregasi trombosit yang abnormal
 B3 (Brain) : sistem saraf dan wajah, pemeriksaan mata penting untuk dilakukan.
Pemeriksa adanya anemia dan ikterus yang jarang (retensi nitrogen dapat
menyebabkan hemolisis). Mulut harus selalu diperiksa. Fektor uremikum (bau
amoniak yang disebabkan oleh pemecahan urea menjadi amonia di dalam saliva)
dapat ditemukan. Stomatitis atau suatu kondisi ulkus mukosa pada rongga mulut
dapat terjadi karena terdapat penurunan aliran saliva dan pasien gagal ginjal kronik
mudah terkena infeksi.
Sistem saraf : pada gagal ginjal terminal, pasien menjadi somnolen dan akhirnya
jatuh ke dalam koma akibat retensi nitrogen atau toksin. Kedutan akibat bangkitan
mioklonik dan tetani, serta kejang epileptik akibat kadar kalsium serum yang rendah
dan retensi nitrogen juga terjadi sesudahnya. Periksa adanya neuropati perifer pada
anggota badan dengan gangguan motorik lebih nyata pada awalnya. Kelainan ini
sebagian dapat dihilangkan oleh dialisis.
 B4 (bladder) : Sistem Perkemihan Dan Genitalia
Pemeriksaan ginjal :
̵ Inspeksi
̵ Palpasi
̵ Perkusi
̵ Auskultasi
 B5 (bowel) : Sistem Pencernaan
Pada pemeriksaan sering didapatkan adanya cegukan dan merupakan tanda. Dari
uremia terminalis. Adanya stomatitis dan bau amoniak pada saluran. Pencernaan.
menyebabkan pasien anoreksia. Ulkus mukosa mulut menyebabkan rasa mual dan
muntah sehingga memperberat anoreksia. Pemenuhan nutrisi pasien pada fase ini
menjadi sangat menurun.
 B6 (Bone) : Sistem Muskuloskletal Dan Integumen
Pasien dengan GGK seringkali memiliki corak kulit yang pucat kekuning-kuningan
(corak kulit yg coklat kotor). Kelainan ini mungkin disebabkan oleh gangguan
eskresi pigmen urine dan anemia. Kulit dapat berwarna abu-abu sampai merah tua
akibat desposisi zat besi pada pasien yang mengalami dialisis yang telah mendapat
tranfusi darah multiple.

Kegiatan Belajar 3
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN BATU GINJAL, BATU KANDUNG
KEMIH DAN BATU URETER
Pengantar
Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman
Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu
saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal,
pielum, ureter, kandung kemih dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian
turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah
karena adanya stasis urine seperti pada batu kandung kemih (VU) karena hiperplasia prostat atau
batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di
tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi
pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi
(Purnomo, 2000, hal. 68-69)
Batu kandung kemih adalah suatu kondisi terdapatnya batu di dalam kandung
kemih.Dengan terbentuknya batu di dalam kandung kemih, masalah akan tergantung pada
besarnya batu dalam menyumbat muara uretra. Berbagai manifestasi akan muncul sesuai dengan
derajat penyumbatan tersebut (Arif Muttaqin, 2012:202).
Penyakit batu saluran kemih (BSK) telah lama dikenal sejak zaman Babilonia dan pada
zaman Mesir kuno, namun hingga saat ini masih banyak aspek yang dipersoalkan karena
pembahasan tentang diagnosis, etiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan hingga pada
aspek pencegahan masih belum tuntas. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai
belahan bumi, tidak terkecuali penduduk di Indonesia (Purnomo BB, 2011).
Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu Melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus gangguan sistem
perkemihan pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal etis.
Uraian Materi
I. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Batu Ginjal
A. Konsep Dasar Batu Ginjal
1. Pengertian
Batu ginjal adalah satu keadaan terdapat suatu atau lebih batu didalam pelvis atau
calyces ginjal atau disaluran kemih (Pratomo, 2007). Batu ginjal disaluran kemih (kalkulus
uriner) adalah masa keras seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kemih dan bisa
menyebabkan nyeri, pendarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa
terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandng kemih (batu kandung
kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis).
Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (nefrolithiasis), sudah dikenal sejak
zamanBabilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih
mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem
kaliksginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di
ginjalkemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran
kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena
hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra.Batu ginjal
adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,infundibulum, pelvis
ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal danmerupakan batu
saluran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69).
2. Etiologi
Batu ginjal mempunyai banyak jenis nama dan kandungan zat penyusunnya yang
berbeda-beda. Menurut Arimaudi (2007), ada empat jenis utama dari batu ginjal yang
masing-masing cenderung memiliki penyebab yang berbeda, diantaranya :
a. Batu Kalsium
Sekitar 75 sampai 85 persen dari batu ginjal adalah batu kalsium. Batu ini biasanya
kombinasi dari kalsium dan oksalat, timbul jika kandungan zat itu terlalu banyak
didalam urin, selain itu jumlah berlebihan vitamin D, menyebabkan tubuhh terlalu
banyak menyerap kalsium.
b. Batu Asam Urat
Batu ini terbentuk dari asam uric, produk sampingan dari metabolisme protein.
c. Batu Struvite
Mayoritas ditemukan pada wanita, batu struvite biasanya diakibatkan infeksi saluran
kencing kronis, disebabkan bakteri. Batu ini jika membesar, akan menyebabkan
kerusakan serius pada ginjal.
d. Batu Sistin
Batu ini mewakili sekitar 1 persen dari batu ginjal. Ditemukan pada orang dengan
kelainan genetic, sehingga ginjal kelebihan jumlah asam amino.
3. Patofisiologi
Batu ginjal dapat disebabkan oleh peningkatan pH urin (misalnya batu kalsium
bikarbonat) atau penurunan ph Urin (batu asam urat). Konsentrasi bahan-bahan pembentuk
batu yang tinggi didalam darah dan urine serta kebiasaan makan atau konsumsi obat tertentu,
juga dapat merangsang pembentukan batu sehingga menghambat aliran urin dan
menyebabkan stasis atau tidak ada pergerakan urin dibagian manapun dari saluran kemih
sehingga terjadi kemungkinan pembentukan batu (Elizabeth J. Corwin, 2009).
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran
kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau
keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan
hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat
menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen
(gagal ginjal). (Price & Wilson, 1995).
4. Manifestasi Klinis
Hariyanto (2008) menyatakan bahwa besar dan lokasi batu bervariasi, rasa sakit di
sebabkan oleh obtroksi merupakan gejala utama. Batu yang besar dengan permukaan yang
besar masuk kedalam ureter akan menambah frekuensi dan memaksa kontraksi uruter secara
otomatis. Rasa sakit dimulai dari pinggang bawah menuju kepinggul, kemudian kearah
kelamin luar bisa merupakan puncak dari kesakitan.
Handriandi (2006) menyatakan apabila batu berada di pasu ginjal dan di calix, rasa sakit
menetap dan kurang intensitasnya. Sakit pinggang terjadi bila batu yang mengadakan obtruksi
berada di dalam ginjal. Sedangkan rasa sakit yang parah pada bagian perut terjadi bila batu
telah pindah ke dalam ureter. Mual dan muntah selalu mengikuti rasa sakit yang berat.
Penderita batu ginjal kadang-kadang juga mengalami panas, kedinginaan, adanya darah
didalam urin jika batu melukai ureter, disenti perut, nanah dalam urine.
Batu terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu didalam kandung kemih
bisa menyebabkan nyeri diperutbagian bawah. Batu yang menyebab ureter, kolik renalis
(nyeri kolik yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang datang-timbul,
biasanya di daerah antara tulang rusuk pinggang, yang menjarar ke perut, kemaluan dan
daerah paha sebelah dalam. Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut mengelembung,
demam, menggigil, dan darah didalam air kemih. Penderita mungkin menjari sering berkemih,
terutama ketika batu melewati ureter. Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu
menyumbat saluran kemih, bakteri akan teperangkap didalam aliran kemih yang terkumpul
diatas penyumbatan, sehingga terjadinya infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama air
kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal menyebabkan penekanan yang akan
mengelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya akan terjadi kerusakan ginjal
(Jarot, 2008).
5. Komplikasi
Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yang dapat menimbulkan infeksi
saluran kemih, pylonetritis, yang akibatnya yang akhirnya merusak ginjal, maka timbul gagal
ginjal dengan segala akibatnya yang jauh lebih parah (Abdul Haris Awie, 2009).
a. Sumbatan atau obstruksi akibat adanya pecahan batu.
b. Infeksi, akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.
c. Kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan atau
pengangkatan batu ginjal.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi wajib dilakukan pada pasien yang dicurigai mempunyai batu.
Hampir semua batu saluran kemih (98%) merupakan batu radioopak. Pemeriksaan
radiologi khusus yang dapat dilakukan meliputi :
1) Retrograde atau antegrade pyelography
2) Spiral (helical) unenhanced computed tomography (CT)
3) Scintigraphy
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin meliputi:
1) Sedimen urin / tes dipstik untuk mengetahui sel eritrosit, lekosit,bakteri (nitrit), dan pH
urin.
2) Kreatinin serum untuk mengetahui fungsi ginjal.
3) C-reactive protein, hitung leukosit sel B, dan kultur urin biasanya dilakukan pada
keadaan demam.
4) Natrium dan kalium darah dilakukan pada keadaan muntah.
5) Kadar kalsium dan asam urat darah dilakukan untuk mencari faktor risiko metabolik.
7. Penatalaksanaan Medis
a. Peningkatan asupan cairan meningkatkan aliran urin dan membantu mendorong adanya
batu.
b. Modifikasi makanan yang dapat mengurangi kadar pembentuk batu bila kadungan batu
teridentifikasi.
c. Ubah pH urin sedemikian untuk meningkatkan pemecahan batu.
d. Litotripsi (terapi gelombang kejut) ekstrakorporeal/ di luar tubuh atau terapi laser yang
digunakan untuk memecah batu .
e. Bila diperlukan lakukan tindakan bedah untuk mengangkat batu yang besar atau untuk
meningkatkan setelah disekitar batu untuk mengatasi obstruksi.
8. Pencegahan
Kesulitan dari pencegahan penyakit batu ginjal adalah gejalapenyakit ini muncul ketika
keadaan sudah parah atau ketika batu gijal sudah terbentuk besar dan banyak. Rasa sakit
mulai timbul ketika batu ginjal sudah terbentuk besar dan banyak. Rasa sakit mulai timbul
ketika batu ginjal sudah mencapai saluran kencing (Alam 2008).
Gejala awal dari batu ginjal adalah adanya rasa sakit yang biasanya mulai dari lambung
atau daerah samping perut dan berlahan-lahan rasa sakit yang biasanya dimulai dari
lambungatau di daerah samping lambung atau daerah samping perut dan perlahan-lahan rasa
sakit bergerak menuju daerah pangkal paha. Batu ginjal yang baru terbentuk tersebut dapat
menyebabkan rasa nyeri yang sangat ketika batu tersebut dipaksa keluar dari saluran kemih.
Hal ini biasanya terjadi ketika batu gijal yang cukup besar sudah termausuk kedalam ureter
yang menyebabkan tekanan dari air kencing yang terhambat dan menyebabkan senssi yang
sangat menyakitkan.
Dalam khasus yang ekstrim air kencing bisa berwarna merah karena bercampur
berwarna merah karena kerusakan dari ureter. Hal ini bisa mengakibatkan keadaan menjadi
lebih parah karena timbulnya komplikasi seperti infeksi yang lebih lanjut. Selain itu
kekurangan darah dapat menjadi masalah serius karena pendarahan terus terjadi akibat
kerusakan ureter. Untuk menghindari hal ini maka perlu dilakukan pencegahan terbentuknya
batu gimjal (Alam 2008).
Adapun ada beberapa hal untuk mencegah terbentuknya batu ginjal, yaitu:
a. Mengurangi minuman yang berkalsium tinggi atau minuman yang bervitamin C tinggi.
Pengkonsumsian yang terlalu sering akan mengakibatkan infeksi pada ginjal dan
mengakibatkan batu ginjal.
b. Mengurangi makanan atau minuman yang bersuplemen
c. Mengurangi makanan yang bisa menyebabkan asam urat, seperti jeroan sapi, kambing dan
sebagainya. Makanan ini banyak mengandung enzim yang dapat menimbulkan endapan
pada ginjal
d. Hindari diet ketat. Pada umumnya orang yang yang menjalankan diet ketat supaya
langsing. Misalnya, diet ketat seperti itu bisa menimbulkan kristal pada ginjal.
e. Perbanyak minum air putih minimal 2 liter/hari
f. Menghindari kencing terlalu lama
g. Berolahraga secara teratur
h. Mengurangi kosumsi vitamin D secara berlebih
i. Hindari makanan dengan kadar oksalat, natrium, kalsium yang tinggi dan protein hewan
dengan purin tinggi, karena dapat memicu terbentuknya batu ginjal/kandung kemih.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Batu Ginjal


1. Pengkajian
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji
adalah:
a. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk.
- Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi.
- Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera
serebrovaskuler, tirah baring lama)
b. Sirkulasi
Tanda:
- Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal).
- Kulit hangat dan kemerahan atau pucat
c. Eliminasi
Gejala:
- Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya.
- Penurunan volume urine.
- Rasa terbakar, dorongan berkemih.
- Diare
Tanda:
- Oliguria, hematuria, piouria.
- Perubahan pola berkemih
d. Makanan dan cairan:
Gejala:
- Mual/muntah, nyeri tekan abdomen.
- Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat.
- Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup.
Tanda:
- Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus.
- Muntah.
e. Nyeri dan kenyamanan:
Gejala:
- Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu (batu
ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan)
Tanda:
- Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi.
- Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit
f. Keamanan:
Gejala:
- Penggunaan alcohol.
- Demam/menggigil
g. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
- Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK
kronis.
- Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme.
- Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid,
pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.
2. Diagnosa
a. Nyeri kronis berhubungan dengan aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises,
peregangan dari terminal saraf sekunder dari adanya batu pada ginjal.
b. Perubahan pola miksi berhubungan dengan retensi urine, sering BAK, hematuria
sekunder dari iritasi saluran kemih.
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah efek sekunder dari nyeri klonik.
d. Kecemasaan berhubungan dengan pronogsis pembedahan, tindakan invasif diagnostik.
e. Pemenuhan informasi berhubungan dengan rencana pembedahan, tindakan diagnostik
invasif (ESWL), perencanaan pasien pulang.
3. Prioritas Masalah
a. Nyeri kronis berhubungan dengan aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises,
peregangan dari terminal saraf sekunder dari adanya batu pada ginjal.
b. Perubahan pola miksi berhubungan dengan retensi urine, sering BAK, hematuria
sekunder dari iritasi saluran kemih.
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah efek sekunder dari nyeri kolik.
4. Intervensi
Rencana Tindakan
No Diagnosa Kep.
Tujuan & Kriteria Hasil Interv
1. N y e r i k r o n i s bSetelah
e r dilakukan
h u b perawatan
u n g selama
a n 3 dx 24e jam
n g 1.
a n Jelaskan d b
a k t i v i t a s p e r i s t a l t i k onyeri
t o tyang
p odirasakan
l o s s klien
i s t berkurang,
em hilang atau p r e d a
kalises, peregangan dari term
teradaptasi.
inal saraf noninvasif.
sekunder dari adanya batu pada ginjal. Kriteria Hasil: 2. Lakukan manajeme
1. Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang a. Istirahankan pas
atau dapat diadaptasi. Skala nyeri 0-1 (0-4). b. M a n a j e
2. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang batasi pengunjun
meningkatkan atau menurunkan nyeri. c. Beri kompres ha
3. Ekspresi pasien rileks. d. Lakukan tehnik
e. Lakukan masase
f. Dekatkan orang
g. A j a r k
dalam.
h. A j a r k a n
nyeri.
i. Tingkatkan pen
nyeri yang
nyeri akan berla
3. kolaborasi deng
analgetik.
2. Perubahan pola miksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Kaji pola b
dengan retensi urine, sering BAK, 3x24 jamdiharapkan pola eliminasi optimal sesuai urine tiap 6 jam.
hematuria sekunder dari iritasi saluran kondisi pasien. 2. A n j u r k a
kemih. Kriteria Hasil: cc/jam.
1. Frekuensi miksi dalam batas 5-8 X/24 jam. 3. Hindari minum kop
2. Pasien mampu minum 2.000 cc/24 Jam dan 4. Kolaborasi
kooperatif untuk menghindari cairan yang a. Pemberian medi
mengiritasi saluran kemih. b. T i n d ae kx
Lithottripsy (ES
c. Tindakan Endou
d. Pembedahan terb
3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurangSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. K a j i s t a t u s n u t
dari kebutuhan berhubungan dengan 3x24 jam diharapkan asupan nutrisi klien terpenuhi. badan, dan d
mual, muntah efek sekunder dari nyeri Kriteria Hasil: i n t e r g
klonik. 1. Klien dapat mempertahankan status asupan menelan, riwayat mu
nutrisi yang adekuat. 2. Fa silita si klien m
2. Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi disukai klien (sesuai
kebutuhan nutrisi. 3. P a n t a u i n t a k
timbang berat bad
seminggu).
4. L a k u k a n
sabelum dan se
d a n s
peroral.
5. F a s i l i t a s i
indikasi dan anj
dari agen iritan.
6. K o l a b o
menetapkan kom
tepat.
7. Kolaborasi untuk me
5. Implementasi
No. Hari/Tanggal Waktu Implemen
1. 1. Menjelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pere
2. Melakukan manajemen nyeri keperawatan:
a. Istirahankan pasien.
b. Manajemen lingkungan tenang dan batasi pengun
c. Beri kompres hangat pada pinggang.
d. Lakukan tehnik stimulasi per kutaneus.
e. Lakukan masase sekitar nyeri.
f. Dekatkan orang terdekat.
g. Ajarkan tehnik relaksasipernapasan dalam.
h. Ajarkan tehnik destraksi pada saat nyeri.
i. Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab nyeri yan
berlangsung.
3. Mengkolaborasi dengan dokteruntuk pemberian ana

2. 1. Mengkaji pola berkemih, dan catat produksi urine tia


2. Menganjurkan pasien untuk minum 2.000 cc/jam.
3. Menghindari minum kopi, teh, kola dan alkohol.
4. Mengkolaborasi
a. Pemberian medikamentosa
b. Tindakan extracorporeal Shockwave Lithottrips
c. Tindakan Endourologi
d. Pembedahan terbuka.

No. Hari/Tanggal Waktu Implemen


3. 1. Mengkaji status nutrisi klien, torgur kulit, berat bada
mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/mu
2. Memfasilitasi klien memperoleh diet biasa yang disu
3. Memantau intake dan output, anjurkan untuk timban
4. Melakukan dan ajarkan perawatan mulut sabelum da
intervensi/pememriksaan peroral.
5. Memfasilitasi pasien memperoleh diet sesuai indikas
iritan.
6. Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan
7. Mekolaborasi untuk memberikan anti-muntah.

6. Evaluasi
a. Penurunan keluhan dan respons nyeri.
b. Terjadi perubahan pola miksi.
c. Peningkatan asupan nutrisi kurang.
d. Penurunan tingkat kecemasan.
e. Terpenuhinya i t nformasi
r p entang
t d encana i (embedahan,
dan perencanaan pasien pulang.
II. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Batu Kandung Kemih
A. Konsep Dasar Batu Kandung Kemih
1. Pengertian
Batu kandung kemih adalah suatu kondisi terdapatnya batu di dalam kandung
kemih.Dengan terbentuknya batu di dalam kandung kemih, masalah akan tergantung pada
besarnya batu dalam menyumbat muara uretra. Berbagai manifestasi akan muncul sesuai
dengan derajat penyumbatan tersebut (Arif Muttaqin, 2012:202).
Secara umum, jika orang sehat ditemukan memiliki batu kandung kemih, dilakukan
evaluasi urologi yang lengkap untuk menemukan penyebab stasis urine.Contohnya
termasuk BPH, striktururetra, kandung kemihneurogenik, diverticula, dan
anomalikongenital seperti ureterocele dan leher kontraktur kandung kemih.Pada wanita,
contoh-contoh termasuk perbaikan inkontinensia yang terlalu ketat, cystoceles, dan
diverticula kandung kemih (Arif Muttaqin, 2012:202).
2. Etiologi
Banyak faktor memungkinkan kondisi batu di dalam kandung kemih. Obstruksi
kandung kemih merupakan faktor paling umum menyebabkan batu kandung kemih pada
orang dewasa. Pembesaran prostat, ketinggian lebar kandung kemih, dan statis sisa urine
yang tinggi menyebabkan peningkatan kristalisasi. Statis urine jugameningkatkan infeksi
saluran kemih yang akan meningkatkan pembentukan kandung kemih.
Terdapat beberapa factor resiko yang dapat mendasari predisposisi batu kandung
kemih pada pasien anak yang menjalani augmentasi kandung kemih. Mathoera et el (2000)
menjelaskan faktor risiko untuk pembentukan batu di 89 pasien anak yang telah menjalani
augmentasi kandung kemih dan kalkuli kandung kemih. Faktor etiologi lainnya untuk
pembentukan batu kandung kemih adalah termasuk benda asing yang masuk kedalam
kandung yang bertindak sebagai nidus untuk pembentukan batu. Hal ini adalah material
yang masuk kedalam kandung kemih. Kelompok pertama meliputi bahan jahi, balon
kateter foley,, stent, alalat kontrasepsi erosi dari inplanbedah, dan stent uretra prostat.
Menurut Basler (2009) kelainan metabolic bukan penyebab signifikan pembentukan
batu. Dalam kelompok ini pasien, terutama batu terdiri atas kalsium dan stuvite dalam
kasus yang jarang terjadi, obat-obatan (misalnya : inhibitor protease virus) dapat menjadi
sumber untuk pembentukan kalkulus kandung kemih. Secara umum, jika orang sehat
ditemukan memiliki batu kandung kemih, dilakukan evaluasi urologi yang lengkap untuk
menemukan penyebab statis urine. Contohnya termasuk BPH, striktur uretra, kandung
kemih neurogenik, divertikula dan anomali kognetal seperti ureterocele dan leher
kontraktur kandung kemih. Pada wanita contoh-contoh termasuk perbaikan inkontinensia
yang terlalu ketat, cystoceles, dan divertikula, kandung kemih.
3. Patofisiologi
Kebanyakan kalkuli vesikalis terbentuk de novo dalam kandung kemih, tetapi
beberapa awalnya mungkin telah terbentuk didalam ginjal, kemudian menuju kedalam
kandung kemih, dimana dengan adanya pendapatan tambahan akan menyebabkan
tumbuhnya batu Kristal. Pada pria lebih tua, batu kandung kemih terdiri atas asam urat.
Batu jenis ini merupakan batu yang paling mungkin terbentuk dikandung kemih. Batu yang
terdiri atas kalsium oksalat biasanya awalnya terbentuk diginjal.
Jenis umum dari sebagian besar batu vesikalis pada orang dewasa terdiri atas asam
urat (>50%). Pada kondisi yang lebih jarang, batu kandung kemih terdiri atas kalsium
oksalat, kalsium fosfat, ammonium urat, sisteien, atau magnesium ammonium fosfat (bila
dikaitkan dengan infeksi). Menariknya , pasien dengan batu asam urat jarang pernah
memiliki riwayat gout atau hyperuricemia. Batu pada anak terrutama terdiri atas asam urat
ammonium, kalsium oksalat, atau campuran tercemar asam urat dan pksalat kalsium
ammonium dengan fosfat kalsium, pemberian air tajin (air mendidih atau pada saat
menanank beras) sebagai pengganti ASImemiliki rendah fosfor, akhirnya menyebabkan
ekskresi ammonia tinggi. Anak-anak juga biasanya memiliki asupan tinggi sayuaran kaya
oksalat (meningkaytkan kristaluria oksalat) dan protein hewani (sitrat diet rendah).
Dengan terbentuknya batu didalam kandung kemih, masalah akan tergantung pada
besarnya batu dalam menyumbat muara uretra. Berbagai manifestasi akan muncul
sesuaidengan derajat penyumbatan tersebut . Ketika batu menghambat dari saluran urine,
terjadi obtruksi, meningkatkan tekanan hidrostatik. Bila nyeri mendadak terjadi secara akut
dan disertai nyeri tekan suprapublik, serta muncul mual muntah, maka klien sedang
mengalami episode kolik renal. Diare, demam,, dan perasaan tidak nyaman di abdominal
dapat terjadi. Gejala gastoinstestianl ini terjadi akibat refleks dan proksimitas anatomic
ginjal ke lambung., pancreas dan usus besar. Batu yang terjebak di kandung kemih
menyebakan gelombang nyeri luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke kepala,
abdomen, dan genitalia. Klien sering merasakan BAK, namun hanya sedikit yang keluar,
dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi batu, gejala ini disebabkan kolik ureter.
Umumnya , klien akan mengeluarkan batu yang berdiameter 0,5 sampai dengan 1 cm
secara spontan. Batu yang berdiameter lebih dari 1 cm biasanya harus diangkat atau
dihancurkan sehingga dapat dikeluarkan secara spontan dan saluran urine membaik dan
lancer.
4. Manifestasi Klinis
a. Kemerahan pada kandung kemih.
b. Edema pada kandung kemih.
c. Kandung kemih hipersensitif jika berisi urine.
d. Inkotinesa.
e. Sering berkemih.
f. Nyeri didaerah suprapubik.
g. Eritema mukosa kandung kemih.
h. Hematuria.
i. Mual, muntah, lemah
j. Kondisi umum menurun
5. Penatalaksanaan Medik
Pengobatan medis yang efektif berpotensi hanya untuk penghancuran batu asam urat.
Kalium sistrat (Polycitra K, Urocit K) 60 mEq/d adalah pengobatan pilihan. Intervensi
bedah, saat ini terdapat tiga pedekatan bedah berbeda yang dilakukan untuk mengatasi batu
kandung kemih, tidak seperti penatalaksanaan dengan batu uretra atau batu ginjang
intervensi ESWL pada batu kandung kemih menunjukkan dampak terapi yang rendah,
tetapi pada beberapa studi menunjukkan bahwa intervensi ESWL masih dipertimbangkan
untuk pengobatan batu kandung kemih.
a. Cystolitholapaxy Transurethal
Setelah alat sitoskopi masuk dan memvisualkan batu, sumber energi yang digunakan
untuk menghancurkan batu menjadi serpihan fragmen yang kemudian secara mudah
dikeluarkan dengan alat sitosopi. Sumber energi mekanik , ultrasonik, elektrohidrolik
(spark induced pressure wave), lithotrite manual, dan leser. Dengan menggunakan jenis
panjang gelombang cahaya tertentu (misalnya holmium), maka dapat menghancurkan
batu.
b. Cystolithopalaxy Suprapubik Perkutan
Rute perkutan memungkinkan penggunaan lebih pendek dan diameter yang lebih besar
peralatan endoskopi (biasanya dengan lithotriper ultrasonik), yang memungkinkan
fragmentasi cepat dan evakuasi batu. Sering kali, pendekatan transurethral dan perkutan
digabungkan untuk membantu stabilitasi batu dan untuk memfasilitasi irigasi puing-
puing batu. Para penulis mendukung pendekatan dikombinasikan dengan
penggunaanlithotripter ultrasonik atau lithoclast pneumatik. Holmium laser juga efektif,
tetapi umumnya lebih lambat, bahkan dengan serat-mikron.
c. Cystotomy Suprapubik Terbuka
Cystotomy suprapubik terbuka, digunakan untuk menghilangkan batu. Kelebihan
cystolithotomy suprapubik termasuk kecepatan, penghapusan beberapa batu pada satu
waktu penghapusan kalkuli terhadap mukosa kandung kemih dan kemampuan untuk
menghilangkan batu besar yang terlalu keras atau padat. Untuk menghilangkan fragmen
secepatnya dapat digunakan teknik transrethral atau perkutan. Kelemahan utama
termasuk nyeri pascaoperasi, tinggal dirumah sakit lebih lama, dan waktu lebih lama
untuk kateterisasi kandung kemih.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Urin analisis, pemeriksaan urin analisis pada pasien batu kandung kemih dilakukan
secara mikroskopis dan makroskopis. Pemeriksaan secara mikroskopis dilakukan untuk
menilai jenis batu dengan menilai pH, konsistensi dan komposisi batu. Pemeriksaan
makroskopis dilakukan untuk menilai warna dan kejernihan urin. Pada pasien dewasa
dengan jenis batu asam urat, secara mikroskopis lazim didapatkan pH asam, sedangkan
secara makroskopis didapatkan adanya hematuria dan piuria. Hitung jumlah sel darah
lengkap : pada pasien obstruksi dan infeksi akakn didapatkan sel darah putih (WBC)
meningkat.
b. USG
Ultrasonografi, menampilkan objek hyperechoic klasik dengan membayangi posterior,
efektif dalam mengidentifikasi baik radiolusen dan batu radio-opak.
d. Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan standar untuk menilai adanya batu radio-opak.
e. Intravena Pyelography (IVP)
Jika kecurugaan klinis tetap tinggi dan foto polos abdomen tidak mengungkapkan adaya
batu, langkah berikutnya adalah cystography atau IVP.
f. CT-Scan
CT-Scan biasanya diperoleh karena alasan lain (misalnya: sakit perut, masa panggul,
abses dicurigai), tetapi mungkin menunjukkan batu kandung kemih ketika dilakukan
tanpa kontras IVP.
g. Sistoskopi
Sistoskopi digunakan untuk mengonfirmasi keberadaan batu kandung kemih dan
rencana pengobatan. Prosedur ini memungkinkan untuk visualisasi batu, ukuran, dan
posisi. Selain itu, pemerksaan uretra, prostat, dinding kandung kemih dan lubang
saluran kandung kemih memumngkinkan untuk dilakukan identifikasi striktur, obstruksi
prostat, divertikula kandung kemih dan tumor kandung kemih.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Batu Kandung Kemih
1. Pengkajian
Pada anamnesis, keluhan spesifik yang umum adalah frekuensi berkemih meningkat,
urine yang masih menetes setelah berkemih, merasa tidak puas berkemih, sering berkemih
pada malam hari, penurunan kekuatan dan ukuran pancaran urine, mengedan saat
berkemih, tidak dapat berkemih sama sekali , nyeri saat berkemih, nyeri pinggang,
peningkatan suhu tubuh disertai menggigil, penurunan fungsi seksual, serta keluhan
gastrointestinal seperti nafsu makan menurun, mual, muntah , dan konstipasi.
Keluhan umum lainnya termasuk hematuria dan rasa sakit pada skrotum penis,
perineum, dan rasa nyeri tersebut kembali ke pinggul. Keluhan nyeri tumpul sering disebut
diperparah oleh gerakan tiba-tiba olahraga. Dengan posisi terlentang, atau posisi kepala
dibawah lateral dapat mengurangi rasa sakit oleh batu pada leher kandung kemih.
Pengkajian riwayat operasi panggul sebelumnya harus dicari pada semua pasien,
terutama bila ada bahan sintetis ditanamkan. Pemeriksaan fisik meliputi nyeri suprapublik,
kandung kemih penuh dan terkadang teraba distensi kandung kemih jika pasien berada
dalam retensi urine akut. Temuan yang dimaksud meliputi cystoceles pada wanita, stenosis
stomal ( jika pasien telah mengalami diversi sebelumnya berkemih), dan defisit neurologis
pada pasien dengan kandung kemih neurogenik.
Selain itu juga dilakukan pemeriksaan fisik seperti :
a. Inspeksi
Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas harus
diperhatikan pada saat melakukan inspeksipada daerah ini. Pembesaran itu mungkin
disebabkan karena hidronefrosis atau tumor pada daerah retroperitoneum.
b. Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan dengan memakai dua tangan. Tangan kiri diletakan disudut
kostoveterbrauntuk mengangkat ginjal ke atas, sedangkan tangan kanan meraba ginjal
dari depan. Palasi ini bertujuan untuk memeriksa adanya massa pada ginjal.
c. Perkusi
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan pada
sudut kostoveterbra. Perkusi pada klien pielonefritis,batu ginjal pada pelvis dan batu
urerter akan memberikan stimulus nyeri.
d. Auskultasi
Tanda adanya yang penting adalah adanya bunyi bruit ginjal. Bruit ginjal paling
terdengar jelas tepatdi alata umbilicus, kira-kira 2cm dari sisi kiri atau sisi kanan garis
tengah. Dengarkan dengan permukaan diafragma dari stetoskop pada kedua arah
tersebut. Kemudian klien di minta untuk duduk dan lakukan auskultasi pada kedua
pinggang.
2. Diagnosa
a. Nyeri b.d peningkatan frekuensi kontraksi uterral, taruma jaringan, edema dan iskemia
seluler, nyeri pascabedah.
b. Perubahan eliminasi urine b.d stimulus kandungan kemih oleh batu, iritasi, ginjal dan
ureter, obtruksi mekanik dan peradangan
c. Risiko infeksi b.d port de entree luka pascabedah.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual muntah efek sekunder
dari nyeri.
e. Kecemasan b.d prognosis pembedahan, tindakan diagnostik invasif diagnostik
f. Pemenuhan informasi b.d rencana pembedahan, tindakan dignostik infasif
perencananan pasien pulang.
3. Intervensi keperawatan
Tujuan dari rencana adalah diharapkan pada evaluasi didapatkan penurunan stimulus
nyeri, membaiknya pola eliminasi urine, penurunanan risiko infeksi pascabedah,
penurunan kecemasan, dam mempersiapkan klien secara optimal untuk dilakukan
pembedahan. Untuk intervensi pada masalah keperawatan risiko tinggi infeksi, pemenuhan
informasi, ketidakseimbangan nutrisi, serta perubahan pola miksi dan kecemasan dapat
disesuaikan dengan masalah yang sama pada pasien batu ginjal.
Diagnosa 1 : Nyeri b.d peningkatan frekuensi kontraksi uterral, taruma jaringan, edema
dan iskemia seluler, nyeri pascabedah.
Tujuan : dalam waktu 1x 24 jam nyeri berkurang bahkan hilang
Kriteria hasil :
a. Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau hilang skala nyeri 0-1 (0-4)
b. Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
c. Ekspresi pasien relaks.

Intervensi Rasional
1. Jelaskan pada pasien dengan 1. Pendekatan dengan
tindakan pereda nyeri menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi dan non- nonfarmakologi lainnya telah
invansif menunjukan keefektifan dalam
2. Lakukan manajemen nyeri mengurangi nyeri.
keperawatan : 2. Istirahat akan menurunkan
a. Istirahatkan pasien kebutuhan O2 jaringan perifer
b. Manajemen tenang dan batasi sehingga akan meningkatkan
pengunjung suplai darah kejaringan.
c. Beri kompres hangat pada a. Lingkungan tenang akan
lokasi nyeri menurunkan stimulus nyeri
d. Lakukan masase sekitarnyeri eksternal dan menganjurkan
e. Dekatkan orang terdekat pasien untuk beristirahat dan
f. Ajarkan teknik relaksasi pembatasan pengunjung akan
pernapasan dalam membantu meningkatkan
g. Ajarkan teknik diktraksi kondisi O2 ruangan yang
pada saat nyeri akan berkurang apabila
h. Tingkatkan pengetahuan banyak pengujung yang
tentang : sebab-sebab berada di ruangan dan
nyeri,dan menghubungkan menjaga privasi pasien.
berapa lama nyeri akan b. Vasodilatasi dapat
berlangsung. menurunkan spasme nyeri
3. Kolaborasi dengan dokter untuk c. Meningkatkan kelancaran
pemberian analgesic suplai darah untuk
menurunkan iskemia.
d. Eksplorasi stimulus
eksternal untuk menurunkan
stimulus nyeri.
e. Relaksasi pernapasan dalam
dapat meningkatkan asupan
O2 sehingga menurunkan
nyeri sekunder.
f. Distraksi dapat menurunkan
stimulus internal dengan
mekanisme
peningkatanproduksi
endofrin dan enkefalin yang
dapat memblok reseptor
nyeri .
g. Pengetahuan yang akan
dirasakan membantu
mengurangi nyerinya dan
dapat membantu
mengembangkankepatuhan
pasien terhadap rencana
terapeutik.

3. Analgetik memblok lintasan


nyeri sehingga nyeri akan
berkurang.

Diagnosa 2 : Perubahan eliminasi urine b.d stimulus kandungan kemih oleh batu, iritasi, ginjal
dan ureter, obtruksi mekanik dan peradangan
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam pola eliminasi membaik.
Kriteria Hasil :
a. Secara subjektif melaporkan pola miksi membaik, skala nyeri 0-1(0-4)
b. Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkat atau menurunkan perubahan pola miksi.
c. Ekspresi klien tenang dan nyaman.

Intervensi Rasional
1. Awasi intake dan output , 1. Memberikan informasi tentang
karakteristik urine, catat fungsi ginjal dan adanya komplikasi.
adanya keluaran batu Penemuan batu memungkinkan
mengidentifikasi tipe batu dan
mempengaruhi pilihan terapi.
2. Batu saluran kemih dapat
2. Tentukan pola berkemih normal menyebabkan peningkatan
klien dan perhatikan variasi eksitabilitas saraf sehingga
yang terjadi. menimbulkan sensasi kebutuhn
berkemih segera. Biasanya frekuensi
dan uregensi meningkat bila batu
mendekatipertemuan uretrovesikal.
3. Peningkatan hidrasi dapat membilas
bakteri, darah, debris dan membantu
lewatnya batu.
4. Akumulasi sisa uremik dan ketidak
3. Dorong peningkatan asupan seimbangan elektrolit dapat menjadi
cairan toksik pada SSP
5. Peninggian BUN, kreatinin dan
elektrolit menunjukan disfungsi
ginjal.
4. Observasi perubahan status 6. Mencegah Kekambuhan
mental, perilaku, atau tingkat a. Meningkatkan pH urine
kesadaran. (alkalinitas) untuk menurunkan
5. Pantau hasil pemeriksaan penurunan batu asam.
laboraturium( elektrolit, BUN, b. Mencegah statis urine dan
kreatinin ) menurunkan pembentukan batu
6. Kolaborasi Pemberian obat : kalsium.
a. Asetazolamid ( Diamox ) c. Menurunkan pembentukan batu
b. Alupurinol ( Ziloprim ) fospat
c. Hidroklorotiazid ( Esidrix, d. Menurunkan produksi asam urat
Hidroiuril) e. Mengganti kehilangan atau
d. Klortadon (Higroton) tidakdapat teratasi selama
e. Ammonium klorida, kalium pembuangan bikarbonat dan atau
atau natrium fostat( sal- alkalinisasi urine, dapat
hepatika ) mencegah pembentukan batu
f. Natrium bikarbonat f. Mengasamkan urine untuk
7. Pertahankan patensi kateter tak mencegah berulangnya
menetap pembentukan batu alkalin.
8. Irigasi dengan larutan asam 7. Pertahankan patensi tidak
atau alkali sesuai indikasi. menetap.
9. Siapkan klien dan bantu 8. Mengubah pH urine dapat
prosedur endoskopi membantu pelarutan batu dan
mencgah pembentukan batu
selanjutnya.
9. Berbagai prosedur endo-urologi
dapat dilakukan untuk
mengeluarkan batu

Implementasi
Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana perawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Pada kasus, pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah
dikelola sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun. Pelaksanaan keperawatan
sebagian berkolaborasi dengan dokter yang terlibat dalam pemberian obat. Faktor yang
mendukung dalam pelaksanaan adalah kerja sama dari pasien dan keluarga. Dan faktor
penghambat dalam melaksanakan tindakaan adalah keterbatasan waktu dan lingkungan yang
tidak mendukung.
4. Evaluasi
Hasil diharapkan setelah mendapatkan intervensi keperawatan adalah sebagai berikut:
a. Penurunan skaa nyeri.
b. Pola miksi optimal.
c. Tidak terjadi infeksi luka pasca bedah.
d. Asupan nutrisi terpenuhi.
e. Terpenuhinya informasi kesehatan.
f. Kecemasan berkurang.
Kegiatan Belajar 4
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GLUMERULONEFRITIS PROGRESIF
CEPAT
Pengantar
Glomerulonefritis progresif cepat adalah penyakit ginjal ditandai secara klinis oleh
penurunan cepat dalam laju filtrasi glomerulus minimal 50 % dalam waktu yang singkat, dari
beberapa hari sampai 3 bulan. Temuan patologis utama adalah pembentukan glomerulus sabit
yang luas. Fitur patologis di mana-mana glomerulonefritis bulan sabit pecah fokus dinding
kapiler glomerulus yang dapat dilihat dengan mikroskop cahaya dan mikroskop electron.

Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu Melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus gangguan sistem
perkemihan pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal etis.

Uraian Materi
1. Pengkajian
Pada pengkajian, biasanya keluhan pasien berhubungan dengan kondisi vaskulitis Anca
(antineutrophil cyoplasmic antibodies) seperti flu ditandai dengan malaise, demam,
arthralgias, mialgia, anereksia kehilangan, dan berat. Hal ini terjadi pada lebih dari 90%
pasien dan dapat terjadi dalam beberapa hari untuk bulan terjadinya nefritis atau manifestasi
lain dari vaskulitis.
Setelah kondisi tersebut, keluhan yang paling umum adalah sakit perut, gangguan kulit
dan adanya nodul atau ulserasi. Ketika terdapat keterlibatan saluran pernapasan atau pasien
mengeluh gejala sinusitis, batuk, dan hemotitis.
a. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien bervariasi sejauh mana dari pengaruh kerusakan dari
glumerulus. Secara umum biasanya didapatkan lemah dan terlihat sakit berat dengan
tingkat kesadaran biasanya compos mentis, tetapi akan beerubah apabila sistem syaraf
pusat mengalami gangguan sekunder dari penurunan ferfusi jaringan otak dan kerusakan
hantaran saraf sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia. Pada TTV sering
didapatkan adanya perubahan; pada fase awal sering didapatkan suhu tubuh meningkat,
frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan, frekuensi meningkat sesuai dengan
peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. Tekanan darah terjadi perubahan dan hipertensi
ringan berat.
1) B1 (breathing) : Manisfestasi infiltrat fokal yang lazim terjadi yaitu capillaritis
hemorrhagic alveolar yang mengakibatkan pendarahan paru dan hemoptisi masif.
Kondisi ini memberikan manifestasi adanya peningkatan frekuensi pernapasan,
penggunaan oto nafas. Ronki bilateral, batuk berdarah, dan apabila perdarahan
mengalami sufukasi (gumpalan darah yang menutup lumen jalan napas) akan terjadi
henti napas.
2) B2 (blood) : Pada pemeriksaan sistem kardiovaskular sering didapatkan adanya
hipertensi. Kardiomegali, irama galop, dan tanda gagal jantung kongestif lain dapt
terjadi.
3) B3 (Brain) : Neuropati perifer disertai hilangnya refleks dan perubahan neurosensori
muncul setelah penyakit terjadi. pasien beresiko kejang. respons sekunder gangguan
elektrolit. sering diddapatkan adanya mononeuritis kompleks sebagai manisfestasi
sistem saraf akibat peradangan pada arteri dan arteriol epineural yang menyebabkan
iskemia dari jaringan saraf. kondisi yang lebih parah adalah kondisi kejang umum
sebagai manifestasi dari keterlibatan pembuluh meningeal terhadap gangguan sistem
saraf pusat.
4) B4 (Bladder) : Biasanya akan didapatkan tanda dan gejala insufisiensi renal dan gagal
ginjal kronik. penurunan produksi urine sampai anuri. perubahan warna urine output
seperti warna urine berwarna kola dari proteinuri, silinderuri dan hematuria.
5) B5 (Bowel) : Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari
hipersekresi asam lambung. Arteritis dapat mengakibatkan ulkus iskemik pada saluran
pencernaan, menyebabkan rasa sakit dan pendarahan sehinggasering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) B6 (Bone) : Biasanya didapatkan adanya vaskulitis leukositoklastik (40-60% kasus) dan
biasanya memengaruhi bagian bawah kaki. artritis nekrotik dengan manisfestasi nodul
eritema yang nyeri, nekrosis fokal, ulserasi, dan nekrosis lipatan kuku. Didapatkan
adanya nyeri pada otot-otot rangka, nyeri sendi akibat peradangan sendi, sakit kepala,
kram otot, nyeri kaki, kulit gatal,ada/berulangnya infeksi, prurius demam (sepsis,
dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, dan keterbatasan gerak sendi. Didapatkan
adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi
perifer dari hipertensi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Aktual/risiko tinggi jalan napas tidak efektif b.d. akumulasi sekret dan darah dijalan napas.
b. Nyeri kolik b.d. Aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises, perenggangan dari terminal
saraf sekunder dari adanya batu pada ginjal, ureter.
3. Intervensi Keperawatan
a. Aktual/risiko tinggi jalan napas tidak efektif b.d. akumulasi sekret dan darah dijalan napas.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan kebersihan
jalan napas kembali efektif.
Kriteria hasil :
1) Klien mampu melakukan batuk efektif
2) Tidak mengalami sufukasi
3) Pernapasan klien normal (16-20 kali per menit) tanpa ada penggunaan otot bantu
pernapasan. bunyi napas normal, Rh -/- dan pergerakan pernapasan normal.

Intervensi Rasional
Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, Penurunan bunyi napas menunjukan atelektasis,
kecepatan, irama, kedalaman, dan ronkhi menunjukan akumulasi sekret dan
pengunaan otot asesori ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang
selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot
asesori dan peningkatan kerja pernapasan.
Kaji kemampuan mengekuarkan Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental(efek
sekresi, catat karakter, volume sputum infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat). Sputum
dan adanya hemoptisis. berdarah bila ada kerusakan( kavitasi) paru atau
luka bronkial dan memerlukan intervensilebih
lanjut.
Turunkan tingkat kecemasan pasien Adanya batuk darah menimbulakn kecemasan
pada diri klien karena batuk darah sering
dianggap suatu tanda yang berat dari
penyakitnya. kondisi seperti ini seharusnya tidak
terjadi apabila perawat memberikan pelayanan
keperawatan yang baik pada klien dengan
memberi penjelasan tentang kondisi apa yang
sedang terjadi. adanya hubungan terapeutik
dengan menjelaskan kepada pasien mengenai apa
yang akan terjadi pada dirinya dapat mengurangi
kadar kecemasannya.
Pada batuk darah, gejala permulaan biasanya
rasa gatal pada tenggorokan atau adanya
keinginan batuk dan kemudian darah dibatukkan
keluar. darah berwarna merah terang dan
berbuih, dapat bercampur sputum dan bersifat
alkali. batuk darah terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah. berat dan ringannya batuk
darah yang timbul tergantung dari besar kecilnya
pembulu darah yang pecah. Komplikasi dari
batuk darah yang mengancam jiwa adalah
asfiksia karena terjadi sufukasi atau akumulasi
bekuan darah yang menutup jalan napas.
komplikasi lain adalah kegagalan kardiosirkulasi
akibat kehilangan banyak darah dalam waktu
singkat sehingga setiap pasien batuk darah
kecuali batuk sedikit darah dalam dahak
sebaiknya dirawat untuk diobservasi dan
dievaluasi lebih lanjut.
Perdarahan pulmonal merupakan peristiwa
menakutkan yang mengancam maut karena dapat
terjadi asfiksia dalam waktu beberapa menit saja
bila jalan napas tidak dapat dibersihkan dengan
jalan dibatukkan atau diisap.
Berikan posisi semi fowler tinggi dan Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan
bantu pasien latihan napas dalam, serta menurunkan upaya bernapas. ventilasi maksimal
batuk efektif. membuka area atelektasis dan meningkatkan
gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk
dikeluarkan.

Pertahankan asupan cairan sedikitnya Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan


2.500 ml/hari kecuali tidak sekret dan mengefektifkan pembersihan jalan
diindikasikan. napas
Bersihkan sekret dari mulut dan Mencegah obstruksi dan aspirasi. pengisapan
trakea, bila perlu lakukan pengisapan diperlkan bila pasien tidak mampu mengeluarkan
(suction) sekret

Kolaborasi pemberian obat Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas


kortikosteroid dengan hipoksia dan bila reaksi inflamasi
mengancam kehidupan.
b. Nyeri kolik b.d. Aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises, perenggangan dari terminal
saraf sekunder dari adanya batu pada ginjal, ureter.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nyeri
berkurang/hilang atau teradaptasi.
Kriteria hasil :
1) Secara subyektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. skala nyeri 0-1
(0-4).
2) Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
3) Ekspresi pasien rileks.
Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu pasien dengan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan nonfarmakologi lainnya telah
dan non- invasif. menunjukan keefektifan dalam mengurangi
nyeri.

Lakukan manajemen nyeri keperawatan: Isrirahat akan menurunkan kebuthan O2


a. Istirahatkan pasien. jaringan perifer sehingga akan meningkatkan
suplai darah ke jaringan.
b. Manajemen lingkungan tenang dan Lingkungan tenang akan menurunkan
batasi pengunjung. stimulus nyeri eksternal dan menganjurkan
pasien beristirahat dan pembatasan
pengunjung akan membantu meningkatkan
kondisi O2 ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang berada
diruangan dan menjaga privasi klien.

c. Lakukan masase sekitar nyeri Meningkatkan kelancaran suplai darah untuk


menurunkan iskemia.

d. Dekatkan orang terdekat Eksplorasi stimulus eksternal untuk


menurunkan stimulus nyeri.

e. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam


Meningkatkan asupan O2 sehingga akan
menurunkan nyeri sekunder.

f. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
menurunkan stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan produksi endofin
dan enkefalin yang dapat memblok reseptor
nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.

g. Tingkatkan pengetahuan tentang: Pengetahuan yang akan dirasakan membantu


sebab-sebab nyeri, dan mengurangi nyerinya dan dapat membantu
menghubungkan berapa lama mengembangkan kepatuhan pasien terhadap
nyeri akan berlangsung. rencana teraupetik

Kolaborasi dengan Dokter, pemberian Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga


analgetik akan berkurang.

4 . Implementasi Keperawatan
Diagnosa Implementasi
Dx 1 1. Mengkaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama,
kedalaman, dan pengunaan otot asesori.
2. Mengkaji kemampuan mengekuarkan sekresi, catat karakter,
volume sputum dan adanya hemoptisis.
3. Menurunkan tingkat kecemasan pasien.
4. Memberikan posisi semi fowler tinggi dan bantu pasien latihan
napas dalam, serta batuk efektif.
5. Mempertahankan asupan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari kecuali
tidak diindikasikan.
6. Membersihkan sekret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan
pengisapan (suction).
7. Berkolaborasi pemberian obat kortikosteroid.
Dx 2 1. Menjelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan non – invasif.
2. Istirahatkan pasien.
3. Memanajemen lingkungan tenang dan batasi pengunjung.
4. Melakukan masase sekitar nyeri.
5. Mendekatkan orang terdekat.
6. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam.
7. Mengajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
8. Meningkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan
menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
9. Berkolaborasi dengan Dokter, pemberian analgetik

5. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan glumerulonefritis
progresif cepat diharapkansebagai berikut.
a. Jalan napas kembali efektif
b. Kelebihan volume cairan dapat teratasi
c. Membaiknya curah jantung
d. Tidak mengalami kejang
e. Penurunan skala nyeri
f. Peningkatan kemampuan aktivitas sehari-hari
g. Penurunan kecemasan.

Anda mungkin juga menyukai