Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses pendidikan merupakan hal yang sangat kompleks, yang didalamnya terlibat
banyak unsur yang saling terkait, mulai dari guru, siswa, sarana, metode, strategi, media
dan lain-lain.  Pendidikan bukan saja bicara tentang hasil, sebenarnya pendidikan
berkaitan dengan bagaimana proses untuk mencapai hasil. Sebagaimana yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, bahwa
pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kretif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Dari sini terlihat bahwa ada banyak tujuan yang ingin dicapai dengan
berlangsungnya proses pendidikan yang diwujudkan dari pembelajaran di kelas hal ini
disebut juga sebagai tujuan pengajaran atau tujuan instruksional.

Dalam mencapai tujuan pengajaran (Tujuan instruksional) dalam proses belajar


mengajar ini, pendidik dapat menggunakan tipe-tipe hasil belajar. Tipe hasil belajar
diharapkan dapat dicapai siswa, penting diketahui oleh kepala sekolah dapat merancang
pengajaran secara tepat dan penuh arti. Tujuan pendidikan yang akan dicapai dapat
dikategorikan menjadi tiga ranah yaitu kognitif (penguasaan intelektual), efektif, dan
psikomotorik. Konsep tersebut mengalami perbaikan dengan perkembangan dan kemajuan
zaman serta teknologi yang kemudian dikenal dengan nama revisi taksonomi bloom.

Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka ketiganya harus nampak sebagai
hasil belajar siswa di sekolah. Oleh karena itu, ketiga aspek tersebut harus dipandang
sebagai hasil belajar siswa dari proses pengajaran.

Berdasarkan latar belakang di atas, disini penulis akan membahas mengenai faktor-
faktor atau unsur yang mempengaruhi kegiatan belajar dan tipe-tipe hasil belajar yang
dikemukakan oleh Bloom yang kemudian dikenal sebagai taksonomi Bloom. Sehingga,
dapat ditemukanlah metode dan cara yang tepat dalam menggali kemampuan dan
memaksimalkan hasil belajar peserta didik melalui faktor yang mempengaruhi kegiatan
belajar dengan tipe-tipe hasil belajar.

1
1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat ditarik permasalahan sebagai berikut:


1. Apa pengertian dari hasil belajar?
2. Apa saja faktor-faktor atau unsur yang berperan atau mempengaruhi kegiatan belajar?
3. Apa pengertian taksonomi yang disusun Bloom untuk tujuan pendidikan?
4. Bagaimana sejarah taksonomi Bloom?
5. Bagaimana tipe-tipe hasil belajar menurut konsep taksonomi Bloom?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hasil belajar.
2. Untuk mengetahui pengertian taksonomi yang disusun Bloom untuk tujuan
pendidikan.
3. Untuk mengetahui sejarah taksonomi Bloom.
4. Untuk mengetahui tipe-tipe hasil belajar menurut konsep taksonomi Bloom.
5. Untuk mengetahui faktor-faktor atau unsur yang berperan atau mempengaruhi
kegiatan belajar.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hasil Belajar


Pengertian hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya, sedangkan menurut Gagne hasil belajar harus harus
didasarkan pada pengamatan tingkah laku melalui stimulus respon (Sudjana, 2005:19).
Hasil belajar berkenaan dengan kemampuan siswa di dalam memahami materi pelajaran.
Menurut Hamalik (2007: 31) mengemukakan, “hasil belajar pola-pola perbuatan, nilai-
nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, ablititas dan keterampilan”. Hasil
belajar tampak sebagai terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati
dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan
tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik
dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang
sopan menjadi sopan dan sebagainya (Hamalik, 2007: 155) Penilaian proses serta hasil
belajar dan pembelajaran merupakan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan (SNP). Penetapan SNP membawa
implikasi terhadap model dan 12 teknik penilaian pembelajaran yang mendidik.
Perencanaan penilaian proses serta hasil belajar dan pembelajaran mencakup penilaian
eksternal dan internal. Langkah perencanaan penilaian proses serta hasil belajar dan
pembelajaran mencakup rencana penilaian proses pembelajaran dan rencana penilaian
hasil belajar peserta didik. Rencana penilaian proses serta hasil belajar dan pembelajaran
merupakan rencana penilaian yang akan dilakukan oleh guru untuk memantau proses
kemajuan perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki
dan kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan.
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana (2009:
3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif,
dan psikomotorik.
Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil
dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar
diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.

3
Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27) menyebutkan enam jenis
perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:
a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan
tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa,
pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.
b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang
dipelajari.
c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi
masalah yang nyata dan baru. Misalnya, menggunakan prinsip.
d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian
sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi
masalah menjadi bagian yang telah kecil.
e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya kemampuan
menyusun suatu program.

Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.
Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil
belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data
pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif IPS
yang mencakup tiga tingkatan yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3).

Sebelum membahas mengenai tipe-tipe hasil belajar, sebelumnya penulis akan membahas
mengenai faktor - faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar sehingga akan mempengaruhi
hasil belajar siswa tersebut di bawah ini.

2.2 Faktor – faktor yang berperan dalam kegiatan belajar


Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling memengaruhi dalam proses
belajar individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat
memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis
dan psikologis.

4
1) Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam.
Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat
memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan
memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik
yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh
karena keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha
untuk menjaga kesehatan jasmani.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran
fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama
pancaindra. Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar
dengan baik pula. Dalam proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala
informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal
dunia luar. Pancaindra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan
telinga. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga pancaindra dengan baik,
baik secara preventif maupun yang,bersifat kuratif, dengan menyediakan sarana belajar
yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara
periodik, mengonsumsi makanan yang bergizi, dan lain sebagainya.
2) Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat
memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses
belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, bakat dan percaya diri.
Kecerdasan/intelegensi siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam
mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang
tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja,
tetapi juga organ-organ tubuh yang lain. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan,
tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena
fungsi otak itu sendiri sebagai pengendali tertinggi (executive control) dari hampir
seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar
siswa, karena itu menenentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi tingkat
inteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses

5
dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit
individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar
dari orang lain, seperti guru, orangtua, dan lain sebagainya. Sebagai faktor psikologis
yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman
tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau guru profesional,
sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan siswanya.
Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar
siswa. Motivasilah yang mendorong siswa inginn melakukan kegiatan belajar. Selain
itu motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan
terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang. Dari sudut sumbernya, motivasi
dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
A. Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan
memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang
gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena
membaca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah
menjadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki
pengaruh yang lebih efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak
tergantung pada motivasi dari luar (ekstrinsik).Menurut Arden N. Frandsen
(Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar antara lain
adalah:
a. Dorongan ingin tahu dan ingin menyelediki dunia yang lebih luas,
b. Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk
maju,
c. Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari
orang- orang penting, misal¬kan orangtua, saudara, guru, atau teman-teman,
dan lain sebagainya,
d. Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengeta¬huan yang berguna bagi
dirinya, dan lain-lain,
e. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang
baru, baik dengan koperasi maupun kompetisi,
f. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran, dan
g. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.

6
B. Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi
memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata
tertib, reladan guru orangtua, dan lain sebagainya. Kurangnya respons dari
lingkungan secara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi
lemah.
Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang
tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003), minat
bukanlah istilah yang populer dalam psikologi disebabkan ketergantungannya
terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan,
motivasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan
motivasi, karena memberi penga¬ruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika seseorang
tidak memiliki minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau
belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik
lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang
akan dipelajarinya.
Untuk membangkitkan minat belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa
digunakan. Antara lain, pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari
semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain
pembelajaran yang membebaskan siswa untuk mengeksplor apa yang dipelajari,
melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga
siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua,
pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau
bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses
belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan
untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang,
peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2003).
Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak
senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk
mengan tisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha
untuk menjadi guru yang profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang

7
dipilihnya. Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha memberikan yang
terbaik bagi siswanya, berusaha mengembangkan kepribadian sebagai seorang guru
yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya, berusaha untuk menyajikan pelajaran
yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti
pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan, meyakinkan siswa bahwa bidang
srudi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.
Bakat
Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara
umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003).
Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisi¬kan bakat sebagai kemampuan
umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah
kemam¬puan seseorangyang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam
proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang
dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga
kernungkina besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya, setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai
prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga
diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melaku¬kan tugas tertentu tanpa
tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah memiliki bakat tertentu,
akan lebih mudah menyerap segala informasi yang berhubung¬an dengan bakat yang
dimilikinya. Misalnya, siswa yang berbakat di bidang bahasa akan lebih mudah
mempelajari bahasa-bahasa lain selain bahasanya sendiri.
Rasa percaya diri siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari
segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari
lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap
pembuktian “ perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Makin
sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin memperoleh pengakuan umum,
dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat. Begitupun sebaliknya kegagalan yang
berulang kali dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Bila rasa tidak percaya diri
sangat kuat, maka diduga siswa akan menjadi takut belajar.

8
2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga
faktor yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.

1) Faktor Keluarga
Faktor eksternal pertama yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor
keluarga. Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa :
a) Cara orang tua mendidik. Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya
terhadap belajar anaknya. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan
utama. Pendidikan keluarga adalah pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat
menentukan pendidikan bangsa, negara dan dunia. Orang tua yang tidak
memperhatikan pendidikan anaknya dapat menyebabkan anak kurang berhasil
dalam belajarnya.
b) Relasi antar anggota keluarga. Relasi antar anggota keluarga yang terpenting
adalah relasi orang tua dengan anaknya. Relasi ini erat kaitannya dengan cara
orang tua mendidik. Baik atau tidaknya relasi antar anggota dapat dilihat dari cara
orang tua mendidik.
c) Suasana rumah. Suasana rumah adalah situasi atau kejadian-kejadian yang sering
terjadi di dalam keluarga dimana anak berada dan belajar. Rumah yang tegang,
ribut dan sering terjadi cekcok akan menyebabkan anak menjadi bosan dirumah,
suka keluar rumah, akibatnya belajarnya menjadi kacau. Agar anak dapat belajar
dengan baik perlu diciptakan suasana rumah yang tenang dan tentram. Di dalam
rumah yang tentram anak akan dapat belajar dengan baik.
d) Keadaan ekonomi keluarga. Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan
belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokok
seperti makan dan pakaian juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang
belajar, buku, pensil dan lain-lainnya. Fasilitas belajar ini hanya dapat dipenuhi
jika keluarga memiliki cukup uang.
e) Pengertian orang tua. Anak yang belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua.
Bila anak sedang belajar hendaknya tidak diganggu dengan tugas-tugas di rumah.
Terkadang anak juga mengalami lemah semangat sehingga orang tua wajib
memberi pengertian dan dorongan.
f) Latar belakang kebudayaan. Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga
mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Oleh karena itu perlu ditanamkan
kebiasaan-kebiasaan yang baik pada anak agar anak semangat dalam belajar.
9
2) Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar meliputi :
a) Metode mengajar. Metode mengajar adalah cara yang harus dilalui di dalam mengajar.
Dalam megajar, cara-cara mengajar dan serta cara belajar haruslah setepat-tepatnya
dan seefisien serta seefektif mungkin. Guru harus berani mencoba metode-metode
baru yang dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar mengajardan
menungkatkan motivasi belajar siswa.
b) Kurikulum. Kurikulum adalah sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa.
Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima,
menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran tersebut. Jelaslah bahwa bahan
pelajaran itu mempengaruhi belajar siswa.
c) Relasi guru dengan siswa. Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana
tidak akan melihat bahwa di dalam kelas ada grup yang saling bersaing secara tidak
sehat. Jiwa kelas tidak terbina bahkan hubungan masing-masing siswa tidak tampak.
Oleh karena itu perlu diciptakan suasana yang menunjang timbulnya relasi yang baik
antar siswa, agar dapat memberikan pengaruh positif terhadap belajar siswa.
d) Disiplin sekolah. Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa
dalam sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan
guru dalam mengajar, kedisiplinan pegawai serta kedisiplinan kepala sekolah dalam
mengelola seluruh staf beserta siswa-siswanya. Seluruh staf sekolah yang mengikuti
tata tertib dan bekerja dengan disiplin membuat siswa menjadi disiplin pula. Selain itu
juga memberikan pengaruh positif terhadap belajarnya.
e) Alat pelajaran. Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat
pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar dipakai pula oleh siswa untuk
menerima bahan yang diajarkan itu. Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan
memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa. Jika siswa
mudah menerima dan menguasai pelajaran maka belajarnya akan menjadi lebih giat
dan lebih maju.
f) Waktu sekolah. Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di
sekolah. Waktu sekolah juga mempengaruhi belajar siswa. Waktu belajar pagi hari
adalah waktu yang baik karena pikiran masih segar dan jasmani dalam kondisi baik.
Sedangkan waktu sore hari kurang baik karena sore hari adalah waktu dimana siswa
beristirahat, tetapi terpaksa masuk sekolah. akibatnya siswa menerima pelajaran

10
sambil mengantuk. Jadi memilih waktu sekolah yang tepat akan memberikan pengaruh
positif terhadap belajar siswa.
g) Standar pelajaran di atas ukuran. Perkembangan psikis dan kepribadian siswa berbeda-
beda sehingga membuat penguasaan siswa terhadap materi juga berbeda pula. Guru
dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan siswa masing-
masing.Yang penting tujuan yang telah dirumuskan dapat dicapai.
h) Keadan gedung. Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka
masing-masing menuntut keadaan gedung yang memadai dalam setiap kelas. Dengan
kondisi gedung yang baik akan membuat siswa belajar dengan enak dan nyaman.
i) Metode belajar. Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah. Oleh karena itu
guru perlu memberikan bimbingan dan pembinaan agar siswa dapat mengatur waktu
dengan baik dan memilih cara belajar yang tepat. Dengan demikian siswa dapat
meningkatkan hasil belajarnya.
j) Tugas rumah. Waktu belajar bagi siswa selain disekolah juga di rumah. Tetapi guru
hendaknya tidak memberikan tugas rumah terlalu banyak karena ada kegiatan lain
selain belajar yang juga harus dikerjakan anak-anak

3) Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan faktor eksternal yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa.
Pengaruh itu terjadi karena siswa berada dalam masyarakat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar siswayaitu :

a) Kegiatan siswa dalam masyarakat. Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat


menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa mengambil
bagian terlalu banyak akan mengganggu belajarnya. Oleh karena itu kegiatan siswa
dalam masyarakat perlu dibatasi agar tidak mengganggu belajarnya.
b) Mass media (Media Masa). Yang termasuk mass media antara lain bioskop, radio, TV
dan surat kabar. Mass media bisa memberikan pengaruh yang baik terhadap siswa dan
belajarnya . Tetapi mass media juga bisa memberikan pengaruh yang buruk terhadap
siswa. Oleh sebab itu siswa perlu mendapat bimbingan dan kontrol yang cukup
bijaksana dari orang tua dan pendidik baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.
c) Teman bergaul. Pengaruh dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk kedalam jiwanya
daripada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri
siswa. Begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek pasti mempengaruhi yang
bersifat jelek pula. Agar siswa dapat belajar dengan baik maka perlu diusahakan agar
11
mereka memiliki teman bergaul yang baik. Selain itu juga diperlukan pembinaan dan
pengawasan dari orang tua dan pendidik.
d) Bentuk kehidupan masyarakat. Lingkungan di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap
belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi
dan orang-orang yang memiliki kebiasaan tidak baik akan berpengaruh buruk terhadap
siswa yang ada disitu. Sebaliknya jika lingkungan anak adalah orang-orang terpelajar
yang baik maka hal tersebut akan mendorong siswa untuk berbuat baik. Dengan
demikian perlu diusahakan lingkungan yang baik agar dapat memberi pengaruh yang
positif terhadap siswa sehingga siswa dapat belajar dengan sebaik-baiknya.

2.3 Pengertian Taksonomi


“Taksonomi berasal dari bahasa yunani ‘tassein’ yang berarti untuk mengklasifikasi
dan ‘nomos’ yang berarti aturan . Taksonomi adalah suatu pengklasifikasian atau
pengkelompokan yang disusun berdasarkan cirri-ciri tertentu”
Taksonomi bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan.
Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S.Bloom pada tahun 1956. Dalam hal
ini tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah) dan setiap domain tersebut
dibagi kedalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. “Tujuan pendidikan
disusun secara bertingkat, mulai dari tujuan pendidikan yang sangat luas sampai ketujuan
pendidikan yang spesifik. Tingkat-tingkat tujuan pendidikan itu meliputi : (a) Tujuan
pendidikan nasional, (b) Tujuan pendidikan institusional, (c) Tujuan kurikuler, (d) Tujuan
pembelajaran (instruksional), yang mencakup tujuan pembelajaran umum dan tujuan
pembelajaran khusus.”

2.4 Sejarah Taksonomi Bloom


Sejarah taksonomi bloom bermula ketika awal tahun 1950-an, dalam Konferensi
Asosiasi Psikolog Amerika, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa dari
evaluasi hasil belajar yang banyak disusun di sekolah, ternyata persentase terbanyak butir
soal yang diajukan hanya meminta siswa untuk mengutarakan hapalan mereka. Konferensi
tersebut merupakan lanjutan dari konferensi yang dilakukan pada tahun 1948. Menurut
Bloom, hapalan sebenarnya merupakan tingkat terendah dalam kemampuan berpikir
(thinking behaviors). Masih banyak level lain yang lebih tinggi yang harus dicapai agar
proses pembelajaran dapat menghasilkan siswa yang kompeten di bidangnya. Akhirnya

12
pada tahun 1956, Bloom, Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl berhasil mengenalkan
kerangka konsep kemampuan berpikir yang dinamakan Taxonomy Bloom.
Jadi, Taksonomi Bloom adalah struktur hierarkhi yang mengidentifikasikan skills
mulai dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi. Tentunya untuk mencapai tujuan yang
lebih tinggi, level yang rendah harus dipenuhi lebih dulu.

2.5 Tipe - Tipe Hasil Belajar


Dalam kerangka konsep ini, tujuan pendidikan ini oleh Bloom dibagi menjadi tiga
domain/ranah kemampuan intelektual (intellectual behaviors) yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik.
1. Ranah Kognitif

Tujuan kognitif atau Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental
(otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk
dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai
dari jenjang terendah sampai jenjang yang tertinggi yang meliputi 6 tingkatan antara lain :

a. Pengetahuan (Knowledge) – C1
Menekan pada proses mental dalam mengingat dan mengungkapkan kembali
informasi-informasi yang telah siswa peroleh secara tepat sesuai dengan apa yang
telah mereka peroleh sebelumnya. Informasi yang dimaksud berkaitan dengan
simbol-simbol matematika, terminologi dan peristilahan, fakta-fakta, keterampilan
dan prinsip-prinsip.
Pada level atau tingkatan terendah ini dimaksudkan sebagai kemampuan
mengingat kembali materi yang telah dipelajari, misalnya: (a) pengetahuan tentang
istilah; (b) pengetahuan tentang fakta khusus; (c) pengetahuan tentang konvensi; (d)
pengetahuan tentang kecendrungan dan urutan; (e) pengetahuan tentangklasifikasi
dan kategori; (f) pengetahuan tentang kriteria; dan (g) pengetahuan tentang
metodologi. Contoh: menyatakan kebijakan.
b. Pemahaman (Comprehension) – C2
Tingkatan yang paling rendah dalam aspek kognisi yang berhubungan dengan
penguasaan atau mengerti tentang sesuatu. Dalam tingkatan ini siswa diharapkan
mampu memahami ide-ide matematika bila mereka dapat menggunakan beberapa
kaidah yang relevan tanpa perlu menghubungkannya dengan ide-ide lain dengan
segala implikasinya.

13
Pada level atau tingkatan kedua ini, pemahaman diartikan sebagai kemampuan
memahami materi tertentu, dapat dalam bentuk: (a) translasi (mengubah dari satu
bentuk ke bentuk lain); (b) interpretasi (menjelaskan atau merangkum materi);(c)
ekstrapolasi (memperpanjang/memperluas arti/memaknai data). Contoh :
Menuliskan kembali atau merangkum materi pelajaran
c. Penerapan (Application) – C3

Kemampuan kognisi yang mengharapkan siswa mampu mendemonstrasikan


pemahaman mereka berkenaan dengan sebuah abstraksi matematika melalui
penggunaannya secara tepat ketika mereka diminta untuk itu. Untuk menunujukan
kemampuan tersebut seorang siswa harus dapat memilih dan menggunakan apa yang
telah mereka miliki secara tepat sesuai dengan situasi yang ada dihadapannya.
Contoh: Menggunakan pedoman/ aturan dalam menghitung gaji pegawai.

d. Analisa (Analysis) – C4

Analisis adalah kategori atau tingkatan ke-4 dalam taksonomi Bloom tentang
ranah (domain) kognitif. Analisis merupakan kemampuan menguraikan suatu materi
menjadi bagian-bagiannya. Kemampuan untuk memilih sebuah struktur informasi
ke dalam komponen-komponen sedemikan hingga hirarki dan keterkaitan antar ide
dalam informasi tersebut menjadi tampak dan jelas. Analisis berkaitan dengan
pemilahan materi ke dalam bagian-bagian, menemukan hubungan antar bagian, dan
mengamati pengorganisasian bagian-bagian.

Bloom mengidentifikasi tiga jenis analisis yaitu berupa: (a) analisis elemen
(mengidentifikasi bagian-bagian materi); (b) analisis hubungan (mengidentifikasi
hubungan); (c) analisis pengorganisasian prinsip (mengidentifikasi
pengorganisasian/organisasi). Contoh: Menganalisa penyebab meningkatnya Harga
pokok penjualan dalam laporan keuangan dengan memisahkan komponen-
komponennya.

e. Sintesis (Synthesis) – C5
Level kelima adalah sintesis yang dimaknai sebagai kemampuan untuk
memproduksi. Kemampuan untuk mengkombinasikan elemen-elemen untuk
membentuk sebuah struktur yang unik dan sistem. Dalam matematika, sintesis
melibatkan pengkombinasian dan pengorganisasian konsep-konsep dan prinsip-
prinsip matematika untuk mengkreasikannya menjadi struktur matematika yang lain

14
dan berbeda dari yang sebelumnya. Salah satu contohnya adalah memformulasikan
teorema-teorema matematika dan mengembangkan struktur-struktur matematika.
Tingkatan kognitif kelima ini dapat berupa: (a) memproduksi komunikasi yang
unik; (b) memproduksi rencana atau kegiatan yang utuh; dan (c)
menghasilkan/memproduksi seperangkat hubungan abstrak. Contoh: Menyusun
kurikulum dengan mengintegrasikan pendapat dan materi dari beberapa sumber.
f. Evaluasi (Evaluation) – C6

Level ke-6 dari taksonomi Bloom pada ranah kognitif adalah evaluasi.
Kegiatan membuat penilaian berkenaan dengan nilai sebuah ide, kreasi, cara, atau
metode. Evaluasi adalah tipe yang tertinggi diantara ranah-ranah kognitif yang lain,
mulai dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, hingga sintesis.
Kemampuan melakukan evaluasi diartikan sebagai kemampuan menilai ‘manfaat’
suatu benda/hal untuk tujuan tertentu berdasarkan kriteria yang jelas. Paling tidak
ada dua bentuk tingkat (level) evaluasi menurut Bloom, yaitu: (a) penilaian atau
evaluasi berdasarkan bukti internal; dan (2) evaluasi berdasarkan bukti eksternal.
Contoh: Membandingkan hasil ujian siswa dengan kunci jawaban.

2. Ranah Afektif

Ranah Afektif mencakup segala sesuatu yang terkait dengan emosi, misalnya perasaan,
nilai, penghargaan, semangat,minat, motivasi, dan sikap. Lima kategori ranah ini diurutkan
mulai dari perilaku yang sederhana hingga yang paling kompleks :

a. Penerimaan (Receiving) – A1
Receiving/ menerima/ memperhatikan adalah semacam kepekaan dalam
menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk
masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan
untuk menerima stimulus, control dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
Receiving dapat juga diartikan sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan
atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima
nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka dan mereka mempunyai kemauan
menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentifikasi diri dengan nilai itu.
Mengacu kepada kemampuan memperhatikan dan memberikan respon
terhadap sitimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah

15
dalam domain afektif. Dan kemampuan untuk menunjukkan atensi dan penghargaan
terhadap orang lain. Contoh: mendengar pendapat orang lain, mengingat nama
seseorang.

b. Responsive (Responding) – A2
Responding/ menanggapi adalah suatu sikap yang menunjukkan adanya
partisipasi aktif atau kemampuan menanggapi, kemampuan yang dimiliki seseorang
untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat
reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hal ini mencakup ketepatan reaksi,
perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.
Satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi terlibat secara
afektif, menjadi peserta dan tertarik. Kemampuan berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran dan selalu termotivasi untuk segera bereaksi dan mengambil tindakan
atas suatu kejadian. Contoh: berpartisipasi dalam diskusi kelas
c. Nilai yang dianut (Value) – A3
Valuing/ penilaian, menilai atau menghargai artinya memeberikan nilai atau
memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila
kegiatan itu idak dikerjakan kan memebrikan suatu penyesalan. Dalam kaitannya
dengan proses pembelajaran peserta didik tidak hanya mau menerima nilai yang
diajarkan mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena baik atau
buruk.
Mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau
kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak atau tidak
menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi “sikap dan
opresiasi”. Serta Kemampuan menunjukkan nilai yang dianut untuk membedakan
mana yang baik dan kurang baik terhadap suatu kejadian/obyek, dan nilai tersebut
diekspresikan dalam perilaku. Contoh: Mengusulkan kegiatan Corporate Social
Responsibility sesuai dengan nilai yang berlaku dan komitmen perusahaan.
d. Organisasi (Organization) – A4
Organization/ Organisasi yakni pengembangan dari nilai ke dalam suatu sistem
organisasi, termasuk hubungan suatu nilai dengan nilai yang lain, pemantapan dan
prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk kedalam organisasi ialah konsep
tentang nilai, organisasi sistem nilai dan lain-lain.

16
Mengacu kepada penyatuan nilai, sikap-sikap yang berbeda yang membuat
lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu
sistem nilai internal, mencakup tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat
hidup. Dan Kemampuan membentuk system nilai dan budaya organisasi dengan
mengharmonisasikan perbedaan nilai. Contoh: Menyepakati dan mentaati etika
profesi, mengakui perlunya keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab.
e. Karakterisasi (characterization) – A5
Characterization by a value or value complex/ karakteristik nilai atau
internalisasi nilai adalah keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang,
yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Proses internalisasi nilai
telah menempati tempat tertinggi dalam hierarki nilai.
Mengacu kepada karakter dan daya hidup sesorang. Nilai-nilai sangat
berkembang nilai teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih
mudah diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya dengan keteraturan
pribadi, sosial dan emosi jiwa. Dan Kemampuan mengendalikan perilaku berdasarkan
nilai yang dianut dan memperbaiki hubungan intrapersonal, interpersonal dan social.
Contoh: Menunjukkan rasa percaya diri ketika bekerja sendiri, kooperatif dalam
aktivitas kelompok

3. Ranah Psikomotorik

Ranah Psikomotorik meliputi gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan motorik dan
kemampuan fisik. Ketrampilan ini dapat diasah jika sering melakukannya. Perkembangan
tersebut dapat diukur sudut kecepatan, ketepatan, jarak, cara/teknik pelaksanaan. Ada tujuh
kategori dalam ranah psikomotorik mulai dari tingkat yang sederhana hingga tingkat yang
rumit.

a. Peniruan – P1
Terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respons serupa dengan
yang diamati. Mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot saraf. Peniruan ini pada
umumnya dalam bentuk global dan tidak sempurna.
b. Manipulasi – P2
Menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-
gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini

17
siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah
laku saja.
c. Ketetapan – P3
Memerlukan kecermatan, proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan.
Respon-respon lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat
minimum.
d. Artikulasi – P4
Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat
dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal di natara gerakan-gerakan
yang berbeda.
e. Pengalamiahan – P5
Menurut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi
fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan
tingkat kemampuan tertinggi dalam domain psikomotorik.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Faktor-faktor yang mempengaruhi dan berperan dalam kegiatan belajar terdiri dari dua
kategori yaitu: 1) faktor internal, yang terdiri dari faktor fisiologis/fisik dan faktor
psikologis, dan 2) faktor eksternal yang meliputi, faktor keluarga, faktor sekolah, dan
faktor masyarakat. Faktor-faktorr di atas saling memengaruhi dalam proses belajar
individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar siswa.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima


pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang
bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat
kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Konsep tersebut disebut juga
dengan taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom dikembangkan untuk tujuan pendidikan,
disusun secara hirarki dengan maksud untuk mengkategorisasi hasil perubahan pada diri
siswa sebagai hasil sebuah pembelajaran.

3.2 Saran

Dengan melihat faktor – faktor yang berperan dalam kegiatan belajar yang telah
dijelaskan di atas, sebaiknya baik dari orangtua dan keluarga selalu mendukung kegiatan
anaknya agar dapat selalu mengembangkan kemampuannya dan menjaga anaknya dari
lingkungan luar yang mungkin akan memberi pengaruh negatif. Bagi para pendidik perlu
juga untuk mengembangkan metode-metode pembelajaran yang tepat bagi anak. Hal ini
diperlukan agar anak dapat memperoleh hasil belajar yang maksimal sehingga
memungkinkan untuk memenuhi aspek – aspek kecerdasan atau tipe-tipe hasil belajar
seperti yang telah dijelaskan oleh Benjamin S. Bloom.

19
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/8458235/MAKALAH_TEORI_PEMBELAJARAN_FAKTOR-
FAKTOR_YANG_MEMENGARUHI_BELAJAR

https://www.academia.edu/8235195/belajar_pembelajaran

http://digilib.unila.ac.id/509/3/BAB%20II.pdf

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif

http://www.bppk.depkeu.go.id/webpkn/attachments/766_1-Taksonomi%20Bloom%20-
%20Retno-ok-mima.pdf
http://repository.uin-suska.ac.id/2086/3/BAB%20II.pdf
https://www.academia.edu/10142515/766_1-Taksonomi_Bloom_-_Retno-ok-mima

20

Anda mungkin juga menyukai