Anda di halaman 1dari 31

CRITICAL BOOK REVIEW

MK. FILSAFAT PENDIDIKAN

PRODI S1 PENDIDIKAN EKONOMI - FE

Skor Nilai:

Nama : Anggi Emalia Putri

NIM : 7212141002

Dosen Pengampu : Sugianto, S.Ag. M.Ag

Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Fakultas Ekonomi

Universitas Negeri Medan

2021

KATA PENGANTAR

1
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat berangkaikan salam
semoga Allah Swt selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua.
Berkat rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan Critical Book Review ini.
Adapun tujuan dari penulisan dari CBR ini adalah untuk memenuhi tugas dari
pada mata kuliah Filsafat Pendidikan. Selain itu, CBR ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Filsafat pendidikan untuk para pembaca dan juga bagi
penulis.
Saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak Sugianto, S.Ag. M.Ag sebagai
Dosen pengampu yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang yang saya tekuni. Saya juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan CBR ini.
Saya menyadari bahwa CBR ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan yang
menyebabkan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi
kesempurnaan CBR ini.Semoga CBR ini memberikan informasi bagi mahasiswa dan
bermanfaat utuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Kabanjahe, 19 Desember 2020

1) Identitas Reviewer
Nama : Anggi Emalia Putri
Nim : 7212141002

2
Semester/jurusan : I/Pendidikan Ekonomi

2) Indentitas Buku

Judul Buku 1 : Filsafat Pendidikan Islam

Penulis : Dr. Rahmat Hidayat, MA, Dr. Henni Syafriana Nasution, MA

Penerbit : Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia (LPPPI)

Cetakan : Ke-2

Kota Terbit : Medan

ISBN : 978-602-60046-2-8

Judul Buku 2 : Pendidikan dalam Perspektif aliran-aliran Filsafat

Penulis : Dr. Sembodo Ardi Widodo M,Ag

Penerbit : Idea Press

Jl. Amarta Diro RT 58 Pendowoharjo

Sewon Bantul Yogyakarta

Telp. 0274-6466541, 0817263952

Cetakan : pertama

Kota Terbit : Yogyakarta

ISBN : 978-602-0850-25-2

Judul Buku 3 : Filsafat Pendidikan

Penulis : Dr. H. Amka, M.Si

Penerbit : Nizamia Learning Center 2019

Cetakan : pertama

Kota Terbit : Sidoardjo

ISBN : 978-623-7169-27-7

3) Ringkasan Buku
Buku 1

3
BAB I

Konsep Dasar Filsafat Pendidikan Islam

A. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam

Filsafat Pendidikan Islam mengandung tiga komponen kata, yaitu filsafat,


pendidikan dan Islam. Untuk memahami pengertian Filsafat Pendidikan Islam akan
lebih baik jika dimulai dari memahami makna masing-masing komponen kata untuk
selanjutnya secara menyeluruh dari keterpaduan ketiga kata tadi dengan kerangka pikir
sebagai berikut:

Secara etimologis filsafat berasal dari Bahasa Yunani yaitu kata philein (mencintai)
atau philia (cinta) atau philos (sahabat, kekasih) dan sophia (kebijaksanaan, kearifan).
Makna kearifan melebihi pengetahuan, karena kearifan mengharuskan adanya
pengetahuan dan dalam kearifan terdapat ketajaman dan kedalaman.

Secara terminiologis kata filsafat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada,
sebab, asal dan hukumnya.Sementara itu, falsafah berarti anggapan, gagasan dan sikap
batin yang paling dasar yang dimiliki oleh orang atau masyarakat.

Selanjutnya secara etimologis kata pendidikan bersal dari bahasa Yunani yaitu
“pedagogi”. Kata “Pedagogi”, berasal dari kata “paid” yang artinya anak dan “agogos”
yang artinya membimbing. dalam Bahasa Jerman, kata pendidkan berasal dari kata
“Erziehung” yang setara dengan “educare”, yang berarti membangkitkan kekuatan
terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi anak. Sedangkan daam Bahasa Jawa,
kata pendidikan berasal dari kata “panggulawentah” (pengolahan) yang berarti
mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak,
mengubah kepribadian sang anak.Dalam bahasa Indonesia kata pendidikan berasal dari
kata didik (mendidik), yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran,
pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Selanjutnya dalam bahasa arab
istilah pendidikan sering diterjemahkan dengan “Tarbiyah” yang berarti pendidikan.

Sedangkan secara terminiologis kata pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa


Indonesia berarti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan,
proses perbuatan, cara mendidik.

Selanjutnya kata Islam secara etimologi berasal dari bahasa Arab "aslama-yuslimu-
islaman" yang secara kebahasaan berarti "menyelamatkan", misal teks "assalamu
alaikum" yang berarti "semoga keselamatan menyertai kalian semuanya". Islam atau
Islaman adalah masdar (kata benda) sebagai bahasa penunjuk dari fi'il (kata kerja),

4
yaitu "aslama" bermakna telah selamat (kala lampau) dan "yuslimu" bermakna
"menyelamatkan" (past continous tense)

Secara terminiologi Islam berarti agama yang didasarkan pada lima pilar utama,
yaitu mengucapkan dua kalimah syahadat, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat,
berpuasa di bulan Ramadhan, dan melaksanakan ibadah haji bagi yang sudah mampu.

Omar Mohamad al-Toumy al-Syaibany menyatakan bahwa filsafat pendidikan Islam


tidak lain ialah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah filsafat dalam bidang
pendidikan yang didasarkan pada ajaran Islam. Disisi lain Zuhairini menjelaskan bahwa
Filsafat Pendidikan Islam adalah studi tentang pandangan filosofis dan sistem dan aliran
filsafat dalam Islam terhadap masalah-masalah kependidikan dan bagaimana
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia muslim dan umat
Islam. Selain itu Filsafat Pendidikan Islam mereka artikan pula sebagai penggunaan dan
penerapan metode dan sistem filsafat Islam dalam memecahkan problematika
pendidikan umat Islam yang selanjutnya memberikan arah dan tujuan yang jelas
terhadap pelaksanaan pendidikan umat Islam.

B. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam

Ruang lingkup filsafat pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat


dalam kegiatan pendidikan Islam, seperti msalah tujuan pendidikan Islam, masalah
guru, kurikulum, metode dan lingkungan. Secara umum ruang lingkup pembahasan
filsafat pendidikan Islam ini adalah pemikiran yang serba mendalam, mendasar,
sistematis, terpadu, menyeluruh, dan universal mengenai konsep-konsep yang
berkaitan dengan pendidikan atas dasar ajaran Islam.

C. Fungsi Filsafat Pendidikan Islam

Bila dilihat dari fungsinya, maka filsafat pendidikan Islam merupakan pemikiran
mendasar yang melandasi dan mengarahkan proses pelaksanaan pendidikan Islam.
Oleh karana itu filsafat ini juga memberikan gambaran tentang sampai dimana proses
tersebut direncanakan dan dalam ruang lingkup serta dimensi bagaimana proses
tersebut dilaksanakan.

D. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam

Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan Islam biasanya


memerlukan empat hal sebagai berikut :

1) Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan.


2) Metode pencarian bahan.
3) Metode pembahasan.
4) Pendekatan.

5
BAB II
Hakikat Manusia dan Implikasinya Terhadap Pendidikan dalam Islam
A. Hakikat Penciptaan Manusia

Dalam Islam, hakekat manusia adalah perpaduan antara badan dan ruh.
Keduanya masing-masing merupakan substansi yang berdiri sendiri dan tidak saling
bergantung satu sama lain. Islam secara tegas mengatakan bahwa kedua substansi
tersebut adalah substansi alam, sedangkan alam adalah makhluk, maka keduanya juga
makhluk yang diciptakan oleh Allah Swt. Hal ini dapat dilihat dari ayat Alquran surat Al-
Mukminun : 12-14 yang menggambarkan sebuah proses kejadian manusia.

B. Proses Kejadian Manusia dan Nilai-Nilai yang Terkandung di Dalamnya

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah Swt. Yang diciptakan dalam bentuk yang
sebaik-baiknya. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam : QS.At-Tin ayat 4 dan QS. Al-
Isra: 20. Semua mahluk hidup mempunyai masa hidup yang terbatas. Mekanisme yang
dengannya Allah menjadikan mahlukmahluk ini tetap hidup diatas bumi adalah
reproduksi, dimana dengan reproduksi ini dihasilkan generasi baru dari jenis yang
sama. Hal ini juga telah dijelaskan dalam beberapa ayat AlQur‟an bahwa manusia
diciptakan dalam beberapa tingkatan, diantaranya: Q.S. Al-Hajj ayat 5, Q.S. Al-Mu‟minun
ayat 12-14, Q.S. Al-Mu‟min ayat 67, Q.S. Al-Qiyamah (75) ayat 37dan lainnya.

Dari paran di atas serta dengan mengungkap ayat-ayat Alquran dan hadis
Rasulallah saw. Maka dapat disimpulkan beberapa fase penciptaan manusia: Pertama,
Fase Tanah. Dalam Q.S Al-Mukminun ayat 12, Kedua, Fase Nutfah,dalam Q.S. Al-
Qiyamah ayat 37. Ketiga, Fase Alaqoh. Keempat, Fase Mudghah. Kelima, Fase
Tulang dan Daging. Keenam, Fase Penciptaan Makhluk yang berbentuk lain.
Ketujuh, Masa Kanak-kanak. Kedelapan, Masa Dewasa. Kesembilan, Masa Tua.

C. Potensi-Potensi Dasar Manusia dan Pengembangannya

Dalam diri manusia terdapat potensi yang positif dan juga negatif. Adapun
potensi atau segi positifnya antara lain adalah:

 Manusia adalah khalifah Tuhan di bumi


 Manusia mempunyai kapasitas intelegensi yang paling tinggi dibandingkan
dengan semua makhluk yang lain.
 Manusia mempunyai kecenderungan dekat dengan Tuhan.
 Manusia dikaruniai pembawaan yang mulia dan martabat.
 Manusia tidaklah semata-mata tersentuh oleh motivasi duniawi saja.

Sedangkan dari segi negatifnya, Alquran telah menyatakan dalam beberapa ayat
yaitu bahwa manusia itu keji dan bodoh. Adapun ayat tersebut antara lain terdapat
dalam Q.S. Al-Ahzab : 72.

6
D. Kedudukan Manusia di Alam Semesta

Manusia bukanlah makhluk yang bebas nilai. Berdasarkan hakikat


penciptaannya, maka secara moral manusia telah diikat oleh suatu perjanjian dengan
penciptaannya. Ikatan moral dalam bentuk pernyataan bertauhid kepada Allah88
sebagai bentuk perjanjian (mithaq) manusia dengan penciptaannya. Perjanjian ini
merupakan prinsip dasar dalam konsep hubungan manusia dengan penciptanya.

E. Manusia dan Pendidikan

Fitrah manusia dan implikasinya dalam pendidikan dapat dijelaskan lebih lanjut
dengan pemberian stimulus dan pendidikan demokratis. Manusia ditinjau dari segi
fisik-biologis mungkin boleh dikatakan sudah selesai, “Physically and biologically is
finished”, tetapi dari segi rohani, spiritual dan moral memang belum selesai, “morally is
unfinished”. Manusia tidak dapat dipandang sebagai makhluk yang reaktif, melainkan
responsif, sehingga ia menjadi makhluk yang responsible (bertanggung jawab). Oleh
karena itu pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan yang memberikan stimulus
dan dilaksanakan secara demokratis.

BAB III

Hakikat dan Tujuan Pendidikan dalam Islam

A. Konsep Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib dalam Islam

Ada tiga term untuk menyebutkan kata pendidikan dalam Islam, yaitu kata
tarbiyah, berasal dari kata kerja rabba. Di samping kata rabba terdapat pula ada juga
kata talim, berasal dari kata kerja allama. Selain itu, ada kata ta‟dib, berasal dari kata
addaba. Ketiga istilah tersebut akan dibahas secara ringkas satu persatu sebagai
berikut: Pertama, Tarbiyah. Kata tarbiyah merupakan bentuk mashdar dari rabba
yurabbiy tarbiyatan. Kedua, Ta`lim. Kata allama mengandung pengertian memberi tahu
atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan kepribadian, karena
sedikit sekali kemungkinan membina kepribadian Nabi Adam as. Ketiga, Ta‟dib.
Muhammad Nadi al-Badri, sebagaimana dikutip oleh Ramayulis, mengemukakan bahwa
pada zaman klasik, orang hanya mengenal kata ta„dib untuk menunjukkan kegiatan
pendidikan.

B. Pengertian Pendidikan Islam

Kata“pendidikan”yang umum digunakan sekarang, dalam bahasa arabnya adalah


“tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”. Kata “pengajaran” dalam bahasa arabnya adalah
“ta‟lim” dengan kata kerjanya “alama”. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa
arabnya “tarbiyah wa ta‟lim” sedangkan “pendidikan Islam” dalam bahasa arabnya
adalah “tarbiyah islamiyah”. Kata kerja rabba (mendidik) sudah di gunakan pada zaman
nabi muhammad saw.

7
Pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi makan”
(opvoeding) kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga
sering diartikan dengan “ menumbuhkan” kemampuan dasar manusia.118 Jadi,
Pendidikan Islam berarti sistem pendidikan yang memberikan kemampuan sseseorang
untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah
menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya, dengan kata lain pendidikan Islam
adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang
dibutuhkan oleh hamba Allah sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh
aspek kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi.

C. Dasar dan Asas Pendidikan Islam

Dasar - dasar ajaran Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya, yaitu:

 Alquran dan Sunnah, karena memberikan prinsip yang penting bagi pendidikan
yaitu penghormatan kepada akal dan kewajiban menuntut ilmu.
 Nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam
atas prinsip mendatangkan kemanfaatan dan menjauhkan kemudharatan bagi
manusia.
 Warisan pemikiran Islam, yang merupakan refleksi terhadap ajaran-ajaran
pokok Islam.

D. Visi dan Misi Pendidikan Islam

Visi pendidikan Islam yang sejalan dengan visi ajaran Islam yang bertumpu pada
terwujudnya kasih sayang pada semua makhluk ciptaan Tuhan, ternyata memiliki
jangkauan pengertian yang amat luas. Yaitu sebuah kasih sayang yang tulus dan
menjangkau pada seluruh asperk kehidupan manusia dan digunakan dalam berbagai
aktivitas kehidupan.Misi Pendidikan Islam juga erat kaitannya dengan misi ajaran Islam
yaitu adanya upaya memperjuangkan, menegaskan, melindungi, mengembangkan,
menyantuni, dan membimbing tercapainya tujuan keadilan agama bagi manusia.

E. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam,
yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya,
dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat.

F. Fungsi Pendidikan Islam

Fungsi pendidikan Islam merupakan realisasi dari pengertian tarbiyah al-insya


yang artinya menumbuhkan atau mengaktualisasikan potensi. Pendidikan berusaha
untuk menampakkan atau mengaktualisasikan potensi-potensi laten yang dimiliki oleh
setiap peserta didik.

8
BAB IV

Unsur-Unsur Dasar Pendidikan Islam

A. Hakikat Pendidik Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam


1. Pengertian Pendidik

Pendidik berarti orang yang bertanggung jawab memberi pertolongan


pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai
tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan mematuhi tingkat
kedewasaannya, serta memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah
Swt.

2. Istilah-istilah Pendidik dalam Konteks Pendidikan Islam

Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan murabbi,


mu‟allim, mu‟addib, mudarris, dan mursyid.

3. Kedududukan Pendidik dalam Perspektif Islam

Pendidik adalah bapak rohani begi peserta didik yang memberikan ilmu,
pembinaan akhlaq mulia, dan memperbaiki akhlaq yang kurang baik.

4. Fungsi Pendidik

Pendidik sebagai seorang yang terdepan dalam pendidikan, secara umum


memiliki fungsi sebagai berikut :

 Sebagai Pengajar (instruksional)


 Sebagai pendidik (edukator)
 Sebagai pemimpin (managerial)

5. Karakteristik Pendidik Ideal

Untuk menjadi orang yang pantas ditaati dan diikutu, tidaklah salah apabila
sebagai guru menengok kembali apa yang telah diungkapkan al-Zarnuji bahwa “Wa
amma ikhtiyâru al-ustâdzi fayambaghî an yakhtâra al-„alam wa al-aura‟a wa al-asanna
kamâ ikhtâra Abu Hanifah hînaidzin Hamad bin Abi Sulaiman ba‟da alta‟ammuli wa al-
tafakkuri.183 “Sebaiknya dalam memilih guru, pilihlah orang yang lebih alim, wara‟,
dan lebih tua usianya, sebagaimana Abu Hanifah di masa belajarnya memilih Syaekh
Hamad bin Abi Sulaiman sebagai gurunya setelah beliau benarbenar merenung dan
berpikir”.

B. Peserta Didik Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam


1. Pengertian Peserta Didik

9
Secara etimologi peserta didik dalam bahasa arab disebut dengan Tilmidz
jamaknya adalah Talamidz, yang artinya adalah “murid”, maksudnya adalah “orang-
orang yang mengingini pendidikan”. Dalam bahasa arab dikenal juga dengan istilah
Thalib, jamaknya adalah Thullab, yang artinya adalah “mencari”, maksudnya adalah
“orang-orang yang mencari ilmu”.

2. Tugas dan Tanggungjawab Peserta Didik

Agar pelaksanaan proses pendidikan Islam dapat mencapai tujuan yang


diinginkan maka setiap peserta didik hendaknya, senantiasa menyadari tugas dan
kewajibannya.

3. Kebutuhan Peserta Didik

Tingkah laku individu merupakan perwujudan dari dorongan untuk memenuhi


kebutuhan-kebutuhannya. Kebutuhan-kebutuhan ini merupakan inti kodrat manusia.

4. Sifat-Sifat yang Harus Dimiliki Peserta Didik

Dalam upaya mencapai tujuan Pendidikan Islam, peserta didik hendaknya


memiliki dan menanamkan sifat-sifat yang baik dalam dari dan kepribadiannya.
Diantara sifat-sifat ideal ynag perlu dimiliki peserta didik misalnya ; berkemauan keras
atau pantang menyerah, memiliki motivasi yang tinggi, sabar, dan tabah, tidak mudah
putus asa dan sebagainya.

C. Hakikat Kurikulum dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam


1. Pengertian Kurikulum Pendidikan

Kurikulum pendidikan Islam merupakan pencerminan nilai-nilai Islami yang


diperoleh dari hasil pemikiran kefilsafatan dan diprektekkan dalam semua kegiatan
kependidikan. Maka bisa dikatakan bahwa ciri kurikulum pendidikan Islam selalu
memiliki keterkaitan dengan Alquran dan al-Hadits.

2. Dasar, Prinsip, Dan Fungsi Kurikulum

Dasar kurikulum adalah kekuatan-kekuatan utama yang mempengaruhi dan


membentuk materi kurikulum, susunan atau organisasi kurikulum. Al-Syaibani
menetapkan lima dasar pokok kurikulum Islam, yaitu: Dasar religi, Dasar falsafah, Dasar
Psikologis, Dasar Sosiologis, Dasar Organisator.

Kurikulum pendidikan Islam disusun dengan mengikuti tujuh prinsip sebagai


berikut :

 Prinsip pertautan dengan Agama


 Prinsip Universal
 Prinsip keseimbangan antara tujuan yang ingin dicapai suatu lembaga
pendidikan

10
 Prinsip keterkaitan dengan bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan
pelajar, dengan lingkungan sekitar baik fisik maupun social.
 Prinsip fleksibelitas
 Prinsip memperhatikan perbedaan individu
 Prinsip pertautan antara mata pelajaran dengan aktifitas fisik yang
tercakup dalam kurikulum pendidikan Islam

Menurut fungsinya:

 Kurikulum sebagai program studi


 Kurikulum sebagai konten
 Kurikulum sebagai kegiatan berencana
 Kurikulum sebagai hasil belajar
 Kurikulum sebagai reproduksi cultural
 Kurikulum sebagai pengalaman belajar
 Kurikulum sebagai produksi
3. Orientasi Kurikulum Pendidikan Islam
 Orientasi Pelestarian Nilai
 Orientasi Pada peserta Didik
 Orientasi pada sosial demand
 Orientasi pada tenaga kerja
 Orientasi penciptaan lapangan kerja

4. Model-model Konsep Kurikulum Pendidikan Islam


a. Kurikulum Sebagai Model Subjek Akademis
b. Kurikulum sebagai Model Humanistik (Aktualisasi Diri)
c. Kurikulum sebagai Rekonstruksi Sosial
d. Kurikulum sebagai Model Teknologi
e. Kurikulum sebagai Model Proses Kognitif
5. Isi Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum pendidikan Islam meliputi tiga perkara yaitu masalah keimanan


(aqidah), masalah keislaman (syariah) dan masalah ihsan (akhlak).

D. Metode dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam


1. Pengertian Metode Pendidikan Islam

Metode pendidikan Islam adalah prosedur umum dalam penyampaian materi


untuk mencapai tujuan pendidikan didasarkan atas asumsi tertentu tentang hakikat
Islam sebagai suprasistem.

2. Jenis-Jenis Metode Pendidikan Islam

Berikut beberapa metode pembelajaran yang bisa diterapkan dalam pendidikan,


antara lain:

11
a. Metode ceramah
b. Metode diskusi
c. Metode Tanya Jawab
d. Metode Demonstrasi dan Eksperimen
e. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
f. Metode resitasi
g. Metode kerja kelompok
h. Metode Sosio-Drama dan Bermain Peranan
i. Metode Karya Wisata
j. Metode Drill
E. Alat/Media Perspektif Filsafat Pendidikan Islam
1. Pengertian Alat/ Media Pendidikan Islam

Alat pendidikan merupakan suatu perangkat atau media yang digunakan dalam
proses pendidikan khususnya dalam pembelajaran kepada anak didik/siswa.
Sedangkan pengertian media pendidikan sendiri secara keseluruhan memiliki arti yaitu
segala bentuk yang dijadikan sebagai perantara dalam proses komunikasi dengan
tujuan menyalurkan informasi antara guru dan siswa.

2. Manfaat Alat dan Media dalam Pendidikan Islam

Manfaat penggunaan media dalam proses belajar mengajar, sebagai berikut:

 Media pengajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi


sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.
 Media pengajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak
sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi langsung dengan
lingkungannya.
 Media pengajaran dapat mengatasi keterbatasanindra, ruang, dan waktu
 Media pengajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa
tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan
terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat dan lingkungan
seitarnya.
F. Evaluasi dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam
1. Pengertian Evaluasi Pendidikan Islam

Kedudukan evaluasi dalam proses kegiatan juga memiliki kedudukan yang sama
pentingnya, karena evaluasi merupakan bagian integral dari proses kegiatan secara
keseluruhan

2. Kedudukan Evaluasi Pendidikan Islam

Evaluasi pendidikan memiliki kedudukan yang amat strategis, karena hasil dari
kegiatan evaluasi dapat digunakan sebagai input untuk melakukan perbaikan kegiatan
pendidikan.

12
BAB V

Hakikat Hukuman dan Ganjaran dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam

A. Pengertian Hukuman dan Ganjaran

Secara etimologi, hukuman berarti siksa dan sebagainya, yang dikenakan kepada
orang yang melanggar undang-undang dan sebagainya. Sedangkan ganjaran yaitu
perlakuan menyenangkan yang diterima seseorang sebagai konsekuensi logis dari
perbuatan baik („amal al-shalih) atau prestasi terbaik yang berhasil ditampilkan
atau diraihnya.

B. Dasar dan Tujuan Ganjaran dan Hukuman

Istilah ganjaran dan hukuman sudah lama dikenal manusia, lantaran hal itu pada
awalnya bukanlah ciptaan manusia, dan memang sudah ada sejak manusia pertama
Adam as lahir ke
dunia yang fana ini.

C. Prinsip dan Syarat-Syarat Mengaplikasikan Hukuman dan Ganjaran

Di antara cara untuk membuat anak didik merasakan keberhasilannya adalah


dengan pujian, atas perbuatan yang patut dipuji, dan di antara cara untuk
mengingatkannya adalah dengan menggunakan hukuman, dan hukuman itupun harus
dimulai dari yang paling ringan dulu, hukuman fisik baru boleh dilakukan sebagai
alternatif terakhir.

D. Bentuk-Bentuk Hukuman dan Ganjaran dalam Pendidikan Islam

Beberapa ganjaran yang dapat diberikan kepada peserta didik, diantaranya: 1).
Pujian yang baik (memberi kata- kata yang menggembirakan); 2). Berdo‟a; 3). Menepuk
pundak; 4). Memberi pesan; 5). Menjadi pendengar yang baik; 6). Mencium buah hati
dengan penuh cinta dan kasih sayang;3087). Ganjaran dapat juga berupa benda yang
menyenangkan dan berguna bagi anak-anak seperti : pensil, buku tulis, makanan ringan,
permainan dan lain sebagainya.

E. Urgensi hukuman dan ganjaran dalam Pendidikan Islam

Tidak ada ahli pendidikan yang menghendaki digunakannya hukuman dalam


pendidikan kecuali terpaksa. Hadiah atau pujian jauh lebih dipentingkan ketimbang
hukuman. Dalam pendidikan Islam diakui perlunya hukuman berupa pukulan bila anak
yang berumur 10 tahun belum juga mau shalat. Manfaat hukuman dalam pendidikan
ditujukan untuk memperoleh perbaikan dan pengarahan, bukan sematamata untuk
membalas dendam, oleh karena itu orang Islam menganjurkan untuk mengetahui
tabi‟at dan perangai anak-anak sebelum menjatuhkan hukuman kepada mereka.

13
BAB VI

Hakikat Lingkungan Pendidikan Islam

A. Pengertian Lingkungan Pendidikan Islam

Lingkungan pendidikan Islam adalah semua peristiwa yang terjadi pada anak didik
dalam kehidupannya, dan peristiwa tersebut dapat disebabkan oleh segala yang tampak
dari alam fisik baik dari makhluk hidup, makhluk tak hidup atau benda mati.

B. Jenis-Jenis Lingkungan Pendidikan Islam

Adapun jenis-jenis lingkungan pendidikan Islam adalah sebagai berikut:

1. Lingkungan Keluarga
2. Lingkungan Sekolah/Madrasah
3. Lingkungan Masyarakat

C. Fungsi Lingkungan Pendidikan Islam

Lingkungan yang nyaman dan mendukung bagi terselenggaranya suatu pendidikan


sangat dibutuhkan dan turut berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang
diinginkan. Demikian pula dalam sistem pendidikan Islam, lingkungan harus diciptakan
sedemikian rupa sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu sendiri.

D. Pembinaan Lingkungan dalam Pendidikan Islam

Untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, maka ketiga lembaga atau


lingkungan pendidikan yakni lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan
sosial perlu bekerja sama secara harmonis.

BAB VII

Hakikat Masyarakat dan Implikasinya


Terhadap Pendidikan dalam Islam

A. Pengertian masyarakat dan masyarakat Islam

Masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah cukup lama tinggal di suatu
tempat atau didaerah tertentu dengan mempunyai aturan tertentu tentang tata cara
hidup mereka menuju satu tujuan yang sama dengan menghasilkan sebuah kebudayaan.
Masyarakat Islami adalah masyarakat terbuka yang menjungjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan dan kehidupan secara universal, tanpa memandang asal usul suku bangsa
dan perbedaan agama, serta menjadi nilainilai Islam sebagai landasan hidupnya.

14
B. Dasar Pembentukan Masyarakat Islam
1. Persaudaraan
2. Kasih Sayang
3. Persamaan
4. Kekebasan
5. Keadilan Sosial
C. Karakteristik Masyarakat Islam

Karakteristik umum masyarakat Islam, terdapat dalam surah ali Imran: 110

D. Hubungan Masyarakat Islam dengan Pendidikan Islam

Pendidikan adalah aktifitas khas masyarakat. Ia hanya ada dan berlangsung dalam
lingkungan masyarakat manusia. Di satu sisi, pendidikan merupakan yang secara
inheren telah melekat dalam tugas kemanusiaan manusia. Di sisi lain, pendidikan juga
merupakan sarana atau instrument untuk membentuk dan mewujudkan tatanan
masyarakat ideal yang di cita-citakan Islam. Karenanya, masyarakat tidak bisa
dipisahkan, dan sebaliknya, pendidikan juga tidak bisa di pisahkan dari masyarakat.

BUKU 2

BAB I

PENDAHULUAN

Filsafat pendidikan bisa dikatakan sebagai suatu pendekatan dalam memahami


dan memecahkan persoalan-persoalan yang mendasar dalam pendidikan, seperti dalam
menentukan tujuan pendidikan, kurikulum, metode pembelajaran, manusia,
masyarakat, dan kebudayaan yang tidak bisa dipisahkan dari dunia pendidikan itu
sendiri.

BAB II
FILSAFAT DAN PENDIDIKAN

A. FILSAFAT
1. Pengertian dan Tugas Filsafat

Barangkali untuk lebih membantu dalam memahami pengertian filsafat, bisa


melihatnya dari sisi tugas atau aktivitas filsafat itu sendiri. Dalam konteks ini, tugas
filsafat yang paling fundamental adalah untuk menemukan konsep-konsep yang biasa
kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam ilmu pengetahuan, lalu
menganalisisnya dan menentukan makna-makna yang tepat dan saling
keterhubungannya. Dalam hal ini, pengetahuan yang jelas dan akurat tentang sesuatu
didahulukan atas hal-hal yang secara umum masih kabur.

15
2. Cabang-cabang Filsafat
a. Logika
b. Ontologi
c. Epistimologi
d. Etika
e. Estetika

B. PENDIDIKAN

Sosok pendidikan itu bisa dikatakan sangat kompleks, terkait dengan berbagai aspek
kehidupan dan kepentingan-kepentingan. Pendidikan pada hakikatnya merupakan
pencerminan dari kondisi negara, juga pencerminan dari ambisiambisi para pemimpin
dan kekuatan-kekuatan sosial-politik yang sedang berkuasa. Dengan sendirinya
pendidikan juga merupakan refleksi dari orde penguasa yang ada.

C. FILSAFAT PENDIDIKAN
1. Hubungan antara Filsafat dan Pendidikan
2. Filsafat Pendidikan

BAB III
FUNGSI PENDIDIKAN

A. PENDIDIKAN SEBAGAI PEMELIHARA DAN PENERUS WARISAN BUDAYA

Penegasan akan pentingnya penanaman warisan umum ini, bagaimanapun dibentuk


oleh kesadaran dari peran pengalaman baru dan perubahan tertentu. Masyarakat
modern hanya merupakan perluasan dari tradisi-tradisi yang ada, dan perubahan-
perubahan akan muncul dari penerapan kebenaran-kebenaran lama terhadap suasana
modern. Karena warisan umum itu adalah suatu jalan pembangunan kesatuan dalam
budaya, dan karena tradisi lama itu telah meneruskan norma kehidupan yang beradab,
maka tugas pendidikan adalah untuk membentuk murid menerima warisan ideal-ideal
ini.

B. PENDIDIKAN SEBAGAI ALAT TRANSPORTASI BUDAYA

Pendidikan harus selalu berhubungan dengan apa yang menjadi kebutuhan dan
tuntutan budaya sekarang, dan bahkan harus berperan aktif dalam membentuk budaya
masa depan. Dan ini tentunya harus didukung dengan kebijakan-kebijakan publik yang
seirama dengan peran kreatif pendidikan itu sendiri. Ide bahwa pendidikan itu
mempunyai peran kreatif-konstruktif dalam pembentukan masyarakat berakar dari
tradisi Amerika. Secara implisit ide ini telah terekspresikan dalam keyakinan publik di
mana pendidikan itu memiliki kekuatan konstruktif dalam hubungannya dengan
problem-problem budaya. Pendidikan menjadi suatu proses sosial, alat yang sangat
efektif dan utama dalam rekonstruksi sosial.

C. PENDIDIKAN SEBAGAI PENGEMBANGAN INDIVIDU

16
Pencabangan dua dari pemikiran filosofis John Dewey mem-berikan aksentuasi
pada pengembangan individu sebagai fungsi utama pendidikan. Sebagian besar energi
dari gerakan pendidikan progresif dicurahkan kepada peran kreatif pendidikan dalam
masyarakat dengan menitikberatkan pada pengembangan individu yang kreatif. Titik
pandang ini telah diimplementasikan dengan memusatkan usaha-usaha pendidikan
pada pengembangan semua kekuatan individual, khususnya pada imajinasinya yang
kreatif, kebebasan, independensi,kemandirian dalam meneliti, dan kekuatan-kekuatan
fisik dan emosinya.

BAB IV
PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF
POSITIVISME

A. PENDAHULUAN

Munculnya positivisme kontemporer diawali oleh para positivis logis, yaitu


sekelompok filosuf pemikir ilmiah yang bertemu secara regular di Vienna semasa
Perang Dunia I sampai Perang Dunia II. Para positivis logis mengusulkan dua doktrin
yang mendasari positivisme kontemporer. Pertama, pengetahuan yang asli adalah
pengetahuan ilmiah atau logika matematika, sedangkan pengetahuan teologis atau
metafisis hanyalah statement kepercayaan yang tidak dapat diuji secara faktual. Kedua,
semua ilmu memiliki metode yang berlaku secara umum, yaitu mengobservasi
faktafakta, mengusulkan generalisasi yang menghubungkan fakta dengan fakta lainnya,
merumuskan teori untuk menjelaskan generalisasi tersebut, dan menguji generalisasi
dan teori secara empirik.

B. POSITIVISME DALAM PENDIDIKAN

Positivisme mulai berpengaruh dalam filsafat pendidikan pada awal tahun 1950.
Karya Charles D. Hardie, Truth and Fallacy in Educational Theory, yang diterbitkan
tahun 1942 menjadi karya yang populer pada waktu itu. Kemudian diikuti oleh karya D.
J. O’Connor, An Introduction to the Philosophy of Education. Kedua penulis ini mengkritisi
teori-teori pendidikan yang ada sebagai sesuatu yang tidak jelas, tidak ilmiah, hanya
sekedar ekspresi gagasan. Mereka menganjurkan para filosof pendidikan untuk
menganalisis bahasa dan konsep-konsep dalam tradisi para positivis. Mereka
merekomendasikan agar penelitian kependidikan dilakukan secara ilmiah.

C. POSITIVISME DALAM PENELITIAN PENDIDIKAN

Positivisme telah menentukan prinsip-prinsip dan membuat langkah-langkah


prosedural dalam penelitian pendidikan. Jika kita menjadi peneliti yang dipandu oleh
prinsip-prinsip positivistik, kita akan mencari data yang dapat diverifikasi oleh
investigator yang kualified di mana saja di bumi ini.

17
BAB V
PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF
FENOMENOLOGI

A. PENDAHULUAN

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa pendidikan itu tidak bisa


dipisahkan dari filsafat. Pemikiran filsafat dalam kaitannya dengan pendidikan bisa saja
berupa tinjauan dari elemen-elemen filsafat (ontologi; epistemologi; axiologi) dalam
dunia pendidikan; atau berbentuk analisis-filososfis dalam upaya memecahkan
problem-problem pendidikan yang ada; atau berwujud dasar-dasar filosofis suatu
bangsa atau negara yang kemudian dijadikan dasar pemikiran dalam pendidikan; atau
juga berupa sistem pemikiran para filosuf dan atau aliran-aliran filsafat yang
melandasinya yang kemudian dicari konsekuensi dan implikasinya dalam pendidikan.

B. FENOMENOLOGI DAN LATAR BELAKANG KEMUNCULANNYA

Fenomenologi adalah suatu aliran filsafat kontemporer yang muncul di awal


abad ke 20 yang diletakkan dasar-dasarnya oleh Edmund Husserl. Aliran ini
merupakan suatu aliran epistemologi dengan semacam intuisi untuk menentukan
kebenaran atau kenyataan ilmiah, dan sekaligus untuk membebaskan diri dari
pengaruh atau prasangka-prasangka yang bersifat simpati, menghargai, atau menolak.

C. THE LIFEWORLD

Menurut Husserl, kita banyak mengakarkan konsep-konsep dasar kita dari


lifeworld, yaitu dunia keseharian manusia seperti rumah, pekerjaan, hobbi, dunia
dimana kita bekerja, bergaul, makan, tidur, dan sebagainya. Kita berpikir dunia seperti
ini sebagai yang objektif dan independen, lalu kitalah yang memberi makna. Kita dalam
kehidupan sehari-hari biasa bergumul dan bersentuhan dengan institusi dan praktek-
praktek sosial, seperti uang, pasar, rekreasi, dan sekolah misalnya, lalu kita
membicarakan hal-hal yang berkaitan dengannya dalam bahasa dan cara berpikir yang
biasa berlaku dalam masyarakat umum (commonsense) tanpa menghiraukan hakikat
yang sesungguhnya.

D. FENOMENOLOGI SEBAGAI ALIRAN EPISTEMOLOGI

Sebagai tokoh fenomenologi, Husserl memiliki titik tolak metodis dalam menangkap
suatu objek pengertian atau konsep. Dalam hal ini, ada tiga macam reduksi yaitu;
reduksi fenomenologis, reduksi eidetis, dan reduksi transendental.

E. FENOMENOLOGI DALAM WACANA PENDIDIKAN

Salah satu dari lifeworld adalah dunia pendidikan yang biasa kita lihat, kita alami,
dan kita pikirkan eksistensi dan esensinya sepanjang kehidupan manusia. Kita lalu

18
memikirkan fenomena tentang guru. Bagaimana dia menyampaikan materinya.
Menangkap keinginan murid, menjawab pertanyaan, mendisiplinkan murid, menilainya,
dan sebagainya. Biarkan pengajarannya sebagai pengalaman pertama kita. Kemudian,
kita amati guru lain yang berbeda dengan yang pertama dalam berbagai hal, sikap,
materi yang diajarkan, umur, jenis kelamin, metode mengajar, pengetahuan, dan
sebagainya. Kita mencoba menandai ciri-ciri umum dari masing-masing pengajarannya.
Sekarang kita masukkan pemikiran yang lain. Kita hayalkan halhal tentang orang tua,
para politikus, pedagang, muballigh, ulama, pendeta, pengamat politik dan budayawan.

BAB VI
PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF
STRUKTURALISME

Munculnya strukturalisme sebagai salah satu aliran filsafat, pada aspek tertentu
turut memperkaya khazanah pemikiran filosofis dewasa ini. Namun, pada sisi lain,
kemunculannya menjadi “tantangan” bagi aliran-aliran filsafat lainnya, seperti
fenomenologi, eksistensialisme, dan historisisme, bahkan bisa menafikan apa yang
disebut humanisme yang seharusnya tetap melekat pada diri manusia.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa strukturalisme tidak


mempedulikan aspek historis dari realita atau historis sebagai metode penelitian, dan ia
lebih mengedepankan struktur bagi setiap fenomena. Ketika strukturalisme ini dipakai
sebagai metode untuk memahami dan menjelaskan realita atau fenomema, maka hal ini
akan menjadi suatu epistemologi yang sangat unik dan berharga. Tetapi, jika ia
dijadikan sebuah “ideologi”, bahwa tidak ada sesuatu yang lain di alam ini kecuali hanya
struktur, maka pandangan strukturalistik-ideologik ini akan menghilangkan
kemanusiaan manusia, karena manusia hanya dipandang sebagai struktur atau sistem.

Dalam dunia pendidikan, prinsip-prinsip dasar strukturalime ini telah dengan baik
digunakan oleh tokoh-tokoh pendidikan seperti Piaget, Chomsky, dan Kohlberg. Dari
pandangan-pandangan segar yang mereka kemukakan ini melahirkan teori-teori
tentang perkembangan intelektual, struktur pikiran, dan teori perkembangan
pemikiran moral beserta implikasi dan konsekuensinya dalam pendidikan, khususnya
dalam proses belajar-mengajar.

Namun demikian, apa yang mereka gagas ini, dalam terapannya menjadi sangat
individualistik, kurang memperhatikan aspek sosial murid. Gambaran ini bisa dilihat
pada kerangka proses belajar-mengajar yang dibangun oleh Piaget. Demikian juga,
karena struktur ini lebih dikaitkan dengan pikiran, maka aspek emosional anak kurang
mendapat perhatian yang memadai.

BAB VII
PENDIDIKAN ESENSIALISME

A. ANTESEDENS

19
Aliran filsafat esensialisme dibangun oleh dua corak aliran, idealisme dan
realisme secara eklektik. Artinya kedua aliran pendukung ini bertemu tetapi tidak lebur
menjadi satu, tidak melepaskan sifat utama masing-masing.

B. PANDANGAN ONTOLOGIS

Pandangan ontologis esensialisme yang menonjol sebagaimana dikemukakan oleh


Brameld adalah suatu konsepsi bahwa alam ini diatur oleh tata yang pasti dan tiada
cela.20 Manusia sebagai bagian dari alam dan masuk dalam sistem makro ini. Oleh
karena itu, segala macam kehendak, pemikiran, dan cita-citanya haruslah disesuaikan
dengan tata tersebut. Realisme dan idealisme sebagai eksponent esensialisme
menjabarkan persoalan ontologis ini lebih spesifik lagi menurut perspek-tif masing-
masing, yang pada akhirnya membentuk suatu sintesa.

C. PANDANGAN EPISTEMOLOGIS

Pendekatan idealisme atas pengetahuan bersendikan atas pengertian bahwa


manusia adalah makhluk yang adanya merupakan refleksi dari Tuhan yang timbul dari
hubungan antara makro-kosmos dan mikrokosmos. Sedangkan approach realisme pada
pengetahuan berdasarkan penafsiran atas manusia sebagai makhluk yang berlaku
padanya hukum alam, demikian aktivitas pikir manu-sia dianggap sebagai satu
mekanisme.

D. PANDANGAN AXIOLOGIS

Pandangan axiologi esensialisme banyak dipengaruhi oleh pandangan tentang


ontologi dan epistemologinya. Nilai, sebagaimana pengetahuan, berakar dan diperoleh
dari sumber-sumber obyektif. Sedangkan watak nilai tergantung dari pandangan-
pandangan idealisme dan realisme. Kedua aliran ini mengaitkan nilai dengan semua
aspek kehidupan manusia, termasuk juga menyangkut masalah pendidikan yang tidak
bisa dipisahkan dari masalah kebudayaan yang menyatu dalam kehidupan manusia.

E. PANDANGAN PARA TOKOH ESENSIALISMe TENTANG PENDIDIKAN


1. Johann Amos Comenius (1592-1670)

Pandangan Comenius tentang pendidikan dipengaruhi oleh pandangan hidupnya


sebagai seorang pemeluk agama Kristen yang taat dan sebagai seorang realis. Pada sisi
agamis, ia meletakkan dasar-dasar pendidikan yang berorientasi pada nilai-nilai
humanistik dengan mengutamakan pembentukan manusia yang saleh danberbudi
pekerti yang tinggi. Pada sosoknya sebagai seorang realis, ia menerapkan pendidikan
intelek yang kental dengan gagasan realismenya, yaitu dengan melalui proses
penginderaan, menggunakan metode induktif, dan tehnik mengikuti natural law. Ketiga
tatanan ini dimanifestasikan secara integral. Lebih lanjut ia menandaskan bahwa The
greatest knowledge is to know God and through him to know oneself. Man is God’s most
perfect creation. Education directs him to God through knowledge, virtue, and piety.
Method in education must be thorough and must follow the part of nature.

20
2. John Locke (1632-1704)

Pandangan Locke tentang pendidikan ia letakkan dalam bukunya Some Thoughts


Concerning Education. Pangkal pikirannya adalah penerapan filsafatnya terhadap anak.
Pada waktu lahir, anak manusia dalam keadaan kosong seperti kertas putih belum
tertulis. Pengisiannya bergantung pada pengalamannya. Aliran empirisme dalam
pendidikan ini menjadikan pendidikan mempunyai peranan mutlak, dan pada
gilirannya mendorong aliran optimisme dalam pendidikan.

3. Jean Jacques Rousseau (1712-1778)

Prinsip dasar pendidikan dalam pemikiran Rousseau adalah bahwa pendidikan anak
harus menyesuaikan dengan alam dan kebutuhan-kebutuhan individual anak.
Dorongan-dorongan tabiatnya tidak boleh ditekan. Ia juga menandaskan bahwa anak
dilahirkan pada dasarnya baik, dan seandainya ia berperangai jahat (jelek) itu hanya
disebabkan oleh orang dewasa yang salah membimbingnya melalui disiplin yang keras
dan contoh yang jelak.

4. Johann Heinrich Pestalozzi (1746-1827)

Bertolak dari pemikiran Locke yang menekankan tipe pendidikan secara disipliner,
di mana anak dikembangkan dengan konsep a sound body in a sound mind dengan
melalui indera persepsi, diberi materi-materi yang bermanfaat dan kebiasaan-
kebiasaan moral yang baik, demikian juga pandangan Rousseau yang menekankan pada
tipe pendidikan naturalistik, di mana anak dikembangkan kekuatan fisik dan mentalnya
melalui persentuhan-persentuhan dengan alam dan ekspresi bebas jiwanya, maka
Pestalozzi berusaha mengkombinasikan kedua tipe pendidikan tersebut dalam teori
dan praktik pendidikannya. Ia menandaskan bahwa anak tidak hanya membutuhkan
sentuhan-sentuhan dengan alam dan ekspresi bebas diri dorongan-dorongan jiwanya,
tetapi juga memerlukan bimbingan dalam persentuhannya dengan alam, dalam
mengobservasi sesuatu, dan dalam menganalisis serta menyimpulkan sesuatu
berkenaan dengan pengalamannya.

5. G W F Hegel (1770-1831)

Teori-teori pendidikan yang dibangun Hegel banyak dipengaruhi oleh absolute


idealismenya. Ia berpandangan bahwa pendidikan harus merupakan proses hidup;
suatu disiplin mental yang membentuk manusia yang agamis, bermoral, berbudaya, dan
rasional. Pendidikan, demikian juga, harus diterapkan melalui negara dan untuk negara,
karena hanya melalui pendidikan, kehendak Tuhan ditransmisikan.57 Tujuan
pendidikan, oleh karena itu, untuk memberi kemanfaatan dalam hal-hal tersebut, yaitu
untuk memahami kesatuan manusia dengan jiwa universal.

BAB VIII
JOHN DEWEY, INSTRUMENTALISME,
DAN PENDIDIKAN PROGRESIF

21
A. PENDIDIKAN DAN KARIER JOHN DEWEY

John Dewey lahir pada tahun 1859 di Burlington, Vermont, negara bagian Amerika
Serikat. Pada masa mudanya ia dikenal sebagai seorang yang pemalu, senang membaca
buku dan termasuk mahasiswa yang pandai, namun tidak brilian. Ia masuk Universitas
Vermont pada tahun 1875. Walaupun sejak awal ia tertarik pada filsafat dan pemikiran
sosial, ia tidak memastikan karir masa depannya dalam bidang itu.1 Setelah lulus dari
Universitas Vermont pada tahun 1879, ia menghabiskan waktu selama tiga tahun untuk
mengajar di beberapa sekolah di Penusylvania dan Vermont. Selama masa tersebut
beberapa artikelnya mengenai filsafat diterbitkan dalam Journal of Speculative
Philosophy.

Pada tahun 1882, ia melanjutkan studinya pada Universitas John Hopkins, dan
menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1884 dengan memperoleh gelar Ph.D. Dan
disertasinya berkenaan denganPsikologi Kant.3 Setelah itu, ia mengabdikan diri pada
berbagai perguruan tinggi di Amerika, di antaranya di Universitas Michigan dan
Universitas Minnesota. Pada tahun 1894, ia dipercaya sebagai pimpinan Departemen
Filsafat pada Universitas Chicago. Di sini, pada tahun 1896, ia mendirikan Laboratory
School.4 Pada tahun 1904, ia pindah ke Universitas Columbia dan menjadi Profesor
dalam bidang filsafat. Di tempat ini, ia mendapat penghormatan tinggi atas reputasinya,
baik nasional maupun internasional, yaitu sebagai pakar filsafat, pendidik, penulis, dan
pemerhati sekaligus praktisi masalah-masalah kemasyarakatan.5 Selain memberikan
kuliah di negaranya sendiri, Dewey juga pernah menyampaikan ceramah-ceramah dan
kuliahnya di negaranegara lain, seperti Tokyo, Peking, dan Nanking dari tahun 1919
sampai tahun 1921. Ia juga mengadakan survey pendidikan di Turki, Meksiko, dan
Rusia. Ia meninggal pada tanggal 1 Juni 1952 di New York.6 Sebagai seorang tokoh yang
sangat produktif, Dewey selama hayatnya telah banyak menulis buku yang sampai
sekarang masih dijadikan rujukan oleh sementara pengikut-pengikutnya. Bukubuku
yang merupakan buah penanya menurut catatan Coplestons adalah: Psychology (1887),
Outlines of Critical Theory of Ethics (1891), The Study of Ethics: Syllabus (1894), My
Pedagogic Creed (1897), The School and Society (1900), Studies in Logical Theory (1903),
Logical Condition of a Scientific Treatment of Morality (1903), Ethics (1908), How We
Think (1910), The Influence of Darwin and Other Essay in Contemporary Thought (1910),
School of Tomorrow (1913), Democracy and Education (1916), Essay in Experimental
Logic (1916), Reconstruction in Philosophy (1920), Human Nature and Conduct (1922),
Experience and Nature (1925), The Quest for
Certainty (1929), Art and Experience (1934), A Common Faith (1934), Experience and
Education (1935), Logic: The Theory of Inquiry (1938), Theory of Valuation (1939),
Education Today (1940), Problema of Man (1946), Knowing and The Known (1949).

BAB IX
PLURALISME DALAM PENDIDIKAN

22
Pluralisme berasal dari bahasa Inggris yang berarti “jamak”; dalam konteks ini tidak
menunjukkan arti tunggal, melainkan lebih dari satu, sehingga bisa dipahami bahwa
pluralisme merupakan sebuah paham yang mengakui adanya keanekaragaman budaya,
agama, politik, ideologi, pendidikan, dan sosial, sehingga masyarakat merasa bahwa
dirinya adalah bagian masayarakat yang majemuk.8 Oleh karena itu, keberadaan
manusia dengan yang lainnya akan berbeda dalam pemikiran, kehidupan sosial,
ekonomi, budaya, politik dan kondisi geografisnya.

Pendidikan merupakan proses yang terus menerus untuk mengembangkan potensi


seseorang atau subyek didik, baik dari dimensi personal maupun sosial, sehingga
menjadi anggota masyarakat yang baik sesuai dengan tujuan agama, bangsa dan negara
Indonesia.

Melihat tujuan dan fungsi pendidikan nasional di atas terlihat secara implisit bahwa
pendidikan tidak hanya pada pengembangan ilmu pengetahun saja, tetapi juga
memberikan pemahaman terhadap setiap warga Negara untuk memahami peradaban
bagsanya yang plural dan multikultural yang berdasarkan Pancasila. Bhineka Tunggal
Ika merupakan konsep dasar pengembangan pendidikan pluralis yang ada di Indonesia.

BAB X

DEMOKRASI, KAPITALISME, DAN

PENDIDIKAN

A. PERKEMBANGAN DEMOKRASI

Kata “demokrasi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu democratia. Demos berarti
rakyat, dan kratos berarti pemerintahan. Makna demokrasi terus berkembang
sepanjang perjalanan sejarah negaranegara di dunia ini. Belakangan ini, demokrasi
cenderung dimaknai dalam konteks politik, yaitu bahwa kekuasaan tertinggi ada di
tagan rakyat, atau dengan kata lain pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat,
goverment of the people, by the people, for the people. Pelaksanaan demokrasi dalam
suatu negara akan memberikan berbagai dampak, seperti menghindari pemerintahan
tirani, menjamin hak-hak asasi manusia, mewujudkan kebebasan umum, menentukan
nasib sendiri, otonomi moral, menjaga kepentingan pribadi yang utama, mewujudkan
perdamaian, dan menciptakan kemakmuran warga negara. Di samping itu, demokrasi
juga akan memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk mewujudkan
partisipasi secara efektif, persamaan dalam memberikan suara, pemahaman yang
jernih, dan pengawasan terhadap program pemerintah.

B. DEMOKRASI PENDIDIKAN DI INDONESIA

Dasar-dasar penerapan demokrasi pendidikan di Indonesia sudah diletakkan dalam


tujuan pendidikan nasional. UndangUndang RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah:

23
“Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab”.

C. KAPITALISME DALAM PENDIDIKAN

Kapitalisme seringkali dianggap sebagai puncak kebebasan dalam ruang ekonomi.


Sistem ekonomi kapitalis yang sedang bekerja sekarang ini, secara teoretik didasarkan
pada kerjasama suka rela di antara semua pihak yang terlibat, dan diharapkan bisa
mewujudkan harmonisasi dari berbagai kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam teori kapitalisme, tidak adanya intervensi dari pemerintah atas pasar
memungkinkan terwujudnya kemakmuran. Kebebasan berproduksi, membeli, menjual,
dan berinvestasi akan memberikan kesempatan untuk menjadi kaya bagi semua agen
ekonomi jika setiap transaksi dilakukan secara bebas oleh dua pihak yang terlibat,
sehingga masing-masing mendapatkan keuntungan. Pada saat yang sama, perusahaan
yang bebas merupakan sebuah faktor penting untuk menciptakan keadilan jika setiap
orang memiliki kesempatan untuk memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk
berproduksi dan memasarkan produknya sehingga dua pihak utama yang terlibat tadi
menjadi semakin kaya.

BUKU 3

BAB I
SEJARAH LAHIRNYA FILSAFAT PENDIDIKAN

A. Hakikat Pendidikan

Pada dasarnya pengertian pendidikan (UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003) adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa
kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak
cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.

B. Sejarah Filsafat Pendidikan

Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan ( the mother of sciences ) yang
mampu menjawab segala pertanyaan dan permasalahaan. Mulai dari masalahmasalah
yang berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala
problematika dan
kehidupanya.

Filsafat mulai berkembang dan berubah fungsi, dari sebagai induk ilmu pengetahuan
menjadi semacam pendekatan perekat kembali sebagai ilmu pengetahuan yang telah

24
berkembang pesat dan terpisah satu dengan lainnya. Jadi, jelaslah bagi kita bahwa
filsafat berkembang sesuai perputaran zaman. Paling tidak, sejarah filsafat lama
membawa manusia untuk mengetahui cerita dalam katagori filsafat spiritualisme kuno.
Kira-kira 1200-1000 SM sudah terdapat cerita-cerita lahirnya Zarathusthra, dari
keluarga Sapitama, yang lahir di tepi sebuah sungai, yang ditolong oleh Ahura Mazda
dalam masa pemerintahan raja-raja Akhamania (550-530 SM). Timur jauh yang
termasuk dalam wilayah Timur jauh ialah Cina India dan jepang. Di India berkembang
filsafat Spiritualisme, Hinduisme, dan Buddhisme. Sedangkan di Jepang berkembang
Shintoisme. Begitu juga di Cina berkembang, Taoisme, dan Komfusianism.

Manfaat mempelajari filsafat ada bermacam-macam, namun sekurang-kurangnya ada 4


macam faedah, yaitu :

1. Agar terlatih berpikir serius


2. Agar mampu memahami filsafat
3. Agar mungkin menjadi filsafat
4. Agar menjadi warga negara yang baik

Berfilsafat ialah berusaha menemukan kebenaran tentang segala sesuatu dengan


menggunakan pemikiran secara serius. Plato menghendaki kepala negara seharusnya
filosuf. Belajar filsafat merupakan salah satu bentuk latihan untuk memperoleh
kemampuan memecahkan masalah secara serius, menemukan akar persoalan yang
terdalam, dan menemukan sebab terakhir satu penampakkan.

BAB II
SISTEMATIKA FILSAFAT
PENDIDIKAN

A. Ontologi Filsafat Pendidikan

Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau merupakan bagian dari
metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat. Obyek telaah ontologi
adalah yang ada tidak terikat pada satu perwujudan tertentu, ontologi membahas
tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap
kenyataan yang meliputi segala realitas
dalam semua bentuknya.

B. Epistemologi Filsafat Pendidikan

Terjadi perdebatan filosofis yang sengit di sekitar pengetahuan manusia, yang


menduduki pusat permasalahan di dalam filsafat, terutama filsafat modern.
Pengetahuan manusia adalah titik tolak kemajuan filsafat untuk membina filsafat yang
kukuh tentang semesta (universe) dan dunia. Maka sumber-sumber pemikiran manusia,

25
kriteria-kriteria, dan nilai-nilainya tidak ditetapkan, tidaklah mungkin melakukan studi
apa pun, bagaimanapun bentuknya.

Kajian epistemologi membahas tentang bagaimana proses mendapatkan ilmu


pengetahuan, hal-hal apakah yang harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan
yang benar, apa yang disebut kebenaran dan apa kriterianya.

C. Aksiologi Filsafat Pendidikan

Dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penemuan nuklir dapat


menimbulkan bencana perang, penemuan detektor dapat mengembangkan alat
pengintai kenyamanan orang lain, penemuan cara-cara licik ilmuan politik dapat
menimbulkan bencana bagi suatu bangsa, dan penemuan bayi tabung dapat
menimbulkan bancana bagi terancamnya perdaban perkawinan.

BAB III
ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN

A. Progresivisme

Dalam pandangan Progresivisme, manusia harus selalu maju (progress) bertindak


konstruktif, inovatif, reformatif, aktif dan dinamis. Sebab manusia mempunyai naluri
selalu menginginkan perubahan-perubahan.

B. Konstruktivisme

Salah satu tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor konstruktivisme adalah Jean
Piaget. Dia adalah seorang psikolog kelahiran Nauchatel Swiss pada tanggal 9 agustus
1896 di Swiss. Ayahnya, Athur Piaget, adalah seorang Profesor sastra abad pertengahan.
Tahun 1918 Jean Piaget mengambil program Doktor dalam bidang ilmu pengetahuan
alam di Universitas Neuchatel. Pada tahun 1921 Jean Piaget menjadi guru besar dalam
Psikologi dan Filsafat Ilmu. Tahun 1955 mendirikan International Center of Genetic
Epistimology, yaitu studi tentang bagaimana seorang anak memperoleh dan
memodifikasi ide-ide abstrak seperti ruang, waktu, gaya dan lainnya. Teori ini yang
sangat dikenal dengan teori perkembangan mental.

Selama hidupnya Jean Piaget telah menulis lebih dari 60 buku dan ratusan artikel.
Piaget meninggal di Janewa Swiss pada tanggal 16 September 1980. Konstruktivisme
yang dikembangkan Jean Piaget dalam bidang pendidikan dikenal dengan nama
kontruktivisme kognitif atau personal contructivisme. Jean Piaget menyakini bahwa
belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif
peserta didik. Aliran konstruktivisme adalah satu aliran filsafat yang menekankan
bahwa pengetahuan adalah kontruksi (bentukan). Pengetahuan bukanlah suatu tiruan
dari kenyataan (realitas), pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif
melalui kegiatan seseorang. Seseorang dapat membentuk skema, kategori, konsep dan
struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan. Proses pembentukan ini

26
berjalan terus menerus dan setiap kali akan mengadakan reorganisasi karena adanya
suatu pemahaman yang baru. Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif
tersendiri yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema adalah suatu struktur
mental atau kognitif yang memungkinkan seseorang secara intelektual beradaptasi dan
mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skema adalah hasil kesimpulan atau bentukan
mental, konstruksi hipotesis, seperti intelektual, kreativitas, kemampuan dan naluri.
Skema dapat terbentuk karena pengalaman, proses penyempurnaan skema melalui
proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah mengintegrasikan persepsi, konsep,
atau pengalaman baru ke dalam suatu pola yang sudah ada dalam pikiran, atau
penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah membentuk
skema baru yang sesuai dengan rangsangan baru, atau menyusun kembali struktur
pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat.
Asimilasi dan akomodasi terbentuk berkat pengalaman siswa.

BAB IV
PERANAN FILSAFAT
PENDIDIKAN

A. Konsep Ilmu Pendidikan

Lenzen meninjau ilmu dari segi morfologis atau bentuk substansinya, sebagai
pengetahuan sistematis yang dihasilkan dari kegiatan kritis yang tertuju pada
penemuan. Ditinjau dari substansi atau isinya, ilmu pendidikan merupakan sebuah
sistem pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset.

B. Peranan dalam Perencanaan Program Pendidikan

Filsafat termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk


memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi
ilmu pendidikan atau paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan
diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan
bentuk-bentuk dan gejala-gejala
kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data-data kependidikan yang ada dalam
suatu masyarakat tertentu.

C. Penerapan Filsafat Pendidikan di Sekolah

Sesuai yang tercantum dalam UU RI No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yaitu yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Usaha di sini
berarti kegiatan atau perbuatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk
mencapai suatu maksud. Sadar adalah insyaf, yakin, tahu, dan mengerti. Sedangkan
terencana adalah menyusun sistem dengan landasan tertentu untuk kemudian
27
dilaksanakan. Perencanaan pendidikan secara sengaja dan sungguh-sungguh ini
tentunya dilakukan oleh insan pendidikan yang mempunyai kewenangan dan tanggung
jawab menyeluruh terhadap keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan, khususnya
pendidikan di sekolah. Dan penerapan filsafat pendidikan di dalamnya merupakan
faktor yang ikut menentukan dan membantu para pelaku pendidikan tersebut.

BAB V
AKSIOLOGI FILSAFAT DAN
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

A. Aksiologis Sebagai Cabang Filsafat

Nilai-nilai kebenaran, keindahan, kebaikan, dan religius adalah nilai-nilai keluhuran


hidup manusia. Nilainilai keluhuran hidup manusia dibahas oleh cabang filsafat yang
disebut aksiologi. Aksiologi membahas tentang nilai secara teoretis yang mendasar dan
filsafati, yaitu membahas nilai sampai pada hakikatnya. Karena aksiologi membahas
tentang nilai secara filsafati, maka
juga disebut philosophy of value (filsafat nilai).

Hirarkhi Nilai

Nilai-nilai dalam kenyataannya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah.
Hirarkhi nilai dikelompokkan ke dalam empat tingkatan seperti berikut. Pertama,
nilainilai kenikmatan. Tingkatan nilai ini meliputi nilai-nilai kebendaan yang
mengenakkan secara jasmaniah dan menyebabkan orang senang.

Norma Moral

Nilai kebaikan manusia secara khusus dibahas dalam etika sehingga nilai
kebaikan sering disebut nilai etis. Nilai etis menjadi sumber nilai bagi penilaian baik
atau buruknya manusia sebagai manusia, bukan dalam hubungan dengan peran
tertentu, misalnya sebagai ilmuwan, seniman, atau pedagang.

B. Landasan Aksiologis Sistem Pendidikan Nasional

Nilai-nilai Budaya

Nilai sesungguhnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan. Para
ahli kebudayaan berpandangan bahwa membahas tentang kebudayaan harus
didasarkan pada petunjuk keyakinan tentang nilainilai kejiwaan, yaitu baik-buruk,
benar-salah, indah-jelek, dan suci-dosa. Nilai sebagai hasil konsep ukuran yang diyakini
seseorang atau kelompok masyarakat merupakan bagian dari kebudayaan. Konsep
ukuran tersebut tidaklah bebas dari penilaian.

BAB VI
FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM PROGRAM PENDIDIKAN KARAKTER

28
A. Filsafat Fungsi Pikiran

Pada hakikatnya manusia harus memilih antara baik dan buruk, salah dan benar,
suka dan tidak suka. Melalui pendidikan manusia dapat memilih yang sesuai dengan
fitrah dirinya yaitu benar atau kebenaran, bukan sekedar baik dan suka.

Ada 3 fungsi fikiran, yaitu :

 Fungsi Memenuhi Kebutuhan


 Fungsi Mempertahankan Diri
 Fungsi Menciptakan Nilai Hidup
B. Definisi Pendidikan Berkarakter

Pendidikan karakter merupakan gabungan dari dua kata, yaitu pendidikan dan
karakter. Kita ketahui bahwa pengertian pendidikan begitu banyak versi yang
menyebutkan. Salah satunya adalah Ki Hadjar Dewantara dalam Kongres Taman Siswa
yang pertama tahun 1930 mengatakan bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya
untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak; dalam Taman Siswa tidak
boleh dipisahkan bagianbagian itu agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup,
kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.
Sedangkan pada Undang undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.

C. Landasan Filsafat Tentang Pendidikan Karakter

Dalam filsafat kontemporer terdapat jenis aliran filsafat diantaranya aliran


progresivisme, esensialisme, perenialisme, eksistensialisme, dan rekonstruksialisme.

D. Pandangan Filsafat Pancasila dalam Pendidikan Karakter

Pembangunan karakter bangsa bertujuan untuk membina dan mengembangkan


karakter warga negara sehingga mampu mewujudkan masyarakat yang berKetuhanan
Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia,
berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

29
ANALISIS

KEKHASAN DAN KEMUTAHIRAN BUKU 1

Setelah saya membaca buku ini saya menyimpulkan bahwa di dalam buku ini
pembahasan pada setiap BAB nya fokus kepada pembahasan mengenai bagaimana yang
di katakan filsafat pendidikan perspektif Islam. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya
ayat atau dalil yang berkaitan dengan filsafat pendidikan.

KELEBIHAN DAN KELEMAHAN BUKU 1

Dilihat dari segi pembahasannya buku ini banyak mengutip pendapat para ahli
sehingga dapat lebih mudah dipahami. Buku ini juga banyak mengutip referensi bisa
dilihat dari footnote dan daftar pustakanya. Dilihat dari desain cover nya buku ini
sangat menarik dengan menggunakan warna yang pas dan menarik.

Kelemahan dari buku ini yaitu pada penulisannya ada beberapa yang ditulis
tebal, menurut saya seharusnya tidak diperlukan karena sulit membacanya.

KEKHASAN DAN KEMUTAHIRAN BUKU 2

Buku ini fokus membahasa bagaimana sejarah filsafat serta tokoh tokoh filsafat
yang terkemuka. Mengutip pemahamannya mengenai pendidikan filsafat yang telah di
jalankan dan diajarkan sendiri olehnya.

KELEBIHAN DAN KELEMAHAN BUKU 2

Buku ini banyak membahas tokoh tokoh filsafat. Pembahasannya sangat rinci
dengan penulisannya yang telah disesuaikan dengan EYD. Kelemahan buku ini banyak
menggunakan bahasa asing yang sulit dipahami.

KEKHASAN DAN KEMUTAHIRAN BUKU 3

Buku ini memfokuskan pembahasan kepada bagaimana pendidikan filsafat yang


terjadi dan bagaimana peran guru filsafat dalam pembelajarannya. Terdapat banyak
isttilah yang digunakan yang berhubungan dengan bagaimana perjalana filsafat itu
sendiri.

KELEBIHAN DAN KELEMAHAN BUKU 3

Kelebihan dari buku ini pada setiap bab nya memiliki tujuan pembelajaran yang
berhubungan dengan pembahasan yang terdapat pada bab tersebut. Buku ini banyak
mengutip istilah-istilah dan pendapat para ahli.Kelemahan dari buku ini banyak
menggunakan kalimat tanya yang membingungkan.

REKOMENDASI

30
Berdasarkan yang telah saya baca dari ketiga buku yang telah saya analisis
persamaan ketiga buku ini sama sama membahas tentang bagaimana yang dikatakan
dengan Filsafat Pendidikan Islam secara rinci dan jelas. Pembahasannya juga sangat
relevan dengan kehidupan pendidikan saat sekarang ini. Buku pertama dan ketiga
sangat cocok dibaca oleh mahasiswa dan orang awam untuk menambah wawasam
pengetahuannya tentang Filsafat pendidikan Islam. Namun, pada buku kedua menurut
saya sangat sukit dipahami jika tidak dibimbing oleh ahli filsafat hal ini dikarenakan
banyak istilah asing yang bagi orang awam sulit dimengerti dan apa bila dipaksa
memahaminya akan terjadi kesalah tanggapan.

KESIMPULAN

Menurut yang telah saya baca dari ketiga buku ini dapat saya simpulkan bahwa
Filsafat Pendidikan Islam adalah ilmu yang mempelajari bagimana hakikat pelasanaan
dan pendidikan. Mencakup bahan ajar, orang yang diajar, media belajar serta orang
yang mengajar. Dengan memperhatikan latar belakang, tujuan, cara, hasil dan hakikat
pendidikan itu sendiri. Dengan menganilisis secara kritis struktur dan manfaat
pendidikan dengan tetap berpegang teguh pada Al Qur’an dan Hadits.

31

Anda mungkin juga menyukai