Skor Nilai:
NIM : 7212141002
Fakultas Ekonomi
2021
KATA PENGANTAR
1
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat berangkaikan salam
semoga Allah Swt selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua.
Berkat rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan Critical Book Review ini.
Adapun tujuan dari penulisan dari CBR ini adalah untuk memenuhi tugas dari
pada mata kuliah Filsafat Pendidikan. Selain itu, CBR ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Filsafat pendidikan untuk para pembaca dan juga bagi
penulis.
Saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak Sugianto, S.Ag. M.Ag sebagai
Dosen pengampu yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang yang saya tekuni. Saya juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan CBR ini.
Saya menyadari bahwa CBR ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan yang
menyebabkan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi
kesempurnaan CBR ini.Semoga CBR ini memberikan informasi bagi mahasiswa dan
bermanfaat utuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
1) Identitas Reviewer
Nama : Anggi Emalia Putri
Nim : 7212141002
2
Semester/jurusan : I/Pendidikan Ekonomi
2) Indentitas Buku
Cetakan : Ke-2
ISBN : 978-602-60046-2-8
Cetakan : pertama
ISBN : 978-602-0850-25-2
Cetakan : pertama
ISBN : 978-623-7169-27-7
3) Ringkasan Buku
Buku 1
3
BAB I
Secara etimologis filsafat berasal dari Bahasa Yunani yaitu kata philein (mencintai)
atau philia (cinta) atau philos (sahabat, kekasih) dan sophia (kebijaksanaan, kearifan).
Makna kearifan melebihi pengetahuan, karena kearifan mengharuskan adanya
pengetahuan dan dalam kearifan terdapat ketajaman dan kedalaman.
Secara terminiologis kata filsafat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada,
sebab, asal dan hukumnya.Sementara itu, falsafah berarti anggapan, gagasan dan sikap
batin yang paling dasar yang dimiliki oleh orang atau masyarakat.
Selanjutnya secara etimologis kata pendidikan bersal dari bahasa Yunani yaitu
“pedagogi”. Kata “Pedagogi”, berasal dari kata “paid” yang artinya anak dan “agogos”
yang artinya membimbing. dalam Bahasa Jerman, kata pendidkan berasal dari kata
“Erziehung” yang setara dengan “educare”, yang berarti membangkitkan kekuatan
terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi anak. Sedangkan daam Bahasa Jawa,
kata pendidikan berasal dari kata “panggulawentah” (pengolahan) yang berarti
mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak,
mengubah kepribadian sang anak.Dalam bahasa Indonesia kata pendidikan berasal dari
kata didik (mendidik), yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran,
pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Selanjutnya dalam bahasa arab
istilah pendidikan sering diterjemahkan dengan “Tarbiyah” yang berarti pendidikan.
Selanjutnya kata Islam secara etimologi berasal dari bahasa Arab "aslama-yuslimu-
islaman" yang secara kebahasaan berarti "menyelamatkan", misal teks "assalamu
alaikum" yang berarti "semoga keselamatan menyertai kalian semuanya". Islam atau
Islaman adalah masdar (kata benda) sebagai bahasa penunjuk dari fi'il (kata kerja),
4
yaitu "aslama" bermakna telah selamat (kala lampau) dan "yuslimu" bermakna
"menyelamatkan" (past continous tense)
Secara terminiologi Islam berarti agama yang didasarkan pada lima pilar utama,
yaitu mengucapkan dua kalimah syahadat, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat,
berpuasa di bulan Ramadhan, dan melaksanakan ibadah haji bagi yang sudah mampu.
Bila dilihat dari fungsinya, maka filsafat pendidikan Islam merupakan pemikiran
mendasar yang melandasi dan mengarahkan proses pelaksanaan pendidikan Islam.
Oleh karana itu filsafat ini juga memberikan gambaran tentang sampai dimana proses
tersebut direncanakan dan dalam ruang lingkup serta dimensi bagaimana proses
tersebut dilaksanakan.
5
BAB II
Hakikat Manusia dan Implikasinya Terhadap Pendidikan dalam Islam
A. Hakikat Penciptaan Manusia
Dalam Islam, hakekat manusia adalah perpaduan antara badan dan ruh.
Keduanya masing-masing merupakan substansi yang berdiri sendiri dan tidak saling
bergantung satu sama lain. Islam secara tegas mengatakan bahwa kedua substansi
tersebut adalah substansi alam, sedangkan alam adalah makhluk, maka keduanya juga
makhluk yang diciptakan oleh Allah Swt. Hal ini dapat dilihat dari ayat Alquran surat Al-
Mukminun : 12-14 yang menggambarkan sebuah proses kejadian manusia.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah Swt. Yang diciptakan dalam bentuk yang
sebaik-baiknya. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam : QS.At-Tin ayat 4 dan QS. Al-
Isra: 20. Semua mahluk hidup mempunyai masa hidup yang terbatas. Mekanisme yang
dengannya Allah menjadikan mahlukmahluk ini tetap hidup diatas bumi adalah
reproduksi, dimana dengan reproduksi ini dihasilkan generasi baru dari jenis yang
sama. Hal ini juga telah dijelaskan dalam beberapa ayat AlQur‟an bahwa manusia
diciptakan dalam beberapa tingkatan, diantaranya: Q.S. Al-Hajj ayat 5, Q.S. Al-Mu‟minun
ayat 12-14, Q.S. Al-Mu‟min ayat 67, Q.S. Al-Qiyamah (75) ayat 37dan lainnya.
Dari paran di atas serta dengan mengungkap ayat-ayat Alquran dan hadis
Rasulallah saw. Maka dapat disimpulkan beberapa fase penciptaan manusia: Pertama,
Fase Tanah. Dalam Q.S Al-Mukminun ayat 12, Kedua, Fase Nutfah,dalam Q.S. Al-
Qiyamah ayat 37. Ketiga, Fase Alaqoh. Keempat, Fase Mudghah. Kelima, Fase
Tulang dan Daging. Keenam, Fase Penciptaan Makhluk yang berbentuk lain.
Ketujuh, Masa Kanak-kanak. Kedelapan, Masa Dewasa. Kesembilan, Masa Tua.
Dalam diri manusia terdapat potensi yang positif dan juga negatif. Adapun
potensi atau segi positifnya antara lain adalah:
Sedangkan dari segi negatifnya, Alquran telah menyatakan dalam beberapa ayat
yaitu bahwa manusia itu keji dan bodoh. Adapun ayat tersebut antara lain terdapat
dalam Q.S. Al-Ahzab : 72.
6
D. Kedudukan Manusia di Alam Semesta
Fitrah manusia dan implikasinya dalam pendidikan dapat dijelaskan lebih lanjut
dengan pemberian stimulus dan pendidikan demokratis. Manusia ditinjau dari segi
fisik-biologis mungkin boleh dikatakan sudah selesai, “Physically and biologically is
finished”, tetapi dari segi rohani, spiritual dan moral memang belum selesai, “morally is
unfinished”. Manusia tidak dapat dipandang sebagai makhluk yang reaktif, melainkan
responsif, sehingga ia menjadi makhluk yang responsible (bertanggung jawab). Oleh
karena itu pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan yang memberikan stimulus
dan dilaksanakan secara demokratis.
BAB III
Ada tiga term untuk menyebutkan kata pendidikan dalam Islam, yaitu kata
tarbiyah, berasal dari kata kerja rabba. Di samping kata rabba terdapat pula ada juga
kata talim, berasal dari kata kerja allama. Selain itu, ada kata ta‟dib, berasal dari kata
addaba. Ketiga istilah tersebut akan dibahas secara ringkas satu persatu sebagai
berikut: Pertama, Tarbiyah. Kata tarbiyah merupakan bentuk mashdar dari rabba
yurabbiy tarbiyatan. Kedua, Ta`lim. Kata allama mengandung pengertian memberi tahu
atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan kepribadian, karena
sedikit sekali kemungkinan membina kepribadian Nabi Adam as. Ketiga, Ta‟dib.
Muhammad Nadi al-Badri, sebagaimana dikutip oleh Ramayulis, mengemukakan bahwa
pada zaman klasik, orang hanya mengenal kata ta„dib untuk menunjukkan kegiatan
pendidikan.
7
Pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi makan”
(opvoeding) kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga
sering diartikan dengan “ menumbuhkan” kemampuan dasar manusia.118 Jadi,
Pendidikan Islam berarti sistem pendidikan yang memberikan kemampuan sseseorang
untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah
menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya, dengan kata lain pendidikan Islam
adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang
dibutuhkan oleh hamba Allah sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh
aspek kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi.
Alquran dan Sunnah, karena memberikan prinsip yang penting bagi pendidikan
yaitu penghormatan kepada akal dan kewajiban menuntut ilmu.
Nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam
atas prinsip mendatangkan kemanfaatan dan menjauhkan kemudharatan bagi
manusia.
Warisan pemikiran Islam, yang merupakan refleksi terhadap ajaran-ajaran
pokok Islam.
Visi pendidikan Islam yang sejalan dengan visi ajaran Islam yang bertumpu pada
terwujudnya kasih sayang pada semua makhluk ciptaan Tuhan, ternyata memiliki
jangkauan pengertian yang amat luas. Yaitu sebuah kasih sayang yang tulus dan
menjangkau pada seluruh asperk kehidupan manusia dan digunakan dalam berbagai
aktivitas kehidupan.Misi Pendidikan Islam juga erat kaitannya dengan misi ajaran Islam
yaitu adanya upaya memperjuangkan, menegaskan, melindungi, mengembangkan,
menyantuni, dan membimbing tercapainya tujuan keadilan agama bagi manusia.
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam,
yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya,
dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat.
8
BAB IV
Pendidik adalah bapak rohani begi peserta didik yang memberikan ilmu,
pembinaan akhlaq mulia, dan memperbaiki akhlaq yang kurang baik.
4. Fungsi Pendidik
Untuk menjadi orang yang pantas ditaati dan diikutu, tidaklah salah apabila
sebagai guru menengok kembali apa yang telah diungkapkan al-Zarnuji bahwa “Wa
amma ikhtiyâru al-ustâdzi fayambaghî an yakhtâra al-„alam wa al-aura‟a wa al-asanna
kamâ ikhtâra Abu Hanifah hînaidzin Hamad bin Abi Sulaiman ba‟da alta‟ammuli wa al-
tafakkuri.183 “Sebaiknya dalam memilih guru, pilihlah orang yang lebih alim, wara‟,
dan lebih tua usianya, sebagaimana Abu Hanifah di masa belajarnya memilih Syaekh
Hamad bin Abi Sulaiman sebagai gurunya setelah beliau benarbenar merenung dan
berpikir”.
9
Secara etimologi peserta didik dalam bahasa arab disebut dengan Tilmidz
jamaknya adalah Talamidz, yang artinya adalah “murid”, maksudnya adalah “orang-
orang yang mengingini pendidikan”. Dalam bahasa arab dikenal juga dengan istilah
Thalib, jamaknya adalah Thullab, yang artinya adalah “mencari”, maksudnya adalah
“orang-orang yang mencari ilmu”.
10
Prinsip keterkaitan dengan bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan
pelajar, dengan lingkungan sekitar baik fisik maupun social.
Prinsip fleksibelitas
Prinsip memperhatikan perbedaan individu
Prinsip pertautan antara mata pelajaran dengan aktifitas fisik yang
tercakup dalam kurikulum pendidikan Islam
Menurut fungsinya:
11
a. Metode ceramah
b. Metode diskusi
c. Metode Tanya Jawab
d. Metode Demonstrasi dan Eksperimen
e. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
f. Metode resitasi
g. Metode kerja kelompok
h. Metode Sosio-Drama dan Bermain Peranan
i. Metode Karya Wisata
j. Metode Drill
E. Alat/Media Perspektif Filsafat Pendidikan Islam
1. Pengertian Alat/ Media Pendidikan Islam
Alat pendidikan merupakan suatu perangkat atau media yang digunakan dalam
proses pendidikan khususnya dalam pembelajaran kepada anak didik/siswa.
Sedangkan pengertian media pendidikan sendiri secara keseluruhan memiliki arti yaitu
segala bentuk yang dijadikan sebagai perantara dalam proses komunikasi dengan
tujuan menyalurkan informasi antara guru dan siswa.
Kedudukan evaluasi dalam proses kegiatan juga memiliki kedudukan yang sama
pentingnya, karena evaluasi merupakan bagian integral dari proses kegiatan secara
keseluruhan
Evaluasi pendidikan memiliki kedudukan yang amat strategis, karena hasil dari
kegiatan evaluasi dapat digunakan sebagai input untuk melakukan perbaikan kegiatan
pendidikan.
12
BAB V
Secara etimologi, hukuman berarti siksa dan sebagainya, yang dikenakan kepada
orang yang melanggar undang-undang dan sebagainya. Sedangkan ganjaran yaitu
perlakuan menyenangkan yang diterima seseorang sebagai konsekuensi logis dari
perbuatan baik („amal al-shalih) atau prestasi terbaik yang berhasil ditampilkan
atau diraihnya.
Istilah ganjaran dan hukuman sudah lama dikenal manusia, lantaran hal itu pada
awalnya bukanlah ciptaan manusia, dan memang sudah ada sejak manusia pertama
Adam as lahir ke
dunia yang fana ini.
Beberapa ganjaran yang dapat diberikan kepada peserta didik, diantaranya: 1).
Pujian yang baik (memberi kata- kata yang menggembirakan); 2). Berdo‟a; 3). Menepuk
pundak; 4). Memberi pesan; 5). Menjadi pendengar yang baik; 6). Mencium buah hati
dengan penuh cinta dan kasih sayang;3087). Ganjaran dapat juga berupa benda yang
menyenangkan dan berguna bagi anak-anak seperti : pensil, buku tulis, makanan ringan,
permainan dan lain sebagainya.
13
BAB VI
Lingkungan pendidikan Islam adalah semua peristiwa yang terjadi pada anak didik
dalam kehidupannya, dan peristiwa tersebut dapat disebabkan oleh segala yang tampak
dari alam fisik baik dari makhluk hidup, makhluk tak hidup atau benda mati.
1. Lingkungan Keluarga
2. Lingkungan Sekolah/Madrasah
3. Lingkungan Masyarakat
BAB VII
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah cukup lama tinggal di suatu
tempat atau didaerah tertentu dengan mempunyai aturan tertentu tentang tata cara
hidup mereka menuju satu tujuan yang sama dengan menghasilkan sebuah kebudayaan.
Masyarakat Islami adalah masyarakat terbuka yang menjungjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan dan kehidupan secara universal, tanpa memandang asal usul suku bangsa
dan perbedaan agama, serta menjadi nilainilai Islam sebagai landasan hidupnya.
14
B. Dasar Pembentukan Masyarakat Islam
1. Persaudaraan
2. Kasih Sayang
3. Persamaan
4. Kekebasan
5. Keadilan Sosial
C. Karakteristik Masyarakat Islam
Karakteristik umum masyarakat Islam, terdapat dalam surah ali Imran: 110
Pendidikan adalah aktifitas khas masyarakat. Ia hanya ada dan berlangsung dalam
lingkungan masyarakat manusia. Di satu sisi, pendidikan merupakan yang secara
inheren telah melekat dalam tugas kemanusiaan manusia. Di sisi lain, pendidikan juga
merupakan sarana atau instrument untuk membentuk dan mewujudkan tatanan
masyarakat ideal yang di cita-citakan Islam. Karenanya, masyarakat tidak bisa
dipisahkan, dan sebaliknya, pendidikan juga tidak bisa di pisahkan dari masyarakat.
BUKU 2
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
FILSAFAT DAN PENDIDIKAN
A. FILSAFAT
1. Pengertian dan Tugas Filsafat
15
2. Cabang-cabang Filsafat
a. Logika
b. Ontologi
c. Epistimologi
d. Etika
e. Estetika
B. PENDIDIKAN
Sosok pendidikan itu bisa dikatakan sangat kompleks, terkait dengan berbagai aspek
kehidupan dan kepentingan-kepentingan. Pendidikan pada hakikatnya merupakan
pencerminan dari kondisi negara, juga pencerminan dari ambisiambisi para pemimpin
dan kekuatan-kekuatan sosial-politik yang sedang berkuasa. Dengan sendirinya
pendidikan juga merupakan refleksi dari orde penguasa yang ada.
C. FILSAFAT PENDIDIKAN
1. Hubungan antara Filsafat dan Pendidikan
2. Filsafat Pendidikan
BAB III
FUNGSI PENDIDIKAN
Pendidikan harus selalu berhubungan dengan apa yang menjadi kebutuhan dan
tuntutan budaya sekarang, dan bahkan harus berperan aktif dalam membentuk budaya
masa depan. Dan ini tentunya harus didukung dengan kebijakan-kebijakan publik yang
seirama dengan peran kreatif pendidikan itu sendiri. Ide bahwa pendidikan itu
mempunyai peran kreatif-konstruktif dalam pembentukan masyarakat berakar dari
tradisi Amerika. Secara implisit ide ini telah terekspresikan dalam keyakinan publik di
mana pendidikan itu memiliki kekuatan konstruktif dalam hubungannya dengan
problem-problem budaya. Pendidikan menjadi suatu proses sosial, alat yang sangat
efektif dan utama dalam rekonstruksi sosial.
16
Pencabangan dua dari pemikiran filosofis John Dewey mem-berikan aksentuasi
pada pengembangan individu sebagai fungsi utama pendidikan. Sebagian besar energi
dari gerakan pendidikan progresif dicurahkan kepada peran kreatif pendidikan dalam
masyarakat dengan menitikberatkan pada pengembangan individu yang kreatif. Titik
pandang ini telah diimplementasikan dengan memusatkan usaha-usaha pendidikan
pada pengembangan semua kekuatan individual, khususnya pada imajinasinya yang
kreatif, kebebasan, independensi,kemandirian dalam meneliti, dan kekuatan-kekuatan
fisik dan emosinya.
BAB IV
PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF
POSITIVISME
A. PENDAHULUAN
Positivisme mulai berpengaruh dalam filsafat pendidikan pada awal tahun 1950.
Karya Charles D. Hardie, Truth and Fallacy in Educational Theory, yang diterbitkan
tahun 1942 menjadi karya yang populer pada waktu itu. Kemudian diikuti oleh karya D.
J. O’Connor, An Introduction to the Philosophy of Education. Kedua penulis ini mengkritisi
teori-teori pendidikan yang ada sebagai sesuatu yang tidak jelas, tidak ilmiah, hanya
sekedar ekspresi gagasan. Mereka menganjurkan para filosof pendidikan untuk
menganalisis bahasa dan konsep-konsep dalam tradisi para positivis. Mereka
merekomendasikan agar penelitian kependidikan dilakukan secara ilmiah.
17
BAB V
PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF
FENOMENOLOGI
A. PENDAHULUAN
C. THE LIFEWORLD
Sebagai tokoh fenomenologi, Husserl memiliki titik tolak metodis dalam menangkap
suatu objek pengertian atau konsep. Dalam hal ini, ada tiga macam reduksi yaitu;
reduksi fenomenologis, reduksi eidetis, dan reduksi transendental.
Salah satu dari lifeworld adalah dunia pendidikan yang biasa kita lihat, kita alami,
dan kita pikirkan eksistensi dan esensinya sepanjang kehidupan manusia. Kita lalu
18
memikirkan fenomena tentang guru. Bagaimana dia menyampaikan materinya.
Menangkap keinginan murid, menjawab pertanyaan, mendisiplinkan murid, menilainya,
dan sebagainya. Biarkan pengajarannya sebagai pengalaman pertama kita. Kemudian,
kita amati guru lain yang berbeda dengan yang pertama dalam berbagai hal, sikap,
materi yang diajarkan, umur, jenis kelamin, metode mengajar, pengetahuan, dan
sebagainya. Kita mencoba menandai ciri-ciri umum dari masing-masing pengajarannya.
Sekarang kita masukkan pemikiran yang lain. Kita hayalkan halhal tentang orang tua,
para politikus, pedagang, muballigh, ulama, pendeta, pengamat politik dan budayawan.
BAB VI
PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF
STRUKTURALISME
Munculnya strukturalisme sebagai salah satu aliran filsafat, pada aspek tertentu
turut memperkaya khazanah pemikiran filosofis dewasa ini. Namun, pada sisi lain,
kemunculannya menjadi “tantangan” bagi aliran-aliran filsafat lainnya, seperti
fenomenologi, eksistensialisme, dan historisisme, bahkan bisa menafikan apa yang
disebut humanisme yang seharusnya tetap melekat pada diri manusia.
Dalam dunia pendidikan, prinsip-prinsip dasar strukturalime ini telah dengan baik
digunakan oleh tokoh-tokoh pendidikan seperti Piaget, Chomsky, dan Kohlberg. Dari
pandangan-pandangan segar yang mereka kemukakan ini melahirkan teori-teori
tentang perkembangan intelektual, struktur pikiran, dan teori perkembangan
pemikiran moral beserta implikasi dan konsekuensinya dalam pendidikan, khususnya
dalam proses belajar-mengajar.
Namun demikian, apa yang mereka gagas ini, dalam terapannya menjadi sangat
individualistik, kurang memperhatikan aspek sosial murid. Gambaran ini bisa dilihat
pada kerangka proses belajar-mengajar yang dibangun oleh Piaget. Demikian juga,
karena struktur ini lebih dikaitkan dengan pikiran, maka aspek emosional anak kurang
mendapat perhatian yang memadai.
BAB VII
PENDIDIKAN ESENSIALISME
A. ANTESEDENS
19
Aliran filsafat esensialisme dibangun oleh dua corak aliran, idealisme dan
realisme secara eklektik. Artinya kedua aliran pendukung ini bertemu tetapi tidak lebur
menjadi satu, tidak melepaskan sifat utama masing-masing.
B. PANDANGAN ONTOLOGIS
C. PANDANGAN EPISTEMOLOGIS
D. PANDANGAN AXIOLOGIS
20
2. John Locke (1632-1704)
Prinsip dasar pendidikan dalam pemikiran Rousseau adalah bahwa pendidikan anak
harus menyesuaikan dengan alam dan kebutuhan-kebutuhan individual anak.
Dorongan-dorongan tabiatnya tidak boleh ditekan. Ia juga menandaskan bahwa anak
dilahirkan pada dasarnya baik, dan seandainya ia berperangai jahat (jelek) itu hanya
disebabkan oleh orang dewasa yang salah membimbingnya melalui disiplin yang keras
dan contoh yang jelak.
Bertolak dari pemikiran Locke yang menekankan tipe pendidikan secara disipliner,
di mana anak dikembangkan dengan konsep a sound body in a sound mind dengan
melalui indera persepsi, diberi materi-materi yang bermanfaat dan kebiasaan-
kebiasaan moral yang baik, demikian juga pandangan Rousseau yang menekankan pada
tipe pendidikan naturalistik, di mana anak dikembangkan kekuatan fisik dan mentalnya
melalui persentuhan-persentuhan dengan alam dan ekspresi bebas jiwanya, maka
Pestalozzi berusaha mengkombinasikan kedua tipe pendidikan tersebut dalam teori
dan praktik pendidikannya. Ia menandaskan bahwa anak tidak hanya membutuhkan
sentuhan-sentuhan dengan alam dan ekspresi bebas diri dorongan-dorongan jiwanya,
tetapi juga memerlukan bimbingan dalam persentuhannya dengan alam, dalam
mengobservasi sesuatu, dan dalam menganalisis serta menyimpulkan sesuatu
berkenaan dengan pengalamannya.
5. G W F Hegel (1770-1831)
BAB VIII
JOHN DEWEY, INSTRUMENTALISME,
DAN PENDIDIKAN PROGRESIF
21
A. PENDIDIKAN DAN KARIER JOHN DEWEY
John Dewey lahir pada tahun 1859 di Burlington, Vermont, negara bagian Amerika
Serikat. Pada masa mudanya ia dikenal sebagai seorang yang pemalu, senang membaca
buku dan termasuk mahasiswa yang pandai, namun tidak brilian. Ia masuk Universitas
Vermont pada tahun 1875. Walaupun sejak awal ia tertarik pada filsafat dan pemikiran
sosial, ia tidak memastikan karir masa depannya dalam bidang itu.1 Setelah lulus dari
Universitas Vermont pada tahun 1879, ia menghabiskan waktu selama tiga tahun untuk
mengajar di beberapa sekolah di Penusylvania dan Vermont. Selama masa tersebut
beberapa artikelnya mengenai filsafat diterbitkan dalam Journal of Speculative
Philosophy.
Pada tahun 1882, ia melanjutkan studinya pada Universitas John Hopkins, dan
menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1884 dengan memperoleh gelar Ph.D. Dan
disertasinya berkenaan denganPsikologi Kant.3 Setelah itu, ia mengabdikan diri pada
berbagai perguruan tinggi di Amerika, di antaranya di Universitas Michigan dan
Universitas Minnesota. Pada tahun 1894, ia dipercaya sebagai pimpinan Departemen
Filsafat pada Universitas Chicago. Di sini, pada tahun 1896, ia mendirikan Laboratory
School.4 Pada tahun 1904, ia pindah ke Universitas Columbia dan menjadi Profesor
dalam bidang filsafat. Di tempat ini, ia mendapat penghormatan tinggi atas reputasinya,
baik nasional maupun internasional, yaitu sebagai pakar filsafat, pendidik, penulis, dan
pemerhati sekaligus praktisi masalah-masalah kemasyarakatan.5 Selain memberikan
kuliah di negaranya sendiri, Dewey juga pernah menyampaikan ceramah-ceramah dan
kuliahnya di negaranegara lain, seperti Tokyo, Peking, dan Nanking dari tahun 1919
sampai tahun 1921. Ia juga mengadakan survey pendidikan di Turki, Meksiko, dan
Rusia. Ia meninggal pada tanggal 1 Juni 1952 di New York.6 Sebagai seorang tokoh yang
sangat produktif, Dewey selama hayatnya telah banyak menulis buku yang sampai
sekarang masih dijadikan rujukan oleh sementara pengikut-pengikutnya. Bukubuku
yang merupakan buah penanya menurut catatan Coplestons adalah: Psychology (1887),
Outlines of Critical Theory of Ethics (1891), The Study of Ethics: Syllabus (1894), My
Pedagogic Creed (1897), The School and Society (1900), Studies in Logical Theory (1903),
Logical Condition of a Scientific Treatment of Morality (1903), Ethics (1908), How We
Think (1910), The Influence of Darwin and Other Essay in Contemporary Thought (1910),
School of Tomorrow (1913), Democracy and Education (1916), Essay in Experimental
Logic (1916), Reconstruction in Philosophy (1920), Human Nature and Conduct (1922),
Experience and Nature (1925), The Quest for
Certainty (1929), Art and Experience (1934), A Common Faith (1934), Experience and
Education (1935), Logic: The Theory of Inquiry (1938), Theory of Valuation (1939),
Education Today (1940), Problema of Man (1946), Knowing and The Known (1949).
BAB IX
PLURALISME DALAM PENDIDIKAN
22
Pluralisme berasal dari bahasa Inggris yang berarti “jamak”; dalam konteks ini tidak
menunjukkan arti tunggal, melainkan lebih dari satu, sehingga bisa dipahami bahwa
pluralisme merupakan sebuah paham yang mengakui adanya keanekaragaman budaya,
agama, politik, ideologi, pendidikan, dan sosial, sehingga masyarakat merasa bahwa
dirinya adalah bagian masayarakat yang majemuk.8 Oleh karena itu, keberadaan
manusia dengan yang lainnya akan berbeda dalam pemikiran, kehidupan sosial,
ekonomi, budaya, politik dan kondisi geografisnya.
Melihat tujuan dan fungsi pendidikan nasional di atas terlihat secara implisit bahwa
pendidikan tidak hanya pada pengembangan ilmu pengetahun saja, tetapi juga
memberikan pemahaman terhadap setiap warga Negara untuk memahami peradaban
bagsanya yang plural dan multikultural yang berdasarkan Pancasila. Bhineka Tunggal
Ika merupakan konsep dasar pengembangan pendidikan pluralis yang ada di Indonesia.
BAB X
PENDIDIKAN
A. PERKEMBANGAN DEMOKRASI
Kata “demokrasi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu democratia. Demos berarti
rakyat, dan kratos berarti pemerintahan. Makna demokrasi terus berkembang
sepanjang perjalanan sejarah negaranegara di dunia ini. Belakangan ini, demokrasi
cenderung dimaknai dalam konteks politik, yaitu bahwa kekuasaan tertinggi ada di
tagan rakyat, atau dengan kata lain pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat,
goverment of the people, by the people, for the people. Pelaksanaan demokrasi dalam
suatu negara akan memberikan berbagai dampak, seperti menghindari pemerintahan
tirani, menjamin hak-hak asasi manusia, mewujudkan kebebasan umum, menentukan
nasib sendiri, otonomi moral, menjaga kepentingan pribadi yang utama, mewujudkan
perdamaian, dan menciptakan kemakmuran warga negara. Di samping itu, demokrasi
juga akan memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk mewujudkan
partisipasi secara efektif, persamaan dalam memberikan suara, pemahaman yang
jernih, dan pengawasan terhadap program pemerintah.
23
“Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab”.
BUKU 3
BAB I
SEJARAH LAHIRNYA FILSAFAT PENDIDIKAN
A. Hakikat Pendidikan
Pada dasarnya pengertian pendidikan (UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003) adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa
kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak
cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.
Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan ( the mother of sciences ) yang
mampu menjawab segala pertanyaan dan permasalahaan. Mulai dari masalahmasalah
yang berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala
problematika dan
kehidupanya.
Filsafat mulai berkembang dan berubah fungsi, dari sebagai induk ilmu pengetahuan
menjadi semacam pendekatan perekat kembali sebagai ilmu pengetahuan yang telah
24
berkembang pesat dan terpisah satu dengan lainnya. Jadi, jelaslah bagi kita bahwa
filsafat berkembang sesuai perputaran zaman. Paling tidak, sejarah filsafat lama
membawa manusia untuk mengetahui cerita dalam katagori filsafat spiritualisme kuno.
Kira-kira 1200-1000 SM sudah terdapat cerita-cerita lahirnya Zarathusthra, dari
keluarga Sapitama, yang lahir di tepi sebuah sungai, yang ditolong oleh Ahura Mazda
dalam masa pemerintahan raja-raja Akhamania (550-530 SM). Timur jauh yang
termasuk dalam wilayah Timur jauh ialah Cina India dan jepang. Di India berkembang
filsafat Spiritualisme, Hinduisme, dan Buddhisme. Sedangkan di Jepang berkembang
Shintoisme. Begitu juga di Cina berkembang, Taoisme, dan Komfusianism.
BAB II
SISTEMATIKA FILSAFAT
PENDIDIKAN
Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau merupakan bagian dari
metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat. Obyek telaah ontologi
adalah yang ada tidak terikat pada satu perwujudan tertentu, ontologi membahas
tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap
kenyataan yang meliputi segala realitas
dalam semua bentuknya.
25
kriteria-kriteria, dan nilai-nilainya tidak ditetapkan, tidaklah mungkin melakukan studi
apa pun, bagaimanapun bentuknya.
BAB III
ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN
A. Progresivisme
B. Konstruktivisme
Salah satu tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor konstruktivisme adalah Jean
Piaget. Dia adalah seorang psikolog kelahiran Nauchatel Swiss pada tanggal 9 agustus
1896 di Swiss. Ayahnya, Athur Piaget, adalah seorang Profesor sastra abad pertengahan.
Tahun 1918 Jean Piaget mengambil program Doktor dalam bidang ilmu pengetahuan
alam di Universitas Neuchatel. Pada tahun 1921 Jean Piaget menjadi guru besar dalam
Psikologi dan Filsafat Ilmu. Tahun 1955 mendirikan International Center of Genetic
Epistimology, yaitu studi tentang bagaimana seorang anak memperoleh dan
memodifikasi ide-ide abstrak seperti ruang, waktu, gaya dan lainnya. Teori ini yang
sangat dikenal dengan teori perkembangan mental.
Selama hidupnya Jean Piaget telah menulis lebih dari 60 buku dan ratusan artikel.
Piaget meninggal di Janewa Swiss pada tanggal 16 September 1980. Konstruktivisme
yang dikembangkan Jean Piaget dalam bidang pendidikan dikenal dengan nama
kontruktivisme kognitif atau personal contructivisme. Jean Piaget menyakini bahwa
belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif
peserta didik. Aliran konstruktivisme adalah satu aliran filsafat yang menekankan
bahwa pengetahuan adalah kontruksi (bentukan). Pengetahuan bukanlah suatu tiruan
dari kenyataan (realitas), pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif
melalui kegiatan seseorang. Seseorang dapat membentuk skema, kategori, konsep dan
struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan. Proses pembentukan ini
26
berjalan terus menerus dan setiap kali akan mengadakan reorganisasi karena adanya
suatu pemahaman yang baru. Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif
tersendiri yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema adalah suatu struktur
mental atau kognitif yang memungkinkan seseorang secara intelektual beradaptasi dan
mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skema adalah hasil kesimpulan atau bentukan
mental, konstruksi hipotesis, seperti intelektual, kreativitas, kemampuan dan naluri.
Skema dapat terbentuk karena pengalaman, proses penyempurnaan skema melalui
proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah mengintegrasikan persepsi, konsep,
atau pengalaman baru ke dalam suatu pola yang sudah ada dalam pikiran, atau
penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah membentuk
skema baru yang sesuai dengan rangsangan baru, atau menyusun kembali struktur
pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat.
Asimilasi dan akomodasi terbentuk berkat pengalaman siswa.
BAB IV
PERANAN FILSAFAT
PENDIDIKAN
Lenzen meninjau ilmu dari segi morfologis atau bentuk substansinya, sebagai
pengetahuan sistematis yang dihasilkan dari kegiatan kritis yang tertuju pada
penemuan. Ditinjau dari substansi atau isinya, ilmu pendidikan merupakan sebuah
sistem pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset.
Sesuai yang tercantum dalam UU RI No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yaitu yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Usaha di sini
berarti kegiatan atau perbuatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk
mencapai suatu maksud. Sadar adalah insyaf, yakin, tahu, dan mengerti. Sedangkan
terencana adalah menyusun sistem dengan landasan tertentu untuk kemudian
27
dilaksanakan. Perencanaan pendidikan secara sengaja dan sungguh-sungguh ini
tentunya dilakukan oleh insan pendidikan yang mempunyai kewenangan dan tanggung
jawab menyeluruh terhadap keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan, khususnya
pendidikan di sekolah. Dan penerapan filsafat pendidikan di dalamnya merupakan
faktor yang ikut menentukan dan membantu para pelaku pendidikan tersebut.
BAB V
AKSIOLOGI FILSAFAT DAN
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Hirarkhi Nilai
Nilai-nilai dalam kenyataannya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah.
Hirarkhi nilai dikelompokkan ke dalam empat tingkatan seperti berikut. Pertama,
nilainilai kenikmatan. Tingkatan nilai ini meliputi nilai-nilai kebendaan yang
mengenakkan secara jasmaniah dan menyebabkan orang senang.
Norma Moral
Nilai kebaikan manusia secara khusus dibahas dalam etika sehingga nilai
kebaikan sering disebut nilai etis. Nilai etis menjadi sumber nilai bagi penilaian baik
atau buruknya manusia sebagai manusia, bukan dalam hubungan dengan peran
tertentu, misalnya sebagai ilmuwan, seniman, atau pedagang.
Nilai-nilai Budaya
Nilai sesungguhnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan. Para
ahli kebudayaan berpandangan bahwa membahas tentang kebudayaan harus
didasarkan pada petunjuk keyakinan tentang nilainilai kejiwaan, yaitu baik-buruk,
benar-salah, indah-jelek, dan suci-dosa. Nilai sebagai hasil konsep ukuran yang diyakini
seseorang atau kelompok masyarakat merupakan bagian dari kebudayaan. Konsep
ukuran tersebut tidaklah bebas dari penilaian.
BAB VI
FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM PROGRAM PENDIDIKAN KARAKTER
28
A. Filsafat Fungsi Pikiran
Pada hakikatnya manusia harus memilih antara baik dan buruk, salah dan benar,
suka dan tidak suka. Melalui pendidikan manusia dapat memilih yang sesuai dengan
fitrah dirinya yaitu benar atau kebenaran, bukan sekedar baik dan suka.
Pendidikan karakter merupakan gabungan dari dua kata, yaitu pendidikan dan
karakter. Kita ketahui bahwa pengertian pendidikan begitu banyak versi yang
menyebutkan. Salah satunya adalah Ki Hadjar Dewantara dalam Kongres Taman Siswa
yang pertama tahun 1930 mengatakan bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya
untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak; dalam Taman Siswa tidak
boleh dipisahkan bagianbagian itu agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup,
kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.
Sedangkan pada Undang undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.
29
ANALISIS
Setelah saya membaca buku ini saya menyimpulkan bahwa di dalam buku ini
pembahasan pada setiap BAB nya fokus kepada pembahasan mengenai bagaimana yang
di katakan filsafat pendidikan perspektif Islam. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya
ayat atau dalil yang berkaitan dengan filsafat pendidikan.
Dilihat dari segi pembahasannya buku ini banyak mengutip pendapat para ahli
sehingga dapat lebih mudah dipahami. Buku ini juga banyak mengutip referensi bisa
dilihat dari footnote dan daftar pustakanya. Dilihat dari desain cover nya buku ini
sangat menarik dengan menggunakan warna yang pas dan menarik.
Kelemahan dari buku ini yaitu pada penulisannya ada beberapa yang ditulis
tebal, menurut saya seharusnya tidak diperlukan karena sulit membacanya.
Buku ini fokus membahasa bagaimana sejarah filsafat serta tokoh tokoh filsafat
yang terkemuka. Mengutip pemahamannya mengenai pendidikan filsafat yang telah di
jalankan dan diajarkan sendiri olehnya.
Buku ini banyak membahas tokoh tokoh filsafat. Pembahasannya sangat rinci
dengan penulisannya yang telah disesuaikan dengan EYD. Kelemahan buku ini banyak
menggunakan bahasa asing yang sulit dipahami.
Kelebihan dari buku ini pada setiap bab nya memiliki tujuan pembelajaran yang
berhubungan dengan pembahasan yang terdapat pada bab tersebut. Buku ini banyak
mengutip istilah-istilah dan pendapat para ahli.Kelemahan dari buku ini banyak
menggunakan kalimat tanya yang membingungkan.
REKOMENDASI
30
Berdasarkan yang telah saya baca dari ketiga buku yang telah saya analisis
persamaan ketiga buku ini sama sama membahas tentang bagaimana yang dikatakan
dengan Filsafat Pendidikan Islam secara rinci dan jelas. Pembahasannya juga sangat
relevan dengan kehidupan pendidikan saat sekarang ini. Buku pertama dan ketiga
sangat cocok dibaca oleh mahasiswa dan orang awam untuk menambah wawasam
pengetahuannya tentang Filsafat pendidikan Islam. Namun, pada buku kedua menurut
saya sangat sukit dipahami jika tidak dibimbing oleh ahli filsafat hal ini dikarenakan
banyak istilah asing yang bagi orang awam sulit dimengerti dan apa bila dipaksa
memahaminya akan terjadi kesalah tanggapan.
KESIMPULAN
Menurut yang telah saya baca dari ketiga buku ini dapat saya simpulkan bahwa
Filsafat Pendidikan Islam adalah ilmu yang mempelajari bagimana hakikat pelasanaan
dan pendidikan. Mencakup bahan ajar, orang yang diajar, media belajar serta orang
yang mengajar. Dengan memperhatikan latar belakang, tujuan, cara, hasil dan hakikat
pendidikan itu sendiri. Dengan menganilisis secara kritis struktur dan manfaat
pendidikan dengan tetap berpegang teguh pada Al Qur’an dan Hadits.
31