Anda di halaman 1dari 17

Makalah Berpikir Kritis Keperawatan Mengenai

Terminology

Disusun Oleh :
Kelompok 1
1. Ni Luh Ayu Cahyani (06/213213317)
2. Made Mita Purnama Sari (15/213213326)
3. I Gede Eka Dharma Putra Sanjaya (34/213213345)
4. Shaza Amelia Amay Puteri (37/213213348)
5. Ni Made Dwi Lidya Juliantari (40/213213351)
6. I Pande Wayan Bagus M.Y (44/213213355)
7. Maria Carvalho Sousa (45/213213356)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan terhadap Tuhan yang Maha Esa.
Berkat rahmat dan karunian-Nya kami dapat menyusun tugas makalah ini
dengan isi yang dapat membantu kami mengenal lebih dalam mengenai Ilmu
Kesehatan Keperawatan Obesitas Pada Anak. Dengan berkat beliau lah
kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas untuk
mata kuliah Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis dengan judul yaitu
“Makalah Berpikir Kritis Mengenai Terminology”.
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki oleh karena itu kami mengharapkan segala bentuk dan saran serta
masukan bahkan kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan
ilmu pendidikan khususnya ilmu kesehatan.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membaca. Sekiranya makalah yang kami susun dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalah kata-kata yang kurang berkenan ataupun ada kesalah dalam
penulisan makalah ini.

Denpasar, 24 Oktober 2021

Penulis
BAB 1

PENAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam keperawatan, berpikir kritis adalah suatu kemampuan bagaimana perawat
mampu berpikir dengan sistematis dan menerapkan standar intelektual untuk menganalisis
proses berpikir. Berpikir kritis dalam keperawatan adalah suatu komponen penting dalam
mempertanggungjawabkan profesionalisme dan kualitas pelayanan asuhan keperawatan.
Berpikir kritis merupakan pengujian rasional terhadap ide, pengaruh, asumsi, prinsip,
argumen, kesimpulan, isu, pernyataan, keyakinan, dan aktivitas (Bandman dan Bandman,
1988)
Berpikir bukan suatu proses statis, tetapi selalu berubah secara konstan dan dinamis dalam
setiap hari atau setiap waktu. Tindakan keperawatan membutuhkan proses berpikir, oleh
karena itu sangat penting bagi perawat untuk mengerti berpikir secara umum. Pemikir kritis
dalam praktik keperawatan adalah seseorang yang mempunyai keterampilan pengetahuan
untuk menganalisis, menerapkan standar, mencari informasi, menggunakan alasan rasional,
memprediksi, dan melakukan transformasi pengetahuan. Pemikir kritis dalam keperawatan
menghasilkan kebiasaan-kebiasaan baik dalam berpikir, yaitu: yakin, kontekstual, perspektif,
kreatif, fleksibel, integritas intelektual, intuisi, berpikir terbuka, refleksi, inquisitiviness, dan
perseverance.

Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk


kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir
kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942. Penelitian dan berbagai
pendapat tentang hal itu, telah menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini
(Patrick, 2000:1).

Menurut Wilkinson (1992), karakteristik berpikir kritis dalam keperawatan pada


prinsipnya merupakan suatu kesatuan dari berpikir (thinking), merasakan (feeling), dan
melakukan (doing). Mengingat profesi perawat merupakan profesi yang langsung berhadapan
dengan nyawa manusia, maka dalam menjalankan aktivitasnya, perawat menggunakan
perpaduan antara thingking, feeling, dan doing secara konprehensif dan bersinergi. Perawat
menerapkan keterampilan berpikir dengan menggunakan pengetahuan dari berbagai subjek
dan lingkungannya, menangani perubahan yang berasal dari stresor lingkungan, dan membuat
keputusan penting.

Terminology medis merupakan bahasa khusus yang digunakan antarprofesi kesehatan


(petugas) untuk berkomunikasi baik dalam bentuk lisan maupun tulisan sehingga menjadi
sumber data dalam pengolahan dan penyajian diagnosis (Nuryati, 2011). Diagnosis
seharusnya ditulis dengan terminology medis yang tepat sehingga memiliki nilai informatif
(Khabibah dan Sri, 2013). Bentuk dari pengolahan dan penyajian diagnosis berupa kegiatan
pengkodean yang akan menghasilkan kode untuk diagnosis tersebut. Untuk dapat mengkode
diagnosis secara tepat, diperlukan pengetahuan petugas tentang terminology medis.

Terminology kesehatan merupakan bahasa profesi kesehatan yang digunakan sebagai


sarana komunikasi antara mereka yang berkecimpung langsung/tidak langsung di bidang
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, terminology kesehatan harus dipahami dan dimengerti
oleh setiap profesi kesehatan agar dapat terjalin komunikasi yang baik. Ilmu terminology
kesehatan ini sangat kompleks dan meliputi riwayat istilah; sumber kata; singkatan medis;
anatomi dan sistem tubuh; serta penyakit dan prosedur tindakan medis. Dalam bidang
kesehatan selain harus memahami terminologiky sehatan penting juga untuk dapat
memahami istilah dan singkatan yang terdapat dalam resep dokter, sehingga tidak terjadi
kesalahan persepsi, penulisan, maupun informasi yang harus disampaikan kepada pasien

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah umum dalam penelitian
yaitu”Bagaimana cara seorang perawat dalam Berpikir Kritis mengenai Terminology?”

1. Mengidentifikasi pengertian berpikir kritis keperawatan


2. Membandingkan Terminology berpikir kritis, clinical reasoning, dan clinikal
judgment.
3. Mengidentifikasi tahapan proses penyelesaian masalah
4. Mengidentifikasi tahapan yang digunakan untuk membuat keputusan
5. Mengidentifikasi langkah-langkah untuk meningkatkan ketrampilan klinis
6. Mengaplikasikan proses berpikir kritis pada masalah kehidupan nyata
7. Mndiskusikan penggunaan berpikir kritis dalam keperawatan
8. Mengidentifikasi prinsip-prinsip prioritas untuk asuhan keperawatan
1.3 Tujuan Masalah
a) Untuk mengetahui tentang terminology kesehatan dalam keperawatan
b) Untuk mengetahui tentang berpikir kritis yang baik bagi seorang perawat
c) Untuk mengetahui seberapa pentingnya terminology medis dalam dunia kesehatan
d) Untuk menambah ilmu pengetahuan serta wawasan yang luas

1.4 Manfaat
Makalah ini dibuat oleh kami agar menimalisir kesalahan dalam tindakan praktik
keperawatan yang disebabkan oleh ketidak pahaman dalam prosedur dokumentasi
diagnosa keperawatan dalam keperawatan sehingga berpengaruh besar terhadap
kesehatan klien.

a) Dapat memberikan tambahan informasi mengenai terminology


b) Dapat lebih mempermudah komunikasi antar tenaga medis dan bisa saling
melengkapi dalam menangani pasien
c) Meningkatkan profesionalisme serta keterbukaan antar tenaga medis
d) Memperdalam pemahaman mengenai terminology agar dapat bekerja sama
dengan baik
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Berpikir kritis dalam proses keperawatan


Berpikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan mencakup
interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Pikiran atau memori menyimpan
segala sesuatu dan hanya mengingat apa yang diperlukan dan apa yang berarti dalam
kehidupan. Dengan demikian seseorang mampu menganalisis informasi yang didapat dan
mengembangkan kreativitas serta lebih berhasil dalam pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan.
Berpikir diartikan pula menimbang-nimbang dalam ingatan dengan menggunakan
akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu yang dilakukan untuk
memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan
menghasilkan sesuatu yang baru. Dalam arti lain berpikir dapat menghasilkan suatu
kreativitas.
Kataoka Yahiro dan Sylor (1994) telah mengembangkan sebuah model berpikir kritis
bagi penilaian keparawatan. Model ini mendefinisikan hasil dari berpikir kritis sebagai
penilaian keperawatanyang relevan atau sesuai dengan masalah-masalah keperawatan
dalam kondisi yang bervariasi. Model ini dirancang untuk penilaian keperawatan di
tingkat pelayanan, pengelola, dan pendidikan efektif.
Tingkat Berpikir Kritis Kataoka Yahiro dan Sylor (1994) mengidentifikasikan 3
komponen berpikir kritis dalam keperawatan, yaitu:
a. Tingkat dasar.
Pada tingkat dasar seseorang mempunyai kewenangan untuk menjawab setiap
masalah dengan benar. Pemikiran ini harus berdasarkan kenyataan yang terjadi
dengan berpegang pada berbagai aturan atau prinsip yang berlaku. Misalnya,
ketika seorang perawat yang belum berpengalaman dalam pelayanan, berpikir
kritisnya dalam memberikan asuhan keperawatan sangat terbatas, oleh karena itu
perawat tersebut harus mau belajar dari perawat lain dan menerima berbagai
pendapat dari orang lain.
b. Tingkat Kompleks.
Pada tingkat ini seseorang akan lebih mengakui banyaknya perbedaan pandangan
dan persepsi. Pengalaman dapat membantu seseorang menambah kemampuannya
untuk melepaskan ego/kekuasaannya untuk menerima pendapat orang lain,
kemudian menganalisis dan menguji alternative secara mandiri dan sistematis.
Misalnya, untuk melihat tindakan keperawatan yang dapat memberi keuntungan
bagi klien, maka perawat dapat mencoba berbagai alternatif yang ada 10 dengan
membuat rentang yang lebih luas untuk pencapaiannya. Disini perawat belajar
berbagai pendekatan yang berbeda-beda untuk jenis penyakit yang sama dalam
memecahan masalah yang ditemukan.
c. Tingkat Komitmen.
Perawat sudah memilih tindakan apa yang akan dilakukan berdasarkan hasil
identifikasi dari berbagai alternatif pada tingkat kompleks. Perawat dapat
mengatisipasi kebutuhan klien untuk membuat pilihan-pilihan kritis sesudah
analisis berbagai manfaat dari alternatif yang ada. Kematangan seorang perawat
akan tampak dlam memberikan pelayanan dengan baik, lebih inovatif, dan lebih
tepat guna bagi perawatan klien.
Komponen Berpikir Kritis Komponen berpikir kritis meliputi:
1. Pengetahuan dasar spesifik
Merupakan komponen pertama berpikir kritis, yang meliputi teori dan informasi
dari ilmu-ilmu pengetahuan, kemanusiaan dan ilmu-ilmu keperawatan dasar.
Pengetahuan ini dapat diperoleh perawat melalui jenjang pendidikan yang diikuti,
mulai dari diploma, sarjana, sampai tingkat pendidikan master atau doctor.
Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki, semakin banyak pilihan ketika
menghadapi situasi yang menantang. Semakin banyak pilihan dengan
mengumpulkan informasi akan mempunyai kemampuan untuk membuat
keputusan yang benar dan penuh keyakinan sehingga menciptakan kekuatan pada
diri sendiri.
2. Pengalaman
Merupakan komponen kedua dari berpikir kritis. Pengalaman perawat dalam
prakti klinik akan mempercepat proses berpikir kritis, karena akan berhubungan
dengan kliennya, melakukan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan
membuat keputusan untuk melakukan perawatan terhadap kesehatan kliennya.
Pengalaman di lahan praktek merupakan laboratorium nyata bagi penerapan ilmu
keperawatan, dimana perawat akan menerapkan teori yang sudah dipelajari dan
tetap memperhatikan kenyataan yang ada dengan mengadakan penyesuaian,
mengakomodasi respon klien, dan memperhatikan pengalaman yang terjadi.
Pengalaman adalah hasil interaksi antara individu melalui alat inderanya dan
stimulus yang berasal dari berbagai sumber belajar.
3. Kompetensi
Adalah seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki
seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi merupakan
kemampuan individual yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu tugas/
pekerjaan yang dilandasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja sesuai unjuk
kerja yang dipersyaratkan. Contoh: untuk menunjukkan kompetensi melakukan
prosedur mengukur tekanan darah klien, mahasiswa harus melakukan praktek
mengukur tekanan darah di laboratorium sekolah terlebih dahulu sebelum ke
klinik. Ini dilakukan untuk memastikan apakah prosedurnya sudah sesuai dengan
cara kerja yang telah diajarkan

2.2 Membandingkan Terminology berpikir kritis, clinical reasoning, dan


clinical judgment.
 Terminology
Terminology adalah suatu sistem istilah yang dikhususkan. Dalam kaitannya dengan
keperawatan NANDA-I mencangkup istilah-istilah (label) terdefinisi dan digunakan
untuk menggambarkan penilaiian klinis yang dibuat oleh perawat profesionalyaitu
diagnosis keperawatan. Terminology adalah bahasa yang digunakan untuk
menggambarkan hal tertentu, dengan kata lain terminology adalah bahasa yang
digunakan dalam disiplin ilmu tertentu untuk menggambarkan pengetahuan.

Terminology Keperawatan adalah istilah-istilah dalam dunia keperawatan yang sering


digunakan dalam bidang keperawatan yang kebanyakan berasal dari bahasa Yunani atau
Latin. Kebanyakan istilah medis memiliki struktur akar kata, awalan, akhiran, dan
gabungan vokal/ bentuk sebagai berikut:

 Akar kata: dapat dikombinasikan dengan awalan atau akhiran.


 Awalan: ditempatkan sebelum akar kata untuk memodifikasi maknanya.
 Akhiran: ditempatkan setelah akar kata untuk memodifikasi dan memberi makna
penting pada akar kata; membentuk kata benda, kata kerja, atau kata sifat.
 Penghubung: vokal yang berfungsi menghubungkan dua akar kata (misalnya o pada
kardio).

Contoh: perikarditis

 peri-(awalan) = sekitar
 kardi (akar kata) = jantung
 -itis (akhiran) = peradangan

Perikarditis secara harfiah berarti “peradangan di sekitar jantung” tetapi kamus


kesehatan mungkin menyebutnya sebagai peradangan pada perikardium (-ium adalah
akhiran yang berarti jaringan), kantung pembungkus jantung.

 Bentuk-bentuk komunikasi Terminology:


1. Aggressive Communication (Komunikasi Agresif)
Bentuk komunikasi seperti ini dapat mengurangi hak orang lain dan cenderung
untuk merendahkan atau mengendalikan ataupun menghukum orang lain.
2. Passive Communication (Komunikasi Pasif)
Komunikasi pasif merupakan lawan dari komunikasi agresif, dimana orang
tersebut cenderung mengalah dan tidak dapat mempertahankan
kepentingannya sendiri. Bahkan hak mereka cenderung dilanggar namun
dibiarkan. Mereka cenderung untuk menolak secara pasif (dengan mengomel
di belakang).
3. Assertive Communication (Komunikasi Asertif)
Komunikasi asertif adalah komunikasi yang terbuka, menghargai diri sendiri
dan orang lain. Komunikasi asertif tidak menaruh perhatiannya hanya pada
hasil akhir tetapi juga hubungan perasaan antar manusia.

Bentuk dan teknik komunikasi sangat penting untuk dipahami oleh setiap individu.
Sebagai profesi kesehatan yang bekerja fokus pada pelayanan masyarakat, para
tenaga medis diharapkan dapat mengerti dan memahami dengan baik teknik-teknik
komunikasi, serta dapat melihat atau memilih bentuk komunikasi seperti apa yang
harus dipakai atau digunakan. Dengan demikian, diharapkan dalam hal penanganan
pasien tidak akan terjadi kendala yang disebabkan oleh kesalahan dalam
berkomunikasi antar tenaga medis tersebut, serta dapat terjalin kerja sama yang lebih
baik lagi. Selain itu, dalam kerja sama suatu tim atau kelompok dibutuhkan
kekompakan dan kesabaran dari masing-masing individu sehingga apa yang
dikerjakan dapat berjalan dengan baik dan lancar.

 Clinical Reasoning (penalaran klinis)


Clinical reasoning merupakan salah satu ketrampilan yang harus dimiliki oleh
seorang perawat untuk memecahkan masalah klinis yang dihadapinya. Kemampuan
clinical reasoning seorang perawat dapat berkembang seiring dengan pengalaman
Adalah proses kognitif yang terjadi ketika berbagai informasi yang diperoleh dokter
baik melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik atau melalui kasus klinik yang diberikan
pada mahasiswa kedokteran disintesis dan diintegrasikan dengan pengetahuan dan
pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya oleh dokter dan mahasiswa tersebut yang
kemudian dipergunakan untuk mendiagnosis dan menatalaksana masalah pasien. (Groves
dkk, 2002)
Clinical reasoning adalah pola berpikir seorang klinisi untuk menempuh tindakan
bijaksana (memiliki dasar benar, dampak baik) dalam arti melakukan tahapan tindakan
terbaik sesuai dengan konteks yang spesifik.
Jenis Clinical Reasoning Berdasarkan Pola
1. Forward reasoning
Forward reasoning meliputi proses menetapkan hipotesis berdasarkan data
yang ada, dibutuhkan pengumpulan data informasi mengenai pasien sebanyak-
banyaknya, digunakan pada kasus sederhana/ tunggal, harus memiliki
pengorganisasian pengetahuan yang dimiliki oleh ahli, kurang cocok
digunakan oleh pemula
2. Backward reasoning/ Hypothetico-deductive reasoning
Diawali dengan penyusunan hipotesis berdasarkan data/informasi awal,
selanjutnya hipotesis diuji dengan melakukan penggalian informasi lebih
dalam yang bersifat terarah sehingga setiap data yang masuk akan
mempersempit hipotesis, metode ini cocok digunakan dalam pembelajaran
untuk meningkatkan transfer analogi, dapat digunakan oleh pemula, dimana
pengorganisasian pengetahuaannya belum terbentuk dengan baik.
3. Illness script
Diperkenalkan oleh Feltovich dan Barrows pada tahun 1984, menyocokan
diagnosa kasus yang saat ini dijumpai dengan kasus yang sudah pernah
ditemui sebelumnya karena memiliki kesamaan pola, tanpa ada proses analisis
yang mendalam, metode ini sering digunakan oleh expert (orang ahli).
4. Scheme Inductive Reasoning
Skema ini bila digambarkan di atas kertas menyerupai peta jalan, sering
digunakan oleh ahli untuk menegakkan diagnosa pada kasus yang kompleks
(sudah muncul berbagai komplikasi), dan kurang cocok bila digunakan oleh
pemula.

 Clinical Judgment (penilaian klinis)


Penilaian diartikan sebagai suatu kemampuan untuk membuat keputusan logis atau
rasional dan menentukan apakah suatu tindakan yang akan dilakukan benar atau salah.
Sedangkan klinis berkaitan dengan klinik atau tempat perawatan didasarkan pada
observasi dan perawatan klien yang sebenarnya, dan terdiri atas tanda-tanda klinis dari
suatu masalah kesehatan.
Clinical Judgement (penilaian klinis) merupakan penerapan informasi berdasarkan
pengamatan aktual pada klien yang dikombinasikan dengan data subjektif dan objektif
yang mengarah pada kesimpulan akhir/analisis/diagnosis. Dapat pula didefinisikan
sebagai suatu proses dimana perawat menetapkan data-data mengenai keadaan klien
yang akan dikumpulkan, kemudian mengidentifikasi tindakan keperawatan yang tepat.
Pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai pemilihan alternatif terbaik dari
beberapa pilihan alternatif yang tersedia. Proses pengambilan keputusan merupakan
bagian dasar dan integral dalam praktik suatu profesidan keberadaanya sangat penting
karena akan menentukan tindakan selanjutnya. Menurut Terry, pengambilan keputusan
adalah memilih alternatifyang ada. Sedangkan pengambilan keputusan klinis yang dibuat
oleh seorang tenaga kesehatan sangat menentukan kualitas pelayanan kesehatan.
Pengambilan keputusan klinis dapat terjadi mengikuti suatu proses yang sistematis,
logis, dan jelas. Proses pengambilan keputusan klinis dapat dijelaskan, diajarkan, dan
dipraktikka secara sistematis. Kemampuan ini tidak hanya tergantung pada pengumpulan
informasi, tetapi tergantung juga pada kemampuan untuk menyusun, menafsirkan, dan
mengambil tindakan atas dasar informasi yangdidapat saat pengkajian. Kemampuan
dalam pengambilan keputusan klinis sangat tergantung pada pengalaman, pengetahuan,
dan latihan atau praktek. Ketiga faktor ini sangat berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan klinisyang dibuat sehingga menentukan tepat tidaknya tindakan yang petugas
kesehatan berikan pada klien.
Keputusan yang baik adalah yang berdasarkan kepentingan klien dan pada saat yang
bersamaan juga menunjukkan integritas orang-orang yang terlibat. Bidan mempunyai
kewajiban moral terhadap klien mereka, terhadap pimpinan mereka, dan kepada
penyedia pelayanan primer, sehingga perawat harus menetukan faktor tantangan ketika
membuat keputusan. Tanggung jawab logika etika adalah rasional dan sistemik. Ini harus
berdasarkan pada prinsip etika dan kode etik daripada emosi, intuisi, dan kebijakan yang
telah ada.

2.3 Tahap-tahapan proses penyelesaian masalah


a. Tahap 1 menerima tantangan
Pengambilan keputusan dimulai manakalaseseorang dihadapkan kepada suatu
tantangan terhadap jalur tindakannya yang berlaku
b. Tahap 2 mencari alternative
Bila suatu jalur tindakan yang sedang berlaku mendapat tantangan, pengambilan
keputusan yang efektif di mulai secara alternative. Individu mempertimbangkan
secara matang-matang tujuannya serta nilai nilai yang relevan dengan suatu
keputusan
c. Tahap 3 penilaian alternative
Pada tahap ini kelebihan serta kekurangan dan masing-masing alternative
dipertimbangkan dengan cermat.Tahap ini sering melibatkan upaya yang besar
untuk mencari informasi yang dapat dipercaya yang relevan dengan keputusan yang
efektif, mencari fakta serta ramalan dari berbagai ragam sumber berkenaan dengan
akibat dari alternative yang sedang dipertimbangkan
d. Tahap 4 menjadi terikat
Pada tahap ini pilihan terakhir sudah dibuat dan pengambilan keputusan menjadi
terikat kepada suatu jalur tindakan baru. Pengembilan keputusan efektif menelaah
kembali segara informasi yang telah terkumpul sebelum mengambil suatu keputusan
terkhir
e. Tahap 5 berpegangan pada keputusan
Setiap pengambilan keputusan berharap segalanya akan berjalan lancar sesudah
suatu keputusan diambil, tetapi hambatan sering terjadi. Memilih alternative terbaik
belumlah mencukupi. Jika keputusan tidak dilaksanakan secara memadai, hasil yang
menggembirakan tidak akan tercapai

2.4 Tahap-tahapan yang digunakan untuk membuat keputusan


Cooke dan Slack (1991) menjelaskan 9 tahap yang dilalui individu dalam membuat dan
mengambil keputusan yaitu :
 Observasi
Disini individu perlu memperhatikan bahwa ada sesuatu yang keliru atau tidak
sesuai, sesuatu yang merupakan sebuah kesempatan untuk memutuskan apa yang
sedang terjadi pada lingkungan
 Mengenali masalah
Sesudah melewati masa perenungan, atau karena akumulasi dari banyaknya bukti
bukti atau tanda yang tertangkap, maka individu akan menyadari bahwa kebutuhan
untuk memutuskan sesuatu menjadi nyata
 Menetapkan tujuan
Fase ini adalah masa individu untuk mempertimbangkan harapan yang akan tercapai
dalam mengambil sebuah keputusan. Tujuan ini umumnya berkaitan dengan
kesenjangan antara sesuatu yang telah diobservasi dengan sesuatu yang di harapkan,
berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi
 Memahami masalah
Menerapkan suatu kebutuhan bagi individu untuk memahami secara benar
permasalahan yang terjadi, yaitu mendiagnosa akar permasalahan yang terjadi.
Kesalahan dalam mendiagnosa dapat terjadi karena mendefinisikan masalah secara
salah, karena hal ini akan mempengaruhi proses selanjutnya

 Menentukan pilihan-pilihan
Jika batas batas keputusan telah didefinisikan dengan lebih sempit maka pilihan
dengan sendirinya lebih mudah namun,jika keputusan yang diambil masih
didefinisikan secara luas maka proses menetapan pilihan merupakan proses kreatif
 Mengevaluasi pilihan-pilihan
Fase ini melibatkan penentuan yang lebih luas mengenai ketepatan masing-masing
pilihan terhadap tujuan pengambilan keputusan
 Memilih
Pada fase ini salah satu dari beberapa pilihan keputusan yang tersedia telah dipilih
dengan pertimbangan apabila diterapkan akan menjanjikan suatu kepuasan diri
 Menerapkan
Fase ini melibatkan perubahan perubahan yang terjadi karena pilihannya yang telah
di pilih. Efektivitas penerapan ini bergantung pada ketrampilan dan kemampuan
individu dalam menjalankan tugas serta sejauh mana kesesuaian pilihan tersebut
dalam penerapan
 Memonitor
Setelah diterapkan, maka keputusan tersebut sebaiknya dimonitor ataupun diawasi
untuk memilih keefektivitasan dalam memecahkan masalah atau mengurangi
permasalahan yang sesungguhnya

2.5 Identifikasi langkah-langkah untuk meningkatkan ketranpilan klinis


2.6 Mengaplikasikan proses berpikir kritis pada masalah kehidupan nyata
2.7 Mendiskusikan penggunaan berpikir kritis dalam keperawatan
Berpikir kritis dalam keperawatan adalah proses berpikir dalam keperawatan dengan
terperinci dengan benar benar mempertimbangkan baik buruknya dalam memberikan
layanan kesehatan,yaitu memberi layanan asuhan keperawatan dengan menggunakan
proses keperawatan, bertujuan untuk menganalisis penggunaan bahasa, perumusan
masalah, penjelasan, dan ketegasan asumsi,kuatnya bukti bukti, menilai kesimpulan,
membedakan antara yang baik dan buruknya argument, serta mencari kebenaran fakta
dan nilai dari hasil yang diyakini benar, serta tindakan yang dilakukan dalam
keperawatan.
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode pengumpulan data dan
menganalisis dari hasil pemikiran sendiri yang diterima pada saat praktek klinik dirumah
sakit. Hasil dari kajian ini adalah seorang perawat yang bekerja lebih lama akan sangat
mudah dapat berpikir kritis dikarenakan belajar dari pengalaman pengalaman lalu yang
didapatkannya sehingga tingkat pengetahuan juga akan meningkat. Perawat yang selalu
berpikir kritis atau kreatif akan selalu melihat dan memecahkan masalah dengan sudut
pandang yang berbeda dan mempertimbangkan dengan mendalam setiap masalah yang
akan diambil demi kebaikan pasien dan diri sendiri dan kemampuan berpikir kritis sangat
diperlukan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Peningkatan kemampuan berpikir
kritis akan meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
Freely mengidentifikasi 7 metode berpikir kritis
1. Debate
Metode yang digunakan untuk mencari, membantu, dan merupakan keputusan
yang beralasan bagi seseorang atau kelompok dimana dalam proses terjadi
perdebatan atau argumentasi
2. Individual decision
Individu dapat berdebat dengan dirinya sendiri dalam proses mengambil
keputusan

3. Group discussion
Sekelompok orang memperbincangkan suatu masalah dan masing-masing
mengemukakan pendapatnya.
4. Persuasi
Komunikasi yang berhubungan dengan mempengaruhi perbuatan, keyajinan,
sikap, dan nilai-nilai orang lain melalui berbagai alas an, argument, atau
bujukan. Debat dan iklan adalah dua bentuk persuasi
5. Propaganda
Komunikasi dengan menggunakan berbagai media yang sengaja dipersiapkan
untuk mempengaruhi massa pendengar
6. Coercion
Mengancam atau menggunakan kekuatan dalam berkomunikasi untuk
memaksakan suatu kehendak

2.8 Menjelaskan prinsip-prinsip prioritas untuk asuhan keperawatan


a) Memahami konsep dan karakterisik
b) Melibatkan keluarga
c) Orientasi
d) Menciptakanlingkungan yang kondusif
e) Meminimalkan traumafisik
f) Universal precaution
g) Membantu keperluan pasien
BAB 3

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Dengan selesainya makalah ini disarankan agar pembaca dan penulis dapat lebih mengetahui tentang
terminology kesehatan dalam keperawatan, pembaca juga dapat memperdalam pemahaman mengenai
terminology agar dapat bekerja sama dengan baik. Apabila ada kekeliruan atau tidak jelasnya dalam
membuat makalah ini dapat menghubungi penyusun, dan apabila ada kekurangan dari materi ini
diharapkan pembaca dapat membantu dalam memperbaiki makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Apriliana, Dian. 2017. “Clinical Reasoning”.
(https://pspk.fkunissula.ac.id/sites/default/files/Critical%20Thinking%20sebagai
%20landasan%20clinical%20reasoning.pdf), diakses: 24 Oktober 2021.
Nashor. 2014. “Terminologi Keperawatan dan Medis”.
(http://nashor79.blogspot.com/2014/12/terminologi-keperawatan-dan-medis-
dalam.html?m=1), diakses: 24 Oktober 2021.
Herdman, T. H. 2018. “NANDA-I Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi”. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Hikmah, Nurul. 2016. “Apakah Berpikir Itu?”.
(https://www.kompasiana.com/amp/nur_hik/apakah-berpikir-
itu_57275cfe1693732a0ab36238), diakses: 24 Oktober 2021.
Setyoningrum, Melda Alfi. 2014. “Crinical Judgment”.
(https://www.kompasiana.com/amp/meldaalfi/clinical-
judgment_552fd5126ea8341d438b4671), diakses: 24 Oktober 2021.

Anda mungkin juga menyukai