Kelompok 8
2021/2022
Kata Pengantar
1. Bapak Abdul Latif, M.Pd. S.Pd.I ,selaku dosen mata kuliah Akidah
Akhlak
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan
3. Teman yang telah mendukung penyusunan makala
Penuulisan menyadari bahwa makla ini masih kalah jauh dari kata
sempurna.Olhe karena itu, penulisan mengharapakn kritikan dan saran dari
pembaca makal demi kesempurnaan makala ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………............………i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………...1
A. Latar Belakang……………………………………………...........……………1
B. Rumusan Masalah………………………………………………..............……1
C.Tujuan.................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………….2
A. Pengertian unsur jasmaniyah dan cara menyikapinya......................................2
B. unsur ruhaniyah……………………………………..................................…..3
Ruh...................................................................................................3
Hati...................................................................................................4
Nafsu................................................................................................5
Akal..................................................................................................5
C. Cara-cara menyikapi unsur-unsur ruhani manusia..................................5
D. Unsur fitrah manusia……………………………………......................……..6
a. Rububiyyah...........................................................................6
b. Bahimiyyah...........................................................................6
c. Syaitihaniyyah......................................................................6
d. dan sabu’iyah.............................................................7
E. Cara Mengelola Fitrah Manusia Secara Positif.................................. 8
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah hanya dengan satu tujuan yaitu untuk menyembah
kepada-Nya. Manusia itu terdiri dari 2 unsur yaitu unsur jasmani dan unsur rohani (roh, akal,
hati, dan nafsu). Menyadari asal kejadian manusia, seharusnya manusia sadar bahwa dirinya
adalah makhluk lemah yang tidak sepatutnya bersikap angkuh dan sombong. Allah memberikan
kita waktu untuk hidup di dunia ini tidaklah lama, hal ini dimaksudkan agar manusia itu sadar
untuk mengisi hidupnya dengan hal-hal yang baik. Oleh karena itu jadilah orang yang
“malamnya bercermin kitab suci, siangnya bertongkat besi” yang artinya dimalam hari menjadi
hamba Allah yang khusuk dalam beribadah dan siang harinya menjadi pekerja keras.
B. Rumus Masalah
Apa yang dimaksudn jasmaniyah dan ruhaniyah ?
Bagaimana Cara Mengelola Fitrah Manusia Secara Positif?
Apa saja unsur” fitrah manusia ?
C. TUJUAN
Untuk mengetahui unsur-unsur jasmani manusia
Untuk mengetahui unsur-unsur rohani manusia
Untuk mengetahui cara menyikapi penggunaan unsur-unsur tersebu
Untuk mengetahui fitrah manusia
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Jasmaniyah
Sebagaimana pada penciptaan awalnya, fitrah jismiah adalah citra penciptaa fisik manusia
yang terdiri atas struktur organisme fisik. Organisme manusia lebih sempurna dibanding dengan
organisme fisik makhluk-makhluk lain. Pada citra ini, proses penciptaan manusia memiliki
kesamaan dengan hewan, ataupun tumbuhan, sebab semuanya termasuk bagian dari alam. Setiap
alam biotik lahiriah memiliki unsur material yang sama, yakni terbuat dari unsur tanah, api,
udara, dan air. Sedangkan manusia merupakan makhluk biotik yang unsur-unsur pembentukan
materialnya bersifat proporsional antara keempat unsur tersebut, sehingga manusia disebut
sebagai makhluk yang sempurna dan terbaik penciptaannya.
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Qs.
At-Tiin :
Keempat unsur di atas merupakan materi yang abiotik (tidak hidup). Ia akan hidup jika
diberi energi kehidupan yang bersifat fisik (thaqat al-jismiat). Energi kehidupan ini lazimnya
disebut dengan nyawa, karena nyawa manusia hidup.
Nyawa atau daya hidup pada diri manusia ini telah ada sejak adanya sel-sel seks pria
(sperma) dan wanita (ovum). Sperma dan ovum itu hidup dan kehidupannya mampu menjalin
hubungan sehingga terjadilah benih manusia (embrio). Dengan begitu, maka al-hayat(hidup)
berbeda dengan al-ruh, sebab al-hayat ada sejak adanya sel-sel kelamin, sedangkan al-ruh ada
setelah embrio berusia empat bulan dalam kandungan. Kematian al-hayat tidak berarti kematian
al-ruh, sebab al-ruh selalu hidup sebelum dan sesudah adanya nyawa manusia. Ruh bersifat
subtansi (jauhar), sedang nyawa merupakan sesuatu yang baru datang (‘aradh).
Daya hidup pada diri manusia memiliki batas, yang batas itu disebut dengan ajal. Apabila
batas energi tersebut telah habis, tanpa sebab apapu manusia akan mengalami kematian (al-
mawt). Daya hidup telah menyatu pada semua organ tubuh manusia yang pusat peredaranny
pada jantung. Apabila organ vital manusia rusak atau tidak berfungsi sebagaimana hukum atau
sunnahnya maka daya hidup tersebut belum waktunya habis. Kerusakan organ tubuh dapat
diakibatkan oleh upaya manusia seperti bunuh diri, dibunuh, kecelakaan, kurang menjaga
kesehatan dan terlalu mengekploitasi energi fisik dengan kerja diluar kemampuan fisiknya.[2]
B. Unsur-unsur ruhaniyah
Unsur-unsur ruhaniyah manusia yaitu semua bersumber dari Akal, Qolbu Dan Nafsu itu
sendiri. Sebagaimana sabda rosul dalam hadistnya yang berarti “ didalam jasad manusia ada
segumpal darah yang apabila baik maka baiklah semuanya dan apabila buruk maka buruk pula
semuanya. Dan segumpal darah tersebut adalah hati
1. Ruh
Istilah ruh yang diungkapkan dalam pergaulan sosial sehari-hari sering disamakan dengan
roh atau rohani. Kata rohani sendiri biasanya dilawankan dengan jasmani, sehingg kedua kata
ini merupakan dua aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang memang
mengandung dua unsur tersebut.
Rohani adalah spiritual yang berkaitan dengan rasa batin yang tidak nampak dan tidak bisa
diukur dengan kualitas kebendaan, meskipun kualitas batin itu sendiri dapat saja muncul dari
benda-benda. Sedangkan jasmani adalah aspek fisik-materi yang bersifat kebendaan ia dalam
konteks jasmani. Rohani adalah tubuh atau badan yang kasat mata.1[2]
Menurut Imam Al-Ghazali ruh (nyawa) adalah lobang hati yang jasmani, lalu tersebar
dengan perantara urat-urat yang merasuk kebagian-bagian lainnya. Dan perjalanannya ruh pada
badan, banjirnya cahaya-cahaya kehidupan, perasaan, penglihatan, pendengaran, penciuman, dari
padanya atas semua anggotanya itu menyerupai banjirnya cahaya lampu yang diputar disudut-
1
sudut rumah. Sesungguhnya cahaya itu tidak sampai kesuatu bagian rumah melainkan ia bersinar
dengan cahaya itu. Kehidupan itu diumpamakan seperti cahaya yang menyinari dinding-dinding.
Nyawa itu barat lampu, perjalanan ruh atau gerakannya terhadap hati seperti merapatnya cahaya
ke sudut-sudut ruanganrman Allah SWT dalam surat Al-Isra’ ayat 85 Artinya :“Katakanlah :
Ruh itu termasuk urusan Tuhanku.”Ruh merupakan perkara dan urusan yang luar biasa,
kebanyakan akal dan pemahaman manusia tidak mampu menangkap hakikatnya[2]
2. Hati
Menurut Imam Al-Ghazali hati mempunyai 2 arti umum yaitu :
a. Hati dengan arti daging yang berbentuk buah shanubari yang diletakkan pada sebelah kiri
dada yaitu daging yang khusus dan di dalamnya ada lobang, dan di dalam lobang itu ada darah
yang hitam yang menjadi sumber ruh dan tambangnya. Hati ini ada pada binatang-binatang dan
orang, bahkan orang mati.
b. Hati dengan arti sesuatu yang halus, rabbaniyah (ketuhanan) ruhaniyah (kerohanian). Dia
mempunyai kaitan dengan hati yang jasmani (yang bertubuh ini). Hati yang halus inilah hakekat
manusia. Dialah yang mengetahui yang mengerti yang mengenal diri manusia. Dialah yang
diajak bicara, yang disiksa, yang dicela dan dituntut.
Hati yang halus itu mempunyai kaitan dengan hati yang jasmani dan akal kebanyakan
makhluk bingung dalam mengetahui segi kaitannya dengan hati yang jasmani itu, seperti
menyerupai kaitannya perangai-perangai yang terpuji dengan tubuh, dan sifat-sifat dengan yang
disifati atau kaitannyaorang yang memakai alat dengan alatnya atau kaitannya orang yang tempat
dengan tempatnya.
Psikologi sufi menyatakan bahwa hati itu menyimpan kecerdasan dan kearifan terdalam.
Cita-cita para sufi adalah menumbuhkan kecerdasan hati yang lembut dan penuh kasih sayang.
Dikatakan bahwa jika mata hati terbuka, akan dapat mendengar kebenaran yang tersembunyi
dibalik kata-kata yang diucapkan.
Hati menyimpan percikan atau ruhilahiyah di dalam diri manusia. Karenanya, hati adalah
rumah Tuhan. Bagi para pemilik rumah ini akan selalu mencoba dan mengingat untuk
memperlakukan segala sesuatu, lebih-lebih sesama manusia, dengan kebaikan dan
penghormatan[3]
3. Nafsu
Nafsu mempunyai banyak pengertian :
a. Nafsu merupakan nyawa manusia yang wujudnya berupa angin yang keluar-masuk di
dalam tubuh manusia melalui mulut dan kekosongan.
b. Nafsu merupakan gabungan psiko-fisik manusia dan merupakan struktur kepribadian
manusia.
c. Nafsu adalah daya-daya nafsani yang memiliki dua kekuatan, yaitu kekuatan Al-
Ghadhabiyat dan Al-Syaharaniyat.
Al-Ghadab adalah suatu daya yang berpotensi untuk meghindari diri dari segala yang
membahayakan. Ghadab dalam terminologi psikolog-analisa disebut dengan “defense”
(pertahanan, pembelaan dan penjagaan) yaitu tingkah laku yang berusaha membela atau
melidungi ego terhadap kesalahan, kecemasan, dan rasa malu ; perbuatan untuk melindungi diri
sendiri ; dan memanfaatkan dan merasioanalisasikan perbuatannya sendiri.
Jadi ketika seseorang telah menuruti budi durjana kemudian menyesal, maka yang
memainkan penyesalan itu adalah nafsu lawwamah. Nafsu ini memprotes kepada pemiliknya
karena telah mematuhi kedurjananan budi.
Kesimpulannya, nafsu itu ada dua yaitu nafsu yang senantiasa mendorong seseorang
menyembah budi durjana dan nafsu yang tenang yang mendorong berbuat kebaikan.[4]
4. Akal
Secara etimologi, akal memiliki al-imsak (menahan), al-ribath (ikatan), al-hajs (menahan),
al-nahy(melarang), dan man’u (mencegah). Orang yang berakal (al-‘aqil) adalah orang yang
mampu menahan dan mengikat hawa nafsunya. Jika hawa nafsunya terikat maka jiwa
rasionalitasnya mampu bereksistensi.
Akal merupakan bagian dari fitrah nafsani manusia yang memiliki dua makna :
a. Akal jasmani, yaitu salah satu organ tubuh yang terletak di kepala. Akal ini lazimnya
disebut dengan otak (al-dimagh)
b. Akal ruhani, yaitu cahaya (al-nur) nurani dan daya nafsani yang dipersiapkan dan mampu
memperoleh pengetahuan (al-ma’rifah) dan kognisi (al-mudrikat).2[11]
Akal memang mulia kedudukannya bagi manusia. Begitu mulianya, hingga melahirkan
berbagai ungkapan yang bernada sanjungan kepada orang-orang yang bisa menggunakannya
dengan baik. Tidak ketinggalan para budayawan juga menyanjungnyadengan mengatakan,
2
“Teman sejati seseorang adalah akalnya, sedangkan musuh yang akan mencelakakannya adalah
kebodohan”. Para ahli bahasa juga berkata, “sebaik-baiknya karunia adalah akal dan sejelek-
jeleknya bencana adalah kebodohan.”
Demikian juga dengan akal tersebut, ia bisa membedakan antara kebaikan dan kejelekan.
Akal yang dianugerahkan kepada manusia ini ada dua macam, ghariziy (instinktif) dan muktasab
(diusahakan). Akal instinktif adalah akal yang dimiliki manusia yang membedakannya dengan
binatang, ia tidak berkembang tidak juga berkurang. Sedangkan akal muktasab adalah
kemampuan nalar yang bisa dicapai dengan usaha-usaha tertentu.
Dalam pandangan Ibn Rusyd, akal dibagi menjadi tiga macam. Pertama akal demonstratif
(burhani), yaitu akal yang mampu memahami dalil-dalil atau bukti-bukti yang meyakinkan dan
tepat. Kedua logika (manthiq), akal yang sekedar memahami fakta-fakta argumentatif, tanpa
melalui pembuktian yang jelas dan pasti. Ketiga adalah akal retorik (khitabi), akal yang hanya
mampu menangkap hal-hal yang bersifat nasihat dan retorik, tidak dipersiapkan untuk
memahami aturan berpikir secara sistematis.
Akal adalah fitrah insinktif dan cahaya orisinal yang menjadi sarana manusia dalam
memahami realitas. Akal adalah nabi bagi perjalanan hidup manusia, yang akan membimbing
menuju realitas yang haqiqi[5]
Fitrah Manusia
Manusia sejak di lahirkan mempunyai fitrah yang alami. Alloh memberikan 4 unsur
Fitrah, yaitu : Kesucian, Kepandaian, Kesempurnaan, dan Kemulyaan.
Di samping itu manusia mempunyai dosa atas empat fitrah tersebut, Kemudian dosa-dosa
ini dibagi menjadi empat macam,: Rububiyah, syaithaniyah, bahimiyah dan sabu’iyah[6]
1. Rububiyah
yaitu sifat “ketuhanan” yang terdapat pada diri manusia yang apabila telah menguasai diri
manusia maka ia ingin menguasai, menduduki jabatan yang tinggi, menguasai ilmu apa saja,
suka memaksa orang lain dan tak mau direndahkan, maunya hanya dipuji.[6]
Ini merupakan dosa yang merusak, meskipun banyak orang yang melalaikannya diantara
sifat ini adalah munculnya takabur, bangga diri, mencintai pujian dan sanjungan, mencari
pupularitas dan ketenaran.
2. Bahimiyah
Yaitu sifat manusia berupa “kehewanan” yang apabila telah menguasai dirinya ia akan
rakus, tamak, suka mencuri, makan berlebihan, tidur berlebihan dan bersetubuh berlebihan, suk
berzina, berprilaku homoseks dan lain sebagainya.
Yang darinya bercabang tamak, rakus, dan ambisi dalam memenuhi ambisi nafsu perut
dan biologis. Kemudian termasuk pula perbuatan zina, sodomi, pencurian, tindakan
memakan harta anak yatim, serta pengumpulan harta untuk melayani syahwat.
3. Syaithaniyah
Yaitu sifat “kesetanan” yang ada pada diri manusia yang apabila telah menguasai dirinya
ia akan suka merekayasa dengan tipu daya dan meraih segala sesuatu dengan cara-cara yang
jahat. Di sini mansia suka mengajak pada perbuatan bid’ah, kemunafikan dan berbagai kesesatan
lainnya
4. Subu’iyah
Yaitu sifat “kebuasan” yang apabila menguasai diri manusia ia akan suka bermusuhan,
berkelahi, suka marah, suka menyerang, suka memaki, suka berdemo, anarkis, cemburu
berlebihan dan lain sebagainya.3
Bercabang sifat amarah, dendam, agresifitas kepada orang lain dengan memukul,
mencaci maki dan membunuh serta menghambur-hamburkan kekayaan, di samping pula
bercabang dosa-dosa yang lain
Empat sifat tersebut di atas tidak tumbuh dan berkembang secara sekaligus tetapi melalui
tahapan-tahapan atau secara berangsur-angsur.
Pertama kali yang tumbuh adalah sifat kehewanan “al-bahimiyah”. Melalui sifat ini
manusia suka makan, tidur, seks agar dapat tumbuh sehat.
Selanjutnya yang kedua adalah sifat kebuasan “alsabu’iyah”. Dengan sifat ini manusia
dapat menolak sesuatu yang dapat megancam dan merugikan dirinya seperti ingin menyerang,
membunuh, memaki, berkelahi dan lainsebagainya.
Yang ketiga yang tumbuh adalah sifat kesetanan “al-syaithaniyah”. Sifat ini
tumbuh pada diri manuia setelah tumbuh sifat kehewanan dan kebuasan. Bilamana kedua sifat
tersebut sudah ada pada diri manausia, maka berbagai cara akan dilakukan untuk memenuhi
nafsunya. Di sini manusia akan melakukan tipu daya, makar, rekayasa demi mencapai
apayangdiinginkannya.
Yang terakhir tumbuh dan berkembang dalam diri manusia adalah sifat ketuhanan
“al-rububiyah”. Melalui sifat ini manusia ingin menguasai, memiliki segalanya, ingin berkuasa,
menduduki jabatan setinggi-tingginya.Di sini manusia akan merasa berbangga diri, sombong,
ingin dipuji, merasa paling benar dan lain sebagainya.
Oleh karenanya, sebagai makhluk dan hamba Allah yang beriman selayaknya untuk
selalu mengingatkan diri dalam setiap situasi dan kondisi agar tidak terjerumus kedalam sifat
sifat tersebut wallahu’alam Inilah biang-biang dari segala dosa serta sumber-sumbernya,
kemudian memancarlah beragam dosa dari sumber-sumber ini kepada seluruh anggota tubuh,
dimana sebagiannya hanya terbatas kepada hati seperti kufur, bid’ah dan nifaq. Lalu sebagian
3
lagi menuju ke mata dan telinga; sebagian kepada kedua tangan dan kaki, dan sebagian lagi
berlaku untuk seluruh tubuh
3. Dengan akal, sifat “al-bahimiyah” yang ada pada manusia, akan dikendalikan untuk hal-
hal yang benar, seperti makan dan tidur secara teratur dan berhubungan seks setelah
menempuh pernikahan.
4. Dengan akal, sifat manusia “al-sabu’iyah” akan dikendalikan menjadi pemberani,
membela kebenaran, menolak kebatilan demi kemaslahatan.
5. Dengan akal, sifat manusia “al-syaithaniyah” akan dikendalikan menjadi berhati-hati,
waspada, mampu mengadakan penyelidikan, kritis, teliti, bisa bedakan yang jujur dan
bohong.
6. Dengan akal, sifat manusia “al-rububiyah” akan dikendalikan menjadi seorang
pemimpin, manajer dan pelayan bagi orang lain.[8]
BAB III
PENUTUT
A. Kesimpulan
Manusia itu terdiri 2 unsur, yaitu unsur jasmani dan unsur rohani. Kedua unsur tersebut
saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Unsur jasmani manusia itu
berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah. Sedangkan unsur ruhani manusia itu diciptakan
oleh Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Dengan adanya roh yang tinggi yang
mengandung akal pikiran yang akan menimbulkan sifat kemanusiaan sehingga dapat
dibedakan manusia itu dengan makhluk lain
Fitrah manusia merupakan anugrah yang dimiliki manusia sejak manusia lahir. Adapun
Fitrah manusia adalah Rububiyah, syaithaniyah, bahimiyah dan sabu’iyah
B. SARAN
Mempelajari Akhlak Tassawuf sangatlah penting, terutama bagi pelajar-pelajar agama
islam dan pemimpin-pemimpin islam. Dengan mempelajari fitrah yang terkandung dalam
diri manusia, kita tidak akan terjerumus dalam lubang kemaksiatan dan dosa.Selanjutnya
kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat kami harapkan guna
untuk memperbaiki makalah-makalah kami selanjutny
DAFTAR PUSTAKA
Mujib, Abdul.1999.Fitrah dan Kepribadian Islam.Jakarta:Darul Falah
Hawwa, Sa’id.2001.Jalan Ruhani.Bandung:Mizan Media Utama.
Al-Ghazali, Imam.2003.Ikhya’ Ulumuddin.Semarang:CV.Asy Syifa’.
Al-Qalami, Abu Fajar . -.Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar.Surabaya:Pustaka
Media.
Suharsimi Arikuno, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek Jakarta: Rineka Cipta, 1996.
Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan
Karakter di Sekolah Yogyakarta: Diva Press. 2011.