S T I K E S
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Rasa nyeri merupakan peringatan bagi individu bahwa ada suatu
kelainan yang sedang terjadi dalam tubuh. Rasa nyeri merupakan rasa
yang tidak menyenangkan yang hanya dapat diungkapkan kepada diri
sendiri, melibatkan emosi serta keadaan afektif seseorang dan persepsinya
berbeda dari satu orang ke orang lain, berbeda dari waktu ke waktu pada
satu orang yang sama. Nyeri sering disertai komponen psikofisiologik
berupa kegiatan sistem saraf otonom misalnya perubahan tekanan darah,
frekuensi denyut jantung atau berkeringat. Nyeri merupakan alasan yang
paling umum seseorang mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri
terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses
pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan kondisi
seseorang. Hal ini dikarenakan nyeri dapat mengganggu kenyamanan
seseorang, selain itu dapat mempengaruhi aktivitas seseorang yang sedang
mengalami nyeri.
Perawat tidak dapat melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh
klien karena nyeri bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu
lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan
keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan keadaan dengan
memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan. Menurut
beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien
yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan
tersebut didukung oleh Kolcaba (2007) yang mengatakan bahwa
kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia.
2. Tujuan
a. Mengetahui dan memahami gangguan rasa nyaman (nyeri) pada klien.
b. Menganalisis teori gangguan rasa nyaman (nyeri) dengan keadaan
klien.
c. Mampu menerapkan terapi pemenuhan kebutuhan rasa nyaman pada
klien di Rumah Sakit.
B. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
International Association for Study of Pain (IASP) menyatakan nyeri
adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang
tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan yang
nyata, berpotensi rusak, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan.
2. Etiologi
a. Agen cedera fisik : penyebab nyeri karena trauma fisik
b. Agen cedera biologi : penyebab nyeri karena kerusakan fungsi organ
atau jaringan tubuh
c. Agen cedera psikologi : penyebab nyeri yang bersifat psikologik
seperti kelainan organik, neurosis traumatik,
skizofrenia
d. Agen cedera kimia : penyebab nyeri karena bahan/zat kimia.
3. Faktor Predisposisi
a. Faktor fisiologis
Rangsang nyeri yang diterima oleh norireseptor berjalan melalui
tulang belakang dan naik ke spinotalamik lateral kemudian ke medulla,
pons, dan mesenchepalon. Selanjutnya rangsang nyeri tersebut dibawa
ke serebrum sehingga individu menyadari akan adanya nyeri, lokasinya,
jenisnya dan intensitasnya.
b. Faktor psikososial
Beberapa faktor psikososial yang dapat mempengaruhi individu
terhadap persepsi nyeri seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai
berkaitan dengan nyeri, harapan keluarga, lingkungan, emosi dan
budaya.
4. Patofisiologi
Konduksi impuls noriseptif pada prinsipnya ada dua tahap yaitu :
a. Melalui sistem noriseptif
Reseptor di perifer lewat serabut aferen, masuk medulla spinalis
ke batang otak oleh mesenfalon / midbrain.
b. Melalui tingkat pusat
Impuls noriseptif mesenfalon ke korteks serebri di korteks asosiasinya
sensasi nyeri dapat dikenal karakteristiknya.
Impuls - impuls nyeri disalurkan ke sumsum tulang belakang
oleh 2 jenis serabut bermielin rapat A delta dan C dari syaraf
aferen ke spinal dan sel raat dan dan sel horn SG
melepas P (penyalur utama impuls nyeri ) Impuls nyeri
menyeberangi sumsum belakang pada interneuron – interneuron
bersambung dengan jalur spinalis asenden. Paling sedikit ada 6
jalur ascenden untuk impuls-impuls nosireseptor
yang letak pada belahan vencral dari sumsum belakang yang
paling utama : SST (spinathamic tract) = jalur spinareticuler
trace) impuls-impuls ke batang otak dan sebagian ke thalamus
mengaktifkan respon automic dan limbic (pada kulit otak )
afektif dimotivasi.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan mencakup pemeriksaan
laboratorium darah dan pemeriksaan radiologi.
7. Pathway
Peradangan
2) Dewasa
Skala intensitas nyeri deskriptif
Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
4-6 : Nyeri sedang, secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.
10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berinteraksi
dengan orang lain.
f. Perilaku Non Verbal
Beberapa perilaku nonverbal yang dapat kita amati antara lain : ekspresi
wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah dan lain-lain.
g. Faktor Presipitasi
Beberapa faktor presipitasi yang akan meningkatkan nyeri : lingkungan, suhu
ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba, stressor fisik dan emosi.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol : 1. Jakarta: EGC