Anda di halaman 1dari 12

POTENSI KORUPSI

INSTITUSIONAL BANK TANAH


HARIADI KARTODIHARDJO
21 OKTOBER 2021
1. Korupsi Institusional (IC)
Denis F. Thompson (2013)

 IC terjadi bila publik memandang institusi (negara, swasta) tidak dapat


dipercaya dan kehilangan kredibilitas, bahkan bila institusi itu dalam
kenyataannya berfungsi sebagaimana mestinya, yangmana seluruh
kegiatan yang dijalankan tidak berlangsung secara ilegal.
 IC menyebabkan rusaknya kepercayaan publik yang dapat mengurangi
legitimasi & otoritas negara maupun swasta (soal kepatuhan).
 Berdampak lebih luas daripada “penyalahgunaan kekuasaan yang
dipercayakan oleh publik untuk keuntungan pribadi”, melampaui quid
pro quo/barter.
 Asumsi hubungan ideal (principal-agent) tidak berjalan pada kondisi
terjadinya IC.
Kondisi Empiris
 Ketimpangan pemilikan lahan pertanian dan pemanfaatan kawasan
hutan
 IC menyebabkan rusaknya kepercayaan publik yang dapat mengurangi
otoritas dan legitimasi pada negara maupun swasta, proses politik, serta
akuntabilitasnya.
 Berdampak lebih luas dari “penyalahgunaan kekuasaan yang
dipercayakan oleh publik untuk keuntungan pribadi”.
 Tidak efektif menjalankan fungsi bagi kepentingan publik.
2. Kondisi Empiris
Ketimpangan Penguasaan Tanah dan Kawasan Hutan—
melalui pasar & peraturan perundangan
 Sensus Pertanian 2013: Lahan pertanian rakyat 22,428 juta Ha
(Shohibuddin, 2019).
 38,49% dikuasai 6,16% petani kaya (5,37 Ha/orang).
 33,77% dikuasai petani kecil (0,91 Ha/orang).
 15,8% dikuasai petani menengah (2,18 Ha/orang)
 11,94% dikuasai petani gurem (0,18 Ha/orang).
 Pemanfaatan kawasan hutan, sampai dengan 2014, swasta
menguasai 98,53 %, masyarakat lokal 1,35% dan 0,12% untuk
kepentingan umum (KLHK, 2020).
Tumpang Tindih & Sengketa Sistematis
(TPKSP & KPK):
1. Prosentase tumpang tindih indikatif terhadap luas pulau (2020):
 Sumatera sebesar 37,63%,
 Kalimantan sebesar 42,12%,
 Jawa sebesar 49,61%,
 Bali dan Nusa Tenggara sebesar 50,38%,
 Sulawesi sebesar 42,95%, serta
 Maluku dan Papua sebesar 26,93%.
2. Sengketa dan konflik tanah 10.802 kasus (K-ATR/BPN, 2019)
 Antar perorangan 6.071 (56%)
 Antar masyarakat dan pemerintah 2.866 kasus (26%)
 Antar perorangan dan badan hukum 1.668 kasus (16%)
 Antar badan hukum 131 kasus (1,4%)
 Sengketa antar-kelompok masyarakat sejumlah 66 kasus (0,6%).

3. Dirjen Perkebunan (2021) menyatakan banyaknya konflik di perkebunan


kelapa sawit di semua propinsi yang terdapat kebun sawit.
Informasi Dirjen Perkebunan, 2021
Pengaduan Masyarakat KPK (Okt. 2021)
 Menerima 841 laporan masalah pertanahan pada 2017-Oktober 2021.
 Perhatian pada tingginya mafia tanah. Modusnya:
 pemalsuan dokumen (untuk hak),
 mencari legalitas di pengadilan,
 penduduk legal/tanpa hak,
 rekayasa perkara,
 kolusi dengan oknum aparat untuk mendapatkan legalitas,
 kejahatan korporasi seperti penggelapan dan penipuan,
 pemalsuan kuasa pengurusan hak atas tanah, serta
 hilangnya warkah tanah.
 Operasi mafia tanah ini seringkali tidak berhenti pada pemalsuan
administrasi, tetapi terdapat kegiatan lanjutan yang melakukan
pengubahan tata ruang hingga berlangsungnya proyek infrastruktur.
3. Interpretasi Kasus yang Terjadi
 Terjadi secara sistematis dan cenderung tidak melanggar hukum.
Penyebab tidak berfungsinya lembaga negara. Korupsi yang melampaui
quid pro quo/barter (Thompson, 2013)
 Bersifat impersonal. Agen/pelaku merasa menjalankan tugas negara,
terkait dengan prosedur dan praktek sah.
 Mengalihkan perhatian dari kejahatan perorangan/kelompok menjadi
persoalan design lembaga dan politik.
 Bukan hanya soal kekuasaan yg dieksploitasi, tetapi juga soal klaim
tanah yg belum legal (FAO, 2012)
 IC terkait penggunaan perangkat negara (state capture corruption), spt
melalui regulasi, penetapan lembaga, tata ruang, dll.
4. Badan Bank Tanah
Organisasi Bank Tanah (UU Psl 130 sd 135)
( UU CK dan PP 64/2021)

Menjamin ketersediaan tanah bagi ekonomi


KOMITE (Kpts Presiden) Kekayaan Negara Yang berkeadilan: kepentingan umum, kepentingan
Ketua: MenATR Dipisahkan (Ps 125) sosial, kepentingan pembangunan nasional,
Anngota: K/L terkait pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, reforma
Modal awal Rp 2,5 T (Ps 43
agraria (min 30% dari tanah dalam Bank Tanah,
PP 64)
DEWAN PENGAWAS Psl 22 PP 64)
Peraturan 7 Orang (4 profes., 3 Pem.) 8 orang profesional dipilih
Presiden dan disampaikan ke DPR Dalam rangka INVESTASI, Bank Tanah melakukan:
BADAN PELAKSANA (Kepala & untuk dipilih dan disetujui penyusunan rencana induk, membantu memberikan
Deputi diangkat Komite; kemudahan Perizinan Berusaha/Persetujuan,
diusulkan Dewas) Bank Tanah dapat pengadaan tanah, menentukan tarif pelayanan (UU
Kepala membentuk Badan Usaha/ Psl 129)
Deputi (jumlah oleh Komite) Hukum (Psl 37 PP 64)

HAK PENGELOLAAN TANAH (UU Psl 129) ASAL TANAH: tanah bekas hak, kawasan
Alokasi tanah dari Bank Tanah: Kepentingan dan tanah terlantar, tanah pelepasan
Alokasi Hak Pengelolaan:
Umum, Kepentingan Sosial, Kepentingan kawasan hutan, tanah timbul, tanah hasil
Instansi Pusat, Pemda, BUMN/
Pembangunan nasional, Pemerataan reklamasi, tanah bekas tambang, tanah
BUMD, Bank Tanah, Badan
Ekonomi, Konsolidasi Lahan, Reforma Agraria pulau-pulau kecil, tanah terkena
Hukum Negara/Daerah, Badan
(UU Psl 126; Psl 2 PP64) kebijakan perubahan tata ruang, tanah
Hukum yg Ditunjuk Pemerintah
(Dng Perjanjian, UU PSl 138). tanpa hak penguasaan. (Psl 7 PP 64)
FUNGSI BANK TANAH: Perencanaan, ASAL TANAH: tanah bekas hak, kawasan PROSES: Pembelian, Hibah, Tukar
Perolehan tanah, Pengadaan Tanah, dan tanah terlantar, tanah pelepasan menukar, Pelepasan Hak, bentuk lain yg
Pengelolaan Tanah, Pemanfaatan Tanah, kawasan hutan, tanah timbul, tanah hasil sah. (Psl 8 PP 64)
Pendistribusian Tanah. (Psl 3 PP 64) reklamasi, tanah bekas tambang, tanah
pulau-pulau kecil, tanah terkena PENGEMBANGAN TANAH: Bank tanah
SIFAT BANK TANAH: Transparan, kebijakan perubahan tata ruang, tanah dapat melakukan kegiatan penyiapan
akuntabel, non-profit. (Psl 4 PP 64) tanpa hak penguasaan. (Psl 7 PP 64) tanah untuk berbagai kegiatan serta
Tanah dari pihak lain: Pemerintah pembanguann infrastruktur. Dalam
Pusat/Daerah, BUMN/D, Badan Usaha, pelaksanaan yg bersifat strategis,
Badan Hukum, Masyarakat (Psl 8 PP 64) ruangnya ditentukan oleh Menteri (Psl
11 PP 64)
PEMANFAATAN TANAH: Dilakukan
melalui kerjasama dng pihak lain (jual, PENDISTRIBUSIAN TANAH: Ditujukan
beli, sewa, usaha, hibah, tukar menukar, paling sedikit untuk: K/L, Pemda,
bentuk lain) dng asas kemanfaatan dan Organisasi sosial/Keagamaan,
prioritas (Psl 14 PP 64) masyarakat yng ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat (Psl 15 PP 64)

TARIF PELAYANAN: Diusulkan Badan


Pelaksana ditetapkan oleh Komite. Untuk
kepentingan sosial dan reforma agraria
besaran tarif pemanfaatan tanah = Rp 0,-
(Psl 26 PP 64)
Beberapa Titik Kritis
 Tidak ada penjelasan mengenai “tanah”.
Dengan kondisi tatakelola yang masih buruk,
Corruption Risk Assessment (CRA)
ada potensi “biaya transaksi” (informasi &
1. Looting (pemaksaan 1 pengambilan keputusan) yang mahal?;
kewenangan)
2. Rent scraping (birokrasi
 Alokasi hak pengelolaan tanah dan alokasi
2 tanah kepada berbagai pihak (potensi konflik
berlebihan)
3. Dividend collecting (manfaat yg dan kontestasi kepentingan?);
dibagikan pada pihak ttn, suap) 3
 Penyediaan tanah untuk RA 30% dari tanah
4. Isi regulasi yang tdk terkait
masalahnya 4 yang dikuasai Bank Tanah; Subyek ditentukan
Pemerintah. (Keterbukaan Informasi Publik?);
Wedeman (1997)
 Pemanfaatan tanah berdasarkan asas
kemanfaatan dan asas prioritas. Tidak ada
desentralisasi, kecuali bentuk kerjasama.
(Akomodir kepentingan daerah?/legitimasi).
Catatan Lain
 PRINSIP INTERVENSI PASAR: 1) Mengendalikan pasar
tanah yang menghabiskan tanah untuk kepentingan publik.
2). Asal tanah untuk Bank Tanah disebut antara lain dari
“tanah bekas hak”, yang terkait dengan persoalan keadilan
distribusi tanah.
 PRINSIP AFIRMASI: Perlu memperhatikan tanah adat yang
belum mendapat penetapan legalitas, tetapi secara de facto
memenuhi persyaratan sbg tanah adat.

Anda mungkin juga menyukai