Anda di halaman 1dari 455

Materi CBT - Interna 2

Agustus 2017

Author :
dr. Yan Mardian
dr. Wirawan Prabowo
dr. David Dwi Putera
Outline Interna Part 2

Gastro Entero Hepatologi

Ginjal Hipertensi

Kardiologi
Gastro-Entero-Hepatology
Outline Materi
Irritable Bowel Inflammatory
Dyspepsia GERD
Syndrome Bowel Disease

Cholecystitis
dan Cholangitis Hepatitis Jaundice
Cholelithiasis

Pancreatitis Malignancy
Sirosis hepatis Liver Abscess
akut abdominal

Diarrhea
IBS
(Irritable Bowel Syndrome)

Definition:
• IBS adalah kelainan fungsional usus kronis berulang dengan nyeri atau
rasa tidak nyaman abdomen yang berkaitan dengan defekasi atau
perubahan kebiasaan buang air besar setidaknya selama 3 bulan

Epidemiology:
• Prevalensi IBS pada wanita sekitar 1,5-2 kali prevalensi pada laki-laki.
• IBS dapat terjadi pada semua kelompok umur dengan mayoritas pada
usia 20-30 tahun dan cenderung menurun seiring bertambahnya usia.
Kriteria Diagnosis (Rome IV)

Nyeri abdomen berulang paling tidak selama 1 hari dalam satu


minggi pada 3 bulan terakhir dengan 2 atau lebih gejala berikut :

Perbaikan dengan defekasi

Onset terkait dengan perubahan frekuensi buang air


besar

Onset terkait dengan perubahan bentuk atau


tampilan feses

Gejala harus dimulai sejak 6 bulan terakhir.


Menurut kriteria Roma IV dan karakteristik feses, IBS dibagi menjadi 3 subkelas:

1. IBS dengan diare (IBS-D)


Feses lembek/cair ≥25% waktu dan
Lebih umum ditemui pada laki-laki Ditemukan pada satu pertiga kasus
feses padat/bergumpal <25% waktu

2. IBS dengan konstipasi (IBS-C)


Feses padat/bergumpal ≥25% dan
Lebih umum ditemui pada wanita Ditemukan pada satu pertiga kasus
feses lembek/cair <25% waktu

3. IBS dengan campuran kebiasaan buang air besar atau pola siklik (IBS-M)
Feses padat/bergumpal dan lembek/cair ≥25% waktu Ditemukan pada satu pertiga kasus

Catatan: 25% waktu adalah 3 minggu dalam 3 bulan


IBD
(Inflammatory Bowel Disease)
Characteristic Ulcerative Colitis Chron’s Disease
Segmen involved Colonic mucosa only Any part of GI
Most Common Site Rectosigmoid (44%) Ileocaecal junction (40%),
terminal ileum (35%)
Distribution Continous Discontinous, segmented
Ulceration Fine, superficial Deep, with submucosal
extension
Abdominal Pain, Fever +- +++
Diarrhea, Rectal Bleeding +++ +-
Weight loss, malnourished +- +++
Abdominal Mass - +
Stricture, Fistule - +
Cancer ++ +
DCBE appearance Lead pipe String Sign
Cobble stone appearance, - +
Aphtous and linear ulcer
Pseudopolyps ++ +
String Sign
Lead Pipe Colon
Very thin luminal contrast usually in
Rigid, ahaustral appearance of colon
terminal ileum from spasm and
classically seen with chronic
eventually fibrosis seen in mostly
ulcerative colitis
crohn’s disease
The standard for diagnosis of IBD:
endoscopy and biopsy

Endoscopy helps to see if inflammation is


present, where it is located, assess its severity,
and obtain biopsies to confirm the diagnosis.
Endoscopy is also vital for monitoring therapy.
Healing of the lining of the intestine is a sign
that your medication is effective.

Types of Endoscopy:
Colonoscopy, Sigmoidoscopy, Upper
Endoscopy, Capsule Endoscopy
Dyspepsia
Rasa tidak nyaman dapat
Definisi (Konsensus Nasional
berupa salah satu atau
Dispepsia, 2014)
beberapa gejala berikut yaitu:

nyeri epigastrium dan rasa


terbakar di epigastrium
Dispepsia
rasa penuh setelah makan
merupakan rasa
tidak nyaman cepat kenyang
yang berasal dari
daerah abdomen rasa kembung pada saluran
cerna atas
bagian atas.
mual, muntah, dan sendawa
Strategi tata laksana adalah memberikan terapi
Alur manajemen dyspepsia empirik selama 1-4 minggu sebelum hasil investigasi
awal, yaitu pemeriksaan adanya Hp

Tanda Bahaya Dyspepsia:

penurunan berat badan (unintended)

disfagia progresif

muntah rekuren/persisten

perdarahan saluran cerna

anemia

demam Tidak

Massa daerah abdomen bagian atas


Ya
riwayat keluarga kanker lambung
Ya Tidak
dispepsia awitan baru pada pasien >45 tahun.

Obat yang dipergunakan dapat berupa antasida, antisekresi asam lambung (PPI misalnya omeprazole,
rabeprazole dan lansoprazole dan/atau H2-Receptor Antagonist [H2RA]), prokinetik, dan sitoprotektor
(misalnya rebamipide), di mana pilihan ditentukan berdasarkan dominasi keluhan dan riwayat
pengobatan pasien sebelumnya.
Patogenesis Dyspepsia Fungsional
Gangguan motilitas gastroduodenal

Peningkatan sekresi asam lambung sebagai respon peningkatan


gastrin

Hipersensitivitas viseral,

Faktor psikologis.

Kebiasaan/ Lifestyle:

• Diet tinggi asam,


• diet pedas
• Konsumsi alkohol dan merokok (tidak terlalu bermakna)
Penggunaan prokinetik seperti
metoklopramid, domperidon, cisaprid,
itoprid dan lain sebagainya dapat
memberikan perbaikan gejala pada beberapa
pasien dengan dispepsia fungsional.

Hal ini terkait dengan perlambatan


pengosongan lambung sebagai salah satu
patofisiologi dispepsia fungsional.

Data penggunaan obat-obatan antidepresan


atau ansiolitik pada pasien dengan dispepsia
fungsional masih terbatas.
Ulkus peptikum
A peptic ulcer is a mucosal
break, 3 mm or greater in
size with depth, that can
involve the stomach or
duodenum.
Ulkus peptikum
Suatu penyakit yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan faktor protektif dan agresif pada mukosa
lambung dan duodenum.
Faktor Agresif: asam lambung, pepsin, NSAIDs,
Faktor Defensif: sekresi mukus, bikarbonat
h.pylori

Sangat mungkin disertai infeksi Helicobacter pylorii (Ulkus gaster:


70%; Ulkus duodenum: 90%)

Gejala: rasa nyeri/ terbakar pada daerah epigastrium atau hipokondrium yang dapat menyebar
hingga ke punggung.

Ulkus Gaster: pain – food  pain Ulkus Duodenum: pain – food  relieved

Klasifikasi di atas tidak selalu menunjukkan adanya


pola anatomis, namun sering digunakan
Duodenal Ulcer Gastric Ulcer
• May present < age 40 • Usually seen in
• Rarely associated with 50-60 year olds
NSAID use • Strong relationship to
• Pain often on empty NSAID use
stomach, better with • Pain usually worse after
food or antacids meals
• H. pylori in 90% to 100% • H. pylori in 70% to 90%
Terapi Ulkus
Peptikum
Efek Samping Antasida
Chronic consumption of Antacids

Vit B12 deficiency

Anemia
NSAIDs induced
Pencegahan untuk meminimalkan efek NSAIDs

Jika memungkinkan hentikan konsumsi NSAIDs

Atau berikan obat spesifik selektif COX-2 inhibitor/ NO-NSAID,


walaupun hal ini tidak 100% mencegah efek GI

Pemberian NSAIDs bersamaan dengan PPI/ prostaglandin/ H2RI


Recommendation NSAID Ulcer
Helicobacter Infection
How H. Pylori causing ulcer
Metode Diagnosis
H. pylory
Metronidazole can be substituted for amoxicillin in penicillin-allergic individuals
Evaluasi Terapi H. pylori
Pada daerah dengan resistensi klaritromisin tinggi, disarankan untuk melakukan
kultur dan tes resistensi (melalui sampel endoskopi) sebelum memberikan terapi.

Setelah pemberian terapi eradikasi, maka pemeriksaan konfirmasi harus


dilakukan dengan menggunakan UBT atau H. pylori stool antigen monoclonal
test.

Pemeriksaan dapat dilakukan dalam waktu paling tidak dalam 4 minggu setelah
akhir dari terapi yang diberikan.
Keganasan lambung
Jarang menjadi penyebab dari dispepsia
kronis (< 1%)

Sering terdeteksi secara tidak sengaja


melalui gastroscopy

Infeksi Helicobacter pylorii


meningkatkan resiko terjadinya
adenokarsinoma gaster antara 5,6 – 7,1
kali

Terapi: Gastroduodenectomi radikal


disertai anastomosis esofago-ileal,
ditambah dengan kemoterapi dengan 5-
FU atau Cisplatin
GERD
Pengosongan esofagus
terganggu

’Disfungsi’ SEB
Hernia hiatus

Keterlambatan
pengosongan lambung Peningkatan tekanan intraabdomen

Katzka DA, DiMarino AJ. In: The esophagus, second edition, Castell DO (editor).
Little, Brown & Company, Boston, USA. 1995:443–53.
GERD
Definisi:

• suatu gangguan di mana isi lambung mengalami refluks secara berulang ke dalam
esofagus, yang menyebabkan terjadinya gejala dan/atau komplikasi yang mengganggu.

Gejala Khas

• Heartburn (rasa terbakar di dada yang kadang disertai rasa nyeri dan pedih)
• regurgitasi (rasa asam dan pahit di lidah)
• nyeri epigastrium
• disfagia
• Odinofagia

Dua kelompok pasien GERD

• Pasien dengan esofagitis erosif yang ditandai dengan adanya kerusakan mukosa esofagus
pada pemeriksaan endoskopi (Erosive Esophagitis/ERD)
• Gejala refluks yang mengganggu tanpa adanya kerusakan mukosa esofagus pada
pemeriksaan endoskopi (Non-Erosive Reflux Disease/NERD)
The Montreal Definition of GERD 2006
GERD is a condition which develops when the reflux
of stomach content causes trouble some symptoms
and/or complications

Extra-Esophageal
Esophageal
Syndromes
Syndromes

Syndromes with Established Proposed


Symptomatic
Esophageal Association Association
Syndromes
injury

Pharingitis
Typical Reflux Refluks Esophagitis Reflux Cough
Sinusitis
Reflux Stricture Reflux Laryngitis
Syndromes Barrett’s Esophageus Reflux asthma Idiopathic
Reflux Chest Adenocarcinoma Reflux dental Erotion Pulmonary Fibrosis
Pain Syndromes Recurrent Otitis
Media

Vakil N et al. Am J Gastroenterol 2006;101:1900-1920


Gejala spesifik untuk GERD

• Heartburn dan/ atau regurgitasi


yang timbul setelah makan.

Penunjang Dx

• GERD-Q
• Endoskopi (GOLD STD)
• Histopatologi
• pH-metri 24 jam
• PPI test
PPI Test
Tes ini dilakukan dengan
memberikan PPI dosis ganda
selama 1-2 minggu tanpa didahului
dengan pemeriksaan endoskopi.

Jika gejala menghilang dengan


pemberian PPI dan muncul kembali
jika terapi PPI dihentikan, maka
diagnosis GERD dapat ditegakkan.

Dalam sebuah studi metaanalisis, PPI


test dinyatakan memiliki sensitivitas
sebesar 80% dan spesifitas sebesar
74%
Target Terapi GERD
Menghilangkan gejala/keluhan
Menyembuhkan lesi esofagus
Mencegah kekambuhan
Memperbaiki kualitas hidup
Mencegah timbulnya komplikasi.

Perhatian utama ditujukan


GERD
Terapi Non Farmakologi

kepada PPI paling efektif dalam menghilangkan gejala serta


• memodifikasi berat badan berlebih menyembuhkan lesi esofagitis pada GERD.
• meninggikan kepala lebih kurang
15-20 cm pada saat tidur
Faktor-faktor tambahan lain PPI terbukti lebih cepat menyembuhkan lesi esofagitis
seperti serta menghilangkan gejala GERD dibanding golongan
antagonis reseptor H2 dan prokinetik.
• menghentikan merokok dan minum
alkohol
• mengurangi makanan dan obat-
obatan yang merangsang asam Apabila PPI tidak tersedia, dapat diberikan H2RA
lambung dan menyebabkan refluks
• makan tidak boleh terlalu kenyang
• Makan malam paling lambat 3 jam
sebelum tidur
Dosis inisial PPI adalah dosis tunggal per pagi hari
sebelum makan selama 2 sampai 4 minggu.

Apabila masih ditemukan gejala sesuai GERD (PPI


failure), sebaiknya PPI diberikan secara berkelanjutan
dengan dosis ganda sampai gejala menghilang.

Umumnya terapi dosis ganda dapat diberikan sampai 4-


8 minggu
Complications
1. Stricture
2. Mallory Weiss
tear
3. Barrets
Esophagus

©Bimbel UKDI MANTAP


Barret’s Esophagus
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas

Dari seluruh kasus


perdarahan saluran cerna Di Indonesia penyebab
DEFINISI
sekitar 80% sumber tersering perdarahan
perdarahannya berasal dari

ruptur varises
Kehilangan darah esofagus
gastroesofagus
dari saluran cerna
atas mulai dari
esofagus sampai
gaster ulkus peptikum
dengan duodenum
(dengan batas
anatomik di
ligamentum Treitz) duodenum gastritis erosif
Tindakan umum terhadap pasien
diutamakan untuk ABC.

Stabilkan Hemodinamik

•Pemasangan IV line paling sedikit 2 dengan


jarum(kateter) yang besar minimal no 18. Hal ini
penting untuk keperluan transfusi. Dianjurkan
pemasangan CVP
•Oksigen sungkup/ kanula. Bila ada gangguan A-B
perlu dipasang ETT
•Mencatat intake output, harus dipasang kateter urine
•Memonitor Tekanan darah, Nadi,saturasi oksigen
dan keadaan lainnya sesuai dengan komorbid yang
ada.

Melakukan bilas lambung agar


mempermudah dalam tindakan endoskopi

Dalam melaksanakan tindakan


umum ini, terhadap pasien dapat
diberikan terapi
• Transfusi untuk mempertahankan
hematokrit > 25%, Hb > 10 (syarat terapi
endoskopi )
• Pemberian vitamin K (Penyakit hati kronis)
• Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)
(ulkus peptik)
• Terapi lainnya sesuai dengan komorbid
Portal Hypertensive Gastropathy (PHG)
Primary Prevention
• Non selective Beta-blocker:
propanolol, nadolol
• Variceal Endoscopic Band Ligation

Variceal Bleeding Treatment:


• Vasoactive agents: Somatostatin,
Octreotide – somastatin analogue
• Endoscopic Variceal Treatment
(Sclerotherapy, Variceal Band
Ligation)
• TIPS (Transjugular Intrahepatic
Portosystemic Shunt)
• Surgery (Splenorenal Shunting)
Invasive Tx
Ulkus Peptik Hemorrhagik
Tukak peptik

• Terapi medikamentosa
• PPI
• Terapi endoskopi
• Injeksi (adrenalin-
saline, sklerosan,
glue, etanol)
• Termal (koagulasi,
heatprobe, laser)
• Mekanik
(hemoklip,stapler)
• Terapi bedah
• Mallory Weiss vs.Boerhaaves Syndrome
• Mallory-Weiss: tear of mucosa due to severe vomiting; alcoholics
and bulemics
• Boerhaave: transmural rupture of esophagus due to violent
retching; emergency
Cholelithiasis dan Cholecystitis
Cholesterol stones
• Often solitary and large

Pigment stones
• Excess insoluble unconjugate bilirubin
• Often associate with hemolytic anemia

Mixed stones
• Accounts for most stones (75-80%)
• Mixture of cholesterol and calcium salts
Symptoms and signs:

• Demam
• Kolik perut di sebelah kanan atas atau epigastrium dan
teralihkan ke bawah angulus scapula dekstra, bahu kanan
atau yang ke sisi kiri, kadang meniru nyeri angina pektoris,
berlangsung 30-60 menit tanpa peredaan, berbeda dengan
kolik bilier.
• Serangan muncul setelah konsumsi makanan besar atau
makanan berlemak di malam hari.
• Flatulens dan mual
• Ikterik
• Teraba massa kandung empedu
• Tanda Murphy positif

Diagnostic Imaging

• USG
• CT Scan
• Hepatobiliary scintigraphy
• Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)

Complications:

• Perforasi, peritonitis , sepsis

Treatment:

• Tirah baring, Puasa, Pemasangan infus, Pemberian anti nyeri


dan anti mual, Pemberian antibiotik:
• Surgical: Laparoscopic cholecystectomy, ERCP
cholangitis
DD RUQ PAIN
Parameter Kolelitiasis Koledokolitiasis Kolesistitis Kolangitis
Nyeri Kolik + + +/- +/-
Nyeri Tekan - - + +
(Murphy’s sign)
Demam - - + (low grade) + (high grade)
Ikterus - + - +
Hepatitis
Sifat Virus Hepatitis
Hepatitis Penularan Sifat

A Oral Akut

B Darah/Cairan Tubuh Akut/Kronik

C Darah/Cairan Tubuh Kronik

D Darah/Cairan Tubuh Akut/kronik

E Oral Akut
Infeksi Virus Hepatotropik
Kronis

Akut

Prodromal Ikterik Sembuh

• Demam • Sklera kuning


• Mual/muntah • BAK gelap
• Nyeri perut
• Nafsu makan
berkurang
Hepatitis A
Hepatitis A
Hepatitis B
Transmission
Genome dan Genotype HBV
Genotype Negara

Genotype A Eropa Barat Laut, Amerika utara, Central Afrika

Genotype B dan C Asia Tenggara, China, Jepang

Genotype D Eropa Selatan, Mediterania. Timur Tengah, India

Genotype E Afrika

Genotype F Amerika (asli), polinesia, Central Amerika dan Selatan

Genotype G US dan Prancis


Clinical Course Hepatitis B
Reference Range for Hepatitis B
Serology
HBsAg:
• <1 s/c : Negative
• 1-5 s/c: Indeterminate
• >5 s/c: Positive

Anti HBs
• <5 mIU: Negative:
• 5-12 mIU: indeterminate
• >12 mIU: Positive (Protective Level)
Perjalanan Alamiah Hep B kronik
(EASL, 2012)
Fase Immune Tolerant
• HBeAg (+), tingkat replikasi virus Hepatitis B tinggi, sehingga HBV DNA serum tinggi, AST rendah (nekro
inflaasi hepar rendah, progresifitas fibrosis rendah)
Fase Immune Reactive HBeAg-positive
• Kadar AST fluktuatif, nekroinflamasi hati sedang sampai berat, progresifitas fibrosis yang cepat
• Berlangsung beberapa tahun setelah fase pertama dan diakhiri dengan seroconversi HBeAg
Fase Inactive HBV carrier state
• Dapat diikuti dengan seroconversi HBeAG menjadi anti-Hbe, titer HBV rendah (<20.000IU/ml), kadar AST
normal
HBeAg-negative hepatitis B kronik
• Dapat diikuti dengan seroconversi HBeAg menjadi anti Hbe selama fase immune reactive atau muncul
beberapa tahun setelah fase inactive carrier state. Kadang sulit membedakan inactive carrier state dengan
active HbeAg negative
• Kondisi dimana adanya reaaktivasi, ditunjukkan dengan peningkatan HBV DNA dan kadar ALT  immune
escape

Fase HbsAg negative (Occult Infection)


• Setelah HbsAg hilang dan tingkat replikasi HBV rendah
• Menunjukkan penyembuhan, resiko rendah untuk berkembang menjadi sirosis dan/ KHS
Evaluasi Pasien HbSAg+

In persons with chronic HBV infection, regular monitoring of disease activity should be performed.
These tests include HBeAg, HBV DNA, ALT, and liver histology. It is recommended to monitor ALT every
3-6 months and periodically measure HBV DNA for life in these inactive carriers.
Vaksinasi Hepatitis B
Postexposure Prophylaxis
Terapi HBV
Golongan Analog nukleos(t)ida (AN)

• Lamivudine (LAM)
• Adefovir (Adv)
• Entecavir (ETV)
• Telbivudine (Ldt)
• Tenofovir (TDF)

Golongan immunomodulator

• Interferon alfa

Tujuan • Menekan nekroinflamasi


• Normalisasi ALT

Utama • Serokonversi HBeAg, HBV


DNA menjadi negative
• Mencegah penularan
Terapi: • Mencegah sirosis dan KHS
Hepatitis C
HIV 40
M

HBV HCV
350 M 170 M
Clinical Course
Criteria
Diagnosis
Hepatitis C
Management

Skrining
Anti HCV
Diagnosis
HCV RNA
Terapi
HCV Genotype
Kurangi pemakaian alkohol
Sembuh
APRI
PEG-IFN + RBV (Pegylated
Fibroscan Interferon Alfa injeksi +
Biopsi hati Ribavirin kaplet) 24-48
minggu terapi
Tambahan obat: Telaprevir,
boceprevir, Sofosbuvir,
simeprevir  tergantung
genotype
Hepatitis D
Hepatitis D
Virus defective
• Need component of HBV for replication
• Super infection of Hep D, in patient of chronic HB, infected by HDV

Very pathogenic
• Cause acute HDV and Chronic HDV
• Clinical symptom of co-infection HDV-HBV same with acute infection
of HBV

Diagnosis
• Detection HD Ag in hepatic tissue/blood
• Detection serum IgM anti HDV
Hepatitis E
Caused by SS RNA virus

• Genus virus: Calcivirus

Trnasmission by fecal-oral route


(contaminated water)

Acute epidemic of acute, self limited


hepatitis
• Incubation  mild infection with jaundice.
Incubation period 40 days (15-60 days)
• Does not evolve into chronic hepatitis or
carcinoma
• During pregnancy  sometimes acute fulminant
hepatitis

Case fatality rate

• Overall 1-3 %
• Pregnant women, 15-25 %

Chronic sequelae: None identified


Serologic Hep E

IgM Anti-HEV serum


• Acute Infection HEV

HEV-RNA in faeces
Jaundice
Penyebab Utama Jaundice
Hemolytic Jaundice
Parenchymatous Jaundice
Obstructive Jaundice
Conclusion
Blood Urine
Type of Jaundice Stool Color
Indirect Bil Direct Bil Bilirubin Urobilinogen
1. Hemolytic  N N Not Present 
2. Hepatocellular   N  
damage
3. Obstructive N / Pale  

Prehepatic Hepatic Posthepatic


Parameter
(Hemolytic) (Hepatocellular) (Obstructive)
Unconjugated
  Normal
Bilirubin
Conjugated
Normal  
Bilirubin
VDB Indirect Biphasic Direct
AST & ALT Normal  Normal
ALP & γGT Normal Normal 
Stool Stercobilin Darker Pale greyish Absent (clay color)
Pankreatitis Akut

Terjadinya pankreatitis akut diawali karena


adanya jejas di sel asini pankreas akibat

(2) stimulasi hormon


(3) iskemia (misalnya pada
kolesistokinin (CCK)
pankreatitis akut pasca
(1) obstruksi duktus sehingga akan mengaktivasi
prosedur endoscopic
pankreatikus (terutama enzim peankreas (misalnya
retrograde
oleh migrasi batu empedu) karena pengaruh
cholangiopancreatography
hipertrigliseridemia dan
(ERCP) atau aterosklerosis
alkohol)
Menurut Klasifikasi Atlanta (2012), diagnosis pankreatitis akut
tegak apabila memenuhi 2 dari 3 kriteria
Nyeri perut bagian atas

Peningkatan amilase atau lipase lebih dari tiga kali nilai batas normal

Hasil pemeriksaan imaging (USG/CT scan atau MRI).

Amylase Lipase Amylase or Lipase

• Amylase rises within 6-24 • Lipase rises within 4-8 hours • Given recent developments
hours and normalizes in 3-7 and stays elevated for 8-14 that have made lipase widely
days. days. available and its superior test
• Traditionally, amylase was • Lipase remains elevated longer characteristics, lipase is now
recommended as the and is at least as sensitive and the laboratory measurement
diagnostic test of choice more specific than amylase. of choice for the diagnosis of
because it was cheaper and • Lipase levels of greater than acute pancreatitis, and there is
more widely available than five times the upper limit of little additional benefit from
lipase. normal have 100% specificity also obtaining a serum amylase
for the diagnosis of acute level.
pancreatitis. • The degree of elevation of
serum lipase or amylase at
admission does not predict
severity of disease
Rare sign (<1%)
Cirrhosis hepatis
Definisi
Suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang
ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif

Terjadi akibat nekrosis hepatoselular


Temuan Lab

SGOT dan SGPT meningkat tapi tak begitu tinggi (SGOT >> SGPT)

Alkali phosphatase meningkat sampai 2-3 kali batas normal atas

Bilirubin (bisa normal, bisa meningkat)

Albumin menurun

Globulin meningkat

Prothrombin time memanjang

Na+ serum menurun

Anemia

Thrombositopenia

Leukopenia
Pemeriksaan USG

Menilai sudut hati, permukaan


hati, ukuran, homogenitas,
massa, ascites, splenomegali,
thrombosis vena porta,
pelebaran vena portal

Pada sirosis lanjut:


• Hati mengecil dan nodular
• Permukaan irregular
• Echogenitas parenkim hati meningkat
Komplikasi

Peritonitis bakterial spontan (infeksi cairan ascites)

Hepatorenal sindrome (gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria,


peningkatan ureum, kreatinin)

Varises esophagus (manifestasi hipertensi portal)

Encephalopathy hepatic (gangguan tidur  gangguan kesadaran  koma)

Hepatopulmonal sindrome (hidrothoraks dan hipertensi portopulmonal)


Multifactorial Hypothesis of HE
Hepatic encephalopathy
Neurological Sign
Specific Treatment of HE
Diet Protein: 0,8 – 1,0 g/kg/day

Non absorbable dissacharides (lactuloses)

Enema

Antibiotic : Neomycin, Rifaximine

L-ornithine L-aspartate  improves impaired ammonia detoxification, stimulate hepatic regeneration

Branched-Chain amino, acid supplementation

Other tx: Flumazenil, Dopaminergic agonists, Bromocriptine and L-dopa, Molecular absorbent
recirculating system (MARS), Acarbose, Probiotics
Ascites
Hepatopulmonal Syndrome
Hepatorenal Syndrome
Abdominal Tumor in Adult
Hepatocellular Carcinoma
Major Risk Factor

• HBV – related HCC


• HBV is an oncogenic virus
• Frequent integration of HBV to HCC chromosomes
• Transacting elements in HBV genome  HB X antigen and pre S2/S protein
 importance influence on cellular function
• HCV –related HCC
• HCV is an RNA virus
• Lack of reverse transcriptase enzyme
• Cirrhosis  persistent necrosis/inflammation  spontaneous mutation
and gene instability

Other risk factor

• Aflatoxin
• Alkohol
• Oral contraceptive

Geographic variation : high incidence in East Asia and


Central Asia, low incidence in USA and EUROPE
Epidemiology of HCC
Carcinoma of the Pancreas
Epidemiologi
70%  carcinomas in the head of
pancreas

Jaundice and epigastric pain

May compress duodenum and


produce obstructive symptoms

May invade the stomach and


producing hematemesis

Common bile duct obstruction 


cholangitis, jaundice
Biomarker CA 19-9
Courvoisier's law (Courvoisier-Terrier's sign)

States that in the presence of a


palpably enlarged gallbladder which
is nontender and accompanied with
mild painless jaundice, the cause is
unlikely to be gallstones.

This sign implicates possible


malignancy of the gallbladder or
pancreas and the swelling is unlikely
due to gallstones.
Colorectal Cancer
Letak Tersering Ca Colon
Colorectal cancers remain asymptomatic for years; symptoms develop
insidiously and frequently have been present for months, sometimes years,
before diagnosis.

Cecal and right


Left-sided lesions
colonic cancers
Fatigue, Occult bleeding

Weakness, Changes in bowel habit

Crampy left lower


Iron deficiency anemia.
quadrant discomfort.

Although anemia in females may arise from gynecologic causes, it is a clinical


maxim that iron deficiency anemia in an older man means gastrointestinal
cancer until proved otherwise.
Patients at sufficiently-
increased risk to change
screening recommendations are
those who have:
• A personal history of CRC or
adenomatous polyp
• A genetic syndrome predisposing to CRC
(ie, hereditary nonpolyposis colorectal
cancer [HNPCC], familial adenomatous
polyposis [FAP])
• One first-degree relative with CRC or
advanced adenoma diagnosed at age
<60 years
• Two or more first-degree relatives with
CRC or advanced adenoma at any age
• IBD causing pancolitis or longstanding
(>8 to 10 years) active disease
• Certain other clinical situations such as a
personal history of childhood cancer
requiring abdominal radiation therapy
Diagnosis
Liver Abscess
Etiology
Parameter Pyogenic Liver Abscess Amebic Liver Abscess

Number Often Multiple Usually Single

Location Either lobe of liver Usually right hepatic lobe,


near the diaphrag

Presentation Subacute Acute

Jaundice Mild Moderate

Diagnosis USG or CT + Aspiration USG/CT & amebic serology


Cluster sign on CT scan (Titre ≥ 0,5)

Treatment Drainage + Antibiotics IV Metronidazole/Tinidazole

• Ludwig Sign : menekan sela iga ke-6 setentang linea axilaris anterior
Diare
Definisi

BAB cair/ setengah padat, frekuensi >3 kali sehari, dengan


kandungan air dlm tinja >200 gr atau 200 ml/24jam

Diare akut: diare <14 hari

Diare kronik >15 hari

• Persistent diarrhea: prolonged acute diarrhea, due to infection


• Chronic diarrhea: Episode of diarrhea, lasts for > than several weeks,
caused by non-infectious etiology
Patogen Potensial Diare
Patogen Sumber
Salmonella Telur, daging, produk susu
Shigella 20% bersumber dari makanan, penularan bisa
terjadi secara kontak langsung manusia ke
manusia
Campylobacter jejuni Unggas
Staphylococcus aureus, Bacillus Tersering pada keracunan makanan
cereus
Clostridium perfringens Makanan kaleng kadaluarsa
Vibrio cholerae Kerang, makanan mentah (sushi)
E. Coli (EHEC) Daging setengah matang, air terkontaminasi
ETEC, EAEC Wisatawan
Clostridium difficile Pemakaian antibiotika (dalam 2 bulan terakhir)
Cryptosporidium, Microsporidia, Wisatawan, meminum air kolam renang
Isospora, Giardia
Entamoeba hystolitica Wisatawan, Kontak seksual MSM
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Pendekatan pasien dewasa dengan
diare akut:
1. Melakukan penilaian awal dan memeriksa tanda dehidrasi

2. Terapi dehidrasi

3. Mencegah dehidrasi pada pasien tanpa tanda dehidrasi menggunakan cairan atau larutan rehidrasi oral:
• a) Rehidrasi pasien dengan dehidrasi sedang menggunakan larutan rehidrasi oral dan koreksi dehidrasi berat dengan larutan intravena
yang tepat,
• b) Memberikan hidrasi menggunakan larutan rehidrasi oral,
• c) Mengobati gejala.
4. Stratifikasi manajemen:
• a) Petunjuk epidemiologis: makanan, antibiotik, aktivitas seksual, perjalanan wisata, penyakit lainnya, wabah, musim.
• b) Petunjuk klinis: diare berdarah, nyeri abdomen, disentri, penurunan berat badan, infl amasi fekal.
5. Mengambil spesimen fekal untuk analisis:
• Jika diare berat, inflamasi, berdarah atau persisten, dan pada saat awal wabah atau epidemik.

6. Mempertimbangkan terapi antimikrobial untuk patogen spesifik.


Obat Anti Diare
Kelompok Opiat Kelompok Absorbent

• Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, • Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat,
loperamid HCl, serta kombinasi difenoksilat dan pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas dasar
atropin sulfat. argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap
• Penggunaan kodein adalah 15-60 mg 3x sehari, bahan infeksius atau toksin.
loperamid 2-4 mg/3-4 kali sehari. • Melalui efek tersebut, sel mukosa usus terhindar
• Efek kelompok obat tersebut meliputi kontak langsung dengan zat-zat yang dapat
penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi merangsang sekresi elektrolit.
cairan, sehingga dapat memperbaiki konsistensi
feses dan mengurangi frekuensi diare.
• Obat ini tidak dianjurkan pada diare akut dengan
gejala demam dan sindrom disentri

Probiotik Kelompok Anti-sekresi Selektif

• Kelompok probiotik terdiri dari • Terobosan terbaru milenium ini adalah


Lactobacillus dan Bifi dobacteria atau mulai tersedianya secara luas racecadotril
Saccharomyces boulardii, bila meningkat yang bermanfaat sebagai penghambat
jumlahnya di saluran cerna akan memiliki enzim enkephalinase, sehingga enkephalin
efek positif karena berkompetisi untuk dapat bekerja normal kembali. Perbaikan
nutrisi dan reseptor saluran cerna. fungsi akan menormalkan sekresi
elektrolit, sehingga keseimbangan cairan
dapat dikembalikan.
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian
antibiotik.

Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi, seperti
persisten atau
pasien
demam, feses berdarah, leukosit pada feses, penyelamatan jiwa diare pada pelancong,
immunocompromised.
pada diare infeksi,
Nefrologi Dan Hipertensi
Outline Materi

Chronic
Infeksi Saluran
Hipertensi Kidney
Kemih
Disease

Acute Kidney Sindrom Sindrom


Injury Nefrotik Nefritik
Diagnosis Hipertensi

©Bimbel UKDI MANTAP


Klasifikasi ESC VS JNC

©Bimbel UKDI MANTAP


Jenis Hipertensi

Hipertensi primer
(idiopatik)

Hipertensi sekunder
(terdapat penyakit
yang mendasari)

©Bimbel UKDI MANTAP


©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
From: 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in
Adults: Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National
Committee (JNC 8)
JAMA. 2013;():. doi:10.1001/jama.2013.284427

Figure Legend:
Comparison of Current Recommendations With JNC 7 Guidelines
Copyright © 2012 American
Date of download:
Medical Association. All rights
12/19/2013 ©Bimbel UKDI MANTAP
reserved.
Strategi JNC VIII
©Bimbel UKDI MANTAP
ESC 2013
Target TD
Cara Kerja Anti Hipertensi
Obat
Anti-
Hipertensi
©Bimbel UKDI MANTAP
Krisis Hipertensi
Hypertensive urgency (hipertensi mendesak)

• Tekanan darah yang sangat tinggi (>180/120 mmHg) JNC VII


• Tidak disertai kelainan/ kerusakan organ target yang progresif
• Dengan nyeri kepala (22%), anxietas, faintness, epistaxis (17%)

Hypertensive emergency (hipertensi darurat)

• Tekanan darah yang sangat tinggi (> 180/120 mm Hg) JNC VII
• Kelainan/ kerusakan target organ yang bersifat progresif (e.g.
hypertensive encephalopathy, cerebral vascular accident/ cerebral
infarction, SAH, ICH, myocardial ischemia/ infarction, acute
pulmonary edema, acute renal failure, retinopathy, eclampsia, etc.)

©Bimbel UKDI MANTAP


©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
ETIOLOGI

Non compliance pada obat antihipertensi

Withdrawal obat antihipertensi (e.g.


alpha 2 agonist)

Konsumsi substansi yang bisa


meningkatkan tekanan darah
©Bimbel UKDI MANTAP
MANAGEMENT DAN TERAPI
Urgency hypertension

• Tekanan darah diturunkan dalam periode beberapa jam-hari dan bahkan lebih lambat
pada individu usia tua yang berisiko mengalami hipoperfusi serebral atau myokard
akibat penurunan tekanan darah yang terlalu cepat.
• Target penurunan tekanan darah dapat diturunkan sampai < 160/110 mmHg akan tetapi
Mean Arterial Pressure (MAP) diturunkan tidak lebih dari 25% dalam beberapa jam.
Target untuk pengobatan jangka panjang adalah < 140/90 mmHg.

Emergency hypertension

• Manajemen tekanan darah dilakukan dengan obat-obatan parenteral secara tepat dan
cepat.
• Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa
dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat.
• Secara umum tingkat ideal penurunan tekanan darah adalah dengan penurunan Mean
Arterial Pressure (MAP) 10-20% selama 1 jam awal dan 5-15% pada 23 jam berikutnya.
• Penurunan tekanan darah yang mendadak menyebabkan iskemia renal, serebral atau
koroner

©Bimbel UKDI MANTAP


Obat Hipertensi Oral
OBAT SEDIAAN ONSET DURASI DOSIS PERHATIAN KHUSUS

Captopril Tablet 12,5 mg 15-30 menit 6-8 jam 6,25-50 mg/kali KONTRAINDIKASI:
Tablet 25 mg Dapat diulang per ½ jam STENOSIS ARTERI RENAL
Tablet 50 mg KEHAMILAN

Klonidin Tablet 0,075 mg 30-60 menit 3-12 jam 0,075-0,15 mg/kali EFEK SAMPING (SERING):
Tablet 0,15 mg Dapat diulang per jam MULUT KERING
Dosis max 0,6 mg SOMNOLEN

Furosemide Tablet 40 mg 30-60 menit 6-8 jam 20-80 mg/kali EFEK SAMPING
Dapat diulang per 8 jam HIPERURISEMIA
Dosis max 600 mg HIPOKALEMIA

Nifedipine Tablet 10 mg 5-15 menit 2-6 jam 10 mg/kali KONTRAINDIKASI:


HANYA Dapat diulang per 15 KASUS KRISIS HIPERTENSI
DIBERIKAN JIKA menit DENGAN GANGGUAN
TIDAK ADA OBAT OTAK DAN ISKEMIA
LAIN
JANTUNG

©Bimbel UKDI MANTAP


Obat Hipertensi Parenteral
OBAT & SEDIAAN DOSIS ONSET DURASI EFEK SAMPING KETERANGAN
Propranolol Dosis inisial 2-10 menit 6-12 jam Mual/muntah, paresthesia, Digunakan pada kasus
Inj. 1 mg/ml 1 mg IV tiap 3-5 menit, max bronkospasme, dizziness, diseksi aorta
6,15 mg/kgBB blok kardial (cth. AV blok) Hindari penggunaan pada
Dosis maintenance gagal jantung akut, av blok
2-6 mg IV tiap 4-6 jam derajat 2/3, dan adanya
obstruksi jalan nafas
(PPOK, asma)

Nikardipin Infus drip intravena dengan 5-15 menit 1,5-4 jam atau Takikardia, nyeri kepala, Hindari penggunaan pada
Inj. 10 mg/10 ml dosis 0,5-6 mcg/kgBB/menit sepanjang infus dizziness, mual, flushing, gagal jantung akut dan
(Perdipine) berjalan phlebitis, lokal edema iskemia koroner

Nitrogliserin Infus drip intravena 5-100 2-5 menit 5-10 menit atau Hypoxemia, takikardia Obat anti hipertensi
Inj. 50 mg/10 ml mcg/menit sepanjang infus (aktivasi refleks potensial pada pasien
(Glyceryl Trinitrate berjalan simaptetik), nyeri kepala, dengan iskemia koroner
DBL) muntah, flushing, atau edem paru akut
Inj. 10 mg/10 ml methemoglobinemia,
(Nitrocine,NTG) toleransi pada pemakaian
jangka panjang

Klonidin Infus drip intravena 30-60 menit 6-10 jam atau Mulut kering, somnolen, Diberikan pada kasus
Inf. 0,15 mg/ml 0.2-0,5 mcg/kgBB/menit. Per sepanjang infus nyeri kepala, dizzines, hipertensi emergensi yang
(Catapres) infus maximum 0,15 mg berjalan fatigue diakibatkan withdrawal
klonidin
Diltiazem Infus drip intravena 5-15 5-10 menit 1-3 jam atau AV blok, denyut prematur Kontraindikasi pada kasus
Inj. 50 mg/vial mcg/kgBB/menit sepanjang infus atrium, edema, nyeri syok kardiogenik, AV blok
(Herbesser) berjalan kepala, dizziness derajat 2-3, sick sinus
syndrome, sindrom WPW
atau LGL

©Bimbel UKDI MANTAP


Infeksi saluran kemih

©Bimbel UKDI MANTAP


Definisi

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan ada/ ditemukannya
mikroorganisme dalam urine

Kondisi ISK dapat diketahui dengan adanya mikroorganisme di dalam urine, yang paling
sering adalah ditemukannya bakteri dalam urine. Adanya bakteriuria bermakna
(significant bacteriuria) adalah ditemukannya pertumbuhan mikroorganisme murni lebih
dari 105 colony forming units/ milliliter (cfu/ml) pada biakan urine.

Dari data penelitian yang ada, hampir 25-35% dari semua perempuan dewasa telah
pernah mengalami ISK dalam hidupnya. ISK berulang pada laki-laki lebih jarang ditemukan
jika tidak ditemukan adanya faktor pencetus yang jelas. Pada individu perempuan,
prevalensi ISK pada usia sekolah adalah 1%, yang meningkat menjadi 5% pada fase seksual
aktif. (PAPDI, 2009)

©Bimbel UKDI MANTAP


Klasifikasi ISK
Menurut Pembagian Anatomisnya Menurut Tanda Klinisnya Menurut Komplikasinya

• Infeksi Saluran Kemih Bawah (ISK- • Bakteriuria Asimptomatik/ Covert • Infeksi Saluran Kemih Sederhana
B), meliputi infeksi dan perdangan Bacteriuria. Merupakan kondisi (Uncomplicated), Merupakan suatu
pada: ditemukannya bakteriuria bermakna kondisi ISK yang tunggal maupun
• Perempuan: Meliputi sistitis yakni yang tidak disertai adanya keluhan berulang, namun tidak ditemukan
suatu presentasi infeksi kandung ataupun tanda-tanda klinis. Kondisi tanda-tanda maupun gejala
kemih disertai bakteriuria ini sering diakibatkan oleh: insufisiensi renal kronik.
bermakna, dan sindroma uretra • Pasien telah mendapatkan/ sedang
akut (SUA) yakni adanya presentasi menggunakan terapi antimikroba • Infeksi Saluran Kemih
sistitis tanpa adanya • Terapi diuretika Berkomplikasi (Complicated),
mikroorgnisme/ steril. • Minum banyak Merupakan suatu kondisi ISK yang
• Laki-Laki: Sistitis, prostatitis, • Waktu pengambilan sampel tidak diikuti dengan terjadinya insufisiensi
epididimitis, dan urethritis tepat renal kronik yang seringkali
berkaitan dengan refluks
• Peranan bakteriofag
• Infeksi Saluran Kemih Atas (ISK-A): vesikoureter sejak lahir yang
Meliputi pielonefritis akut (PNA) biasanya dapat berakhir pada gagal
• Bakteriuria Simptomatik, ginjal terminal.
yakni adanya proses inflamasi pada
merupakan kondisi ditemukannya
parenkim ginjal yang disebabkan
bakteriuria bermakna yang juga
oleh infeksi bakteri, dan pielonefritis
diikuti oleh adanya keluhan maupun
kronis (PNK) yang merupakan
tanda-tanda klinis suatu ISK.
kondisi lanjut dari adanya infeksi
akut sejak masa kecil, obstruksi
saluran kemih dan refluks
vesikoureter dengan maupun tanpa
adanya bakteriuria kronik dan sering
diikuti terjadinya jaringan parut
pada ginjal.
©Bimbel UKDI MANTAP
Etiologi dan faktor risiko
Menurut Harrison et al. (2009), Faktor Risiko
pencetus/ agen etiologik ISK pada
umumnya adalah bakteri. Pada • Riwayat diabetes melitus
umumnya penyebabnya adalah
mikroorganisme tunggal seperti: • Riwayat kencing batu (urolitiasis)
• Higiene pribadi buruk
Eschericia
coli, Mikroorganisme • Riwayat keputihan
lainnya yang
merupakan sering dtemukan Infeksi • Kehamilan
mikroorganis seperti Proteus Pseudomonas
me yang spp. (ditemukan spp. akibat • Riwayat infeksi saluran kemih
pada 33% ISK
paling sering anak laki-laki
dari sebelumnya
diisolasi dari berusia 5 tahun), pemasangan
pasien Klebsiella spp., kateter dan • Riwayat pemakaian kontrasepsi
dengan ISK dan infeksi diafragma
asimptomatik Staphyllococcus nosokomial.
maupun
spp. dengan • Kebiasaan menahan kencing
koagulase negatif.
simptomatik. • Hubungan seksual
• Anomali struktur saluran kemih

©Bimbel UKDI MANTAP


©Bimbel UKDI MANTAP
(1) Re-infeksi: pada umumnya
episode infeksi berlangsung
dengan interval > 6 minggu
dengan mikroorganisme yang
Pasien dapat berlainan, dan
mengalami ISK
rekuren. Secara
umum ISK
rekuren dibagi
menjadi 2, yakni: (2) Relaps: setiap kali infeksi
diakibatkan oleh
mikroorganisme yang sama,
disebabkan oleh pemberian
terapi yang tidak adekuat.
(Hooton, 2012)

©Bimbel UKDI MANTAP


Pemeriksaan lanjutan
Investigasi lanjutan
dengan menggunakan
renal imaging bukanlah
Pilihan renal imaging
suatu prosedur rutin, dan
antara lain adalah:
harus didasari dengan
indikasi klinis yang tepat
dan kuat, seperti:

ISK kambuhan (relaps)

Ultrasonografi (USG) Renal

Pasien laki-laki

Gejala urologis: kolik ginjal, Radiografi


piuria, atau hematuria masif. • Foto Polos Abdomen/ BNO (Blaas-
Neer Oversicht)
• Pielografi Intravena (IVP)
• Sistografi Mikturisi
Hematuria persisten

Mikroorganisme non-regular:
Pseudomonas spp dan Proteus
spp.
Radioisotop Scanning
ISK berulang dengan interval 
6 minggu.

©Bimbel UKDI MANTAP


Management ISK-A
Pasien dengan PNA pada umumnya dapat dilakukan rawat jalan kecuali
didapatkan indikasi rawat inap seperti:

• Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotika oral.


• Pasien sakit berat atau dengan debilitasi.
• Terapi antibiotika oral selama rawat jalan mengalami kegagalan.
• Diperlukan investigasi lanjutan.
• Faktor predisposisi untuk ISK tipe komplikasi.
• Komorbiditas seperti kehamilan, DM, dan usia lanjut.

Menurut konvensi The Infectious Disease Society of America (2008), dianjurkan


satu dari tiga pilihan antibiotika IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam
sebelum mengetahui mikroorganisme penyebab, yakni sebagai berikut:
• Fluorokuinolon
• Aminoglikosida dengan atau tanpa Ampisilin
• Sefalosporin dengan spektrum luas dengan ataupun tanpa Aminoglikosida

©Bimbel UKDI MANTAP


Manajemen
ISK-A
Antimikroba Dosis Interval
Sefepim 1 gram 12 jam

Siprofloksasin 400 mg 12 jam

Levofloksasin 500 mg 24 jam

Ofloksasin 400 mg 12 jam

Gentamisin (+Ampisilin) 3 - 5 mg/kgBB 24 jam


1 mg/ kgBB 8 jam

Ampisilin (+Gentamisin) 1 – 2 gram 6 jam

Tikarsilin-Klavulanat 3,2 gram 8 jam

Piperasilin-Tazobaktam 3,375 gram 6 – 8 jam

Imipenem-Silastatin 250 – 500 mg 6 – 8 jam

Tabel 2. Antimikroba Pada ISK Atas Tak Berkomplikasi


Sumber: Panduan Pelayanan Medik PAPDI, 2009, hlm 175
©Bimbel UKDI MANTAP
Manajemen
ISK-B
Antimikroba Dosis Lama Terapi

Kotrimoksazol (TMP-SMX) 2 x 960 mg 3 hari

Trimetoprim 2 x 100 mg 3 hari

Siprofloksasin 2 x 100-250 mg 3 hari

Levofloksasin 2 x 250 mg 3 hari

Sefiksim 1 x 400 mg 3 hari

Sefpodoksim Proksetil 2 x 100 mg 3 hari

Nitrofurantoin Makro 4 x 50 mg 7 hari

Nitrofurantoin Mono 2 x 100 mg 7 hari

Amoksisilin-Klavulanat 2 x 625 mg 7 hari

Tabel 1. Antimikroba Pada ISK Bawah Tak Berkomplikasi


Sumber: Panduan Pelayanan Medik PAPDI, 2009, hlm 175

©Bimbel UKDI MANTAP


©Bimbel UKDI MANTAP
Chronic Kidney Disease

©Bimbel UKDI MANTAP


Definisi CKD

Merupakan suatu proses patofisiologis dengan etiologi


beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.

Gagal ginjal: keadaan klinis yang ditandai dengan


penurunan fungsi ginjal secara ireversibel.

Pada tahap akhir memerlukan terapi penggantian ginjal


secara tetap, berupa dialysis atau pun transplantasi ginjal.

©Bimbel UKDI MANTAP


©Bimbel UKDI MANTAP
Kriteria CKD
Kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berupa kelainan structural maupun
fungsional, dengan maupun tanpa penurunan
laju filtrasi glomerulus (LFG)

Manifestasi:

Terdapat kelainan ginjal, termasuk kelainan


Kelainan patologis dalam komposisi darah atau urine, atau
kelainan dalam tes pencitraan.

LFG = (140 – usia) xBB

LFG < 60 ml/menit/1,73 m2selama 3 bulan, 72 x Kreat. Plasma (mg/dl)


dengan ataupun tanpa kerusakan ginjal.
Pada wanita dikali 0,85
©Bimbel UKDI MANTAP
Klasifikasi CKD Berdasar Derajat

©Bimbel UKDI MANTAP


Klasifikasi CKD Berdasar Etiologi
Penyakit Tipe Mayor (Contoh)
Penyakit Ginjal Diabetes Diabetes Tipe 1 dan 2
Diabetes Melitus (44%: 7% Penyakit Ginjal Non-Diabetes Penyakit Glomerular
tipe 1, 37% tipe 2) (autoimun, infeksi
sistemik, obat, neoplasia)
Hipertensi dan penyakit
pembuluh darah besar (27%) Penyakit Vaskular (pembuluh
darah besar, hipertensi,
Glomerulonefritis (10%) mikroangiopati)
Penyakit Tubulointerstisial
(pyelonefritik, batu, obstruksi,
Nefritis Interstisialis (4%)
keracunan obat)
Penyakit Kistik (penyakit ginjal
Penyakit Ginjal Polikistik (3%) polikistik)
Penyakit Pada Transplantasi Rejeksi kronik
Lain-lain (12%) Keracunan obat (siklosporin,
takrolimus)
Penyakit rekuren (glomerular)
©Bimbel UKDI MANTAP
Transplant glomerulopathy
Pendekatan
Diagnosis
Ga Adanya penyakit yang
mb mendasari: DM, HT, infeksi
ara salurah kemih, batu
saluran kemih, SLE, dsb.
n
Kli
nis Sindrom Uremia: lemah,
lethargi, anoreksia, mual-
muntah, nokturia,
kelebihan cairan, kejang,
hingga koma.

Gejala Komplikasi:
anemia, hipertensi, payah
antung, asidosis
metabolik, osteodistrofi
renal, gangguan elektrolit.
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Pendekatan Diagnosis
Gambaran Laboratoris
Gambaran Radiologis
• Sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya
• Penurunan fungsi ginjal: • Foto Polos Abdomen:
• peningkatan kadar ureum dan kreatinin gambaran batu radio-opak
serum, • IVP: jarang dikerjakan
• penurunan LFG. karena kekhawatiran
• Kelainan Kimia Darah: kontras yang tidak dapat
• penurunan kadar Hb, dibuang melalui ginjal.
• peningkatan kadar asam urat,
• hiper/hipokalemia,
• Pyelografi Ante/Retrograd
• hiponatremia, • USG: ukuran ginjal
• hiper/hipokloremia, mengecil, korteks menipis,
• hiperfosfatemia, massa/ kista ginjal,
• hiperkalsemia, hidronefrosis.
• asidosismetabolik. • Renografi
• Kelainan Urinalisis: proteinuria,
hematuria, leukosuria, cast, isostenuria.

©Bimbel UKDI MANTAP


Tatalaksana CKD Berdasar Derajat

©Bimbel UKDI MANTAP


©Bimbel UKDI MANTAP
Mengatasi Komplikasi-Progresi CKD
Pengendalian penyakit yang mendasari

Menghambat perburukan fungsi ginjal


• diantaranya dengan pembatasan asupan protein (0,6-0,8 g/kgBB/hari) dan fosfat (≤ 10 g/ hari)

Anemia pada GGK


• Akibat insufisiensi produksi eritropoietin atau akibat defisiensi besi. Panduan KDOQI 
mempertahankan hematokrit pada kisaran 33%-36% (Hb 11-12 g/dL)  perbaikan kognitif,fungsi jantung,
kemampuan fisik, dan menurunkan mortalitas.
• Eritropoietin subkutan pada pasien GGK, termasuk pasien dengan CAPD dan hemodialisis. Eritropoietin
diberikan satu kali, dua atau tiga kali perminggu ( Dosis inisial 30 sampai 300 units/kg/minggu dengan dosis
rumatan 60 sampai 600 unit/kg/minggu berdasarkan kadar hemoglobin setiap bulannya).
• Terapi zat besi yang direkomendasikan adalah 2-3 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis.
Osteodistrofi renal (terjadi karena hiperfosfatemia)
• dilakukan dengan pembatasan asupan fosfat, memberikan pengikat fosfat (CaCO3), dan kalsitriol (sekaligus
mencegah hiperparatiroidisme)

Restriksi cairan
• input cairan adalah 500-800 ml ditambah urine yang keluar.

©Bimbel UKDI MANTAP


Komplikasi CKD
LFG
Deraj
(ml/min/1,73m2 Komplikasi
at
)
1 ≥ 90 -
Hipertensi/Prehip
2 60 - 89
ertensi
Hiperfosfatemia
Hipokalsemia
Anemia
3 30 - 59 Hiperparatiroid
Hipertensi
Hiperhomosisteine
mia
Malnutrisi
Asidosis Metabolik
4 15 - 29
Hiperkalemia
Dislipidemia
Gagal Jantung
5 < 15 ataudialisis
Uremia
Hyperkalemia
management

©Bimbel UKDI MANTAP


©Bimbel UKDI MANTAP
Nefropati Diabetik

©Bimbel UKDI MANTAP


©Bimbel UKDI MANTAP
Acute Kidney Injury

©Bimbel UKDI MANTAP


AKI (Acute Kidney Injury)
Definition and diagnostic Criteria
• An abrupt (within 48hr) reduction in kidney function currently defined as an
absolute increase in serum creatinine of either >0.3 mg/dL or a percentage increase
of >50% or a reduction in UOP (documented as oliguria of <0.5 ml/kg/hr for >6hr)

©Bimbel UKDI MANTAP


©Bimbel UKDI MANTAP
Epidemiology and etiology

Prevalence
• 1% all patients admitted
to hospital
• 10-30% patients
admitted to ICU

Etiology
• Hemodynamic 30%
• Parenchymal 65%
• Acute tubular necrosis
55%
• Acute
glomerulonephritis 5%
• Vasculopathy 3%
• Acute interstitial
nephritis 2%
• Obstruction 5%

©Bimbel UKDI MANTAP


Non-Oliguric vs.
Oliguric vs. Anuric
Anuria (< 100 mL/day) -
Classifying by urine output
may help establish a cause.

Urinary tract obstruction, renal


artery obstruction, rapidly
progressive
glomerulonephritis, bilateral
diffuse renal cortical necrosis
Oliguria (100-400 mL/day) -
Prerenal failure, hepatorenal
syndrome
Nonoliguria (>400 mL/day) -
Acute interstitial nephritis,
acute glomerulonephritis,
partial obstructive
nephropathy, nephrotoxic and
ischemic ATN, radiocontrast-
induced AKI, and
rhabdomyolysis

©Bimbel UKDI MANTAP


Pendekatan Diagnosis AKI

Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang telah
dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan tersebut
memang merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada PGK.

Beberapa patokan umum yang dapat membedakan kedua keadaan ini antara lain
Pemeriksaan klinis
Riwayat etiologi Perjalanan penyakit
Riwayat etiologi PGK (anemia, neuropati Ukuran ginjal
penyebab AKI (pemulihan pada AKI)
pada PGK)

Patokan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai. Misalnya, ginjal umumnya


berukuran kecil pada PGK, namun dapat pula berukuran normal bahkan membesar
seperti pada nefropati diabetik dan penyakit ginjal polikistik.

©Bimbel UKDI MANTAP


Pemeriksaan Urinalisis

• sedimen yang didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang transparan.
AKI prarenal

• sedimen inaktif, kristal, walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan pada
AKI obstruksi intralumen atau penyakit prostat.
pascarenal

• Pigmented “muddy brown” granular cast, cast yang mengandung epitel tubulus yang
dapat ditemukan pada ATN;
• Cast eritrosit pada kerusakan glomerulus atau nefritis tubulointerstitial;
AKI renal • Cast leukosit dan pigmented “muddy brown” granular cast pada nefritis interstitial
©Bimbel UKDI MANTAP
terapi pengganti ginjal yang
diindikasikan pada keadaan
• Oligouria dan anuria,
• Hiperkalemia (K>6,5 mEq/l),
• Asidosis berat (pH<7,1),
• Azotemia (ureum>200 mg/dl)
• Edema paru
• Ensefalopati uremikum
• Perikarditis uremikum
• Neuropati atau miopati
uremikum
• Disnatremia berat (Na>160
mEq/l atau <115 mEq/l),
• Hipertermia
• Kelebihan dosis obat yang
dapat didialisis.

©Bimbel UKDI MANTAP


Sindrom Nefrotik

©Bimbel UKDI MANTAP


Kriteria Diagnostik SN Primer pada Anak
• 1. Edema
• 2. Proteinuria masif (++ atau dengan pemeriksaan protein kuantitatif > 40
mg/m2/jam) atau 1 gr/L dalam 24 jam (Esbach).
• 3. Hipoproteinemia (< 2,5 mg/dl).
• 4. Hiperkolesterolemia (> 250 mg/dl).
• 5. C3 normal. ©Bimbel UKDI MANTAP
Terminologi
Sindrom nefrotik :
• Sindrom klinis dengan gejala proteinuria masif (> 40 mg/m2/jam), hipoalbunemia (≤ 2,5 g/dl)), edema, dan
hiperkolesterolemia. Kadang disertai hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.

Sindrom nefrotik relaps jarang


• Mengalami relaps <2 kali dalam 6 bulan sejak respons awal atau < 4 kali dalam 1 tahun

Sindrom nefrotik relaps sering :


• Mengalami relaps ≥ 2 kali dalam 6 bulan sejak respons awal atau ≥ 4 kali dalam 1 tahun

Relaps
• Timbulnya proteinuria kembali (>40 mg/m2/jam), atau ≥ 2+ selama 3 hari berturut-turut

Sindrom nefrotik resisten steroid


• Sindrom nefrotik yang dengan pemberian prednison dosis penuh (2 mg/kg/hari) selama 4 minggu tidak mengalami
remisi

Sindrom nefrotik dependen steroid


• Sindrom nefrotik yang mengalami relaps setelah dosis prednison diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh atau dihentikan
dalam 15 hari, dan terjadi 2 kali berturut-turut

Remisi
• Keadaan proteinuria negatif atau trace selama 3 hari berturut-turut

©Bimbel UKDI MANTAP


©Bimbel UKDI MANTAP
Pengobatan:

Kortikosteroid Diuretika Imusupresif

DOSIS OBAT YANG DIANJURKAN PADA PENGOBATAN


• Prednison :
• Tiap harinya : 60 mg/m2/hari atau 2 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis
• Intermiten : 40 mg/m2/hari atau 2/3 dosis awal dibagi dalam 3
dosis tiga hari berturut-turut dalam 7 hari atau dengan dosis alternate
(selang sehari) dosis tunggal pada pagi hari.
• Siklofosfamid : 2 - 3 mg/kg/hari selama tidak lebih dari 6 minggu
sampai 8 minggu
• Klorambusil : Dosis 0,1 - 0,2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi dengan
kortikosteroid selang sehari.
Penderita dinyatakan Sensitif Steroid (SS) bila
menunjukan hasil remisi pada pengobatan 4 Kriteria remisi ialah edema menghilang dan
minggu tersebut sedangkan yang tidak menunjukan proteinuria negatif selama 3 hari berturut-turut
remisi di sebut Resisten Steroid (RS) dalam 1 minggu.

©Bimbel UKDI MANTAP


Diit :

• Rendah garam (1-2


mg/hari)
• Normal Protein 2-3
mg/kg BB/hari

Diuretik

Albumin

©Bimbel UKDI MANTAP


Sindrome Nefritik

©Bimbel UKDI MANTAP


PENYEBAB NEFRITIK SINDROM AKUT

POST INFEKSI SISTEMIK DISEASE

• Streptococal • SLE
• Staphilococal • Henoch Schönlein purpura
• Endocarditis bacterial
• Viral

MICROANGIOPATI
IDIOPATI
GLOMERULO DISEASE
• Hemolitik uremik sindrom • Membrano proliferatif GN
• Malignan hipertensi • IgA GN
• Pre eklamsia
PATOGENESIS GN

Antigen Luar Antigen glomerulus


sendiri

Kompleks immun Kompleks immun Antigen antibodi


dalam sirkulasi di glomerulus glomerulus

Glomerulo nefritis
SEMBUH

LATENT
GNA GNK SN GGT
SUB. AKUT
5% †

RPGN

GGT
GNK: glomerulo nefritis kronis
GNA: glomerulo nefritis akut GGT: gagal ginjal terminal
RPGN: rapid progressive glomerulo nefritis SN: sindroma nefrotik
GNA-POST STREPTOCOCCAL
Definisi :
• GN : Ialah suatu reaksi
imunologik terhadap
bakteri/virus tertentu pada
jaringan ginjal.
• Sering akibat infeksi kuman
streptococcus

Perjalanan klinis GN
• dapat akut maupun kronis.

Insidensi:
• 2/3 GNA pada anak berumur
antara 3-7 tahun
• Penderita pria > wanita
• Jarang pada umur < 3 tahun

©Bimbel UKDI MANTAP


Gejala Klinik
• Edema pada kelopak mata dan
Etiologi : atau tungkai
•  Streptococcus • Hematuria (kencing berwarna
hemoliticus Gol. A tipe merah daging)
12 dan 25
• Panas
• Infeksi ekstra-renal :
Traktus Respiratorius • Oliguria/Anuria
bagian atas atau • Hipertensi, bisa enchepalopathy
infeksi pada kulit
(piodermia). • Gejala penyerta dapat disertai :
muntah, anoreksia, konstipasi
atau diare

©Bimbel UKDI MANTAP


Patogenesis
• Hipotesis :
• Kompleks antigen-antibodi melekat pada membran basalis glomerulus, mengaktivasi
komplemen dan merusak membrana basalis glomerulus.
• Proses autoimun
• Autoimun antibodi langsung merusak membran basalis glomerulus.

Laboratorium :
• Urin
• Jumlah menurun
• Berat Jenis meningkat
• Eritrosit : (+ +) / > 5/LPB
• Darah :
• Laju Endap Darah meningkat.
• Ureum sedikit meningkat.
• Kreatinin sedikit meningkat .
• B1C – Globulin (C3) menurun
• Adeno Streptolicin O (ASTO) meningkat.

©Bimbel UKDI MANTAP


Pengobatan :

Istirahat-total : 3 - 4 minggu

Prokain Penisilin 10 hari atau Ampisilin 100 mg/Kg BB/hari

Dietetik :
• rendah protein (1 gm/kg bb/hari)
• rendah garam (1 gm/hari)

IVFD Glukose 10 - 15 % pada penderita anuria/muntah, bila terjadi anuria selama (5-7 hari) maka dilakukan :
• Dialisis peritoneum
• Tranplanstasi ginjal
• Hemodialisis.

Diuretika :
• Bila ureum meningkat : “Forced diurestics” (Lasix : Furosemid).

Simtomatik :
• Hipertensi reserpin, hidralisin Mg SO4
• Hypertensive encephalopathy ditambah sedativa (Luminal, Valium).
• Dekompensasi jantung : digitalis sedativa, dan O2

©Bimbel UKDI MANTAP


GLOMERULONEFRITIS KRONIK (GNK)

Definisi :
• Kelainan hematologis dan proteinuria menetap.
• Eksaserbasi berulang terhadap GNA (beberapa bulan/tahun).
Gejala Klinik :
• Tanpa gejala yang spesifik : Edema sedikit, suhu subfebril
• Fase nefrotik : edema tambah jelas,
• ratio albumin/globulin terbalik, kolesterol meningkat.
• Fungsi Ginjal dapat menurun : kadar ureum dan kreatinin meningkat

©Bimbel UKDI MANTAP


Patologi-Anatomi

Makroskopik :
• Ginjal mengecil/mengerut.
• Permukaan berbutir (contracted kidney).
Mikroskopik :
• Glomerulus bergenerasi hialin, tubulus atrofik.
• Pada nefron jaringan ikat meningkat dengan infiltrasi
limfosit.

©Bimbel UKDI MANTAP


©Bimbel UKDI MANTAP
Summary

©Bimbel UKDI MANTAP


Kardiologi
Outline Materi

Acute Coronary Ischemic Heart Murmur and


Heart Failure
Syndrome Disease Heart Sound

Basic Life Support


Peripheral Artery
Arrhythmia – Advanced Life Buerger’s Disease
Disease
Support

Rheumatic Heart Infective Cardiac


Disease Endocarditis Tamponade
Acute Coronary Syndrome
Different stages of atherosclerotic plaque development

344
Pathophysiologic
findings in
anginal
syndromes
ACS Spectrum

Infark miokard dengan Infark miokard dengan


elevasi segmen ST non elevasi segmen ST Angina Pektoris tidak
(STEMI: ST segment (NSTEMI: non ST stabil (UAP: unstable
elevation myocardial segment elevation angina pectoris)
infarction) myocardial infarction)
Angina Angina
tipikal atipikal
rasa tertekan/berat daerah retrosternal nyeri di daerah penjalaran angina tipikal
menjalar ke lengan kiri, leher, area
interskapuler, bahu, atau epigastrium;

rasa gangguan pencernaan (indigestion)

berlangsung intermiten atau persisten (>20


menit);
sesak napas yang tidak dapat diterangkan
atau rasa lemah mendadak yang sulit
diuraikan

sering disertai diaphoresis, mual/muntah, Lebih sering pada pasien usia muda (25-40
nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita,
penderita diabetes, gagal ginjal menahun,
atau demensia.
Three Principal Presentation
Angina in ACS
Rest Angina
• Angina tipikal yang persisten selama lebih
dari 20 menit pada saat istirahat

New onset Angina


• Angina baru minimal kelas III klasifikasi The
Canadian Cardiovascular Society (CCS)

Increasing Angina
• Angina stabil yang mengalami destabilisasi
(angina progresif atau kresendo): menjadi
makin sering, lebih lama, atau menjadi
makin berat; minimal kelas III klasifikasi CCS.
S&S Myocardial Infarction
Electrocardiography
STEMI NON STEMI

• ST Elevation with ‘evolution’ • ST depression > 0,1mV


• >0.1 mV in more than 2 LEAD • Simetrical T wave inversion ≥ 0,2 mV
II,III,aVF (inferior) dan I – aVL (lateral)
• >0.2 mV in more than 2 LEAD V1-V6
(anterior)
• New LBBB (Left Bundle Branch Block)
Penilaian ST elevasi dilakukan
pada J point dan ditemukan pada
2 sadapan yang bersebelahan.
STEMI ECG
New Onset LBBB (Treat as STEMI)
NSTEMI/UAP

ST Depresi
Horizontal/Downsloping
Vaskularisasi
Coronaria
Lokasi Infark

Anteroseptal: V1- Anterolateral: V3- Extensive anterior:


V4 V6 V1-V6

Posterior: tall R
wave and ST
Inferior: II, III, aVF High Lateral: I, aVL
depression in V1-
V2
Posterior and Right Lead of ECG

Indication

• ST elevation in
inferior (II, III, aVF)
• ST depression in
V1-V3
• Chest pain typically
to infarction with
normal ECG
Right Ventricle Infarct
V V
4 3
R R

Hypotension

Raised JVP

Clear Lung
Cardiac Biomarker

Peningkatan marka jantung hanya Troponin I/T juga dapat meningkat


Troponin I/T sebagai marka menunjukkan adanya nekrosis oleh sebab kelainan kardiak
nekrosis jantung mempunyai miosit, namun tidak dapat dipakai nonkoroner seperti takiaritmia,
sensitivitas dan spesifisitas lebih untuk menentukan penyebab trauma kardiak, gagal jantung,
tinggi dari CK-MB. nekrosis miosit tersebut hipertrofi ventrikel kiri,
(penyebab koroner/nonkoroner) miokarditis/perikarditis
Terapi Inisial UGD

1. Tirah baring

harus diberikan segera dapat diberikan pada


2. Suplemen bagi mereka dengan
saturasi O2 arteri <95%
semua pasien SKA dalam
6 jam pertama, tanpa
oksigen atau yang mengalami
distres respirasi
mempertimbangkan
saturasi O2 arteri
3. Aspirin 4. Penghambat reseptor
ADP (adenosine
diphosphate)

• 160-320 mg diberikan • Penghambat reseptor


segera pada semua ADP perlu diberikan
pasien yang tidak bersama aspirin
diketahui intoleransinya sesegera mungkin dan
terhadap aspirin dipertahankan selama
• Aspirin tidak bersalut 12 bulan kecuali ada
lebih terpilih mengingat indikasi kontra seperti
absorpsi sublingual (di risiko perdarahan
bawah lidah) yang lebih berlebih
cepat
• Dosis pemeliharaan 75-
100 mg setiap harinya
untuk jangka panjang,
tanpa memandang
strategi pengobatan
yang diberikan
Co-Therapy Anti Platelet/DAPT
Fibrinolytic PCI

• Aspirin • Aspirin
• ADP antagonist (Loading) • ADP antagonist, for up to 12
• Clopidogrel: months
• <75 years old: 300 mg • Ticagleror 180 mg,
• >75 years old: - maintanance 2x90 mg/day
• 600 clopidogrel,
maintanance 75 mg/day
5. Nitrogliserin (NTG)
6. Morfin sulfat
spray/tablet sublingual

Jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit,
dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga
kali. dosis NTG sublingual

Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang


tidak responsif dengan terapi sublingual, dalam
keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN)
dapat dipakai sebagai pengganti

Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan TDS <90


mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia
berat (<50 kali permenit), takikardia tanpa gejala gagal
jantung, atau infark ventrikel kanan

Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah


mengkonsumsi inhibitor fosfodiesterase: sidenafil
dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam.
ACS Revascularization
ACS Concurrent Treatments
Pathway to Thrombosis
Target Terapi STEMI

1. Waktu dari kontak medis pertama


hingga perekaman EKG pertama ≤10
menit

2. Waktu dari kontak medis pertama


hingga pemberian terapi reperfusi:
• Untuk fibrinolisis ≤30 menit
• Untuk IKP primer ≤90 menit (≤60 menit
apabila pasien datang dengan awitan kurang
dari 120 menit atau langsung dibawa ke rumah
sakit yang mampu melakukan IKP)
Langkah 1: Nilai waktu dan risiko

• Waktu sejak awitan gejala (kurang dari 12


jam atau lebih dari 12 jam dengan tanda dan
gejala iskemik)
• Risiko fibrinolisis dan indikasi kontra
fibrinolisis
• Waktu yang dibutuhkan untuk pemindahan
ke pusat kesehatan yang mampu melakukan
IKP (<120 menit)

Langkah 2: Tentukan pilihan yang


lebih baik antara fibrinolisis atau
strategi invasif untuk kasus tersebut
• Bila pasien <3 jam sejak serangan dan IKP
dapat dilakukan tanpa penundaan, tidak
ada preferensi untuk satu strategi tertentu.
Keadaan fibrinolisis lebih baik
Pasien datang kurang dari 3 jam setelah
awitan gejala dan terdapat halangan untuk
strategi invasif

Strategi invasif tidak dapat dilakukan

• Cath-lab sedang/tidak dapat dipakai


• Kesulitan mendapatkan akses vaskular
• Tidak dapat mencapai laboratorium/pusat kesehatan
yang mampu melakukan IKP dalam waktu <120 menit

• Halangan untuk strategi invasif

• Transportasi bermasalah
• Waktu antara Door-to-balloon dan Door-to-needle lebih
dari 60 menit
• Waktu antar kontak medis dengan balonisasi atau door-
to-balloon ebih dari 90 menit
Keadaan strategi invasif lebih baik:
Tersedianya cath-lab dengan dukungan Indikasi kontra untuk fibrinolisis, termasuk peningkatan
pembedahan risiko perdarahan dan perdarahan intrakranial

• Waktu antar kontak medis dengan balonisasi atau door-


to-balloon kurang dari 90 menit Pasien datang lebih dari 3 jam setelah awitan gejala
• Waktu antara Door-to-balloon dan Door-to-needle
kurang dari 1 jam
Diagnosis STEMI masih ragu-ragu
Risiko tinggi STEMI

• Syok kardiogenik
• Kelas Killip ≥ 3
Ko-Terapi Antikoagulan STEMI

Pasien yang mendapat terapi reperfusi fibrinolisis, sebaiknya diberikan terapi


antikoagulan selama minimum 48 jam dan lebih baik selama rawat inap, hingga
maksimum 8 hari (dianjurkan regimen non UFH bila lama terapi lebih dari 48 jam
karena risiko heparin-induced thrombocytopenia dengan terapi UFH berkepanjangan

Pasien STEMI yang tidak mendapat terapi reperfusi, dapat diberikan terapi
antikoagulan (regimen non-UFH) selama rawat inap, hingga maksimum 8 hari
pemberian

Karena adanya risiko trombosis kateter, fondaparinuks tidak dianjurkan digunakan


sebagai antikoagulan tunggal pendukung IKP, sebaiknya ditambahkan antikoagulan
lain dengan aktivitas anti IIa
Factors Associated With Appropriate Selection of Early
Invasive Strategy or Ischemia-Guided
Strategy in Patients With NSTE-ACS
Grace Score
Mortality in hospital and at 6 months
according to GRACE Risk Score
determine the likelihood of ischemic events or
TIMI SCORE mortality in patients with unstable angina or non–
ST-segment elevation myocardial infarction (NSTEMI)

Age 65 years or older

At least 3 risk factors for CAD (FHx, HTN,


DM, active smoker, dyslipidemia)

Prior coronary stenosis of 50% or more

ST-segment deviation of ECG 0,5 mm

Use of Aspirin in prior 7 days

At least 2 anginal events in prior 24


hours

Elevated serum cardiac markers


Obat-obatan yang diperlukan dalam
menangani SKA
• Penyekat beta direkomendasikan bagi pasien UAP
Penyekat atau NSTEMI, terutama jika terdapat hipertensi
dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat
Beta (Beta indikasi kontra (gangguan konduksi atrio-ventrikler
yang signifikan,asma bronkiale, dan disfungsi akut
blocker) ventrikel kiri) penyekat beta oral hendaknya
diberikan dalam 24 jam pertama
Calcium Channel
Nitrat
Blocker
CCB dihidropiridin direkomendasikan
Pasien dengan UAP/NSTEMI yang untuk mengurangi gejala bagi pasien
mengalami nyeri dada berlanjut yang telah mendapatkan nitrat dan
sebaiknya mendapat nitrat sublingual penyekat beta
setiap 5 menit sampai maksimal 3
kali pemberian, setelah itu harus
dipertimbangkan penggunaan nitrat CCB non-dihidropiridin
intravena jika tidak ada indikasi direkomendasikan untuk pasien
kontra NSTEMI dengan indikasi kontra
terhadap penyekat beta
Antikogulan.

• Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang mendapatkan terapi


antiplatelet.
• Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding risiko yang paling
baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara subkutan
• Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko perdarahan
rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia.
• Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks, penambahan bolus UFH (85 IU/kg
diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yangmendapatkan penghambat reseptor GP
Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP
• Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin berat molekul
rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan) diindaksikan apabila
fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia
ACE-I/ARB STATIN

• Inhibitor ACE diindikasikan • Tanpa melihat nilai awal kolesterol


penggunaannya untuk jangka LDL dan tanpa mempertimbangkan
panjang, kecuali ada indikasi kontra, modifikasi diet, inhibitor
pada pasien dengan fraksi ejeksi hydroxymethylglutary-coenzyme A
ventrikel kiri ≤40% dan pasien reductase (statin) harus diberikan
dengan diabetes mellitus, hipertensi, pada semua penderita UAP/NSTEMI,
atau penyakit ginjal kronik (PGK) termasuk mereka yang telah
• Inhibitor ACE hendaknya menjalani terapi revaskularisasi, jika
dipertimbangkan pada semua tidak terdapat indikasi kontra
penderita selain seperti di atas
• Penghambat reseptor angiotensin
diindikasikan bagi pasien infark
mikoard yang intoleran terhadap
inhibitor ACE
Revascularization modalities
Angiogram  Atheromatous lesions but none critical
• medication

Single-vessel disease
• PCI

Multi-vessel disease
• PCI or CABG, according to individual circumstances
• If CABG decided, stop anti platelet drugs 5 days to CABG done
MI Complication
Secondary Prevention and Long Term Management

1. Aspirin diberikan seumur hidup, apabila dapat ditoleransi pasien.

2. Pemberian penghambat reseptor ADP dilanjutkan selama 12 bulan kecuali bila risiko perdarahan tinggi

3. Statin dosis tinggi diberikan sejak awal dengan tujuan menurunkan kolesterol LDL <70 mg/dL

4. Penyekat beta disarankan untuk pasien dengan penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF ≤40%)

5. ACE-I diberikan dalam 24 jam pada semua pasien dengan LVEF ≤40% dan yang menderita gagal
jantung, diabetes, hipertensi, atau PGK, kecuali dikontraindikasikan
6. ACE-I juga disarankan untuk pasien lainnya untuk mencegah berulangnya kejadian iskemik, dengan
memilih agen dan dosis yang telah terbukti efikasinya
7. ARB dapat diberikan pada pasien dengan intoleransi ACE-I, dengan memilih agen dan dosis yang telah
terbukti efikasinya
8. Antagonis aldosteron disarankan pada pasien setelah MI yang sudah mendapatkan ACE-I dan
penyekat beta dengan LVEF ≤35% dengan diabetes atau gagal jantung, apabila tidak ada disfungsi ginjal
yang bermakna (kreatinin serum >2,5 mg/dL pada pria dan >2 mg/dL pada wanita) atau hiperkalemia
©Bimbel UKDI MANTAP
Ischemic Heart Disease
Medical Management of SIHD
Classic hemodynamics agent
Heart Failure
Definisi Gagal Jantung

©Bimbel UKDI MANTAP


Klasifikasi Gagal Jantung
Gagal Jantung Sistolik
• Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi
jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan
menyebabkan kelemahan, fatik, kemampuan aktivitas fisik
menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal Jantung Diastolik
• Gagal jantung diastolik adalah Gagal Jantung yang disebabkan
gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel.
• Gagal jantung diastolik didefinisikan secara klinis dan
ekokardiografis sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih
dari 50%,

©Bimbel UKDI MANTAP


Klasifikasi Gagal Jantung
Gagal jantung akut

• Didefinisikan sebagai perburukan tanda dan gejala mendadak (baru,


bertahap, atau cepat) sebagai akibat kelainan fungsi jantung yang
membutuhkan terapi segera.
• Hal ini dapat terjadi pada pasien dengan atau tanpa penyakit jantung
sebelumnya.
• Disfungsi jantung dapat terjadi akibat disfungsi sistolik dan diastolic,
abnormalitas irama jantung, disfungsi valvular, penyakit pericardium, atau
semua hal yang menyebabkan ketidakseimbangan preload dan afterload.
• Gagal jantung ini dapat terjadi sebagai acute de novo (pada pasien tanpa
diketahui adanya disfungsi jantung sebelumnya) atau dekompensasi akut dari
dari gagal jantung kronik.
• Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba
akibat endokarditis, trauma atau infark miokard luas.
• Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba dapat menyebabkan
menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai dengan edema
perifer, karena penurunan curah jantung di dalam kasus ini bukanlah
disebabkan stasis di vena perifer

©Bimbel UKDI MANTAP


Klasifikasi Gagal Jantung
Gagal jantung kronis

• didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang disertai keluhan gagal
jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema,
dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.
• Gagal jantung kronis memiliki perjalanan penyakit yang lambat dan lebih
menimpa sistema sirkulasi sistemis.
• Terdapat sejumlah alasan, mengapa sirkulasi sistemik dapat menoleransi
progresifitas gagal jantung, yaitu
• sirkulasi sistemis lebih dapat mengalami adaptasi dan toleransinya besar karena
pembuluh darahnya lebih besar,
• Pembuluh darah sirkulasi sitemik lebih mudah meregang dan lebih mudah
menyesuaikan dan bertahan lebih lama terhadap ketidak seimbangan vaskuler
dibanding dengan sistema paru.
• Oleh karena itu, gambaran klinik gagal jantung kronis lebih berupa keluhan-
keluhan bendungan sistemis, depresi cardiac ouput, dan gangguan pengaturan
air dan garam oleh ginjal.
• Penampilan klinis bisa berupa berkurangnya kemampuan toleransi kemampuan
fisik, fatik, sesak nafas saat aktif, penambahan berat badan, edema, desakan vena
jugalaris yang meningkat, hepatomegali, atau efusi serosa, tergantung dari parah
tidaknya gangguan jantung.
• Sedangkan gagal jantung akut lebih berupa keluhan-keluhan bendungan paru dan
menurunnya perfusi sistemis.
©Bimbel UKDI MANTAP
Klasifikasi Gagal Jantung

©Bimbel UKDI MANTAP


©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
CONGESTIVE Cardiac enlargement
HEART FAILURE Cephalization of pulmonary blood
flow
Unsharpness of the pulmonary vessels
(interstitial edema)
Pleural effusion

Septal lines (Kerley A and B lines)

CHEST X-RAY - PA
HEART BORDER - PA
RIGHT LEFT
- Right atrium - Arcus aorta
- Left atrium appendage
- Left venticle

©Bimbel UKDI MANTAP


HEART BORDER - LATERAL
ANTERIOR POSTERIOR
- Pulmonary artery - Left atrium
- Right ventricle - Left ventricle

©Bimbel UKDI MANTAP


Pembesaran ventrikel kiri pada hypertensive heart
disease

Penilaian ukuran jantung


• Dilakukan dengan menentukan
CTR (cardio-thoracic ratio) untuk
assessment cardiomegali
• CTR = (r + l)/td
©Bimbel UKDI MANTAP
• Normal CTR < 0,5 (0,55)
HEART CHAMBER ENLARGEMENT
 RV: filling retrosternal clear space (lateral view).
 LV: bulging downward and to the left (frontal view)
and posteroinferiorly (lateral view).
 RA: bulging of the right heart border.
 LA: bulging below the pulmonary artery, double
contour right heart border (frontal view),
displacement of the esophagus (lateral
view,barium), lift up left mainstem bronchus.
PEMBESARAN JANTUNG
Atrium On a frontal view, the right atrium is
visible because of its interface with
enlarged, globular heart

the right middle lobe. Subtle and


kanan moderate right atrial enlargement is
not accurately determined on plain
narrow vascular pedicle
films because there is normal
variability in the shape of the right
atrium. Features are non-specific but gross enlargement of the right atrial
include: shadow, i.e. increased convexity in the
lower half of the right cardiac border

RA

©Bimbel UKDI MANTAP


Ventrikel Frontal view
rounded left heart border

kanan
demonstrates: Apex is uplifted, medially,
anteriorly

filling of the retrosternal space


Lateral view
demonstrates: rotation of the heart posteriorly

RV

©Bimbel UKDI MANTAP


Atrium kiri

• As the left atrium enlarges it may become directly visible, or displace adjacent structures.
• Direct visualisation of the enlarged atrium includes:
• double contour sign
when the right side of the left atrium pushes into the adjacent lung, and becomes
visible superimposed or even beyond the normal right heart border (known as atrial
escape)
• oblique measurement of greater than 7cm 5-6
• convex left atria appendage: normally the left heart border just below the pulmonary
outflow track should be flat or slightly concave

Esophagus
LA
LA

©Bimbel UKDI MANTAP


Double
contour of
right heart
border

©Bimbel UKDI MANTAP


Ventrikel kiri

• left heart border is displaced


leftward (lateral), inferiorly,
or posteriorly
• rounding of the cardiac apex
• Hoffman-Rigler sign
• The Hoffman-Rigler sign is
a sign of left ventricular
enlargement where an
approximation of the
distance between the
inferior vena cava and left
ventricle are used.​
HYPERTENSION HEART DISEASE

1. Cardiomegali
2. LV enlargement
3. Prominent aortic
knob
4. Elongated
descending aorta
LVH Criteria
Voltage Criteria Non Voltage Criteria

• Limb Leads • Increased R wave peak time > 50 ms


• R wave in lead I + S wave in lead III in leads V5 or V6
> 25 mm • ST segment depression and T wave
• R wave in aVL > 11 mm inversion in the left-sided
• R wave in aVF > 20 mm leads: AKA the left ventricular ‘strain’
pattern
• S wave in aVR > 14 mm
• Precordial Leads
• R wave in V4, V5 or V6 > 26 mm
• R wave in V5 or V6 plus S wave in
V1 > 35 mm
• Largest R wave plus largest S wave
in precordial leads > 45 mm
ESTES Criteria for LVH
("diagnostic", ≥ 5 points; "probable", 4 points)

©Bimbel UKDI MANTAP


Markedly increased LV voltages: S wave in V1 + R wave in V6 > 35 mm; R wave in aVL > 11 mm.

Increased R wave peak time: the upstroke of the QRS complex is slurred in V5-6, resulting in minor QRS broadening.

Left ventricular strain pattern: T wave inversion in the lateral leads V5-6, I and aVL.

Left axis deviation.

Signs of left atrial enlargement


RVH Criteria

Diagnostic criteria Supporting criteria

• Right axis deviation of +110° or • Right atrial enlargement (P


more. pulmonale).
• Dominant R wave in V1 (> 7mm • Right ventricular strain pattern =
tall or R/S ratio > 1). ST depression / T wave inversion
• Dominant S wave in V5 or V6 (> in the right precordial (V1-4)
7mm deep or R/S ratio < 1). and inferior (II, III, aVF) leads.
• S1 S2 S3 pattern = far right axis
deviation with dominant S
waves in leads I, II and III.
• Deep S waves in the lateral leads
(I, aVL, V5-V6).
Right axis deviation (+150 degrees).

Dominant R wave in V1 (> 7 mm tall; R/S ratio > 1)

Dominant S wave in V6 (> 7 mm deep; R/S ratio < 1).

Right ventricular strain pattern with ST depression and T-wave inversion in V1-4.
©Bimbel UKDI MANTAP
Recent
Guidelines

A new indication for the


sinus node inhibitor
ivabradine

LVEF ≤ Sinus HR ≥ 70
35 % Rhythm bpm

©Bimbel UKDI MANTAP


©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Digoxin

Mechanism of Action: Na/K-ATPase Inhibitor


Effects of Digoxin:
Sinus  Lower the rate
Atrial Muscles, AV Node, Purkinje System,
Ventricular Muscles  Lower the
refractory period
ECG PR Interval ↑, QT Interval ↓

Pemberian pada HR minimal 60x/ min,


cek kadar Kalium dan Digitalis dalam
darah.
Toxicities of Digoxin:
Hypokalemia
Visual Disturbances
Fatigue
Arrythmia: Downsloping ST Depresion
Anorexia
FIRST, DO NO HARM

©Bimbel UKDI MANTAP


GAGAL JANTUNG AKUT
Kejadian atau perubahan yang cepat dari
tanda dan gejala gagal jantung

Kondisi ini mengancam kehidupan dan


harus ditangani dengan segera, dan
biasanya berujung pada hospitlisasi.

Ada 2 jenis presentasi gagal jantung akut,


yaitu gagal jantung akut yang baru terjadi
pertama kali ( de novo ) dan gagal
jantung dekompensasi akut pada gagal
jantung kronis yang sebelumnya stabil

©Bimbel UKDI MANTAP


©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Tatalaksana
Edema Paru Akut
(PERKI)
Circulation. 2004; 110: 588-636
Cardiac Resynchronization Therapy
Sekitar 30% pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang rendah dan kelas fungsional
NYHA III-IV mempunyai durasi QRS yang lebih lebar daripada 120 milidetik (mdet).

Gambaran kompleks QRS yang seperti ini menunjukkan adanya disinkroni ventrikel.

Konsekuensi mekanis disinkroni ventrikel meliputi pengisian ventrikel yang suboptimal,


penurunan dP/dT ventrikel kiri (laju peningkatan daya kontraksi ventrikel), pemanjangan
durasi dan beratnya regurgitasi mitral, serta gerakan septum ventrikel yang paradoks.

Cardiac resynchronization therapy (CRT) adalah alat pacu jantung permanen yang dapat
memperbaiki kondisi disinkroni ventrikel dengan meningkatkan kontraksi ventrikel dan
mengurangi regurgitasi mitral
Indikasi CRT (European Society of
Cardiology)
Gagal jantung NYHA kelas IV yang simptomatik walaupun telah dalam
terapi medikamentosa yang optimal,

Fraksi ejeksi ventrikel kiri < 35%,

Left Ventricle End Diastolic Diameter (LVEDD) > 55 mm

Irama sinus, dan

Durasi QRS kompleks > 120 ms.


Murmur and heart sound

©Bimbel UKDI MANTAP


©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Pulsus Deficit
Difference in count between heart beat (Apical beat or Heart sounds )
and peripheral pulse.

This can occur in few clinical situations:

• Atrial fibrillation.
• Very early diastolic ventricular ectopic beats
• Some patients with Pacemaker.

The mechanism

• The ventricular contractions are too weak and unable to open the aortic valve,
but at the same time they are good enough to close the mitral valve. So
intermitently the second heart sound is missed while S1 is retained, producing
more heart sounds and less pulse count in the periphery. The S1 is either felt or
heard at the apex but the corresponding pulse is missing.
Pulsus Alternans

Pulsus alternans is a physical finding with arterial pulse waveform


showing alternating strong and weak beats.

It is almost always indicative of left ventricular systolic impairment,


and carries a poor prognosis, indicates severe left sided heart failure.
Def: Turunnya tekanan darah sistolik selama inspirasi > 10 mmHg.

E.c.: COPD, Cardiac Tamponade, Obstruksi Vena Cava, Pulmonary Embolism.


Aritmia
Why are Arrhythmias important?

Symptoms span palpations, lightheadedness,


syncope (fainting) and cardiac arrest

May precipitate or exacerbate heart failure or


ischemia

Some Arrhythmias can predispose to


intracardiac clot formation and embolic events
Patofisiologi Aritmia
Enhanced
automaticity

Altered impulse
Triggered activity
formation

Decrease automaticity
of SA node

reentry
Altered impulse
conduction
Conduction blok
Tachyarrythmia

Bradyarrhytmia
ECG result
Letal

• VT
• VF
• PEA
• Asistole

Non Letal

• Cepat
• Lambat
Letal

• VT
• VF
• PEA
• Asistole
Ventricular Fibrillasi

Depolarisasi ventrikel
yang kacau

Tidak terdapat nadi saat


muncunya VF (pulseless)

Aritmia letal

Early defibrillation
sangat penting
4 clues
P vs No P

QRS sempit vs QRS lebar

Reguler vs ireguler

Irama < 50, 100-150, atau >150


Adult Tachycardia
(with pulse)
SVT- AV Nodal Reentrant Tachcardia
(AVNRT)
SVT- AV
Reentrant
Tachcardia
(AVRT)

WPW

LGL
Jenis-Jenis AF

Berdasarkan kecepatan laju


respon ventrikel (interval
RR) maka FA dapat
dibedakan menjadi :
• 1. FA dengan respon ventrikel
cepat: Laju ventrikel >100x/menit
• 2. FA dengan respon ventrikel
normal: Laju ventrikel 60-
100x/menit
• 3. FA dengan respon ventrikel
lambat: Laju ventrikel <60x/menit
Atrial Fibrillation
Is common disorder
• Nearly one in four people at age 55 years will develop AF (24%
of men and 22% of women)

Increasing prevalence driven by:


• Increased longevity of populations worlwide
• Rising prevalence of chronic heart disease
• Rising prevalence of CHF
• Rising prevalence of AF Risk factor, e.g. DM

Stroke is a serious complication of AF


Penyekat beta direkomendasikan
sebagai terapi pilihan pertama pada
pasien FA dengan gagal jantung dan
fraksi ejeksi yang rendah atau pasien
dengan riwayat infark miokard.

Apabila monoterapi tidak cukup,


dapat ditambahkan digoksin untuk
kendali laju.

Amiodaron untuk kendali laju hanya


diberikan apabila obat lain tidak
optimal untuk pasien
Risk of Thromboembolism
(CHA2DS2 VASc Score)
Risk Of
Bleeding
Summary Management AF
Assessment of bleeding risk is recommended when prescribing
antithrombotic therapy (whether with VKA, NOAC, ASA, or ASA alone)

High HAS-BLEED score should not be used to exclude patients from


OAC therapy

NOACs offer better efficacy, safety and convenience compared with


OAC therapy with VKAs (Warfarin)
• Fast onset and offset
• No need to look for INR

Dagibatran is one of the NOAC that has been broadly recommended


for AF patients in US, Europe, and Asia
Aritmia Ventrikular
VES

VT dengan nadi

VT tanpa nadi

VF

Asistole

PEA
VES/PVC
Klasifikasi VES
Berdasarkan jumlah fokus ectopic
• Unifokal
• Multifokal (dalam 1 lead muncul bentuk VES yang berbeda)
Berdasarkan frekuensi
• VES jarang (sampai dengan 5x/menit)
• VES frekuen (lebih dari 5 x/menit)
Berdasarkan pola munculnya
• VES repetitif
• Bigeminy : VES muncul tiap denyutan ke 2 irama dasar
• Trigeminy: VES muncul tiap denyutan ke 3 irama dasar
• VES berkelompok
• Salvo/couplet, 2 VES muncul berturutan
• VES Triplet = run of VT
Klasifikasi VES (con’t)
Other non classified VES
• R on T phenomenon, VES muncul pada periode repolarisasi
ventrikel, pada downslope T wave (rentan terjadi VF)
Dangerous VES (indikasi ICU)
• Multifokal VES
• R on T phenomenon
• Couplet VES
• VES frekuen
• VES repetitif
• Idioventrikular rhythm
Management VES

Obat anti aritmia


• 1st Choice: AMIODARONE
• Alternative Tx:
• Betablocker, Lidocaine, Procainamide

Alternative therapy
• Identifikasi faktor yang dapat dikoreksi (iskemia,
elektrolit, hipotensi, asidosis)
• Kardioversi elektrik dengan minor transquilizer
Jika ditemukan sinus
bradycardia, AV block
derajat 1, dan AV
block derajat 2 tipe 1,
bisa diberikan
Atropin.
Jika ditemukan AV
block derajat 2 tipe 2,
dan total AV Block 
Transcutaneous
Pacing 
Transvenous Pacing
©Bimbel UKDI MANTAP
Etiologi:
Obat-obatan (Beta blocker, AV nodal Inhibitor, CCB Non Dihidropiridine)
Refleks vasovagal
AMI yang mempengaruhi sirkulasi AV Node (RCA), paling sering AMI Inferior.
©Bimbel UKDI MANTAP
Etiologi:
Obat-obatan (Beta blocker, AV nodal Inhibitor, CCB Non Dihidropiridine,Digoxin)
Refleks vasovagal
AMI yang mempengaruhi sirkulasi AV Node (RCA).
©Bimbel UKDI MANTAP
Etiologi:
AMI yang melibatkan cabang-cabang pembuluh darah koroner kiri, paling sering AMI
Anterior.
©Bimbel UKDI MANTAP
Etiologi:
AMI yang melibatkan cabang-cabang pembuluh darah koroner kiri, secara khusus ramus
LAD, dan cabang septum interventrikel yang mensuplai cabang-cabang berkas.
Antiarrhytmic Drug Classes
BLS-ACLS
BLS-ACLS

©Bimbel UKDI MANTAP


©Bimbel UKDI MANTAP
ROSC

©Bimbel UKDI MANTAP


Peripheral Artery Disease
Introduction

PAD: stenosis/occlusion of upper or lower-


extremity arteries due to atherosclerotic or
thromboembolic disease

In practice, the term PAD generally refers to


chronic narrowing or blockage (also referred to
as atherosclerotic disease) of the lower
extremities
Epidemiology of PAD

PAD : 12-14% population

>20% of patients > 65 years old

Male > female

Increasing with DM, Hypertension,


Dyslipidemia and Smoking
Symptoms of PAD

Asymptomatic
• Without obvious symptoms (but usually with functional
impairment)
Classic claudication
• Lower extremities symptoms confined to the muscles with a
consistent (reproducible) onset with exercise and relief with rest
Atypical leg pain
• Lower extremities discomfort that is exertional, but does not
consistantly relief with rest
CLI vs ALI
Chronic Limb ischemia
• present with longstanding symptoms of peripheral artery disease that
can include rest pain, which is pain across the base of the metatarsal
heads at rest relieved by dependency, or with tissue loss, which can
be ulceration, dry gangrene or wet gangrene.

Acute Limb ischemic


• a sudden decrease in limb perfusion that causes a potential threat to
limb viability (manifested by ischemic rest pain, ischemic ulcers,
and/or gangrene) in patients who present within two weeks of the
acute event. The Five P, defined by the clinical symptoms and signs
that suggest potential limb jeopardy:
• Pain, pulselessness, pallor, paresthesias, paralysis
Ancle Brachial Index
Intrepetation ABI
Stage/Classification PAD
Treatment of PAD
Intermitten Claudication
• Exercise therapy
• Drugs
• Pentoxifylline
• Cilostazol  Contraindication: CHF
• Revascularization
• Goal to provide relief of symptoms

Critical limb ischemia

• Wound care
• Antibiotics
• Revascularization:
• Endovascular
• Surgery
• Goal to Promote Limb Survival
Revascularization
Thromboangitis Obliterans (Buerger’s
Disease)
Introduction
is characterized by an inflammatory endarteritis that causes a prothrombotic state and
subsequent vaso-occlusive phenomena

affects small and medium-sized arteries as well as veins of the upper and lower extremities

strongly associated with heavy tobacco use

often present with moderate-to-severe claudication that can quickly progress to critical limb
ischemia featuring rest pain or tissue loss

Features of acute limb ischemia (eg, pain, paresthesia, palor, mottling, poikilothermia, paresis,
and pulselessness) are common signs and symptoms encountered in the emergency setting
Diagnostic Criteria (Olin, 1990)
Age younger than 45 years

Current (or recent) history of tobacco use

Presence of distal extremity ischemia (indicated by claudication, pain at rest, ischemic


ulcers, or gangrene) documented by noninvasive vascular testing

Exclusion of autoimmune diseases, hypercoagulable states, and diabetes mellitus by


laboratory tests

Exclusion of a proximal source of atheroemboli by echocardiography and arteriography

Consistent arteriographic findings in the clinically involved and noninvolved limbs


Scoring System
Deep Vein Thrombosis
Deep venous thrombosis (DVT) is a
manifestation of venous
thromboembolism (VTE).

Symptoms of deep venous thrombosis


(DVT) may include the following:

• Edema - Most specific symptom


• Leg pain - Occurs in 50% of patients but is
nonspecific
• Tenderness - Occurs in 75% of patients
• Warmth or erythema of the skin over the area of
thrombosis
• Clinical symptoms of pulmonary embolism (PE) as
the primary manifestation
Scoring System

Setelah scoring, pasien


dilakukan pemeriksaan
D-Dimer dan
Ultrasonography.

A score of 0 or lower is associated with DVT A score of 1-2 is considered moderate risk A score of 3 or higher suggests DVT is likely.
unlikely with a prevalence of DVT of 5%. with a pretest probability of 17%. Pretest probability 17-53%
Management
Treatment options for DVT include the following:
• Anticoagulation (mainstay of therapy) - Heparins, warfarin, factor Xa
inhibitors, and various emerging anticoagulants
• Pharmacologic thrombolysis
• Endovascular and surgical interventions
• Physical measures (eg, elastic compression stockings and ambulation)
Potential complications of DVT include the following:
• As many as 40% of patients have silent Pulmonary Embolism when
symptomatic DVT is diagnosed [4]
• Paradoxic emboli (rare)
• Recurrent DVT
• Postthrombotic syndrome (PTS)
Venous Ulcer
DVT is a risk factor for developing venous stasis ulcers
Pulmonary Embolism
Rheumatic Heart Disease
Introduction
Berkaitan dengan demam rheumatic akut

Berkaitan dengan status ekonomi dan kepadatan penduduk (Infeksi


GABHS)

Prevalensi 10,8-15,9 jt pasien, kematian 233.000-294.000 per tahun

Berawal dari adanya infeksi bakteri Group A beta haemolytic


streptococcal (GAS) di tonsillopharynx

Cardiac rheumatic: Pericarditis, miokarditis dan endocarditis


Cardiac Rheumatic

Pericarditis
• 15% kejadian, diidentifikasi dari nyeri dada dan friction rub

Endocarditis
• Keterlibatan katup jantung
• Mitral 90-95%, tricuspid 30-50%, 5-8% aorta
• Edematous di dalam katup jantung  tan nodulus di 1-2 mm tepi katup (sel
leukosit + fibrous cap)  regurgitasi katup (dilatasi ruang jantung saat
carditis) / fase akut  penebalan katup dan fibrosis  stenosis katup
Subklinis Carditis (SC)
• Karditis yang tidak ditemukan murmur, namun berdasarkan echo dan doppler
Jones Criteria
Management of ARF-ARHD
Eradicate GAS
• Benzatine Penicillin G
• <27 kg : 600.000 U I.M. (once)
• >27 kg: 1.200.000 U I.M. (once)
• Penicillin V (Phenoxymethyl penicillin) 250 mg 2-3 times/d (ped), 500 mg 2-3times/d (adult)
• Erythromycin estolate, 20-40 mg/kg/2-4 times dialy (10 days)
• Erythromycin Ethylsuccinate 40mg/kg/2-4 times (max 1g/d) (10 days)

Anti inflamasi
• Aspirin 90-120 mg/kg/hari 10 minggu, tappering tiap 2 minggu, atau
• Predinosolone 60 mg/hari (BB >20 kg), 40 mg/hari (BB <20kg), diberikan 3 minggu, ditappering
selama 9 minggu
• Aspirin preferred  carditis ringan / tanpa gagal jantung

Prevensi sekunder  mencegah relaps


• Benzatine Penicillin G 1,2 jt U/3-4 mg, atau tablet oral Penicillin V 500 mg 2x/hr
• Selama 5 tahun bila tdk ada karditis, diberikan seumur hidup bila ada karditis
Endocarditis Infective
Definition, General Information
Inflammatory process on-going inside endocardium due to infection after endothelium
damage

most often involving aortic and mitral valves

Sources of the infection may be transient bacteremia, which is common during dental,
upper respiratory, urologic, and lower gastrointestinal diagnostic and surgical procedures.

The infection can cause growths on the heart valves, the lining of the heart, or the lining
of the blood vessels.

These growths may be dislodgeand send clots to the brain, lungs, kidneys, or spleen.
Infective Endocarditis Ethiology

Harrison’s 15th ed pg 816


Diagnosis
Criteria
Roth’s spot

Osler nodes

Janeway lesion
Pericarditis
• Diffuse ST-segment elevation in most o the ECG leads,
usually with the exception o aVR and V1 (Fig. 14-1).
• In addition, PR-segment depression in several leads is
often evident, reflecting abnormal atrial repolarization
related to atrial epicardial in ammation.
Cardiac Tamponade
Definition

Trias Beck
Pericardiocentesis

Anda mungkin juga menyukai