Anda di halaman 1dari 23

Referat

GASTROPATI NSAID

Oleh:
Meutia Savitri 2040312023
Faizah Shabrina 2040312050
Dheanisa Nofia 2040312085
Nadhifa Aathira Khairunnisa 2040312056
Rahmadi Sartivan 2040312072

Preseptor:
dr. Drajad Priyono, Sp.PD-KGH

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Gastropati NSAID” ini dapat
penulis selesaikan. Makalah ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil, Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Padang. Terima kasih penulis ucapkan kepada
semua pihak yang telah banyak membantu menyusun makalah ini, khususnya
kepada dr. Drajad Priyono, SpPD-KGH selaku preseptor.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai
masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah pengetahuan dan pemahaman
serta dapat meningkatkan pelayanan, khususnya untuk pelayanan primer kasus-
kasus kompetensi 4 pada masa yang akan datang.

Padang, Februari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Depan
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
DAFTAR TABEL 4
DAFTAR GAMBAR 5
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 6
1.2 Batasan Masalah 7
1.3 Tujuan Penulisan 7
1.4 Manfaat Penulisan 7
1.5 Metode Penulisan 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Gastropati NSAID 8
2.2 Epidemiologi Gastropati NSAID 8
2.3 Faktor Risiko Gastropati NSAID 8
2.4 Patofisiologi Gastropati NSAID 9
2.5 Manifestasi Gastropati NSAID 13
2.6 Diagnosis Gastropati NSAID 14
2.7 Tatalaksana Gastropati NSAID 15
2.8 Komplikasi Gastropati NSAID 18
BAB 3 PENUTUP 20
DAFTAR PUSTAKA 21

3
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Strategi obat NSAID-induced injuri gastrointestinal 15
Tabel 2.2 Formularium nasional : sediaan H2-reseptor antagonis 16
Tabel 2.3 Formularium nasional : sediaan PPI 17

4
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Mekanisme NSAID melalui COX 10
Gambar 2.2 Kerusakana gaster diakibatkan dihambatnya enzim 11
COX-1 dan COX-2
Gambar 2.3 Patofisiologi kerusakan mukosa gaster 12
Gambar 2.4 Gejala ulkus peptikum 13

5
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gastritis merupakan suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan
submukosa lambung yang secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya
infiltrasi sel- sel radang pada daerah tersebut.1 Gastritis terjadi akibat
ketidakseimbangan antara faktor penyebab iritasi lambung atau disebut juga faktor
agresif seperti HCl, pepsin, dengan faktor pertahanan lambung atau faktor defensif
yaitu adanya mukus bikarbonat.2 Penyebab ketidakseimbangan faktor agresif-
defensif antara lain adanya infeksi Helicobacter pylori (H.pylori) yang merupakan
penyebab yang paling sering (30– 60%), penggunaan obat-obatan yaitu obat
golongan Antiinflamasi Non-Steroid (NSAID), kortikosteroid, obat-obat anti
tuberkulosa serta pola hidup dengan tingkat stres tinggi, minum alkohol, kopi, dan
merokok.1,3,4
Berbagai jenis NSAID dapat menghambat sintesis prostaglandin (PG) yang
merupakan mediator inflamasi dan mengakibatkan berkurangnya tanda inflamasi.1
Akan tetapi, PG khususnya PGE sebenarnya merupakan zat yang bersifat protektor
untuk mukosa saluran cerna atas. Hambatan sintesis PG akan mengurangi
ketahanan mukosa, dengan efek berupa lesi akut mukosa gaster bentuk ringan
sampai berat.2
Diagnosis gastropati NSAID dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat ditemukan gejala
gastrointestinal seperti dispepsia, heartburn, abdominal discomfort, dan nausea
nafsu makan menurun, perut kembung dan perasaan penuh di perut, mual, muntah
dan bersendawa. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pada daerah
epigastrium dan dapat ditemukan distensi abdomen pada gejala yang berat.5,6 Untuk
pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan EGD
(Esofagogastroduedenoscopy) dan pemeriksaan histopatologi. Pada EGD dapat
dijumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil dan kadang-kadang disertai
pendarahan kecil.6

6
Penanganan perlukaan mukosa karena NSAID terdiri dari penanganan
terhadap ulkus aktif dan pencegahan primer terhadap perlukaan di kemudian hari.
Idealnya, NSAID dihentikan sebagai langkah pertama terapi ulkus. Selanjutnya,
pada penderita diberikan obat penghambat sekresi asam (penghambat H2, PPIs).
Akan tetapi, penghentian NSAID tidak selalu memungkinkan karena beratnya
penyakit yang mendasari. Penggunaan protein pump inhibitor (PPI) berhubungan
dengan penyembuhan ulkus dan mencegah relaps pada penderita yang
menggunakan NSAID jangka panjang.7

1.2 Batasan Masalah


Pada makalah ini akan dibahas mengenai definisi, epidemiologi, faktor risiko,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, dan komplikasi dari
Gastropati NSAID.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami tentang
Gastropati NSAID secara komprehensif.

1.4 Manfaat Penulisan


Penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan informasi
dan pengetahuan tentang Gastropati NSAID bagi penulis maupun pembaca.

1.5 Metode Penulisan


Penulisan CRS ini ditulis menggunakan metode tinjauan pustaka yang
merujuk ke berbagai literatur, studi pustaka, dan text-book.

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gastropati NSAID merupakan gejala gastropati yang mengacu kepada
spektrum komplikasi saluran cerna bagian atas yang dihubungkan oleh penggunaan
obat anti inflamasi non steroid dengan durasi waktu tertentu, dan biasanya
disebabkan oleh penggunaan jangka panjang NSAID. Disebut gastropati NSAID
bila terdapat kumpulan gejala-gejala gastropati yang bervariasi seperti dispepsia,
nyeri abdominal, sampai komplikasi yang fatal seperti perforasi, ulserasi, dan
perdarahan dimana gejala-gejala tersebut tidak ditemukan sebelum menggunakan
NSAID.3,8

2.2 Epidemiologi
Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dengan prevelensi berbeda tergantung
pada sosial ekonomi, demografi dan dijumpai lebih banyak pada pria usia lanjut
dan kelompok sosial ekonomi rendah dengan puncak pada dekade keenam. Di
Amerika Serikat lebih dari 70% dari populasi usia >65 tahun mengonsumsi NSAID
sekali dalam seminggu dan 30% setiap hari. Pasien yang mengonsumsi NSAID
jangka panjang 25% mengalami ulkus dan 2-4% mengalami perdarahan/perforasi
di traktus gastrointestinal.8
Di Indonesia perdarahan gastrointestinal akibat gastropati NSAID menduduki
peringkat kedua setelah ruptur varises esofagus. Sedangkan insiden NSAID
gastropati sendiri juga peringkat kedua setelah gastropati akibat infeksi
Helicobacter pylori.9 Dengan meluasnya penggunaan NSAID telah mengakibatkan
peningkatan prevalensi terjadi gastropati NSAID.10

2.3 Faktor Risiko


Faktor risiko terjadinya gastropati NSAID adalah sebagai berikut:10
- Usia lanjut > 60 tahun
- Riwayat pernah menderita ulkus peptikum
- Riwayat perdarahan saluran cerna

8
- Digunakan bersama –sama dengan steroid
- Dosis tinggi atau menggunakan 2 jenis NSAID
- Penggunaan NSAID dalam jangka panjang
- Menderita penyakit sistemik yang berat
- Bersama-sama dengan infeksi H. pylori
- Merokok
- Konsumsi alkohol
- Adanya penyakit komorbid

2.4 Patofisiologi Gastropati NSAID


Efek samping NSAID pada lambung sering terjadi. NSAID merusak mukosa
lambung melalui 2 mekanisme, yakni topikal dan sistemik. Kerusakan mukosa
secara topikal terjadi karena NSAID bersifat asam dan lipofilik, sehingga
mempermudah trapping ion hidrogen masuk ke dalam mukosa dan menimbulkan
kerusakan. Efek sistemik NSAID tampaknya lebih penting, yaitu kerusakan mukosa
akibat produksi prostaglandin menurun. NSAID secara bermakna menekan
prostaglandin.11,12
Seperti diketahui, prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang amat
penting bagi mukosa lambung. Efek sitoproteksi ini dilakukan dengan cara menjaga
aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat, dan
meningkatkan epithelial defense. Aliran darah mukosa yang menurun
menimbulkan adhesi netrofil pada endotel pembuluh darah mukosa dan memacu
lebih jauh proses imunologis. Radikal bebas dan protease yang dilepaskan akibat
proses imunologis tersebut akan merusak mukosa lambung seperti dijelaskan pada
gambar 2.1.12,13
Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada penggunaan
NSAID melalui 4 tahap, yaitu: menurunnya sekresi mukus dan bikarbonat,
terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel-sel mukosa, berkurangnya aliran
darah mukosa dan kerusakan mikrovaskuler yang diperberat oleh kerjasama platelet
dan mekanisme koagulasi. Endotel vaskuler secara terus menerus menghasilkan
vasodilator prostaglandin E dan I, yang apabila terjadi gangguan atau hambatan
COX-1 akan timbul vasokontriksi sehingga aliran darah menurun yang

9
menyebabkan nekrose epitel. Hambatan COX-2 menyebabkan peningkatan
perlengketan leukosit PMN pada endotel vaskuler gastroduodenal dan mesenterik,
dimulai dengan pelepasan protease, oksigen radikal bebas sehingga memperberat
kerusakan epitel dan endotel. Perlengketan leukosit PMN menimbulkan statis aliran
mikrovaskuler, iskemia dan berakhir dengan kerusakan mukosa/tukak
peptik.14-17

Gambar 2.1 Mekanisme NSAID melalui COX

Pada proses inflamasi dilepaskan sejumlah mediator inflamassi seperti


prostaglandin, bradikinin, leukotrien, interleukin, histamine, serotonin, TNF-a, dan
lain-lain. NSAID bekerja terutama dengan cara menghambat pembentukan
prostaglandin dan leukotrien, sehingga dapat mencegah ataupun mengurangi
terjadinya inflamasi. Disamping juga terdapat NSAID yang bekerja menghambat
bradikinin.11,12,18
Prostaglandin mempunyai fungsi utama mengatur proses fisiologis serta
sebagai mediator nyeri dan inflamasi. Prostaglandin G2 (PGG2) merupakan yang
pertama dibentuk dari asam arakidonat dan sangat tidak stabil. Selanjutnya PGG2
ini akan direduksi oleh enzim siklooksigenase (COX) menjadi prostaglandin H2
(PGH2) dan pada akhirnya akan dikonversi lagi menjadi prostaglandin D2 (PGD2),
prostaglandin I2 (PGI2), prostaglandin E2 (PGE2), prostaglandin F2 (PGF2) dan
tromboksan A2 (TxA2) oleh enzim isomerase. Jenis prostaglandin yang akan
terbentuk tergantung dari jenis jaringan, karena setiap jaringan mempunyai enzim
isomerase yang berbeda. Misalnya pada platelet akan membentuk tromboksan A2,
sedangkan PGI2 dibentuk oleh sel endotel pembuluh darah.12,17,18
Efek terapeutik dan efek samping yang timbul akibat penggunaan NSAID
berkaitan dengan aktivitas obat tersebut yang menghambat aktivitas enzim COX
dalam sintesis prostaglandin, seperti dijelaskan pada gambar 2.2. Enzim COX

10
bekerja mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin (PG), disamping itu juga
ada enzim lipooksigenase yang juga merubah asam arakidonat menjadi leukotrien
(LT). Asam arakidonat sendiri berasal dari membrane fosfolipid yang dihidrolisis
oleh enzim fosfolipase A2.5,15,17-19
Enzim COX-1 merupakan bentuk konstitutif dan terutama banyak
diekspresikan pada sebagian besar jaringan, platelet, ginjal dan mukosa lambung,
bertanggung jawab untuk proteksi mukosa lambung, regulasi aliran darah di ginjal
serta agregasi trombosit. Sementara enzim COX-2 terutama diekspresikan pada
jaringan yang mengalami inflamasi dan berperan terhadap rangsangan yang terjadi
akibat proses inflamasi, seperti sitokin proinflamasi, faktor pertumbuhan dan
liposakarida bakteri. Disamping itu, COX-2 juga diekspresikan pada sel endotel dan
otot polos pembuluh darah, sel podosit intraglomerular, pada ovarium dan uterus
serta pada tulang, yang mengatur peran fisiologis organ tersebut. Enzim COX-1 dan
COX-2 juga dijumpai pada jaringan sinovium pasien rheumatoid arthritis dan
osteoarthritis.15,16,19

Gambar 2.2 Kerusakana gaster diakibatkan dihambatnya enzim COX-1


dan COX-2

Enzim COX-1 dan COX-2 mempunyai fungsi yang saling tumpang tindih dan
berperan penting dalam menjaga homeostatis tubuh. Enzim COX-1 aktivitasnya
reltif konstan dalam menjaga fungsi homeostasis tubuh, sebaliknya enzim COX-2
aktivitasnya dapat meningkat menjadi 10-80 kali lipat selama proses inflamasi dan

11
proses patologis lainnya. Perbedaan lainnya adalah, enzim COX-1 banyak terdapat
pada retikulum endopalsma, sedangkan enzim COX-2 sebanyak 80-90% terdapat
pada membran nukleus. Kerusakan mukosa gaster akibat inhibisi COX dapat dilihat
pada gambar 2.3.6
Mekanisme NSAID dalam membuat kerusakan pada saluran cerna:
- Perdarahan saluran cerna akibat inhibisi tromboxan dan produksi dari
platelet selanjutnya menginhibisi agregasi platelet dan meningkatkan
bleeding time.
- Gangguan pada pertahanan mukosa dan perbaikannya: dengan menginhibisi
sintesis prostaglandin yang menyebabkan penurunan mukus dan sekresi
bikarbonat serta menimbulkan vasokonstriksi.
- Mengganggu perbaikan mukosa lambung: inhibisi dari mekanisme
perbaikan mukosa lambung yang mengakibatkan inhibisi sel proliferasi,
meningkatkan apoptosis dan inhibisi angiogenesis.
- Pembentukan erosi gastrointestinal dan ulkus akibat iritasi topikal yang
mengakibatkan peningkatan permeabilitas gastrointestinal, penurunan gel
hydrophobicity, terganggunya oxidative post proliferation pada
mitokondria.
- Timbul gangguan atau damage pada pembuluh darah akibat peningkatan
adhesi molekul, akumulasi dari leukosit, dan kerusakan dari sel endotel

Gambar 2.3 Patofisiologi kerusakan mukosa gaster

12
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gastritis bervariasi dari tanpa gejala, gejala ringan dengan
manifestasi tersering yaitu heartburn, sindroma dispepsia, abdominal discomfort
dan nausea, hingga gejala berat seperti tukak peptik, perdarahan, dan perforasi.
Manifestasi klinis lain yang biasa dirasakan pasien adalah mengalami gangguan
pada saluran pencernaan atas berupa nafsu makan menurun, perut kembung dan
perasaan penuh di perut, muntah, mual dan bersendawa. Jika terdapat pendarahan
aktif, dapat terjadi hematemesis dan melena.1,2,3

Gambar 2.4 Gejala ulkus peptikum4


Sebagian besar kasus gastropati OAINS tidak menimbulkan gejala khusus.
Keluhan yang disampaikan pasien biasanya diare dan nyeri perut. Bila telah
berlangsung cukup lama dan menimbulkan ulkus yang cukup berat, dapat
menyebabkan perdarahan saluran cerna yang mengakibatkan keluhan buang air
besar berwarna hitam. Selain itu, bila perdarahan telah berlangsung cukup lama
hingga mengakibatkan anemia, keluhan dapat berupa lemas. Gastropati yang
diakibatkan OAINS menyebabkan anemia dan perdarahan saluran cerna meskipun
tidak selalu berat dan biasanya bukan perdarahan akut. 1,2,3

13
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Saat anamnesis ditanyakan keluhan utama yang dirasakan pasien, seperti
misalnya nyeri perut atas, ditanyakan kualitas nyeri apakah nyeri menyebabkan
pasien terbangun tengah malam. Apakah nyeri menjalar atau tidak, lalu apa yang
dilakukan pasien untuk meringankan nyerinya. Ditanyakan semua gejala yang
mungkin muncul pada pasien gastropati seperti ada mual dan muntah, muntah berisi
apa, warna, frekuensi dan berapa banyak satu kali muntah. Apakah mual muntah
dipengaruhi makanan. Keluhan utama yang juga bisa muncul adalah rasa panas di
dada dan perut. Juga ditanyakan bagaimana nafsu makan apakah menurun dan perut
kembung. Bagaimana buang air besar apakah bewarna hitam atau tidak, kalau
bewarna hitam menandakan ada perdarahan di saluran cerna atas, kemudian yang
paling penting adakah riwayat mengonsumsi obat-obat pereda nyeri dalam waktu
lama biasanya paling sering pada pada pasien-pasien dengan penyakit inflamasi
kronik seperti osteoartritis dan artritis reumatik.20-23
Faktor risiko juga ditanyakan pada pasien Usia lanjut >60 tahun, riwayat
pernah menderita tukak, riwayat perdarahan saluran cerna, dosis tinggi atau
menggunakan 2 jenis NSAID, menderita penyakit sistemik yang berat, bersama-
sama dengan infeksi Helicobacter pylory, merokok, dan meminum alkohol. Perlu
ditanyakan juga riwayat keluarga apakah ada menderita keluhan yang sama dengan
pasien, apakah ada penyakit sistemik dan keganasan dalam keluarga. 20-22

2.6.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik biasanya kurang ditemukan kelainan yang khas. Bila
ditemukan nyeri tekan pada satu tempat, misalnya di hipokondrium kiri atau
epigastrium maka kemungkinan di penderita mendrita ulkus ventrikuli yang
lokalisasinya di korpus. Dapat ditemukan konjungtiva anemis jika pasien anemia
dan nyeri tekan pada daerah epigastrium serta dapat ditemukan distensi abdomen
pada gejala yang berat. 20-23

14
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi
Secara endoskopi akan ditemukan kongesti mukosa, erosi-erosi kecil, kadang
disertai perdarahan kecil. Lesi seperti ini dapat sembuh sendiri. Kemampuan
mukosa mengatasi lesi-lesi ringan akibat rangsang zat kiia sering disebut
adaptasi mukosa. Lesi yang lebih berat dapat berupa erosi dan tukak multiple,
perdarahan luas dan perforasi saluran cerna.24
b. Histopatologi
Secara histopatologi tidak ada gambaran yang khas. Dapat dijumpai
regenerasi epiteial, hiperplasi foveolar, edema lamina propria dan ekspansi
serabut otot polos ke arah mukosa. Ekspansi dianggap abnormal bila sudah
mencapai sepertiga bagian atas. Tanpa informasi yang jelas mengenai
konsumsi OAINS, gambaran histopatologi seperti ini sering disebut sebagai
gastropati reaktif.24

2.7 Tatalaksana
Beberapa upaya penatalaksanaan telah diadopsi untuk pencegahan dan
pengobatan dari efek samping OAINS pada saluran cerna. Beberapa strategi
biasanya diresepkan ke pasien yang mendapatkan OAINS. Beberapa
penatalaksanaannya yaitu : (1) kombinasi OAINS dengan obat gastroprotektif, (2)
penggunaan obat COX-2 inhibitor selektif.25
Tabel 2.1 Strategi obat NSAID-induced injuri gastrointestinal25
Prosedur Mekanisme Action
Tatalaksana
Obat-obatan
gastroprotektif
1. Analog Repalcement prostaglandin Mengurangi ulserasi dan
prostaglandin Meningkatkan pH intragaster kerusakan gastrointestinal lain.
2. Acid Tidak dapat mencegah
Supressants (PPI) dispepsia
COX-2 inhibitor Tidak menghambat COX-1, Mengurangi dispepsia dan
selektif produksi prostaglandin mencegah kerusakan
gastroprotektif masih berjalan gastrointestinal

15
NSAID prodrugs Pelepasan NO mempertahankan Mengurangi kerusakan
(NO-NSAIDs) integritas mikrovaskular gastrointestinal, mempunyai
efek antitrombotik
Penghambat Menghambat pembentukan Mempertahankan gastroproteksi
COX dan 5-LOX leukotrien dan mediator inflamasi dan mengurangi kerusakan
lain gastrointestinal

1. Kombinasi terapi OAINS dengan Obat Gastroprotektif


1.1 Analog Prostaglandin
Analog prostaglandin diresepkan bersamaan dengan OAINS untuk
menggantikan produksi prostaglandin yang dihambat karena penggunaan OAINS.
Misoprostol, salah satu analog prostaglandin yang serinng digunakan dapat
mengurangi ulserasi gastroduodenal akibat penggunaan OAINS. Namun, obat ini
tidak dapat mencegah dispepsia dan efek samping lain pada gastrointestinal.25
1.2 Acid Supressant
Asam dapat meningkatkan injuri mukosa akibat OAINS dan absorpsi asam
OAINS. H2 reseptor agonis dan proton pump inhibitor (PPI) erupakan golongan
yang sering digunakan karena buan hanya mengurangi produksi asam, namun juga
meningkatkan pH lambung serta menghambat raikal bebas. H2 reseptor antagonis
merupakan obat pertama yang digunakan sebagai mekanisme pencegahan terhadap
ulserasi peptik akibat OAINS. Namun, obat ini tidak dapat mencegah perdarahan
lambung.25
Tabel 2.2 Formularium nasional : sediaan H2-reseptor antagonis26
Nama Obat Sediaan
Ranitidin Tab 150 mg
Inj 25 mg/mL

PPI efektif untuk mengurangi produksi asam lambung dan pencegahan ulser
peptikum. PPI umumnya diresepkan untuk penggunaan jangka panjang, karena PPI
tidak menyebabkan efek samping yang signifikan. Salah satu obat golongan ini
yang umum digunakan adalah omeprazol, dapat menghambat hidrogen/kalium-
ATP-ase yang akan menghambat sekresi asam lambung. Obat golongan PPI lain
adalah lansoprazol, pantoprazol, rebeprazol, dll.25

16
Tabel 2.3 Formularium nasional : sediaan PPI26
Nama Obat Sediaan
Esomeprazol Serbuk inj 40 mg (iv)
Lansoprazol Kaps 30 mg
Serbuk inj 30 mg
Omeprazol Kaps 20 mg
Inj 40 mg (untuk pasien IGD dengan
perdarahan saluran cerna)

Evaluasi sangat penting karena sebagaian besar gastropati OAINS ringan


dapat sembuh sendiri walaupun OAINS tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2
(ARH2) atau PPI dapat mengatasi rasa sakit dengan baik. Harus hati-hati
menggunakan ARH2 pada pasien yang meggunakan OAINS jangka panjang.
ARH2 mampu mencegah timbulnya komplikasi berat OAINS pada saluran cerna
atas.
Pasien yang dapat menghentikan penggunaan OAINS, obat-obatan anti tukak
seperti golongan seperti golongan sitoproteksi, ARH2, dan PPI dapat diberikan
dengan hasil yang baik. Sedangkan pasien yang tidak dapat menghentikan
penggunaan OAINS dengan segala pertimbangan sebaiknya menggunakan PPI.
Mereka yang mempunyai faktor risiko untuk mendapat komplikasi berat, sebaiknya
diberi terapi pencegahan seperti PPI atau misoprostol. Misoprostol adalah analog
prostaglandin. Pemberiannya dapat mengimbangi penurunan produksi
prostaglandin akibat OAINS. Sayangnya efek samping obat ini sangat
mengganggu, sehingga penggunaannya terbatas.24
2. COX-2 inhibitor selektif
COX-2 inhibitor selektif merupakan obat yangmenghambat COX-2 secara
spesifik, mempertahan mekanisme gastroprotektif melalui pathway COX-1. Obat
ini merupakan salah satu golongan OAINS. Obat golongan ini yang paling efektif
adalah celecoxib dan rofecoxib yang menunjukkan efikasi terhadap OAINS dengan
mencegah timbulnya lesi mukosa dan gejala efek samping lain pada
gastrointestinal.25

17
2.8 Komplikasi
Jika tidak tertangani dengan baik, komplikasi gastropati NSAID dapat
muncul pada penderita. Komplikasi tersebut meliputi perdarahan gastrointestinal
(hematemesis, melena), perforasi, striktura, syok hipovolemik, dan kematian.6 Pada
gastropati NSAID, dapat terjadi ulkus, yang memiliki beberapa komplikasi yakni:
1. Hemoragi-gastrointestinal atas, gastritis dan hemoragi akibat ulkus peptikum
adalah dua penyebab paling umum perdarahan saluran GI. Insiden 15-25%,
meningkat pada usia lanjut (>60 tahun) yang 20% tanpa simtom dan tanda
penyakit sebelumnya. Sebagian besar perdarahan berhenti spontan, sebagian
memerlukan tindakan endoskopi terapi, bila gagal dilanjutkan dengan operasi
(5% memerlukan transfusi darah). Pantozol/PPI 2 ampul/100 cc NaCl 0,9%
drip selama 10 jam dan diteruskan beberapa hari dapat menurunkan kejadian
ulang perdarahan, pemberian transfusi dengan memperhatikan hemodinamik:
1.) Tekanan Darah Sistol <100mmHg, 2.) Hb < 10g%, 3.) Nadi >100x/menit,
4.) HT 30.6
2. Perforasi, merupakan erosi ulkus melalui mukosa lambung yang menembus
ke dalam rongga peritoneal tanpa disertai tanda. Insidensi 6-7%, hanya 2-3%
mengalami perforasi terbuka ke peritoneum, 10% tanpa keluhan/tanda
perforasi dan 10% disertai perdarahan tukak. Penetrasi adalah suatu bentuk
perforasi yang tidak terbuka/tanpa pengeluaran isi lambung karena tertutup
oleh omentum/organ perut sekitar. Terapi perforasi: dekompresi, pemasangan
nasogastrik tube, aspirasicairan lambung terus menerus, pasien dipuasakan,
diberi nutrisi parenteral total dan pemberian antibiotika diikuti tindakan
operasi.6
3. Stenosis pilorik, terjadi bila area distal pada sfingter pilorik menjadi jaringan
parut dan mengeras karena spasme atau edema atau karena jaringan parut
yang terbentuk bila ulkus sembuh atau rusak. Insidensi 1-2% dari pasien
tukak. Keluhan akibat obstruksi mekanik berupa cepat kenyang, muntah
berisi makanan tak tercerna, mual, sakit perut setelah makan/post prandial,
berat badan turun. Obstruksi dapat terjadi temporer akibat peradangan peri

18
pilorik yang timbul edema dan spasme, dapat diterapi dengan pemberian PPI
ampul dalam 100cc NaCl 0,9% diberi selama 10 jam dan dapat diteruskan
beberapa hari (7-10 hari) hingga obstruksi hilang. Obstruksi dapat bersifat
permanen akibat fibrosis dari suatu tukak, dapat diterapi dengan pemasangan
nasogastrik tube, aspirasi isi lambung, puasa, dilanjutkan dengan pemasangan
balon dilatasi dengan endoskopi dan bila gagal dilakukan tindakan operasi
piloroplasti.6

19
BAB 3
KESIMPULAN

Gastropati merupakan kelainan pada mukosa lambung dengan karakteristik


perdarahan subepitelial dan erosi. Salah satu penyebab dari gastropati adalah efek
dari NSAID (Non steroidal anti inflammatory drugs) serta beberapa faktor lain
seperti alkohol, stres, ataupun faktor kimiawi. Gastropati NSAID dapat
memberikan keluhan dan gambaran klinis yang bervariasi seperti dispepsia, ulkus,
erosi, hingga perforasi. Gastropati NSAID merupakan penyebab kedua gastropati
setelah Helicobacter pylori dan penyebab kedua perdarahan saluran cerna bagian
atas setelah ruptur varises oesophagus.
Penatalaksanaan pada pasien gastropati NSAID, terdiri dari non-
mediamentosa dan medikamentosa. Pada terapi non-medikametosa, yakni berupa
istirahat, diet dan jika memungkinkan, penghentian penggunaan NSAID.
Medikamentosa ditujukan untuk mencegah kerusakan yang disebabkan gastropati
NSAID. Upaya mencegah dan mengurangi efek samping NSAID pada
gastrointestinal sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi serius
(perdarahan saluran cerna, perforasi gaster, dan stenosis pilorik).
Pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan kemampuan mendiagnosis
gastropati NSAID terutama bagi masyarakat yang beresiko dan penatalaksanaan
yang tepat. Pemberian obat lain seperti H2RA, PPI, analog prostaglandin, antasida
dan pilihan terapi lain dapat mengurangi risiko timbulnya komplikasi serius pada
gastropati NSAID.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu penyakit Dalam. Bagian/SMF Ilmu


Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah.
Denpasar. 2013.
2. Tugushi M. Nonsteroidal anti inflamatory drug (NSAID) associated
gastropathies [online]. World Medicine. Available from:
http://www.worldmedicine.ge/?Lang=2&level1=5&event=publication&id=
39
3. Hirlan. Gastritis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, E6. Jilid.II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2014. p.1768-1771.
4. Scheiman JM. Nonsteroidal antiinflamatory drug (NSAID)-induced
gastropathy. In: Kim, Karen (editor). Acute gastrointestinal bleeding;
diagnosis and treatment. New Jersey: Humana Press Inc. 2004. p.75-93
5. Becker JC, Domschke W, Pohie T. Current approaches to prevent NSAID-
induced gastropathy – COX selectivity and beyond. Br J Clin Pharmacol 58
:6.2004; p.587–600.
6. Tarigan P. Tukak Gaster. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.6 Jilid.II. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2014. p.1781-1791.
7. Shrestha S, Lau D. Gastric Ulcers: differential diagnose & workup.
Emedicine [online]. 2009. Available from: http://emedicine.
medscape.com/article/17 5765-overview.
8. Ilone S, Simadibrata M. Diagnosis and Management of Gastroenterophaty
Associated to Non-steroidal Anti-Inflammatory Drugs. The Indonesian
Journal of Gastroenterology, Hepatology, and Digestive Endoscopy.
2016;17(2).
9. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Gastro-Enteropati OAINS di Indonesia. 2011.

21
10. Simanjuntak S G U, Siahan J M. Patofisiologi Gastropati NSAID. Majalah
Ilmiah Methoda. 2018;8(2) : 73-82.
11. Carr DB, Francia MB. Non-steroidal anti-inflammatory agents benefits and
new developments for cancer pain. Touch briefing. 2008.
12. Lanza FL. A guideline for the treatment and prevention of NSAID-induced
ulcers. The American journal of Gastroenterology. 1998; 93(11).
13. Tourkey JM. Gastric ulcer’s diseases pathogenesis, complications and
strategies for prevention. WMC gastroenterology. 2011; 2(3).
14. Hernandez-Diaz S, Rodriguez LAG. Steroids and risk of upper
gastrointestinal complications. Am J Epidemiol. 2001; 153(11).
15. Ji KY, Hu FL. Interaction or relationship between helicobacter pylori and
non-steroidal anti-inflammatory drugs in upper gastrointestinal diseases.
World J gastroenterol. 2006; 12(24): 3789-92.
16. Valle JD. Peptic ulcer disease and related disorders. Dalam: Fauci AS,
Braunwald E. Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper Dl, et al.
Harrison’s principles of internal medicine. Edisi ke-16. New York: Mc Graw
Hill. 2008. hal.1649.
17. Classen M, Tytgat GN\J, Lightdale CJ. Gastric ulcer. Gastroenterological
endoscopy. 2010; 505-509.
18. Wallace JL. How do NSAIDs cause ulcer disease?. Bailliers Clinical
Gastroenterology. 2000; 14(1): 147-159.
19. Al Mofleh IA, Al Rashed RS. Nonsteroidal, anti-inflammatory drug-induced
gastrointestinal injuries and related adverse reactions: epidemiology,
pathogenesis and management. The Saudi Journal of Gastroenterology. 2007;
13(3):107-13.
20. Rao, VG. Tanda dan gejala gastropati NSAID. Intisari sains medis (ISM).
2016;5(1):64-69.
21. Waranugraha, Y. Suryana, BP. Pratama,B. Hubungan Pola Penggunaan
OAINS dengan Gejala Klinis Gastropati pada Pasien Reumatik. J Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya. 2010;26(2):107-112.

22
22. Mardhiyah,R, Fauzi, A, Syam, AF. Diagnosis dan Tata Laksana Enteropati
akibat Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS). Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia. 2015;2(3):190-197.
23. Schellack, N. An overview of gastropathy induced by nonsteroidal anti-
inflammatory drugs. S Afr Pharm J. 2012;79(4):12-18.
24. Ketut S, Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editor. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Ed. 6 Jilid II. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2014.
25. Sinha M, Gautam L, Shukla PK, Kaur P, Sharma S, Singh TP. Current
Perspectives in NSAID-Induced Gastropathy. 2013.
26. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Formularium Nasional. Jakarta.
2019.

23

Anda mungkin juga menyukai