B. KOHERENSI
Koherensi menurut Wohl (1978 : 25 dalam Tarigan, 2009 : 100) mempunyai arti yaitu pengaturan
secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga kita
mudah memahami pesan yang dikandungnya. Koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat
bagaimana seseorang secara strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau
peristiwa (Teun A. Van Dijk dalam Eriyanto, 2001 : 242)
Sarana-sarana Koherensi
Sarana koherensi paragraf dapat berupa penambahan, seri, prononima, pengulangan,
sinonim, keseluruhan, kelas, penekanan, komparasi, kontras, simpulan, contoh, kesejajaran,
lokasi, dan waktu (F. J. D’Angelo dalam Tarigan, 2009 : 101). Berikut penjabarannya:
- Sarana penghubung yang bersifat adiktif atau berupa penambahan itu, antara lain : dan,
juga, lagi, pula, dll.
- Sarana penghubung rentetan atau seri adalah pertama, kedua, .... berikut, kemudian,
selanjutnya, akhirnya.
- Sarana penghubung yang berupa kata ganti diri, kata ganti petunjuk, dan lain-lainnya.
- Penggunaan sarana koheresi wacana yang berupa sinonim atau padanan kata (pengulangan
kata).
- Penggunaan repitisi atau pengulangan kata sebagai sarana koherensif wacana.
- Penggunaan sarana koherensif dimulai dari keseluruhan, baru kemudian beralih atau
memperkenalkan bagian-bagiannya.
- Sarana koherensif wacana yang mulai dari kelas ke anggota.
- Penggunaan sarana komparasi atau perbandingan.
- Penggunaan kesejajaran atau paralelisme klausa sebagai saran kekorensifan wacana.
- Dengan pemberian contoh yang tepat dan serasi, dapat menciptakan kekoherensifan wacana.
Sarana Koherensi
Sedangkan untuk aneka sarana keutuhan wacana dari segi makna menurut (Harimurti
Kridalaksana (1978) dalam Tarigan, 2009 : 105) antara lain : hubungan sebab-akibat,
hubungan alasan-akibat, hubungan sarana-hasil, hubungan sarana-tujuan, hubungan latar-
kesimpulan, hubungan hasil-kegagalan, hubungan syarat hasil, hubungan perbandingan,
hubungan parafrastis, hubungan amplikatif, hubungan aditif temporal, hubungan aditf
nontemporal, hubungan identifikasi, hubungan generik-spesifik, dan hubungan ibarat.
Koherensi merupakan pertalian atau jalinan antar kata, atau kalimat dalam teks. Koherensi
ini merupakan salah satu elemen wacana yang di pergunakan untuk menjelaskan suatu fakta
atau peristiwa (Teun A. Van Dijk, dalam Eryanto, 2001 : 242).
Sarana koherensi paragraf dapat berupa penambahan, seri, prononima, pengulangan,
sinonim, keseluruhan, kelas, penekanan, komparasi, kontras, simpulan, contoh, kesejajaran,
lokasi, dan waktu (F. J. D’Angelo dalam Tarigan, 2009 : 101). Berikut penjabarannya.
Sarana penghubung yang bersifat adiktif atau berupa penambahan itu, antara lain : dan, juga,
lagi, pula, dll.
Contoh :
Laki-laki dan perempuan, tua dan muda, juga para tamu turut bekerja bergotong royong
menumpas hama tikus di sawah-sawa di desa kami. .......
Sarana penghubung rentetan atau seri adalah pertama, kedua, .... berikut, kemudian,
selanjutnya, akhirnya.
Contoh :
Pertama-tama kita semua harus mendaftarka diri sebagai anggota
perkumpulan. Kedua, kita membayar uang iuran. Berikutnya kita mengikuti segala kegiatan,
baik berupa latihan maupun kursus-kursus.
Sarana penghubung yang berupa kata ganti diri, kata ganti petunjuk, dan lain-lainnya.
Contoh :
Ini rumah saya, itu rumah kamu. Saya dan kamu mendapat hadiah dari pimpinan
perusahaan. Rumah kita berdekatan. Kita bertetangga. Rumah Lani dan rumah Mina di
seberang sana. Mereka bertetangga. ....
Penggunaan sarana koheresi wacana yang berupa sinonim atau padanan kata (pengulangan
kata).
Contoh :
Memang dia mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Solo. Pacarnya itu memang
cantik, halus budi bahasa, dan bersifat keibuan sejati. .....
Penggunaan repitisi atau pengulangan kata sebagai sarana koherensif wacana.
Contoh :
Dia mengatakan kepada saya bahwa kasih sayang itu berada dalam jiwa dan raga
sang ibu. saya menerima kebenaran ucapan itu. Betapa tidak, kasih sayang pertama saya
peroleh dari ibu. ....
Penggunaan sarana koherensif dimulai dari keseluruhan, baru kemudian kita beralih atau
memperkenalkan bagian-bagiannya. Hal ini memang sesuai dengan salah satu dimensi yang
harus dipenuhi dalam penyusunan kurikulum atau silabus pengajaran bahasa. Kita mulai dari
bagian yang lebih besar ke bagian yang lebih kecil; dari bagian yang umum menuju bagian
yang khusus. Tentu hal ini bergantung pada tujuan dan tingkat kelas para siswa.
Contoh :
Saya membeli buku baru. Buku itu terdiri dari tujuh bab. Setiap bab terdiri pula dari
sejumlah pasal. Setiap pasal tersusun dari beberapaparagraf. Seterusnya
setiap paragraf terdiri dari beberapa kalimat. .....
Sarana koherensif wacana yang mulai dari kelas ke anggota.
Contoh :
Pemerintah berupaya keras meningkatkan pehubungan darat, laut, dan udara. Dalam
bidang perhubungan darat telah digalakkan pemanfaatankereta api dan kendaraan bermotor.
Kendaraan bermotor ini meliputimobil, sepeda motor, dan lain-lain.
Dengan sarana penekanan pun kita dapat pula menambah tingkat kekoherensifan wacana.
Contoh :
Bekerja bergotong royong itu bukan pekerjaan sia-sia. Nyatalahkini hasilnya.
jembatan sepanjang tujuh kilometer yang menghubungkan kampung kita ini dengan kampung
di seberang Sungai Lau Biang ini telah sekali kita kerjakan dengan AMD (Abri Masuk
Desa). Jelaslah hubungan antara kedua kampung berjalan lebih lancar.
Komparasi atau perbandingan dapat menambah serta meningkatkan kekoherensifan wacana.
Contoh :
Sama halnya dengan Paman Lukas, kita pun harus segera mendirikan rumah di atas
tanah yang baru kita beli. Sekarang rumah Paman Lukas itu hampir selesai. Mengapa kita
tidak membuat hal yang serupa selekas mungkin? ....
Kontras atau pertentangan para penilis dapat menambah kekoherensian karyanya.
Contoh :
Aneh tapi nyata. Ada teman saya seangkatan, namanya Joni. Dia rajin sekali belajar,
tetapi setiap tentamen selalu tidak lulus. Harus mengulang. Namun demikian, dia tidak
pernah putus asa. Dia tenang saja. Tidak pernah mengeluh. Bahkan sebaliknya, dia semakin
belajar. Sampai-sampai larut malam dia membaca. Tanpa keluhan apa-apa. Akhirnya
tentamen semua lulus juga. Dia menganut falsafah “biar lambat asal selamat.” Kini dia telah
menyelesaikan studinya dan diangkat menjadi guru SMA di Prabumulih.
Dengan kata-kata yang mengacu kepada hasil atau simpulan, kita dapat juga meningkatkan
kekoherensifan wacana.
Contoh:
Pepohonan telah menghijau di setiap pekarangan rumah dan ruangan kuliah di
kampus kami. Burung-burung beterbangan dari dahan ke dahan sambil bernyanyi-nyanyi.
Udara sejuk dan nyaman. Jadipenghijauan di kampus itu telah berhasil. Demikianlah kini
keadaan kampus kami. .......
Dengan pemberian contoh yang tepat dan serasi, kita dapat pula menciptakan
kekoherensifan wacana:
Contoh:
Wajah pekarangan atau halaman rumah di desa kami telah berubah menjadi warung
hidup. Di pekarangan itu ditanam kebutuhan dapur sehari-hari; umpamanya: bayam, tomat,
cabai, singkong, dan lain-lain. ....
Penggunaan kesejajaran atau paralelisme klausa sebagai saran kekoherensifan wacana.
Contoh :
Waktu dia datang, memang saya sedang asyik membaca, saya sedang tekun
mempelajari buku baru mengenai wacana. Karena asyiknya, saya tidak mengetahui, saya
tidak mendengar bahwa dia telah duduk di kursi mengamati saya. ...
Sedangkan untuk aneka sarana keutuhan wacana dari segi makna menurut (Harimurti
Kridalaksana (1978) dalam Tarigan, 2009 : 105) antara lain : hubungan sebab-akibat,
hubungan alasan-akibat, hubungan sarana-hasil, hubungan sarana-tujuan, hubungan latar-
kesimpulan, hubungan hasil-kegagalan, hubungan syarat hasil, hubungan perbandingan,
hubungan parafrastis, hubungan amplikatif, hubungan aditif temporal, hubungan aditif
nontemporal, hubungan identifikasi, hubungan generik-spesifik, dan hubungan ibarat. Berikut
penjelasanya.
Hubungan hasil-kegagalan.
Contoh :
Kami tiba di sini agak subuh dan menunggu agak lama. Ada kira-kira dua jam lamanya.
Mereka tidak muncul-muncul. Mereka tidak menepati janji. Kami sangat kecewa dan pulang
kembali dengan rasa dongkol.
Hubungan syarat-hasil.
Contoh :
Seharusnyalah penduduk desa kita ini lebih rajin bekerja, rajin menabung di KUD. Tentu
saja desa kita lebih maju dan lebih makmur dewasa ini. Dan seterusnya pula kita menjaga
kebersihan desa ini. Pasti kesehatan masyarakat desa kita lebih baik.
Hubungan perbandingan.
Contoh :
Sifat para penghuni asrama ini sangat beraneka ragam. Wanitanya rajin belajar. Prianya
lebih malas. Wanitanya mudah diatur. Prianya agak bandel.
Hubungan parafrastis.
Contoh :
Kami tidak menyetujui penurunan uang makan di asrama ini karena dengan bayaran seperti
yang berlaku selama ini pun kuantitas dan kualitas makanan dan pelayanan tidak bisa
ditingkatkan. Sepantasnyalah kita menambahi uang bayaran bulan kalau kita mau segala
sesuatunya bertambah baik. Seharusnyalah kita dapat berpikir logis.
Hubungan amplikatif.
Contoh :
Perang itu sungguh kejam. Militer, sipil, pria, wanita, tua dan muda menjadi korban peluru.
Peluru tidak dapat membedakan kawan dan lawan. Sama dengan pembunuh. Biadab, kejam,
dan tidak kenal perikemanusiaan. Sungguh ngeri.
Hubungan aditif temporal.
Contoh :
Paman menunggu di ruang depan. Sementara itu saya menyelesaikan pekerjaan saya. Kini
pekerjaan saya sudah selesai. Saya sudah merasa lapar. Segera saya mengajak Paman makan
di kantin. Sekarang saya dan paman dapat berbicara santai sambil makan.
D. Piranti Koherensi
Istilah koherensi mengacu pada aspek tuturan, bagaimana proposisi yang terselubung
disimpulkan untuk menginterpretasikan tindakan ilokusinya dalam membentuk sebuah
wacana. Proposisi-proposisi di dalam suatu wacana dapat membentuk suatu wacana yang
runtut (koheren) meskipun tidak terdapat pemerkah penghubung kalimat yang di gunakan.
Contoh:
(a) Guntur kembali bergema dan hujan menderas lebih hebat lagi. (b) Hati Darsa makin kecut.
Biarpun tidak terdapat pemerkah hubungan yang jelas antara kalimat (a) dan (b), tiap
pembaca akan menafsirkan makna kalimat (b) mengikuti kalimat (a). Pembaca mengandaikan
adanya ‘hubungan semantik’ antara kalimat-kalimat itu, biarpun tidak terdapat pemerkah
eksplisit yang menyatakan hubungan seperti itu.
Berikut ini adalah contoh wacana yang mempunyai koherensi baik, tetapi tidak tampak
hubungan kohesifnya.
A: “ada telepon.”
B: “saya sedang mandi.”
C: “baiklah.”
Widdowson (1979).
Sebagai sebuah wacana, contoh percakapan di atas tidak dapat pemerkah kohesif. Untuk
memahami tuturan tersebut, kita harus menggunakan informasi yang terkandung di dalam
ujaran-ujaran yang di ungkapkan dan juga sesuatu yang lain yang dilibatkan dalam penafsiran
wacana itu. Percakapan semacam itu akan dapat dipahami dengan baik melalui tindakan-
tindakan konvensional yang dilakukan oleh partisipan dalam percakapan itu.