Anda di halaman 1dari 10

Pengertian Koherensi

Koherensi merupakan pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta,


dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang
dihubungkannya. Ada beberapa penanda koherensi yang digunakan dalam
penelitian ini, diantaranya penambahan (aditif), rentetan (seri), keseluruhan ke
sebagian, kelas ke anggota, penekanan, perbandingan (komparasi), pertentangan
(kontras), hasil (simpulan), contoh (misal), kesejajaran (paralel), tempat (lokasi),
dan waktu (kala).
(1) Penambahan (aditif), penanda koherensi yang bersifat aditif atau berupa
penambahan antara lain: dan, juga, selanjutnya, lagi pula, serta.
(2) Rentetan (seri), penanda koherensi yang berupa rentetan atau seria ialah pertama,
kedua, …, berikut, kemudian, selanjutnya, akhirnya.
(3) Keseluruhan ke sebagian, yaitu pembicaraan atau tulisan yang dimulai dari
keseluruhan, baru kemudian beralih atau memperkenalkan bagian-bagiannya.
(4) Kelas ke anggota, yang dimaksud penanda koherensi ini ialah dengan menyebutkan
bagian yang umum menuju ke bagian-bagian lebih khusus.
(5) Penekanan, yang dimaksud penenda koherensi ini ialah kata atau frasa yang
memberikan penekanan terhadap kalimat sebelumnya ataupun kalimat sesudahnya.
(6) Perbandingan (komparasi), penanda koherensi ini ialah sama halnya, hal serupa, hal
yang sama, seperti, tidak seperti, dll.
(7) Pertentangan (kontras), penanda koherensi ini dapat berupa tetapi, tapi, meskipun,
sebaliknya, namun, walaupun, dan namun demikian.
(8) Hasil (simpulan), yag dimaksud penanda koherensi ini ialah kata atau frasa yang
mengacu pada simpulan.
(9) Contoh (misal), penanda koherensi ini dapat berupa antara lain: umpamanya,
misalnya, contohnya.
(10) Kesejajaran (paralel)
(11) Tempat (lokasi), penanda koherensi ini antara lain: di sini, di situ, di rumah, dll.
(12) Waktu (kala), penanda koherensi ini antara lain: mula-mula, sementara itu, tidak
lama kemudian, ketika itu.
C. Penanda Kohesi dan Koherensi pada Iklan Layanan Masyarakat PT.
Telkom Indonesiadi Koran Jawa Pos Edisi 2 Juni 2007
No Penanda Kalimat/ klausa/ frasa yang menunjukkan
Kohesi Koherensi
1. Pronomina - Kami memahami bahwa bangkitnya sebuah
2. Pronomina - bangsa besar dimulai dengan membuka …
3. Pronomina - … dimulai dengan membuka wawasan generasi
4. Pronomina - penerusnya.
5. Pronomina - Oleh karenanya, kami berkomitmen turut serta …
6. Konjungsi - Semuanya kami lakukan agar
7. (koordinatif - generasi Indonesiabaru tampil gemilang di masa
8. ) - depan.
9. Konjungsi Aditif Hari Pendidikan dan Hari Kebangkitan Nasional
10 (koordinatif Aditif telah berlalu, namun semangatnya terus menyala.
. ) Penekanan … dengan menyediakan unit
11 Konjungsi Pertentangan komputer besertakoneksi internet di berbagai
. (adversatif) Hasil/ sekolah …
12 - simpulan Hari Pendidikan dan Hari Kebangkitan Nasional
. - Lokasi telah berlalu, namun semangatnya terus menyala.
13 - Lokasi Hari Pendidikan dan Hari Kebangkitan Nasional
. - Kala telah berlalu, namun semangatnya terus menyala.
14 - (waktu) … dengan menyediakan unit
. - komputer besertakoneksi internet di berbagai
15 - sekolah …
. - Hari Pendidikan dan Hari Kebangkitan Nasional
16 telah berlalu, namun semangatnya terus menyala.
. Kami memahami bahwa bangkitnya sebuah
bangsa besar dimulai dengan membuka wawasan
generasi penerusnya. Oleh karenanya, kami
berkomitmen turut serta mencerdaskan
anak Indonesia dengan menyediakan unit
komputer beserta koneksi internet di berbagai
sekolah di seluruh pelosok negeri.
Hari Pendidikan dan Hari Kebangkitan Nasional
telah berlalu, namun semangatnya terus menyala.
Kami memahami bahwa bangkitnya sebuah
bangsa besar dimulai dengan membuka wawasan
generasi penerusnya. Oleh karenanya, kami
berkomitmen turut serta mencerdaskan
anak Indonesia dengan menyediakan unit
komputer beserta koneksi internet di berbagai
sekolah di seluruh pelosok negeri.
… menyediakan unit komputer beserta koneksi
internet di berbagai sekolah di seluruh pelosok
negeri.
… menyediakan unit komputer beserta koneksi
internet di berbagai sekolah di seluruh pelosok
negeri.
Semuanya kami lakukan agar
generasi Indonesiabaru tampil gemilang di masa
depan.
Pada contoh kalimat (1), (3), dan (4) menggunakan kata ‘kami’ yang termasuk
dalam persona pertama jamak. Persona ini dimaksudkan sebagai kata ganti si
pencetus iklan layanan masyarakat tersebut, yaitu PT. Telkom. Sedangkan pada
kalimat (2) dan (5) menggunakan kata ‘-nya’ yang merupakan persona ketiga
tunggal. Pada kalimat ke-(2), ‘-nya’ yang dimaksudkan sebagai kata ganti bangsa.
Berbeda dengan makna pronomina ‘nya’ sebelumnya, pada kalimat (5) pronomina
‘nya’ mengandung arti sebagai kata ganti benda yaitu Hari Pendidikan dan Hari
Kebangkitan Nasional.
Kalimat ke-(6) pada kata ‘beserta’ termasuk konjungsi yang menghubungkan kata
dengan kata. Dikatakan konjungsi atau kata penghubung koordinatif, sebab kata
‘beserta’ mengandung makna ekuivalen dengan ‘dan’, yaitu menyatakan hal masih
berkelanjutan (belum berakhir). Kalimat ke-(7) juga termasuk konjungsi koornitaif,
sebab memakai kata ‘dan’, yang juga bermakna bahwa masih ada kelanjutannya.
Sedangkan pada kalimat (8) termasuk konjungsi adversatif melalui kata ‘namun’,
yang bermakna pertentangan.
Pada penelitian ini ada dua penanda aditif atau penambahan,
yaitu dan dan beserta, hal tersebut tampak pada kalimat (9) dan (10). Penanda
aditif pada kalimat (10) memakai kata ‘dan’ yang menghubungkan frasa Hari
Pendidikan dengan Hari Kebangkitan Bangsa. Sedangkan pada kalimat (9),
penanda aditif menghubungkan frasa unit komputer dengan koneksi internet.
Penanda aditif atau penambahan merupakan penanda yang menghubungkan kata
dengan kata, klausa dengan klausa, dan frasa dengan frasa. Kalimat yang dibentuk
dengan penambahan ini disebut kalimat majemuk setara.
Penekanan ialah kata atau frasa yang memberikan penekanan terhadap
kalimat sebelumnya ataupun kalimat sesudahnya. Penekanan dalam penelitian ini
terdapat pada kalimat (11) melalui penanda ‘oleh karenanya’. Penanda tersebut
memberikan penekanan pada kalimat sesudahnya. Makna yang muncul akibat
penanda tersebut ialah terjadi penegasan pada kalimat kedua atas pernyataan yang
dikemukakan pada kalimat pertama (kalimat kedua merupakan tindak lanjut dari
pernyataan kalimat pertama).
Pertentangan atau kontras terdapat pada kalimat (12) melalui penanda
‘namun’. Kata ‘namun’ ini menimbulkan pertentangan atas pernyataan frase
pertama, yang mengandung makna walaupun …, namun …
Penanda koherensi hasil atau simpulan ialah kata atau frase yang mengacu
pada simpulan. Pada kalimat (13) menampakkan unsur tersebut melalui penanda
‘oleh karenanya’. Melalui penanda tersebut, muncul hasil atau simpulan dalam
paragraf pada data ke-(13), sehingga paragraf dapat segera diakhiri dengan
menampilkan usaha tindak lanjut yang berupa hasil atau simpulan.
Pada penelitian ini terdapat satu penanda koherensi lokasi atau tempat yaitu
‘di’. Hal tersebut tampak pada kalimat (14) dan (15). Kata ‘di’ pada kedua kalimat
tersebut menjelaskan kata selajutnya di belakang kata ‘di’ yang bermakna
menunjukkan suatu letak, tempat, atau lokasi.
Sedangkan penanda koherensi kala (waktu) tampak pada kalimat
(16) melalui pemakaian kata ‘di masa depan’.
D. Analisis Wacana Gambar Iklan Layanan Masyarakat PT.
Telkom Indonesia di Koran Jawa Pos Edisi 2 Juni 2007
Pada penelitian ini, peneliti mencoba menganalisis maksud wacana gambar
yang muncul setelah mengamati iklan layanan masyarakat PT. Telkom di koran
Jawa Pos. Gambar yang disajikan pada iklan tersebut ialah berupa gambar tiga
pelajar Sekolah Dasar (SD), satu perempuan dan dua laki-laki berseragam putih-
merah lengkap berdasi. Ketiga anak tersebut terlihat asyik di depan komputer
dengan mimik wajah yang tampak gembira. Salah satu siswa laki-laki yang duduk
di depan komputer tertawa riang sambil tangan kirinya menunjuk ke arah layar
komputer. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa perhatian ketiga siswa tersebut
tertuju pada apa yang tampak di layar komputer.
Unit komputer tersambung dengan pesawat telepon. Karena iklan layanan
masyarakat ini dibuat oleh PT. Telkom yang berada pada bidang
pertelekomunikasian serta saat ini sedang memasarkan produk barunya berupa
koneksi internet, maka dapat disimpulkan bahwa pesawat telepon yang diletakkan
di atas meja di samping unit komputer, merupakan perangkat koneksi internet. Saat
ini, PT. Telkom telah meluncurkan produk baru berinternet dengan cara yang
mudah dan cepat, yaitu cukup menyatukan kabel jaringan telepon pada unit
komputer. Sehingga saat berada di rumah, atau di pelosok negeri di mana di tempat
tersebut telah terpasang jaringan telepon, maka kegiatan berinternet mencari
informasi yang lebih luas dengan cara yang mudah dapat dilakukan.
Setting tempat yang disajikan dalam iklan layanan masyarakat PT. Telkom di
koran Jawa Pos ini berupa hutan heterogen yang ditumbuhi beragam flora. Ketiga
siswa asyik mengoperasikan komputer meskipun mereka berada di tempat
terpencil (dicontohkan dalam gambar berupa hutan). Hal tersebut merupakan
komitmen PT. Telkom guna memperingati Hari Pendidikan dan Hari Kebangkitan
Bangsa, bahwa akan turut serta mencerdaskan bangsa melalui penyediaan unit
komputer beserta koneksi internet di berbagai sekolah di seluruh pelosok negeri.
Sehingga nantinya, di pelosok negeri sekalipun fasilitas internet dapat dinikmati
Di hutan, tampak dua jenis dinosaurus raksasa yang berjalan bebas.
Mengisyaratkan bahwa informasi langka sekalipun dapat diperoleh melalui
internet. Dinosaurus berada berdekatan dengan siswa-siswa, menunjukkan bahwa
dengan internet informasi atau petunjuk yang berasal dari masa lalu, di tempat
yang jauh sekalipun, tidak akan terasa jauh dan bukan menjadi jarak bagi
masyarakat untuk menikmati layanan internet. Melalui internet, jauh akan terasa
dekat, serta hal yang tidak mungkin akan terasa mungkin. Maka, kita dituntut agar
mampu memanfaatkan fasilitas internet untuk mendapatkan informasi yang positif,
bukan merugikan masyarakat melalui informasi negatif dari internet. Sehingga
kegiatan belajar mempelajari isi dunia terasa menyenangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Jawa Pos. 2007. Iklan PT. Telkom Indonesia pada rubrik Ekonomi Bisnis. 2 Juni 2007.
Halaman 7.
Kusuma, Dwi. 2003. Kohesi dan Koherensi Iklan Layanan Masyarakat dalam Tabloid
Bintang Indonesia Edisi Desember 2002 – Februari 2003. skripsi. Surabaya:
Universitas Negeri Surabaya.
Rani, Abdul, dkk. 2006. Analisi Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dalam
Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.
Sobur, Alex. 2003. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Rosda Karya.
Diposting oleh ALFA NAJMI di 07.30 

B. KOHERENSI

Koherensi menurut Wohl (1978 : 25 dalam Tarigan, 2009 : 100) mempunyai arti yaitu pengaturan
secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga kita
mudah memahami pesan yang dikandungnya. Koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat
bagaimana seseorang secara strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau
peristiwa (Teun A. Van Dijk dalam Eriyanto, 2001 : 242)

Sarana-sarana Koherensi
  
Sarana koherensi paragraf dapat berupa penambahan, seri, prononima, pengulangan,
sinonim, keseluruhan, kelas, penekanan, komparasi, kontras, simpulan, contoh, kesejajaran,
lokasi, dan waktu (F. J. D’Angelo dalam Tarigan, 2009 : 101). Berikut penjabarannya:
-            Sarana penghubung yang bersifat adiktif atau berupa penambahan itu, antara lain : dan,
juga, lagi, pula, dll.
-            Sarana penghubung rentetan atau seri adalah pertama, kedua, .... berikut, kemudian,
selanjutnya, akhirnya.
-            Sarana penghubung yang berupa kata ganti diri, kata ganti petunjuk, dan lain-lainnya.
-            Penggunaan sarana koheresi wacana yang berupa sinonim atau padanan kata (pengulangan
kata).
-            Penggunaan repitisi atau pengulangan kata sebagai sarana koherensif wacana.
-            Penggunaan sarana koherensif  dimulai dari keseluruhan, baru kemudian beralih atau
memperkenalkan bagian-bagiannya.
-            Sarana koherensif wacana yang mulai dari kelas ke anggota.
-            Penggunaan sarana komparasi atau perbandingan.
-            Penggunaan kesejajaran atau paralelisme klausa sebagai saran kekorensifan wacana.
-            Dengan pemberian contoh yang tepat dan serasi, dapat menciptakan kekoherensifan wacana.

Sarana Koherensi
Sedangkan untuk aneka sarana keutuhan wacana dari segi makna menurut (Harimurti
Kridalaksana (1978) dalam Tarigan, 2009 : 105) antara lain : hubungan sebab-akibat,
hubungan alasan-akibat, hubungan sarana-hasil, hubungan sarana-tujuan, hubungan latar-
kesimpulan, hubungan hasil-kegagalan, hubungan syarat hasil, hubungan perbandingan,
hubungan parafrastis, hubungan amplikatif, hubungan aditif temporal, hubungan aditf
nontemporal, hubungan identifikasi, hubungan generik-spesifik, dan hubungan ibarat.

Koherensi merupakan pertalian atau jalinan antar kata, atau kalimat dalam teks. Koherensi
ini merupakan salah satu elemen wacana yang di pergunakan untuk menjelaskan suatu fakta
atau peristiwa (Teun A. Van Dijk, dalam Eryanto, 2001 : 242). 
Sarana koherensi paragraf dapat berupa penambahan, seri, prononima, pengulangan,
sinonim, keseluruhan, kelas, penekanan, komparasi, kontras, simpulan, contoh, kesejajaran,
lokasi, dan waktu (F. J. D’Angelo dalam Tarigan, 2009 : 101). Berikut penjabarannya.
        Sarana penghubung yang bersifat adiktif atau berupa penambahan itu, antara lain : dan, juga,
lagi, pula, dll.

Contoh :
Laki-laki dan perempuan, tua dan muda, juga para tamu turut bekerja bergotong royong
menumpas hama tikus di sawah-sawa di desa kami. .......
             Sarana penghubung rentetan atau seri adalah pertama, kedua, .... berikut, kemudian,
selanjutnya, akhirnya.
Contoh :
Pertama-tama kita semua harus mendaftarka diri sebagai anggota
perkumpulan. Kedua, kita membayar uang iuran. Berikutnya kita mengikuti segala kegiatan,
baik berupa latihan maupun kursus-kursus.
             Sarana penghubung yang berupa kata ganti diri, kata ganti petunjuk, dan lain-lainnya.
Contoh :
Ini rumah saya, itu rumah kamu. Saya dan kamu mendapat hadiah dari pimpinan
perusahaan. Rumah kita berdekatan. Kita bertetangga. Rumah Lani dan rumah Mina  di
seberang sana. Mereka bertetangga. ....
             Penggunaan sarana koheresi wacana yang berupa sinonim atau padanan kata (pengulangan
kata).
Contoh :
Memang dia mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Solo. Pacarnya itu memang
cantik, halus budi bahasa, dan bersifat keibuan sejati. .....
             Penggunaan repitisi  atau pengulangan kata sebagai sarana koherensif wacana.
Contoh :
Dia mengatakan kepada saya bahwa kasih sayang itu berada dalam jiwa dan raga
sang ibu. saya menerima kebenaran ucapan itu. Betapa tidak, kasih sayang pertama saya
peroleh dari ibu. ....
             Penggunaan sarana koherensif  dimulai dari keseluruhan, baru kemudian kita beralih atau
memperkenalkan bagian-bagiannya. Hal ini memang sesuai dengan salah satu dimensi yang
harus dipenuhi dalam penyusunan kurikulum atau silabus pengajaran bahasa. Kita mulai dari
bagian yang lebih besar ke bagian yang lebih kecil; dari bagian yang umum menuju bagian
yang khusus. Tentu hal ini bergantung pada tujuan dan tingkat kelas para siswa.
Contoh :
Saya membeli buku baru.  Buku  itu terdiri dari tujuh bab. Setiap bab terdiri pula dari
sejumlah pasal. Setiap pasal tersusun dari beberapaparagraf. Seterusnya
setiap  paragraf terdiri dari beberapa kalimat. .....
             Sarana koherensif wacana yang mulai dari kelas ke anggota.
Contoh :
Pemerintah berupaya keras meningkatkan pehubungan darat, laut, dan udara. Dalam
bidang perhubungan darat telah digalakkan pemanfaatankereta api dan kendaraan bermotor.
Kendaraan bermotor ini meliputimobil, sepeda motor, dan lain-lain.
             Dengan sarana penekanan pun kita dapat pula menambah tingkat kekoherensifan wacana.
Contoh :
Bekerja bergotong royong itu bukan pekerjaan sia-sia. Nyatalahkini hasilnya.
jembatan sepanjang tujuh kilometer yang menghubungkan kampung kita ini dengan kampung
di seberang Sungai Lau Biang ini telah sekali kita kerjakan dengan AMD (Abri Masuk
Desa). Jelaslah  hubungan antara kedua kampung berjalan lebih lancar.
             Komparasi atau perbandingan dapat menambah serta meningkatkan kekoherensifan wacana.
Contoh :
Sama halnya dengan Paman Lukas, kita pun harus segera mendirikan rumah di atas
tanah yang baru kita beli. Sekarang rumah Paman Lukas itu hampir selesai. Mengapa kita
tidak membuat hal yang serupa selekas mungkin? ....
             Kontras atau pertentangan para penilis dapat menambah kekoherensian karyanya.
Contoh :
Aneh tapi nyata. Ada teman saya seangkatan, namanya Joni. Dia rajin sekali belajar,
tetapi setiap tentamen selalu tidak lulus. Harus mengulang. Namun demikian, dia tidak
pernah putus asa. Dia tenang saja. Tidak pernah mengeluh. Bahkan sebaliknya, dia semakin
belajar. Sampai-sampai larut malam dia membaca. Tanpa keluhan apa-apa. Akhirnya
tentamen semua lulus juga. Dia menganut falsafah “biar lambat asal selamat.” Kini dia telah
menyelesaikan studinya dan diangkat menjadi guru SMA di Prabumulih.
             Dengan kata-kata yang mengacu kepada hasil atau simpulan, kita dapat juga meningkatkan
kekoherensifan wacana.
Contoh:
Pepohonan telah menghijau di setiap pekarangan rumah dan ruangan kuliah di
kampus kami. Burung-burung beterbangan dari dahan ke dahan sambil bernyanyi-nyanyi.
Udara sejuk dan nyaman. Jadipenghijauan di kampus itu telah berhasil. Demikianlah kini
keadaan kampus kami. .......
             Dengan pemberian contoh yang tepat dan serasi, kita dapat pula menciptakan
kekoherensifan wacana:
Contoh:
Wajah pekarangan atau halaman rumah di desa kami telah berubah menjadi warung
hidup. Di pekarangan itu ditanam kebutuhan dapur sehari-hari; umpamanya: bayam, tomat,
cabai, singkong, dan lain-lain. ....
             Penggunaan kesejajaran atau paralelisme klausa sebagai saran kekoherensifan wacana.
Contoh :
Waktu dia datang, memang saya sedang asyik membaca, saya sedang tekun
mempelajari buku baru mengenai wacana. Karena asyiknya, saya tidak mengetahui, saya
tidak mendengar bahwa dia telah duduk di kursi mengamati saya. ...

Sedangkan untuk aneka sarana keutuhan wacana dari segi makna menurut (Harimurti
Kridalaksana (1978) dalam Tarigan, 2009 : 105) antara lain : hubungan sebab-akibat,
hubungan alasan-akibat, hubungan sarana-hasil, hubungan sarana-tujuan, hubungan latar-
kesimpulan, hubungan hasil-kegagalan, hubungan syarat hasil, hubungan perbandingan,
hubungan parafrastis, hubungan amplikatif, hubungan aditif temporal, hubungan aditif
nontemporal, hubungan identifikasi, hubungan generik-spesifik, dan hubungan ibarat. Berikut
penjelasanya.

             Hubungan sebab-akibat untuk menciptakan keutuhan wacana.


Contoh :
Pada waktu mengungsi dulu sukar sekali mendapatkan beras di daerah kami.
Masyarakat hanya memakan singkong sehari-hari. Banyak anak yang kekurangan vitamin
dan gizi. Tidak sedikit yang lemah dan sakit.
             Hubungan alasan-akibat.
Contoh :
Saya sedang asyik membaca majalah Kartini. Tiba-tiba saya kepingin benar makan colenak
dan minum bajigur. Segera saya menyuruh pembantu saya membelinya ke warung di
seberang jalan sana. Saya memakan colenak dan bajigur itu dengan lahapnya. Nikmat sekali
rasanya.
             Hubungan sarana-hasil.
Contoh :
Penduduk di sekitar Kampus Bumisiliwangi yang mempunyai rumah atau kamar yang akan
disewakan memang berusaha selalu menyenangkan para penyewa. Jelas banyak sekali para
mahasiswa yang tertolong, lebih-lebih yang berasal dari luar Bandung dan luar Jawa. Apalagi
sewanya memang agak murah dan dekat pula ke tempat kuliah. Sangat efisien.
             Hubungan sarana-tujuan.
Contoh :
Dia belajar dengan tekun. Tiada kenal letih siang malam. Cita-citanya untuk menggondol
gelar sarjana tentu tercapai paling lama dua tahun lagi. Di samping itu istrinya pun tabah
sekali berjualan. Untungnya banyak juga tiap bulan. Keinginannya untuk membeli gubuk
kecil agar mereka tidak menyewa rumah lagi akan tercapai juga nanti.
             Hubungan latar-kesimpulan.
Contoh :
Pekarangan rumah Pak Ali selalu hijau. Pekarangan itu merupakan warung hidup dan
apotek hidup yang rapi. Selalu diurus baik-baik. Agaknya Bu Ali pandai mengatur dan
menatanya. Rupanya Bu Ali pun bertangan dingin pula menanam dan mengurus tanaman.

Hubungan hasil-kegagalan.
             
Contoh :
Kami tiba di sini agak subuh dan menunggu agak lama. Ada kira-kira dua jam lamanya.
Mereka tidak muncul-muncul. Mereka tidak menepati janji. Kami sangat kecewa dan pulang
kembali dengan rasa dongkol.
             Hubungan syarat-hasil.
Contoh :
Seharusnyalah penduduk desa kita ini lebih rajin bekerja, rajin menabung di KUD. Tentu
saja desa kita lebih maju dan lebih makmur dewasa ini. Dan seterusnya pula kita menjaga
kebersihan desa ini. Pasti kesehatan masyarakat desa kita lebih baik.
             Hubungan perbandingan.
Contoh :
Sifat para penghuni asrama ini sangat beraneka ragam. Wanitanya rajin belajar. Prianya
lebih malas. Wanitanya mudah diatur. Prianya agak bandel.
             Hubungan parafrastis.
Contoh :
Kami tidak menyetujui penurunan uang makan di asrama ini karena dengan bayaran seperti
yang berlaku selama ini pun kuantitas dan kualitas makanan dan pelayanan tidak bisa
ditingkatkan. Sepantasnyalah kita menambahi uang bayaran bulan kalau kita mau segala
sesuatunya bertambah baik. Seharusnyalah kita dapat berpikir logis.
             Hubungan amplikatif.
Contoh :
Perang itu sungguh kejam. Militer, sipil, pria, wanita, tua dan muda menjadi korban peluru.
Peluru tidak dapat membedakan kawan dan lawan. Sama dengan pembunuh. Biadab, kejam,
dan tidak kenal perikemanusiaan. Sungguh ngeri.
             Hubungan aditif temporal.
Contoh :
Paman menunggu di ruang depan. Sementara itu saya menyelesaikan pekerjaan saya. Kini
pekerjaan saya sudah selesai. Saya sudah merasa lapar. Segera saya mengajak Paman makan
di kantin. Sekarang saya dan paman dapat berbicara santai sambil makan.

             Hubungan aditif nontemporal.


Contoh :
Orang itu malas bekerja. Duduk melamun saja sepanjang hari. Berpangku tangan.
Bagaimana bisa mendapat rezeki? Bagaimana bisa hidup berkecukupan. Tanpa menanam,
menyiangi, menumbuk, serta menumpas hama, bagaimana bisa memperoleh panen yang
memuaskan, bukan? Agaknya orang itu tidak menyadari hal ini.
             Hubungan identifikasi.
Contoh :
Kalau orang tuamu miskin, itu tidak berarti bahwa kamu tidak mempunyai kemungkinan
memperoleh gelar sarjana. Lihat itu, Guntur Sibero. Dia anak orang miskin yang berhasil
mencapai gelar doktor, dan kini sudah diangkat menjadi profesor di salah satu perguruan
tinggi di Bandung.
             Hubungan generik-spesifik.
Contoh :
Abangku memang bersifat sosial dan pemurah. Dia pasti dan rela menyumbang paling
sedikit satu juta rupiah buat pembangunan rumah ibadah itu.
             Hubungan ibarat.
Contoh :
Memang suatu ketakaburan bagi pemuda papa dan miskin itu untuk memiliki mobil dan
gedung mewah tanpa bekerja keras memeras otak. Kerjanya hanya melamun dan berpangku
tangan saja setiap hari. Di samping itu dia berkeinginan pula mempersunting putri Haji
Guntur yang bernama Ruminah itu, jelas dia itu ibarat pungguk merindukan bulan. Maksud
hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai.

D.    Piranti Koherensi

                  Istilah koherensi mengacu pada aspek tuturan, bagaimana proposisi yang terselubung
disimpulkan untuk menginterpretasikan tindakan ilokusinya dalam membentuk sebuah
wacana. Proposisi-proposisi di dalam suatu wacana dapat membentuk suatu wacana yang
runtut (koheren) meskipun tidak terdapat pemerkah penghubung kalimat yang di gunakan.
                 
                  Contoh:
(a)    Guntur kembali bergema dan hujan menderas lebih hebat lagi. (b) Hati Darsa makin kecut.

Biarpun tidak terdapat pemerkah hubungan yang jelas antara kalimat (a) dan (b), tiap
pembaca akan menafsirkan makna kalimat (b) mengikuti kalimat (a). Pembaca mengandaikan
adanya ‘hubungan semantik’ antara kalimat-kalimat itu, biarpun tidak terdapat pemerkah
eksplisit yang menyatakan hubungan seperti itu.

Berikut ini adalah contoh wacana yang mempunyai koherensi baik, tetapi tidak tampak
hubungan kohesifnya.

A: “ada telepon.”
B: “saya sedang mandi.”
C: “baiklah.”

Widdowson (1979).

Sebagai sebuah wacana, contoh percakapan di atas tidak dapat pemerkah kohesif. Untuk
memahami tuturan tersebut, kita harus menggunakan informasi yang terkandung di dalam
ujaran-ujaran yang di ungkapkan dan juga sesuatu yang lain yang dilibatkan dalam penafsiran
wacana itu. Percakapan semacam itu akan dapat dipahami dengan baik melalui tindakan-
tindakan konvensional yang dilakukan oleh partisipan dalam percakapan itu.

Anda mungkin juga menyukai