Anda di halaman 1dari 11

RUANG SHALAT MASJID AL-AKBAR SURABAYA

BERDASARKAN SYARAT RUANG


PERIBADATAN ISLAM

ARTIKEL ILMIAH

Diajukan untuk memenuhi persyaratan


memperoleh gelar Sarjana Teknik

Disusun oleh :

AULIA GALUH NINGRUM


NIM. 0810650027-65

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR
2013
RUANG SHALAT MASJID AL-AKBAR SURABAYA
BERDASARKAN SYARAT RUANG
PERIBADATAN ISLAM
Aulia Galuh Ningrum, Ema Yunita Titisari, Abraham Mohammad Ridjal
Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
Jalan MT. Haryono 167, Malang 65141, Indonesia
Email: aulia.yaminjunior@gmail.com

ABSTRAK

Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi masa kini, Masjid dapat
dibangun dengan berbagai macam eksplorasi desain baik ruang maupun bentuk untuk
memenuhi kebutuhan dari seluruh kegiatan baik ibadah maghdah maupun ghairu
maghdhah yang diwadahi di dalamnya sehingga di mata manusia semakin ‘mekar’ dan
monumental sebuah masjid semakin tinggi pula derajat kota tempat masjid itu berada. Jadi
perlu adanya kegiatan untuk mengkaji ruang shalat sebagai fungsi utama ditinjau dari
syarat ruang peribadatan Islam. Kajian ini dilakukan pada Masjid Al-Akbar Surabaya
(MAS) yang merupakan masjid wisata dan menampung berbagai macam kegiatan
keagamaan. Dengan adanya kompeksitas ruang, diharapkan ketentuan mendasar yang
berkaitan dengan fungsi utama tidak terabaikan, seperti kesucian tempat, arah kiblat,
pemisahan gender, pengaturan shaf, mihrab dan mimbar, dan perangkat pelengkap ruang
shalat lainnya. Ada sedikit kekurangan pada aspek kesucian tempat yaitu batas antara area
suci dan najis yang diinterpretasikan dengan memberikan perbedaan warna dan tekstur
lantai, dan ketinggiannya, secara visual masih belum cukup ditangkap oleh para jamaah.
Begitu juga dengan aspek pengaturan shaf yang menjadi sedikit lebih renggang karena
keberadaan permadani dengan motif yang bersekat-sekat dan akustik ruang yang masih
terdengar gaung, dengan jarak yang masih bisa ditoleransi.

Kata kunci: ruang shalat, arsitektur masjid

1. Pendahuluan Namun seiring perkembangan


Latar belakang zaman dengan kemajuan teknologi
Masjid adalah rumah Allah, modern, Masjid kini dapat dibangun
tempat peribadatan umat Islam yang sedemikian rupa dengan adanya
sangat dimuliakan dan dijaga eksplorasi ruang, elemen, serta bentuk
kesuciannya. Tentunya ruang-ruang yang dan gaya arsitektural sebagai pemenuh
tersusun didalamnya juga menyesuaikan kebutuhan dari berbagai kegiatan
prinsip-prinsip desain masjid yang peribadatan Islam (Ibadah maghdhah dan
mendukung untuk mewadahi segala ghairu maghdhah) yang terwadahi
bentuk kegiatan peribadatan umat Islam. didalamnya baik fisik maupun visual. Di
Pada dasarnya masjid memiliki fungsi mata manusia semakin ‘mekar’ dan
utama yaitu sebagai tempat sujud umat monumental sebuah masjid semakin
Islam, yang artinya ruang shalat menjadi tinggi pula derajat kota tempat masjid itu
ruang inti yang wajib ada dalam berada. Maka perlahan kecenderungan ini
bangunan masjid. Selain sebagai tempat mampu mengkaburkan orientasi
sujud (ibadah maghdhah), masjid juga masyarakat dalam memandang sebuah
berperan sebagai pusat kehidupan masjid. Maka timbullah keluhan dari
komunitas muslim pada masa itu. masyarakat baik dari segi fisik maupun
visual yang terjadi akibat dari prinsip Adanya zonafikasi dalam
yang tidak terwadahi dalam karyanya. ruang shalat berdasarkan gender.
Beberapa diantaranya seperti bentuk dan Namun zonafikasi tersebut bersifat
pola tata ruang yang kurang tersusun rapi, fleksibel karena berbagai macam
penghawaan yang tidak nyaman, akustik kebutuhan ruang dari berbagai
yang tidak rapi dan fasilitas yang tidak kegiatan yang ditampung. Zonafikasi
memadai, terawat, dan terolah dengan tersebut dipertegas dengan dua hal
baik akan mengurangi daya tarik dan yaitu:
mempengaruhi kekhusyukan terhadap  Hijab, yang terbuat dari kayu dan
jamaah masjid. Selain itu pengaruh bersisfat portable sehingga bisa
terhadap privasi atau pemisahan ruang dipindah-pindah, fleksibel
antara jamaah pria dan wanita dan mengikuti pola dai zonafikasinya.
kemudahan atau kepraktisan perawatan d. Pengaturan shaf
masjid itu sendiri akan berdampak pula Adanya elemen ruang yang
pada kenyamanan terkait kebersihan dan dapat mengarahkan rapat dan
kesuciannya. Salah satu yang dapat lurusnya shaf shalat dari pola lantai
diambil contoh dalam penelitian ini atau karpet.
adalah Masjid Al Akbar Surabaya atau e. Mihrab dan mimbar
biasa disebut Masjid Agung Surabaya Mihrab sebagai petunjuk arah
(MAS), merupakan masjid wisata yang kiblat, penghemat barisan shaf, dan
mampu menampung berbagai macam pintu alternative bagi ta’mir
kegiatan keagamaan dari segala bidang. merupakan hal yang dibutuhkan
Dengan adanya kompeksitas ruang, dalam ruang shalat berskala nasional.
diharapkan ketentuan mendasar yang Begitu juga mimbar sebagai tempat
berkaitan dengan fungsi utama tidak khutbah yang merupakan salah satu
terabaikan, seperti kesucian tempat, arah rangkaian kegiatan shalat jum’at
kiblat, pemisahan gender, pengaturan yang wajib diadakan di masjid jami’
shaf, mihrab dan mimbar, dan perangkat f. Perangkat pelengkap ruang shalat
pelengkap ruang shalat lainnya sehingga Ada hal lain di luar ruang
nantinya berbagai permasalah yang ada shalat namun masih berkaitan
dapat dipelajari dan dijadikan acuan oleh kebutuhannya yaitu:
masyarakat dalam membangun masjid.  Pengeras suara, sebagai sarana
Aspek pengamatan ini ditentukan mempermudah jalannya shalat
dari tinjauan pustaka maupun penelitian berjamaah
terdahulu. Berkaitan dengan hal tersebut,  Rak mushaf, penataannya yang
maka unit-unit yang diamati mengenai mudah dijangkau dalam ruang
ruang shalat meliputi: shalat dengan luasan tersebut.
a. Kesucian tempat  Perangkat untuk bersuci, sebagai
Kesucian tempat diuraikan sarana membantu menjaga
dari salah satu elemen pembentuk kesucian ruang shalat
ruang, pembatas bawah (lantai),  Petunjuk waktu shalat, pengadaan
selain itu pengamatan terhadap alur jam di tempat-tempat yang terlihat
sirkulasinya yang berpotensi Penelitian ini menggunakan
mengkaburkan batas suci dan najis. metode deskriptif analitik, dengan teknik
b. Menghadap kiblat analisa data kualitatif, yaitu melakukan
Mencari posisi kiblat terhadap observasi terhadap ruang shalat MAS
arah hadap bangunan MAS dengan kemudian gambaran objek tersebut
software qibla locator. dijelaskan beserta analisanya berdasarkan
c. Pemisahan gender syarat ruang peribadatan Islam.
2. Hasil dan pembahasan Berdasarkan kesucian tempat
Analisis kondisi eksisting Masjid Al- Berdasarkan hasil pengamatan,
Akbar Surabaya ruang shalat MAS memiliki berbagai
MAS berlokasi di Jl. Raya macam cara yang dilakukan untuk
Pagesangan Timur, Surabaya selatan, menginterpretasikan kesucian tempat
tepatnya di sebelah timur dari jalan tol dalam bangunannya.
Surabaya – Gempol. Secara fisik, luas  Ditinjau dari elemen pembatas
bangunan dan fasilitas penunjang MAS bawah
adalah 22.300 m², dengan rincian Warna dan tekstur
panjangnya 147 m dan lebarnya 128 m. Pada area suci, yaitu ruang shalat dan
Bangunan MAS terdiri dari tiga lantai. teras bagian dalam, menggunakan
(Gambar 1) lantai berbahan mamer berukuran
60x60 cm agar pemasangan lantai di
ruang shalat tersebut lebih cepat, dan
dapat digunakan dalam jangka waktu
yang lama. (Gambar 2)

Gambar 2. Perbedaan warna dan tekstur


pada teras MAS

Gambar 1. Masjid Al-Akbar Surabaya Cirinya bercorak khas batu


marmer berwarna abu-abu dengan
Ruang shalat memiliki tempat tekstur halus dan mengkilat.
yang paling luas daripada ruang-ruang Penggunaan marmer tersebut juga
lainnya. Ruang shalat mewadahi dapat membuat ruang shalat terasa
beberapa kegiatan peribadatan baik sejuk.
maghdhah maupun ghairu maghdhah. Pada area najis, yaitu di teras
Banyaknya kegiatan yang masjid bagian luar diberikan lantai
ditampung membuat susunan ruang di granit berukuran 60x60 cm. Keramik
dalam ruang shalat menjadi lebih tersebut berbeda dengan marmer
fleksibel, namum tetap harus terkelola yang digunakan pada lantai suci.
berdasarkan syarat ruang peribadatan Warna hijaunya menjadi factor
Islam karena mewadahi aktivitas ibadah pembeda dengan lantai suci.
maghdhah yang menjadi fungsi utama Teksturnya yang kasar bertujuan
dan sangat perlu untuk diperhatikan agar tidak membahayakan jamaah
syarat-syaratnya. Jadi prinsip ini penting ketika masih memakai alas kaki.
untuk diinterpretasikan ke dalam Begitu juga pada main
penataan ruang shalat dan ruang-ruang entrance, lantai suci sama seperti
terkait sebelum mereka bentuk dan sebelumnya, berbahan mamer,
estetikanya. berwarna abu-abu, dan bertekstur
Beberapa prinsip tersebut adalah halus dan mengkilat. Sedangkan
kesucian tempat, menghadap kiblat, untuk lantai najis, menggunakan
pengaturan shaf, pemisahan gender, keramik biasa yang bertekstur kasar,
mihrab dan mimbar, dan perangkat berwarna merah muda, hijau, dan
pelengkap ruang shalat. hitam, disusun berpola. (Gambar 3)
untuk mencegah terjadinya
kontaminasi pada lantai suci, area ini
diturunkan dan diberikan saluran
pembuangan air. Ketinggian tersebut
pastinya dapat menahan alas kaki
Gambar 3. Perbedaan warna dan tekstur yang berada di lantai najis agar tidak
pada main entrance memasuki lantai suci teras masjid.
Hal ini juga dapat memudahkan
Main entrance merupakan
jamaah untuk ‘membaca’ batas suci
area rekreatif dengan kolam air
sehingga tidak ada keraguan
mancur ditengah beratap terbuka
terhadap kesucian area tersebut.
sehingga sangat memungkinkan
(Gambar 4)
lantai najis pada area ini terkena
cuaca panas dan dingin serta hujan
secara langsung dalam waktu yang
lama. Oleh karena itu pada area ini
diberikan keramik berukuran lebih
kecil yaitu seluas 30x30 cm untuk
mencegah terjadinya kerusakan
Gambar 4. Perbedaan level ketinggian pada
lantai. teras dan main entrance

Level ketinggian  Ditinjau dari alur sirkulasi


Perbedaan jenis dan tekstur Alur sirkulasi berikut terjadi
lantai agaknya belum memberikan karena susunan dari pencapaian
pesan secara tajam sehingga untuk hingga akses ruang shalat tersebar
lebih mempertegas batas tersebut, merata di semua sisi. Mulai dari
diperlukan tambahan eksplorasi tangga masuk, tempat wudhu, dan
desain yang lebih terhadap elemen pintu masuk. Tidak ada pemisahan
ini dengan cara lain yaitu gender yang jelas terkait sirkulasi di
membedakan level ketinggiannya sekitar ruang shalat, kecuali sirkulasi
dengan cara memberi sedikit dari tangga yang mengarah pada
kenaikan setinggi 1 cm dari lantai tempat wudhu pria dan wanita.
najis ke lantai suci pada teras masjid. Alur sirkulasi jamaah wanita
Berdasarkan pengamatan, terdiri menjadi tiga macam, yaitu
timbul suatu kasus yaitu kurang hati- bagi jamaah wanita yang sudah suci,
hatinya jamaah dalam menjaga belum suci, dan batal suci. Jika
kesucian teras masjid, terkadang alas sudah bersuci, dari halaman parkir
kaki yang berada di lantai teras najis menaiki tangga menuju lantai 1
terseret ke lantai teras suci sehingga kemudian langsung memasuki ruang
diberikan tambahan penegas batas shalat melewati teras. Namun jika
tersebut berupa penanda bertuliskan belum suci menuruni tangga dalam
‘batas suci’. menuju tempat wudhu untuk bersuci
Pada main entrance terdapat terlebih dahulu, atau dari halaman
perbedaan level ketinggian 18 cm. parkir menuruni tangga menuju
Ketinggian ini dibuat untuk basement (tempat wudhu) kemudian
mencegah masuknya air dari lantai menaiki tangga dalam menuju lantai
najis ke lantai suci karena area 1 atau keluar kembali ke halaman
rekreatif dengan atap terbuka ini parkir menaiki tangga luar menuju
sangat rawan terjadi genangan air lantai 1. (Gambar 5)
dan cipratan yang besar baik dari air
kolam maupun air hujan sehingga
Bagian barat dalam (split level) untuk kemudian
menuruni tangga menuju basement
(tempat wudhu) atau menaiki tangga
menuju lantai 1, dan dari halaman
parkir menuruni anak tangga menuju
basement (tempat wudhu).

Berdasarkan arah kiblat


Arah kiblat tidak hanya sekedar
Bagian timur
arah barat, namun jika dilihat dari titik
koordinatnya, Ka’bah memiliki latitude
21.42258 dan longitude 39.826163.
Sedangkan Masjid Al-Akbar Surabaya
memiliki titik koordinat dengan latitude -
7.336525 dan longitude 112.715017. Jika
ditarik garis lurus antara kedua titik
koordinat tersebut akan membentuk sudut
Gambar 5. Alur sirkulasi jamaah wanita 294.06° N. Berikut ini adalah salah satu
cara menentukan arah kiblat pada gambar
Tempat wudhu dan kamar arah bangunan MAS terhadap garis kiblat
mandi pria dibuat lebih luas daripada dalam software aplikasi Qibla Locator.
wanita agar dapat menampung (Gambar 7)
jamaah pria yang jumlahnya
memang lebih banyak daripada
wanita ketika berkunjung ke masjid.
Banyaknya pintu menuju tempat
wudhu dan kamar mandi pria agar
tidak berdesakan saat jamaah
membludak sehingga sulit masuk
atau keluar. (Gambar 6)
Gambar 7. Arah kiblat MAS
(Sumber: qiblalocator.com)
Berdasarkan pengamatan, MAS
didirikan langsung menghadap kiblat
sehingga mudah untuk diketahui arah
kiblatnya terhadap ka’bah dalam aplikasi
tersebut. Hanya memutar 90° gambar
layout yang didapatkan dari Badan
Perencanaan dan Pengambangan MAS ke
arah barat.

Berdasarkan pemisahan gender


Gambar 6. Alur sirkulasi jamaah pria Pemisahan yang dimaksud
diinterpretasikan dengan memberikan
Alur sirkulasi jamaan pria pembatas fisik atau visual antara ruang
terdiri dari tiga macam, yaitu dari shalat pria dan wanita. Pemisahan ini
halaman parkir menaiki tangga membentuk zonafikasi yang fleksibel
menuju lantai 1, dari halaman parkir dalam ruang shalat MAS, namun posisi
langsung memasuki bordes tangga jamaah wanita tetap konsisten berada di
belakang imam dan jamaah pria.
(Gambar 8)

Gambar 9. Hijab dan ruang shalat wanita

Pemisahan gender tidak hanya


berlaku di ruang shalat, namun juga di
ruang lainnya seperti tempat wudhu dan
kamar mandi. Zonafikasi yang terbentuk
di tempat ini terjadi karena adanya
penyebaran sirkulasi yang merata bagi
jamaah pria dan wanita, selain karena
besarnya dimensi ruang shalat. (Gambar
10)

Gambar 8. Zonifikasi dalam ruang shalat Gambar 10. Zonifikasi tempat wudhu
(Sumber: Badan Perencanaan dan (Sumber: Badan Perencanaan dan
Pengembangan MAS) Pengembangan MAS)

Hal ini dipengaruhi oleh dimensi Berdasarkan hasil pengamatan,


ruang yang luas dan beraneka macam tidak ada pemisahan sirkulasi bagi
kegiatan keagamaan yang ditampung jamaah pria maupun wanita baik di dalam
seperti shalat ied, shalat jum’at, kajian maupun di luar ruang shalat dan pintu
keagamaan, akad nikah, dan sebagainya. masuk sebagai akses utama manuju ruang
Faktor tersebut juga shalat. Jumlah jamaah wanita yang
mempengaruhi pemilihan bentuk hijab datang ke masjid lebih sedikit
yang sesuai dengan keadaan tersebut dibandingkan dengan jumlah jamaah pria
sehingga pembatas vertical yang dipakai sehingga alur sirkulasi lebih fleksibel ke
adalah hijab yang bersifat portable. Hijab berbagai arah. Selasar memiliki lebar 6 m
ruang shalat wanita terbuat dari segmen- dan akses yang dilewati jamaah pria
segmen kayu berukuran 120 x 80 cm. maupun wanita dari tempat wudhu
Kelebihan hijab seperti ini adalah menuju ruang shalat menjadi satu.
mudah dibawa dan dapat dipindah- Namun tangga menuju tempat wudhu
pindah. Namun kekurangannya adalah pria dan wanita sudah terpisah. (Gambar
hijab dengan posisi seperti ini dapat 11)
mengganggu kekhusyukan shalat jamaah
wanita ketika ada masbuk pria yang
berdatangan di depan mereka. (Gambar
9)

Gambar 11. Pintu masuk ruang shalat MAS


Pintu masuk ruang shalat yang Namun agar tidak terjadi senggolan
tidak dipisah bagi jamaaah pria dan antara barisan depan dan belakang yang
wanita menimbulkan kekhawatiran mengganggu saat shalat, maka diberi
tersendiri dalam menjaga wudhu selama tambahan 30 cm sebagai jarak amannya.
berada didalamnya. Namun, ternyata Sedangkan untuk panjang disesuaikan
pintu tersebut didesain dengan ukuran dengan luas ruangan dan kebutuhan. Oleh
lebar 3 meter, untuk meminimalisir karena itu pemilihan elemen interior yang
terjadinya desakan antara jamaah satu berhubungan dengan syarat peribadatan
dengan lainnya saat melewatinya. dan ruangannya juga harus ada
pertimbangan yang cermat.
Pengaturan shaf
Pengaturan shaf di ruang shalat Mihrab dan mimbar
dimulai dari pembatas bawah yaitu pola Di tempat shalat masjid Al-Akbar
lantai dan karpet. Pola lantai marmer terdapat point of interest yang menonjol
sudah membentuk barisan shaf di dalam ruangan yaitu mihrab dan
berdasarkan garis natnya. (Gambar 12) mimbar. Penggunaan mihrab yang
dilakukan oleh tim perancangan masjid
sudah ideal. Terdapat pintu tembusan di
ruang mihrab menuju ruangan lain yang
juga dekat dengan tempat wudhu dan
ruang imam. Mihrab ini juga bisa
menjadi jalan pintas bagi penceramah
yang hendak melakukan khutbah jum’at.
Gambar 12. Pola lantai marmer ruang shalat (Gambar 14)
Jika diteliti berdasarkan standart
ukuran tubuh manusia Indonesia dengan
tinggi, wanita 155-165 cm, dan pria 165-
175 cm, ukuran tersebut sudah cukup
untuk membuat barisan shaf jamaah rapat
dan lurus.
Namun, seiring berjalannya waktu
ada penambahan elemen interior berupa Gambar 14. Mihrab MAS
karpet yang berwarna hijau dan bermotif
floral dan garis-garis vertical sebagai alas Berdasarkan hasil pengamatan,
shalat. Motif tersebut secara tidak bagian depan ruang shalat masjid
langsung menggiring beberapa para disediakan space selebar 3 m untuk
jamaah untuk tidak merapatkan shaf meletakkan mimbar-mimbar ini. Mimbar
karena ‘terkapling’ oleh motif sekat biasanya diletakkan di depan jamaah, di
tersebut. (Gambar 13) dalam atau di sebelah kanan mihrab,
digunakan saat ceramah agama atau
acara-acara kajian islam. Mimbar dibuat
dengan ketinggian 3 meter agar dapat
dilihat dari jarak terjauh dalam ruang
shalat sehingga mendukung kemantapan
keberadaan pembicara. (Gambar 15)
Gambar 13. Permadani untuk alas shalat

Pada dasarnya lebar tempat sujud


hanya butuh tempat selebar 120 cm.
Sama halnya dengan tempat
wudhu wanita, untuk menjaga
kesucian lantai tempat wudhu pria,
pintu masuk yang berbatasan
langsung dengan ruang luar
dipertegas dengan berbagai cara.
Pembatas yang jelas antara area luar
Gambar 15. Mimbar MAS
(najis) dengan area transisi (suci)
ditunjukkan dengan perbedaan level
Pelengkap ruang shalat ketinggiannya. Pembatas dari area
Pelengkap ruang shalat biasanya transisi menuju tempat wudhu
berupa ruang-ruang lain selain ruang dibedakan dengan pemberian kolam
shalat terkait ruang shalat seperti: tempat air, sedangkan untuk kamar mandi
wudhu, kamar mandi, dan gudang. Begitu dibedakan dengan level ketinggian
juga elemen interiornya/perabot yang pembatas bawah dan keset. (Gambar
hampir ada di semua masjid jami’ 17)
sebagai sarana untuk mendukung
kegiatan beribadah para jamaah seperti:
rak mushaf, petunjuk waktu shalat,
microphone, dan speaker.
 Tempat wudhu
Jika diamati dari alur
aktivitas manusia pada ruang
tersebut mulai dari melepas alas
kaki, menuju ruang transisi,
kemudian memasuki tempat wudhu
atau kamar mandi. Setelah dari
kamar mandi atau tempat wudhu
dapat kembali ke ruang transisi untuk
Gambar 17. Pembatas ruang di tempat
kemudian langsung memasuki ruang wudhu pria
shalat melalui tangga dan teras
masjid atau keluar kembali. (Gambar  Rak mushaf
16) Rak penyimpanan mushaf
tersebut disusun menyebar di
berbagai titik dalam ruang shalat,
jadi tidak berkumpul di satu titik.
Titik-titik tersebut berada pada
kolom-kolom masjid agar tidak
mengganggu sirkulasi. Jarak antar
kolom satu dengan lainnya 6 meter,
kecuali area bebas kolom yang
berada di bawah kubah. (Gambar 18)

Gambar 16. Pembatas ruang di tempat


wudhu wanita
Gambar 18. Pola perletakan rak mushaf
Begitu pula dengan rak dengan lainnya. Jarak ini ditentukan
penyimpanan mushaf yang berada di oleh kekuatan gelombang suara yang
tepi dinding, jaraknya menyesuaikan dikeluarkan oleh masing-masing
keberadaan rak lainnya pada kolom speaker. (Gambar 21)
sehingga mudah dijangkau oleh
jama’ah masjid yang ingin
membacanya.
Satu rak mushaf terdiri dari
dua tingkat, masing-masing berisi
maksimal empat puluh mushaf.
Untuk memenuhi kebutuhan jamaah
sepanjang radius 12x12 m yaitu
sebanyak ±160 orang, maka satu titik
(pilar) disediakan dua rak mushaf
yang berisi ±160 mushaf. (Gambar
19)
Gambar 21. Pengeras suara di ruang shalat
dan teras MAS

Di samping penataan speaker


baik dari jenis dan jarak
perletakannya, untuk mendapatkan
akustik ruang yang rapi perlu ada
dukungan dari elemen-elemen ruang
yang ikut andil terhadap gelombang
Gambar 19. Rak mushaf di ruang shalat
suara yang ditimbulkan sehingga
untuk menghindari gaung dalam
 Petunjuk waktu shalat
ruang shalat tersebut. (Gambar 22)
Sebagai penanda waktu shalat
diperlukan adanya alat yang dapat
memudahkan jamaah dari arah
manapun untuk mengenali waktu
shalat karena hal itu merupakan salah
satu syarat sah shalat. Ada dua
macam alat yang dapat digunakan
untuk mengetahui waktu shalat di
dalam MAS yaitu jam dan speaker
masjid. (Gambar 20)

Gambar 20. Petunjuk waktu shalat Gambar 22. Peredam suara di ruang shalat
dan teras MAS
 Microphone dan speaker
Speaker yang terdapat di Kesimpulan
dalam ruang masjid ada sebanyak 43 Dari hasil penelitian, ada
buah, dipasang di dinding masjid beberapa hal yang menjadi koreksi
setinggi 3 meter, dengan jarak yang kesesuaiannya terhadap syarat ruang
berbeda-beda antar speaker satu peribadatan Islam. Jika ditinjau dari
kesucian tempat, batas area suci dan najis Bahar, M. Arsyad. 2012. Evaluasi
sudah dirancang dengan baik. Namun ada Terhadap Aspek Kebersihan dan
beberapa sisi yang timbul kekurangan Kesucian Dalam Perancangan
akibat perilaku manusia sehingga perlu Arsitektur Masjid. Journal of Islamic
tambahan penanda di lokasi tersebut, baik Architecture. Universiti Kebangsaan
di teras maupun tempat wudhu. Malaysia. Malaysia.
Banyak akses alternative dari Husain, Huri Y. 2011. Fikih Masjid.
ruang luar menuju ruang shalat untuk Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
kemudahan menjaga kesucian Kemenag Bantul. 2012. Cara Mudah dan
Di ruang shalat MAS sudah ada Sederhana Menentukan Arah Kiblat
pemisahan gender. Akan tetapi, berbagai yang Benar. Dari
macam kegiatan keagamaan yang www.kemenagbantul.go.id (Diakses
diwadahi, pembatas tersebut bersifat pada hari Jum’at, tanggal 5 Juli
fleksibel tergantung dari jumlah jamaah 2013)
yang datang sehingga pembatas tersebut Nugroho, F. 2011. Karpet Sajadah
bersifat portable. Merusak Shaf. Dari
Ruang shalat MAS juga memiliki www.edisipertama.wordpress.com
akustik yang cukup baik. Pemberian (Diakses pada hari Jum’at, tanggal 5
speaker di beberapa titik serta peredan Juli 2013)
bagian atas berupa kubah diselubungi
oleh peredam suara, bagian samping
(dinding) didesain seperti krawang untuk
menghindari pantulan suara. Namun
bagian bawah merupakan marmer yang
masih berpotensi memberikan efek
gaung.
Untuk selebihnya, ada banyak
kesesuaian, ditinjau dari aspek yang
diamati.

Saran
Keterbatasan teori yang
menggambarkan syarat ruang peribadatan
dari segi arsitektural hanya dapat diambil
beberapa poin sebagai acuan perancangan
ruang shalat sehingga tak cukup bahan
‘menguliti’ detail-detail elemen
seluruhnya. Harapan kedepan, dasar-
dasar teori mengenai perancangan masjid
lebih diperbanyak terutama fokus pada
hal-hal yang mendukung syarat dan
ketentuan pelaksanaan shalat (sebagai
fungsi utama) sebagai acuan perancangan
masjid-masjid lainnya

Daftar Pustaka
Al-Qaradhawi, Yusuf. 2000. Tuntunan
Membangun Masjid. Jakarta: Gema
Insani Press

Anda mungkin juga menyukai