Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malaria merupakan penyakit akibat protozoa yang ditularkan melalui gigitan


nyamuk Anopheles. Penyakit ini pernah diberantas di banyak negara, namun kemudian
muncul kembali. Saat ini malaria berjangkit di 103 negara dan separuh penduduk dunia
hidup di tempat beresiko mengalami malaria. Dari 300 juta penduduk yang terjangkit
malaria, 3 juta diantaranya meninggal dunia yang berarti beberapa ratus dalam tiap
jamnya.1

Selain kemunculannya kembali, masalah lainnya adalah resisitensi parasit


terhadap obat anti malaria dan resistensi nyamuk terhadap pestisida. Malaria juga
mengancam daerah-daerah yang sebelumnya bukan daerah endemic malaria,
mengancam kesehatan traveler serta member beban kepada masyarakat.1

Pada tahun 2006 terjadi Kejadian Luar Biasa malaria di beberapa daerah. Upaya
penanggulangan baik dengan pengobatan secara massal, survey demam, penyemprotan
rumah, penyelidikan vector penyakit dan tindakan lain telah dilakukan dengan baik.
Beberapa factor yang turut membuat terjadinya KLB ini disebabkan oleh adanya
perubahan lingkungan tempat perindukan potensial semakin meluas atau semakin
bertambah. Salah satu yang menyebabkan KLB (Kejadian Luar Biasa) ini adalah
malaria Falsiparum.2

Malaria Falsiparum disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Malaria ini sangat


berat dan membahayakan bagi penderitanya. Salah satu komplikasi yang paling
berbahaya dari infeksi falsiparum ini adalah komplikasi ke system syaraf pusat atau
yang disebut juga dengan malaria serebral. Angka kematian malaria serebral tanpa
komplikasi lain cukup rendah, yaitu sekitar di bawah 0,1%. Tetapi bila ada komplikasi
gangguan organ vital dan eritrosit yang terinfeksi > 3%, maka mortalitas akan menjadi
sangat tinggi. Meskipun diobati, pada malaria serebral terdapat angka kematian sebesar
20% pada orang dewasa dan sebanyak 15% pada anak-anak.1

Salah satu pencegahan malaria falsiparum ini selain dengan obat-obatan


profilaksis adalah dengan menggunakan vaksin, namun usaha pencarian vaksin malaria
belum menunjukkan hasil yang optimal. Keanekaragaman antigen P. falciparum ini,
respon imun host yang tidak adekuat dan tidak bersifat protektif, serta timbulnya strain
yang resisiten terhadap obat seperti telah dijelaskan di atas telah menyulitkan upaya
penemuan vaksin yang efektif. Oleh karena itu pemahaman mengenai pathogenesis
molekuler malaria, terutama dalam kaitannya antara parasit dan host menjadi sangat
penting dalam penciptaan vaksin malaria.2

1.2 Tujuan

Mengetahui tentang infeksi malaria falsiparum, patofisiologi, cara


menegakkan diagnosis, serta penatalaksanaannya
BAB II
Laporan Kasus

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, 22 Mei 2010 pukul 11.00
WITA di ruang Flamboyan RSUD A. W. Sjahranie Samarinda.

Identitas Pasien
Nama : Tn.. S
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Pria
Alamat : Batu Besaung, RT 57, Samarinda.
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan terakhir : SMP
Status Kawin : Menikah
Suku : Banjar
Agama : Islam
Masuk Rumah Sakit : Tanggal 21 Mei 2019 pukul 17.30 WITA

Anamnesis:

Keluhan Utama : Demam tinggi


Riwayat Penyakit Sekarang :
Demam tinggi dirasakan 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan
tiba-tiba langsung tinggi, mendadak. Demam sangat tinggi dirasakan terutama saat pagi
menjelang siang hari. Pada hari yang sama pasien merasakan demamnya turun dan
merasa dingin sekitar pada sore hari. Saat menjelang malam pasien mengalami keringat
yang banyak dan membasahi hampir seluruh tubuhnya. Keesokan harinya pasien
kembali demam lagi seperti sebelumnya dan hal ini kembali berulang selama 5 hari.
Saat demam pasien merasakan pegal keseluruhan tubuhnya dan terutama rasa pegal ini
dirasakan pada sendi-sendi besar seperti sendi panggul, sendi gelang bahu dan tulang
belakang. Selain demam pasien juga mengeluhkan pusing pada kepalanya. Pusing ini
dirasakan seperti kepala diikat dan kepala terasa kaku. Pasien juga mengalami mual-
mual namun tidak sampai muntah. Mual-mual ini disertai nyeri ulu hati yang kadang
timbul kadang juga hilang. Selama 5 hari ini pasien membawakan diri ke puskesmas
terdekat dan diberi obat parasetamol 500 mg namun demam tidak mengalami
perubahan. Akhirnya pasien membawakan diri ke rumah sakit umum.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien tidak penyakit lain selain penyakit yang dialami pasien sekarang

Riwayat Penyakit Keluarga:


Di keluarga pasien tidak mengalami penyakit serupa. Ibu pasien menderita
gastritis kronis. Saudara laki-laki pasien pernah mengalami demam tinggi namun 3 hari
sembuh tanpa mengalami kekambuhan lagi. Kakek pasien sudah meninggal karena sakit
jantung.

Riwayat Kebiasaan dan psikososial:


Pasien adalah seorang pemuda pekerja keras. Punya satu istri dan satu anak.
Pasien kerap kali keluar masuk hutan karena pekerjaannya dan 3 hari berikutnya baru
pulang ke rumah. Namun kadang-kadang seminggu baru pulang ke rumah. Keadaan
istri dan anak pasien saat ini baik-baik saja.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit sedang.
Kesadaran : Composmentis, E4V5M6
Tanda Vital : TD: 100/60 mmHg
N: 84 x/i
T: 390 C
RR: 30x/i

Kepala/leher : Anemis -/-, sianosis -/-, sub ikterik +/+, pupil isokor dekstra et
sinistra, hidung dan mulut dalam batas normal, pembesaran KGB (-), JVP dalam batas
normal

Thorax : Pulmo. Inspeksisimetris, retraksi Intercosta (-),

Palpasi fremitus vocal dekstra=sinistra,


pergerakan nafas simetris

Perkusi sonor pada lapangan paru, redup pada


lapangan jantung dan hati.

Auskultasi vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)

: Cor Inspeksiiktus cordis tidak terlihat

Palpasiiktus cordis teraba pada apex jantung,


thrill (-)

Perkusibatas kanan: ICS 3 PSL dextra

Batas kiri: ICS 5 MCL sinistra

AuskultasiS1S2 tunggal, regular, murmur (-),


gallop (-)
Abdomen Inspeksiflat, sikatriks (-), striae (-)

Palpasisoefl, hepar tidak teraba, limpa teraba


dengan pembesaran shufner 1, ballottement ginjal
tidak teraba

Perkusitimpani pada seluruh lapangan paru

AuskultasiBising usus normal, hiperperistaltik


(-),

Genital Dalam Batas Normal, urin tampung = 1300 cc/12


jam

Ekstremitas Ekstremitas atasoedem (-), akral hangat,


clubbing finger (-)

Ekstremitas bawahoedem (-), akral hangat,


luka-luka (-).

Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap :

Hb : 14,2 MCV : 102,1

Ht : 46,9 % MCH : 30,9

WBC : 5.800/mm3 MCHC : 30,3

PLT : 14.000
Kimia Darah Lengkap :

GDS : 95 gr/dl

Ureum : 47,3 Bilirubin indirect : 2,2

Protein total : 5,1 Albumin : 2,1

Globulin : 3,0 Kolesterol : 51

Creatinin : 1,3 Asam urat : 3,0

Bilirubin total : 3,9 Bilirubin direct : 1,9

Bilirubin indirect : 1,7 Protein total : 5,1

Albumin : 2,1 Globulin : 3,0

Kolesterol : 51

Hapusan Darah Tepi : Plasmodium falsifarum +4

Diagnosa Kerja Sementara :

Febris et causa malaria falsiparum

Rencana Penatalaksanaan :

Rawat inap, pengobatan, observasi tanda vital.


OBSERVASI

22-05-2010 S: demam, lemas, sakit kepala Coartem 2x4 tab/3 hari

Hari 1 Mual

O: CM, TD: 100/60 mmHg RL 30 tpm

N:80x/mnt, RR:20x/mnt, PCT 3x500 mg tab

T: 38,2 C Ranitidin 2x1 amp

Sub Ikterik +/+

A: Malaria Falsiparum Obs VS

24-05-2010 S: demam, sakit kepala coartem 2x4 tab/3 hari

Hari 3 Mual, lemas. RL 30 tpm

O: CM, TD: 110/70 mmHg PCT 3x500 mg

N:80x/mnt, RR:20x/mnt Ranitidin 2x1 amp

T:38 C Obs VS

Subikterik +/+

A: Malaria Falciparum

25-05-2010 S: demam berkurang, mual coartem 2x4 tab

Hari 4 Masih ada, pusing +, RL 30 tpm


Lemas berkurang PCT 3x500 mg

O: CM, TD:110/70 mmHg Ranitidin 2x1 amp

N:82x/mnt, RR:22x/mnt

T: 37,8 C

Sub ikterik -/-

A: Malaria Falsiparum

26-05-2010 S: demam -, sakit kepala -, coartem 2x4 tab

Hari 5 Mual -, badan segar RL 30 tpm

O: CM, TD:100/70 mmHg PCT 3x500 mg

N: 82x/mnt, RR:22x/mnt Ranitidin 2x1 amp

T: 37 C DDR : P. Falsiparum +1

Sub ikterik -/-

A: Malaria Falsiparum Boleh Pulang


BAB III

Tinjauan Pustaka

3.1 Definisi

Plasmodim falsiparum adalah salah satu organisme penyebab malaria.


Plasmodium ini merupakan jenis yang paling berbahaya dibanding dengan plasmodium
yang lain yang menginfeksi manusia seperti P. vivax, P. malariae dan P. ovale. Saat ini
P. falciparum merupakan salah satu spesies penyebab malaria yang paling banyak
diteliti. Hal tersebut karena spesies ini banyak menyebabkan angka kematian dan
kesakitan pada manusia, selain itu juga karena dapat ditumbuhkan dalam jangka waktu
yang lama secara in vitro.1, 2

3.2 Epidemiologi

Penyakit ini pernah diberantas di banyak negara, namun kemudian muncul


kembali. Saat ini malaria berjangkit di 103 negara dan separuh penduduk dunia hidup di
tempat beresiko mengalami malaria. Dari 300 juta penduduk yang terjangkit malaria, 3
juta diantaranya meninggal dunia yang berarti beberapa ratus dalam tiap jamnya.1

Selain kemunculannya kembali, masalah lainnya adalah resisitensi parasit


terhadap obat anti malaria dan resistensi nyamuk terhadap pestisida. Malaria juga
mengancam daerah-daerah yang sebelumnya bukan daerah endemic malaria,
mengancam kesehatan traveler serta member beban kepada masyarakat.1

Pada tahun 2006 terjadi Kejadian Luar Biasa malaria di beberapa daerah. Upaya
penanggulangan baik dengan pengobatan secara massal, survey demam, penyemprotan
rumah, penyelidikan vector penyakit dan tindakan lain telah dilakukan dengan baik.
Beberapa factor yang turut membuat terjadinya KLB ini disebabkan oleh adanya
perubahan lingkungan tempat perindukan potensial semakin meluas atau semakin
bertambah. Salah satu yang menyebabkan KLB (Kejadian Luar Biasa) ini adalah
malaria Falsiparum.2

3.3 Patogenesis

Patogenesis malaria sangat kompleks dan seperti pathogenesis penyakit infeksi


pada umumnya melibatkan factor parasit, factor penjamu, factor social dan lingkungan.
Ketiga factor tersebut saling terkait satu sama lain dan menentukan manisfestasi klinis
malaria yang bervasiasimulai dari yang terberat seperti malaria serebral sampai infeksi
yang paling ringan, yaitu infeksi asimtomatik.2, 3

Pada factor parasit berbagai factor menentukan dalam terjadinya infeksi ini
meliputi resistensi terhadap obat anti malaria, kemampuan parasit dalam menghindari
diri dari respon system imun tubuh host melalui variasi antigenic. Factor yang paling
penting dari parasit adalah pembentukkan sitoadherens dan pembentukan roset serta
berbagai toksin dalam malaria. Sitoadherens adalah ikatan antara eritrosit yang
terinfeksi dengan endotel vascular terutama kapiler postvenula, menyebabkan terjadinya
sekuestrasi parasit pada kapiler-kapiler organ. Hal ini menyebabkan eritrosit yang
terinfeksi melekat pada kapiler-kapiler organ tubuh, menimbulkan gangguan aliran
darah local dan jika berat akan menimbulkan iskemia dan hipoksia dengan hasik akhir
adalah kegagalan organ. Sedangkan roseting adalah ikatan antara eritrosit yang
terinfeksi dengan beberapa eritrosit yang tidak terinfeksi membentuk suatu gumpalan
yang disebut roset. Roseting terjadi karena eritrosit yang terinfeksi melepaskan protein
tertentu yang menimbulkan perlekatan dengan eritrosit yang tidak terinfeksi. Hal ini
akan mengakibatlkan rusaknya eritrosit lain yang normal sehingga asupan oksigen
menjadi terganggu, terjadi hipoksia organ dan terjadi gagal organ.1, 2

Toksin parasit sebagian berasal dari parasit sendiri sebagian berasal dari eritrosit
terinfeksi yang pecah sewaktu proses skizogoni yang mengeluarkan toksin seperti
glycosylphosphatidylinositols (GPI), hemozosin atau yang berasal dari antigen parasit
seperti MSP-1, MSP-2, RAP-1. Toksin tersebut akan merangsang pengeluaran NO
dengan memicu enzim inducible nitric oxide synthase (iNOS). Pengeluaran NO dalam
jumlah berebihan akan mengganggu berbagai fungsi sel tubuh. Kadar NO yang terlalu
tinggi juga akan meningkatkan sitoadherens dan sekuasterasi parasit.3, 4, 6

Faktor pejamu yang berperan meningkatkan infeksi malaria adalah seperti umur,
genetic, nutrisi, imunitas dan terutama peran dari mediator yang dihasilkan oleh
makrofag, limfosit, leokosit, sel endotel, trombosit akibat rangsangan dari toksin
ataupun antigen parasit. Di daerah endemis stabil, malaria berat terutama malaria
serebral umumnya diderita oleh anak-anak umur 1-4 tahun , setelah itu hanya ditemukan
anemia pada usia pubertas sedangkan pada dewasa umumnya adalah asimtomatik. Hal
ini mungkin disebabkan respon imun terhadap malaria pada anak terbentuk lebih
lambat. Di daerah endemis tidak stabil malaria berat dapat ditemukan hampir pada
semua umur. Selain itu ada beberapa penelitian bahwa orang dewasa non-imun lebih
peka terhadap malaria berat dibanding dengan anak-anak non-imun, tetapi orang dewasa
non-imun mampu membentuk imunitas klinik dan parasitologis lebih cepat dibanding
anak-anak non-imun.2, 4

Faktor nutrisi mungkin berperan menentukan kepekaan dalam malaria berat.


Pada beberapa penelitian malaria berat sangat jarang ditemukan pada anak-anak.
Defisiensi besi, riboflavin, PABA mungkin mempunyai efek protektif terhadap malaria
berat karena kekurangan zat gizi tersebut akan menghambat pula pertumbuhan parasit.1

3.4 Gejala Klinis

Gejala klinis malaria meliputi keluhan dan tanda klinis yang merupakan
petunjuk penting dalam diagnosis malaria. Gejala klinis tersebut dipengaruhi oleh strain
plasmodium, imunitas tubuh dan jumlah parasit yang menginfeksi. Gejala tersebut juga
dipengaruhi oleh endemisitas tempat infeksi (berhubungan dengan imunitas) dan
pengaruh pemberian pengobatan profilaksis atau pengobatan yang tidak adekuat. Gejala
P. falciparum umumnya lebih berat dan lebih akut dibandingkan dengan jenis lain,
sedangkan gejala oleh P. malariae dan P. ovale ditemukan yang paling ringan.4

Gejala-gejala prodormal malaria hampir sama dengan penyakit infeksi lain, yaitu
adanya lesu, malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri tulang dan otot,
anorexia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung.
Keluhan ini dapat sering terjadi pada infeksi P. vivax dan P. ovale. Sedangkan pada P.
falciparum dan P. malariae gejala ini dapat tidak jelas bahkan dapat muncul mendadak.
Setelah itu dapat terjadi gejala khas Trias Malaria yang secara berurutan, yaitu
menggigil, demam, berkeringat. Trias malaria ini dapat berlangsung 6-10 jam dan lebih
sering terjadi pada infeksi P. vivax. Pada P. falciparum menggigil dapat berlangsung
lebih berat ataupun tidak ada. Periode bebas panas pada P. falciparum berlangsung 12
jam, pada P. vivax dan P. Ovale berlangsung 36 jam, pada P. Malariae berlangsung 60
jam.1, 2

Beberapa gejala klinis khas dari keempat jenis parasit yang menyebabkan
malaria antara lain:

Plasmodium Manisfestasi klinis


Falciparum Gejala gastrointestinal (mual muntah),
hemolisis, anemia, ikterus,
hemoglobinuria, syok, algid malaria,
gejala serebral (sakit kepala, kejang),
edema paru, hipoglikemi, gagal ginjal
akut, kelainan retina, kematian
Vivax Anemia kronik, splenomegali, rupture
limpa
Ovale Sama dengan vivax
Malariae Splenomegali menetap, limpa jarang
rupture, sindrom nefrotik

3.5 Diagnosis dan Penatalaksaan


Diagnosis malaria yang cepat dan tepat merupakan hal yang sangat diperlukan
dalam penatalaksanaan kasus malaria. Hal tersebut terutama berhubungan dengan
infeksi P. falciparum yang dapat menyebabkan malaria berat ataupun malaria dengan
komplikasi. Bagi seorang dokter umum anamnesis adanya riwayat bepergian ke daerah
endemis malaria selama lebih kurang 2 minggu sebelum timbul gejala klinis dapat
sangat membantu dalam diagnosis. Gejala klinis yang khas antara lain demam tinggi
yang dapat disertai gangguan kesadaran, ikterik, gangguan berkemih, muntah-muntah
hebat, pembesaran limpa dan trias Malaria dapat terjadi pada seseorang yang baru
pertama terinfeksi malaria. Bagi orang yang bertempat tinggal di daerah endemis
biasanya penderita sudah mempunyai kekebalan walaupun tidak spesifik sehingga
gejalanya hanya berupa demam, sakit kepala, lemah, kadang menggigil dan
sebagainya.2

Meskipun anamnesis dan pemeriksaan fisis sangat mendorong kearah malaria,


diagnosis pasti tetap harus ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Bila pada
hapusan darah dan laboratorium terdapat plasmodium dan antibody terhadap malaria
maka diagnosis pasti malaria dapat ditegakkan. Bila pada hapusan darah dan
laboratorium negative, maka pemeriksaan perlu dilakukan berulang-ulang. Kadang-
kadang diperlukan pemeriksaan yang sangat sensitive dan spesifik untuk deteksi
Plasmodium seperti melalui Moleculer Assay, ELISA dan PCR. Pemeriksaan PCR
sangat berguna pada kasus-kasus dengan derajat parasitemia yang rendah.2, 6, 8

Pengobatan terhadap malaria saat ini sudah tidak bisa lagi dengan obat dosis
tunggal. WHO menganjurkan pengobatan kombinasi dalam pengobatan malaria saat ini.
Sekarang ini pengobatan malaria adalah menggunakan kombinasi artemeter +
lumefrantrin (coartem@) dengan sediaan 120 mg lumefrantrin dan 20 mg artemeter
dengan dosis2x4 tablet/hari selama 3 hari. Obat lain adalah kombinasi antara atovakon
dan proguanil (malarone@) dengan sediaan atovakon 1000 mg/hari dan proguanil 400
mg/hari untuk orang dewasa selama 3 hari. Untuk pencegahan dapat digunakan dosis
atovakon 250 mg dan proguanil 100 mg tiap hari.1, 6, 7
BAB IV
PEMBAHASAN

Infeksi malaria adalah infeksi yang disebabkan oleh plasmodium dengan gejala
mirip infeksi oleh virus yang biasa didahului dengan demam mendadak tinggi dan
gejala prodormal lainnya. Namun beberapa individu mungkin memiliki antibody yang
cukup kuat sehingga gejala klinis yang terjadi tidaklah khas untuk suatu infeksi. Tabel
di bawah adalah pembahasan mengenai gejala yang terjadi pada pasien dengan infeksi
malaria yang dibandingkan dengan teori yang sesuai.

Analisa kasus Analisa teori


1. Demam tinggi dirasakan 5 hari 1. Malaria yang disebabkan oleh P.
sebelum masuk rumah sakit. falsiparum mempunyai pola
Demam tiba-tiba langsung tinggi, demam, menggigil, berkeringat
mendadak. Pada hari yang sama yang dapat terjadi lebih sekali
pasien merasakan demamnya turun dalam satu hari. Dapat juga terjadi
dan merasa dingin sekitar pada nyeri kepala yang sangat menonjol,
sore hari. Saat menjelang malam juga dijumpai nyeri dada, antralgia
pasien mengalami keringat yang atau diare. Tidak ada kaku kuduk
banyak dan membasahi hampir atau fotofobi. Gejala
seluruh tubuhnya. Keesokan gastrointestinal (mual dan muntah)
harinya pasien kembali demam lagi sering terjadi pada infeksi P.
seperti sebelumnya. Pasien falsiparum ini..
merasakan pegal keseluruhan
tubuhnya dan terutama rasa pegal
ini dirasakan pada sendi-sendi
besar seperti sendi panggul, sendi
gelang bahu dan tulang belakang.
Pasien juga mengeluhkan pusing
pada kepalanya. Pusing ini
dirasakan seperti kepala diikat dan
kepala terasa kaku. Pasien juga
mengalami mual muntah.
2. Anemis -/-, sianosis -/-, ikterik +/+, 2. Infeksi P. falsiparum dapat
splenomegali (+), shufner 1
menyebabkan hematokrit <15%, Hb
Bilirubin indirect : 2,2
Bilirubin indirect : 1,7 kurang dari 50 g/l dan bahkan dapat terjadi
Bilirubin direct : 1,9
ikterik akibat pemecahan eritrosit yang
berlebihan. Akibat pemecahan eritrosit ini
maka limpa sebagai organ retikulosit dan
destruksi akan meningkat kerjanya
sehingga menjadi hipertrofi.
3. Urin tampung 1300 cc/12 jam 3. Pada infeksi malaria P. falsiparum,
dapat terjadi gagal ginjal akut dengan
produksi urin <400 cc/24 jam
4. Hapusan darah tepi +4 plasmodium 4. + = 1-10 parasit stad. Aseksual per 100
falsiparum lap. Pandang
++ = 11-100 parasit stad. Aseksual per
100 lap. Pandang
+++ = 1-10 parasit stad. Aseksual per 1
lap. Pandang
++++ = 11-100 parasit stad. Aseksual per
1 lap. Pandang.

Prognosis

Pada pasien dalam laporan kasus ini adalah contoh dari infeksi malaria oleh P.
falsiparum dengan gejala klinis yang tidak begitu berat. Artinya tidak selamanya infeksi
malaria oleh P. falsiparum yang biasa dikenal dengan infeksi malaria berat dapat terjadi
setiap orang sebab hal ini bergantung pada beberapa hal yaitu fakror parasit sendiri,
derajat imunitas host dan keadaan lingkungan sekitar. Untuk pasien ini prognosisnya
adalah dubia ad bonam.

BAB V

KESIMPULAN
Pasien Tn. Tn.. S umur 33 yang beralamat di Batu Besaung, RT 57, Samarinda
dengan pekerjaan swasta datang ke rumah sakit dengan keluhan utama demam tinggi.
Setelah dirawat pasien terdiagnosis malaria ec. P. falsiparum dengan gejala klinis
minimal. Setelah dirawat dengan pengobatan malaria kombinasi selama 5 hari pasien
mengalami perbaikan dan diperbolehkan pulang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Nasroudin, Hadi W, Erwin AT, dkk. Penyakit infeksi di Indonesia. Editor:
Nasroudin, Hadi W, Erwin AT, dkk. Fakultas Kedokteran Airlangga:Surabaya;
2009 : 441-48

2. Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA. Malaria Dari Molekuler ke Klinis.


Edisi ke-2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2009 : 1-250

3. Zulkarnaen I, Malaria Berat. Dalam: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-1. Fakultas
Kedokteran Indonesia:Jakarta; 1999 : 504-08

4. Rani AA, Soegondo S, Wijaya IP. Panduan Pelayanan Medik PAPDI. Editor’s.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:Jakarta ; 2006 : 148-51

5. WHO and Unitet Nations International Children’s Emergency Fund. 2005.


World Malaria Report.

6. Syafrudin D, Asih PB, Casey GJ, dkk. Moleculer Epidemiology of Plasmodium


Falsiparum Resistance to Antimalaria Drugs in Indonesia. 2005; 72 : 174-82

7. Cook GC. Prevntion and Treatment of Malaria. The Lancet. 1988; 2 : 32-38

8. Hofman SL. Diagnosis, Treatment and Prevontion of Malaria. Medical Clinic of


North America 1994(6); 76 : 1327-60

Anda mungkin juga menyukai