Laporan Kasus Malaria Falsiparum
Laporan Kasus Malaria Falsiparum
PENDAHULUAN
Pada tahun 2006 terjadi Kejadian Luar Biasa malaria di beberapa daerah. Upaya
penanggulangan baik dengan pengobatan secara massal, survey demam, penyemprotan
rumah, penyelidikan vector penyakit dan tindakan lain telah dilakukan dengan baik.
Beberapa factor yang turut membuat terjadinya KLB ini disebabkan oleh adanya
perubahan lingkungan tempat perindukan potensial semakin meluas atau semakin
bertambah. Salah satu yang menyebabkan KLB (Kejadian Luar Biasa) ini adalah
malaria Falsiparum.2
1.2 Tujuan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, 22 Mei 2010 pukul 11.00
WITA di ruang Flamboyan RSUD A. W. Sjahranie Samarinda.
Identitas Pasien
Nama : Tn.. S
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Pria
Alamat : Batu Besaung, RT 57, Samarinda.
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan terakhir : SMP
Status Kawin : Menikah
Suku : Banjar
Agama : Islam
Masuk Rumah Sakit : Tanggal 21 Mei 2019 pukul 17.30 WITA
Anamnesis:
Kepala/leher : Anemis -/-, sianosis -/-, sub ikterik +/+, pupil isokor dekstra et
sinistra, hidung dan mulut dalam batas normal, pembesaran KGB (-), JVP dalam batas
normal
Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap :
PLT : 14.000
Kimia Darah Lengkap :
GDS : 95 gr/dl
Kolesterol : 51
Rencana Penatalaksanaan :
Hari 1 Mual
T:38 C Obs VS
Subikterik +/+
A: Malaria Falciparum
N:82x/mnt, RR:22x/mnt
T: 37,8 C
A: Malaria Falsiparum
T: 37 C DDR : P. Falsiparum +1
Tinjauan Pustaka
3.1 Definisi
3.2 Epidemiologi
Pada tahun 2006 terjadi Kejadian Luar Biasa malaria di beberapa daerah. Upaya
penanggulangan baik dengan pengobatan secara massal, survey demam, penyemprotan
rumah, penyelidikan vector penyakit dan tindakan lain telah dilakukan dengan baik.
Beberapa factor yang turut membuat terjadinya KLB ini disebabkan oleh adanya
perubahan lingkungan tempat perindukan potensial semakin meluas atau semakin
bertambah. Salah satu yang menyebabkan KLB (Kejadian Luar Biasa) ini adalah
malaria Falsiparum.2
3.3 Patogenesis
Pada factor parasit berbagai factor menentukan dalam terjadinya infeksi ini
meliputi resistensi terhadap obat anti malaria, kemampuan parasit dalam menghindari
diri dari respon system imun tubuh host melalui variasi antigenic. Factor yang paling
penting dari parasit adalah pembentukkan sitoadherens dan pembentukan roset serta
berbagai toksin dalam malaria. Sitoadherens adalah ikatan antara eritrosit yang
terinfeksi dengan endotel vascular terutama kapiler postvenula, menyebabkan terjadinya
sekuestrasi parasit pada kapiler-kapiler organ. Hal ini menyebabkan eritrosit yang
terinfeksi melekat pada kapiler-kapiler organ tubuh, menimbulkan gangguan aliran
darah local dan jika berat akan menimbulkan iskemia dan hipoksia dengan hasik akhir
adalah kegagalan organ. Sedangkan roseting adalah ikatan antara eritrosit yang
terinfeksi dengan beberapa eritrosit yang tidak terinfeksi membentuk suatu gumpalan
yang disebut roset. Roseting terjadi karena eritrosit yang terinfeksi melepaskan protein
tertentu yang menimbulkan perlekatan dengan eritrosit yang tidak terinfeksi. Hal ini
akan mengakibatlkan rusaknya eritrosit lain yang normal sehingga asupan oksigen
menjadi terganggu, terjadi hipoksia organ dan terjadi gagal organ.1, 2
Toksin parasit sebagian berasal dari parasit sendiri sebagian berasal dari eritrosit
terinfeksi yang pecah sewaktu proses skizogoni yang mengeluarkan toksin seperti
glycosylphosphatidylinositols (GPI), hemozosin atau yang berasal dari antigen parasit
seperti MSP-1, MSP-2, RAP-1. Toksin tersebut akan merangsang pengeluaran NO
dengan memicu enzim inducible nitric oxide synthase (iNOS). Pengeluaran NO dalam
jumlah berebihan akan mengganggu berbagai fungsi sel tubuh. Kadar NO yang terlalu
tinggi juga akan meningkatkan sitoadherens dan sekuasterasi parasit.3, 4, 6
Faktor pejamu yang berperan meningkatkan infeksi malaria adalah seperti umur,
genetic, nutrisi, imunitas dan terutama peran dari mediator yang dihasilkan oleh
makrofag, limfosit, leokosit, sel endotel, trombosit akibat rangsangan dari toksin
ataupun antigen parasit. Di daerah endemis stabil, malaria berat terutama malaria
serebral umumnya diderita oleh anak-anak umur 1-4 tahun , setelah itu hanya ditemukan
anemia pada usia pubertas sedangkan pada dewasa umumnya adalah asimtomatik. Hal
ini mungkin disebabkan respon imun terhadap malaria pada anak terbentuk lebih
lambat. Di daerah endemis tidak stabil malaria berat dapat ditemukan hampir pada
semua umur. Selain itu ada beberapa penelitian bahwa orang dewasa non-imun lebih
peka terhadap malaria berat dibanding dengan anak-anak non-imun, tetapi orang dewasa
non-imun mampu membentuk imunitas klinik dan parasitologis lebih cepat dibanding
anak-anak non-imun.2, 4
Gejala klinis malaria meliputi keluhan dan tanda klinis yang merupakan
petunjuk penting dalam diagnosis malaria. Gejala klinis tersebut dipengaruhi oleh strain
plasmodium, imunitas tubuh dan jumlah parasit yang menginfeksi. Gejala tersebut juga
dipengaruhi oleh endemisitas tempat infeksi (berhubungan dengan imunitas) dan
pengaruh pemberian pengobatan profilaksis atau pengobatan yang tidak adekuat. Gejala
P. falciparum umumnya lebih berat dan lebih akut dibandingkan dengan jenis lain,
sedangkan gejala oleh P. malariae dan P. ovale ditemukan yang paling ringan.4
Gejala-gejala prodormal malaria hampir sama dengan penyakit infeksi lain, yaitu
adanya lesu, malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri tulang dan otot,
anorexia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung.
Keluhan ini dapat sering terjadi pada infeksi P. vivax dan P. ovale. Sedangkan pada P.
falciparum dan P. malariae gejala ini dapat tidak jelas bahkan dapat muncul mendadak.
Setelah itu dapat terjadi gejala khas Trias Malaria yang secara berurutan, yaitu
menggigil, demam, berkeringat. Trias malaria ini dapat berlangsung 6-10 jam dan lebih
sering terjadi pada infeksi P. vivax. Pada P. falciparum menggigil dapat berlangsung
lebih berat ataupun tidak ada. Periode bebas panas pada P. falciparum berlangsung 12
jam, pada P. vivax dan P. Ovale berlangsung 36 jam, pada P. Malariae berlangsung 60
jam.1, 2
Beberapa gejala klinis khas dari keempat jenis parasit yang menyebabkan
malaria antara lain:
Pengobatan terhadap malaria saat ini sudah tidak bisa lagi dengan obat dosis
tunggal. WHO menganjurkan pengobatan kombinasi dalam pengobatan malaria saat ini.
Sekarang ini pengobatan malaria adalah menggunakan kombinasi artemeter +
lumefrantrin (coartem@) dengan sediaan 120 mg lumefrantrin dan 20 mg artemeter
dengan dosis2x4 tablet/hari selama 3 hari. Obat lain adalah kombinasi antara atovakon
dan proguanil (malarone@) dengan sediaan atovakon 1000 mg/hari dan proguanil 400
mg/hari untuk orang dewasa selama 3 hari. Untuk pencegahan dapat digunakan dosis
atovakon 250 mg dan proguanil 100 mg tiap hari.1, 6, 7
BAB IV
PEMBAHASAN
Infeksi malaria adalah infeksi yang disebabkan oleh plasmodium dengan gejala
mirip infeksi oleh virus yang biasa didahului dengan demam mendadak tinggi dan
gejala prodormal lainnya. Namun beberapa individu mungkin memiliki antibody yang
cukup kuat sehingga gejala klinis yang terjadi tidaklah khas untuk suatu infeksi. Tabel
di bawah adalah pembahasan mengenai gejala yang terjadi pada pasien dengan infeksi
malaria yang dibandingkan dengan teori yang sesuai.
Prognosis
Pada pasien dalam laporan kasus ini adalah contoh dari infeksi malaria oleh P.
falsiparum dengan gejala klinis yang tidak begitu berat. Artinya tidak selamanya infeksi
malaria oleh P. falsiparum yang biasa dikenal dengan infeksi malaria berat dapat terjadi
setiap orang sebab hal ini bergantung pada beberapa hal yaitu fakror parasit sendiri,
derajat imunitas host dan keadaan lingkungan sekitar. Untuk pasien ini prognosisnya
adalah dubia ad bonam.
BAB V
KESIMPULAN
Pasien Tn. Tn.. S umur 33 yang beralamat di Batu Besaung, RT 57, Samarinda
dengan pekerjaan swasta datang ke rumah sakit dengan keluhan utama demam tinggi.
Setelah dirawat pasien terdiagnosis malaria ec. P. falsiparum dengan gejala klinis
minimal. Setelah dirawat dengan pengobatan malaria kombinasi selama 5 hari pasien
mengalami perbaikan dan diperbolehkan pulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nasroudin, Hadi W, Erwin AT, dkk. Penyakit infeksi di Indonesia. Editor:
Nasroudin, Hadi W, Erwin AT, dkk. Fakultas Kedokteran Airlangga:Surabaya;
2009 : 441-48
3. Zulkarnaen I, Malaria Berat. Dalam: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-1. Fakultas
Kedokteran Indonesia:Jakarta; 1999 : 504-08
4. Rani AA, Soegondo S, Wijaya IP. Panduan Pelayanan Medik PAPDI. Editor’s.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:Jakarta ; 2006 : 148-51
7. Cook GC. Prevntion and Treatment of Malaria. The Lancet. 1988; 2 : 32-38