Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENYEDIAAN AIR

“EVALUASI TINGKAT RESIKO PENCEMARAN SARANA


PENYEDIAN AIR (INSPEKSI SANITASI)”

Dosen Pembimbing :

Bapak Syarifuddin, SKM., M.KM.

Ibu Zulfia Maharani, ST, M.Si

Disusun oleh Kelompok 2:

1. Muhammad Thoriq Zhahran (P21345120039)


2. Novia Nurandini (P21345120043)
3. Pramesti Amellia (P21345120048)
4. Reni Nadila (P21345120053)
5. Salsa Nabila Putri (P21345120060)

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II

Program Studi D-III Kesehatan Lingkungan


Tahun Ajaran 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan Karunia Nya
sehingga penyusunan makalah yang berjudul “Evaluasi Tingkat Resiko Sarana Penyedian Air
(Inspeksisi Sanitasi)” dapat selesai tepat pada waktunya. Adapun maksud penyusunan makalah
ini untuk memenuhi tugas Penyediaan Air

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Penyediaan Air di program studi
DIII Kesehatan Lingkungan. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata
kuliah Penyediaan Air yang telah memberikan arahan selama proses perkuliahan mata kuliah ini.
Akhirnya kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan
makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan-perbaikan
selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Jakarta, 21 November 2021

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................2

DAFTAR ISI..................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................4

1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................................4

1.2 Tujuan..............................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................5

2.1 Evaluasi Tingkat Risiko Pencemaran Sumur Gali Dan Sumur PompaTangan.......5

a.Sumur Gali.....................................................................................................................5

b. Sumur Pompa Tangan..................................................................................................8

2.2 Evaluasi Tingkat Resiko Pencemaran Sarana Penampungan Air Hujan.................9

2.3 Evaluasi Tingkat Resiko Pencemaran Sarana Perlindungan Mata Air..................11

BAB III PENUTUP......................................................................................................................13

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajad hidup orang banyak,
bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu sumber daya air harus dilindungi agar tetap
dapat dimanfaatkan. Air untuk berbagai kepentingan harus digunakan secara bijaksana dengan
memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang (Effendi 2003).

Menurut PERMENKES No 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang standar kualitas air


bersih, yang dimaksud dengan air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
yang kulitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apa bila telah dimasak. Kualitas
air minum merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan sehingga air tersebut aman
dikonsumsi oleh masyarakat. Pada dasarnya air bersih harus memenuhi syarat kualitasnya
meliputi syarat fisik,kimia,dan biologi. Hingga sekarang, penyediaan air bersih masih menjadi
persoalan serius. Pemenuhan kebetuhan air minum tidak saja diorientasikan pada kualitas
sebagaimana persyaratan kesehatan air minum (PP No. 16/2005 dan permenkes No. 492 Tahun
2010) tetapi sekaligus menyangkut kuantitas dan kontinuitasnya. Pemakaian air bersih untuk
rumah tangga diamati penggunaanya, sehingga didapat distribusi pemakaian air untuk beberapa
kegiatan rumah tangga.

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui memahami tentang Evaluasi Tingkat resiko Pencemaran sarana penyediaan
Air (Inspeksisi sanitasi)

- Sumur gali dan Sumur Pompa tangan,  

- Sarana Penampungan Air Hujan

- Saran Perlindungan Mata air


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Evaluasi Tingkat Risiko Pencemaran Sumur Gali Dan Sumur PompaTangan

a.Sumur Gali

Tingkat risiko sumur gali adalah kondisi disekeliling sumur gali yangmemungkin
terjadinya pencemaran. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan sumur gali tercemar yaitu,
jarak jamban dengan sumur gali <10 m (25 sumur), jarak sumur gali dengan sumber pencemar
lain <10 m (24 sumur), ada genanganair di sekitar sumur (33 sumur), saluran pembuangan air
limbah rusak/tidak ada(41 sumur), lantai sumur yang radiusnya <1 m (40 sumur), ada genangan
air diatas lantai semen sekeliling sumur ( 43 sumur), keretakan pada lantai semen (45sumur),
ember tidak digantung (16 sumur), bibir sumur yang tidak sempurna (22sumur), dan dinding
sumur dengan kedalaman <3 m tidak diplester cukuprapat/sempurna (34 sumur).Kondisi
lingkungan disekitar sumur gali juga dapat mempengaruhi risiko pencemaran sumur gali seperti
adanya sampah dan air kotor atau air limbah yang tergenang disekitar sumur gali, hal ini terjadi
karena adanya aktivitas masyarakat disekitar sumur gali seperti mencuci, dimana sampah yang
dihasilkan dibuang begitu saja serta adanya dedaunan dalam sumur gali yang memungkinkan
terjadinya pencemaran. Oleh karena itu perlu juga dijaga kebersihan lingkungan sekitar sumur
gali,mempunyai penutup sumur agar air sumur tersebut terlindung dari risiko pencemaran seperti
sampah atau daun yang jatuh dari pohon dan dinding sumur harus diplester dengan kedalaman 3
meter dari permukaan tanah agar air kotor atau air limbah dari hasil kegiatan masyarakat
disekitar sumur tidak masuk kedalam sumur dan mencemari air sumur dan dibuat pagar disekitar
sumur gali. Permenkes No. 416/MENKES/PER/1X/1990 menyatakan bahwa jumlah MPN
E.coli yang terdapat dalam air bersih yang bersumber dari sumur gali adalah 0/100ml sampel.
Penelitian (Awuy et al. 2018, h. 6) menunjukan bahwa kandungan Escherichia coli dalam air
sumur gali menandakan bahwa air tersebut telah terkontaminasi oleh kotoran tinja manusia dan
semakin dekat jarak sumber pencemar (septic tank) maka semakin tinggi jumlah Escherichia
coli yang berarti kualitas airnya semakin rendah. Keberadaan Eschericia coli pada jarak sumur
galidengan septic tank yang memenuhi syarat (>11 meter) menandakan adanya faktor lain seperti
kontruksi sumur gali yang tidak memenuhi syarat, tidak memiliki saluran pembuangan air
limbah (SPAL), dekat dengan sumber pencemar lainseperti kandang ternak, kedalaman sumur,
topografi tanah seperti masyarakat sekitar yang tidak menjaga kebersihan sekitar sumur dapat
mempengaruhi kandungan bakteri Escherichia coli pada sumur gali.

Menurut Sumampouw dan Risjani (2014), Escherichia coli merupakan bakteri indikator
terjadinya pencemaran tinja manusia/hewan di lingkungan dan menjadi agen penyebab penyakit
diare khususnya pada balita. Kehadiran Escherichia coli pada air sumur gali mengindikasikan
bahwa kontaminasi air tanah karena kotoran manusia maupun hewan yang dapat mengandung
bakteri,virus, atau organisme penyebab panyakit lainnya. Air yang terkontaminasi dengan
organisme bakteri ini dapat menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan pencemaran
seperti diare, dan kolera.

Kontruksi sumur gali juga mempengeruhi keberadaan bakteri Escherichiacoli maka perlu
dilakukan perbaikan kontruksi sumur gali seperti bibir yang retak, lantai sumur yang lebarnya
tidak sampai 1 meter, dinding sumur yang tidak diplester, adanya genangan sir disekitar sumur,
adanya keretakan pada lantai sumur dan membuat SPAL di setiap sumur gali Dari semua sumur
gali yang kontruksi fisiknya yang belum memenuhi syarat harus diperbaiki seperti bibir yang
retak, lantai sumur yang lebarnya tidak sampai 1 meter, dinding sumur yang tidak diplester, dan
membuat SPAL di setiap sumur gali karena di lihat dari jarak sumur gali yang dekat dengan
jamban dan kandang ternak sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa kotoran dan tinja
tersebut masuk ke dalam air sumur gali dan bisa juga menyebabkan berbagai penyakit terutama
penyakit diare dan penyakit kulit.

Pengetahuan mengenai pola pencemaran air tanah oleh tinja memberikan informasi yang
sangat berguna sehubungan dengan desain dari fasilitas pembuangan, terutaman mengenai lokasi
dalam hubungannya dengan jarak terhadap sumber air bersih, jarak yang ditempuh oleh bakteri
maupun zatkimia tergantung dari porositas tanah. Penyebaran tinja manusia sebagai sumber
kontaminasi yang berasal dari lubang kakus dengan jarak 11 meter dari sumur gali agar tidak
terjadi pemcemaran oleh tinja.

Faktor yang terpenting dalam penempatan lokasi kakus lubang gali adalah pada daerah
yang lebih rendah atau paling tidak sama dengan lokasi sumber air. Bila lokasi sumur yang lebih
tinggi tidak dapat dicapai maka jarak 15 meter akan dapat mencegah pencemaran bakteri
terhadap sumur gali.

Jika dibandingkan dengan teori, sumur gali yang baik harus memenuhi persyaratan
kontruksi dan lokasi (Depkes RI dan Direktorat Penyehatan Air, 1996)

a) Bangunan sumur gali terdiri dari dinding sumur, lantai dan bibir sumur yang terbuat
dari bahan yang kuat dan kedap air seperti pasangan batu bata atau batu kali atau
beton yang diplester rata.

b) Dinding sumur sedalam 3 meter diplester dari bahan yang kedap air, dibuat dari
permukaan tanah untuk mencegah merembesnya air kedalam sumur sebab tanah
mengandung bakteri (bakteri hanya dapat hidup dalam tanah, sampai 3 meter dibawah
tanah).

c) Bibir sumur harus setinggi 0,8 meter dari permukaan tanah harus terbuat dari bahan
yang kedap air dan kokoh untuk tidak terjadi merembesnya air ke dalam sumur dan
untuk keselamatan, sebaiknya diberi penutup agar hujan dan kotorannya tidak dapat
masuk ke dalam sumur.

d) Lantai kedap dan mempunyai luas dengan lebar 1 meter dari tepi bibir dengan tebal
10 cm. Untuk kemiringan dibuat sedemikian rupa sehingga air bekas cucian dapat
mengalir ke saluran pembuangan air limbah (1%-5%).

e) Salurran air limbah minimal 10 meter dari sumur. Peresapan air buangan yangdibuat
dari bahan yang kedap air dan licin dengan kemiringan 2% kearah pengolahan air
buangan.

f) Bangunan sumur dilengkapi dengan sarana untuk mengambil dan menimbah air
seperti timbah dan kerakan timbah dengan galungan. Disamping itu, dasar sumur
sebaiknya diberi kerikil atau pecahan batu untuk menahan lumpur.

2. Kandungan bakteriologis Escherichia Coli Air Sumur Gali

Kandungan bakteri Escherichia coli pada air sumur gali dapat dilihat darikondisi sekitar
sumur gali serta keadaan fisik sumur gali yang dapat memungkinkan terjadinya pencemaran.
Salah satu penyebab pencemaran sumur gali yaitu : kondisi fisik (kontruksi) sumur gali.
Pencemaran terhadap air sumur gali ini merupakan hal yang sangat memprihatinkan dan perlu
untuk segera dikendalikan karena pencemaran bakteri Escherichia coli terhadap air sumur gali
dapat menyebabkan terjadinya penyakit diare. Faktor fisik yang menyebabkan terjadinya
pencemaran terhadap air sumur gali yaitu jarak sumur gali dari sumber pencemar (kandang
ternak, septic tank), genangan air disekitar sumur, tidak adanya SPAL, terdapat bibir sumur yang
pecah-pecah, lantai disekeliling sumur retak sehingga dapat memungkinkan terjadinya
pencemaran. Kualitas fisik air sumur harus diperhatikan apabila air sumur gali yang digunakan
sudah tercemar baik dari aktivitas manusia akan berdampak bagi kesehatan. Kondisi lingkungan
disekitar sumur gali juga harus terjaga karena ada beberapa hal yang dapat membuat air sumur
tercemar yaitu tidak ada penutup sumur sehingga kotoran seperti dedauan, debu dan air bekas
cucian dapat masuk kedalam sumur dan mencemari air sumur gali. Permenkes No.
416/MENKES/PER/1X/1990 tentang persyaratan kualitas air bersih untuk parameter fisik air
dikatakan memenuhi syarat apabila air tersebuttidak berkeruh, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak berasa maka hasil yangdidapat adalah memenuhi syarat. Kualitas fisik air bersih tidak
berkeruh, berwarna, berbau dan berasa danapabila ada salah satu fisik air yang tidak memenuhi
syarat, maka dapat dikatakanair tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan atau telah tercemar
dan dapat berdampak bagi kesehatan seperti diare dan penyakit kulit.

b. Sumur Pompa Tangan

Untuk mendapatkan air tanah dapat juga dilakukan dengan cara pengeboran yang
selanjutnya dipasang sebuah pompa tangan. Sesuai dengan ke dalaman air tanah maka sumur
pompa dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

 Sumur pompa tangan dangkal adalah mengisap air di dalam tanah. Kekuatan/daya hisap
pompa ini sesuai dengan tekanan udara normal yang ada, maka secara teorotis apabila
kondisi selinder yang adaa betul-betul kondisi vacuum adalah sebesar 10,33 m. Dalam hal
SPT maka selinder berada di atas permukaan tanah sehingga naiknya air adalah akibat
hisapan yang dilakukan oleh klep didalam silinder ini. Agar kondisi pompa dapat tertahan
cukup lama maka kedalam air kurang lebih ± 7 m adalah merupakan ke dalaman yang
optimal untuk sebuat SPT dangkal.

 Sumur pompa tangan dalam adalah mengisap air dari permukaan tanah, maka SPT dalam ini
adalah mengangkat air yang ada didalam silinder tersebut. Oleh karena itu silinder SPT
dalam berada didalam atau terendam di air yang akan diangkat. (Sugiharto,dkk).
Contoh :

Sumber air yang berasal dari sumur pompa tangan saat ini menjadi sumber air konsumsi bagi
warga, meskipun telah tertera larangan untuk dikonsumsi. Hal ini secara ilmu kesehatan
tentunya akan membahayakan kesehatan manusia itu sendiri. Data mutakhir yang diperoleh
dari puskesmas suak ribee adalah sebanyak 10 jiwa (April-Agustus) dari 104 jiwa dalam 10
desa wilayah kerja puskesmas terserang penyakit diare yang kemungkinan besar disebabkan
oleh air minumyang dikonsumsi berasal dari air sumur pompa tangan tersebut. Sebagaimana
yang kita ketahui bahwa salah satu bakteri yang paling berpengaruh dalam menyebabkan
timbulnya diare adalah bakteri E. Coli. Hal ini yang kemudian dirasa perlu untuk mengetahui
berapa kadar/jumlah bakteri E. Coliyang terdapat pada air yang berasal dari sumur pompa
tangan tersebut yang dapat menyebabkan penyakit diare pada warga desa kampung belakang
(Puskesmas Suak Ribee,2012).Desa Kampung Belakang terletak di daerah persisir pantai
yang memiliki 637Kepala Keluarga dari 5 dusun di Desa Kampung Belakang Kecamatn
JohanPahlawan Kabupaten Aceh Barat, Desa Kampung Belakang merupakan lokasirawan
bencana tsunami. Saat ini sumber air bersih warga adalah sumur pompatangan dan sumur
gali. Sumur pompa tangan merupakan sumber air bersih yang banyak dipakai oleh warga,
meskipun pada beberapa lokasi yang terdapat air,secara fisik memeliki tingkat warna yang
kurang jernih, berbau dan berasa, karena mayoritas penduduk Desa Kampung Belakang
menggunakan sumber air dangkal.Saat ini jumlah sumur pompa tangan adalah 150 unit,
(Kantor Desa Kampung Belakang, 2012).

2.2 Evaluasi Tingkat Resiko Pencemaran Sarana Penampungan Air Hujan

Penampungan air hujan (PAH) adalah sarana penyediaan air bersih yang digunakan untuk
menampung air hujan sebagai persediaan air bersih dan pengadaan air bersih. Evaluasi yang
dilakukan berdasarkan hasil wawancara sensus lapangan, terdapat beberapa variabel dan
indikator yang digunakan terutama terkait 3 komponen pemanenan air hujan, yaitu atap, saluran,
dan bak penampungan.

a. Pengumpul/atap

Besar kecilnya air hujan yang tertangkap dalam atap tergantung dari besar
kecilnya luas atap yang digunakan. Upaya evaluasi pada atap yang perlu dilakukan
adalah dengan memperhatikan luasan atap yang digunakan. Apabila air yang akan
diinginkan besar volumenya, maka atap yang digunakan harus diperluas. Sebagai upaya
evaluasi selanjutnya yaitu membenahi jenis atap yang digunakan dan sistem perawatan
atap. Di suatu desa atap rumah yang umum digunakan penduduk dominan berupa
genteng. Genteng yang berbahan tanah liat lebih aman dari seng jika digunakan dalam
jangka waktu lama. Seng akan cepat berkarat dan berdampak pada kualitas air hujannya.
Perawatan selanjutnya yaitu permukaan atap dalam kurun waktu satu tahun dilakukan
pembersihan pada permukaan atap yang akan digunakan untuk melintasnya air hujan
ketika musim hujan tiba.

b. Saluran/ talang (Conveyor)

Talang merupakan alat penghubung antara atap dan bak penampungan yang
berfungsi untuk menyalurkan air  yang  berasal  dari  atap  menuju  bak  penampungan.
Talang utama biasanya menggunakan seng, sedangkan untuk talang penyalur penduduk
di suatu desa bervariasi menggunakan talang, ada yang berbahan seng, berbahan
paralon, dan berbahan PVC. Talang yang berbahan PVC merupakan pilihan talang yang
tepat digunakan karena untuk proses perawatannya tidak rumit, ketika untuk
penggunaannya hanya perlu dibersihkan pada area yang akan dilalui air. Sebagai evaluasi
untuk memperbaiki talang supaya air yang dihasilkan dipandang dari kuantitas melimpah
dan dipandang dari kualitas baik,maka sambungan talang ditambahkan penyaring.

c. Bak Penampungan (Storage)

Bak penampungan merupakan komponen Rainwater Harvesting yang digunakan


sebagai alat penyimpanan air untuk pemenuhan kebutuhan air. Hasil sensus dan survei di
lapangan menyebutkan bahwa tipe bak ± 11 meter 165 penampungan ada dua tipe, yaitu tipe
balok dan tipe silinder. Bak penampunganair hujan di suatu desa memiliki umur yang
bervariasi, namun secara keseluruhankerangka PAH masih kokoh dan utuh. Keutuhan
kerangka PAH ini tidak lepasdari sistem perawatan bak penampungan. Sistem perawatan di
desa tersebut mayoritas dengan dikuras setiap musim hujan datang. Penduduk memilih untuk
menguras setiap enam bulan sekali supaya air hujan yang akan tertampung bersihdari kotoran
di atap. Sistem perawatan bak penampungan sebagian besar sudah banyak yang mengikuti
peraturan dari pemerintah dan mengkombinasikan dengansistem perawatan tradisional.
Penduduk menambah abate ke dalam bak supaya menghindari dari tumbuhnya jentik-jentik
nyamuk DBD. Selain itu jugaditambahkan ikan (cara tradisional) sebagai pembersih kotoran
sekaligus jentik- jentik yang kemungkinan hidup di dalam bak. Bak penampungan air yang
sistem perawatan semakin cepat atau setiap saat dikuras akan menghasilkan air yang
kualitasnya lebih baik daripada bak yang dikuras lebih dari itu. Sistem perawatanyang baik
seharusnya dilakukan setiap air di dalam bak habis dan bak penampungakan diisi lagi. Air di
dalam bak akan terjaga kualitasnya apabila mulut bak diberi penyaring air supaya bak terjaga
dari kotoran-kotoran yang akan masuk ke dalam bak.

2.3 Evaluasi Tingkat Resiko Pencemaran Sarana Perlindungan Mata Air

Dirjen PPM dan PLP (1995), menjelaskan bahwa perlindungan mata air (PMA)
merupakan suatu bangunan untuk menampung air dan melindungi sumber air dari pencemaran.
Bentuk dan volume PMA disesuaikan dengan tata letak, situasi sumber, dekat air dan kapasitas
air yang dibutuhkan.

a. Bangunan penangkap mata air Bangunan ini dibuat untuk melindungi mata air dari
pengotoran, sehingga kualitas air terjaga.

b. Bak penampungan yang memenuhi syarat mempunyai bagian-baggian sebagai berikut :

1) Lubang control

2) Pipa udara

3) Pipa peluap

4) Pipa / kran pengambilan air

5) Pipa penguras

6) Alat pengukur debit

7) Tangga

Bangunan penangkap mata air dan bak penampungan dapat dijadikan satu. Perlindungan
mata air juga harus dilengkapi dengan saluran pembuangan air limbah.
c. Cara penggunaan PMA:

1) Pengambilan air dilakukan melalui pipa / kran yang tersedia pada bak penampungan
bukan melalui lubang control dengan timba.

2) Dalam masa / keadaan tertentu seperti wabah diare, air di dalam bak penampung harus
diberi kaporit untuk membunuh kuman dalam air.

3) Untuk menjaga keutuhan / kelangsungan bangunan perlu ditunjuk orang/organisasi


kelompok pemakai air (POKMAIR) yang bertanggungjawab memelihara PMA
tersebut.

d. Cara pemeliharaan PMA :

1) Sumber air harus dalam keadaan aman dari sumber pencemaran, sebaiknya disekeliling
sumber dibuat pagar pengaman.

2) Kran air harus selalu dalam keadaan bersih.

3) Lantai selalu dalam keadaan bersih dan tidak licin

4) Pipa transmisi dan distribusi dalam keadaan baik dan aman dari benturan yang
menyebabkan kebocoran.

5) Periksa apakah ada penyumbatan air masuk ke bak penampungan maupun yang
mengalir ke konsumen

6) Perbaiki atau buat saluran baru jika saluran pembuangan air limbah (SPAL)tidak
berfungsi dengan baik. Bak penampungan selain digunakan untuk mengambil air dapat
juga digunakan untuk tempat mandi dan cuci. Oleh karena itu PMA harus dilengkapi
dengan saluran pembuangan air limbah selain itu perlu juga dibuatkan saluran drainase
disekeliling bak untuk mengalirkan air hujan supaya tidak mengotori bak.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tingkat risiko sumur gali adalah kondisi disekeliling sumur gali yang memungkin
terjadinya pencemaran. Pengetahuan mengenai pola pencemaran air tanah oleh tinja memberikan
informasi yang sangat berguna sehubungan dengan desain dari fasilitas pembuangan, terutaman
mengenai lokasi dalam hubungannya dengan jarak terhadap sumber air bersih, jarak yang
ditempuh oleh bakteri maupun zat kimia tergantung dari porositas tanah. Penyebaran tinja
manusia sebagai sumber kontaminasi yang berasal dari lubang kakus dengan jarak 11 meter dari
sumur gali agar tidak terjadi pemcemaran oleh tinja.

Faktor yang terpenting dalam penempatan lokasi kakus lubang gali adalah pada daerah
yang lebih rendah atau paling tidak sama dengan lokasi sumber air. Bila lokasi sumur yang lebih
tinggi tidak dapat dicapai maka jarak 15 meter akan dapat mencegah pencemaran bakteri
terhadap sumur gali.

Untuk mendapatkan air tanah dapat juga dilakukan dengan cara pengeboran yang
selanjutnya dipasang sebuah pompa tangan. Sesuai dengan ke dalaman air tanah maka sumur
pompa dibagi menjadi 2 bagian yaitu : sumur pompa dangkal dan sumur pompa dalam.

Penampungan air hujan (PAH) adalah sarana penyediaan air bersih yang digunakan untuk
menampung air hujan sebagai persediaan air bersih dan pengadaan air bersih. Evaluasi yang
dilakukan berdasarkan hasil wawancara sensus lapangan, terdapat beberapa variabel dan
indikator yang digunakan terutama terkait 3 komponen pemanenan air hujan, yaitu atap, saluran,
dan bak penampungan.
DAFTAR PUSTAKA

Adji,T.N., Haryono, E., Widyastuti, M., Tivianton,T.A., Faisal, A., Riesdiyanto,P. 2007.
Neraca Sumberdaya Air Kabupaten Gunung Kidul, Prop. D.I.Yogyakarta. Yogyakarta:
Bappeda Kab. Gunung Kidul Provinsi DIY

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/375/4/BAB%20II.pdf 

Aditya Eka Putra , M. Pramono Hadi ,.Evaluasi Penampungan Air Hujan (Pah) Untuk


Pemenuhan Kebutuhan Air Domestik Di Desa Giriharjo Kecamat an Panggang
Kabupaten Gunungkidul

Anda mungkin juga menyukai