Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

“ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN


ANEMIA DI RUANG INTERNE WANITA RSUP DR M DJAMIL
PADANG”

Di Susun Oleh:
Zara Zettira. ZR, S.Kep (2114901062)

Preceptor Akademik Preceptor Klinik

( Ns. Revi Neini Ikbal, M.Kep ) ( Ns. Irna Syafitri, M.Kep )

Preceptor Akademik Preceptor Akademik

( Ns. Hidayatul Rahmi , M.Kep ) ( Ns. Willady Rasyid , M.Kep, Sp.Kep. M.B )

SIKLUS KMB (INTERNE)


RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR
Segala puji atas kebesaran Sang Khalik yang telah menciptakan alam
semesta dalam suatu keteraturan hingga dari lisan terpetik berjuta rasa syukur
kehadirat ALLAH SWT. Karena atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nyalah
sehingga kami diberikan kesempatan dan kesehatan untuk dapat menyelesaikan
Laporan pendahuluan ini dengan judul “Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)”
yang merupakan tugas dalam siklus interne profesi keperawatan.
Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad
SAW, yang diutus ke permukaan bumi ini menuntun manusia dari lembah
kebiadaban menuju ke puncak peradaban seperti sekarang ini. Kami menyadari
sepenuhnya,dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari tantangan dan
hambatan. Namun berkat usaha dan motivasi dari pihak-pihak langsung maupun
tidak langsung yang memperlancar jalannya penyusunan Laporan Pendahuluan ini
sehingga dapat kami susun seperti sekarang ini. Olehnya itu, secara mendalam
kami ucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan motivasi yang diberikan
sehingga Penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati kami menyadari bahwa hanya
kepada ALLAH SWT jugalah kita menyerahkan segalanya. Semoga makalah ini
dapat menjadi referensi dan tambahan materi pembelajaran bagi kita semua,
Aamiin Yaa Robb.

Padang, Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar.........................................................................................................i

Daftar Isi..................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................


2.1 Tujuan.......................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian.................................................................................................
2.2 Etiologi.....................................................................................................
2.3 Manifestasi klinisi ...................................................................................
2.4 Patofisiologi .............................................................................................
2.5 Pemeriksaan penunjang ...........................................................................
2.6 Penatalaksanaan.......................................................................................
BAB III Asuhan Keperawatan Teoritis
3.1 Pengkajian .............................................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan..........................................................................

3.3 Intervensi................................................................................................

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan............................................................................................

4.2 Saran.......................................................................................................

Daftar Pustaka.......................................................................................................

iii
4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seperti yang kita ketahui anemia merupakan penyakit kurang darah yang
ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah
dibandingkan normal (Soebroto, 2010). Anemia pada umumnya terjadi di seluruh
dunia, terutama di Negara berkembang (Developing countries) dan pada kelompok
sosio-ekonomi rendah (Fikawati, Syafiq, & Veretamala, 2017).
Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di
samping masalah-masalah gizi yang lainnya, yaitu: kurang kalori protein, defisiensi
vitamin A, dan gondok endemik (Arisman, 2007). Anemia pada wanita masa nifas
(pasca persalinan) juga umum terjadi, sekitar 10% dan 22% terjadi pada wanita post
partum dari keluarga miskin (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008).
Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat, dan / atau vitamin
B12, yang kesemuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan
hayati rendah (buruk), dan kecacingan yang masih tinggi (Fikawati, Syafiq, &
Veretamala, 2017).
Penyebab anemia gizi besi, selain karena adanya pantangan terhadap makanan
hewani faktor ekonomi merupakan penyebab pola konsumsi masyarakat kurang baik,
tidak semua masyarakat dapat mengkonsumsi lauk hewani dalam sekali makan.
Padahal pangan hewani merupakan sumber zat besi yang tinggi absorbsinya
(Waryana, 2010) (Fikawati, Syafiq, & Veretamala, 2017).

2.1 Tujuan
a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan dengan gangguan system
kardiovaskuler pada pasien anemia.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan dengan gangguan system
kardiovaskuler pada pasien anemia.
c. Penulis mampu merumuskan rencana tindakan keperawatan dengan
gangguan system kardiovaskuler pada pasien anemia.
d. Penulis mampu melakukan tindakan/implementasi keperawatan dengan
gangguan system kardiovaskuler pada pasien anemia.

5
BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Definisi Anemia

World Health Organization (WHO) (2017) menyebutkan anemia adalah suatu


kondisi jumlah sel darah merah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
fisiologis tubuh.Kebutuhan fisiologis seseorang bervariasi berdasarkan usia, jenis
kelamin, tempat tinggal, perilaku merokok dan tahap kehamilanAnemia didefinisikan
sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) yang rendah dalam darah. (WHO,2015).
National Institute of Health(NIH) Amerika 2011 menyatakan bahwa anemia terjadi
ketika tubuh tidak memiliki jumlah sel darah merah yang cukup (Fikawati, Syafiq, &
Veretamala, 2017).
Aniemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb
sampai dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Behrman E
Richard, IKA Nelson ; 1680). Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai
normal jumlah SDM, kualitas Hb, dan volume packed red blood cell
(hematokrit) per 100 ml darah (Syilvia A. Price.2006). Anemia adalah istilah
yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah dan kadar hematokrit dibawah
normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan
keadaan suatu penyakit (gangguan) fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi
apabila terdapat kekurangan Hb untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Anemia
tidak merupakan satu kesatuan tetapi merupakan akibat dari berbagai proses
patologik yang mendasari (Smeltzer C Suzane, Buku Ajar Keperawatan Medical
Bedah Brunner dan Suddarth ; 935).

6
2.2 Etiologi

Ada beberapa jenis anemia sesuai dengan penyebabnya :


a. Anemia Pasca Pendarahan
Terjadi sebagai akibat perdarahan yang massif seperti kecelakaan, operasi dan
persalinan dengan perdarahan atau yang menahun seperti pada penyakit
cacingan.
b. Anemia Defisiensi
Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah.

c. Anemia Hemolitik
Terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan karena :
1) Factor Intrasel
Misalnya talasemia, hemoglobinopati (talasemia HbE, sickle cell anemia),
sferositas, defisiensi enzim eritrosit (G – 6PD, piruvatkinase, alutation
reduktase).
2) Factor Ekstrasel
Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatibilitas golongan
darah, reaksi hemolitik pada transfuse darah).
d. Anemia Aplastik
Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah sum sum tulang (kerusakan
sumsum tulang).

7
2.3 Manifestasi Klinis
Karena system organ dapat terkena, maka pada anemia dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang luas tergantung pada kecepatan
timbulnya anemia, usia, mekanisme kompensasi, tingakat aktivitasnya,
keadaan penyakit yang mendasarinya dan beratnya anemia. Secara umum
gejala anemia adalah :
a. Hb menurun (< 10 g/dL), thrombosis / trombositopenia, pansitopenia
b. Penurunan BB, kelemahan
c. Takikardi, TD menurun, penurunan kapiler lambat, ekstremitas dingin,
palpitasi, kulit pucat.
d. Mudah lelah, sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang
buruk (bayi).
e. Sakit kepala, pusing, kunang – kunang, peka rangsang.

2.4 Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau


kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi
tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi), hal ini
dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel
darah merah yang menyababkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik

8
atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limfa. Hasil
samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.
Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan
dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal, ≤ 1 mg/dl,
kadar diatas 1.5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel
darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk
mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal
kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan menganai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan
oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang
tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar hitung retikulosit
dalam sirkulasi darah, derajat proliferasi sel darah merah muda dalam
sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam
biopsy, dan ada tidaknya hiperbilirubinemia.
Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang paling sering
menyerang anak – anak. Bayi cukup bulan yang lahir dan ibu nonanemik
dan bergizi baik, memiliki cukup persediaan zat besi sampai berat badan
lahirnya menjadi dua kali lipat umumnya saat berusia 4 – 6 bulan. Sesudah
itu zat besi harus tersedia dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan
anak. Jika asupan zat besi beri makanan tidak mencukupi terjadi anemia
defisiensi zat besi. Hal ini paling sering terjadi pengenalan makanan padat
yang terlalu dini (sebelum usia 4 – 6 bulan) dihentikannya susu formula
bayi yang mengandung zat besi atau ASI sebelum usia 1 tahun dab minum
susu sapi berlebihan tanpa tambahan makanan padat kaya besi. Bayi yang
tidak cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal berlebihan atau bayi
dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat besi juga tidak memiliki
cadangan zat besi yang adekuat. Bayi ini berisiko lebih tinggi menderita
anemia defisiensi besi sebelum berusia 6 bulan.
Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan banyak
darah yang kronik. Pada bayi hal ini terjadi karena perdarahan usus kronik
yang disebabkan oleh protein dalam susu sapi yang tidak tahan panas.
9
Pada anak sembarang umur kehilangan darah sebanyak 1 – 7 ml dari
saluran cerna setiap hari dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi.
Pada remaja puteri anemia defisiensi zat besi juga dapat terjadi karena
menstruasi.
Anemia aplastik diakibatkan oleh karena rusaknya sumsum tulang.
Gangguan berupa berkurangnya sel darah dalam darah tepi sebagai akibat
terhentinya pembentukan sel hemotopoetik dalam sumsum tulang. Aplasia
dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga system hemotopoetik
(eritropoetik, granulopoetik, dan trombopoetik).
Aplasia yang hanya mengenai system eritropoetik disebut
eritroblastopenia (anemia hipoplastik) yang mengenai system
trombopoetik disebut agranulositosis (penyakit Schultz), dan yang
mengenai system trombopoetik disebut amegakariositik trombositopenik
purpura (ATP). Bila mengenai ketiga system disebut panmieloptisis atau
lazimnya disebut anemia aplastik.
Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia megaloblastik.
Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA, yang
paling penting sekali untuk metabolisme inti sel dan pematangan sel.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Diagnostic :
a. Jumlah darah lengkap Hb dan Ht menurun.
1) Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (Aplastik), MCV
dan MCH menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokromik
(DB), peningkatan (AP), pansitopenia (aplastik).
2) Jumlah retikulosit bervariasi : menurun (AP), meningkat
(hemolisis).
3) Penurunan SDM : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengidentifikasikan tipe khusus anemia).
4) LED : peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi.
5) Massa hidup SDM : untuk membedakan diagnose anemia.
6) Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
7) SDP : jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin
meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).
10
b. Jumlah trombosit : menurun (aplastik), meningkat (DB), normal /
tinggi (hemolitik).
c. Hb elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur Hb.
d. Bilirubin serum (tidak terkonjugasi) : meningkat (AP, hemolitik)
e. Folat serum dan vit. B12 : membantu mendiagnosa anemia.
f. Besi serum : tidak ada (DB), tinggi (hemolitik).
g. TIBC serum : menurun (DB).
h. Masa perdarahan : memejang (aplastik).
i. LDH serum : mungkin meningkat (AP).
j. Tes Schilling : penurunan eksresi vit B12 urin (AP)
k. Guaiac : mungkin positif untuk darah pada urin, feses, dan isi gaster,
menunjukan perdarahan akut / kronis (DB)
l. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak
adanya asam hidroklorotik bebas (AP).
m. Aspirasi sumsum tulang / pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak
berubah dalam jumlah, ukuran, bentuk, membedakan tipe anemia.
n. Pemeriksaan endoskopi dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan,
perdarahan GI.

2.6 Penatalaksanaan
a. Anemia Karena Perdarahan
Pengobatan terbaik adalah transfuse darah. Pada perdarahan kronik
diberikan transfuse packed cell. Mengatasi rejatan dan penyebab
perdarahan. Dalam keadaan darurat pemberian cairan intravena dengan
cairan infuse apa saja yang tersedia (Keperawatan Medikal Bedah 2).
b. Anemia Defesiensi
Anemia defisiensi besi (DB). Respon regular DB terhadap sejumlah
besi cukup mempunyai arti diagnostic, pemberian oral garam ferro
sederhana (sulfat, glukanat, fumarat). Merupakan terapi yang murah
dan memuaskan. Preparat besi parenteral (dektram besi) adalah bentuk
yang efektif dan aman digunakan bila diperhitungkan dosis tepat,
sementara itu keluarga harus diberi edukasi tentang diet penerita, dan
konsumsi susu harus dibatasi lebih baik 500 ml/24 jam. Jumlah
makanan ini mempunyai pengaruh ganda yakni jumlah makanan yang
11
kaya akan besi bertambah dan kehilangan darah karena intolerasni
protein susu sapi tercegah (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1692).
Anemia defesiensi asam folat, meliputi pengobatan terhadap
penyebabnya dan dapa dilakukan pula dengan pemberian /
suplementasi asam folat oral 1 mg/hari (Mansjoer Arif, Kapita Selekta
Kedokteran ; 553).
c. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik autoimun. Terapi inisial dengan menggunakan
prednisone 1 -2 mg/kg/BB/hari. Jika anemia mengancam hidup,
transfuse harus diberikan dengan hati – hati. Apabila prednisone tidak
efektif dalam menanggulangi kelainan itu, atau penyakit mengalami
kekambuhan dalam periode tapperingoff dari prednisone maka
dianjurkan untuk dilakukan splektomi. Apabila keduanya tidak
menolong, maka dilakukan terapi dengan menggunakan berbagai jenis
obat imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi intravena (500
mg/kg/BB/hari selama 1 – 4 hari ) mungkin mempunyai efektifitas
tinggi daam mengontrol hemolisis. Namun efek pengobatan ini hanya
sebentar (1 – 3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian
pengobatan ini hanya digunakan dalam situasi gawat darurat dan bila
pengobatan ini hanya digunakan prednisone merupakan kontra indikasi
(Manjoer Arif, kapita Selekta Kedokteran ; 552). Anemia hemolitik
karena kekurangan enzim. Pencegahan hemolisis adalah cara terapi
yang paling penting. Transfuse tukar mungkin terindikasi untuk
hiperbillirubenemia pada neonates. Transfuse eritrosit terpapar
diperlukan untuk anemia berat atau kritis aplastik. Jika anemia terus
menerus berat atau jika diperlukan transfuse yang sering, splektomi
harus dikerjakan setelah umur 5 – 6 tahun ( Behrman E Richard, IKA
Nelson ; 1713). Sferositosis herediter. Anemia dan hiperbilirubenemia
yang cukup berat memerlukan fototerapi atau transfuse tukar, karena
sferosit pada SH dihancurkan hampir seluruhnya oleh limfa, maka
splektomi melenyapkan hampir seluruh hemolisis pada kelainan ini.
Setelah splenektomi sferosis mungkin lebih banyak, meningkatkan
fragilitas osmotic, tetapi anemia retikalositosis dan hiperbilirubinemia
membaik (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1700). Thalasemia.
12
Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya.
Transfuse darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari 6%)
atau bila anak mengeluh tidak mau makan atau lemah. Untuk
mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan ion chelating agent,
yaitu Desferal secara intramuscular atau intravena. Splenektomi
dilakukan pada anak lebih dari 2 tahun sebelum didapatkan tanda
hiperplenome atau hemosiderosis. Bila kedua tanda itu telah tampak,
maka splenektomi tidak banyak gunanya lagi. Sesudah splenektomi
biasanya frekuensi transfuse darah menjadi jarang. Diberikan pula
bermacam – macam vitamin, tetapi preparat yang mengandung besi
merupakan indikasi kontra (Keperawatan Medikal Bedah 2).

13
BAB III

ASKEP TEORITIS

3.1 Pengakajian
a. Identitas klien dan keluarga
Nama, umur, TTL, nama ayah / ibu. Pekerjaan ayah / ibu, agama,
pendidikan, alamat.
b. Keluhan utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan pucat, kelelahan,
kelemahan, pusing.
c. Riwayat kehamilan dan persalinan
Prenatal : ibu Selma hamil pernah menderita penyakit berat,
pemeriksaan kehamilan barapa kali, kebiasaan pemakaian obat–
obatan dalam jangka waktu lama.
Intranasal : usia kehamilan cukup, proses persalinan dan berapa
panjang dan berat badan waktu lahir.
Postnatal : keadaan bayi setelah masa, neonatorium, ada trauma post
partun akibat tindakan misalnya forcep, vakum dan pemberian ASI.
d. Riwayat kesehatan dahulu
1) Adaya menderita penyakit anemia sebelumnya, riwayat imunisasi.
2) Adanya riwayat trauma, perdarahan
3) Adanya riwayat demma tinggi.
4) Adanya riwayat penyakit ISPA.
e. Keadaan kesehatan saat ini
Klien pucat, kelemahan, sesak nafas, sampai adanya gejala gelisah,
diaphoresis, takikardi dan penurunan kesadaran.
f. Riwayat keluarga
1) Riwayat anemia dalam keluarga.
2) Riwayat penyakit – prnyakit seperti : kanker, jantung, hepatitis,
14
DM, asthma, penyakit – penyakit insfeksi saluran pernafasan.

g. Pemeriksaanfisik
1) Keadaan umum : keadaan tampak lemah sampai sakit berat.
2) Kesadaran :
Composmentis kooperatif sampai terjadi penurunan tingkat
kesadaran apatis, somnolen, spoor, coma.
3) Tanda – tanda vital
TD : tekanan darah menurun ( N : 90 – 110 / 60 – 70 mmHg)
N : frekuensi nadi meningkat , kuat samapai lemah ( N : 60 –
100 x/i)
0
S : bias meningkat atau menurun ( 36, 5 – 37, 2 C )
RR : meningkat ( anak N : 20 – 30 x/i ).
4) TB dan BB : menurut rumus dari Behermen, 1992 pertambahan BB
anak adalah sebagai berikut :
a) Lahir -3,25 kg
b) 3 – 12 bulan = umur (bulan ) – 9
c) 1 – 6 tahun = umur (tahun ) x 2 – 8
d) 6 – 12 tahun = umur (tahun ) x 7 -5
Tinggi badan rata – rata waktu lahir adalah 50 cm. secara garis
besar, tinggi badan anak dapat diperkirakan, sbb :
1 tahun : 1,5 x TB lahir
4 tahun : 2 x TB lahir
6 tahun : 1,5 x TB setahun
13 tahun : 3 x TB lahir
Dewasa : 3,5 x TB lahir ( 2 x TB 2 tahun ).
5) Kulit
Kulit teraba dingin, keringat yang berlebihan, pucat, terdapat
perdarahan dibawah kulit.
6) Kepala
Biasanya bentuk dalam batas normal
7) Mata

15
Kelainan bentuk tidak ada, konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik,
terdapat perdarahan sub conjugtiva, keadaan pupil, palpebra, reflex
cahaya biasanya tidak ada kelainan.
8) Hidung
Keadaan / bentuk, mukosa hidung, cairan yang keluar dari hidung,
fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan.
9) Telinga
Bentuk, fungsi pendengaran tidak ada kelainan.
10) Mulut
Bentuk, mukosa kering, perdarahan gusi, lidah kering, bibi pecah –
pecah atau perdarahan.
11) Leher
Terdapat pembedaran kelenjar getah bening, thyroid lebih
membesar, tidak ada distensi vena jugularis.
12) Thoraks
Pergerakan dada, biasanya pernafasan cepat irama tidak teratur.
Fremitus yang meninggi, perkusi sonor, suara nafas bias veskuler
atau ronchi, wheezing,. Frekuensi nafas neonates 40 – 60 x/I, anak
20 – 30 x/i irama jantung tidak teratur, frekuensi pada anak 60 –
100 x/i.
13) Abdomen
Cekung, pembesaran hati, nyeri, bissing usus normal dan juga bias
dibawah normal bias juga meningkat.
14) Genetali
Laki – laki, testis sudah turun kedalam skrotum
Perempuan : labia minora tertutup labia mayora.
15) Ekstremitas
Terjadi kelemahan umum, nyeri ekstremitas, tonus otot kurang,
akral dingin.
16) Anus
Keadaana anus, posisinya, anus +
17) Neurologis
Refleksi fasiologis + sperti reflex patella, reflex patologis – seperti
babinski tanda kerniq – dan brunzinski 1 – 11 = -
16
9. Pemeriksaan Penunjang
Kadar Hb turun, pemeriksaan darah : eritrosit dan berdasarkan penyebab.
a. Riwayat Social
Siapa yang mengasuh klien dirumah. Kebersihan didaerah tempat
tinggal, orang yang terdekat dengan klien. Keadaan lingkungan,
pekarangan, pembuangan sampah.
b. Kebutuhan Dasar
Meliputi kebutuhan nutrisi klien sehubungan dengan anoreksia, diet
yang harus dijalani, pasang NGT, cairan IVFD yang dugunakan jika
ada. Pola tidur bias terganggu. Mandi dan aktivitas : dapat terganggu
berhubungan dengan kelemahan fisik. Eliminasi : biasanya terjadi
perubahan frekuensi, konsistensi bisa diare atau konstipasi.
c. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
Bergantung pada usia. Terdiri dari motorik kasar, halus, kognitif, dan
bahasa.
d. Data Psikologis
Akibat dampak hospitalisasi, anak menjadi cengeng, menangis, dan
terlihat cemas dan takut. Orang tua terhadap penyakit anaknya sangat
bervariasi. Psikologis orang tua yang harus diperhatikan :
1) Keseriusan ancaman penyakit terhadap anaknya
2) Pengalaman sebelumnya terhadap penyakit dan hospitalisasi
3) Prosedur medic yang akan dilakukan
4) Adanya support system
5) Kemampuan koping orangtua
6) Agama, kepercayaan, adat.
7) Pola komunikasi dalam keluarga.

3.2 Diagnose Keperawatan


a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna / absorbsi nutrient yang diperlukan untuk
pembuatan SDM normal.
17
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman
oksigen ke jaringan.
e. Ansietas berhubungan dengan prosedur diagnostic / transfuse.
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak
adekuat misal penurunan hemoglobin, penurunan granulosit.

3.3 Intervensi
Dx. Kep Tujuan Intervensi

Perubahan Perfusi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji vital


jaringan berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam sign
dengan penurunan diharapakan perfusi jaringan 2. Tinggikan kepala
komponen seluler yang adekuat. Criteria hasil : tempat tidur
diperlukan untuk 1. Ekstrim sesuai toleransi
pengiriman O2 / nutrisi ke 2. Berat 3. Catat adanya
sel 3. Sedang keluhan rasa
dingin
4. Berkolabora si
dalam
pemberian
transfuse,
pemeriksaan
Hb/Ht

18
Gangguan rasa Setelah dilakukan 1. Kaji
nyaman nyeri tidakan manajeme n
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri
proses penyakit diharapkan nyeri pada anak dapat 2. Ukur TTV
berkurang / teratasi. Criteria 3. Atur posisi
hasil / berikan
: posisi
yang
nyaman
4. Ajarkan
tentang teknik
non farmakolo
gi
5. Berikan obat
sesuai indikasi

19
Ansietas Setelah dilakukan 1. Catat
berhubungan dengan tindakan penurunan
prosedur diagnostic keperawatan selama 3x 24 jam perilaku
/ transfuse diharapkan cemas pada anak 2. Tingatkan
dapat teratasi. Criteria hasil : perhatian
dengan pasien
3. Anjurkan
keluarga tetap
bersama klien
4. Jelaskan tujuan
pemberian
tindakan pada
klien dan
keluarga
5. Berikan
lingkunga
n yang tenang
dan istirahat.

20
BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
anemia adalah suatu kondisi jumlah sel darah merah tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh.Kebutuhan fisiologis seseorang bervariasi
berdasarkan usia, jenis kelamin, tempat tinggal, perilaku merokok dan tahap
kehamilanAnemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) yang rendah
dalam darah.

4.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa, khususnya mahasiswa keperawatan agar
dapat mengerti, memahami dan dapat menjelaskan tentang penyakit alzheimer yang
pada akhirnya mampu melakukan segala bentuk pencegahan demi menekan angka
insidensi penyakit alzheimer ini. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan lebih banyak
menggali kembali informasi tentang hal yang terkait dengan itu untuk mengetahui
dan memperoleh informasi yang lebih dalam lagi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif (2001) Kapita selekta kedokteran Jilid 1, Jakarta, Media


Aesculapius. FKUI
Price, Sylvia A (1994) Patofisiologi : konsep klinis proses – proses penyakit,
Jakarta, EGC.
Perry , A.G dan Potter, P.A. (1993) fundamental of nursing : consept, process,
and practice.
Mansjoer. 2003. Kapita Selekta Kedokteran, edisi III jilid 2. Jakarta : FKUI
Smeltzer. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa Agung

22

Anda mungkin juga menyukai