DISUSUN OLEH
Betharia Lorenza br Surbakti (203307020034)
DOSEN PEMBIMBING
Anamnesa
Keluhan Utama : Lemas pada anggota gerak kiri
Telaah : Pasien dibawa oleh keluarganya ke IGD RS Royal
Prima Medan dengan keluhan kelemahan anggota gerak
kiri dan berbicara celat, keluhan muncul mendadak 1
hari SMRS saat pasien bangun tidur. Gejala penyerta
lainya mual dan muntah (-), demam (-), sesak nafas (-),
BAK dan BAB dalam batas normal . Pasien memiliki
riwayat hipertensi dan riwayat penyakit diabetes.
Status Present:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
TB : 160 cm
BB : 75 kg
HR : 92x/i
RR : 22x/i
TD : 180/100 mmHg
T : 36,9°C
Kepala:
Bentuk Kepala : normochephali
UUB : menutup
Rambut : Hitam, kilat, tidak mudah dicabut dan terdapat uban
Alis : simetris, hitam
Mata : reflex cahaya pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), air mata normal (basah), bitot spot (-/-), xerofthalmia (-/-), ptosis
sebelah kiri
Telinga : Simetris, perdarahan (-), sekret (-/-), serumen (-/-), nyeri tekan (-)
Hidung : Deviasi septum nasi (-), sekret (-/-), perdarahan (-/-), pernafasan
cuping hidung (-)
mulut : Mukosa bibir merah, sudut mulut jatuh kearah kiri gusi berdarah (-),
faring hiperemis (-), lidah kotor (-), lidah tertarik kesebelah kanan, tonsil
T1/T1, detritus (-), uvula ditengah.
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (sub mandibular, submentalis,
sub oksipital, servikal, post auricular, pre auricular) (-),
pembersaran tiroid (-), bull neck (-).
Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk fusiformis, retraksi dinding dada (-), pergerakan simetris
Palpasi : Pergerakan nafas simetris, stem fremitus kanan=kiri normal
Perkusi : Paru kanan sonor, paru kiri sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS IV MCL sinistra
Perkusi : batas jantung kanan pada ICS IV Parasternal dextra, batas jantung kiri
ICS IV Axila anterior sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 normal, gallop (-), murmur (+) 1/6 di ICS IV Axila anterior
sinistra
Abdomen
Inspeksi : Cembung, simetris
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : soepel, disetensi (-), defans muscular (-), turgor kulit kembali normal,
hepar tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), asites (-), meteorismus (-)
Genital
Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ektremitas
Superior : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), jari tabu (-), sianosis (-), petekie
(-)
Inferior : akral hangat CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-), petekie (-)
STATUS NEUROLOGI
Nervus Kranialis
Nervus I
Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia (+) (+)
Anosmia (-) (-)
Parosmia (-) (-)
Hiposmia (-) (-)
Nervus II
Oculi Dextra Oculi Sinistra
Visus Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
Lapangan Pandang
Normal : (+) (+)
Menyempit : (-) (-)
Heminanopsia : (-) (-)
Skotoma : (-) (-)
Refleks ancaman : (+) (+)
Fundus Okuli
Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
Batas : Tidak dilakukan pemeriksaan
Arteri : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vena : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekskavasio : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nervus V
Kanan Kiri
Motorik
Membuka dan menutup mulut : (+) (+)
Palpasi m.masseter dan temporalis : Lemah Normal
Kekuatan gigitan : Lemah Normal
Sensorik
Kulit : (+) (+)
Selaput lendir : (+) (+)
Refleks Kornea
Langsung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak langsung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Reflex Masseter : Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks Bersin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nervus VII
Motorik
Mimik : sudut mulut jatuh kearah kiri
Kerut kening : Normal
Menutup mata : Mata tidak dapat tertutup sempurna
Memperlihatkan gigi : sudut mulut kiri tidak dapat diangkat
Tertawa : tidak terdapat smile line pada bagian kiri
Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah : Tidak dapat merasakan rasa manis
Produksi kelenjar ludah : (+)
Produksi kelenjar air mata : (+)
Hiperakusis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Reflex Stapedial : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nervus VIII
Auditorius
Pendengaran : Normal
Rinne Test : Tidak dilakukan pemeriksaan
Weber Test : Tidak dilakukan pemeriksaan
Schwabah test : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vestibularis
Nistagmus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Reaksi kalori : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vertigo : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tinnitus : (-)
Nervus IX, X
Palatum molle : Normal
Uvula : Medial
Disfagia : (-)
Disartria : (-)
Disfonia : (-)
Refleks Muntah : (+)
Pengecapan 1/3 belakang lidah : (+)
Nervus XI
Mengangkat Bahu : bahu sebelah kanan lemah
Fungsi m.sternocleidomastoideus : lemah pada bagian kanan
Nervus XII
Lidah
Tremor : (+)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung lidah waktu istirahat : deviasi kearah kanan
Ujung lidah waktu dijulurkan : deviasi kearah kanan
SISTEM MOTORIK
Trofi : Eutrofi
Tonus Otot : Normal
Kekuatan Motorik
Ekstremitas Superior Dextra : 22222
Ekstremitas Superior Sinistra : 55555
Ekstremitas Inferior Dextra : 11111
Ekstremitas Inferior Sinistra : 55555
TES SENSIBILITAS
Eksteroseptik : Dalam batas normal
Proprioseptik : Dalam batas normal
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
Stereognosis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Grafastenia : Tidak dilakukan pemeriksaan
REFLEKS
Refleks Fisiologis
Biceps : (N/ )
Triceps : (N/ )
Radioperiost : Tidak dilakukan pemeriksaan
APR : (N/ )
KPR : (N/ )
Strumple : Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks Patologis
Babinski : (-)
Chaddock : (-)
Schaefer : (-)
Gonda : (-)
Oppenheimer : (-)
Gordon : (-)
Hoffman-Tromner : (-)
Klonus Lutut : (-)
Klonus kaki : (-)
Refleks Primitif : (-)
KOORDINASI
Mimik : Normal
Tes telunjuk-telunjuk : (+)
Tes telunjuk hidung : (+)
Tes Tumit-Lutut : (+)
VERTEBRA
Bentuk : Normal (+)
Scoliosis (-) Hiperlordosis (-) Kifosis (-)
Pergerakan
Leher : Normal
Pinggang : Normal
TANDA PERANGSANGAN RADIKULER
Laseque : (+)
Cross Laseque : (+)
Lhermitte test : (-)
Naffziger test : (-)
GEJALA CEREBELLAR
Ataxia : (-)
Disartria : (-)
Tremor : (-)
Nistagmus : (-)
Fenomena Rebound : (-)
Vertigo : (-)
Dan lain-lain : (-)
GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Lain-lain : (-)
FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif : Compos mentis
Memori/ingatan
Baru : Baik
Lama : Baik
Orientasi
Diri : Baik
Tempat : Baik
Waktu : Baik
Situasi : Baik
Afasia
Ekspresif : (-)
Reseptif : (-)
Apraksia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Agnosia
Agnosia visual : (-)
Agnosia jari-jari : (-)
Akalkulia : (-)
Disorientasi kanan-kiri : (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HEMATOLOGI
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Hemoglobin 15.7 mg/dL 13.5 – 15.5
Leukosit 6.11 103/mm3 5.000 – 11.000
Laju Endap Darah - mm/jam 0 – 20
Trombosit 250 103/mm3 150000 – 450000
Hematocrit 46.7 % 30.5 – 45.0
Eritrosit 5.94 106/mm3 4.50 – 6.50
MCV 78.6 fL 75.0 – 95.0
MCH 26.4 Pg 27.0 – 31.0
MCHC 33.6 g/dL 33.0 – 37.0
RDW 15.8 % 11.50 – 14.50
PDW 15.1 fL 12.0 – 55.0
MPV 9.9 fL 6.50 – 9.50
PCT 0.04 % 0.100 – 0.500
Hitung Jenis Lekosit
Eosinofil 2.7 % 1–3
Basofil 0.7 % 0–1
Monosit 13.2 % 2–8
Neutrofil 66.6 % 50 – 70
Limfosit 16.8 % 20 – 40
LUC - % 0–4
DIABETIC
No Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
.
1. Glukosa ad random 491 mg/dL < 200
ELECTROLIT
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
1. Klorida 109.5 mEq/L 97-110
2. Kalium 1.20 mEq/L 3.2-5.5
3. Natrium 133.8 mEq/L 135-145
PROFIL LIPID
No Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
.
1. Kolestrol Total 198 mg/dl <200
2. HDL 66 mg/dl > 55
3. LDL 77 mg/dl < 100
4. Trigliserida 85 mg/dl 40-140
Pemeriksaan Radiologi
Foto toraks:
Cor : Apex jantung bergeser ke laterocaudal
Pulmo : Corakan vascular tampak normal
Tak tampak bercak/nodul pada kedua lapangan paru
Kesan : Kardiomegali
CT Scan Kepala:
Kesan : Infark Lakuner pada Sentrum Semiovale Kanan, Corona Radiata Kiri, Nukleus
Lentiformis Kiri, dan Genu Kapsula Interna Kanan
Tak tampak tanda-tanda peningkatan Tekanan Intrakranial
Diagnosa :
Stroke Iskemik
Diagnosa Banding
1.
2.
3.
Penatalaksanaan :
- Injeksi Bralin 500mg/8 jam
- Injeksi Pantoprazole 40mg/hari
- Novorapid 3x10ml
- Canderin 1x8mg
- Aspilet 1x320mg
- Clopidogrel 75mg 1x1
- Lipitor 20mg 1x1
- Neurodex 2x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Stroke merupakan defisit neurologis mendadak akibat gangguan suplai darah ke SSP.
Patologi mendasari stroke biasanya perdarahan atau tromboemboli. Insidensinya sebesar
0,2% populasi per tahun dan meningkat menjadi 1% pada orang berusia di atas 75 tahun.
Onset defisit biasanya mendadak dan seringkali berhubungan dengan area otak yang disuplai
oleh pembuluh dara spesifik.(Gleadle J., 2004)
Jika defisit hilang sepenuhnya dalam 24 jam, maka disebut TIA. Defisit berkisar
mulai dari ringan sampai koma dalam yang tidak spesifik, tergantung dari area SSP yang
terkena. Duapertiga stroke terjadi di negara berkembang. 80% menderita stroke iskemik, 20%
menderita stroke hemoragik. Insiden meningkat seiring bertambahnya usia.(Gleadle J., 2004)
EPIDEMIOLOGI
Penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat; 10,6% dari semua kematian, 600.000
stroke/tahun. 75% dari stroke adalah stroke iskemik. Inseden per tahun adalah 2/ 1000
populasi. Resiko meningkat dengan pertambahan usia. Berhubungan erat dengan penyakit
arteri koroner; keduanya memiliki banyak faktor resiko yang sama antara lain: hipertensi
terutama yang sistolik adalah faktor resiko paling penting yang bisa dimodifikasi. Merokok
meningkatkan risiko 2 sampai 3 kali lipat. Faktor lain meliputi usai 67 tahun, diabets,
hiperlipidemia, jenis kelamin pria atau wanita setelah menopause, riwayat keluarga, ras
Amerika keturunan Afrika, dan infark miokard yang baru.(Gleadle J., 2004; Feigin V., 2011)
FAKTOR RESIKO
Faktor yang tidak dapat dikontrol antara lain: jenis kelamin, pria lebih sering
ditemukan menderita stroke dibanding wanita. Usia. Resiko mengalami stroke meningkat
seiring bertambahnya usia. Resiko semakin meningkat setelah usia 55 tahun. Usia terbanyak
terkena serangan stroke adalah usia 65 tahun ke atas. Dari 2065 pasien stroke akut yang
dirawat di 28 rumah sakit di indonesia, 35,8% berusia di atas 65 tahun dan 12,9% kurang dari
45 tahun.(Feigin V., 2011)
Keturunan. Adanya riwayat keluarga yang terkena stroke meningkatkan resiko
terjadinya stroke. Ras. Stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan kematian pada ras
kulit hitam karena diduga angka kejadian hipertensi yang tinggi dan diet tinggi garam.(Feigin
V., 2011)
Faktor yang dapat dikontrol (Reversible) antara lain: hipertensi. Merupakan faktor
resiko tunggal yang paling penting untuk stroke iskemik maupun stroke perdarahan. Pada
keadaan hipertensi, pembuluh darah mendapat tekanan yang sangat besar. Jika proses tekanan
berlangsung lama, dapat menyebabkan kelemahan pada dinding pembuluh darah sehingga
menjadi rapuh dan mudah pecah. Hipertensi juga dapat menyebabkan aterosklerosis dan
penyempitan diameter pembuluh darah sehingga mengganggu aliran darah ke jaringan otak.
(Kabo, Waleleng dan Haroen, 2016)
Penyakit jantung. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan
aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada
kelainan jantung dan pembuluh darah.(Rubenstein D, Waine D, 2005)
ETIOLOGI
a. Stroke hemoragik:
- Perdarahan intraserebral: pecahnya pembuluh darah intraserebral, tumor intrakranial,
penyalahgunaan obat anti platelet dan antikoagulan, gangguan pembekuan darah,
penggunaan alkohol atau kokain, dll.
- Perdarahan subarakhnoid: ruptur aneurisma, perdarahan perimesensefalik
nonaneurisma, kondisi lainnya.
b. Stroke iskemik:
Sumbatan pembuluh darah oleh trombus atau emboli yang mengakibatkan sel otak
mengalami gangguan metabolisme, karena tidak mendapatkan suplai darah, oksigen,
dan energi.
- Trombosis : bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis, yang merupakan
penyebab paling umum dari stroke. Secara umum, trombosis tidak terjadi
secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau paresthesia
pada setengah tubuh dapat mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau
hari.
- Embolisme serebral : bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah
atau cabang- cabangnya yang merusak sirkulasi serebral .
PATOFISIOLOGI
Diawali sumbatan oleh adanya trombus atau emboli. Sel otak mengalami gangguan
metabolisme karena tidak mendapat suplai darah, oksigen dan energi. Bila proses berlanjut
akan terjadi lskemia atau menjadi Infark. Di sekeliling area sel otak yang mengalami infark
biasanya hanya mengalami gangguan perfusi sementara yang disebut area penumbra. Area Ini
dapat diselamatkan jika dilakukan perbaikan aliran darah kembali(Brashers VL., 2008)
Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari metabolisme
glukosa dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan
pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG
akan mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit
maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal
Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk
pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga
membran potensial akan menurun.K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Na dan
Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif
sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel,
tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak.
Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan,
yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100 gram / menit.(Price, 2006)
Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi enzim-
enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral yang
ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi.
Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan
perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik (Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B,
2007)
DIAGNOSA
A. Anamnesis
Gejala awal, waktu awetan, aktivitas pasien saat serangan, gejala lain seperti nyeri
kepala,mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan (hiccup),gangguan visual,penurunan
kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi, diabetes, dan lain lain)(Mansjoer A,
Suprohaita, Wardhani WI, 2003)
B. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaaan kegawatan meliputi : airway, breathing,circulation
2) Pemeriksaan tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan,suhu,Saturasi oksigen
3) Pemeriksaan fisik umum : dicari penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya stroke
seperti : kelainan jantung, DM, Dll
4) Pemeriksaan neurologis : kesadaran, fungsi luhur,saraf kranial, motorik,sensorik,
otonom, tanda rangsang meningeal, pemeriksaan refleks fisiologis dan refleks
patologis
5) Pemeriksaan skala stroke dengan NIHSS (National Institutes of HealthKit stroke
scale)
C. Pemeriksaan penunjang
1) Ct scan
2) Ekg
3) Doppler karotis
4) Doppler transkranial
5) Pemeriksaan lab : darah lengkap, GDS, fungsi ginjal (ureum, kreatinin),Actived
Partial Thrombin Time (APTT), waktu prothrombin (PT),INR, gula darah puasa, 2jam
PP,HbA1c,profil lipid,C-reactive protein (CRP), laju endap darah, dan pemeriksaan
atas indikasi seperti : enzim jantung (troponin/CKMB), serum elektrolit, analisis
hepatik dan pemeriksaan elektrolit.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik
pencitraan diantaranya yaitu :(Rakyat D, 2004)
1. CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk mendeteksi
stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT scan dapat memberi
hasil tidak memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke non
hemoragik.
2. MRI (magnetic resonance imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik
rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang peka
dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan
3. Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan gelombang
suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari kemungkinan
penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk
mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi pembuluh darah otak.
4. Angiografi otak
Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh
darah di leher dan kepala. Untuk memonitor kardioemboli dilakukan pemeriksaan
transthoracic and transoesophageal echocardiography. Biasanya dilakukan setelah 24 jam
serangan stroke
DIAGNOSA BANDING
1. Stroke Hemoragik.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut, disebabkan oleh
perdarah-an primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan
otak dibagi dua, yaitu:(Brashers VL., 2008)
a. Perdarahan Intraserebri (PIS)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya
yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang
subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri, dan vasospasme pembeluh darah serebri berakibat disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia, dan lainnya).
Dapat berupa emboli, trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan, namun iskemik
yang terjadi menimbulkan hipoksia, dan selanjutnya dapat menyebabkan edema sekunder.
Tidak ada penurunan kesadaran umum.
KOMPLIKASI
Komplikasi neurologis :
1. Edema otak
2. Transformasi hemoragik
3. Epilepsy
4. Stroke berulang
5. Delirium
PROGNOSIS
Prognosis pada stroke iskemik dipengaruhi oleh umur, penyakit sebelumnya, dan
komplikasi. Sebuah penelitian oleh Framingham dan Roschester menunjukkan adanya angka
kematian pada 30 hari setelah stroke adalah 28%, pada stroke iskemik sebesar 19%, dan
angka sintasan 1 tahun pada stroke iskemik adalah 77%.
DAFTAR PUSTAKA
Brashers VL. (2008) “Aplikasi klinis patofisologi Edisi ke-2,” jakarta ECG, hal. 273.
Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, T. Y. (2007) “Diagnosa dan tatalaksana penyakit
saraf.,” jakarta ECG, hal. 24–27.
Feigin V. (2011) “Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke,” PT
Bhuana Ilmu Populer, hal. 29.30.
Gleadle J. (2004) “Anamnesis dan pemeriksaan fisik,” : Penerbit Erlangga, hal. 176–177.
Kabo, D. R. M., Waleleng, B. J. dan Haroen, H. (2016) “Profil keganasan saluran cerna di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2014-2015,” e-CliniC, 4(2). doi:
10.35790/ecl.4.2.2016.14492.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, S. W. (2003) “Kapita selekta kedokteran,” in Kapita
selekta kedokteran, hal. 17–18.
Price, S. A. (2006) “Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-4,” jakarta
ECG, hal. 996–971.
Rakyat D, S. I. (2004) “Serangan jantung dan stroke.,” Gramedia Pustaka Utama, hal. 123–
128.
Rubenstein D, Waine D, B. J. (2005) “Kedokteran klinis Edisi ke - 6,” Erlangga, hal. 98–99.
Wibowo, Samekto, Gofir, A. (2008) “Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi
sekunder dalam farmakoterapi dalam neurologi,” Penerbit Salemba Medika, hal. 53–73.