Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

DISUSUN OLEH
Betharia Lorenza br Surbakti (203307020034)

DOSEN PEMBIMBING

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
RUMAH SAKIT UMUM ROYAL PRIMA
MEDAN
2021
BAB I
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Sabar P. Manik
Tanggal Lahir : 27 Maret 1970
Usia : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. SM Raja,Gg.Nauli No.6
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Kristen Protestan
Rekam Medis : 173892
Tanggal Masuk : 11 Desember 2021

Anamnesa
Keluhan Utama : Lemas pada anggota gerak kiri
Telaah : Pasien dibawa oleh keluarganya ke IGD RS Royal
Prima Medan dengan keluhan kelemahan anggota gerak
kiri dan berbicara celat, keluhan muncul mendadak 1
hari SMRS saat pasien bangun tidur. Gejala penyerta
lainya mual dan muntah (-), demam (-), sesak nafas (-),
BAK dan BAB dalam batas normal . Pasien memiliki
riwayat hipertensi dan riwayat penyakit diabetes.

Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi

Riwayat Pemakaian Obat : Amlodipin


Metformin
Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu memilii riwayat hipertensi dan ayah memiliki
riwayat DM

Status Present:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
TB : 160 cm
BB : 75 kg
HR : 92x/i
RR : 22x/i
TD : 180/100 mmHg
T : 36,9°C

Kepala:
Bentuk Kepala : normochephali
UUB : menutup
Rambut : Hitam, kilat, tidak mudah dicabut dan terdapat uban
Alis : simetris, hitam
Mata : reflex cahaya pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), air mata normal (basah), bitot spot (-/-), xerofthalmia (-/-), ptosis
sebelah kiri
Telinga : Simetris, perdarahan (-), sekret (-/-), serumen (-/-), nyeri tekan (-)
Hidung : Deviasi septum nasi (-), sekret (-/-), perdarahan (-/-), pernafasan
cuping hidung (-)
mulut : Mukosa bibir merah, sudut mulut jatuh kearah kiri gusi berdarah (-),
faring hiperemis (-), lidah kotor (-), lidah tertarik kesebelah kanan, tonsil
T1/T1, detritus (-), uvula ditengah.
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (sub mandibular, submentalis,
sub oksipital, servikal, post auricular, pre auricular) (-),
pembersaran tiroid (-), bull neck (-).

Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk fusiformis, retraksi dinding dada (-), pergerakan simetris
Palpasi : Pergerakan nafas simetris, stem fremitus kanan=kiri normal
Perkusi : Paru kanan sonor, paru kiri sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)

Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS IV MCL sinistra
Perkusi : batas jantung kanan pada ICS IV Parasternal dextra, batas jantung kiri
ICS IV Axila anterior sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 normal, gallop (-), murmur (+) 1/6 di ICS IV Axila anterior
sinistra
Abdomen
Inspeksi : Cembung, simetris
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : soepel, disetensi (-), defans muscular (-), turgor kulit kembali normal,
hepar tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), asites (-), meteorismus (-)

Genital
Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ektremitas
Superior : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), jari tabu (-), sianosis (-), petekie
(-)
Inferior : akral hangat CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-), petekie (-)

STATUS NEUROLOGI

Sensorium : Compos mentis, GCS 15 (E4V5M6)


Kranium :
Bentuk : Bulat
Fontanella : Tertutup
Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Transluminasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perangsangan Meningeal
Kaku Kuduk : (-)
Tanda Kernig : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)

Peninggian Tekanan Intra Kranial


Muntah : (-)
Sakit kepala : (-)
Kejang : (-)

Nervus Kranialis
Nervus I
Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia (+) (+)
Anosmia (-) (-)
Parosmia (-) (-)
Hiposmia (-) (-)

Nervus II
Oculi Dextra Oculi Sinistra
Visus Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
Lapangan Pandang
Normal : (+) (+)
Menyempit : (-) (-)
Heminanopsia : (-) (-)
Skotoma : (-) (-)
Refleks ancaman : (+) (+)
Fundus Okuli
Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
Batas : Tidak dilakukan pemeriksaan
Arteri : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vena : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekskavasio : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus III, IV, VI


Oculi Dextra Oculi Sinistra
Gerakan Bola mata : (+) (+)
Nistagmus : (-) (-)
Pupil
Lebar : ø 3 mm ø 3 mm
Bentuk : Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung : (+) (+)
Refleks cahaya tak langsung: (+) (+)
Rima palpebra : Tidak dilakukan pemeriksaan
Deviasi Konjugae : (-) (-)
Fenomena doll’s eye : Tidak dilakukan pemeriksaan
Strabismus : (-) (-)

Nervus V
Kanan Kiri
Motorik
Membuka dan menutup mulut : (+) (+)
Palpasi m.masseter dan temporalis : Lemah Normal
Kekuatan gigitan : Lemah Normal
Sensorik
Kulit : (+) (+)
Selaput lendir : (+) (+)

Refleks Kornea
Langsung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak langsung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Reflex Masseter : Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks Bersin : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus VII
Motorik
Mimik : sudut mulut jatuh kearah kiri
Kerut kening : Normal
Menutup mata : Mata tidak dapat tertutup sempurna
Memperlihatkan gigi : sudut mulut kiri tidak dapat diangkat
Tertawa : tidak terdapat smile line pada bagian kiri
Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah : Tidak dapat merasakan rasa manis
Produksi kelenjar ludah : (+)
Produksi kelenjar air mata : (+)
Hiperakusis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Reflex Stapedial : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus VIII
Auditorius
Pendengaran : Normal
Rinne Test : Tidak dilakukan pemeriksaan
Weber Test : Tidak dilakukan pemeriksaan
Schwabah test : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vestibularis
Nistagmus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Reaksi kalori : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vertigo : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tinnitus : (-)

Nervus IX, X
Palatum molle : Normal
Uvula : Medial
Disfagia : (-)
Disartria : (-)
Disfonia : (-)
Refleks Muntah : (+)
Pengecapan 1/3 belakang lidah : (+)

Nervus XI
Mengangkat Bahu : bahu sebelah kanan lemah
Fungsi m.sternocleidomastoideus : lemah pada bagian kanan

Nervus XII
Lidah
Tremor : (+)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung lidah waktu istirahat : deviasi kearah kanan
Ujung lidah waktu dijulurkan : deviasi kearah kanan

SISTEM MOTORIK
Trofi : Eutrofi
Tonus Otot : Normal
Kekuatan Motorik
Ekstremitas Superior Dextra : 22222
Ekstremitas Superior Sinistra : 55555
Ekstremitas Inferior Dextra : 11111
Ekstremitas Inferior Sinistra : 55555

Sikap (postur) : duduk ( ) berdiri ( ) berbaring ( √ )


Lenggang/Gait : Normal
Gerakan spontan abnormal :
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Ballismus : (-)
Mioklonus : (-)
Atetosis : (-)
Distonia : (-)
Spasmus : (-)
TIC : (-)
Lain-lain : (-)

TES SENSIBILITAS
Eksteroseptik : Dalam batas normal
Proprioseptik : Dalam batas normal
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
Stereognosis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Grafastenia : Tidak dilakukan pemeriksaan
REFLEKS
Refleks Fisiologis
Biceps : (N/ )
Triceps : (N/ )
Radioperiost : Tidak dilakukan pemeriksaan
APR : (N/ )
KPR : (N/ )
Strumple : Tidak dilakukan pemeriksaan

Refleks Patologis
Babinski : (-)
Chaddock : (-)
Schaefer : (-)
Gonda : (-)
Oppenheimer : (-)
Gordon : (-)
Hoffman-Tromner : (-)
Klonus Lutut : (-)
Klonus kaki : (-)
Refleks Primitif : (-)

KOORDINASI
Mimik : Normal
Tes telunjuk-telunjuk : (+)
Tes telunjuk hidung : (+)
Tes Tumit-Lutut : (+)
VERTEBRA
Bentuk : Normal (+)
Scoliosis (-) Hiperlordosis (-) Kifosis (-)
Pergerakan
Leher : Normal
Pinggang : Normal
TANDA PERANGSANGAN RADIKULER
Laseque : (+)
Cross Laseque : (+)
Lhermitte test : (-)
Naffziger test : (-)

GEJALA CEREBELLAR
Ataxia : (-)
Disartria : (-)
Tremor : (-)
Nistagmus : (-)
Fenomena Rebound : (-)
Vertigo : (-)
Dan lain-lain : (-)

GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Lain-lain : (-)

FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif : Compos mentis
Memori/ingatan
Baru : Baik
Lama : Baik
Orientasi
Diri : Baik
Tempat : Baik
Waktu : Baik
Situasi : Baik
Afasia
Ekspresif : (-)
Reseptif : (-)
Apraksia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Agnosia
Agnosia visual : (-)
Agnosia jari-jari : (-)
Akalkulia : (-)
Disorientasi kanan-kiri : (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HEMATOLOGI
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Hemoglobin 15.7 mg/dL 13.5 – 15.5
Leukosit 6.11 103/mm3 5.000 – 11.000
Laju Endap Darah - mm/jam 0 – 20
Trombosit 250 103/mm3 150000 – 450000
Hematocrit 46.7 % 30.5 – 45.0
Eritrosit 5.94 106/mm3 4.50 – 6.50
MCV 78.6 fL 75.0 – 95.0
MCH 26.4 Pg 27.0 – 31.0
MCHC 33.6 g/dL 33.0 – 37.0
RDW 15.8 % 11.50 – 14.50
PDW 15.1 fL 12.0 – 55.0
MPV 9.9 fL 6.50 – 9.50
PCT 0.04 % 0.100 – 0.500
Hitung Jenis Lekosit
Eosinofil 2.7 % 1–3
Basofil 0.7 % 0–1
Monosit 13.2 % 2–8
Neutrofil 66.6 % 50 – 70
Limfosit 16.8 % 20 – 40
LUC - % 0–4
DIABETIC
No Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
.
1. Glukosa ad random 491 mg/dL < 200

ELECTROLIT
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
1. Klorida 109.5 mEq/L 97-110
2. Kalium 1.20 mEq/L 3.2-5.5
3. Natrium 133.8 mEq/L 135-145

PROFIL LIPID
No Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
.
1. Kolestrol Total 198 mg/dl <200
2. HDL 66 mg/dl > 55
3. LDL 77 mg/dl < 100
4. Trigliserida 85 mg/dl 40-140

Pemeriksaan Radiologi

Foto toraks:
Cor : Apex jantung bergeser ke laterocaudal
Pulmo : Corakan vascular tampak normal
Tak tampak bercak/nodul pada kedua lapangan paru

Kesan : Kardiomegali

CT Scan Kepala:

Pemeriksaan MSCT kepala tanpa kontras :


Tampak lesi hipodense kecil pada sentrum semiovale kanan, koronaradiata kiri, nucleus
lentiformis kiri dan genu kapsula interna kanan
Tak tampak lesi hiperdense patologis pada parencim otak
Sulkus kortikalis dan fissura sylvii kanan kiri tampak baik
Ventrikel lateralis kanan-kiri, ventrikel III dan IV tampak baik
Sinister perimesenphalik tak menyempit
Tak tampak midline shifting
Pons dan Cerebellum baik

Kesan : Infark Lakuner pada Sentrum Semiovale Kanan, Corona Radiata Kiri, Nukleus
Lentiformis Kiri, dan Genu Kapsula Interna Kanan
Tak tampak tanda-tanda peningkatan Tekanan Intrakranial

Diagnosa :
Stroke Iskemik

Diagnosa Banding
1.
2.
3.

Penatalaksanaan :
- Injeksi Bralin 500mg/8 jam
- Injeksi Pantoprazole 40mg/hari
- Novorapid 3x10ml
- Canderin 1x8mg
- Aspilet 1x320mg
- Clopidogrel 75mg 1x1
- Lipitor 20mg 1x1
- Neurodex 2x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Stroke merupakan defisit neurologis mendadak akibat gangguan suplai darah ke SSP.
Patologi mendasari stroke biasanya perdarahan atau tromboemboli. Insidensinya sebesar
0,2% populasi per tahun dan meningkat menjadi 1% pada orang berusia di atas 75 tahun.
Onset defisit biasanya mendadak dan seringkali berhubungan dengan area otak yang disuplai
oleh pembuluh dara spesifik.(Gleadle J., 2004)

Jika defisit hilang sepenuhnya dalam 24 jam, maka disebut TIA. Defisit berkisar
mulai dari ringan sampai koma dalam yang tidak spesifik, tergantung dari area SSP yang
terkena. Duapertiga stroke terjadi di negara berkembang. 80% menderita stroke iskemik, 20%
menderita stroke hemoragik. Insiden meningkat seiring bertambahnya usia.(Gleadle J., 2004)

EPIDEMIOLOGI

Penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat; 10,6% dari semua kematian, 600.000
stroke/tahun. 75% dari stroke adalah stroke iskemik. Inseden per tahun adalah 2/ 1000
populasi. Resiko meningkat dengan pertambahan usia. Berhubungan erat dengan penyakit
arteri koroner; keduanya memiliki banyak faktor resiko yang sama antara lain: hipertensi
terutama yang sistolik adalah faktor resiko paling penting yang bisa dimodifikasi. Merokok
meningkatkan risiko 2 sampai 3 kali lipat. Faktor lain meliputi usai 67 tahun, diabets,
hiperlipidemia, jenis kelamin pria atau wanita setelah menopause, riwayat keluarga, ras
Amerika keturunan Afrika, dan infark miokard yang baru.(Gleadle J., 2004; Feigin V., 2011)

FAKTOR RESIKO

Faktor yang tidak dapat dikontrol antara lain: jenis kelamin, pria lebih sering
ditemukan menderita stroke dibanding wanita. Usia. Resiko mengalami stroke meningkat
seiring bertambahnya usia. Resiko semakin meningkat setelah usia 55 tahun. Usia terbanyak
terkena serangan stroke adalah usia 65 tahun ke atas. Dari 2065 pasien stroke akut yang
dirawat di 28 rumah sakit di indonesia, 35,8% berusia di atas 65 tahun dan 12,9% kurang dari
45 tahun.(Feigin V., 2011)
Keturunan. Adanya riwayat keluarga yang terkena stroke meningkatkan resiko
terjadinya stroke. Ras. Stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan kematian pada ras
kulit hitam karena diduga angka kejadian hipertensi yang tinggi dan diet tinggi garam.(Feigin
V., 2011)

Faktor yang dapat dikontrol (Reversible) antara lain: hipertensi. Merupakan faktor
resiko tunggal yang paling penting untuk stroke iskemik maupun stroke perdarahan. Pada
keadaan hipertensi, pembuluh darah mendapat tekanan yang sangat besar. Jika proses tekanan
berlangsung lama, dapat menyebabkan kelemahan pada dinding pembuluh darah sehingga
menjadi rapuh dan mudah pecah. Hipertensi juga dapat menyebabkan aterosklerosis dan
penyempitan diameter pembuluh darah sehingga mengganggu aliran darah ke jaringan otak.
(Kabo, Waleleng dan Haroen, 2016)

Tabel 1. Faktor Resiko Stroke.

Penyakit jantung. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan
aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada
kelainan jantung dan pembuluh darah.(Rubenstein D, Waine D, 2005)

Kolesterol tinggi atau hiperkolesterolemia Hiperkolesterolemia dapat menyebabkan


aterosklerosis. Aterosklerosis berperan dalam menyebabkan penyakit jantung koroner dan
stroke itu sendiri.(Rubenstein D, Waine D, 2005)

Diabetes Melitus. Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu


terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya
serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang
terjadi pada pembuluh darah serebral.(Rubenstein D, Waine D, 2005; Feigin V., 2011)
Stress Emosional. Seseorang yang sering mengalami stres emosional juga dapat
mempengaruhi kondisi fisiknya. Stres dapat merangsang tubuh mengeluarkan hormon-
hormon yang mempengaruhi jantung dan pembuluh darah sehingga berpotensi meningkatkan
resiko serangan stroke.(Rubenstein D, Waine D, 2005)

Merokok. Perokok lebih rentan mengalami stroke dibandingkan bukan perokok.


Nikotin dalan rokok membuat jantung bekerja keras karena frekuensi jantung dan tekanan
darah meningkat. Nikotin  juga mengurangi kelenturan arteri serta dapat menimbulkan
aterosklerosis. Aktivitas yang tidak sehat. Kurang olahraga, makanan berkolesterol.
(Rubenstein D, Waine D, 2005)

ETIOLOGI

a. Stroke hemoragik:
- Perdarahan intraserebral: pecahnya pembuluh darah intraserebral, tumor intrakranial,
penyalahgunaan obat anti platelet dan antikoagulan, gangguan pembekuan darah,
penggunaan alkohol atau kokain, dll.
- Perdarahan subarakhnoid: ruptur aneurisma, perdarahan perimesensefalik
nonaneurisma, kondisi lainnya.
b. Stroke iskemik:
Sumbatan pembuluh darah oleh trombus atau emboli yang mengakibatkan sel otak
mengalami gangguan metabolisme, karena tidak mendapatkan suplai darah, oksigen,
dan energi.
- Trombosis : bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis, yang merupakan
penyebab paling umum dari stroke. Secara umum, trombosis tidak terjadi
secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau paresthesia
pada setengah tubuh dapat mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau
hari.
- Embolisme serebral : bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah
atau cabang- cabangnya yang merusak sirkulasi serebral .
PATOFISIOLOGI

Diawali sumbatan oleh adanya trombus atau emboli. Sel otak mengalami gangguan
metabolisme karena tidak mendapat suplai darah, oksigen dan energi. Bila proses berlanjut
akan terjadi lskemia atau menjadi Infark. Di sekeliling area sel otak yang mengalami infark
biasanya hanya mengalami gangguan perfusi sementara yang disebut area penumbra. Area Ini
dapat diselamatkan jika dilakukan perbaikan aliran darah kembali(Brashers VL., 2008)

Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari metabolisme
glukosa dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan
pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG
akan mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit
maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal

Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk
pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga
membran potensial akan menurun.K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Na dan
Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif
sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel,
tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak.
Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan,
yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100 gram / menit.(Price, 2006)

Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi enzim-
enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral yang
ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi.
Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan
perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik (Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B,
2007)
DIAGNOSA
A. Anamnesis
Gejala awal, waktu awetan, aktivitas pasien saat serangan, gejala lain seperti nyeri
kepala,mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan (hiccup),gangguan visual,penurunan
kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi, diabetes, dan lain lain)(Mansjoer A,
Suprohaita, Wardhani WI, 2003)
B. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaaan kegawatan meliputi : airway, breathing,circulation
2) Pemeriksaan tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan,suhu,Saturasi oksigen
3) Pemeriksaan fisik umum : dicari penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya stroke
seperti : kelainan jantung, DM, Dll
4) Pemeriksaan neurologis : kesadaran, fungsi luhur,saraf kranial, motorik,sensorik,
otonom, tanda rangsang meningeal, pemeriksaan refleks fisiologis dan refleks
patologis
5) Pemeriksaan skala stroke dengan NIHSS (National Institutes of HealthKit stroke
scale)
C. Pemeriksaan penunjang
1) Ct scan
2) Ekg
3) Doppler karotis
4) Doppler transkranial
5) Pemeriksaan lab : darah lengkap, GDS, fungsi ginjal (ureum, kreatinin),Actived
Partial Thrombin Time (APTT), waktu prothrombin (PT),INR, gula darah puasa, 2jam
PP,HbA1c,profil lipid,C-reactive protein (CRP), laju endap darah, dan pemeriksaan
atas indikasi seperti : enzim jantung (troponin/CKMB), serum elektrolit, analisis
hepatik dan pemeriksaan elektrolit.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik
pencitraan diantaranya yaitu :(Rakyat D, 2004)

1.  CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk mendeteksi
stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT scan dapat memberi
hasil tidak memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke non
hemoragik.
2.  MRI (magnetic resonance imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik
rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang peka
dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan
3.      Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan gelombang
suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari kemungkinan
penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk
mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi pembuluh darah otak.
4. Angiografi otak
Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh
darah di leher dan kepala. Untuk memonitor kardioemboli dilakukan pemeriksaan
transthoracic and transoesophageal echocardiography. Biasanya dilakukan setelah 24 jam
serangan stroke

Setelah dilakukan pemeriksaan CT-Scan atau ASGM, untuk mengetahui severitas


stroke dan prognosis stroke dilakukan pemeriksaan Skala Stroke Gadjah Mada (SSGM), yang
diuji reliabilitas dan validitasnya (grade I).

Beberapa pemeriksaan rutin darah dikerjakan untuk mengindetifikasi kelainan


sistemik yang dapat menyebabkan terjadi stroke atau untuk melakukan pengobatan spesifik
pada stroke. Pemeriksaan tersebut adalah kadar gula darah, elektrolit, haemoglobin, angka
eritosit, angka leukosit, waktu protrombin, activated partial thrombopalstin time, fungsi
hepar dan fungsi ginjal. Pemeriksaan analisis gas darah dilakukan apabila dicurigai ada
hipoksia.
Pemeriksaan cairan otak dilakukan apabila dicurigai stroke perdarahan subarakhnoid
dan pada pemeriksaan CT-Scan tidak terlihat ada perdarahan subarakhnoid. Pada penderita
tertentu dilakukan pemeriksaan tambahan.

Pemeriksaan kardiovaskuler klinis dan pemeriksaan 12-lead ECG harus dikerjakan


pada semua penderita stroke. Biasanya dilakukan selama 48 jam sejak kejadian stroke.
Kelainan jantung sering terjadi pada penderita stroke dan penderita dengan kondisi gangguan
jantung akut harus segera ditanggulangi. Fibrilasi atrial, sangat potensial untuk terjadi stroke,
dapat terdeteksi awal. Monitor jantung sering dilakukan setelah terjadi stroke untuk menapis
aritmia jantung serius.(Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, 2007; Feigin V., 2011)

DIAGNOSA BANDING

Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi:

1. Stroke Hemoragik.

Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subaraknoid. Disebabkan


oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien
umumnya menurun.(Rakyat D, 2004)

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut, disebabkan oleh
perdarah-an primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan
otak dibagi dua, yaitu:(Brashers VL., 2008)
a. Perdarahan Intraserebri (PIS)

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi


mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebri yang disebabkan hipertensi serimg dijumpai di daerah putamen, talamus,
pons, dan serebellum.
b. Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya
yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang
subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri, dan vasospasme pembeluh darah serebri berakibat disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia, dan lainnya).

2. Stroke Non Hemoragik

Dapat berupa emboli, trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan, namun iskemik
yang terjadi menimbulkan hipoksia, dan selanjutnya dapat menyebabkan edema sekunder.
Tidak ada penurunan kesadaran umum.

Tabel 2. Perbedaan PSA dan PIS.

Tabel 3. Perbedaan Stroke Hemorgaik dan Stroke Non Hemoragik


PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Umum
1) Pemberian Oksigen
2) Perbaiki jalan napas
3) Elevasi kepala 30°
4) Stabilisasi Hemodinamik : pemberian infus cairan kristaloid atau koloid
5) Pengendalian tekanan intracranial: berikan manitol jika perlu . Dosis mannitol 0,25-
0,5 gr/kgBB selama > 20 menit,diulangi setiap 4-6 jam dengan trget osmolaritas
6) Pengendalian kejang : berikan diazepam jika diperlukan. Diazepam IV bolus lambat
5-20 mg diikuti oleh fentoin bolus 15-20 mg/kg dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit.
7) Pengendalian suhu tubuh : berikan antipiretik bila demam
8) Manajemen Nutrisi
9) Mencegah dan mengatasi Komplikasi

Tata Laksana Umum Lainnya


a. Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar glukosa
darah > 180 mg/ dL) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi insulin. Target yang
harus dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia berat (<60 mg/ dL) harus diobati
dengan dekstrosa 40% intravena atau infus glukosa 10- 20%.
b. Jika gelisah, lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor
tranquilizer seperti benzodiazepin short acting atau profol.
c. Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi.
d. Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi (pendarahan lambung).
e. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lendir atau memandikan pasien karena
dapat mempengaruhi tekanan intrakranial.
f. Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernapasan stabil.
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermitten.
h. Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemeriksaan laboratorium, MRI, duplex
carotid sonography, transcranial Doppler, TTE, TEE, dan lain-lain sesuai indikasi.

Terapi Spesifik Stroke Iskemik


1) Trombolisis dengan rTPA (Alteplase)
- Pemberian IV rtPA dosis 0,6 -0,9 mg/kgBB. 10% dari dosis total diberikan sebagai
bolus inisial dalam 1 menit, dan sisanya diberikan sebagai infus selama 60 menit,
terapi tersebut harus diberikan dalam rentang waktu 4,5 jam dari onset
- Turunkan tekanan darah < 185/110 mmHg sebelum pemberian fibrinolitik
- Di samping komplikasi perdarahan, harus diperhatikan efek samping lain yang
mungkin terjadi angioderma yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas.
- Tekanan darah dipertahankan < 180/105 mmHg selama 24 jam pertama post
pemberian alteplase
- Keluaran terbaik terkait dengan kecepatan waktu antar onset dan reperfusi , dengan
target
Tatalaksana hipertensi arterial pada stroke iskemik akut yang akan diberikan rtPA
a. Infus nikardipin 5 mg/ jam , apabila 5-15 menit tekanan darah belum responsive,
naikkan dosis nikardipin drip 2,5 mg/jam hingga maksimum 15 mg / jam, saat
tekanan darah yang diinginkan tercapai, dosis dapat disesuaikan untuk menjaga
tekanan darah stabil
b. Bila tekanan darah tidak turun dan tetap > 185/110 mmHg, jangan berikan rtPA
intravena
Tatalaksana hipertensi selama atau setelah diberikan rtPA
a. Monitor tekanan darah tiap 15 menit pada 2 jam pertama,monitor tekanan darah tiap
30 menit selama 6 jam berikutnya, kemudian setiap selama 16 jam
b. Apabila tekanan darah saat setelah pemberian rtPA meningkat maka dosis dapat
disesuaikan dengan menigkatkan dosis nikardipin 2,5 mg tiap 5 – 15 menit sampai
mencapai dosis maksimal 15 mg/jam.

2) Tata laksana hipertensi pada stroke iskemik


- Pada pasien stroke iskemik akut, penurunan tekanan darah dilakukan segera
apabila terdapat komorbid (sindrom koroner akut, gagal jantung akut, diseksi
aorta, post fibrinolisis simptomatik ICH, atau preeklampsia/ eklampsia). Target
penurunan tekanan darah = 15%.
- Pada pasien dengan tekanan darah > 220/120 mmHg yang tidak mendapatkan
terapi alteplase IV atau trombektomi mekanik dan tidak memiliki kondisi
komorbid, dapat diberikan terapi obat antihipertensi dengan target penurunan
tekanan darah 15% dalam 24 jam pertama sejak onset stroke.
3) Pemberian anti agregasi trombosit
- Aspirin dosis 160-300 mg diberikan 24-48 jam setelah onset. Pada pasien yang
mendapat rtPA (Arteplase), pemberian aspirin umumnya ditunda sampai 24 jam
setelah terapi, kecuali jika diketahui penundaan aspirin menimbulkan risiko.
- Pada pasien stroke iskemik minor nonkardioembolik (skor NIHSS < 3), yang
tidak mendapatkan terapi alteplase IV, terapi dengan dual anti platelet (aspirin
dan clopidogrel) dimulai setelah 24 jam setelah onset dan dilanjutkan hingga 21
hari, efektif mengurangi stroke iskemik rekuren dalam jangka periode hingga 90
hari setelah onset.
Pemberian clopidogrel dikombinasikan bersama aspirin 21 hari dan dilanjutkan
dengan pemberian clopidogrel saja hingga 3 bulan. Dosis aspirin 75 mg selama
21 hari. Dosis inisial clopidogrel 300 mg dilanjutkan 75 mg/hari selama 90 hari.
4) Anti koagulan
- Pemberian antikoagulan segera tidak disarankan untuk pasien stroke iskemik akut
termasuk pasien dengan stenosis berat.
5) Rehabilitasi medik
6) Terapi endovaskular: trombektomi mekanik dengan stent retriever jika pasien
memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Skor mRS prestroke 0 sampai 1.
- Stroke disebabkan karena oklusi pada arteri karotis interna atau arteri serebri media
cabang proksimal.
- Usia ≥18 tahun.
- Terapi dapat dimulai (puncture) dalam 6 jam setelah onset stroke.
- Skor NIHSS 6 tahun ke atas.
- Skor ASPECTS 6 tahun ke atas.
Pasien yang akan dilakukan trombektomi endovaskular harus tetap diberikan terapi
trombolisis intravena lebih dulu apabila tata laksananya di bawah 6 jam. Target dari
trombektomi adalah reperfusi yang setara dengan modified thrombolysis in cerebral
infarction (mTICI) 2b/3 untuk mendapatkan luaran klinis yang baik.
7) Terapi bedah
Ventriculostomy atau bedah dekomperesi direkomendasikan sebagai terapi
hidrosefalus obstruktif pada infark serebelli besar yang menekan batang otak dengan
mempertimbangkan luas infark, kondisi neurologis, penekanan batang otak, dan
penggunaan obat. (Wibowo, Samekto, Gofir, 2008)

KOMPLIKASI
Komplikasi neurologis :
1. Edema otak
2. Transformasi hemoragik
3. Epilepsy
4. Stroke berulang
5. Delirium

PROGNOSIS
Prognosis pada stroke iskemik dipengaruhi oleh umur, penyakit sebelumnya, dan
komplikasi. Sebuah penelitian oleh Framingham dan Roschester menunjukkan adanya angka
kematian pada 30 hari setelah stroke adalah 28%, pada stroke iskemik sebesar 19%, dan
angka sintasan 1 tahun pada stroke iskemik adalah 77%.
DAFTAR PUSTAKA
Brashers VL. (2008) “Aplikasi klinis patofisologi Edisi ke-2,” jakarta ECG, hal. 273.
Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, T. Y. (2007) “Diagnosa dan tatalaksana penyakit
saraf.,” jakarta ECG, hal. 24–27.
Feigin V. (2011) “Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke,” PT
Bhuana Ilmu Populer, hal. 29.30.
Gleadle J. (2004) “Anamnesis dan pemeriksaan fisik,” : Penerbit Erlangga, hal. 176–177.
Kabo, D. R. M., Waleleng, B. J. dan Haroen, H. (2016) “Profil keganasan saluran cerna di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2014-2015,” e-CliniC, 4(2). doi:
10.35790/ecl.4.2.2016.14492.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, S. W. (2003) “Kapita selekta kedokteran,” in Kapita
selekta kedokteran, hal. 17–18.
Price, S. A. (2006) “Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-4,” jakarta
ECG, hal. 996–971.
Rakyat D, S. I. (2004) “Serangan jantung dan stroke.,” Gramedia Pustaka Utama, hal. 123–
128.
Rubenstein D, Waine D, B. J. (2005) “Kedokteran klinis Edisi ke - 6,” Erlangga, hal. 98–99.
Wibowo, Samekto, Gofir, A. (2008) “Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi
sekunder dalam farmakoterapi dalam neurologi,” Penerbit Salemba Medika, hal. 53–73.

Anda mungkin juga menyukai