Anda di halaman 1dari 3

Berikut bahasan mengenai karakteristik stabilitas masing-masing vitamin dan interaksinya dengan

vitamin yang lain ataupun bahan tambahan tertentu:


Vitamin A
Sensitif terhadap oksidasi udara, bahkan dalam kondisi padat, terutama dalam bentuk alkoholnya.
Proses oksidasi ini, terutama dalam bentuk larutan, dikatalisis oleh logam seperti Fe dan Cu.
Mengalami inaktivasi sinar ultraviolet. Retinil propionat memiliki sensitivitas lebih tinggi
terhadap cahaya dibandingkan retinil palmitat.
Stabil dalam kondisi basa. Stabilitas meningkat seiring peningkatan pH.
Pada pH di bawah 6, vitamin A mengalami isomerisasi. Pada retinil palmitat, isomerisasi terjadi
hingga tercapai kesetimbangan rasio 2:1 antara all-trans retinil palmitat dan isomer cis-nya.
Bentuk isomer cis memiliki aktivitas yang lebih rendah dari bentuk all-trans.
Vitamin D
Memiliki karakteristik stabilitas yang mirip vitamin A, tetapi lebih stabil.
Ergocalciferol dalam bentuk sediaan padat dan cair dapat mengalami isomerisasi karena asam
askorbat, asam folat, thiamin hidroklorida, dan piridoksin hidroklorida. Niasinamid dan kalsium
pantotenat tidak menyebabkan isomerisasi. Hasil isomerisasi ini antara lain isotakhisterol,
prekalsiferol, dan isokalsiferol.
Pemanasan atau asam lemah dapat mengubah menjadi 5,6-trans dan bentuk tidak aktif lainnya.
Vitamin E
Tokoferol bebas sangat sensitif terhadap oksidasi, terutama dalam kondisi basa, dengan
membentuk warna gelap saat dipapar oksigen. Oksidasi ini dikatalisis oleh garam logam seperti Fe
dan Cu, cahaya, serta dipercepat dengan asam lemak poli-tak-jenuh.
Sangat tahan terhadap kondisi asam dan (hanya di bawah kondisi anaerob) kondisi basa.
Ester asetat sangat stabil, sehingga tidak memiliki efek antioksidan, kecuali dihidrolisis dulu
secara saponifikasi.
Vitamin K
Stabil terhadap panas, udara, dan asam, tetapi tidak stabil dalam terhadap basa kuat.
Mengalami peruraian di bawah paparan cahaya.
Dapat mengalami reduksi, misalnya dengan natrium bisulfit, tetapi dapat direoksidasi dengan
bahan pengoksidasi lemah.
Vitamin B1 (Thiamin)
Stabilitas menurun seiring peningkatan pH.
Sensitif terhadap bahan pengoksidasi dan pereduksi. Bahan pereduksi seperti natrium sulfit
menyebabkan degradasi vitamin B1 sehingga dihindari pemakaiannya produk yang mengandung
vitamin ini. Demikian juga penggunaan gula pereduksi.
Interaksi dengan vitamin B2 (riboflavin) dalam larutan membentuk thiokrom, yang menyebabkan
larutan berwarna coklat dan terbentuk endapan. Sebaliknya, riboflavin terdegradasi menjadi
kloroflavin, yang juga dapat membentuk endapan. Pembentukan thiokrom dapat dicegah dengan
penambahan asam askorbat, tetapi dapat berakibat peningkatan pembentukan kloroflavin.
Interaksi antara thiamin dan riboflavin diperkuat dengan adanya niasinamid.
Thiamin menyebabkan degradasi asam folat pada pH antara 5,9 dan 6,9 dalam larutan. Pemecahan
asam folat ini dipercepat dengan keberadaan hasil urai thiamin.
Hasil urai thiamin secara perlahan menyebabkan peruraian sianokobalamin. Laju degradasi ini
dipercepat dengan keberadaan niasinamid. Interaksi dapat dihambat dengan penambahan feri
klorida.
Vitamin B2 (Riboflavin)
Sensitif terhadap cahaya, terutama dalam bentuk larutan. Di bawah pengaruh cahaya, dalam
kondisi asam dan netral, dapat terbentuk lumikrom, sedangkan dalam kondisi basa membentuk
lumiflavin. Reaksi degradasi ini dipercepat oleh panas.
Sensitif terhadap bahan pereduksi, termasuk gula pereduksi.
Interaksi dengan thiamin telah dibahas di atas.
Niasinamid dapat meningkatkan kelarutan melalui pembentukan kompleks.
Di bawah paparan cahaya dan adanya air, keberadaan riboflavin dapat menyebabkan degradasi
asam folat. Reaksi degradasi meningkat cepat pada pH 6,5 dan dapat diperlambat pada pH di
bawah 5, atau dalam kondisi terlindung dari cahaya dan kelembaban.
Riboflavin menjadi katalis dekomposisi aerobik asam askorbat. Interaksi ini dapat dicegah dengan
melindungi produk dari cahaya dan oksigen. Keberadaan niasinamid mempercepat peruraian.
Vitamin B3 (Niasin atau Niasinamid)
Merupakan vitamin yang relatif stabil dan jarang menunjukkan masalah stabilitas.
Niasinamid dapat mengalami hidrolisis menjadi niasin pada pH di bawah 4 dan di atas 8.
Lebih banyak menyebabkan peningkatan interaksi antarvitamin yang lain.
Dapat membentuk kompleks berwarna kuning dengan vitamin C (Cartensen, 2001), yang tertutupi
dengan keberadaan vitamin A dan B2.
Dapat merusak struktur gelatin, sehingga kombinasi niasinamid dengan serbuk kering tersalut
gelatin dapat menyebabkan pelepasan bahan yang tersalut dan mempengaruhi stabilitasnya.
Selain meningkatkan kelarutan riboflavin dan asam folat, niasinamid juga dapat meningkatkan
kelarutan senyawa lain melalui kompleksasi, antara lain parasetamol (Hamza dan Paruta, 1985),
diazepam, griseofulvin, progesteron, 17beta-estradiol, testosteron (Rasool et al, 1991), moricizin
(Hussain et al, 1993), nifedipin (Suzuki dan Sunada, 1998).
Vitamin B5 (Asam Pantotenat)
Asam pantotenat bersifat sangat higroskopis, terutama dl-kalsium pantotenat.
Tidak stabil dalam suasana asam. Stabilitas maksimum pada pH 6-7.
Mengalami dekomposisi secara hidrolisis. Untuk sediaan cair dan semisolida, bentuk
provitaminnya, yaitu dexpantenol, dipilih untuk digunakan. Stabilitas pantenol yang lebih pada pH
di bawah 5 memberikan keuntungan dalam formulasi produk multivitamin.
Vitamin B6 (Piridoksin)
Merupakan vitamin yang relatif stabil.
Dalam bentuk larutan, sensitif terhadap cahaya.
Vitamin B7 (Biotin)
pH optimum untuk stabilitas larutan biotin antara 5 dan 8.
Tidak sensitif terhadap bahan pengoksidasi lemah (misalnya, udara), bahan pereduksi, dan cahaya
tampak.
Dapat dipengaruhi oleh bahan pengoksidasi kuat, sinar ultraviolet, dan asam.
Asam Folat atau Asam Pteroilglutamat
Stabil pada pH optimum antara 6,0 dan 9,8. Tidak stabil pada pH di bawah 5.
Tidak stabil dalam bentuk larutan akibat hidrolisis yang menghasilkan pterinkarbaldehid dan asam
p-aminobenzoilglutamat.
Kelarutan asam folat dapat ditingkatkan oleh niasinamid.
Sensitif terhadap bahan pereduksi (seperti asam askorbat), bahan pengoksidasi, dan cahaya,
terutama dalam bentuk larutan.
Vitamin B12 (Sianokobalamin)
Mengalami fotodegradasi secara cepat.
pH optimal antara 4 dan 5.
Untuk sediaan parenteral mulvitamin, pH optimal 5,8. Namun, overage hingga lebih dari 5% dan
suhu penyimpanan 2-8°C diperlukan untuk meningkatkan masa edar (Monajjemzadeh et al, 2014).
Pemakaian overage yang terlalu tinggi, terutama dengan alasan stabilitas, umumnya tidak bisa
diterima (FDA, 2009).
Larutan sianokobalamin sensitif suhu.
Sensitif terhadap bahan pengoksidasi dan bahan pereduksi.
Mengalami dekomposisi dengan adanya thiamin dan hasil degradasinya. Reaksi ini diperparah
dengan adanya niasinamid, tetapi dapat diperlambat oleh garam besi (III).
Vitamin B2 berperan sebagai sensitiser dalam fotolisis vitamin B12 (Ahmad et al, 2012).
Inkompatibel dengan vitamin C. Degradasi minimum diperoleh pada pH 1 dan perusakan
meningkat seiring peningkatan pH hingga maksimum pada pH 7. Ion Cu meningkatan
kemampuan asam askorbat untuk merusak sianokobalamin. Vitamin B12 juga dirusak oleh asam
dehidroaskorbat.
Larutan dekstrosa dan sukrosa menyebabkan penurunan kadar vitamin B12 dalam larutan.
Dekstrosa lebih merusak daripada sukrosa. Sorbitol dan gliserin kompatibel dengan vitamin B12
(Barr et al, 1957)
Vitamin C (Asam Askorbat)
Mengalami dekomposisi melalui dua jalur utama, dengan melibatkan pembentukan asam
dehidroaskorbat. Jalur pertama adalah hidrolisis anaerobik, yang menghasilkan karbondioksida
dan furfural, yang lebih lanjut membentuk produk berwarna cokelat. Jalur kedua adalah degradasi
aerob, berupa oksidasi membentuk asam oksalat.
Stabil terhadap udara dalam bentuk kering.
Cu dan Fe menjadi katalsis dekomposisi asam askorbat. Paling tidak stabil pada pH 4 dengan
adanya ion logam.
Dalam perbandingan efek glukosa, sukrosa, dan sorbitol terhadap stabilitas vitamin C, ditemukan
bahwa stabilitas paling buruk terjadi pada penggunaan glukosa, pada larutan dengan pH antara 4,5
dan 7,0.
Karboksimetilselulosa dan/atau tragakan menurunkan stabilitas vitamin C dalam larutan oral.
pH stabilitas optimum antara 5,5 dan 6,5.
Asam dehidroaskorbat dapat bereaksi dengan beberapa asam amino membentuk produk berwarna
cokelat

Anda mungkin juga menyukai