Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH WAWASAN KEMARITIMAN

“LINGKUNGAN MARITIM”

OLEH :

NAMA : KASMA WATI

NIM : J1A121277

KELAS : E

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
tentang Pemanfatan Lingkungan Maritim ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Dosen mata
kuliah Wawasan Kemaritiman yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai dampak yang ditimbulkan dari sampah, dan
juga bagaimana membuat sampah menjadi barang yang berguna. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran.

Kendari, 20 November
2021

KASMA WATI
BAB I

PENDAHULUN

1.1 Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan dengan 80 % wilayah laut dan 20 % wilayah darat,


potensi ancaman terhadap kedaulatan dan wilayah Indonesia berada di laut. Presentase
ancaman ini menjadi semakin tinggi karena posisi geografi Indonesia berada pada lalu
lintas perdagangan dunia. Setiap hari ratusan bahkan ribuan kapal baik kapal dagang
maupun militer melintas di perairan Indonesia melalui Sea Lanes of Communication
(SLOC) serta Sea Lines of Oil Trade (SLOT). Laut Indonesia memiliki arti yang
sangat penting bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu, laut sebagai
media pemersatu bangsa, laut sebagai media perhubungan, laut sebagai media sumber
daya, laut sebagai media pertahanan dan keamanan, serta laut sebagai media
diplomasi. Konsep pemikiran tersebut sangat diperlukan bangsa Indonesia agar tidak
menjadikan dan menganggap laut sebagai rintangan, kendala atau hambatan
sebagaimana dihembuskan oleh pihak-pihak asing yang tidak menginginkan kemajuan
bagi bangsa dan negara Indonesia.

Sesungguhnya sejak jaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, bangsa Indonesia


merupakan bangsa berjiwa bahari yang memiliki filosofi "hidup dengan dan dari laut".
Pada jaman kedua kerajaan tersebut, kebudayaan maritim dan arus perdagangan di laut
mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini dilaksanakan pula oleh Belanda yang
menjajah dan menguasai bumi nusantara. Para penjajah, selalu mengedepankan
ambisinya dengan memperluas perdagangan rempah-rempah dari hasil pertanian yang
ketika itu yang dikirim melalui armada laut ke negaranya. Hanya penjajah yang
memiliki kewenangan mengendalikan laut, sedangkan bangsa kita tidak
diperkenankan mendalami ilmu-ilmu kelautan. Berbagai upaya dilakukan oleh
penjajah untuk menghilangkan keterampilan bahari agar dapat melunturkan jiwa dan
visi maritim bangsa Indonesia saat itu.
Setelah era kemerdekaan, bangsa Indonesia mulai menata kembali untuk bisa
mengembalikan jiwa kebaharian dan melaksanakan pembangunan kelautan, meskipun
belum maksimal. Hal ini didasari pada kesadaran akan ancaman yang mungkin timbul
karena faktanya bahwa wilayah laut merupakan wilayah terbuka, maka dengan
leluasa kekayaan laut Indonesia berpotensi untuk dimanfaatkan bangsa lain tanpa ada
kemampuan untuk melindunginya.
Perkiraan ancaman dan gangguan lainnya yang mungkin dihadapi Indonesia ke
depan antara lain meliputi kejahatan lintas negara (misalnya penyeludupan,
pelanggaran ikan ilegal), pencemaran dan perusakan ekosistem, imigrasi gelap,
pembajakan/perampokan, aksi radikalisme, konflik komunal dan dampak bencana
alam.
Mencermati dinamika konteks tersebut di atas, maka dilaksanakannya
Perumusan Kebijakan Kebijakan Strategi Pengamanan Wilayah Nasional, yang
bertujuan untuk merumuskan kebijakan strategi pengamanan wilayah nasional,
terutama laut, sebagai negara kepulauan yang mempunyai posisi geostrategis sangat
unggul di lintasan jalur pelayaran manca negara. Sasaran yang ingin dicapai dari
perumusan kebijakan ini adalah tersusunnya kebijakan strategi pengamanan wilayah
nasional, yang dapat dijadikan masukan dalam perumusan operasional strategi
pertahanan keamanan dan pengembangan wilayah Negara maritime yang tangguh .

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakangb di atas, maka dapat di rumuskan masalah yaitu:

1. Apa yang dimaksud dengan lingkungan maritime ?

2. Apa saja produk dari International Maritime Organization ?

3. Bagaimana upaya-upaya meningkatkan keselamatan dan mengurangi


pencemaran laut ?
1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari pe,buatan makalah ini yaitu:

1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian lingkungan maritime

2. Mahasiswa dapat mengetahui Produk-produk dari International Maritim


Organization

3. Mahasiswa dapat mengetahui PP No. 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan


Lingkungan Maritim

4. Mahasiswa dapat menguraikan upaya-upaya meningkatkan keselamatan dan


mengurangi pencemaran laut

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu agar kita dapat mengetahui bahwa
lingkungan maritim itu sangat penting untuk kita ketahui.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Lingkungan Maritim

Pada dasarnya batas lingkungan maritim suatu negara adalah artifisial karena
pencemaran yang terjadi disuatu negara akan dirasakan juga oleh negara yang
berbatasan laut. Tumpahan minyak dari kapal tanker akan mencemari pula perairan
negara lain yang berbatasan. Seperti sudah dikenal sebelumnya konsep tentang
pencemaran oleh tindakan manusia dapat dibedakan atas dua macam yakni :
1. Pollution Pay Principles
Prinsip ini secara tidak langsung memberi hak kepada pencemar untuk
melakukan pencemaran asalkan membayar kompensasinya. Dalam lingkungan
bisnis maritim konsep ini sudah mulai ditinggalkan, pengenaan denda lebih
dianggap sebagai hukuman bukan sebagai kompensasi
2. Pollution Prevention Pays
Pada konsep ini pencemaran harus dicegah secara proaktif, untuk itu perlu
pengerahan dana untuk mencegah terjadinya pencemaran. Konsep inilah yang
dikembangkan oleh IMO dalam konvensi-konvensi internasional tentang
pencegahan pencemaran lingkungan maritim seperti keharusan membuat
konstruksi Double Hull dan Segragated Ballast Tank untuk kapal tanker
minyak mentah.

Kalau kita tinjau apa yang dikemukakan oleh Naes (1989) tentang ekofilosofi
yang membedakan dua kelompok pencinta lingkungan hidup.Penganut ekologi
dangkal (diarahkan kepada kepentingan negara barat/maju semata) dan penganut
ekologi mendalam, kelompok ini berpendapat manusia adalah bahagian integral dari
alam kehidupan dan makhluk hidup mempunyai hak yang sama.
Dalam menyiasati lingkungan maritim global teori ini memang ada benarnya,
negara-negara maju/barat terlihat lebih banyak berfikir untuk kepentingan regional
negara-negaranya sendiri. Sebagai contoh kecelakaan kapal Torey Canyon di Alaska
telah membuat para pemikir disana untuk mengharuskan semua kapal yang memasuki
wilayah Amerika dengan konstruksi double hull. Begitu juga dengan kasus lainnya
negara-negara barat dengan mudahnya mengambil keputusan untuk membuang limbah
nuklirnya ke kawasan Pasifik dan tidak di Atlantik misalnya. Kalau kita bandingkan
kecelakaan tanker yang terjadi diselat Malaka beberapa waktu yang lalu, suatu lintasan
laut terpadat di dunia belum membuat negara-negara maju/barat untuk berbuat sesuatu
untuk melindungi kawasan tersebut. Contoh-contoh diatas merupakan pembenaran
dari teori ekologi dangkal dari Naes.
Dalam dunia maritim persyaratan mengenai pencegahan pencemaran laut harus
dipenuhi untuk dapat berlayar diperairan internasional atau memasuki negara lain.
Adanya peraturan dari IMO- PBB tentang MARPOL (Marine Pollution) merupakan
gambaran keterkaitan yang tidak dapat ditawar antara keinginan mempertahankan
ekologi dengan kepentingan bisnis.
Dewasa ini masalah lindungan lingkungan tidak semata-mata membicarakan
bagai mana menganggulangi pencemaran, tetapi sudah beralih kepada bagai mana agar
pencemaran tidak terjadi, bersifat proaktif (Pollution Prevention Pays). Biaya-biaya
yang dikeluarkan untuk keperluan lindungan lingkungan sudah di internalisasikan
menjadi anggaran operasi. Di Pertamina lindungan lingkungan merupakan bagian yang
tidak terpisah dengan kegiatan operasi perusahaan. Setiap direktorat memiliki bagian
yang bertanggung jawab terhadap Lindungan Lingkungan (LK3).

2.2 Produk-produk dari International Maritim Organization

Organisasi Maritim Internasional (Bahasa Inggris:International Maritime


Organization atauIMO (dulunya dikenal sebagai Inter-Governmental Maritime
Consultative Organization atauIMCO)), didirikan pada tahun 1948 melalui PBB untuk
mengkoordinasikan keselamatan maritim internasional dan pelaksanaannya. Walaupun
telah didirikan sepuluh tahun sebelumnya, IMO baru bisa berfungsi secara penuh pada
tahun 1958. Dengan berpusat di London, Inggris, IMO mempromosikan kerja-sama
antar-pemerintah dan antar-industri pelayaran untuk meningkatkan keselamatan
maritim dan untuk mencegah polusi air laut.
IMO dijalankan oleh sebuah majelis dan dibiayai oleh sebuah dewan yang
beranggotakan badan-badan yang tergabung di dalam majelis tadi. Dalam
melaksanakan tugasnya, IMO memiliki lima komite. Kelima komite ini dibantu oleh
beberapa sub-komite teknis. Organisasi-organisasi anggota PBB boleh meninjau cara
kerja IMO. Status peninjau (observer) bisa diberikan juga kepada LSM yang
memenuhi syarat tertentu.
IMO didukung oleh sebuah kantor sekretariat yang para pegawainya adalah
wakil-wakil dari para anggota IMO sendiri. Sekretariat terdiri atas seorang Sekretaris
Jendral yang secara berkala dipilih oleh Majelis, dan berbagai divisi termasuk Inter-
Alia, Keselamatan Laut (Marine Safety), Perlindungan Lingkungan dan sebuah seksi
Konferensi.
Tumpahan minyak dari kapal tanker akan mencemari perairan negara lain
tanpa mengenal batas negara serta akan mengakibatkan dampak luas dengan merusak
ekosistem yang ada. Berdasarkan kenyataan diatas maka masyarakat maritim
internasional membentuk International Maritime Organisation (IMO) yang bernaung
dibawah PBB yang bermarkas di London. IMO mensponsori semua konvensi-
konvensi internasional dibidang maritim. Peraturan-peraturan IMO tersebut menjadi
dasar peraturan di bidang maritim oleh negara-negara anggota termasuk Indonesia.
1. Safety Of Life At Sea (SOLAS 73/78)

SOLAS merupakan peraturan utama yang berisi ketentuan- ketentuan yang


berhubungan dengan keselamatan pelayaran (text box) yang wajib dipatuhi oleh
negara anggota IMO.

2. Marine Pollution (MARPOL)


Penomena pencemaran laut oleh minyak mulai muncul setelah
digunakannya kapal tanker sebagai pengangkut minyak lewat laut pada tahun 1885
Namun pemikiran secara sungguh-sungguh dilakukan setelah insiden kandasnya
kapal Torrey Canyon pada tahun 1967 diperairan selatan Inggeris, yang
menumpahkan 35,000,000 galon minyak mentah kelaut. Hasil pemikiran tersebut
akhirnya dituangkan dalam bentuk ketetapan MARPOL 73/78 yang mulai berlaku
mulai tanggal 2 Oktober 1983. Ketentuan-ketentuan didalam MARPOL dapat
dilihat pada text box.

3. Standard of Training Certification and Watchkeeping for Seafarer, 1995


(STCW-95).
Dalam ketentuan IMO ditetapkan pula bahwa semua operator pelayaran
baik perusahaan pelayaran maupun non perusahaan pelayaran diwajibkan mentaati
semua ketetuan STCW-95. STCW-95 ditanda tangani di London tanggal 7 Juli
1995, setiap negara anggota termasuk Indonesia wajib menerapkan sepenuhnya
ketentuan STCW-95 yang meliputi tanggung jawab pemerintah dalam
mengeluarkan sertifikat kecakapan pelaut yang diakui oleh IMO dan tanggung
jawab perusahaan untuk mempekerjakan pelaut yang memenuhi standard IMO.
Mulai tanggal 1 Februari 1997 STCW-95 secara serentak diberlakukan
secara internasional dan mulai tanggal 1 Agustus 1998 semua pendidikan
kepelautan sudah harus mengacu pada ketentuan STCW-95. Bagi perusahaan yang
mengoperasikan kapal kehadiran konvensi tentunya merupakan peluang untuk
mendapatkan pelaut dengan standard kualifikasi yang diakui. Dengan demikian
keselamatan kapal akan dapat lebih terjamin baik terhadap kecelakaan maupun
terhadap pencemaran laut. Pada akhirnya perusahaan akan terhindar dari resiko
kerugian akibat kecelakaan ataupun kerugian akibat pencemaran.
Bagi Pertamina penerapan ketentuan baru ini jelas merupakan tambahan
pengeluaran biaya khususnya dalam hal pembinaan SDM pelaut. Diklat Khusus
Pelaut telah mendapat kepercayaan dari IMO dan Pemerintah untuk
menyelenggarakan pelatihan untuk para pelaut Pertamina dan non Pertamina ,
adanya ketentuan mandatory ini merupakan peluang pula untuk untuk mendi
Bagi Pertamina penerapan ketentuan baru ini jelas merupakan tambahan
pengeluaran biaya khususnya dalam hal pembinaan SDM pelaut. Diklat Khusus
Pelaut telah mendapat kepercayaan dari IMO dan Pemerintah untuk
menyelenggarakan pelatihan untuk para pelaut Pertamina dan non Pertamina ,
adanya ketentuan mandatory ini merupakan peluang pula untuk untuk mendidik
para pelaut diluar Pertamina. Tentunya kalau dikembangkan secara profesional
akan merupakan lahan bagi unit usaha yang mandiri karena pasar yang tersedia
cukup luas. Menurut data KPI (Kesatuan Pelaut Indonesia) tahun 1997 terdapat
50,000 pelaut Indonesia, yang secara reguler setiap lima tahun harus kembali
melakukan latihan penyegaran.
Penerapan STCW-95 ini secara internasional tentunya akan membawa
permasalan baru bagi pemerintah, wahana pelatihan dan perusahan yang
mengoperasikan kapal. Bagi pemerintah penerapan konvensi ini akan melibatkan
departemen Perhubungan cq Ditjenla sebagai pemegang otoritas maritim, adanya
konvensi yang baru ini akan memdatangkan tugas yang baru pula terutama dalam
hal menyusun/menyesuaikan struktur pelatihan dan sylabus yang sudah ada dengan
metode yang telah disusun oleh IMO.
Disektor tenaga kerja kehadiran STCW-95 dapat merupakan acuan untuk
menyiapkan tenaga kerja profesional yang akan dipasarkan didalam ataupun
keluar negeri. Bagi wahana pendidikan pelaut kehadiran STCW-95 dapat pula
merupakan tantangan untuk membenahi kekurangan yang ada pada wahana
pendidikan yang ada selama ini. Penelitian yang dilakukan oleh IMO tahun 1996
terhadap sejumlah institusi pendidikan kepelautan baik yang dikelola swasta
maupun yang dikelola pemerintah masih perlu pembenahan baik dalam hal
kelengkapan perangkat keras maupun perangkat lunak instrukturnya.
Bagi pelaut tentunya konvensi ini merupakan tantangan untuk menambah
ilmu dan keterampilan untuk memperkuat daya saing dipasaran tenaga kerja.
Tetapi tentu saja dapat juga dianggap suatu hambatan bagi pelaut khususnya pelaut
bawahan, karena biaya pendidikan ini cukup mahal.
2.3 PP No. 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 21 TAHUN
2010 TENTANG
PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH
TENTANG PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM.

BAB I : KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Perlindungan Lingkungan Maritim adalah setiap upaya untuk mencegah dan
menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang bersumber dari kegiatan
yang terkait dengan pelayaran.

2. Pencegahan Pencemaran dari Kapal adalah upaya yang harus dilakukan


Nakhoda dan/atau awak kapal sedini mungkin untuk menghindari atau
mengurangi pencemaran tumpahan minyak, bahan cair beracun, muatan
berbahaya dalam kemasan, limbah kotoran (sewage), sampah (garbage), dan
gas buang dari kapal ke perairan dan udara.

3. Penanggulangan Pencemaran dari Pengoperasian Kapal adalah segala tindakan


yang dilakukan secara cepat, tepat, dan terpadu serta terkoordinasi untuk
mengendalikan, mengurangi, dan membersihkan tumpahan minyak atau bahan cair
beracun dari kapal ke perairan untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan
kerusakan lingkungan laut.

4. Penanggulangan Pencemaran dari Kegiatan Kepelabuhanan adalah segala


tindakan yang dilakukan secara cepat, tepat, dan terpadu serta terkoordinasi
untuk mengendalikan, mengurangi, dan membersihkan tumpahan minyak atau
bahan cair beracun dari pelabuhan ke perairan untuk meminimalisasi kerugian
masyarakat dan kerusakan lingkungan laut.

5. Minyak adalah minyak bumi dalam bentuk apapun termasuk minyak mentah,
minyak bahan bakar, minyak kotor, kotoran minyak, dan hasil olahan
pemurnian seperti berbagai jenis aspal, bahan bakar diesel, minyak pelumas,
minyak tanah, bensin, minyak suling, naptha, dan sejenisnya.

6. Pengendalian Anti Teritip (Anti-Fouling Systems) adalah sejenis lapisan


pelindung, cat, lapisan perawatan permukaan, atau peralatan yang digunakan di
atas kapal untuk mengendalikan atau mencegah menempelnya organisme yang
tidak diinginkan.

7. Pembuangan Limbah di Perairan adalah setiap pembuangan limbah atau benda


lain ke perairan, baik berasal dari kapal maupun berupa kerangka kapal itu
sendiri, kecuali pembuangan yang berasal dari operasi normal kapal.

8. Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan,
kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan
maritim.

9. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan
dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda,
termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah
permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-
pindah.

10. Awak Kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh
pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan
jabatannya yang tercantum dalam buku sijil.

11. Nakhoda adalah salah seorang dari awak kapal yang menjadi pemimpin
tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
12. Pemilik Kapal adalah orang perseorangan atau perusahaan yang terdaftar
sebagai pemilik kapal atau yang bertanggung jawab atas nama pemilik kapal
termasuk operator.

13. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.

14. Tangki Kapal adalah ruangan tertutup yang merupakan bagian dari konstruksi
tetap kapal yang dipergunakan untuk menempatkan atau mengangkut cairan
dalam bentuk curah temasuk tangki samping (wing tank), tangki bahan bakar
(fuel tank), tangki tengah (centre tank), tangki air balas (water ballast tank)
atau tangki dasar ganda (double bottom tank), tangki endap (slop tank), tangki
minyak kotor (sludge tank), tangki dalam (deep tank), tangki bilga (bilge tank),
dan tangki yang dipergunakan untuk memuat bahan cair beracun secara curah.

15. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan
batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun
penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat
berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan
pelayaran, dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan
intra-dan antarmoda transportasi.

16. Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan


fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus
lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan
berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau antarmoda, serta mendorong
perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang
wilayah.

17. Unit Kegiatan Lain adalah pengelola unit pengeboran minyak dan fasilitas
penampungan minyak di perairan.

18. Syahbandar adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh


Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan
pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan
untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.

19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di


bidang pelayaran.

Pasal 2

1. Penyelenggaraan perlindungan lingkungan maritim dilakukan oleh Menteri.


2. Penyelenggaraan perlindungan lingkungan maritim sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui:
a. pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari pengoperasian kapal;
b. pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari kegiatan
kepelabuhanan.
3. Selain pencegahan dan penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
perlindungan lingkungan maritim juga dilakukan terhadap:
a. pembuangan limbah di perairan; dan
b. penutuhan kapal.

BAB II : PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENCEMARAN


DARI PENGOPERASIAN KAPAL

Pasal 3
1. Setiap awak kapal wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran
lingkungan yang bersumber dari kapalnya.
2. Pencemaran lingkungan yang bersumber dari kapalnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. minyak;
b. bahan cair beracun
c. muatan bahan berbahaya dalam bentuk kemasan;
d. kotoran
e. sampah;
f. udara;
g. air balas; dan/atau
h. barang dan bahan berbahaya bagi lingkungan yang ada di kapal.

Pasal 4
1. Dalam melakukan pencegahan pencemaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1), awak kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam
buku sijil pada kapal dengan jenis dan ukuran tertentu harus memastikan:
a. tersedianya buku catatan minyak untuk ruang mesin dan buku
catatan minyak untuk ruang muat bagi kapal tangki minyak;
b. tersedianya tangki penampung minyak kotor dengan baik;
c. tersedianya manajemen pembuangan sampah dan bak penampung sampah;
d. jenis bahan bakar yang digunakan tidak merusak lapisan ozon;
e. terpasangnya peralatan pencegahan pencemaran yang berfungsi
dengan baik untuk kapal dengan ukuran tertentu.

f. tersedianya tangki penampungan atau alat penghancur kotoran untuk


kapal dengan pelayar 15 (lima belas) orang atau lebih;
g. tersedianya sistem pengemasan, penandaan (pelabelan),
pendokumentasian yang baik, dan penempatan muatan sesuai dengan tata
cara dan prosedur untuk kapal pengangkut bahan berbahaya dalam
bentuk kemasan;
h. tersedianya prosedur tetap penanggulangan pencemaran; dan
i. tersedianya bahan kimia pengurai dan alat pelokalisir minyak.

2. Dalam melakukan penanggulangan pencemaran sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 3 ayat (1), awak kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum
dalam buku sijil wajib:
a. melokalisir minyak dengan menggunakan alat pelokalisir minyak;
b. menghisap minyak dengan alat penghisap minyak;
c. menyerap minyak dengan bahan penyerap;
d. menguraikan minyak dengan menyiramkan bahan kimia pengurai
yang ramah lingkungan; dan
e. melaporkan kepada Syahbandar terdekat dan/atau unsur pemerintah
lainnya yang terdekat.

Pasal 5

1. Setiap kapal dilarang melakukan pembuangan limbah dan bahan lain dari
pengoperasian kapal ke perairan.
2. Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. sisa minyak kotor;
b. sampah; dan
c. kotoran manusia.
3. Bahan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. air balas;
b. bahan kimia berbahaya dan beracun; dan
c. bahan yang mengandung zat perusak ozon.
4. Limbah dan bahan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
ditampung di kapal dan dipindahkan ke fasilitas penampungan yang ada di
pelabuhan atau terminal khusus.

2.4 Permasalahan Lingkungan Maritim

Beberapa masalah pencemaran di laut yaitu:


 
1. Pencemaran Minyak
Saat ini industri minyak dunia telah berkembang pesat, sehingga kecelakaan-
kecelakaan yang mengakibatkan tercecernya minyak dilautan hampir tidak bisa
dielakkan. Kapal tanker mengangkut minyak mentah dalam jumlah besar tiap
tahun. Apabila terjadi pencemaran minyak dilautan, ini akan mengakibatkan
minyak mengapung diatas permukaan laut yang akhirnya terbawa arus dan
terbawa ke pantai.Pencemaran minyak mempunyai pengaruh luas terhadap
hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup disuatu daerah. Minyak yang
mengapung berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang diatas
permukaan air. Tubuh burung akan tertutup minyak sehingga untuk
membersihkannya, mereka menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum
minyak dan mencemari diri sendiri. Selain itu, mangrove dan daerah air payau
juga rusak. Mikroorganisme yang terkena pencemaran akan segera
menghancurkan ikatan organik minyak, sehingga banyak daerah pantai yang
terkena ceceran minyak secara berat telah bersih kembali hanya dalam waktu 1
atau 2 tahun.

2. Pencemaran logam berat


Logam-logam berat yang masuk kedalam tubuh hewan umumnya
tidakdikeluarkan lagi dari tubuh mereka.Karena itu logam-logam cenderung
untukmenumpuk di dalam tubuhnya. Sebagi akibatnya logam-logam tersebut
akan terus berada di sepanjang rantai makan. Hal ini disebabkan oleh karena
predator pada satutrofik level makan mangsa mereka dari trofik yang lebih
rendah yang telah tercemar(ikan dimakan oleh manusia). Disini terlihat bahwa
kandungan konsentrasi logam berat terdapat lebih tinggi pada tubuh hewan yang
letaknya lebih tinggi didalamtropik level.Jadi predator tingkat tinggi (dengan
umur lebih panjang) lebih banyakmenumpuk logam berat. Contoh pencemaran
logam berat :

“Minamata Disease” (di Jepang) yang disebabkan oleh Hg (merkuri).


Menyebabkan kelemahan otot, kehilangan penglihatan, ketidakseimbangan
fungsiotot dan kelumpuhan. Selain itu juga meracuni janin dan merusak sistem
syaraf pusat.
“Itai Disease” yang disebabkan oleh logam Cd. Menyebabkan nyeri/ngilu
 pada tulang, mempengaruhi kehamilan, lactasi, ketidakseimbangan internal
sekresi, penuaan, dan kekurangan kalsium. Perkembangan dan reproduksi;
menyebabkanterjadinya perubahan morfologi; merubah tingkah laku organisme.
 
3. Sampah-Sampah
Yang mengandung kotoran minyak juga dibuang kelaut melalui sistem daerah
aliran sungai (DAS). Sampah-sampah ini kemungkinan mengandung
logam berat dengan konsentrasi yang tinggi. Tetapi umumnya mereka kaya akan
bahan-bahan organik, sehingga akan memperkaya kandungan zat-zat makanan
pada suatu daerahyang tercemar yang membuat kondisi lingkungan menjadi
lebih baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Aktifitas pernafasan dari
organisme ini membuat makin menipisnya kandungan oksigen khususnya pada
daerah estuarin. Hal tersebut akan berpengaruh besar pada kehidupan tumbuh-
tumbuhan dan hewan yang hidup disitu. Pada keadaan yang paling ekstrim,
jumlah spesies yang ada didaerah itu akan berkurang secara drastis dan dapat
mengakibatkan bagian dasar dari estuarin kehabisan oksigen. Sehingga
mikrofauna yang dapat hidup hanya dari golongan cacing.Jenis-jenis sampah
kebanyakan termasuk golongan yang mudah hancur dengan cepat
sehingga pencemaran yang disebabkannya tidak merupakan suatu masalah besar 
diperairan terbuka.

4. Pestisida
Kerusakan yang disebabkan oleh pestisida adalah bersifat akumulatif.
Merekasengaja ditebarkan ke dalam suatu lingkungan dengan tujuan untuk
mengontrol hamatanaman atau organisme-organisme lain yang tidak diingini.
Beberapa pestisida yangdipakai kebanyakan berasal dari suatu grup bahan kimia
yang disebut Organochloride, misalnya DDT. Pestisida jenis ini termasuk
golongan yang mempunyai ikatan molekul yang sangat kuat dimana molekul-
molekul ini kemungkinan dapat bertahan di alam sampai beberapa tahun sejak
mereka mulai dipergunakan. Hal itu sangat berbahayakarena dengan
digunakannya golongan ini secara terus menerus akan membuat
merekamenumpuk di lingkungan dan akhirnya mencapai suatu tingkatan yang
tidak dapat ditolerir lagi dan berbahaya bagi organisme hidup didaerah tersebut.
Beberapa organisme air termasuk ikan dan udang ternyata menumpuk bahan
kimia didalam jaringan tubuhnya.

5. Limbah Industri Dan Domestic


Limbah adalah limbah cair yang berasal dari masyarakat urban, termasuk
didalamnya limbah kota (municipal) dan aktivitas industri, yang masuk ke
sistem saluran pembuangan kota. Pada umumnya limbah domestik mengandung
sampah padat (berupa tinja dan cairan yang berasal dari rumah tangga).

2.5 Ancaman dan Pengembangan Lingkungan Maritim

Ancaman Lingkungan sekitar maritim yang dimaksud adalah lingkungan


strategis (strategic environment). yang merupakan interaksi dinamis antara konteks
internal dan eksternal, hubungan, kecenderungan, peluang (opportunities) dan ancaman
(threats). Dengan kedudukannya pada jalur perdagangan dan transportasi laut yang
strategis, Indonesia memiliki tantangan dalam pengelolaan ketahanan maritim yang
mencakup berbagai dimensi termasuk didalamnya dimensi pertahanan dan keamanan.
Dalam kaitan antara perkembangan lingkungan strategis yang melingkupi Indonesia dan
kebijakan nasional yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia menjadi perhatian utama
dengan tetap berfokus pada pengaruh perubahan lingkungan strategis pada aspek
keamanan maritim. Kajian akan melakukan analisis lingkungan strategis pada aspek
keamanan maritim termasuk tingkat pengaruh perubahan lingkungan melalui faktor
politik-hukum, ekonomi, pertahanan-keamanan, sosial budaya, lingkungan dan
teknologi.

Pegembangan lingkungan maritim yaitu


1. Ditekankannya manejemen yang berpola berbasis masyarakat.
2. Diterapkan paradigma good governance, bukan pemerintahan yang kuat.
3.  Sebagian masyarakat sudah mulai ada kesadaran bahwa bantuan pemerintah
yang diberikan selama ini adalah bersumber dari dana pinjaman yang tentunya
masyarakat sendirilah yang harus menanggung beban pengembalian pinjaman.
4. Adanya kebanggaan dari masyarakat kalau mereka sebenarnya mampu menemu-
kenali masalah, dan lain-lainnya, bahkan mereka mampu mengelola sehingga
menunjukkan hasil.
5. Dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat sudah mampu berperan sebagai
pengawas dan melakukan kordinasi dengan instansi terkait demi kesuksesan
tersebut.

2.6 Upaya-Upaya Meningkatkan Keselamatan Dan Mengurang


Pencemaran Laut

1. Dibidang Konstruksi dan Perlengkapan Kapal.

a) Konsep Clean Ballast.

Menurut survey yang dilakukan IMO cara terbaik untuk mencegah


terjadinya pencemaran laut akibat kegiatan operasi kapal adalah dengan membuat
konstruksi kapal atau melengkapi kapal dengan SBT, CBT dan COW. Oleh IMO
kemudian aturan ini diadopsi menjadi bagian dari Marpol 73/78.
Ketentuan MARPOL 73/78 yang mulai berlaku mulai tanggal 2 Oktober
1983 menetapkan : Kapal Baru yakni yang dibangun dengan kontrak pembangunan
sesudah 1 Juni 1979 atau keel laying setelah 1 Januari 1980 atau delivery setelah 1
Juni 1982, ditetapkan :
 Semua Tanker Minyak Crude á 20,000 DWT harus dilengkapi dengan SBT
atau CBT dan COW.
 Semua Tanker minyak Produk á 30,000 DWT harus dilengkapi dengan SBT.
 Semua Tanker segala ukuran harus memiliki Oil Discharge Monitoring.
Catatan : SBT = Segragated Ballast Tank.
CBT = Dedicated Clean Ballast Tank.
COW = Crude Oil Washing.

b) Konsep Double Hull/Double Skin.

Konvensi-konvensi yang terdahulu ternyata belum dapat memberikan


jaminan yang memuaskan terhadap usaha pencegahan pencemaran yang
dinginkan IMO. Kecelakaan kapal Exxon Valdez yang menumpahkan minyak
mentah di laut Alaska tahun 1989 telah membuat Pemerintah Amerika membuat
aturan sepihak melalui “Oil Pollution Act 1990”. Dalam aturan tersebut semua
kapal yang memasuki perairan Amerika harus memakai konstruksi double
hull(lambung ganda). Oleh IMO kemudian aturan ini diadopsi menjadi bagian dari
Marpol 73/78. Ditetapkan bahwa :Kapal yang dibangun dengan kontrak setelah 6
Juli 1993 dengan ukuran diatas 5000 DWT harus memakai konstruksi double hull.
Sedangkan kapal tua yang dibangun sebelum tanggal diatas diberi keringanan
dalam waktu lima tahun untuk merubah konstruksi untuk membuat SBT.
Dapat dibayangkan dampak dari keluarnya aturan ini terhadap kegiatan
angkutan laut umumnya, dan Pertamina khususnya. Membuat kapal dengan
lambung ganda tentunya akan menaikkan biaya pembuatan kapal yang pada
gilirannya akan meningkatkan pula biaya angkutan minyak.

2. Usaha dalam bidang manajemen, melaui ISM Code.

Mengoperasikan kapal niaga khususnya kapal tanker merupakan kegiatan


yang sangat komplek dan khusus karena disamping harus terikat dengan peraturan
nasional harus pula tunduk pada aturan yang sifatnya internasional, sepanjang
sudah diratifikasi oleh negara yang bersangkutan.
Peraturan-peraturan tersebut selalu mengalami perubahan sesuai dengan
perkembangan dan tuntutan zaman. Angka-angka statistik dari IMO menunjukkan
80% kecelakan kapal adalah bersumber dari kesalahan manusia, serta 75% ~79 %
dari faktor kesalahan tersebut bersumber dari ketidak tanggapam manajemen
terhadap permasalahan dikapal.
Yang sedang dikembangkan saat ini oleh IMO adalah menciptakan kondisi
yang aman melalui sistem manajemen yang mampu menjembatani kepentingan
manajemen kapal dengan kepentingan manajemen darat/kantor. Tentunya sistem
tersebut perlu ditunjang dengan adanya prosedur dan SDM yang mampu
melaksanakan baik secara teknis maupun secara manajerial. Dalam hal ini
diperlukan tindakan yang proaktif dalam arti setiap tindakan/keputusan yang
diambil tentunya sudah mempertimbangkan konsekuensi yang akan timbul secara
luas.
Berangkat dari hasil survey yang dilakukan dan keinginan untuk
melindungi lingkungan secara terpadu maka IMO mengeluarkan satu lagi
peraturan baru yang disebut ISM-Code yang telah ditetapkan menjadi Bab IX
SOLAS 73/78 dan telah ditetapkan berlaku secara internasional mulai 1 Juli 1997.
ISM-Code merupakan perubahan mendasar dalam manajemen perusahaan
yang sudah ada dan merupakan alat untuk menyeragamkan manajemen
pengoperasian kapal secara global. Banyak segi positif dalam penerapan ISM Code
khususnya bagi perusahaan pelayaran terutama mengenai struktur organisasi yang
efisien dan tepat guna. Dengan melaksanakan ISM Code secara konsekuen akan
menjamin armada kapal terpelihara dengan baik, karena disana diatur pula
mengenai prosedur pemeliharaan kapal, dukungan material serta sistem audit
intern maupun ekstern.
Berkaitan dengan bisnis dibidang pelayaran keberadaan ISM Code dapat
dianggap sebagai tantangan untuk meningkatkan kinerja perusahaan melalui
penerapan manajemen operasi yang efisien. Disamping itu membuka peluang pula
untuk meningkatkan daya saing melalui peningkatan mutu pelayanan. Disamping
itu ISM Code juga secara terarah akan membentuk SDM yang berprilaku proaktif.
Panduan penerapan ISM Code pada kapal-kapal milik ada pada Buku
Pedoman Manajemen Keselamatan yang terdiri atas 2(dua) buku yakni PSH 100
yang merupakan referensi bagi pekerja di kantor dan PSH 500 sebagai referensi
bagi pekerja awak kapal di kapal. Salah satu elemen dalam PSH 100 dan PSH 500
adalah Peraturan Managemen Pemeliharaan Kapal. Peraturan tersebut merupakan
panduan dalam melaksanakan kegiatan di kantor maupun di kapal yang pada
hakekatnya adalah untuk memaksimalkan tingkat keselamatan dikapal dan
pencegahan terjadinya pencemaran oleh kapal. Disana diatur system pemeliharaan
kapal secara terencana karena hanya dengan pemeliharaan kapal yang tertata baik
kondisi layak laut kapal dapat dipertahankan.
Bagi Pertamina penerapan ISM Code bukanlah hal yang terlalu sulit karena
pada dasarnya semua prosedur tertulis dan dokumentasi yang syaratkan oleh ISM
Code tidak jauh berbeda dengan standard operasi dan sistem dan tata kerja yang
telah dimiliki oleh Pertamina Perkapalan. Hanya saja prosedur yang telah ada
tersebut perlu disesuaikan dengan persyaratan ISM Code. Yang mungkin agak sulit
adalah merubah kebiasaan bertindak lebih kearah proaktif seperti yang diinginkan
oleh ISM Code.
Di sisi lain bagi perusahaan adanya ISM Code yang bersifat mandatori
dapat dianggap sebagai cerminan dari citra dan keandalan perusahaan tersebut.
Dengan demikian penerapan ISM Code dapat merupakan satu competitive
advantage bagi perusahaan untuk merebut pasar. Begitu juga terhadap kapal-kapal
tanker swasta yang akan dicharter Pertamina diharuskan pula menerapkan
ISM Code yang dibuktikan dengan seertifikat DOC dan SMC.

2.7 Pemanfaatan kekayaan dilingkungan maritime

    Pemerintah hendaknya harus bekerja lebih keras dalam mencari penyelesaian
masalah ini agar eksplorasi serta pemanfaatan kekayaan laut kita dapat dilaksanakan
secara optimal dan terarah. Negara kita perlu mempunyai kebijakan kelautan yang jelas
dan bervisi ke depan karena menyangkut geopolitik dan kebijakan-kebijakan dasar
tentang pengelolaan sumber daya kelautan. Kebijakan mengenai berbagai terobosan
untuk mendayagunakan sumber daya kelautan secara optimal dan lestari sebagai
keunggulan kompetitif bangsa.

Mengingat potensi sumber daya laut yang kita miliki sangat besar, maka
kekayaan laut ini harus menjadi keunggualan kompetitif Indonesia, yang dapat
menghantarkan bangsa kita menuju bangsa yang adil, makmur, dan mandiri. Memang
untuk mewujudkan cita-cita tersebut perlu adanya koordinasi berbagai pihak dan
dukungan dari masyarakat. Seyogyanya harus ada perubahan paradigma pembangunan
nasional di masyarakat kita dari land-based development menjadi ocen-based
development. Pembangunan di darat harus disinergikan dan diintegrasikan secara
proporsional dengan pembangunan sosial-ekonomi di laut. Perlu adanya peningkatan
produksi kelautan kita dengan cara memberikan penyuluhan kepada para nelayan,
pemberian kredit ringan guna membeli perlengkapan untuk menangkap ikan yang lebih
memadai, serta pembangunan pelabuhan laut yang besar guna bersasndarnya kapal-
kapal ikan yang lebih besar.

Peningkatan produksi juga meliputi sektor bioteknologi perairan, mulai dari


proses produksi (penangkapan ikan dan budidaya), penanganan dan pengolahan hasil,
serta pemasarannya. Selain itu, harus ada perhatian terhadap sektor wisata bahari
dengan adanya perbaikan mencakup penguatan dan pengembangan obyek wisata bahari
dan pantai, pelayanan, pengemasan serta promosi yang gencar dan efektif.

Dengan berbagai kebijakan kelautan yang ditempuh ini, diharapkan adanya


pembangunan kelautan yang sinergis dan terarah serta menyeluruh, sehingga tidak
mustahil dengan pemanfaatan kekayan laut yang optimal akan menumbuhkan
pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat
Indonesia menuju Indonesia yang adil, makmur, dan mandiri.

           Dibutuhkan kesinergisan dari banyak pihak (institusi) yang memiliki kewajiban
dan tanggung jawab dalam pengembangan kelautan. Baik secara langsung maupun tidak
langsung, agar manajemen pengelolaan laut ini dapat berhasil dengan optimal.

            Institusi tersebut di antaranya DKP, Departemen Perhubungan khususnya Dirjen


Perhubungan Laut, Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), Departemen
Tenaga Kerja, Departemen Kehutanan, Departemen Pariwisata dan Budaya,
Departemen Perdagangan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Ditjen Bea
Cukai, Pelindo, TNI AL, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaaan, dan sebagainya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Lingkungan maritime yaitu lingkungan suatu negara yang artifisial karena


pencemaran yang terjadi disuatu negara akan dirasakan juga oleh negara yang
berbatasan laut. Tumpahan minyak dari kapal tanker akan mencemari pula perairan
negara lain yang berbatasan. Undang-undang yang mengatur tentang lingkungan
maritime yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010
TentangPerlindungan Lingkungan Maritim.
Organisasi yang bergerak di bidang lingkungan kemaritiman yaitu Organisasi
Maritim Internasional (IMO). Organisasi Maritim Internasional dibentuk pada tahun
1982 bermarkas di London, Britania Raya. Sebelum IMO dibentuk, pada tahun 1948
diadakan konferensi internasional di Jenewa yang menyepakati pembentukan suatu
badan konsultasi maritim antar pemerintahan yang disebut Inter-Govermental
Maritime Consultative Organization, IMCO. Konvensi IMCO (sekarang IMO)
diberlakukan pada tahun 1958 dan Organisasi ini bertemu untuk pertama kalinya pada
tahun 1959. Badan-badan PBB lainnya juga dibentuk termasuk Badan Pangan dan
Pertanian (FAO) berkantor pusat di Roma, Kantor Buruh Internasional (ILO) dan
Organisasi Kesehatan Dunia, keduanya bermarkas di Jenewa. Kemudian pada tahun
1982 IMCO dirubah namanya menjadi IMO.

Globalisasi dalam dunia maritim sudah terlihat dari adanya konvensi


internasional yang mengatur persyaratan mengenai pencegahan pencemaran laut dan
keselamatan pelayaran serta standard manajemen operasi perusahaan
pelayaran/operator perkapalan. Hanya dengan memenuhi semua ketentuan tersebut
kapal dapat berlayar diperairan internasional atau memasuki negara lain di dunia.
Adanya konvensi IMO/PBB dalam bentuk MARPOL, SOLAS, STCW-95 dan ISM
Code merupakan gambaran keterkaitan yang tidak dapat ditawar antara keinginan
mempertahankan ekologi secara global dengan kepentingan bisnis.

3.2 Saran
Keamanan laut merupakan tanggung jawab kita bersama sebagai warga
negara , kita harus ikut berperan serta dalam menjaga keamanan dan kedaulatan wilayah
nkri . Namun yang mempunyai tanggung jawab utama dalam menjaga keamanan dan
pertahanan wilayah negara khususnya bagi nkri yaitu tentara negara indonesia (tni),
khususnya untuk wilayah laut yaitu tni al . Untuk mengarahkan indonesia sebagai
negara kepulauan indonesia untuk menjadi satu negara maritim, bukan sekedar negara
maritim, tapi negara maritim indonesia yang besar, kuat, dan makmur. Besar sudah
jelas, kuat belum, makmur apalagi. Bicara tentang kuat dan makmur inilah perlu adanya
kebijakan yang tepat untuk membangun negara maritim yang tangguh dalam perspektif
politik, ekonomi, sosial- budaya, pertahanan dan keamanan.
DAFTAR PUSTAKA

Pieter .1995. Dasar-Dasar Peraturan Keselamatan Pelayaran dan


Pencegahan Pencemaran Dari Kapal Sesuai Ketentuan IMO. Mutiara Sumber
Widya. Jakarta.

Umar .1997. Perubahan Ekologi. Yogyakarta.

http://asfarsyafar.blogspot.com/2013/10/makalah-wawasan-sosial-budaya-
maritim.html

http://siradel.blogspot.com/2011/03/tentara-nasional-indonesia-
angkatan.html http://zeyacute.blogspot.com/2013/07/makalah-ketahanan-
nasional.html

Anda mungkin juga menyukai