Makalah Fasakh
Makalah Fasakh
A. LATAR BELAKANG
Perkawinan merupakan salah satu kebutuhan dasar dalam
kehidupan manusia dan perkawinan juga merupakan pintu gerbang menuju
kehidupan dalam sosial masyarakat, dengan salah satu tujuan perkawinan
agar pasangan suami istri hidup dalam keluarga yang sakinah, mawadah,
warahmah.
Apabila akad nikah telah berlangsung dan memenuhi syarat
rukunya, maka menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian, akad
tersebut menimbulkan juga hak dan kewajiban selaku suami istri dalam
keluarga, yang meliputi: hak suami atas istri dan hak istri terhadap suami.1
Namun, dalam kehidupan rumah tangga tidak selalu harmonis dan
tanpa konflik. Suatu ketika bisa saja suami istri berselisih faham dari
persoalan yang kecil sampai pada masalah yang menimbulkan perceraian.
Begitu juga dalam menjalaninya, seseorang tidak akan luput dari masalah
baik masalah baik masalah yang datangnya dari diri sendiri, keluarga,
lingkungan, bahkan negara. Begitu juga dalam rumah tangga, pasangan
suami istri aka mengalaminya. Tidak sedikit masalah yang terjadi dalam
hubungan suami istri yang berakibat pada perceraian. Dengan berbagai
macam bentuk perceraian mulai dari talak, khuluk, lian, fasakh, ilaa,
maupun dengan bentuk zhihar.
1
Thiami Sobari Sahrani, Fiqih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: PT
Raja Rapindo Persada, 2009), hal. 153
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FASAKH
Fasakh berasal dari bahasa arab yakni “fasakha” artinya rusak.
Kamal muktar mengartikan fasakh dengan “mencabut” atau “menghapus”,
yang maksudnya ialah perceraian yang disebabkan oleh timbulnya hal-hal
yang di anggap berat oleh suami atau istri atau keduanya sehingga mereka
tidak sanggup untuk merlaksanakan kehidupan suami istri dalam mencapai
tujuan rumah tangga.
Fasakh dalam arti terminology terdapat beberapa rumusan
diantaranya :
1. Fasakh ialah perceraian yang disebabkan oleh timbulnya hal hal yang
dianggap berat oleh suami atau isteri atau keduanya sehingga mereka
tidak sanggup untuk melaksanakan kehidupan suami isteri dalam
mencapai tujuannya
2. Fasakh nikah yaitu pembatalan perkawinan oleh isteri karena antara
suami istri terdapat cacat atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
atau si suami tidak dapat memberi belanja/nafkah, menganiaya,
murtad dan sebagainya
3. Menurut Imam Asy - Syafi’i pemutusan hubungan pernikahan
(fasakh) adalah semua pemutusan ikatan suami isteri yang tidak
disertai dengan thalak, baik thalak satu, dua, ataupun tiga
4. Fuqaha dari kalangan Hanafiyyah tidak membedakan antara cerai
dengan thalak dan cerai dengan fasakh. Mereka berkata : semua
perceraian yang datang dari pihak suami dan tidak ada tanda-tanda
datang dari perempuan, maka perceraian dinamakan thalak, dan semua
perceraian yang asalnya dari pihak istri dinamakan fasakh
Fasakh berarti mencabut dan membatalkan yang asalnya dari
pokok kata yang berarti mencabut sesuatu yang sudah sah dan formal.
Fasakh di syariatkan dalam rangka menolak kemadorotan dan di
perbolehkan bagi seorang istri yang sudah mukalaf atau baligh dan
berakal.2
Fasakh dapat juga di artikan rusaknya hukum yang ditetapkan
terhadap suatu amalan seseorang, karena tidak memenuhi syarat dan
rukunnya sebagaimna yang di tetapkan oleh syariat. Selain tidak
memenuhi syarat dan rukun juga perbuatan itu di larang atau diharamkan
oleh agama. Jadi, secara umum batalnya perkawinan yaitu rusak atau tidak
2 Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si, Perkawinan Dalam Hukum Islam Dan Undang
Undang, (Bandung: Cv Pustaka Setia,2008), Hlm. 154
sahnya perkawinan karena tidak memenuhi salahsatu syarat atau salah satu
rukunnya, atau sebab lain yang di larang atau di haramkan oleh agama.
B. DASAR HUKUM
Pada dasarnya hukum fasakh itu adalah mubah atau boleh, tidak
disuruh dan tidak pula di larang. Dasar pokok dari hukum fasakh ialah
seorang atau kedua suami isteri merasa dirugikan oleh pihak yang lain
dalam perkawinannya karena ia tidak memperoleh hak-hak yang telah
ditentukan oleh syarak sebagai seorang suami atau sebagai seoarng isteri.
Akibatnya salah seorang atau kedua suami isteri tidak sanggup lagi
melanjutkan perkawinannya atau kalaupun perkawinan itu dilanjutkan
juga keadaan kehidupan rumah tangga diduga akan bertambah buruk,
pihak yang dirugikan bertambah buruk keadaannya, sedang Allah tidak
menginginkan terjadinya keadaan yang demikian.
3
Drs. H. Abd. Rahman Gazaly, M.A., Fiqh Munakahat (Bogor: Prenada Media. 2003)
Hlm 142-143
a. Setelah akad nikah, ternyata di ketahui bahwa istrinya
adalah sodara kandung atau sodara sesusuan pihak suami
b. Suami istri masih kecil, dan diadakannya akad nikah oleh
selain ayah atau datuknya. Kemudian setelah dewasa ia
berhak meneruskan ikatan perkawinannya yang dahulu atau
mengakhirinya. Cara sepertiini di sebut khiyar baigh. Jika
yang dipilih mengakhiri ikatan suami istri, maka hal ini
disebut fasakh baligh
2. Fasakh karena hal-hal yang datang setelah akad
a. Bila salah seorang dari suami istri murtad, atau keluar dari
agama islam dan tidak mau kembali sama sekali, maka
akadnya batal (fasakh) karena kemurtadan yang terjadi
belakangan.
b. Jika suami yang tadinya kafir masuk islam, tetapi istri
masih tetap dalam kekafirannya yaitu tetap menjadi musrik,
maka akadnya batal (fasakh). Lain halnya kalau istri orang
ahli kitab, maka akadnya tetap sah seperti semula. Sebab
perkawinannya dengan ahli kitab dari semulanya di
pandang sah.
Beberapa faktor penyebab terjadinya fasakh:
Adapula penyebab lain adalah sebagai berikut:
1. Syiqaq
Salah satu bentuk terjadinya fasakh ini adalah adana pertengkaran
antara suami-istri yang tidak mungkin didamaikan. Bentuk ini
disebut syiqaq. Ketentuan tentang syiqaq terdapat dalam QS. An-
Nisa’ ayat 35.
dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,
Maka kirimlah seorang hakam. dari keluarga laki-laki dan
seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam
itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi
taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.
2. fasakh karena cacat
Yang dimaksud cacat disini adalah cacat yang terdapat pada diri
suami atau istri, baik cacat jasmani atau rohani atau jiwa. Seperti:
balak (penyakit belang kulit), gila, canggu (penyakit kusta),
penyakit menular (TBC, sipilis, dll), ada daging tumbuh pada
kemaluan perempuan yang menghambat maksud perkawinan,
unah, yaitu zakar atau impoten (tidak hidup untuk jima’). Ada atsar
sahabi ang berasal dari Umar bin Khattab dari Said bin al-
Musayyab yang berbunyi:
قال أيما رجل تزوج امرأة فدخل بها فوجدها برصاء أو مجنونة أو مجونة فلها
الصداق بمسيسه إياها
أن النبي صلى هللا عليه وسلم فى الرجل اليجد ما ينفق على إمرأته قال يفرق بينهما
1. Karena gila
2. Menderita penyakit menular, tidak ada harapan sembuh semisal AIDS
3. Kehilangan kemampuan melakukan hubungan seks
4. Merasa tertipu pihak lawan ‘aqad
5. Suami miskin tidak berkemampuan memberi nafkah wajib
6. Mafqud
D. Pelaksanaan Fasakh
Apabila terdapat hal-hal atau kondisi penyebab fasakh itu jelas, dan
dibenarkan syara’, maka untuk menetapkan fasakh tidak diperlukan
putusan pengadilan. Misalnya, terbukti bahwa suami istri masih saudara
kandung, saudara susuan, dan sebaginya.
Akan tetapi, bila terjadi hal-hal seperti berikut, maka pelaksanaanya
adalah:5
1. Jika suami tidak memberi nafkah bukan karena kemiskinannya sedang
hakim telah pula memaksa ia untuk itu. Dalam hal ini hendaklah
diadukan terlebih dahulu kepada pihak yang berwenang, seperti; Qadi
nikah di Pengadilan Agama, supaya yang berwenang dapat
menyelesaikannya sebagaimana mestinya, seperti dijelaskan dalam
riwayat berikut:
عن عمر رضي هللا عنه انه كتب الي امراء االجناد في رجال غابوا عن النساءهم ان
ياخذوهم بان ينفقوا او يطلقوا فان طلقوا بعثوا بنفقة ما حسبوا رواه الشافعي والبيحقي
Artinya:
4
Drs. Achmad Kozari, M.A., Nikah Sebagai Perikatan (Jakarta:Raja Grafindo Persada.
1995) Hlm.142
5 Drs. H. Abd. Rahman Gazaly, M.A., Fiqh Munakahat.......hlm 149-150
2. Setelah hakim memberi janji kepadanya sekurang-kurangnya tigan hari
mulai dari hari istri mengadu.
Bila masa perjanjiann itu telah habis, sedangkan si suami tidak juga
dapat menyelesaikannya, barulah hakim memfasakhkan nikahnya.
Atau dia sendiri yang memfasakhkan di muka hakim setelah diizinkan
olehnya.
Rosulullah SAW bersabda :
“Dari Abu Hurairah r.a Rosulullah Saw. bersabda tentang yang tidak
memperoleh apa yang telah dinafkahkannya kepada isterinya,
bolehlah keduanya bercerai.”(H.R. Darutqutni dan Al-Baihaqi)
E. Fasakh Di Indonesia
Mengenai sebab-sebab batalnya perkawinan dan permohonan
pembatalan perkawinan di Indonesia, Kompilasi Hukum Islam secara rinci
menjelaskan sebagai berikut:6
Pasal 70
Perkawinan batal apabila:
a. Suami melakukan perkawinan, sedangkan ia tidak berhakmelakukan
akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri, sekalipun
salahsatu dari keempat istrinya itu dalam ‘iddah talak raj’i
b. Seseorang menikahi istrinya dan telah dili’annya
c. Seseorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi talah tiga kali
olehnya, kecuali bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria yang
lain yang kemudian bercerai lagi ba’da dukhul dari pria tersebut dan
telah habis masa ‘iddahnya
d. Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mepunyai hubungan
darah, semenda dan sesusuan sampai terajad tertentuyang menghalangi
perkawinan menurut pasa, 8 Undang-undang No.1 Tahun 1974, yaitu:
1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan ke
atas;
2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, yaitu
antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara
seorang dengan saudara neneknya;
3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu
atau ayah tirinya
4. Berhubungan sesusuan, yaitu orangtua sesusuan, anak sesusuan,
saudara sesusuan dan bibi atau paman sesusuan
e. Istri adalah saudar kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri
atau istri-istrinya
Pasal 72
Pasal 73
a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan kebawah dari
suami istri
b. Suami atau istri
c. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut
undang-undang
d. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam
rukun dan syarat perkawinan menurut hukum Islam dan peraturan
perundang-undangan sebagaimana tersebut dalam pasal 67
Pasal 74
1. Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan kepada
pengadilan agama yang mewilayahi tempat tinggal suami atau istri
atau tempat perkawinan dilangsungkan
2. Batalnya suatu perkawinandi mulai stelah putusan pengadilan agama
mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat
berlangsungnya perkawinan.
Pasal 75
a. Perkawinan yang batal karena dari salah satu suami atau istri murtad
b. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut
c. Pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan beritekad
baik, sebelum keputusan pembatalan perkawinan mempunyai kekuatan
hukum yang tetap
Pasal 76
Dosen pengampu:
Drs. H. Sangidun, M.Si
Disusun oleh:
1. Feni trinanda tama (1522101022)
2. Frisky fitriytanti (1522101023)
FAKULTAS DAKWAH