Anda di halaman 1dari 38

Referat

Pemeriksaan Ultrasonografi Kranial pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Oleh :

Debbi Yulanda Putri 1840312623


Faiz Chalidzar 1940312053
Sulastri 1840312268
Wahyu Zikra 1840312291

Preseptor :
dr. Lila Indrati, Sp.Rad

BAGIAN RADIOLOGI
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunian-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang
berjudul “Pemeriksaan Ultrasonografi Kranial pada Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR)”.
Referat ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. Lila Indrati, Sp.Rad selaku preseptor yang
telah memberikan masukan dan bimbingan dalam pembuatan referat ini.
Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan referat ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan
saran dan kritik untuk menyempurnakan referat ini. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 2 Desember 2019

Penulis
Daftar Isi

Sampul Depan
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Daftar Tabel iv
Daftar Gambar v
Daftar Singkatan vi
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 1
1.3 Tujua Penulisan 1
1.4 Manfaat Penulisan 2
BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) 3
2.1.1 Definisi 3
2.1.2 Insiden 4
2.1.3 Etiologi 4
2.1.4 Patogenesis 5
2.1.5 Gejala Klinis 6
2.1.6 Komplikasi 7
2.2 Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) 9
2.2.1 Pemeriksaan Ultrasonografi Kranial (CUS) 10
2.2.2 Kelainan Kepala pada BBLR 22

Daftar Pustaka 30
DAFTAR TABEL

Tabel 1.Program Skrining CUS 12

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi kepala pada neonatus 10


Gambar 2. Standar Posisi Koronal (C) dan Sagittal (S) pada CUS 15
melalui anterior fontanelle
Gambar 3. CUS pada koronal C1 melalui lobus frontal 15
Gambar 4. Koronal C2 melalui frontal horn ventrikel lateral 16
Gambar 5. Koronal C3 pada ventrikel ke 3 16
Gambar 6. Koronal C4 pada posterior ke foramen Monro 17
Gambar 7. Koronal C5 pada trigone dari ventrikel lateral 18
10
Gambar 8. Koronal C6 pada lobus oksipital 18
Gambar 9. Garis Pertengahan Sagittal (S1) menunjukkan korpus 19
callosum (CC), Septum Kavum Pellisidum, ventrikel ke 3
dan 4 serta vermis serebelar
Gambar 10. Parasagittal melalui ventrikel lateral S2. Tampak Lobus 20
Frontal (FL), Lobus Parietal (PL), dan Lobus Temporal (TL)
Gambar 11. Gambaran Posisi Parasagittal melalui insula S3 20
Gambar 12. Pengukuran Doppler dari arteri serebri anterior. Kecepatan 21
sistolik puncak (PSV), kecepatan diastolik akhir (EDV),
indeks resistansi (RI).
Gambar 13. USG kepala neonatus normal 24
Gambar 14. Pemeriksaan USG menunjukkan penyempitan ventrikel 24
bilateral pada neonatus dengan HIE ringan
Gambar 15. Pemeriksaan USG menunjukkan hiperechoic difus pada 25
parenkim otak periventrikular, sedangkan batas sulkus
serebri kabur pada neonatus dengan HIE sedang
Gambar 16. Pemeriksaan USG menunjukkan hiperechoic dan parenkim 25
otak yang kabur pada area periventrikular pada neonatus
dengan HIE berat
Gambar 17. Pemeriksaan USG menunjukkan dilatasi bilateral ventrikel 25
dan atrofi parenkim otak
Gambar 18. Potongan koronal dan sagital perdarahan matriks germinal. 29

v
DAFTAR SINGKATAN

ACA : Anterior Cerebral Artery


AF : Anterior Fontanalle
BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah
BKB-SMK : Bayi Kurang Bulan-Sesuai Masa Kehamilan
C : Coronal
CC : Corpus Callosum
CP : Choroid Plexus
CSP : Cavum Septum Pellucidum
CT : Computed Tomography
CUS : Cranial Ultrasonografi
ECMO : Extracorporeal membrane oxygenation
EDV : End Diastolic Velocity
EEG : Elektroensefalografi
HIE : Hipoksia Iskemik Ensefalopati
IHF : Interhemispheric Fissura
IVH : Intraventricular Haemorrhage
KMK : Kecil Untuk Masa Kehamilan
LSV : Lenticulo Striate Vasculocathath
LV : Lateral Ventricular
MCA : Middle Cerebral Artery
MRI : Magnetic Resonance Imaging
P/IVH : Periintraventricular Haemorrhage
PW : Pulse Wave
RI : Resistif Index
S : Sagittal
TI : Thermal Index
USG : Ultrasonografi

vi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan
lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Angka kejadian BBLR masih
cukup tinggi, terutama di negara dengan sosio ekonomi rendah. Pada tahun 2010,
kejadian BBLR di Indonesia sebesar 11,1%. 1,2,3
BBLR memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami morbiditas dan
mortalitas dari pada bayi lahir dengan berat badan normal. WHO mengatakan
bahwa sebesar 60–80% dari Angka Kematian Bayi (AKB) yang terjadi
berhubungan dengan BBLR.2
BBLR dapat disebabkan oleh 2 hal yaitu kelahiran prematur atau kelahiran saat usia
kehamilan ≤ 37 minggu dan IUGR (Intra Uterine Growth Restriction) yang biasa
disebut terganggunya pertumbuhan janin. 2 Beberapa komplikasi dapat terjadi pada
BBLR, seperti komplikasi dengan faktor prematuritas dan dismaturitas, yangmana
membutuhkan pemeriksaan radiologi sebagai penunjang dalam membantu penegakkan
diagnosis. 1
Salah satu pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada BBLR adalah
pemeriksaan Ultrasonografi (USG). Pemeriksaan USG bersifat noninvasif, tidak ada
kontraindikasinya, aman dan data yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik
yang tinggi. 4

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan referat adalah untuk memahami dan menambah
pengetahuan megenai peranan pemeriksaan Ultrasonografi (USG) pada Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR).

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam referat ini membahas mengenai definisi,
epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, komplikasi, dan gambaran
pemeriksaan Ultrasonografi (USG) pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
1.4 Metode Penulisan
Penulisan referat ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan
yang merujuk ke berbagai literatur.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)


2.1.1 Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan
lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram, dulu bayi baru lahir yang
berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram (≤2500 gram) disebut bayi
prematur. Tetapi ternyata morbiditas dan mortalitas neonatus tidak hanya
bergantung pada berat badannya, tetapi juga pada maturitas bayi itu.1
Untuk mendapat keseragaman, pada kongres European Perinatal Medicine II
di London (1970) telah diusulkan defenisi berikut :1,5
a. Bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu.
b. Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 minggu
sampai 42 minggu.
c. Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau
lebih. 1,5
Dengan pengertian seperti yang telah diterangkan diatas, bayi BBLR dapat
dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1. Prematuritas murni
Masa gestasinya <37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat
badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut bayi kurang bulan-sesuai masa
kehamilan (BKB-SMK).
2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk
masa gestasi itu. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine
dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan (KMK). 1,6
2.1.2 Epidemiologi
Angka bayi berat lahir rendah (BBLR) masih cukup tinggi, terutama di
negara dengan sosio ekonomi rendah. Data statistik menunjukkan sekitar 90
kasus BBLR terjadi di negara berkembang. Di negara berkembang, angka
kematian BBLR mencapai 35 kali lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat
lahir di atas 2500 gram.7
Sejak tahun 1981, frekuensi BBLR telah naik, terutama karena adanya
kenaikan jumlah kelahiran preterm. Sekitar 30% bayi BBLR di Amerika Serikat
mengalami dismaturitas, dan dilahirkan sesudah 37 minggu. Di negara-negara
yang sedang berkembang sekitar 70% bayi BBLR tergolong dismaturitas. 7
Di Negara maju, angka kejadian kelahiran bayi prematur adalah sekitar 6-
7%. Di Negara sedang berkembang, angka kelahiran ini lebih kurang tiga kali
lipat. Di Indonesia, kejadian bayi prematur belum dapat dikemukakan, tetapi
angka kejadian BBLR di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun
1986 adalah 24%. Angka kematian perinatal di rumah sakit pada tahun yang
sama adalah 70%, dan 73% dari seluruh kematian disebabkan oleh BBLR. 1,5

2.1.3 Etiologi
A. Prematuritas murni
1. Faktor ibu
a. Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya
toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis dan psikologis.
Penyebab lainnya adalah diabetes mellitus, penyakit jantung, bacterial
vaginosis, chorioamnionitis atau tindakan operatif dapat merupakan faktor
etiologi prematuritas. 1,7
b. Usia
Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah pada usia dibawah 20 tahun
dan pada multi gravida yang jarak antar kelahirannya terlalu dekat. Pada
ibu-ibu yang sebelumnya telah melahirkan lebih dari 4 anak juga sering
ditemukan. Kejadian terendah adalah pada usia antara 26-35 tahun.1,7

4
c. Keadaan sosial ekonomi
Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi yang rendah. Hal ini
disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal
yang kurang. 1,7
2. Faktor janin
Penyakit pada janin selama kandungan seperti hidramnion, gawat janin,
kehamilan ganda, eritroblastosis umumnya akan mengakibatkan BBLR. 1,7
B. Dismaturitas
Penyebab dismaturitas adalah setiap keadaan yang menganggu pertukaran zat
antara ibu dan janin (gangguan suplai makanan pada janin). Dismaturitas
dihubungkan dengan keadaan medik yang menggangu sirkulasi dan insuffisiensi
plasenta, pertumbuhan dan perkembangan janin, atau kesehatan umum dan
nutrisi ibu.5,6

2.1.4 Patogenesis
Bayi lahir prematur yang beratnya sesuai dengan umur kehamilan
pretermnya biasanya dihubungkan dengan keadaan medis dimana terdapat
ketidakmampuan uterus untuk mempertahankan janin (incompetent cervix/
premature dilatation), gangguan pada perjalanan kehamilan, pelepasan plasenta,
atau rangsangan tidak pasti yang menimbulkan kontraksi efektif pada uterus
sebelum kehamilan mencapai umur cukup bulan. 5
Dismaturitas dihubungkan dengan keadaan medik yang menggangu
sirkulasi dan efisiensi plasenta, pertumbuhan dan perkembangan janin, atau
kesehatan umum dan nutrisi ibu. Dismaturitas mungkin merupakan respon janin
normal terhadap kehilangan nutrisi atau oksigen sehingga masalahnya bukan
pada dismaturitasnya, tetapi agaknya pada resiko malnutrisi dan hipoksia yang
terus menerus. Serupa halnya dengan beberapa kelahiran preterm yang
menandakan perlunya persalinan cepat karena lingkungan intrauteri berpotensi
merugikan. 5,7

5
2.1.5 Gejala klinis
A. Prematuritas murni
Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama
dengan 45 cm, lingkaran dada kurang dari 30 cm, lingkaran kepala kurang dari
33 cm, masa gestasi kurang dari 37 minggu. Kepala relatif besar dari badannya,
kulitnya tipis, transparan, lanugo banyak, lemak subkutan kurang. Ossifikasi
tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutura lebar, genitalia imatur. Desensus
testikulorum biasanya belum sempurna dan labia minora belum tertutup oleh
labia mayora. Rambut biasanya tipis dan halus. Tulang rawan dan daun telinga
belum cukup, sehingga elastisitas daun telinga masih kurang. Jaringan mamma
belum sempurna, puting susu belum terbentuk dengan baik. Bayi kecil,
posisinya masih posisi fetal, yaitu posisi dekubitus lateral, pergerakannya kurang
dan masih lemah. Bayi lebih banyak tidur daripada bangun. Tangisnya lemah,
pernapasan belum teratur dan sering terdapat serangan apnoe. Otot masih
hipotonik, sehingga kedua tungkai selalu dalam keadaan abduksi, sendi lutut dan
sendi kaki dalam fleksi dan kepala menghadap ke satu jurusan. 1,5
Refleks moro dapat positif. Refleks mengisap dan menelan belum
sempurna, begitu juga refleks batuk. Kalau bayi lapar, biasanya menangis,
gelisah, aktivitas bertambah. Bila dalam waktu tiga hari tanda kelaparan ini tidak
ada, kemungkinan besar bayi menderita infeksi atau perdarahan intrakranial.
Seringkali terdapat edema pada anggota gerak, yang menjadi lebih nyata
sesudah 24-48 jam. Kulitnya tampak mengkilat dan licin serta terdapat ‘pitting
edema’. Edema ini seringkali berhubungan dengan perdarahan antepartum,
diabetes mellitus, dan toksemia gravidarum.1,5
Frekuensi pernapasan bervariasi terutama pada hari-hari pertama. Bila
frekuensi pernapasan terus meningkat atau selalu diatas 60x/menit, harus
waspada kemungkinan terjadinya penyakit membran hialin, pneumonia,
gangguan metabolik atau gangguan susunan saraf pusat. Dalam hal ini, harus
dicari penyebabnya, misalnya dengan melakukan pemeriksaan radiologis
toraks.1,5

6
B. Dismaturitas
Dismaturis dapat terjadi preterm, term, dan postterm. Pada preterm akan
terlihat gejala fisis bayi prematur murni ditambah dengan gejala dismaturitas.
Dalam hal ini berat badan kurang dari 2500 gram, karakteristik fisis sama
dengan bayi prematur dan mungkin ditambah dengan retardasi pertumbuhan dan
‘wasting’. Pada bayi cukup bulan dengan dismaturitas, gejala yang menonjol
adalah ‘wasting’, demikian pula pada post term dengan dismaturitas.1,6

1. Stadium pertama
Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulitnya longgar, kering
seperti perkamen, tetapi belum terdapat noda mekonium.
2. Stadium kedua
Didapatkan tanda stadium pertama ditambah dengan warna kehijauan
pada kulit, plasenta, dan umbilikus. Hal ini disebabkan oleh
mekonium yang tercampur dalam amnion yang kemudian mengendap
ke dalam kulit, umbilikus, dan plasenta sebagai akibat anoksia
intrauterin.
3. Stadium ketiga
Ditemukan tand stadium kedua ditambah dengan kulit yang berwarna
kuning, demikian pula kuku dan tali pusat. Ditemukan juga tanda
anoksia intrauterin yang sudah berlangsung lama. 1,6

2.1.6 Komplikasi
Komplikasi prematuritas antara lain :1,8,9
1. Sindrom gangguan pernapasan idiopatik
Disebut juga sebagai penyakit membran hialin karena pada stadium akhir
akan terbentuk membran hialin yang akan melapisi paru.
2. Pneumonia aspirasi
Sering ditemukan pada bayi prematur karena refleks menelan dan batuk
belum sempurna.

7
3. Perdarahan intraventrikuler
Perdarahan spontan di ventrikel otak lateral karena anoksia otak. Kelainan ini
biasanya hanya ditemukan pada otopsi.
4. Fibroplasias retrolental
Penyakit ini ditemukan pada bayi prematur yang disebabkan oleh gangguan
oksigen yang berlebihan.
5. Hiperbilirubinemia
Bayi prematur lebih sering mengalami hiprebilirubinemia dibandingkan
dengan bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan oleh faktor kematangan hepar
yang tidak sempurna sehingga konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin
direk belum sempurna.
6. Infeksi
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya IgG gamma
globulin.1,8,9
Komplikasi dismaturitas yaitu:
Keadaan hipoksia intrauterin mengakibatkan janin mengadakan ‘gasping’
dalam uterus. Selain itu mekonium akan dilepaskan ke dalam likuor amnion,
akibatnya cairan yang mengandung mekonium yang lengket itu masuk ke dalam
paru janin karena inhalasi. Pada saat lahir, bayi akan menderita gangguan
pernapasan idiopatik.
2. Hipoglikemia simptomatik
Terutama pada bayi laki-laki. Penyebabnya belum jelas, tetapi mungkin
sekali disebabkan oleh persediaan glikogen yang sangat kurang pada bayi
dismaturitas. Diagnosis dapat dibuat dengan melakukan pemeriksaan kadar gula
darah. BBLR dinyatakan hipoglikemia bila kadar gula darah yang kurang dari 20
mg%.
3. Asfiksia neonatorum
Bayi dismatur lebih sering menderita asfiksia neonatorum dibandingkan
dengan bayi biasa.
4. Penyakit membran hialin
Terutama pada bayi dismatur yang preterm. Hal ini karena surfaktan pada paru
belum cukup sehingga alveoli selalu kolaps.

8
5. Hiperbilirubinemia
Bayi dismatur lebih sering mendapat penyakit ini dibandingkan dengan
bayi yang sesuai dengan masa kehamilannya. Hal ini disebabkan gangguan
pertumbuhan hati. 1,5,8

2.2 Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)


Ultrasonografi adalah salah satu pencitraan diagnostik dengan
memanfaatkan gelombang ultrasonik yang merupakan gelombang
elektromagnetik, untuk membantu para petugas kesehatan (dokter) dalam
mendiagnosa penyakit yang ada dalam tubuh pasiennya. Gelombang suara
ultrasound memiliki frekuensi lebih dari 20.000 Hz, tetapi yang dimanfaatkan
dalam teknik ultrasonography (kedokteran) hanya gelombang suara dengan
frekuensi 1-10 MHz.4
Ultrasonografi dalam bidang kesehatan bertujuan untuk pemeriksaan
organ-organ tubuh yang dapat diketahui bentuk, ukuran anatomis, gerakan, serta
hubungannya dengan jaringan lain disekitarnya. Sifat dasar ultrasound :4
 Sangat lambat bila melalui media yang bersifat gas dan sangat cepat bila
melalui media padat.
 Semakin padat suatu media maka semakin cepat kecepatan suaranya.
 Apabila melalui suatu media maka akan terjadi atenuasi. Pemeriksaan USG
bersifat noninvasif, tidak menimbulkan rasa sakit pada
penderita, dapat dilakukan dengan cepat, aman dan data yang diperoleh
mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Pada Pemeriksaan USG tidak ada
kontraindikasinya, kerana pemeriksaan ini tidak memperburuk penyakit penderita
namun terdapat penyulit atau kekurangan pada pemeriksaan USG di mana USG
tidak mampu menembus bagian tertentu pada badan. Sebanyak 70% gelombang
suara yang mengenai tulang akan dipantulkan, dan 90% pada perbatasan rongga-
rongga yang mengandung gas akan dipantulkan. Hal ini menyebabkan USG paru
dan tulang pelvis belum dapat dilakukan.4

9
2.2.1 Pemeriksaan Ultrasonografi Kranial (CUS)
Ultrasonografi pada kranium menggunakan fontanela sebagai acustic
window. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan fontanela dan sutura yang masih
terbuka atau pada kasus-kasus yang dilakukan trepanasi, dimana terdapat celah
yang dapat dipergunakan sebagai acustic window.10

11
Gambar 1. Anatomi kepala pada neonatus

Tujuan Pemeriksaan Ultrasonografi Kranial (CUS):


1. Mendeteksi/menyingkirkan kelainan pada serebral
2. Menilai waktu terjadinya cedera
3. Menilai prognosis neurologis
4. Membantu menentukan tatalaksana intensif dilanjutkan
5. Mengoptimalkan perawatan dan dukungan
6. Mengevaluasi/monitor pertumbuhan dan permatangan otak.12

Kelebihan dan Manfaat Pemeriksaan Ultrasonografi Kranial (CUS):


1. Dapat diperiksa secara langsung disamping tempat tidur tanpa perlu
transportasi bayi/neonatus dan tidak memerlukan persiapan awal
2. Dapat dilakukan dengan segera, yaitu setelah bayi lahir
3. Pemeriksaan aman, bersifat non invasif dan boleh dilakukan berulang kali
sekiranya perlu terutama dalam mengevaluasi pertumbuhan dan
permatangan otak.
4. Memberi informasi dengan batas struktur organ sehingga memberi
gambaran anatomis lebih besar dari informasi fungsi organ.

10
5. Semua organ kecuali yang mengandung udara dapat ditentukan bentuk,
ukuran, posisi, dan ruang interpasial.
6. Dapat membedakan jenis jaringan dengan melihat perbedaan interaksi
dengan gelombang suara.
7. Dapat digunakan untuk mendetaksi perdarahan, kistik dan trauma
hipoksik/iskemik meskipun relatif tidak sensitif dalam fase akut yang
disertai kalsifikasi, infeksi serebral dan gangguan struktural otak mayor
pada bayi/neonatus.
8. CUS relatif lebih murah dibandingkan dengan pemeriksaan neuro-imaging
lainnya.12

Kelemahan Pemeriksaan Ultrasonografi Kranial (CUS):


1. Gambaran pandang yang terbatas pada fossa posterior dan konveksitas
otak.
2. Kesulitan dalam mendeteksi gangguan migrasi dan dysplasia kortikal.
3. Ketergantungan kepada operator dimana sebagian besar dilakukan dengan
2D imaging.13

Indikasi Pemeriksaan Ultrasonografi Kranial (CUS):


1. Skrining perdarahan atau cedera parenkim pada bayi prematur kurang dari
32 minggu atau bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram
2. Bayi yang membutuhkan bantuan ventilasi
3. Tindak lanjut bayi dengan Intraventricular Haemorrhage (IVH) dan pasca
dilatasi ventrikel hemoragik
4. Ensefalopati neonatal termasuk ensefalopati iskemik hipoksik (HIE)
5. Tanda dan atau gejala gangguan sistem saraf pusat: Kejang, mikrosefali,
makrosefali, hipotonia, pemberian makanan yang buruk pada saat aterm
6. Bayi dengan infeksi otak bawaan atau didapat termasuk infeksi intra-
uterus
7. Bayi dengan malformasi kongenital
8. Kembar monokorionik dengan sindrom transfusi kembar ke kembar
(TTTS)

11
9. Bayi dengan cedera lahir seperti patah tulang tengkorak, pendarahan sub-
galeal
10. Menilai kerusakan neurologis yang sudah ada sebelum penggunaan
extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) neonatal
11. Evaluasi dan tindak lanjut bayi yang mengikuti terapi hipotermia dan
ECMO
12. Follow up bayi dengan kelainan otak yang terdeteksi sebelum lahir
13. Curiga terdapat gangguan metabolisme
14. Dalam kasus kondisi klinis mengalami penurunan mendadak, penurunan
kadar haemoglobin secara tiba-tiba, enterokolitis nekrotikans, dan sepsis.11

Pemeriksaan Skrining Ultrasonografi Kranial (CUS):


Pemeriksaan CUS yang dilakukan secara langsung setelah bayi lahir
memberikan gambaran/informasi mengenai gangguan kongenital yang terdapat
pada otak, infeksi kongenital, sebagian penyakit metabolik, cedera pada kepala
pasca trauma melahirkan dan onset lesi antenatal yang mana dapat dijadikan basis
perbandingan untuk pemeriksaan CUS selanjutnya. 12
Lesi perdarahan biasanya tampak jelas setelah beberapa jam pasca onset.
Kebanyakan lesi perdarahan pada bayi baru lahir berkembang setelah lahir. Lebih
90% dari peri- dan intraventrikuler haemorrhages (P/IVH) berkembang dalam
waktu 3 hari setelah lahir dimana P/IVH menjadi progresif dalam waktu 3-5
hari.12

NICU dan/atau bayi lahir <32 Bayi dengan perawatan khusus dan
minggu dan/atau berat lahir <1500g bayi lahir ≥32minggu dan ≥1500g
< 24 jam setelah lahir
Pada hari ke 3 setelah lahir Pada hari ke 3 setelah lahir
2 minggu sekali sehingga minggu ke 2
Seminggu sekali sehingga bayi pulang Seminggu sekali sehingga bayi
ke rumah pulang ke rumah
Lebih sering, jika curiga ada gangguan Lebih sering, jika curiga adanya
Gangguan
10
Tabel 1. Program Skrining CUS.

12
Teknik Pemeriksaan Ultrasonografi Kranial (CUS)
Teknik pemeriksaan kranium meliputi pemeriksaan berupa potongan standar,
koronal, sagital dan parasagital, sehingga seluruh bagian dapat dilihat..
Pemeriksaan ulrasonografi kranium meliputi:12
a. Konfigurasi ventrikel
b. Besarnya ventrikel
c. Konfigurasi pleksus koroideus
d. Parenkim otak
e. Girus
f. Massa tumor
g. Falx dari tentorium
Prosedur Pemeriksaan Ultrasonografi Kranial (CUS)
Prosedur pemeriksaan ultrasonografi kranial meliputi : 12
1. Melakukan tindakan aseptik dengan mencuci tangan dan transduser
sebelum dan setelah melakukan pemeriksaan
2. Masukkan probe melalui lubang intip inkubator. Pilih probe yang sesuai
dan preset untuk CUS. Sesuaikan kedalaman, gain, dan pengaturan
kompensasi gain waktu.
3. Oleskan gel sekali pakai (disimpan pada suhu kamar) ke probe untuk
memastikan kontak yang baik antara probe dan kulit.
4. Memegang transduser dengan kuat dan meletakkan sisi lateral dari tangan
dengan lembut di kepala bayi dapat memberikan gambar berkualitas baik.
Cobalah untuk mendapatkan gambar yang simetris dan sentris. Sesuaikan
frekuensi dan kedalaman zona fokus sehingga struktur yang dangkal dan
dalam ditampilkan secara optimal.
5. Gambar standar diperoleh melalui fontanelle anterior (AF) yang
merupakan jendela yang sangat baik untuk gambar bagian otak supra-
tentorial. Terletak di persimpangan jahitan koronal dan sagital.
6. Palpasi AF dan letakkan transduser di tengah AF dengan bidang
transduser melewati dari telinga ke telinga dan marker pada transduser
mengarah ke sisi kanan bayi. Konvensi ini untuk menampilkan sisi kanan
pasien di sisi kiri gambar. Tandai sisi dengan jelas.

13
7. Transduser dimiringkan sejauh mungkin ke depan dan ke belakang untuk
mendapatkan gambar secara berurutan. Setidaknya enam gambar koronal
diperoleh.
8. Ketika pencitraan koronal dilakukan, putar transduser 900 untuk
mendapatkan bidang sagital (transduser sejajar dengan diameter
anteroposterior kubah tengkorak), dengan marker mengarah ke hidung
bayi. Bagian anterior otak terlihat di sisi kiri gambar. Dapatkan tampilan
garis tengah.
9. Kemudian transduser miring secara lateral ke kanan dan kiri untuk
mendapatkan tampilan parasagital kanan dan kiri. Lima gambar diperoleh
dalam bidang sagital.
10. Sesuaikan pengaturan kedalaman untuk mendapatkan gambar yang
mengisi sektor yang mengandung batas tengkorak dan menghindari
gambar yang terlalu terang atau gelap. Tombol optimisasi gambar
otomatis (Iscan) mungkin tersedia. Gunakan color doppler untuk
memvisualisasikan saluran intraserebral dan penilaian aliran. Setiap
kelainan yang terdeteksi harus diidentifikasi pada bidang koronal dan
sagital atau dengan pencitraan melalui jendela tambahan. 12
Hal yang harus diperhatikan:
 Bayi harus di monitor selama pemeriksaan CUS dilakukan
 Suhu bayi harus dipertahankan untuk mencegah hipotermi
 Perhatian harus diberikan untuk meminimalkan gangguan pada bayi
 Hindari memberi terlalu banyak tekanan pada fontanelle dengan probe.
 Memperoleh loop sinegrafik membantu dalam menunjukkan kelainan
yang terlewatkan dalam gambar diam karena beberapa kelainan dapat
ditafsirkan dengan lebih baik dalam gambar waktu nyata. 12

14
Gambar 2. Standar Posisi Koronal (C) dan Sagittal (S) pada CUS melalui anterior
fontanelle10

Hasil Pemeriksaan Ultrasonografi Kranial (CUS)

10
Gambar 3. CUS pada koronal C1 melalui lobus frontal

Sudut lobus frontal probe ke depan untuk memindai melalui lobus frontal
anterior ke frontal horn ventrikel lateral (LV). Gambaran orbital membentuk
batas inferior. Gambar harus simetris dengan garis tengah fissura
interhemispherik (IHF)

15
Gambar 4. Koronal C2 melalui frontal horn ventrikel lateral10
Apabila transduser miring ke belakang, frontal horn dari LV muncul
sebagai struktur gelap (karena mengandung CSF) di kedua sisi garis tengah.
Biasanya LV simetris, namun, sedikit asimetri atau celah celah dianggap normal.
LV lebih besar pada bayi prematur. Ruang gelap berisi cairan antara tanduk
frontal LV adalah cavum septum pellucidum (CSP) yang lebih besar pada bayi
prematur dan tidak boleh bingung dengan ventrikel ketiga. CSP dibatasi secara
superior oleh corpus callosum (CC) dengan penampilan tramline. Nukleus
caudatus berada tepat di bawah LV.10

10
Gambar 5. Koronal C3 pada ventrikel ke 3

16
Ketika transduser dimiringkan lebih jauh ke belakang, ventrikel ketiga
muncul sebagai area gelap garis tengah kecil di bawah dan antara LV dan CSP.
Foramen Monro (menghubungkan LV ke ventrikel ketiga) dapat terlihat. Tanda
lain adalah fisura Sylvain, yang memisahkan frontal dari lobus temporal, dan
muncul seperti huruf Y pada bayi cukup bulan dan terbuka lebar pada bayi
prematur. Substansia grisea (Grey matter) menunjukkan nukleus caudatus,
thalamus, dan putamen. Perhatikan ganglia basal yang mungkin tampak
hiperogenik dengan edema, iskemia atau perdarahan. Lenticulo-striate
vasculocathath (LSV) jika terlihat dalam pandangan ini sebagai titik terang. 10

Gambar 6.Koronal C4 pada posterior ke foramen Monro10

Ketika transduser miring lebih jauh ke belakang. Hallmark Sign dari


tampilan ini adalah penampilan "pohon Natal" atau "mahkota tiga runcing". Ini
berisi serebellum dan eko kuadrigeminal padat. Ventrikel keempat mungkin
merupakan area ekolusen di atas vermis serebelar. Area echolusen yang terlihat di
bawah serebellum adalah sisterna magna. Vermis tampak lebih terang dari
belahan serebellar.10

17
Gambar 7. Koronal C5 pada trigone dari ventrikel lateral10

Melanjutkan transduser ke belakang memotong triglomen LV. Rongga


ventrikel lateral diisi oleh choroid plexus (CP). Rongga ventrikel menyimpang
secara lateral. Jika ventrikel tampak paralel, pertimbangkan CC dysplasia. Jika
Cavum Vergae (bagian posterior CSP) ada, terlihat di antara LV. White matter di
sekitar ventrikel "peritrigonal blush" adalah echodense, simetris, dan kurang
echogenik daripada pleksus koroid. Penting untuk membedakan ini dari "peri
ventrikel (PV) flare" karena cedera white matter. Kista pleksus koroid dan
perdarahan pleksus koroid dapat dilihat dalam pandangan ini.10

10
Gambar 8. Koronal C6 pada lobus oksipital

18
Memiringkan transduser lebih jauh ke belakang akan menunjukkan
korteks parietal dan oksipital dengan IHF di tengah. Pesawat ini berguna untuk
evaluasi parenkim dan mencari periventrikular flare dan leukomalacia
periventrikular kistik (cystic PVL). Sulci menjadi lebih kompleks dengan
bertambahnya usia kehamilan.10

Hasil Pemeriksaan USG Kranial dalam Posisi Sagital

Gambar 9. Garis Pertengahan Sagittal (S1) menunjukkan korpus callosum (CC),


Septum Kavum Pellisidum, ventrikel ke 3 dan 4 serta vermis serebelar10

Berdasarkan gambar 9, transduser berada di garis tengah AF akan


memberikan bidang tersebut. Gambaran di foto harus mencakup CC, CSP,
ventrikel ke-3 dan ke-4 dan verba serebelar. Satu hallmark sign dari pandangan
ini adalah CC, yaitu sebuah pita hipoekogenik longitudinal yang dibatasi oleh
sulkus callosal yang menyapu dari depan ke belakang. Sulkus di bagian atas dan
sejajar dengan CC adalah sulkus cingulate. Area echolucent di bawah CC adalah
CSP yang merupakan struktur berisi cairan. Memperluas ke bagian posterior dari
cavum septum pellucidum adalah cavum vergae. Ventrikel ke-3 adalah daerah
lucent gema berbentuk belah ketupat (rhomboid shape). Gambaran lainnya adalah
the figure of three appearance. Kita bisa melihat aqua duktus dan batang otak
terlihat di depannya. Bagian anterior pons adalah ekogenic berbanding bagian
posterior. Cerebellar vermis adalah area hiperekogenik di fossa posterior dengan
ventrikel keempat terlihat menyempit ke anterior. Bagian inferior dari vermis
adalah daerah echolucent yang disebut cisterna magna. Sulci lebih bercabang dan
kompleks pada bayi dewasa.10
19
Gambar 10. Parasagittal melalui ventrikel lateral S2. Tampak Lobus Frontal (FL),
Lobus Parietal (PL), dan Lobus Temporal (TL)10

Transduser yang diletakkan secara lateral dari garis tengah akan


memberikan tampilan parasagittal dimana sudut ke arah kanan dan kiri bagi
mendapatkan masing-masing pandangan sagital kanan dan kiri. Tanda hallmark
adalah ventrikel lateral berbentuk C dengan pleksus koroid di dalamnya. Lantai
LV dibentuk oleh nukleus kaudat anterior dengan talamus di bawah dan di
belakangnya. Caudo-thalamic groove (CTG) adalah depresi berbentuk V terbalik
yang dangkal antara nukleus kaudatus dan thalamus. Pleksus koroid yang
merupakan struktur ekogenik homogen, meluas ke anterior ke CTG dan muncul
sebagai white spot. Pleksus koroid biasanya ada di atrium dan tanduk temporal
(temporal horn) LV dan pada atap ventrikel ke-3 dan ke-4. Pleksus koroid
biasanya tidak ada di tanduk frontal dan oksipital LV. Setiap lesi echogenik di
daerah ini menunjukkan tanda perdarahan. Kista pleksus koroid dan perdarahan
dapat terlihat dalam pandangan ini. Perhatikan caudate nucleus dan thalamus di
HIE. LSV juga terlihat di posisi S2 ini.10

Gambar 11. Gambaran Posisi Parasagittal melalui insula S310

20
Apabila dimiringkan transduser secara lateral, memberikan gambar
superfisial ke ventrikel lateral. Ciri khasnya adalah fisura Sylvian. Percabangan
fisura Sylvian akan meningkat seiring dengan maturitas . Perhatikan/ cari sulci
dan gyri secara adekuat yang berhubungan dengan kehamilan. Bidang ini juga
menunjukkan white matter periventrikular. Flare PV dan PVL kistik terlihat di
posisi S3.10

Hasil Pemeriksaan Ultrasonografi Doppler


CUS dapat digunakan untuk melakukan analisis doppler warna dan
spektral sistem arteri dan vena intrakranial untuk mengukur kecepatan aliran
darah. Arteri serebral anterior (ACA) terlihat pada pemindaian sagital, saat ia
melayang di atas corpus callosum (Gambar 2.8). ACA dapat digunakan untuk
menilai kecepatan aliran dan indeks resistif (RI). Ini didefinisikan sebagai
kecepatan sistolik puncak dan kecepatan diastolik akhir/ kecepatan sistolik
puncak. Karena menggunakan rasio, RI tidak tergantung pada sudut insonating.
Kisaran normal adalah 0.65-0.9. RI juga dipengaruhi oleh faktor-faktor kranial
tambahan seperti paten duktus arteriosus. Arteri serebral tengah (MCA) dapat
dinilai melalui jendela temporal.14

Gambar 12. Pengukuran Doppler dari arteri serebri anterior. Kecepatan


sistolik puncak (PSV), kecepatan diastolik akhir (EDV), indeks resistansi (RI).10

Dapatkan tampilan garis tengah sagital dan tekan Doppler warna.


Identifikasi ACA karena kurva di sepanjang genu CC. Pilih tombol doppler
gelombang pulsa (PW) dan letakkan kursor di atas arteri dan tekan. Dapatkan
jejak gelombang yang baik dan ukur kecepatan diastolik puncak dan akhir

21
sistolik. Sebagian besar pemindaian modern akan secara otomatis menghitung RI.
Sinus sagital superior dapat divisualisasikan dalam pemindaian koronal melalui
AF dan pengukuran Doppler berguna untuk menilai aliran vena.15
Parameter USG Doppler dapat berfungsi sebagai alat untuk memprediksi
keterlambatan perkembangan pada bayi. Ditemukan bahwa status hemodinamik
kiri arteri serebral tengah, yang diukur dengan ultrasonografi kranial Doppler
pada periode neonatal, memprediksi hasil awal motorik pada bayi cukup bulan.
Transkranial Doppler adalah teknik sensitif untuk diagnosis henti sirkulasi pada
kondisi kematian otak apabila mendapatkan pola seperti aliran sigmoidal dan
lonjakan sistolik yang pendek.15

2.2.2 Kelainan Kepala pada BBLR


Hypoxic-ischemic encephalopathy (HIE)
Ensefalopati hipoksik iskemik (HIE) merupakan kelainan yang paling
utama sebagai penyebab gangguan neurologis pada bayi baru lahir disamping
perdarahan perventrikular-intraventrikular yang menyebabkan kelainan
neuropatologis terutama pada bayi kurang bulan. HIE merupakan salah satu
penyebab utama disabilitas dan kematian pada bayi baru lahir di seluruh dunia.16,17
HIE terjadi setiap 1-3 per 1000 kelahiran di Amerika Serikat. Secara
global, 10-60% bayi akan meninggal pada periode postnatal; dari yang selamat
paling tidak 25% akan mendapat sekuele neuropsikologis berat dan permanen,
berupa retardasi mental, gangguan visuomotor atau visuo-perseptif,
hiperaktivitas, cerebral palsy, dan epilepsi. Penyebab cedera hipoksia bisa karena
asfiksia intrauterin atau postnatal. Asfiksia intrauterin terjadi jika pertukaran
udara dan aliran darah plasenta terganggu. Gangguan tersebut disebabkan faktor
janin, perfusi plasenta yang tidak adekuat, gangguan oksigenasi maternal,
terputusnya sirkulasi umbilikal. Asfiksia postnatal bisa disebabkan penyakit
membran hialin, pneumonia, aspirasi mekonium, penyakit jantung kongenital.
Hal ini menyebabkan depresi perinatal yang berlanjut pada berkurangnya
pertukaran oksigen dan karbondioksida dan timbulnya asidosis laktat berat. Jika

22
episode hipoksik iskemik ini cukup parah untuk merusak otak, maka akan terjadi
kondisi hypoxic-ischemic encephalopathy dalam 12-36 jam.17

Meskipun patofisiologi yang tepat dari HIE belum sepenuhnya dipahami,


kurangnya aliran darah otak bersamaan dengan penurunan kadar oksigen dalam
darah menyebabkan hilangnya autoregulasi otak normal dan cedera otak difus.18
Neonatus dengan ensefalopati dapat disertai nilai APGAR rendah saat
persalinan dan asidosis metabolik darah umbilikal; dalam 24 jam kehidupan,
dapat muncul gejala apnea dan kejang serta abnormalitas elektroensefalografi
(EEG). Saat terjadinya asfiksia berhubungan dengan lokasi cedera otak dan tipe
disabilitas yang terjadi; dapat dibagi menjadi akut dan berlanjut. Cedera otak akut
(misal karena ruptur uteri) biasanya disertai bradikardia janin, umumnya akan
menyebabkan cedera otak di bagian sentral, sedangkan cedera otak berlanjut dan
parsial (misal karena insufisiensi plasenta) biasanya disertai deselerasi intermiten
denyut jantung janin umumnya akan menyebabkan cedera otak di zona
watershed. Perpanjangan kedua tipe asfiksia tersebut berakibat kerusakan yang
lebih luas.17
Ultrasonografi (USG) merupakan alat pencitraan lini pertama dalam
menunjang HIE. Fontanel terbuka pada neonatus berfungsi sebagai jendela
akustik. Kepala neonatus diperiksa pada bidang sagital dan koronal dengan
menggunakan transduser tipe linear atau curved. Transduser diletakkan di tengah
fontanella. Ini akan memberikan sebuah gambaran koronal yang simetris.
Sonografi duplex memungkinkan memeriksa patensi pembuluh darah arteri dan
vena utama intrakranial serta indeks resistif (RI), yang memberikan informasi
mengenai perfusi otak. Peningkatan nilai RI menunjukkan prognosis yang buruk.
Pemeriksaan kontrol rutin serial USG harus dilakukan pada waktu yang telah
ditentukan yang terkait dengan tanggal lahir dan usia kehamilan.17, 18

Hal yang dapat ditemukan pada fase akut: 18


 Hiperechoic fokal atau difus periventrikular substansia alba
 Hiperechoic basal ganglia
 Berkurangnya diferensiasi substansia alba-grisea

23
 Kompresi, penyempitan ventrikel (udema serebri)
 Penyempitan area subaraknoid
 Penyempitan arteri intrakranial
 Peningkatan nilai RI
 Disertai perdarahan subependymal

Hal yang dapat ditemukan pada fase kronik:18


 Kista hipoechoic periventrikular (kavitas)
 Hilang volume serebral yang banyak
 E vacuo pembesaran ventrikel, batas/garis bergelombang
 E vacuo pembesaran area subaraknoid
 Atrofi, penipisan korpus kalosum
 Nilai RI yang normal

Gambar 13. USG kepala neonatus normal.19

Gambar 14. Pemeriksaan USG menunjukkan penyempitan ventrikel bilateral pada


neonatus dengan HIE ringan.19

24
Gambar 15. Pemeriksaan USG menunjukkan hiperechoic difus pada parenkim
otak periventrikular, sedangkan batas sulkus serebri kabur pada neonatus dengan
HIE sedang. 19

Gambar 16. Pemeriksaan USG menunjukkan hiperechoic dan parenkim otak yang
kabur pada area periventrikular pada neonatus dengan HIE berat. 19

Gambar 17. Pemeriksaan USG menunjukkan dilatasi bilateral ventrikel dan atrofi
parenkim otak.19

25
Pemeriksaan penunjang lainnya seperti sinar-x, CT (computed
tomography) scan, namun pemeriksaan tersebut kurang sensitif untuk menilai
suatu HIE. Tingginya kandungan protein cairan serebrospinal mengakibatkan
buruknya resolusi kontras parenkin pada CT scan. Selain itu, paparan radiasi CT
scan tinggi sehingga dapat memberikan efek yang kurang baik. Namun, CT scan
dapat melihat ada tidaknya perdarahan pada neonatus tanpa sedasi. Pemeriksaan
yang paling sensitif dan spesifik untuk neontus dengan curiga HIE sebenarnya
adalah magnetic resonance imaging (MRI). MRI dapat mendeteksi lokasi,
distribus, dan derajat keparahan lesi hipoksik-iskemik. Namun, MRI kurang
fleksibel sehingga USG menjadi pemeriksaan lini pertama untuk neonatus dengan
curiga HIE.18

Perdarahan Intrakranial
Perdarahan intrakranial merupakan salah satu penyebab timbulnya gejala
neurologi fokal akut yang paling sering pada neonatus. Perdarahan
periventrikuler/intraventrikuler adalah perdarahan yang berasal dari matriks
germinal subependimal periventrikuler dengan masuknya darah ke dalam sistem
ventrikel. Perdarahan periventrikuler/intraventrikuler dini didefinisikan sebagai
perdarahan yang terdiagnosis dalam < 72 jam setelah lahir dan perdarahan
periventrikuler/intraventrikuler lambat adalah perdarahan yang terdiagnosis
setelah 72 jam dari saat lahir. Perdarahan yang terjadi pada daerah subependimal
secara klinis dapat tidak tampak tetapi dilatasi ventrikel tetap terjadi.18,20,21
Kejadian perdarahan periventrikuler/intraventrikuler pada bayi dengan
berat badan lahir sangat rendah (< 1500 g) atau bayi lahir pada umur kehamilan
kurang dari 35 minggu sekitar 50%, dan pada penelitian multisenter dilaporkan
sekitar 12-18 %. Angka kejadian ini sudah jauh berkurang seiring dengan
meningkatnya mutu pelayanan terutama yang berkaitan dengan tatalaksana cairan
serta pernapasan pada neonatus.20
Banyak faktor meliputi lokasi, perluasan, dan etiologi perdarahan yang
dapat menentukan morbiditas dan mortalitas. Perdarahan intrakranial paling
sering terjadi di daerah matriks germinal. Matriks germinal terletak disepanjang

26
ventrikel lateral. Perdarahan intrakranial dapat terjadi karena tumor neonatal,
malformasi arteri intraserebral, trauma dan sensitif sinus dural atau gangguan
koagulasi, namun kejadiannya lebih jarang terjadi. Hematoma subaraknoid
ekstraserebral, subdural, dan epidural bisa terjadi karena trauma pada waktu
lahir.18
Klasifikasi perdarahan periventrikuler/intraventrikuler oleh Papile terbagi dalam 3
tingkatan yaitu:
1. Tingkat I : perdarahan hanya pada subependimal
2. Tingkat II: perdarahan intraventrikuler dengan ukuran ventrikel
normal. < 50% ventrikel terisi dengan perdarahan.
3. Tingkat III: perdarahan intraventrikuler dengan dilatasi ventrikel. >
50% ventrikel terisi dengan perdarahan. Perdarahan berada pada
substansia alba dari senter semioval.
4. Tingkat IV: perluasan perdarahan ke dalam parenkim otak dengan
perdarahan intraventrikuler dan dilatasi ventrikel.21

Klasifikasi perdarahan periventrikuler/intraventrikuler oleh Volpe terbagi dalam 3


tingkatan yaitu:
1. Tingkat I : perdarahan hanya pada subependimal atau < 10% area
ventrikel terisi dengan darah.
2. Tingkat II: 10-50% ventrikel terisi dengan perdarahan.
3. Tingkat III: > 50% ventrikel terisi dengan perdarahan.16,22

Pada bayi yang mengalami perdarahan periventrikuler/intraventrikuler


secara klinis dapat asimptomatik sekitar 25-50% kasus atau bergejala seperti
ubun-ubun besar yang membonjol, menurunnya hematokrit yang cepat, apnea,
bradikardi, asidosis, kejang, dan perubahan tonus otot serta tingkat kesadaran.
Sindrom yang berat pada perdarahan ini bila terjadi onset yang cepat pada tingkat
sopor atau koma, abnormalitas respirasi, kejang, refleks cahaya yang lambat dan
kelemahan otot. Pada bayi kurang bulan biasanya asimptomatik, beberapa dengan
menurunnya kesadaran dan gerakan, hipotonus, gerakan mata yang aneh. Yang
sangat jarang dan berat sampai dengan koma, hipotonus yang berat. Pada bayi

27
cukup bulan gejala yang khas adalah otot kejang, apneu, iritabel, muntah dan
ubun-ubun besar yang membonjol.23,24
Diagnosis perdarahan periventrikuler/intraventrikuler dilakukan umumnya
dengan USG kepala. Ultrasonografi merupakan modalitas awal untuk
pemeriksaan perdarahan matriks germinal. Tingkat perdarahan yang terjadi juga
dapat diukur pada pemeriksaan ini. USG digunakan pula untuk menentukan saat
timbulnya perdarahan, memantau perubahan yang terjadi dan meramalkan akibat
perdarahan pada masa akut. Sangat penting untuk melakukan skrining USG
kepala pada bayi kurang bulan, rutin dilakukan untuk bayi dengan umur
kehamilan < 30 minggu, skrining dapat dilakukan pada umur 3-7 hari karena
perdarahan dini terjadi sebelum umur tersebut dan diulangi pada umur 28-30 hari
yang berguna untuk menemukan perdarahan onset lambat. Pada bayi yang lebih
besar USG kepala dapat dilakukan apabila terdapat faktor risiko atau adanya
gejala hidrosefalus.16
Potongan koronal dan sagital otak neonatus dapat diperoleh melalui
transduser yang diletakkan di fontanela anterior. Pada fase akut dan subakut,
gambaran USG perdarahan matriks germinal adalah hiperekoik. Selanjutnya,
gambarannya akan menjadi isoekoik dan pada fase kronik gambaran perdarahan
matriks germinal adalah hipoekoik. Garis ventrikel dapat timbul hiperekoik oleh
karena perluasan intraventrikular. Perluasan perdarahan matriks germinal ke
pleksus koroid akan memperluas pleksus. Komplikasi perdarahan berupa infark
vena akan menunjukkan gambaran fan-shaped hyperechoic pada substansia alba
pada potongan koronal.18

Pemeriksaan USG direkomendasikan pada bayi <1.000 g yang


mempunyai risiko tertinggi terjadinya perdarahan periventrikuler/intraventrikuler
dan harus dilakukan USG kepala dalam 3-5 hari pertama, bila ini dikerjakan maka
lesi akan didapatkan mencapai 75%. Bayi dengan berat 1.0001-1.500g harus
menjalani pemeriksaan USG kepala dalam umur 7-14 hari. 25% bayi dengan
berat lahir rendah bisa menjadi palsy serebral. Pemeriksaan USG serial
dibutuhkan untuk monitor progresivitas perdarahan dan mengidentifikasi
komplikasi perdarahan matriks germinal seperti hidrosefalus atau infark serebri
vena.18,25

28
Gambar 18. Potongan koronal (A) dan sagital (B). Adanya perdarahan matriks
germinal ditandai dengan adanya hiperekoik fokal (grade II) dengan perluasan ke
pleksus koroid ventrikel lateral kanan. Potongan sagittal menunjukkan perluasan
perdarahan matriks germinal.18

Pemeriksaan CT scan dapat dilakukan, namun kurang disukai karena CT


scan memerlukan sedasi, pasien harus ditransportasi ke tempat pemeriksaan,
dapat menyebabkan hipotermia, dan gangguan respirasi dan adanya bahaya
radiasi. MRI merupakan modalitas yang paling sensitif untuk mengidentifikasi
perdarahan intrakranial secara umum dan juga perdarahan matriks germinal. CT
atau MRI harus dipertimbangkan jika temuan USG tidak mendapatkan kelainan
neurologi. CT atau MRI diindikasikan pada perdarahan neonatal selain GMH.16

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Hasan R, Alatas H. Perinatologi. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak 3;


edisi ke-4. Jakarta : FKUI, 1985;1051-7.
2. Hartiningrum I, Fitriyah N. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Provinsi
Jawa Timur Tahun 2012-2016. Jurnal Biometrika dan Kependudukan. 2018;
7(2): 97-104.
3. Behrman, RE, Kliegman RM. The Fetus and the Neonatal Infant, In Nelson
Textbook of pediatrics; 17 th ed. California: Saunders. 2004; 550-8.
4. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
2005:431-434.
5. Wiknjosastro H, Saifuddin AB. Bayi Berat Lahir Redah. Dalam: Ilmu
Kebidanan; edisi ke-4. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 20;771-83.
6. Arifuddin J, Palada P. BBLR-LBW. Dalam : Perinatologi dan
Tumbuh Kembang. Jakarta : FKUI, 2004;9-11.
7. Behrman, RE, Kliegman RM. The Fetus and the Neonatal Infant, In Nelson
Textbook of pediatrics; 17 th ed. California: Saunders. 2004; 550-8.
8. Saifuddin, AB, Adrianz, G. Masalah Bayi Baru Lahir. Dalam : Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal; edisi ke-1. Jakarta :
yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2000;376-8.
9. Gomella, TL, Cunningham MD. Management of the Extremely Low Birth
Infant During the First Weekof Life. In : Lange Neonatology; 5 th ed. New
York : Medical Publishing Division, 2013; 120-31.
10. James AC, Practical Guide to Neonatal Cranial Ultrasound: Basic, Paediatrics
and Child Health 2018. 2018.
11. Medlineplus. Skull of Newborn. 2019. Tersedia dari URL:
https://medlineplus.gov/ency/imagepages/1127.htm (Diakses Desember 2019)
12. Meijler GVW, Neonatal Cranial Ultrasonography. Guidelines for the
Procedure and Altas of Normal Ultrasound Anatomy. Springer. 2007.
13. Diwakar R.K, Khurana O. Cranial Sonography in Preterm Infants with Short
Reviem of Literature. Journal of Pediatric Neurosciences. 2018;13(2):141-
149.
14. Zainal M. Transcranial Doppler Technique. Aplikasi Diagnostik Doppler
Transkranial (TCD) dalam Neurologi dan Neurosurgery. PT. Setio Harto,
Jakarta :2006
15. Franco A. Neonatal Cranial Ultrasound: Current Perspectives. Reports in
Medical Imaging. 2013.
16. Soetomenggolo TS, Ismael S. Buku ajar neurologi Anak Ed. 2. Jakarta:
IDAI; 2000.Hl 307-15,258-59.
17. Anggriawan A. 2016. Tinjauan Klinis Hypoxic-Ischemic Encephalopathy.
CDK-243.43(8):582-6.
18. Troger J, Seidensticker P. 2008. Pediatric Imagining Manual.
Springer:Germany;p. 15-20
19. Guan B, et all. 2017. Early diagnosis and outcome prediction of neonatal
hypoxic-ischemic encephalopathy with color Doppler ultrasound.
Diagnostic and Interventional Imaging. 98: 469-75.
20. Gomella T.L.(ed). Neonatology management procedures on-call problems,
diseases, and drugs. Edisi ke-6. New York: Lange medical books/McGraw
Hill.2007.
21. Scher M.S, Brain disorders of the fetus and neonate. In:Care of the high
risk neonate, edisi ke-5. New York: W.B. Saunders Company. 2001.
22. Madan A, Hamrick, S.E.G., and Ferriero D.M.; Central nervous system
injury and neuroprotection, in: Avery’s diseases of the newborn.
Philadelphia: Elsiever Saunders. 2005.
23. Annibale DJ. Periventricular hemorrhage-intraventricular hemorrhage.
Medscape Reference Update July 24th 2018. Available from
https://emedicine.medscape.com/article/976654-clinical disitasi Desember
2019.

31
24. Soul J.S.; Intracranial hemorrhage and periventricular leukomalacia. In:
Manual of neonatal care, sixth ed, Philadelphia: Lippincott William&
Wilkins. 2008.
25. Chapman IA and Stol BJ. Nervous System Disorders in Nelson Text Book
of Pediatrics 18th ed. Saunders, Philadelphia.2007.

32

Anda mungkin juga menyukai