Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

TETANG TUANKU TAMBUSAI


PATUNG KUDA DI BANJAR XII

KELOMPOK

DI SUSUN OLEH:

INTAN PERMATA SARI

SALSA NABILA

RINALDI GUSMAR

M.ABDUL SHALEH

SMA NEGERI 02 TANAH PUTIH

KATA PENGANTAR
Pertama-tama, puji syukur kepada Allah SWT atas pertolongan Allah SWT,

penulis selesai menulis makalah berjudul ” Tuanku Tambusai” dapat

diselesaikan tepat waktu.

Dalam menyelesaikan makalah ini penulis memiliki kekurangan dalam

refrensi, penyusunan dan penjelasannya, yang mungkin terdapat kekurangan

data, namun penulis berharap dapat dijadikan referensi dan menambah

wawasan kita bersama

Penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak untuk

menyempurnakan makalah agar lebih lengkap dan baik kedepanya

Demikian kata pengantar kami sampaikan, dan kami ucapkan Terimakasih

Hormat Kami

Ujung Tanjung, , , 2022

penulis
Pendahuluan

Tuanku Tambusai lahir di Dalu-dalu dalu dalu adalah desa yang berbatasan

dengan sumatra utara, nogari Tambusai, Rokan Hulu, Riau. yang didirikan di

tepi sungai Sosah, anak sungai Rokan. Tuanku Tambusai memiliki nama kecil

Muhammad Saleh, yang setelah pulang haji, dipanggilkan orang Tuanku Haji

Muhammad Saleh.[1]

Tuanku Tambusai merupakan anak dari pasangan perantau Minang, Tuanku

Imam Maulana Kali dan Munah. Ayahnya berasal dari nagari Rambah (rambah

adalah kecamatan yang berbatasan dengan bangun purba) dan merupakan

seorang guru agama Islam. Oleh Raja Tambusai ayahnya diangkat menjadi

imam dan kemudian menikah dengan perempuan setempat. Ibunya berasal

dari nagari Tambusai yang bersuku Kandang Kopuh. Sesuai dengan tradisi

minang yang matrilineal, suku ini diturunkannya kepada Tuanku Tambusai. [2]

Beliau adalah Sultan Rokan IV Koto ke-14, sekaligus sultan terakhir dengan

nama gelar Sultan Zainal Abidin.

Sewaktu kecil Muhammad Saleh telah diajarkan ayahnya ilmu bela diri,

termasuk ketangkasan menunggang kuda, dan tata cara bernegara. [3]


Bab isi

Untuk memperdalam ilmu agama, Tuanku Tambusai pergi belajar

ke Bonjol dan Rao di Sumatra Barat. Disana ia banyak belajar dengan ulama-

ulama Islam yang berpaham Paderi, hingga dia mendapatkan gelar fakih.

Ajaran Paderi begitu memikat dirinya, sehingga ajaran ini disebarkan pula di

tanah kelahirannya. Disini ajarannya dengan cepat diterima luas oleh

masyarakat, sehingga ia banyak mendapatkan pengikut. Semangatnya untuk

menyebarkan dan melakukan pemurnian Islam.

Melawan Belanda.

Perjuangannya dimulai di daerah Rokan Hulu dan sekitarnya dengan pusat di

Benteng Dalu-Dalu. Kemudian ia melanjutkan perlawanan ke

wilayah Natal pada tahun 1823. Tahun 1824, ia memimpin pasukan gabungan

Dalu-dalu, Lubuksikaping, Padanglawas, Angkola, Mandailing, dan Natal untuk

melawan Belanda. Dia sempat menunaikan ibadah haji dan juga diminta

oleh Tuanku Imam Bonjol untuk mempelajari perkembangan Islam di

Tanah Arab.[5]

Dalam kurun waktu 15 tahun, Tuanku Tambusai cukup merepotkan pasukan

Belanda, sehingga sering meminta bantuan pasukan dari Batavia. Berkat

kecerdikannya, benteng Belanda Fort Amerongen dapat dihancurkan. Bonjol

yang telah jatuh ke tangan Belanda dapat direbut kembali walaupun tidak

bertahan lama. Tuanku Tambusai tidak saja menghadapi Belanda, tetapi juga

sekaligus pasukan Raja Gedombang (regent Mandailing) dan Tumenggung

Kartoredjo, yang berpihak kepada Belanda. Oleh Belanda ia digelari “De


Padrische Tijger van Rokan” (Harimau Paderi dari Rokan) karena amat sulit

dikalahkan, tidak pernah menyerah, dan tidak mau berdamai dengan Belanda.

Keteguhan sikapnya diperlihatkan dengan menolak ajakan Kolonel Elout untuk

berdamai. Pada tanggal 28 Desember 1838, benteng Dalu-dalu jatuh ke tangan

Belanda. Lewat pintu rahasia, ia meloloskan diri dari kepungan Belanda dan

sekutu-sekutunya. Ia mengungsi dan wafat di Kediri pada tanggal 12

November 1882, beliau oleh masyarakat Kediri dikenal dengan nama Syekh Al

Wasil Syamsudin (Mbah Wasil).

Karena jasa-jasanya menentang penjajahan Hindia Belanda, pada tahun 1995

pemerintah mengangkatnya sebagai pahlawan nasional. [6]

Melihat sepak terjang dan riwayat kehebatan Tuanku Tambusai , julukan

"Harimau Padri dari Rokan" (De Padrische Tijger Va Rokan) yang diberikan

oleh Belanda tidaklah berlebihan. Bahkan, tokoh yang memiliki nama kecil

Muhammad Saleh ini layak menyandang sebutan itu.

Kemenangan demi kemenangan yang berhasil dicapai oleh pejuang kelahiran

Dalu-dalu, Nagari Tambusai, Rokan Hulu, Riau, 5 November 1784, ini benar-

benar membuat Belanda terpukul.   

Kemampuan Tambusai  mengatur strategi perlawanan di medan perang

membuat pasukan Belanda keteteran.

Serangan demi serangan yang dilancarkan Belanda di utara Sumatra Barat

terpaksa gagal. Belanda mesti meminta bantuan ke Batavia berkali-kali. 


Meski menerima kiriman pasukan dari Batavia yang sekarang Jakarta,

kerugian material dari pihak Belanda tidak bisa terelakkan akibat perlawaan

pejuang pribumi pimpinan Tambusai.

Benteng Belanda Fort Amerongen, sebagai basis kekuatan Belanda, ini

berhasil dihancurkan. Padahal, benteng tersebut pusat pergerakan dan

komunikasi Belanda di Sumatra Barat.

Tak terhenti di situ, kemenangan gemilang berhasil ditorehkan melalui

semangat juang yang tinggi. Pasukan Tambusai sukses menyerang pos-pos

militer Belanda di Tapanuli.

Tepat pada 1835, para pejuang tersebut berhasil mengepung Belanda di Rau

dan Lubuk Sikaping, Sumatra Barat, dan berhasil merampas sebagia senjata

dari pihak Belanda.

Tidak hanya piawai mengatur siasat perang, Tambusai  dikenal pula sebagai

ahli agama. Ia mendapat gelar tuanku karena kepakarannya dalam bidang

agama. 

Dengan gelar itu, ia ditugasi sebagai Panglima Padri di Rao. Ia termasuk satu

dari empat padri yang berangkat ke Makkah pada 1820-an untuk belajar.   

Sebagai tokoh padri, penampilannya tak selalu dengan baju putih dan tidak

pula memelihara janggut sebagaimana padri-padri lainnya. Ia merupakan

ancaman yang cukup serius bagi Belanda.

Perannya mengurangi tekanan Belanda terhadap pertahanan utama padri di

Bonjol sangat besar.


Menghadapi kekalahan telak, tak membuat Belanda menyerah. Mereka

mengatur strategi agar dapat menangkap Harimau dari Roka itu.

Belanda memutuskan menyerang Dalu-Dalu sebagai tempat kelahiran

Muhammad Saleh sekaligus pusat pertahanan pasukannya.

Serangan dilakukan secara mendadak saaat kekuatan personel sedang tidak

lengkap. Serangan tersebut berhasil pada gelombang kedua, tepatnya pada 28

Desember 1838. Banyak pejuang gugur di medan perang.

Tuanku Tambusai memutuskan mundur dan mengungsi ke Malaysia untuk

mengatur strategi balasan. Belum terealisasi rencana itu, Tuhan berkehendak

lain. Ajal menjemput Tuanku Tambusai pada 12 November 1882, di usia 98

tahun. Ia dimakamkan di Rasah, Malaysia.

Atas jasa-jasanya kepada negara, Tuanku Tambusai diberi gelar pahlawan

nasional melalui SK Presiden Republik Indonesia No 071/TK/Tahun 1995, 7

Agustus 1995. 

Peran orang tua

Tambusai kecil mendapat didikan khusus dari kedua orang tuanya, terutama

dalam bidang agama. Sang ayah, Muhammad Saleh, adalah seorang guru

agama. Selain mengajarkan agama, sang ayah juga membekalinya dengan

ilmu bela diri dan kemampuan menunggang kuda.  

Beranjak dewasa, ia telah menguasai beberapa keterampilan, selain sebagai

pejuang mengusir Belanda, Tambusai juga aktif menyebarkan agama Islam

dari satu tempat ke tempat lain.


Perlawanan terhadap Belanda bermula ketika ia selalu diganggu oleh tentara

Belanda ketika akan menyampaikan siar Islam. Di sinilah mulai tumbuh

semangat untuk mengusir penjajah dari tanah kelahirannya.

Sang ayah bukan termasuk keluarga ningrat. Status sosialnya terangkat

karena ayahnya yang berasal dari Nagari Rambah merupakan seorang guru

agama. Berkat kepakaran menguasai agama, Raja Tambusai mengangat

ayahandanya sebagai  imam dan guru agama kerajaan.  

Tuanku Tambusai pun menetap di istana bersama kedua orang tuanya. Ia

memperdalam ilmu agamanya di Bonjol dan Rao yang masih daerah Sumatra

Barat.

Ia berguru ke ulama-ulama tersohor, seperti Haji Miskin, Haji Sumanik, Haji

Piobang, dan Tuanku Nan Renceh. N c62 ed: nashih nashrullah. 

***

Padri yang Bergelar Fakih

Berkat ketekunan belajarnya, Muhammad Saleh remaja, menjadi seorang padri

bergelar fakih, ulama ahli fikih. Setelah mendapatkan gelar fakih Muhammad

mendapat tugas menyebarkan dakwah ke daerah yang paling rawan waktu itu,

yaitu Toba Sumatera Utara. 

Konon, daerah ini sebagian besar penduduknya menganut kepercayaan

Pelbegu. Ketika berdakwah di daerah itu, ia difitnah ingin merombak adat

nenek moyang orang Batak.


Akibat fitnah itu ia merasa nyawanya terancam. Merasa Toba sudah tak aman

baginya, ia pun memutuskan kembali ke Rao (sekarang Sumatera Barat). Di

sana ia menyiarkan Islam bersama Tuanku Rao ke berbagai pelosok seperti

Airbangis dan Padanglawas kemudian ia mendirikan pesantren di

kampungnya, Dalu-dalu.N c62 ed: nashih nashrullah.        

karena jasa beliau maka pemerintahan rokan hilir membangun patung kuda

untuk mengenang jasa beliau dalam beperang dan berdakawah

dan hal itu dapat di lihat kalau berkunjung ke banjar XII

Patung Tuanku Tambusai akan menyambut kedatangan anda jika anda balek

kampung ke Tanah Putih ke Rokan Hilir, khususnya bagi yang melewati

Simpang Pasar Banjar XII.

Fhoto warga setempat di patung kuda


Penampakan patung pahlawan nasional menunggangi kuda ini sering di

jadikan latar untuk sekedar berfoto /selfie. Patung Tuanku Tambusai

menunggangi kuda, juga disebut patung "Kudu" oleh masyarakat setempat,

lebih kepada kebiasaan masyarakat lokal menyebut nama Kuda dengan Kudu,

Ramadhan 1437 H hari ke 28 di Tanah Putih, mulai disemarakan dengan

pemasangan lampu colok yang mulai terpasang sejak menyambut malam ke

27 Ramdhan lalu. Sepanjang jalan mulai dari masuk simpang Solah-hingga

Kelurahan Sedinginan anda akan menjumpai tiang-tiang kayu yang terpasang

lampu colok. Setidaknya ada dua titik yang terpantau Radar Pekanbaru,

terpasang gerbang ukiran kubah masjid yang terbuat dari lampu colok,

pertama di Banjar XII dan Kedua di Sedinginan.

Uniknya Patung Tuanku Tambusai juga tak luput digantungi beberapa lampu

colok oleh sejumlah remaja lingkungan setempat.Terlihat kepala patung kuda

agak menghitam akibat terkena kepulan asap lampu yang berasal dari lampu

colok yang digantungi di leher patung.

Penutup

Dengan mengenang jasa dari pahlawan Taunku Tambusai , kita dapat

memupuk rasa Nasionalisme lebih dalam lagi dan kecintaan kita terhadap

NKRI lebih terasa, karena kita merdeka penuh perjuangan baik harta dan

Nyawa, semoga kedepanya kita lebih menghargai jasa jasa mereka

wasaalam

Anda mungkin juga menyukai