Anda di halaman 1dari 21

PORTOFOLIO STASE ANESTESI OBSTETRI I DESEMBER 2020

Nama : Indah Suhety


NIM : 1907601080006

Kasus 1
Identitas Pasien
Inisial : Ny. SM
Umur : 44 tahun
Diagnosis : Hiperplasia Endometrium
Operasi : Kuretase
DPJP Anestesi : Dr.dr. Zafrullah Khany Jasa Sp.An KNA
DPJP Obgyn : dr. Hasanuddin, Sp.OG
Tanggal Operasi : 15 Desember 2020

Anamnesis:
Pasien datang ke RSUDZA dengan keluhan nyeri perut saat datang bulan. Dirasakan
sejak bulan Juli, pasien juga mengeluhkan haid memanjang dan banyak. Pasien tidak
memiliki riwayat operasi sebelumnya, asma, alergi, dan DM, HT (+).

Pemeriksaan Fisik:
Kesadaran : Compos Mentis Tinggi Badan : 150 cm
Tekanan darah : 153/100 mmHg IMT : 36,68 kg/m2
Frekuensi nadi : 96 x/menit
Frekuensi napas: 20 x/menit Mata : Tidak anemis, tidak ikterik
Suhu : 36,8⁰C Airway : Clear, mallampati 2, buka
Saturasi O2 : 99% Room air mulut tiga jari, ekstensi
leher maksimal

Berat badan: 87 kg
Jantung : bunyi jantung I dan II Abdomen: Soepel, bising usus (+),
regular, tanpa murmur sesuai kehamilan
maupun gallop Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2
Paru : vesikuler di kedua paru, detik, Oedema Tidak ada
tanpa wheezing maupun
ronkhi

Pemeriksaan penunjang:
Laboratorium 06 Desember 2020
HB 12,6 g/dl Ht 39% Leukosit 10000
Thrombosit 365000
CT/BT 7/2
Na/K/Cl 146/4,6/109
SGOT/PT 50/65

Kesan :
ASA II
- Hipertensi stage I, TD 153/100mmhg, Klinis nyeri dada (-), gallop (-), METS
>6, Murmur (-), Gallop (-), EKG Sinus Ritme HR 84x/i Normoaksis, th/
Amlodipin 1x5mg, Toleransi op ringan dari div kardiologi
- Peningkatan fungsi hati, SGOT/PT 50/65, Klinis Ikterik (-)
- Obese cat II, BMI 36,68 kg/m2, STOPBANG Score 2 Low Risk of OSA

Instruksi pra operasi


- Informed consent anestesi
- Puasa makan padat 6 jam sebelum operasi, dan clear fluid 2 jam sebelum operasi
- Rawatan post operasi ruang rawat

Rencana anestesi
 Spinal Anestesi
 Monitoring intraoperasi EKG, NIBP, SpO2, Perdarahan, Urin Output

Intra operatif
 Pukul 08.30 wib pasien masuk kamar operasi. Terpasang kanul vena di tangan
kanan no 18 G yang disambungkan ke Ringer Laktat, dipasang alat monitor
tekanan darah, EKG dan pulse oxymetri
 Hemodinamik pra anestesi. TD: 140/100 mmHg, frekuensi nadi 84 x/menit,
frekuensi napas 16 x/menit, suhu 36.8, saturasi O2 100% room air
 Pasien dilakukan pembiusan dengan menggunakan Bupivacain 10 mg pada
pukul 08.40 wib
 Dinilai ketinggian spinal sampai dengan dermatom Thorakal 10.
Hemodinamik setelah spinal anestesi TD 130/75 mmHg, frekuensi nadi
84x/menit, dan saturasi O2 99%.
 Pukul 08.45 TD 116/67 mmHg, nadi 88 kali permenit, saturasi O2 100%.
Pasien diberikan Efedrin 10 mg, dilakukan pemberian loading cairan ringer
laktat 500cc. TDS di atas 100 mmHg
 Pukul 09.00 dilakukan kuretase
 Intra operatif tekanan darah berkisar di sistolik 110-120 mmHg, dengan
diastolik 67-89 mmHg, Frekuensi nadi berkisar antara 80-90 kali per menit.
 Pukul 09.30 operasi selesai. Tekanan darah di akhir operasi TD 125/70
dengan frekuensi nadi 84x per menit, saturasi O2 100%.
 Pemberian Ondansetron 4 mg
 Analgetik post operasi diberikan paracetamol 1 gram intra vena dan tramadol
100mg
 Pasien ditranspor ke ruang pulih

Lama pembiusan : 45 menit


Lama operasi : 30 menit
Total cairan masuk : 700 cc kristaloid
Perdarahan : 200 ml
Urin : 100 ml

Pembahasan

Kuretase merupakan tindakan pengerokan dan juga pembersihan lapisan


endometrium
uterus. Tindakan ini tergolong bedah minor yang menyebabkan sensasi nyeri dan
cemas saat dilakukan dilatasi serviks, peregangan mekanis pada ostium serviks, dan
kerokan
kuret pada dinding uterus untuk mengeluarkan jaringan endometrium.Waktu tindakan
sekitar 5−15 menit yang dapat mengakibatkan nyeri sedang dengan penilaian visual
analog scale (VAS) 5

Prosedur kuretase atau yang sering juga disebut Dilatasi dan Kuretase (D&C)
merupakan sebuah bentuk operasi kecil yang dipergunakan untuk tujuan diagnosis
dan perawatan pada kondisi tertentu dimana terjadi perdarahan yang tidak normal
(abnormal) dari uterus.

Untuk tujuan diagnosis, prosedur dilatasi dan kuretase dilakukan untuk mendiagnosa
penyebab perdarahan yang hebat dan tidak teratur pada rahim, mendiagnosa adanya
kemungkinan kanker rahim atau infeksi rahim, pemeriksaan kesuburan. Saat ini,
prosedur dilatasi dan kuretase “untuk tujuan diagnosis” sudah mulai ditinggalkan dan
diganti dengan prosedur lain seperti penggunaan USG (Ultrasonografi).
Disisi lain, prosedur dilatasi dan kuretase masih tetap dilakukan untuk beberapa
tujuan perawatan seperti, Kasus keguguran dimana prosedur kuret dilakukan untuk
membersihkan sisa jaringan janin dan jaringan plasenta di dalam rahim. Hal ini perlu
dilakukan untuk menghentikan pendarahan, mencegah terjadinya infeksi, serta
menyiapkan rahim perencanaan kehamilan selanjutnya. Menghilangkan polip rahim,
kondisi hamil anggur dan tidak adanya janin (blighted ovum), perawatan cervical
stenosis, berupa kondisi dimana jaringan yang menghubungkan uterus dengan vagina
tertutup atau mengecil.

Kebutuhan anestesi untuk kuretase


Dilatasi dan kuretase merupakan sebuah operasi minor (kecil), walaupun begitu,
prosedur ini tidak akan terlepas dari yang namanya anestesi.
Jenis anestesi yang dipergunakan dalam prosedur kuret sendiri akan sangat
bergantung pada:
 Tingkat urgensi dari kondisi perdarahan yang terjadi
 Tingkat dilatasi serviks
 Masa kehamilan
 Jenis anestesi yang dipergunakan pada masa tri-semester pertama, tri-
semester kedua, dan tri-semester ketiga bisa berbeda-beda, disesuaikan
dengan kondisi pasien
 Riwayat kesehatan pasien
 Pilihan dan kebutuhan dari pasien

Berdasarkan berbagai pertimbangan yang ada, jenis anestesi yang dipergunakan


dalam prosedur kuretase adalah:
Anestesi Regional
Pelaksanaan kuretase dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi regional
berupa :
Peripheral nerve block
Memiliki kemampuan untuk menghilangkan rasa sakit yang lebih baik bila
dibandingkan dengan penggunaan obat sedative saja. Kekurangannya adalah tetap
adanya rasa nyeri bila tidak dibarengi dengan penggunaan obat sedative.
Neuraxial
Jenis anestesi ini dianggap sebagai teknik yang paling nyaman bagi para pasien.
Kekurangannya adalah tetap memiliki resiko (minor) untuk mengalami efek samping
berupa sakit kepala setelah efek anestesi menghilang. Selain itu, pasien harus
menjalani pemulihan di rumah sakit setelah prosedur kuretase selesai.
Intrauterine analgesia
Jenis anestesi ini dianggap tidak terlalu invasif. Jenis obat yang dipergunakan adalah
lidocaine. Untuk mendapatkan hasil terbaik, dianjurkan untuk menggunakan jenis
anestesi ini bersama-sama dengan penggunaan obat sedative.

Anestesi Umum
Prosedur kuret dapat dilakukan dengan anestesi umum. Dengan anestesi umum,
pasien akan kehilangan kesadaran seutuhnya dan tidak memiliki ingatan apapun
tentang prosedur yang ada.
Kelebihan dari penggunaan anestesi umum pada prosedur kuretase terletak pada
tingkat kenyamanan pasien yang tidak merasakan sakit sama sekali, serta proses yang
bisa berjalan dengan lebih baik karena pasien tidak akan bergerak.
Kekurangan dari anestesi umum ini adalah adanya potensi permasalahan saluran
udara serta kemungkinan munculnya efek samping berupa rasa mual dan muntah
setelah efek anestesi memudar.
PORTOFOLIO STASE ANESTESI OBSTETRI I DESEMBER 2020

Nama : Indah Suhety


NIM : 1907601080006

Kasus 2
Identitas Pasien
Inisial : Ny. NAS
Umur : 39 tahun
Diagnosis : Mioma Uteri
Operasi : Miomectomy
DPJP Anestesi : dr. Riswandi Sp.An
DPJP Obgyn : dr. Hasanudin Sp.OG
Tanggal Operasi : 10 Desember 2020

Anamnesis:
Pasien datang ke RSUDZA rujukan dokter spesialis kandungan dengan keluhan
perdarahan dari jalan lahir sejak 2 minggu, teraba benjolan diperut, gejala ini
dirasakan pasien lebih kurang 1 bulan yang lalu. Pasien tidak memiliki riwayat asma,
alergi, DM, hipertensi. Pasien juga tidak mempunyai riwayat operasi sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik:
Kesadaran : Compos Mentis Airway : Clear, mallampati 2, buka
Tekanan darah : 130/80 mmHg mulut tiga jari, ekstensi
Frekuensi nadi : 84 x/menit leher maksimal
Frekuensi napas: 18 x/menit Jantung : bunyi jantung I dan II
Suhu : 36,8⁰C regular, tanpa murmur
Saturasi O2 : 99% Room air maupun gallop
Berat badan: 78 kg Paru : vesikuler di kedua paru,
Tinggi Badan : 150 cm tanpa wheezing maupun
IMT : 34,7 kg/m2 ronkhi
Abdomen: Soepel, bising usus (+),
sesuai kehamilan
Mata : Tidak anemis, tidak ikterik Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2
detik, Oedema Tidak ada

Pemeriksaan penunjang:
Laboratorium 1 Desember 2020
DPL 10,7/35/7700/381.000
GDS 105
CT/BT 7/2
Ur/Cr
Na/K/Cl 143/3,9/112

Kesan :
ASA II
- Obese grade II,,BMI 36,5 kg/m2, STOPBANG Score I, low risk of OSA
- Anemia Hb 10,7 g/dl

Instruksi pra operasi


- Informed consent anestesi
- Puasa makan padat 6 jam sebelum operasi, dan clear fluid 2 jam sebelum operasi
- Rawatan post operasi ruang rawat

Rencana Anestesi
 Spinal Anestesi
 Monitoring intraoperasi EKG, NIBP, SpO2

Intra operatif
 Pukul 08.00 pasien masuk kamar operasi. Terpasang kanul vena di tangan
kanan no 18 G yang disambungkan ke Ringer Laktat, dipasang alat monitor
tekanan darah, EKG dan pulse oxymetri
 Hemodinamik pra anestesi. TD: 110/870 mmHg, frekuensi nadi 87 x/menit,
frekuensi napas 20x/menit, suhu 36.8, saturasi O2 99% room air
 Pasien dilakukan pembiusan dengan menggunakan Bupivacain 15 mg dan
fentanyl 25 mcg pada pukul 08.30
 Dinilai ketinggian spinal sampai dengan dermatom Thorakal 4. Hemodinamik
setelah spinal anestesi TD 119/83 mmHg, frekuensi nadi 84 x/menit, dan
saturasi O2 99%.
 Pukul 08.40 TD 97/68 mmHg, nadi 88 kali permenit, saturasi O2 100%.
Pasien diberikan Efedrin 5 mg, dilakukan pemberian loading cairan ringer
laktat 500cc. TDS di atas 100 mmHg
 Pukul 08.50 dilakukan insisi
 Pemberian asam tranexamat 1000 mg untuk perdarahan intraoperatif
 Intra operatif tekanan darah berkisar di sistolik 110-120 mmHg, dengan
diastolik 67-89 mmHg, Frekuensi nadi berkisar antara 80-90 kali per menit.
 Pukul 10.30 operasi selesai. Tekanan darah di akhir operasi TD 120/80
dengan frekuensi nadi 88x per menit, saturasi O2 99%.
 Pemberian Ondansetron 4 mg
 Analgetik post operasi diberikan paracetamol 1 gram intra vena dan tramadol
100mg
 Pasien ditranspor ke ruang pulih

Lama pembiusan : 120 menit


Lama operasi : 1 jam 40 menit
Total cairan masuk : 1300 cc kristaloid
Perdarahan : 400 ml
Urin : 200 ml
Pembahasan

Mioma uterus, yang disebut juga fibromioma uterus,leiomyoma uterus atau


uterin fibrinoid adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot polos dinding
uterus.Mioma merupakan tumor uterus yang ditemukan pada 20-25% wanita diatas
umur 35 tahun. Kebanyakan mioma uterus terletak di korpus uterus. Bila
pertumbuhannya hanya di dinding uterus, tumor dinamakan mioma
intramural.Separuh penderita mioma uterus tidak memperlihatkan gejala. Umumnya
gejala yang ditemukan bergantung pada lokasi, ukuran, dan perubahan pada mioma
tersebut, seperti perdarahan haid abnormal, nyeri dan tanda penekanan. Perdarahan
berlebihan dan nyeri haid di dapat pada mioma sumukosa.

Penekanan terutama didapat pada mioma yang besar. Putaran tangkai mioma
subserosum dapat menyebabkan nyeri hebat. Pada inspeksi dan palpasi perut, apalagi
pada pemeriksaan vaginoabdominal, uterus ditemukan membesar, mengeras dan
berbenjol-benjol.diagnosis ditentukan atas gejala dan tanda klinis. Pemeriksaan
ultrasonografi sangat membantu dalam menentukkan diagnosis, dan pemeriksaan
histopatologis merupakan bukti terakhir. diagnosis banding ialah pembengkakan atau
massa diperut bagian bawah yang berasal dari dinding perut, organ rongga
perut,khususnya perut bagian bawah atau retropeitoneum. Umumnya pemeriksaan
vaginoabdominal akan memberikan gambaran diagnosis yang lebih pasti. Pengobatan
berupa laparotomy untuk mengeluarkan mioma yang menyebabkan keluhan atau
tanda yang mengganggu. Mioma yang nekrotik atau gangrene juga dikeluarkan. Pada
uterus yang besar sekali akibat mioma yang besar atau banyak, umumnya diusulkan
histerektomi.

Teknik anestesi

Pembedahan histerektomi, dapat digunakan teknik anestesi regional maupun


general. Anestesi regional berupa sub araknoid spinal blok, umumnya digunakan
pada operasi tubuh bagian bawah, seperti ekstrimitas bawah, perineum maupun
abadomen bagian bawah. Prinsip yang digunakan adalahmenggunakan obat analgetik
lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik sementara (reversible). Fungsi
motorik juga terhambat sebagian, sehingga pasien tetap sadar. Kemudahan teknik ini
adalah kemudahan dalam tindakan, peralatan yang minimal, memiliki efek minimal
pada biokimia darah, pasien tetap sadar selama operasi dan menjaga jalan napas, serta
membutuhkan penanganan postoperatif dan analgesia yang minimal. Resiko akibat
anestesi regional dapat berupa nyeri kepala post pungsi lumbal (Post Lumbar
Puncture Headache/PLPH), tekanan darah turun, reaksi alergi maupun cidera saraf.

Teknik anestesi lain yang dapat digunakan adalah general anestesi, yaitu
meniadakan nyeri secara sentral dan menghilangkan kesadaran secara reversible.
Perhatian utama pada anestesi umum adalah keamanan dan keselamatan pasien yang
salah satunya ditentukan oleh kestabilan hemodinamik. Kuntungan teknik anestesi ini
adalah pasien tertidur selama pembedahan dan terbangun setelah di ruang recovery.
Resiko yang timbul akibat anestesi general dapat berupa kematian, cidera dental atau
jaringan lunak, aspirasi isi lambung, suara serak, mual muntah setelah operasi dan
kemungkinan penggunaan ventilator setelah operasi.

Pasien dengan kondisi baik yang menjalani histerektomi secara elektif


memungkinkan untuk dilakukan anestesi regional maupun general. Anestesi spinal
menghasilkan relaksasi otot dan meungkinkan anestesi berjalan selama 1-3 jam.
Sebaliknya, pasien dengan koagulopati, trauma maupun perdarahan yang
membutuhkan histerektomi emergensi umumnya tidak menggunakan regional
anestesi.

Histerektomi adalah suatu prosedur pembedahan mengangkat rahim yang


dilakukan oleh ahli kandungan. Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan
(rahim,uterus) pada seorang wanita, sehingga setelah menjalani ini dia tidak bisa lagi
hamil dan mempunyai anak.
Komplikasi

Hemoragik

Keadaan hilangnya cairan dari pembuluh darah yang biasanya terjadi dengan
cepat dan dalam jumlah yang banyak. Keadaan ini diklasifikasikan dalam sejumlah
cara yaitu, berdasarkan tipe pembuluh darah arterial, venus atau kapiler, berdasarkan
waktu sejak dilakukan pembedahan atau terjadi cidera primer, dalam waktu 24 jam
ketika tekanan darah naik reaksioner, sekitar 7-10 hari sesudah kejadian dengan
disertai sepsis sekunder, perdarahan bisa interna dan eksterna.

Thrombosis vena

Komplikasi hoslerektomi radikal yang lebih jarang terjadi tetapi


membahayakan jiwa adalah thrombosis vena dalam dengan emboli paru-paru. insiden
emboli paru paru mungkin dapat dikurangi dengan penggunaan ambulasi dini,
bersama-sama dengan heparin subkutan profilaksis dosis rendah pada saat
pembedahan dan sebelum mobilisasi sesudah pembedahan yang memadai.

Infeksi

Infeksi oleh karena adanya mikroorganisme pathogen. antitoksinnya didalam


darah atau jaringan lain membentuk pus.

Pembentukan flstula

Saluran abnormal yang menghubungkan 2 organ atau menghubungkan 1


organ dengan bagian luar. Komplikasi yang paling berbahaya dari histerektomi
radikal adalah fistula atau striktura ureter. Keadaan ini sekarang telah jarang terjadi,
karena ahli bedah menghindari pelepasan ureter yang luas dari peritoneum parietal,
yang dulu bisa dilakukan. Drainase penyedotan pada ruang retroperineal juga
digunakan secara umum yang membantu meminimalkan infeksi meminimalkan
infeksi.

Penatalaksanaan

Preoperative

Setengah bagian abdomen dan region pubis serta perineal dicukur dengan
sangat cermat dan dibersihkan dengan sabun dan air (beberapa dokter bedah tidak
menganjurkan pencukuran pasien). Traktus intestinal dan kandung kemih harus
dikosongkan sebelum pasien dibawa keruang operasi untuk mencegah kontaminasi
dan cidera yang tidak sengaja pada kandung kemih atau traktus intestinal.

Postoperative

Prinsip prinsip umum perawatan pasca operatif untuk bedah abdomen


diterapkan, dengan perhatian khusus diberikan pada sirkulasi perifer untuk mencegah
tromboflebitis dan TVP perhatikan varicose, tingkatkan sirkulasi dengan latihan
tungkai dan menggunakan Stoking.

Premedikasi

Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia


dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia,
diantaranya : Meredakan kecemasan dan ketakutan, memperlancar induksi
anesthesia, mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, meminimalkan jumlah
obat anestetik, mengurangi muntah-muntah pasca bedah , menciptakan amnesia,
mengurangi cairan lambung, mengurangi refleks yang membahayakan.

Obat yang dapat digunakan antara lain diazepam per oral 10-15mg beberapa
jam sebelum induksi. Jika disertai nyeri karena penyakit dapat diberikan opioid
misalnya petidin 50 mg. cairan lambung 25 ml dengan pH 2.5 dapat menyebabkan
pneumonitis asam. Untuk meminimalkan kejadian diatas diberikan antagonis reseptor
H2 histamin misalnya Ranitidin 150 mg 1-2 jam sebelum operasi. Untuk mengurangi
mual-muntah pasca bedah sering ditambah ondansentron 2-4 mg.
PORTOFOLIO STASE ANESTESI OBSTETRI I DESEMBER 2020

Nama : Indah Suhety


NIM : 1907601080006

Kasus 3
Identitas Pasien
Inisial : Ny. CM
Umur : 37 tahun
Diagnosis : G4P3 hamil 40-41 minggu + distosia PK II
Operasi : Sectio Sesarea
DPJP Anestesi : dr. Rahmi Sp.An
DPJP Bedah : dr. Sarah Ika Sp.OG
Tanggal Operasi : 15 September 2020

Anamnesis:
Pasien datang ke RSUDZA dengan keluhan mules-mules seperti ingin melahirkan.
Kehamilan cukup bulan. Pasien tidak ada riwayat operasi sebelumnya. Pasien tidak
memiliki riwayat asma, alergi, DM, maupun hipertensi. Pasien juga tidak pernah
memiliki Riwayat kemoterapi.

Pemeriksaan Fisik:
Kesadaran : Compos Mentis Tekanan darah : 130/74 mmHg
Frekuensi nadi : 88 x/menit Airway : Clear, mallampati 2, buka
Frekuensi napas: 20 x/menit mulut tiga jari, ekstensi
Suhu : 36,8⁰C leher maksimal
Saturasi O2 : 98% Room air Jantung : bunyi jantung I dan II
Berat badan: 65 kg regular, tanpa murmur
Tinggi Badan : 160 cm maupun gallop
IMT : 27,3 kg/m2 Paru : vesikuler di kedua paru,
tanpa wheezing maupun
ronkhi
Mata : Tidak anemis, tidak ikterik Abdomen: Soepel, bising usus (+),
sesuai kehamilan
Ekstremitas: akral hangat, CRT <
2detik

Pemeriksaan penunjang:
Laboratorium 15 September 2020
HB 10,5 g/dl Ht 34 Leuko 10300
Thrombo 252000
CT BT 7/2

Kesan :
ASA II
- Kehamilan dengan Hb 10,5, leukosit 10300, trombosit 252000

Instruksi pra operasi


- Informed consent anestesi
- Puasa makan padat 6 jam sebelum operasi, dan clear fluid 2 jam sebelum operasi
- Rawatan post operasi ruang rawat

Rencana anestesi
 Spinal Anestesi
 Monitoring intraoperasi EKG, NIBP, SpO2

Intra operatif
 Pukul 08.00 pasien masuk kamar operasi. Terpasang kanul vena di tangan
kanan no 18 G yang disambungkan ke Ringer Laktat, dipasang alat monitor
tekanan darah, EKG dan pulse oxymetri
 Hemodinamik pra anestesi. TD: 130/80 mmHg, frekuensi nadi 86 x/menit,
frekuensi napas 20x/menit, suhu 36.8, saturasi O2 99% room air
 Pasien dilakukan pembiusan dengan menggunakan Bupivacain 15 mg dan
fentanyl 25 mcg pada pukul 08.15
 Dinilai ketinggian spinal sampai dengan dermatom Thorakal 4. Hemodinamik
setelah spinal anestesi TD 119/83 mmHg, frekuensi nadi 84x/menit, dan
saturasi O2 99%.
 Pukul 08.20 TD 107/78 mmHg, nadi 88 kali permenit, saturasi O2 100%.
Pasien diberikan Efedrin 5 mg, dilakukan pemberian loading cairan ringer
laktat 500cc. TDS di atas 100 mmHg
 Pemberian Ondansetron 4 mg
 Pemberian asam tranexamat 1000 mg untuk perdarahan intraoperatif
 Pukul 08.30 dilakukan insisi
 Intra operatif tekanan darah berkisar di sistolik 110-120 mmHg, dengan
diastolik 67-89 mmHg, Frekuensi nadi berkisar antara 80-90 kali per menit.
 Lahir bayi pukul 08.45
 Pemberian drip oxitocyn 20 IU dalam RL 500cc
 Pukul 10.00 operasi selesai. Tekanan darah di akhir operasi TD 120/80
dengan frekuensi nadi 88x per menit, saturasi O2 99%.
 Analgetik post operasi diberikan paracetamol 1 gram intra vena dan tramadol
100mg
 Pasien ditranspor ke ruang pulih
Lama pembiusan : 1 jam 45 menit
Lama operasi : 1 jam 30 menit
Total cairan masuk : 1300 cc kristaloid
Perdarahan : 400 ml
Urin : 200 ml
Pembahasan

Perubahan Fisiologi Selama Kehamilan


Selama kehamilan, peningkatan konsentrasi hormon pada ibu hamil akan
mempengaruruhi perkembangan uterus dan metabolik secara signifikan.

Sistem pernapasan

Kebutuhan oksigen selama kehamilan meningkat hingga 60%. Selain itu,


Cardiac output dan ventilasi permenit juga meningkat. Meningkatnya ventilasi
permenit diakibatkan karena meningkatnya laju napas dan volume tidal hingga 45%
hingga menyebabkan alkalosis pernapasan ringan. Peningkatan ventilasi permenit
dimediasi oleh progesteron yang menstimulasi pernapasan. Peningkatan pH akan
dibatasi dengan peningkatan eksresi bikarbonat di ginjal. Relatif hipokapnia
dipertahan karena peningkatan PaCO2 pada ibu dapat membatasi gradient untuk difusi
dari ddarah ibu ke janin yang dapat mengakibatkan asidosis janin. Plasma.
Functional residual capacity (FRC) menurun sampai 15-20%, cadangan oksigen juga
berkurang, yang merupakan cadangan oksigen dalamm keadaan apnoe. Hal ini karena
desakan uterus terhadap diafragma.
Airway manajemen mungkin menantang selama kehamilan. Tas-mask
ventilasi mungkin lebih sulit karena jaringan lunak meningkat di leher. Laringoskopi
dapat terhalang oleh penambahan berat badan dan payudara yang membengkak.
Peningkatan edema pita suara karena peningkatan permeabilitas kapiler dapat
menghambat intubasi dan meningkatkan risiko perdarahan. Hal ini dapat membuat
upaya lebih lanjut di intubasi lebih sulit dan meningkatkan kejadian intubasi gagal.
Peningkatan konsumsi oksigen ibu dan dikurangi hasil FRC di desaturasi oksigen
cepat selama upaya intubasi. Intubasi nasal harus dihindari karena vaskularisasi
meningkat pada membran mukosa.

Sistem kardiovaskular
Peningkatan isi sekuncup/stroke volume sampai 30%, hingga peningkatan
frekuensi denyut jantung sampai 15%, peningkatan curah jantung sampai 40%.
Volume plasma meningkat sampai 45% sementara jumlah eritrosit meningkat hanya
sampai 25%, menyebabkan terjadinya dilutional anemia of pregnancy.
Meskipun terjadi peningkatan isi dan aktifitas sirkulasi, penekanan/kompresi vena
cava inferior dan aorta oleh massa uterus gravid dapat menyebabkan terjadinya
supine hypertension syndrome. Jika tidak segera dideteksi dan dikoreksi, dapat
terjadi penurunan vaskularisasi uterus sampai asfiksia janin. Pada sectio cesarea,
dapat terjadi perdarahan sampai 1000 cc. Meskipun demikian jarang diperlukan
transfusi. Hal itu karena selama kehamilan normal terjadi juga peningkatan faktor
pembekuan VII, VIII, X, XII dan fibrinogen sehingga darah berada dalam
hypercoagulable state.

Sistem gastrointestinal

Beredar progesteron mengurangi tonus sfingter esofagus bawah, meningkatkan


kejadian refluks esofagus. Hal ini lebih diperburuk oleh perubahan anatomi. Uterus
gravid menyebabkan peningkatan tekanan intragastrik dan perubahan sudut
gastroesophageal junction, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya
regurgitasi dan aspirasi pulmonal isi lambung. Selain itu, dalam keadaan yang sama,
produksi asam lambung meningkat. Hal ini dapat meningkatkan resiko dan keparahan
pneumonitis aspirasi dengan anestesi umum. Hal ini tejadi terutama pada usia gestasi
16-20 minggu.
Disarankan bahwa dari 16 minggu usia kehamilan pasien yang menjalani
anestesi umum harus diberikan profilaksis terhadap pneumonitis aspirasi. Hal ini
biasanya diberikan antasida non-partikulat tersebut sebagai natrium sitrat 0.3M 30ml
dan reseptor H2 antagonis misalnya ranitidin 150 mg oral atau 50 mg intravena.
Beberapa anestesi juga dapat memilih untuk memberikan prokinetik seperti
metoclopramide. Induksi anestesi harus dengan teknik urutan yang cepat dengan
tekanan krikoid. Pada saat diekstubasi pasien benar dijaga pada posisi lateral.
Perubahan Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Akibat peningkatan endorphin dan progesteron pada wanita hamil, konsentrasi
obat inhalasi yang lebih rendah cukup untuk mencapai anestesia; kebutuhan halotan
menurun sampai 25%, isofluran 40%, metoksifluran 32%. Pada anestesi epidural atau
intratekal (spinal), konsentrasi anestetik lokal yang diperlukan untuk mencapai
anestesi juga lebih rendah. Hal ini karena pelebaran vena-vena epidural pada
kehamilan menyebabkan ruang subarakhnoid dan ruang epidural menjadi lebih
sempit. Faktor yang menentukan yaitu peningkatan sensitifitas serabut saraf akibat
meningkatnya kemampuan difusi zat-zat anestetik lokal pada lokasi membran
reseptor.
Transfer obat dari ibu ke janin melalui sirkulasi plasenta juga menjadi
pertimbangan, karena obat-obatan anestesia yang umumnya merupakan depresan,
dapat juga menyebabkan depresi pada janin. Harus dianggap bahwa semua obat dapat
melintasi plasenta dan mencapai sirkulasi janin.

Manejemen Anestesi pada Ibu Hamil


Dalam rangka untuk memberikan anestesi yang aman bagi ibu dan janin,
adalah penting untuk mengingat perubahan fisiologis dan farmakologis yang menjadi
ciri tiga trimester kehamilan; perubahan ini dapat menimbulkan bahaya bagi mereka
berdua. Dokter anestesi memiliki tujuan sebagai berikut:
-mengoptimalkan dan menjaga fungsi fisiologis normal pada ibu;
-mengoptimalkan dan menjaga aliran darah utero-plasenta dan pemberian oksigen;
-menghindari efek obat yang tidak diinginkan pada janin;
-menghindari merangsang miometrium (efek oxytocic)

Anda mungkin juga menyukai