Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PELAYANAN GIZI GAWAT DARURAT

“TEKNIK-TEKNIK PENILAIAN STATUS GIZI

PADA KEADAAN GAWAT DARURAT”

DOSEN PEMBIMBING :

Kasmiyetti, DCN, M.Biomed

OLEH KELOMPOK 2 :

1. Aina Putri Cahya Kurniasih (202110081)

2. Fhatin Hamama (202110090)

3. Ismi Hasniati (202110096)

4. Lola Syofia (202110099)

5. Nadiya Yasfi Ardi (202110105)

PRODI DIPLOMA TIGA GIZI KELAS 2A

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

T.A 2021/2022
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Teknik-Teknik Penilaian Status Gizi pada Keadaan Gawat Darurat ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada mata kuliah pelayanan gizi kegawatdaruratan. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang penilian gizi
masyarakat pada keadaan darurat bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah pelayanan gizi
kegawatdaruratan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. kami
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Pasaman Barat/21 Februari 2022

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A.Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1

B.Rumusan Masalah ............................................................................................. 2

C.Tujuan Masalah ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

A Pengertian penilaian gizi masyarakat pada keadaan darurat ............................. 3

B Teknik-teknik penilaian gizi masyarakat pada keadaan darurat........................ 3

C. Siklus Penanganan Gizi pada Situasi Darurat .................................................. 11

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 16

A.Kesimpulan ....................................................................................................... 16

B. Saran ................................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Posisi secara geografis wilayah Indonesia memang rawan terjadinya


bencana alam seperti gempa tektonik, tsunami, banjir, dan angin puting beliung
serta badai laut. Akibat ulah manusia yang tidak mengelola alam dengan baik juga
dapat mengakibatkan timbulnya bencana alam, seperti tanah longsor, banjir
bandang, kebakaran hutan, kekeringan. Selain itu, keberagaman sosio-kultur
masyarakat. Indonesia juga berpotensi menimbulkan gesekan sosial yang dapat
berakibat terjadi konflik antar kelompok tertentu. Dampak bencana tersebut, baik
akibat bencana alam maupun konflik sosial, mengakibatkan terjadinya
kedaruratan di segala bidang termasuk kedaruratan situasi masalah kesehatan dan
gizi.

Dalam pelaksanaannya, upaya penanganan gizi dalam situasi darurat


merupakan rangkaian kegiatan, dimulai sejak sebelum terjadinya bencana yang
dilakukan melalui pembekalan tentang penanganan gizi dalam situasi darurat
kepada tenaga gizi yang terlibat dalam penanganan bencana. Setelah terjadi
bencana penanganan gizi dilakukan melalui 2 (dua) tahap yaitu tahap
penyelamatan dan tahap tanggap darurat. Pada tahap penyelamatan dilakukan
upaya agar pengungsi tidak lapar dan dapat mempertahankan status gizinya. Pada
tahap tanggap darurat dilakukan intervensi gizi sesuai masalah gizinya.

Keadaan gawat (serious situation) adalah keadaan yang ditandai dengan


prevalensi balita kurus dan sangat kurus lebih besar atau sama dengan 15% atau
10-14,9% dan disertai faktor pemburuk. Keadaan kritis (risky situation) adalah
keadaan yang ditandai dengan prevalensi balita kurus dan sangat kurus lebih besar
atau sama dengan 10-14,9%, atau 5-9,9% dan disertai faktor pemburuk. Penilaian
gizi pada saat darurat adalah proses pengamatan keadaan gizi pengungsi secara

1
terus menerus untuk pengambilan keputusan dalam menentukan tindakan
intervensi pada keadaan darurat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu penilaian gizi masyarakat pada keadaan darurat?

2. Bagaimana teknik-teknik penilaian gizi masyarakat pada keadaan darurat?

3. Seperti apa siklus Penanganan Gizi pada Situasi Darurat?

C. Tujuan Masalah

1. Menjelaskan penegrtian penilaian gizi masyarakat pada keadaan darurat.

2. Menjelaskan teknik-teknik penilaian gizi masyarakat pada keadaan


darurat.

3. Menjelaskan siklus Penanganan Gizi pada Situasi Darurat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian penilaian gizi masyarakat pada keadaan darurat

Masalah gizi darurat adalah keadaan gizi dimana jumlah kurang gizi
pada sekelompok masyarakat pengungsi meningkat dan mengancam
memburuknya kehidupan. Keadaan gawat (serious situation) adalah
keadaan yang ditandai dengan prevalensi balita kurus dan sangat kurus
lebih besar atau sama dengan 15% atau 10-14,9% dan disertai faktor
pemburuk. Keadaan kritis (risky situation) adalah keadaan yang ditandai
dengan prevalensi balita kurus dan sangat kurus lebih besar atau sama
dengan 10-14,9%, atau 5-9,9% dan disertai faktor pemburuk. Penilaian
gizi pada saat darurat adalah proses pengamatan keadaan gizi pengungsi
secara terus menerus untuk pengambilan keputusan dalam menentukan
tindakan intervensi pada keadaan darurat.

B. Teknik-teknik penilaian gizi masyarakat pada keadaan darurat

Penanganan gizi dalam situasi darurat terdiri dari 2 tahap yaitu tahap
penyelamatan dan tahap tanggap darurat

1. Tahap Penyelamatan

Tahap penyelamatan terdiri dari 2 fase yaitu :

1.1 Fase pertama

a. Ditandai dengan kondisi sebagai berikut :

 Korban bencana bisa dalam pengungsian atau belum dalam


pengungsian.

 Petugas belum sempat mengidentifikasi korban secara lengkap.

 Bantuan pangan sudah mulai berdatangan.

3
 Adanya penyelenggaraan dapur umum.

 Tenaga gizi mulai terlibat sebagai penyusun menu


danmengawasi penyelenggaraan dapur umum.

 Pemberian makanan pada fase ini bertujuan agar pengungsi


tidak lapar dan dapat mempertahankan status gizinya.

b. Merencanakan kebutuhan makanan:

Melakukan pemeriksaan cepat sebagai bagian dari kegiatan


Rapid Health Assessment (RHA), yang meliputi: Jumlah jiwa dan
Kepala Keluarga pengungsi, bayi 0-5nbulan, 6-11 bulan, anak 12-
24 bulan, anak 25-59 bulan, bayi piatu, bumil, busui, lansia, dll.

c. Menghitung dan menentukan kebutuhan bahan makanan


pengungsi. Setiap orang diperhitungkan menerima porsi makanan
senilai 2.100 Kkal, dan 50 gram protein per hari.

d. Menyusun menu menurut kelompok sasaran dengan


mempertimbangkan jenis bahan makanan yang tersedia.
Menentukan pengelolaan makanan yang meliputi:

1) Tempat pengolahan,

2) Sumber bahan makanan,

3) Petugas pelaksana,

4) Cara mengolah,

5) Cara distribusi,

6) Peralatan makan dan pengolahan,

7) Pengawasan penyelenggaraan makanan.

4
8) Pengawasan bantuan bahan makanan untuk melindungi korban
bencana dari dampak buruk akibat bantuan tersebut seperti
diare, infeksi, keracunan, dan lain-lain,yang meliputi :

 Tempat penyimpanan bantuan bahan makanan harusdipisah


antara bahan makanan umum dan bahanmakanan khusus
untuk bayi dan anak.

 Jenis-jenis bahan makanan yang diwaspadai termasuk


makanan dalam kemasan, susu formula dan makanan
suplemen.

 Untuk bantuan bahan makanan produk dalam negeri harus


diteliti nomor registrasi (MD), tanggal kadaluarsa,
sertifikasi halal, aturan cara penyiapan dan target
konsumen.

 Untuk bantuan bahan makanan produk luar negeri harus


diteliti nomor registrasi (ML), bahasa, tanggal kadaluarsa,
aturan cara penyiapan dan target konsumen.

 Untuk bantuan bahan makanan yang langsung berasal dari


luar negeri harus diteliti bahasa, tanggal kadaluarsa, aturan
cara penyiapan dan target konsumen. Jika tidak memenuhi
syarat-syarat tersebut, petugasharus mengeluarkan bahan
makanan tersebut dari daftar logistik, dan segera
melaporkan kepada

e. Koordinator Pelaksana.

Bayi dan anak usia di bawah dua tahun (baduta) merupakan


kelompok yang paling rawan sehingga memerlukan penanganan
gizi secara khusus. Pemberian makanan yang tidak tepat serta
kekurangan gizi pada kelompok tersebut dapat meningkatkan

5
risiko kesakitan dan kematian yang lebih tinggi pada situasi
darurat.

Penelitian di pengungsian menunjukkan bahwa kematian anak


balita 2-3 kali lebih besar dibandingkan kematian pada semua
kelompok umur. Kematian terbesar terjadi pada kelompok umur 0-
6 bulan (WHO-UNICEF, 2001). Oleh karena itu dalam situasi
darurat penanganan gizi bagi kelompok ini dalam situasi darurat
menjadi bagian penting untuk menangani pengungsi secara cepat
dan tepat.

1) Bagi anak usia 2-5 tahun, Ibu hamil, Ibu menyusui, dan Usia
lanjut, ditentukan:

Jenis makanan :

 Petugas gizi melakukan identifikasi ketersediaan bahan


makanan yang diperlukan.
 Petugas gizi menyusun menu dan porsi untuk setiap
kelompok sasaran.
 Hindari penggunaan susu dan makanan lain yang dalam
penyiap annya menggunakan air, penyimpanan yang tidak
higienis, karena berisiko terjadinya diare, infeksi dan
keracunan.

Pola pemberian makan :

 Keragaman menu makanan dan jadwal pemberian


disesuaikan dengan kemampuan tenaga pelaksana, di
bawah Koordinator dapur umum. Daftar Menu Harian
ditempel di tempat yang mudah dilihat oleh pelaksana
pengolahan makanan.
 Pemberian kapsul Vitamin A untuk balita tetap
dilaksanakan sesuai siklus distribusi Bulan Februari dan

6
Agustus. Ibu hamil tetap mendapatkan tablet Fe sesuai
aturan.

2) Bagi kelompok Dewasa ditentukan :

Pola Pemberian makan :

Pemilihan bahan makanan disesuaikan dengan ketersediaan


yang ada. Pemilihan bahan makanan disesuaikan dengan
ketersediaan bahan makanan di gudang. Keragaman menu
makanan dan jadwal pemberian disesuaikan dengan kemampuan
tenaga pelaksana, di bawah Koordinator dapur umum. Daftar
Menun Harian ditempel di tempat yang mudah dilihat oleh
pelaksana pengolahan makanan.

Pemberian makanan/minuman/suplemen harus didasarkan


kepada arahan Tim Dokter dan Ahli Gizi yang menangani agar
terhindar dari dampak negatif yang ditimbulkan. Lamanya fase
pertama tergantung dari situasi dan kondisi setempat di daerah
bencana.

1.2 Fase kedua

Kegiatan yang dilakukan meliputi, Melakukan pengukuran


berat badan dan tinggi atau panjang badan balita serta informasi
faktor pemburuk (diare, ISPA, campak, malaria) untuk mengetahui
besar dan luasnya masalah gizi dan kesehatan yang ada. Besar
sampel yang diperlukan ditentukan sebagai berikut:

a. Populasi kurang dari 10.000 rumah tangga, Gunakan


systema Tic random sampling dengan Jumlah sampel
minimal 450 balita Populasi sampai 3.000 jiwa, seluruh
(total) balita

7
b. Populasi lebih dari 10.000 rumah tangga, Gunakan cluster
sampling, yaitu minimum 30 cluster. Dan tiap cluster
minimum 30 balita.

Menentukan klasifikasi kedaruratan, Jika tingkat kedarurat an


adalah gawat atau kritis, dilakukan skrining pada semua balita dan
bumil dengan melakukan pengukuran LiLA. Skrining
dimaksudkan untuk mengetahui balita gizi kurang dan gizi buruk
serta bumil risiko kek.

Merencanakan kebutuhan suplementasi gizi, khususnya bagi


kelompok sasaran yang membutuhkan. menyediakan paket
bantuan pangan (ransum) yang cukup dan mudah di konsumsi
oleh semua golongan umur dengan standar minimal.
Perhitungan kebutuhan gizi berdasarkan data pengungsi menurut
kelompok sasaran. Diusahakan menu makanan dapat sesuai
dengankebiasaan makan setempat, mudah diangkut, disimpan dan
didistribusikan serta memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral.

2. Tahap Tanggap Darurat

Tahap ini dimulai setelah selesai tahap penyelamatan. Tujuan


Menanggulangi masalah gizi melalui intervensi sesuai tingkat
Kedaruratan. Kegiatan dalam tahap tanggap darurat meliputi :

a) Menghitung prevalensi status gizi balita berdasarkan indeks


BB/TB-PB dan menganalisis adanya faktor pemburuk seperti
kejadian diare, campak, demam berdarah, dan lain-lain. Cara
menghitung prevalensi status gizi balita :

Data berat badan dan panjang/tinggi badan yang telah


dikumpulkan diolah untuk mendapatkan nilai Z-score dari indeks
BB/TB dan BB/PB. Perhitungan nilai Z-score dapat dilakukan
secara cepat dengan menggunakan komputer. Bila tidak tersedia
fasilitas komputer, dapat dilakukan secara manual

8
denganmenggunakan Tabel Baku Berat Badan menurut Panjang
Badan(BB/PB) dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
usia 0-60 bulan. Dalam penilaian status gizi ini masing-masing
anak dikategorikan ke dalam status gizi sebagai berikut :

 Sangat kurus (< -3 SD)

 Kurus (-3 SD s/d > -2 SD)

 Normal (-2 SD s/d 2 SD)

 Gemuk (> 2 SD)

Setelah masing-masing anak dikategorikan menurut status gizi


tersebut di atas, kemudian dihitung persentase dari jumlah
balitakurus dan sangat kurus terhadap jumlah anak yang diukur
danditimbang. Untuk selanjutnya persentase ini disebut
sebagaiPrevalensi < -2,0 SD BB/PB-TB. Setelah diperoleh
angkaprevalensi, dibuat pembagian kelompok berikut :

 Prevalensi > 15,0%,

 Prevalensi 10,0% - 14,9%

 Prevalensi 5,0% - 9,9%

 Prevalensi < 5,0%

Informasi tentang prevalensi dari hasil surveilans gizi ini


selanjutnya digunakan untuk penentuan jenis intervensi yang
sesuai dengan mempertimbangkan pula hasil dari surveilans
penyakit.

b) Melakukan modifikasi/perbaikan intervensi sesuai dengan


perubahan tingkat kedaruratan :

1) Jika prevalensi Balita Kurus > 15% atau 10-14,9% dengan


faktor pemburuk, maka tindakan yang diperlukan adalah

9
pemberian Ransum ditambah PMT darurat kepada semua
kelompok rawan khususnya balita, ibu hamil, dan ibu menyusui
(blanket supplementary feeding program).Untuk balita gizi
buruk tingkat berat ditangani sesuai dengan tatalaksana gizi
buruk.

2) Jika prevalensi Balita Kurus 10-14,9% atau 5-9,9% dengan


faktor pemburuk maka tindakan yang diperlukan adalah PMT
darurat terbatas (targetted supplementary feeding
program)hanya kepada balita kurus dan sagat kurus. Untuk
balita gizi buruk tingkat berat ditangani sesuai dengan
tatalaksana gizi buruk.

3) Jika prevalensi Balita Kurus 5-9,9% atau < 5% dengan faktor


pemburuk maka tindakan yang dilakukan melalui pelayanan
kesehatan rutin.

c) Melaksanakan pemberian makanan sesuai denganperkembangan


kondisi kedaruratan :

1) Usia 0-24 bulan (Baduta) dilakukan pemberian makanan sesuai


prinsip Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) pada
situasi darurat, seperti kebutuhan zat gizi balita.

2) Usia 2-5 tahun, makanan utama yang diberikan


sebaiknyaberasal dari makanan keluarga, yang tinggi energi,
vitamin danmineral. Makanan pokok yang dapat diberikan
seperti nasi, ubi,singkong, jagung, lauk pauk, sayur dan buah.
Bantuan pangan yang dapat diberikan berupa makanan pokok,
kacang-kacangandan minyak sayur, seperti kebutuhan zat gizi
balita.

3) Ibu Hamil, perlu penambahan energi sebanyak 300 Kkal dan


protein 17 gram, sedangkan ibu menyusui perlupenambahan
energi 500 Kkal dan protein 17 gram

10
4) Usia Lanjut, perlu makanan dalam porsi kecil tet api padat gizi
dan mudah dicerna. Dalam pemberian makanan pada usia
lanjut harus memperhatikan faktor psikologis dan fisiologis
agar makanan yang disajikan dapat dihabiskan. Dalam situasi
tertentu, kelompok usia lanjut dapat diberikan bubur atau
biskuit.

d) Melaksanakan pemberian makanan tambahan dan suplementasi


gizi.

1) Khusus anak yang menderita kekurangan gizi perlu diberikan


makanan tambahan disamping makanan keluarga, seperti
kudapan/jajanan, dengan nilai energi 350 Kkal dan protein 15 g
per hari.

2) Ibu hamil perlu diberikan 1 tablet Fe setiap hari, selama90 hari.

3) Ibu nifas (0-42 hari) diberikan 2 kapsul vitamin A dosis


200.000 IU (1 kapsul pada hari pertama dan 1 kapsul lagi hari
berikutnya, selang waktu minimal 24 jam).

e) Melakukan penyuluhan kelompok dan konseling perorangan


dengan materi sesuai dengan kondisi saat itu.

f) Memantau perkembangan status gizi balita melalui surveilans

C. Siklus Penanganan Gizi pada Situasi Darurat

Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Respon Gizi Pada Masa Tanggap


Darurat Bencana, siklus penanganan gizi pada situasi bencana terdiri dari:

1. Kajian & Analisis Kebutuhan Gizi

Kajian dampak bencana dan analisis kebutuhan gizi bertujuan


untuk mengidentifikasi dampak bencana terhadap kelompok sasaran gizi
dan kelompok rentan. Kajian mencakup pengumpulan data jumlah dan

11
lokasi kelompok rentan, serta menentukan dukungan yang diperlukan
untuk penyelamatan jiwa dan mempertahankan status gizi mereka. Kajian
dampak bencana dan analisis kebutuhan gizi pada masa tanggap darurat
dilakukan sejak tahap siaga darurat melalui berbagai rangkaian kegiatan
kajian yang terdiri dari:

1.1 Analisis data pra krisis dan penilaian kebutuhan awal,

1.2 Rapid Health Assessment (RHA) Gizi,

1.3 Penapisan balita, ibu hamil dan kelompok rentan,

1.4 Kajian multi sektor, dan

1.5 Survei cepat gizi.

2. Perencanaan Intervensi Respon Gizi

Rencana intervensi respon gizi dilakukan segera setelah


tersedianya hasil kajian dampak dan analisa kebutuhan sebagai acuan bagi
pelaku tanggap darurat terkait prioritas dan kegiatan kunci yang perlu
dilakukan selama periode tanggap darurat. Rencana tanggap darurat juga
digunakan sebagai dasar untuk memobilisasi sumberdaya dari para pihak
terkait, misalnya LSM dan mitra pelaku penanganan gizi untuk bersinergi
didalam upaya pemenuhan gizi para pernyintas. Pembuatan rencana respon
gizi terdiri dari analisis situasi, serta penyusunan rencana intervensi untuk
setiap komponen penanganan gizi yang diikuti oleh identifikasi
sumberdaya untuk setiap komponen intervensi. Apabila upaya pelayanan
gizi terganggu akibat dampak bencana, maka respons gizi perlu dilakukan
untuk mempertahankan status gizi dan apabila memungkinkan,
meningkatkan status gizi masyarakat (build back better).

3. Intervensi Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA)

Intervesi PMBA pada situasi bencana bertujuan untuk memastikan


agar standar emas Pemberian Makan Ibu, Bayi dan Anak dapat terus

12
dilakukan untuk melindungi gizi dan kesehatan. Standar emas PMBA
dimulai dengan pemenuhan gizi ibu hamil dan menyusui yang optimal,
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dalam satu jam pertama setelah kelahiran,
pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan pertama, dan pemberian
Makanan Pendamping ASI berkualitas dimulai usia 6 bulan, dan terus
memberikan ASI hingga dua tahun atau lebih. Dukungan PMBA
dilakukan diantaranya melalui pelaksanaan konseling menyusui dan
PMBA serta penyediaan asupan bergizi melalui dapur PMBA.

4. Intervensi Penanganan Gizi Buruk dan Gizi Kurang

Pada saat bencana, sangatlah penting untuk memberikan perhatian


kepada kelompok rentan terutama mereka yang mengalami kekurangan
gizi. Penanganan gizi yang cepat dan tepat akan menyelamatkan jiwa serta
mencegah terjadinya penurunan status gizi ibu, bayi dan anak, khusunya
balita dengan gizi buruk atau gizi kurang. Kegiatan penanganan anak gizi
buruk dan gizi kurang pada situasi bencana dilakukan melalui pelaksanaan
penapisan balita yang diikuti dengan tata laksana gizi buruk pada kasus
yang ditemukan. Pencegahan anak gizi kurang dan gizi buruk juga
dilakukan melalui konseling gizi dan penyakit serta penyediaan asupan
makanan bergizi.

5. Intervensi Suplementasi Gizi

Pada saat bencana, pemenuhan zat gizi pada anak balita, ibu hamil
dan menyusui berperan penting untuk melindungi gizi dan kesehatan
mereka. Intervensi suplementasi gizi pada situasi becana mencakup
pemberian biskuit makanan tambahan untuk ibu hamil dan Balita,
pemberian vitamin A pada balita untuk meningkatkan kekebalan tubuh,
Zinc untuk pencegahan diare, serta pemberian tablet tambah darah (TTD)
untuk ibu hamil untuk pencegahan anemia.

6. Intervensi Gizi Sensitif

13
Intervensi gizi sensitif pada situasi bencana adalah berbagai
kegiatan penanganan bencana di luar sektor kesehatan yang juga
diperlukan untuk mendukung kesehatan dan pemenuhan gizi kelompok
rentan. Beberapa bentuk intervensi gizi sensitif adalah penyediaan air
bersih, penyediaan ruang ramah ibu dan anak, pemenuhan gizi pada anak
sekolah, suplementasi obat cacing dan zinc untuk penanganan diare,
penyediaan sarana sanitasi, berbagai program perlindungan sosial dan
penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, fortifikasi
pangan, kesetaraan gender, dan masih banyak lagi.

7. Koordinasi

Mekanisme koordinasi penanganan gizi bertujuan untuk


menghindari terjadinya tumpang tindih kegiatan diantara mitra/instansi
yang bergerak di dalam penanganan gizi serta untuk meningkatkan
efektivitas respon gizi. Koordinasi penanganan gizi dilakukan melalui
mekanisme sub klaster gizi. Sub klaster gizi adalah bagian dari mekanisme
koordinasi klaster kesehatan dalam penanggulangan bencana dan krisis
kesehatan. Pendekatan klaster adalah pendekatan koordinatif yang
menyatukan semua pihak terkait, pemerintah dan non-pemerintah dalam
upaya penanggulangan bencana. Mekanisme koordinasi sub klaster gizi
juga bertujuan untuk memastikan agar koordinasi penanganan gizi yang
dilakukan oleh pemerintah dan mitra sesuai dengan prioritas pemerintah
daerah terdampak.

8. Komunikasi Risiko dan Pelibatan Masyarakat

Komunikasi risiko pada situasi bencana bertujuan untuk


memberikan informasi tepat bagi masyarakat agar dapat mengambil
tindakan yang tepat dalam menghadapi risiko-risiko yang timbul pada
situasi bencana. Komunikasi yang efektif tentang risiko bencana yang
mungkin timbul, serta cara mendapatkan bantuan bertujuan untuk
meningkatkan keterlibatan masyarakat didalam respon bencana. Pelibatan

14
masyarakat merupakan menjadi bagian integral dari setiap respon sejak
awal bencana untuk memastikan kualitas, efektivitas dan ketepatan waktu
aksi kemanusiaan melalui keterlibatan dari masyarakat.

9. Manajemen Informasi

Manajemen informasi penanganan gizi merupakan mekanisme


pengumpulan, pengolahan data dan analisa data untuk menghasilkan
informasi yang dapat mendukung pengambilan keputusan juga
perencanaan kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana. Contohnya
dengan melakukan pemetaan sasaran gizi, serta membuat infografis
tentang pemenuhan kebutuhan gizi dan kesenjangan pada saat respon
bencana. Manajemen informasi juga berfungsi untuk mendukung sistim
surveilans gizi serta mendukung koordinasi dalam rangka menghindari
duplikasi serta meningkatkan efektivitas respon gizi.

10. Manajemen Logistik

Fungsi manajemen logistik gizi dalam situasi bencana adalah untuk


memastikan ketersediaan alat dan bahan untuk mendukung pelaksanaan
respon gizi sampai ke lokasi bencana. Bahan dan alat yang dibutuhkan
antara lain Makanan Tambahan Balita dan Ibu Hamil, obat-obatan,
suplemen gizi (seperti vitamin A, tablet tambah darah, mineral mix,
RUTF), anthropometri kit, materi Komunikasi Informasi dan Edukasi
(KIE) dan lain sebagainya.

11. Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan dan evaluasi dilakukan berdasarkan pencapaian tujuan


dan kemajuan dari pelaksanaan rencana tanggap darurat penanganan gizi
yang telah disusun, termasuk status gizi masyarakat penyintas. Monitoring
dan pelaporan bertujuan untuk memberikan rekomendasi dan langkah-
langkah penyesuaian yang diperlukan dalam penanganan gizi untuk
memastikan pemenuhan kebutuhan gizi kelompok rentan yang terdampak
bencan a.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masalah gizi darurat adalah keadaan gizi dimana jumlah kurang gizi pada
sekelompok masyarakat pengungsi meningkat dan mengancam memburuknya
kehidupan. Keadaan gawat (serious situation) adalah keadaan yang ditandai
dengan prevalensi balita kurus dan sangat kurus lebih besar atau sama dengan
15% atau 10-14,9% dan disertai faktor pemburuk. Keadaan kritis (risky situation)
adalah keadaan yang ditandai dengan prevalensi balita kurus dan sangat kurus
lebih besar atau sama dengan 10-14,9%, atau 5-9,9% dan disertai faktor
pemburuk. Penilaian gizi pada saat darurat adalah proses pengamatan keadaan gizi
pengungsi secara terus menerus untuk pengambilan keputusan dalam menentukan
tindakan intervensi pada keadaan darurat.

Kegiatan penanganan gizi pada situasi siaga darurat sesuai dengan situasi
dankondisi yang ada dapat dilaksanakan kegiatan gizi seperti pada tanggapdarurat.
Kegiatan penanganan gizi pada saat tanggap darurat dapatdikelompokkan dalam 2
(dua) tahap, yaitu tahap tanggap darurat awal dantanggap darurat lanjut. Kegiatan
penanganan gizi pada tahap Tanggap DaruratLanjut, diantaranya meliputi:
Analisis faktor penyulit berdasarkan hasil RapidHealth Assessment (RHA),
Pengumpulan data antro pometri balita (berat badan, panjang badan / tinggi
badan). Kegiatan penanganan gizi pada situasitransisi darurat disesusaikan dengan
situasi dan kondisi yang ada, dapatdilaksanakan kegiatan gizi seperti pada tanggap
darurat.

B. Saran

Gizi sangat berperan penting dalam pemulihan akibat bencana, olehnya


kegiatangizi dalam penanggulangan bencana di daerah tanggap darurat perlu
dilaksanakandengan sebaik-baiknya

16
DAFTAR PUSTAKA

Notoatmodjo. Soekidjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan


Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo. Soekidjo.2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta:


Rineka Cipta.

https://gizi.kemkes.go.id/home/blogdetail/63/

https://www.google.com/amp/s/docplayer.info/amp/35141546-Penanganan-gizi-
dalam-situasi-darurat.html

17

Anda mungkin juga menyukai