Anda di halaman 1dari 18

68

Volume 8 No. 1 Tahun 2017

AKAR-AKAR DAKWAH ISLAMIYAH:


(AKIDAH, IBADAH, DAN SYARIAH)

A. R. Idham Khalid
Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
dridhamkholid@gmail.com

ABSTRAK
In principle, human beings as one of God's creatures need religion because religion is the basis of
rules and guidelines that are needed by humans in life and able to deliver to the happiness in the
world and in the hereafter. This fact certainly becomes very important to realize that the human
being as a weak servant would require the presence of the Most Powerful God, and to know the
Lord takes religion. Therefore, to be a good servant of God must necessarily have a true faith,
and to worship in accordance with what has been outlined in the law. By having a true faith, and
to practice in accordance with the law, becomes a perfect servant of God who can live life with
full of happiness and the right to reply paradise of Allah.

Kata Kunci: akidah, ibadah, syariah, dakwah

1. Pendahuluan Yahudi. Dan begitulah seterusnya (Maududi,


Sebagai Semua Agama yang ada di dunia 1986:1).
yang beraneka ragam coraknya itu masing-masing Lain halnya dengan Islam. Ia tidak
sudah diberi nama dengan "sesuatu". Ada kalanya dikaitkan dengan seseorang tertentu, dan tidak pula
dikaitkan kepada nama seseorang tertentu, atau kepada suatu ummat. Tetapi namanya
kepada suatu ummat tertentu, di mana Agama itu menunjukkan suatu sifat tententu yang dikandung
lahir dan berkembang. Agama Masehi umpamanya, oieh makna kata "Islam".
mengambil nama dan Isa Al-Mashi a.s. Agama Islam adalah tuntunan dari Allah SWT
Buddha memakai nama pendirinya, Buddha. untuk manusia agar pe-mahaman dan cara hidup
Agama Zarathustra memakai nama pendirinya, mereka benar sehingga membavva kesejah-teraan
Zarathustra. Begitu juga Agama Yahudi lahir di di dunia dan akhirat. Islam itu adalah tuntunan
tengah-tengah suatu kabilah (suku) yang ter-kenal Allah untuk seluruh manusia, tidak pandang suku
dengan nama Yahuzha, maka dinamailah ia Agama dan rasnya, diturunkan melalui nabi Muhammad
69

saw, dan merupakan bentuk final dari tuntunan Islam tegas menyatakan bahwa perilaku
Allah sesuai dengan proses perkembangan manusia manusia (secara pribadi maupun kelompok sosial)
itu sendiri (Amsyari, 1959:50). yang sesuai dengan tuntunan Allah SWT akan
Arti kata Islam ltu lalah "tunduk dan patuh berdampak terwujudnya pribadi yang bahagia-
kepada penntah orang yang memberi perintah dan sejahtera, masyarakat yang adil makmur, dan alam
kepada larangannya tanpa membantah". Agama semesta penuh rahmat. Sebaliknya bila manusia
yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad SAW hidup mengikuti tuntunan lain maka secara pribadi
telah diberi nama Islam, karena ia berarti taat akan memperoleh kesulitan dunia-akherat, dan
kepada Allah dan tunduk kepada perintah Nya secara sosial akan mengakibatkan eksploitasi antar
tanpa membantah. manusia (sering terselubung) sehingga terjadilah
Suatu hal yang nyata dari nama ini, ialah kesenjangan sosial yang tajam, kerusakan dan
bahwa tidak ada seorang manusia pun yang telah pencemaran lingkungan, serta kerusakan akhlak
berusaha untuk menciptakan Agama ini dan dan moral.
mendirikannya. Tidak pula ia tertentu bagi suatu Uraian di atas menunjukkan bahwa Islam
ummat. Tujuannya adalah semata-mata untuk selain memberi informasi tentang eksistensi dan
menghiasi penduduk dunia seluruh-nya dengan sifat Allah serta petunjuk tentang ko-mitmen dasar
sifat Islam. Maka tiap-tiap orang yang telah manusia untuk menegakkan keadilan dan
memiliki sifat ini, sejak zaman dahulukala sampai meningkat-kan kesejahteraan, juga mengajarkan
zaman sekarang, adalah ia seorang Muslim. Juga cara hidup atau metoda untuk dilaksanakan oleh
tiap-tiap orang yang akan menghiasi dirinya dengan manusia dalam mengelola diri-pribadi, keluarga,
sifat ini pada masa yang akan datang adalah ia dan mengendalikan sistem sosial-kemasyrakatan di
seorang Muslim (Amsyari, 1959:60). manapun mereka berada. Metoda inilah yang amat
Sudah sama dimaklumi, segala sesuatu khas, bersifat tegas, rinci, dan dinamis. Cara hidup
yang ada di dalam alam ini, tunduk kepada suatu sesuai tuntunan Islam ini bisa disebut sebagai
peraturan tertentu dan kepada undang-undang metoda ilahiyah, yang harus dipakai dan
tertentu. Matahari, bulan dan bituang-bintang dipraktikkan tanpa ragu-ragu (Amsyari, 1959:60)..
semua tunduk kepada suatu peraturan yang tetap. 2. Agama
tidak dapat bergeser atau menyeleweng dari 2.1 Pengertian Agama
padanya meskipun seujung rambut. Manusia hidup di mana pun pada dasarnya
Terlepas dari pada taat kepadanya membutuhkan agama, karena agam memberi
suatupun yang ada di dalam alam ini, mulai dari petunjuk dalam setiap langkah yang akan ia lalui
planet yang paling besar di langit sampai kepada dalam mengarungi kehidupannya. Agama berasal
butiran pasir yang paling kecil di bumi, adalah dari bahasa Sansekerta, masuk ke dalam
ciptaan Raja Yang Maha Besar dan Maha Kuasa. perbendaharaan bahasa Melayu (Nusantara) dibawa
Jika segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi oleh Agama Hindu dan Budha, untuk menunjukkan
serta yang ada di antara keduanya tunduk kepada sistem kepercayaan dan tata cara serta upacara
undan-undang nin, maka alam selunihnya pasti agama Hindu dan Budha tersebut.
akan taat kepada Raja Yang Maha Kuasa yang Mengenai pengertian dasar kata agama
membuatnya dan menurut perintahNya. terdapat perbedaan pendapat: Ada sementara
70
pendapat yang menyatakan bahwa kata agama ber- bahwa agama adalah jalan, jalan hidup; atau jalan
asal dari kata a yang berarti tidak, dan gama yang yang harus ditempuh oleh manusia dalam
berarti kacau, kocar-kacir. Jadi, kata agama berarti kehidupannya di dunia ini; jalan yang
tidak kacau, tidak kocar-kacir, dan/atau teratur. mendatangkan kehidupan yang teratur, aman,
Dengan pengertian dasar yang demikian, maka tenteram dan sejahtera sebagaimana makna umum
.istilah agama merupakan suatu kepercayaan.yang yang ada pada berbagai agama.
mendatangkan kehidupan yang teratur dan tidak Manusia pertama, yang diperintahkan oleh
kacau serta mendatangkan kesejahteraan dan Allah untuk turun ke bumi, diberi pesan agar
keselamatan hidup bagi manusia. Namun demikian, mengikuti petunjuk-Nya, jika petunjuk tersebut
menurut pendapat Bahrum Rangkuti (seorang sampai kepadanya. Seperti yang tertuang dalam
Linguist) bahwa orang yang menyatakan kata QS. Al-Baqarah : 38 berikut.
agama berasal dari kata a dan gama, adalah tidak
          
ilmiah. Oleh karena mungkin yang menerangkan
itu belum mengetahui dan memahami bahasa        
Sansekerta (Muhaimin, 1989:1). Artinya: Kami berfirman: "Turunlah kamu
semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang
Pendapat yang lebih bersifat ilmiah petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang
menyatakan bahwa kata agama berasal dari kata mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada
kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka
dasar gam yang mendapatkan awalan dan akhiran bersedih hati".
a, sehingga menjadi agama. Kata dasar gam Petunjuk pertama yang melahirkan agama,
tersebut mempunyai pengertian yang sama dengan menurut mereka, adalah ketika Adam dalam
kata ga atau gaan dalam bahasa Belanda, atau kata perjalanannya di bumi ini menemukan ketiga hal
go dalam bahasa Inggris, yang berarti pergi. yang disebutkan di atas. Sebagai ilustrasi, dapat
Setelah mendapatkan awalan dan akhiran a menjadi diduga bahwa Adam menemukan keindahan pada
agama, maka artinya menjadi : jalan. Yang alam raya, pada bintang yang gemerlapan,
dimaksudkan adalah jalan hidup, atau jalan yang kembang yang mekar, dan sebagainya. Dan
harus ditempuh oleh manusia sepanjang ditemukannya kebaikan pada angin sepoi yang
kehidupannya; atau jalan yang menghubungkan menyegarkan di saat ia merasa gerah kepanasan
antara sumber dan tujuan hidup manusia; dan/atau atau pada air yang sejuk di kala ia sedang
juga berarti jalan yang menunjukkan dari mana, kehausan. Kemudian, ditemukannya kebenaran
bagaimana dan hendak ke mana hidup manusia di dalam ciptaan Tuhan yang terbentang di alam raya
dunia ini, Pengertian jalan ini ditemukan sebagai dan di dalam dirinya sendiri. Gabungan ketiga hal
ciri-ciri hakiki dalam banyak agama. Taoisme dan ini melahirkan kesucian. Sang manusia, yang
Syinto adalah bermakna jalan; Budhisme menyebut memiliki naluri ingin tahu, berusaha untuk
undang-undang pokoknya dengan jalan; Yesus mendapatkan apakah yang paling indah, benar dan
menyuruh pengikutnya untuk menurut jalannya; baik? Jiwa dan akalnya mengantarkannya bertemu
Thariqat, Syari'at dan Shirath dalam ajaran Islam dengan yang Mahasuci dan ketika itu ia berusaha
juga bermakna jalan (Muhaimin, et all: 1994: 34). untuk berhubungan dengan-Nya, bahkan berusaha
Dengan demikian pengertian etimologis untuk mencontoh sifat-sifat-Nya. Dari sinilah
dari kata agama mengandung arti yang bersifat agama lahir, bahkan dari sini pula dilukiskan
mendasar yang dimiliki oleh berbagai agama, yaitu proses beragama sebagai "upaya manusia untuk
71

mencontoh sifat-sifat yang Mahasuci". Dalam hadis dengan sang supra natural, atau hidayah dari Yang
Nabi saw. ditemukan perintah untuk itu, yaitu Maha Kuasa.
"Takhallaqu bi akhlaqillah" (Berakhlaklah kalian 4. Method of Science, yaitu cara manusia
dengan akhlak Allah) (Shihab, 1992:210). mengetahui sesuatu zat yang dianggap Tuhan,
Berkaitan dengan cara seseorang hingga menemukan agama yang dianutnya dengan
mengetahui sesuatu, termasuk mengetahui siapa baik, berdasarkan ilmu pengetahuan, telaah dan
Zat Tuhan yang layak dipuja dan disembah, secara kajian, bahkan mungkin melalui proses penelitian
metodologis Charles Pierce (The Great American yang panjang, atau pemikiran mendalam secara
Philosopher) sebagaimana dikutip oleh Abdullah filosofis (Ali, 2005:112).
Ali menyebutkan adanya empat jalan manusia Agama Islam mengandung tiga unsur
mengetahui Tuhannya yang dituangkan dalam yaitu; Iman, Islam dan Ikhsan. Dengan demikian,
konsep Four Methods of Knowing : oleh karena agama Islam membawa peraturan-
1. Method of Tenacity, yaitu cara mengetahui peraturan Allah yang harus dipatuhi, maka manusia
sesuatu melalui ketekunan pengalaman hidup Islam (Muslim) bukan saja menjauhkan diri dari
beragama. Orang yang sejak kecil hidup tekun di kemungkaran dan selalu berbuat kebajikan,
lingkungan masjid, gereja, kuil atau vihara, bergaul melainkan juga mengajak kepada kebaikan dan
dengan para ahli ibadah, sedikit banyak akan mencegah kemungkaran itu. Bahkan lebih dari itu
menerima knowledge dari lingkungannya. semua, Islam menyebabkan manusia memiliki:
Pengetahuan berdasarkan pengalaman juga diakui a. Sifat Kompetitif Dalam Kebaikan.
secara empirik, sebagaimana ungkapan cerdik
        
pandai "The Experiences is the best teacher".
Konon katanya, pengalaman adalah guru yang          
paling baik.
         
2. Method of Authority, yaitu cara mengetahui
sesuatu berdasarkan otoritas atau kewibawaan          

seseorang. Karena dianggap orang terpandang,           
dipandang sebagai tokoh agama, tokoh masyarakat,
ilmuwan, ulama, cendekiawan, kyai, guru, ustadz        

atau pastor misalnya, maka semua yang Artinya: Dan kami telah turunkan kepadamu al-
Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan
disampaikan atau diucapkannya merupakan sumber apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang
pengetahuan bagi masyarakat di sekitarnya. diturunkan sebelumnya) dan batu ujian, terhadap
kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah
Otoritas seseorang bahkan bisa menimbulkan perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan
fanatisme berlebihan. dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka
dengan meninggalkan kebenaran yang Telah
3. Method of Intuity, yaitu cara manusia datang kepadamu untuk tiap-tiap umat diantara
mengetahui sesuatu berdasarkan intuisi, perasaan, kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang.
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
naluri, wangsit atau wahyu dari Zat Yang Maha dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah
Ghaib. Pengetahuan secara intuitif biasanya dialami hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat
oleh para Nabi, Rasul, Wali atau orang-orang suci, kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu
karena kebersihan jiwanya, kedekatan hubungan semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa
yang Telah kamu perselisihkan itu,
72
b. Sifat Futuristik
         
Sifat futuristic yaitu suatu pandangan jauh
ke depan dalam rangka pengembangan dan         
pemecahan masalah terus menerus demi
          
tercapainya tujuan, mardhatillah. Seperti yang
tertuang dalam QS. Ar-Rahman : 33 berikut: 
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
         kepada para malaikat: "Se-sungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka
        bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
 membuat kerusakan padanya dan menumpah-kan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
Artinya: Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa
bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat yang tidak kamu ketahui”.
menembusnya kecuali dengan kekuatan.
2.2 Urgensi Agama
Sebab itu bumi dan seisinya haruslah dikuasai,
Menurut Islam sejak Nabi Adam as,
diolah dan dimanfaatkan begitu rupa sebagai bekal
sebagai manusia pertama di dunia ini, ia telah
untuk mengabdi dan berbakti kepada Allah. Itulah
mendapat wahyu dari Tuhan bahwa pencipta alam
satu-satunya tujuan hidup manusia di dunia ini.
ini ialah Allah Yang Maha Esa dan tak ada sekutu
Dengan petunjuk agama itulah petunjuk
bagi-Nya manusia harus menuyembah, mentaati
akal dapat disempurnakan dan dengan agama itu
perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Itulah
pula akal manusia akan dibimbing kepada fungsi
yang dinamakan tauhid, artinya mengesakan
yang sebenarnya. Sehingga dengan bimbingan
Tuhan. Sebagai Nabi dan Rasul yang pertama
agama manusia akan dapat mencapai kebenaran
ajaran itu yang menjadi pokok agama yang
dan kebahagiaan sejati, baik dalam kehidupan di
diajarkan kepada anak cucunya (Amir, T.t: 8).
dunia maupun di akhirat kelak (Amir, T.t: 9).
Dalam sejarah perjalanan manusia
Berdasarkan uraian di atas, nampak
kepercayaan demikian seringkali menjadi kabur
jelaslah betapa pentingnya agama bagi kehidupan
karena bercampur aduk dengan kepercaya-an lain
manusia, sehingga setiap umat beroleh pimpinan
yang datang kemudian. Sebab itu Allah berganti-
seorang Rasul, terutama ketika hubungan antar
ganti mengutus para Nabi dan Rasul dengan
umat atau Bangsa masih sulit. Akan tetapi ketika
membawa pokok ajaran yang sama, yakni ajaran
hubungan itu telah menjadi mudah, maka Allah
tauhid untuk menjadi pedoman hadup manusia agar
mengutus kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
kembali kepada kepercayaan yang benar serta
penutup segala Nabi dan Rasul untuk menjadi
membimbing mereka ke ajalan yang lurus.
rahmat bagi segenap Alam. Seperti yang tertuang
Islam mengajarkan pula bahwa manusia
dalam QS. Al-Anbiya :107 berikut:
diciptakan oleh Allah bukanlah sekedar untuk
hidup melainkan mengemban tugas sebagai      
penguasa di Bumi atau khalifah. Seperti yang
Artinya: Dan tiadalah kami mengutus kamu,
tertuang dalam QS. Al-Baqarah : 30 berikut:
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.
Islam sebagai agama yang disampaikan
kepada umat Nabi Muhammad SAW, memiliki
73

ajaran yang harus diikuti dan dilaksanakan oleh aqidah dan syari,ah tidak hanya benar sebagaimana
umat manusia. Ajaran Islam mempunyai aspek adanya menurut agama, akan tetapi, benar juga
yang disebut sebagai akidah, syariah dan ibadah menurut kaidah ilmu (Darajat, 1993:299) .
3. Akidah. Taimiyah (1983:6) dalam bukunya
Menurut Islam, iman yang terpokok "Aqidah Al- Wasithiyah" menerangkan makna
adalah kalimat: "Laa ilaaha illallaah" yang berarti: aqidah dengan suatu perkara yang harus dibenarkan
Tidak ada Tuhan melainkan Allah. AKidah itu dalam hati, dengannya jiwa menjadi tenang
haruslah menjadi kepercayaan mutlak dan bulat. sehingga jiwa itu menjadi yakin serta mantap tidak
Artinya kepercayaan terhadap Allah harus mutlak, dipengaruhi oleh keraguan dan juga tidak
yaitu dengan membenarkan dan mengakui wujud dipengaruhi oleh syakwasangka. Sedang Syekh
(eksistensi) Allah dan sifat (atribut) Allah. Hasan Al-Banna (1983: 9) dalam bukunya "Al-
Demikian dalam masalah hukum kekuasaan, taufiq, 'Aqoid" menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang
maupun hidayah-Nya. seharusnya hati membenarkannya sehingga
Jadi pokok dari akidah adalah Allah itu menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan
sendiri, sebab dengan kepercayaan kepada Allah kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keragu-
dengan sendirinya mencakup kepercayaan kepada raguan.
Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab- 3.2 Ciri-Ciri Akidah Islam
kitab-Nya, Hari Kemudian dan ketentuan takdir- Aqidah dalam Agama Islam adalah iman
Nya. atau kepercayaan, Iman merupakan segi teoritis
3.1 Pengertian Akidah yang pertama-tama dituntut untuk mempercayai
Aqidah adalah bentuk masdar dari kata dan tidak boleh dicampuri oleh keragu-raguan. atau
“’aqoda ya’qidu, ‘aqdan, ‘aqidatan”, yang berarti pun persangkaan sedikit pun. Karena Aqidah
simpulan, ikatan, sangkutan, perjanjian dan kokoh. sebagai masalah fundamental, ia menjadi titik tolak
Sedang secara teknis aqidah berarti iman, permulaan muslim.
kepercayaan dan keyakinan. Dan tumbuhnya Dalam kehidupan sehari-hari aqidah
kepercayaan tentunya di dalam hati,. sehingga yang adalah sebagai landasan utama dalam menjalankan
dimaksud aqidah adalah kepercayaan yang aktivitas ke-Islaman. sehingga mewujudkan
menghujam atau tersimpul di dalam hati. kualitas akan iman yang dimilikinya. Tinggi
Aqidah secara bahasa berarti ikatan, secara rendahnya nilai kehidupan manusia juga tergantung
terminologi berarti landasan yang mengikat, yaitu kepada iman/kepercayaan yang dimilikinya
keimanan, itu sebabnya ilmu tauhid disebut juga (Mudis, 1998:32).
ilmu aqaid (jama aqidah) yang berarti ilmu Aqidah dalam Islam mempunyai ciri-ciri
mengikat. Ajaran Islam sebagaimana dijelaskan yang spesifik. Ciri-ciri dimaksud adalah sebagai
dalam al-Quran dan al-Hadis merupakan ketentuan- berikut:
ketentuan dan pedoman keimanan. Keimanan a. Aqidah didasarkan pada keyakinan hati, karena
adalah suatu sikap jiwa yang diperoleh karena itu aqidah tidak menuntut yang serba rasional,
pengetahuan yang berproses sedemikian rupa sebab ada masalah tertentu yang tidak rasional
sehingga membentuk tata nilai (norma) maupun dalam aqidah.
pola perilaku seseorang. Oleh karena itu struktur
74
b. Aqidah Islam sesuai dengan fitrah manusia Menurut Islam, iman yang terpokok
sehingga pelaksanaan aqidah menimbulkan adalah kalimat: "Laa ilaaha illallaah" yang berarti:
ketentraman dan ketenangan. Tidak ada Tuhan melainkan Allah. Aqidah itu
c. Aqidah Islam diasumsikan sebagai perjanjian haruslah menjadi kepercayaan mutlak dan bulat.
dan kokoh, maka dalam pelaksanaan aqidah harus Artinya kepercayaan terhadap Allah harus mutlak,
penuh keyakinan tanpa disertai kebimbangan dan yaitu dengan membenarkan dan mengakui wujud
keraguan. (eksistensi) Allah dan sifat (atribut) Allah.
.d. Aqidah dalam Islam tidak hanya diyakini, lebih Demikian dalam masalah hukum kekuasaan, taufiq,
lanjut perlu pengucapan dengan kalimah maupun hidayahNya (Mudis, 1998:33).
"Thayyibah" (Syahadatain) dan diamalkan dengan Dengan demikian jelas bahwa yang
perbuatan yang shaleh. menjadi pokok dari Aqidah adalah Allah itu
e. Keyakinan dalam aqidah Islam merupakan sendiri, sebab dengan kepercayaan kepada Allah
masalah yang supra empirik, maka dalil yang dengan sendirinya mencakup kepercayaan kepada
dipergunakan dalam pencaharian kebenaran tidak Malaikat-malaikatNya, Rasul-rasulNya, Kitab-
hanya didasarkan atas indra dan kemampuan kitabNya, Hari Kemudian dan ketentuan takdirNya.
manusia, melainkan membutuhkan wahyu yang 3.3 Prinsip-prinsip Akidah Islam
dibawa oleh para Rasul Allah SWT. Dalam Islam aqidah merupakan masalah
Term Aqidah selanjutnya berkembang asasi yang merupakan misi pokok yang diemban
menjadi iman, tauhid, ushuluddin, ilmu kalam, fiqh para Nabi, baik-tidaknya seseorang dapat
akbar, dan teologi jika aqidah itu telah menjadi ditentukan dari aqidahnya, mengingat amal sholeh
suatu disiplin ilmu tersendiri (Muhaimin et all, hanyalah pancaran dari aqidah yang sempurna.
1994: 242). Karena aqidah merupakan masalah asasi maka
Akidah dalam Islam juga merupakan dalam kehidupan manusia perlu ditetapkan prinsip-
ajaran tentang keimanan, yang menyangkut iman prinsip dasar aqidah Islamiyah agar dapat
kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada menyelamatkan kehidupan manusia di dunia dan di
kitabullah, iman kepada Rasul, iman kepada hari akhirat. Prinsip aqidah yang dimaksud adalah
akhir, iman kepada qadha dan qadar dan apa-apa sebagai berikut:
yang telah disebutkan dalam al-Quran dan sunnah a. Aqidah didasarkan atas At-Tauhid yakni
(Draajat: 1993:251). mengesankan Allah dari segala dominasi yang lain.
Akidah (tauhid) itu adalah menyatakaan b. Aqidah harus dipelajari secara terus menerus dan
keesaan sesuatu dan memiliki pengetahuan yang diamalkan sampai akhir hayat kemudian
sempurna tentang keesaan-Nya. Karena tuhan itu selanjutnya diturunkan (didawakan) kepada yang
esa, tanpa ada sekutu dalam zat dan sifat-sifat-Nya, lain.
tanpa ada yang menyamai, tanpa ada sekutu dalam c. Scope pembahasan aqidah tentang Tuhan
tindakan-tindakan-Nya, dan karena para ahli tauhid dibatasi dengan larangan mem-perbincangkan atau
(muwahiddun) telah mengakui bahwa Dia memperdebatkan tentang eksistensi Dzat Tuhan
demikian, pengetahuan mereka tentang keesaan Sebab dalam satu hal ini manusia tidak akan pernah
disebut tauhid (pengesaan) (Al-Hujwiri, (1992: mampu menguasai.
251). d. Akal dipergunakan manusia untuk memperkuat
aqidah, bukan untuk mencari aqidah. Karena
75

aqidah islamiyah sudah jelas tertuang dalam aI- baligh sampai meninggal dunia. Indikasi ibadah
Qur'an dan as-Sunnah (Muhaimin, et all, 1994: adalah kesetiaan, kepatuhan dan penghormatan
248-251). serta penghargaan kepada Allah SWT serta
4. Ibadah dilakukan tanpa adanya batasan waktu serta bentuk
4.1 Pengertian Ibadah khas tertentu.
Secara harfiyah ibadah dapai diartikan Ibadah merupakan bagian integral dari
sebagai rasa tunduk (Thaat), melakukan syariah, sehingga apapun ibadah yang dilakukan
pengabdian (Tanassuk), merendahkan diri oleh manusia harus bersumberkan dari syariah
(Khudlu'), menghinakan diri (Tadzallul) dan Allah SWT, semua tindakan ibadah yang tidak
istrkhanah. didasari oleh syariah berarti bid'ah, ibadah
Istilah ibadah bagi Al-Azhari tidak boleh semacam ini tidak saja ditolak tetapi lebih dari itu,
dipergunakan kecuali hanya untuk menyembah tindakan tersebut merupakan dosa.
kepada Allah, karena menyembah selain Allah itu Ibadah tidak hanya sebatas pada
termasuk orang yang merugi. Syekh Muhammad menjalankan rukun Islam, tetapi ibadah juga
Abduh dalam mentafsirkan kata "Na'budu" dalam berlaku bagi semua aktivitas duniawi yang didasari
surat Al-Fatehah sebagai rasa ketaatan dengan rasa ikhlas. Oleh karena itu ibadah terdapat
penuh kemerdekaan, dan setiap ungkapan yang klasifikasi 2 macam, yaitu ibadah khos dan ibadah
menggambarkan makna secara sempurna, 'aam. Ibadah khos adalah ibadah yang berkaitan
selanjutnya Abduh menegaskan bahwa ibadah pada dengan arkanul Islam (syahadatain, shalat, zakat,
hakekatnya adalah sikap tunduk semata-mata puasa dan haji). Sedang ibadah 'Aam adalah segala
mengagungkan Dzat yang disembahnya, tidak dike- aktivitas yang titik tolaknya ikhlas yang
tahui dari mana sumbernya dan kepercayaan ditunjukkan untuk mencapai ridho Allah berupa
terhadap kekuasan yang ada padanya dan tidak amal shaleh.
dapat dijangkau pemahaman dan hakekatnya Ibadah adalah jenis tertinggi dari
(Qardhawi, T.t: 35-38). ketundukan dan kerendahan diri di hadapan Allah.
Pengertian di atas menunjukkan bahwa Tentang pentingnya ibadah, cukup kiranya kita
ibadah bukan berarti seseorang yang sangat rindu mengetahui bahwa tujuan penciptaan atam semesta
ingin mengagungkan dan mematuhi kekasihnya, serta diutusnya para nabi (alam takwini dan
sehingga kemauan dirinya menyatu dengan tasyri’i) adalah untuk ibadah (Qir’ati dalam Diya
kehendaknya. dan Al-Kazmi, 2000:9). Allah telah berfirman
Al-Maududi (1984: 107;113) menyatakan dalam surah al-Quran: Adz-Dzariyat ayat 5:
bahwa ibadah dari akar 'Abd yang artinya pelayan Artinya: ”Tidaklah Aku ciptakan jin dan
dan budak. Jadi hakekat ibadah adalah manusia kecuali untuk benbadah kepada-Ku.
penghambaan dan perbudakan. Sedang dalam arti Misi dan risalah utama para nabi adalah
terminologinya adalah penghambaan dan mengajak masyarakat untuk menyembah Allah
perbudakan. Sedang dalam arti terminologinya SWT. Dalam hal ini Allah menjelaskan dalam QS.
adalah usaha mengikuti hukum-hukum dan aturan- A-Nahl : 36 berikut
aturan Allah dalam menjalankan kehidupan yang
sesuai dengan perintah-perintah-Nya, mulai akil
76
Bentuk-bentuk ibadah adalah seperti
        
hubungan ekonomi, politik, sosial budaya,
         keamanan dan sebagainya baik yang bersifat re-
gional, nasional maupun internasional (Mas’ud,
        
1991: 132-133). Menurut Muhaimin, et all
    (1994:257-258) dapat diklasifikasikan menjadi 3
Artinya: Dan sungguhnya kami telah bagian, dan masing-masing bagian mempunyai
mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan kreteria syariah tersendiri. Misalnya:
jauhilah Thaghut, itu", Maka di antara umat itu a. Ibadah Person
ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah
dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah Suatu aktivitas yang pelaksanaannya tidak
pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu perlu melibatkan orang lain, melainkan semata-
dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul- mata tergantung pada kesediaan pihak yang
rasul). bersangkutan sebagai hamba Allah yang otonomi.
Dari firman Allah di atas, dapat diketahui
Masuk dalam kategori ibadah model ini adalah
dengan jelas bahwa, sejak semula, tujuan
amaliyah keagamaan yang bersifat ritus seperti
penciptaan alam semesta dan diutusnya para rasul
shalat, puasa, dan sebagainya.
adalah untuk menyembah (beribadah kepada)
Syariah untuk ibadah model ini didasarkan atas
Allah. Dan jelas bahwa Allah sama sekali tidak
kemashlahatan manusia, tetapi kemashlahatan di
membutuhkan ibadah kita. Dalam hal ini Allah
sini lebih bersifat spiritual yang subyektif dan
menjelaskan dalam QS. Az-Zumar : 7 berikut:
karena itu tidak dapat diukur dengan neraca
           obyektif yang berlaku umum.
b. Ibadah antar person
             
Suatu amaliyah yang pelaksanaannya
         tergantung pada prakarsa pihak yang bersangkutan
selaku hamba Allah secara otonomi, tetapi
 
berkaitan dengan prakarsa pihak lain sebagai
Artinya: Jika kamu kafir Maka
Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu, hamba Allah yang juga otonomi juga.
dan dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; Syariah kategori amaliyah (ibadah) ini harus
dan jika kamu bersyukur, niscaya dia meridhai
bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang mengikuti aturan subyektif yang berdimensi person
berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. juga aturan obyektif yang berdimensi sosial.
Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu dia
memberitakan kepadamu apa yang telah kamu Misalnya pernikahan, yang terdapat pada prakarsa
kerjakan. Sesungguhnya dia Maha mengetahui apa (kemauan) bebas dari pihak laki-laki secara mutlak,
yang tersimpan dalam (dada)mu.
Dengan demikian jelaslah bahwa tetapi tanpa prakarsa yang sama dari pihak
sesungguhnya keuntungan ibadah kembali kepada mempelai wanita tidaklah dapat ditaksanakan
para hamba itu sendiri; seperti halnya murid-nmrid (walaupun fiqh memperbolehkannya, asal walinya
yang belajar, keuntungan mereka dalam belajar itu sanggup menanggung akibatnya).
kembali kepada mereka sendiri. Belajar tidak c. Ibadah sosial
menguntungkan secara langsung bagi para guru. Kegiatan interaktif antara seorang individu
4.2 Bentuk-bentuk Ibadah dengan pihak lain yang dibarengi dengan kesadaran
diri sebagai hamba Allah SWT.
77

Syariah dalam ibadah model sosial harus d. Melayani Masyarakat


bergantung pada kemashlatan obyektif dan Banyak sekali riwayat yang menegaskan
rasional. Kemashlahatan yang obyektif dan rasional bahwa pengabdian sosial dan kepedulian terhadap
ini keabsahannya ditegakkan melalui kesepakatan pelbagai kesulitan masyarakat lebih mulia daripada
musyawarah, yang sekurang-kurangnya kebanyakan ibadah serta haji sunnah.
mempunyai dua syarat, yaitu: Sa'di pernah bersyair, "Ibadah tidak lain dari
1). Persyaratan Material, artinya kemashlahatan khidmat (melayani) orang lain, ibadah bukan hanya
yang dimaksud harus memiliki dugaan yang kuat dengan bertasbih di sajadah ...."
untuk tidak terjadinya madarat (kerusakan) yang e. Menanti Pemerintahan Adil yang Mendunia
nyata. Rasul saw bersabda, "Ibadah yang
2). Persyaratan formal, artinya pertimbangan termulia adalah menanti kemenangan Islam."
kemashlahatan melahirkan suatu aturan yang Sudah jelas bahwa penantian yang dimaksudkan di
mengikat bersifat obyektif. sini adalah penantian yang positif dan konstruktif,
4.3 Dimensi Ibadah berupa persiapan dan usaha untuk mewujudkan
Dalam peradaban Islam, ibadah bukan kekuasaan yang Adil.
hanya berarti salat dan puasa. Semua perbuatan Jadi, memberi warna Ilahi kepada
baik yang bermanfaar untuk khalayak biasa perbuatan apa pun dapat menambah nilai perbuatan
dikategorikan sebagai ibadah. Menurut Qira’ati tersebut. Perbuatan tersebut dapat menjadi ibadah
(Diya dan Al-Kazmi, 2000:9) perbuatan yang dan kadangkala lebih mulia daripada ibadah. Niat
dianggap Islam sebagai ibadah diantaranya: yang benar adalah unsur yang mengubah setiap
a. Berpikir tentang Kebesaran Allah. tembaga yang tidak berharga menjadi emas. Semua
Imam Ash-Shadiq berkata, "Ibadah bukan perbuatan yang dilaksanakan dengan tujuan
banyak salat dan puasa. Sesungguhnya, ibadah mendekatkan diri kepada Allah adalah ibadah.
adalah berpikir dalam perkara Allah." Berpikir atau Dengan cara pandang ini, kita dapat
merenung yang dapat mendekatkan dan mengatakan bahwa ibadah itu multi-dimensional
mengenalkan manusia tentang Allah tergolong dan tiada terhingga jumlahnya. Bahkan
ibadah. memandang ayah-ibu dengan perasaan kasih-
b. Bekerja sayang, dan memandang wajah alim-ulama, al-
Rasul saw bersabda, "Ibadah terbagi Quran, ka'bah, dan pemimpin adil atau saudara
menjadi 70 bagian. Bagian yang paling mulia seagama juga dikategorikan ibadah.
adalah mencari rejeki yang halal." 5. Syari’ah
c. Mencari ilmu 5.1 Pengertian Syari’ah
Rasul saw bersabda, "Perbuatan seseorang Secara etimologi, syariah berarti jalan
yang keluar dari rumahnya untuk menimba ilmu yang lurus (Thoriqotun Mustaqimatun) yang
pengetahuan dalam rangka menolak kebatilan dan diisyaratkan dalam QS Al-Jatsiyah : 18, atau jalan
membimbing orang-orang yang tersesat, sama yang dilalui air untuk diminum, atau juga tangga
seperti 40 tahun ibadah." atau tempat naik yang bertingkat-tingkat.
78
Lebih lanjut, Muhammad Syaltut dalam
           
bukunya "Islam Aqidah Wa Syariah" memberikan
 
pengertian syari'ah dengan hukum atau aturan yang

Artinya: Kemudian kami jadikan kamu berada di diciptakan Allah, atau hukum yang diciptakan
atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama secara garis besarnya agar manusia berpegang
itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu
ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak kepadanya di dalam realisasinya kepada Allah,
Mengetahui. kepada sesama muslim, dan sesama manusia, alam
Sedang dalam arti terminologi, syariah mempunyai
lingkungan serta ke pada kehidupan yang lebih luas
beberapa pengertian yang dikemukakan oleh
(Al-Dzahabi, 1976:13).
beberpa ahli sebagai berikut.
Ketiga definisi yang telah diungkapkan
At-Tahanawi dalam bukunya "Al-Kasysyaf
oleh para ahli diatas menurut Muhaimin, et all
Ishthihatil Funun" menjelaskan bahwa syari'ah
(1994: 34).sebenarnya tidak kontradiksi, masing-
adalah hukum-hukum yang diadakan oleh Allah
masing saling melengkapi, sehingga membentuk
SWT yang dibawa oleh salah satu nabi-Nya,
ciri khas syari'ah Islam, yaitu syari’, syari’ah, da
termasuk nabi Muhammad, baik hukum yang
nisi syari’ah itu sendiri.
berkaitan dengan cara berbuat yang disebut dengan
Term syari'ah selanjutnya berkembang
"Far'iyah Amaliyah" yang untuknya dihimpun ilmu
menjadi sebutan "hukum Islam" (Islamic Law)
fiqh, maupun berkaitan dengan kepercayaan yang
karena pembuat hukum sebenarnya adalah Allah
disebut dengan 'ashliyah atau I'tiqodiyah" yang
swt,. Sedangkan bagi Schacht hukum Islam berarti
untuknya dihimpun ilmu kalam (Al-Qaththan,
keseluruhan titah dan kitab Allah yang mengatur
1981: 227).
kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya.
Definisi tersebut secara umum
Muhammad Muslihuddin dalam bukunya
menggambarkan adanya otoritas Allah SWT dalam
Philosophy of Islamic law memberi arti hukum
memberikan hukum kepada hamba-Nya, otoritas
Islam sebagai perintah Allah yang diwahyukan
itu sama sekali meniadakan campur tangan
kepada Muhammad SAW.
manusia, karena syari'ah merupakan wewenang
Hukum Islam lebih lanjut membutuhkan
Allah secara muthlak. Hanya saja untuk keperluan
pelestarian melalui perwujudan (Tahqiq) dan
syari'ah itu manusia diperbolehkan menghimpun
pemeliharaan (Muhafazhoh) dengan cara
suatu ilmu yang berkaitan dengannya, sehingga
menunaikan ibadah oleh hamba. Term ibadah
syariah bersifat muthlaq sedang ilmu fiqh dan ilmu
begitu akrab sebutannya dengan term 'abd yang
kalam bersifat nisbi. At-Tahanawi lebih lanjut
artinya hamba. Mengingat tugas hamba Tuhan
menyebut syari'ah identik dengan Ad-Dien dan Al-
yang paling esensi adalah beribadah kepada
Milah.
Khaliqnya.
Sedang Muhammad Sallam Madkur dalam
5.2 Ciri-Ciri Syari’ah
"Al-Madkhal Lil Fiqh Al-lslami" menerangkan
Syari’ah adalah ajaran tentang pengaturan
makna syari'ah dengan hukum yang ditetapkan oleh
(hukum) yang mengatur hubungan manusia dengan
Allah melalui rasul-Nya, agar mereka mentaati
Allah, dan manusia dengan manusia, yang
hukum itu atas dasar iman, baik yang berkaitan
menyangkut ibadah dalam arti khusus, seperti
dengan aqidah, amaliyah (ibadah dan mu'amalah)
syahadat, shalat, zakat, munakahat, jinayat, dan
maupun dengan akhlak (Al-Suyuthi, 1951 174).
siyasat (Darajat, 1993:279).
79

Adapun yang dimaksud dengan syariah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
Islam, ialah tata cara pengaturan tentang perilaku
kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk
hidup menusia untuk mencapai keridhaan Allah tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan
dan jalan yang terang. sekiranya Allah
SWT, seperti yang dirumuskan dengan QS Asy-
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu
Su’ara : 13;21 berikut umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu
terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka
           berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya
kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu
          diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu
perselisihkan itu (QS. Al-Maidah : 48).
                     

             
Artinya: Dia telah mensyari'atkan bagi Artinya: Kemudian kami jadikan kamu
kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan- berada di atas suatu syariat (peraturan) dari
Nya kepada Nuh dan apa yang telah kami urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan
wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: yang tidak Mengetahui. (QS. Al-Jatsiyah : 18)
Tegakkanlah agama, dan janganlah kamu Ayat di atas secara eksplisit menyuruh
berpecah belah tentangnya. amat berat bagi orang-
orang musyrik agama yang kamu seru mereka manusia untuk mengikuti syari'ah yang merupakan
kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang hukum Tuhan dan perundang-undangan yang
yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk
kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada- datangnya dari Allah swt. Syariah isinya lengkap
Nya). meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan manusia.
          Dan syari'ah pun bertujuan untuk mengatur
kehidupan manusia agar tercapai kebahagiaan lahir
         
dan batin.
Artinya: Dan mereka Berkata kepada kulit
mereka: "Mengapa kamu menjadi saksi terhadap Syari'ah sebagai hukum Tuhan yang
kami?" kulit mereka menjawab: "Allah yang bersifat universal tentu dapat diterapkan pada
menjadikan segala sesuatu pandai Berkata Telah
menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia- semua bangsa, angkatan dan masa. Karena ia
lah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Mudis, 1988:32).
Hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan".
a. Syari'ah memberikan prinsip-prinsip universal
        
sehingga akan memberikan seluas-luasnya bagi
          kemajuan peradaban manusia. Hal ini khususnya
dalam masalah keduniawian.
         
b. Syari'ah memberikan peraturan-peraturan
          terperinci dalam hal-hal yang tidak terpengaruh
oleh perkembangan peradaban manusia. Misalnya,
          
tentang wudhu dan tayamum, tentang pembagian
        harta waris, tentang muhrim yaitu orang-orang
Artinya: Dan kami telah turunkan yang tidak halal dikawini.
kepadamu al-Quran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab- c. Syari'ah tidak memberatkan. Sesuai dengan misi
kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu Islam sebagai rahmat bagi manusia, maka Islam
ujian, terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang datang untuk membebaskan manusia dari segala
80
rupa hal yang memberatkan dan mengacaukan mu’jizat yang berfungsi melemahkan argumentasi
hidupnya. Syari'ah tidak akan memaksa manusia yaang menentang kerasulan Nabi Muhammad
yang bersifat lemah sampai melampaui batas. SAW dan kebenaran Islam. Sebagaimana firman-
d. Syariah datangnya dengan prinsip graduasi Nya dalam al-Quran:
(berangsur-angsur), bukan secara sekaligus. Sistem
        
ini secara psikologis sesuai dengan fitrah manusia
itu sendiri. Apabila syari'ah diturunkan sekaligus,         
maka sulit sekali diterapkan dan atau merubah ke-
 
adaan masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat
Artinya: Katakanlah: "Sesungguhnya jika
Islam, Bahkan tak dapat dipungkiri, manusia justru manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang
akan lari apabila penerapan hukum secara serupa al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan
dapat membuat yang serupa dengan Dia, sekalipun
revolusioner. Dalam hal ini dapat dicontohkan se-bagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian
mengenai larangan khamer. Khamer pertama yang lain" (QS. Al-Isra’ : 88).
Dalam ayat lain disebutkan:
diberikan gambaran tentang bahaya dan manfaat
bagi manusia, kemudian tahap kedua pelarangan          

terhadap seorang yang akan melakukan shalat        
apabila ia sedang mabuk, akhirnya syari'ah
Artinya: Atau (patutkah) mereka
memberikan vonis atas perbuatan itu, bahwa mengatakan "Muhammad membuat-buatnya."
Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan
minuman keras/ khamer dilarang/diharamkan.
itu), Maka cobalah datangkan sebuah surat
Demikianlah prinsip syari'ah yang pada dasarnya seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang
dapat kamu panggil (untuk mem-buatnya) selain
memerintahkan yang ma'ruf dan melarang yang
Allah, jika kamu orang yang benar". ( QS. Yunus :
mungkar, menghalalkan yang baik dan 38)
b. Al-Hadis.
mengharamkan yang buruk, serta membebaskan
Hadis adalah sumber hukum Islam
dari belenggu kesulitan (Mudis, 1988:35).
(pedoman hidup kaum Muslimin yang kedua
5.3 Sumber-Sumber Syari’ah
setelah al-Quran). Bagi mereka yang telah beriman
Islam yang merupakan ketentuan-ketentuan agama
kepada al-Quran sebagai sumber hukum, maka
yang harus dijadikan bagi manusia di dalam
secara otomatis harus percaya bahwa hadis sebagai
hidupnya untuk meningkatkan kualitas hidupnya
sumber-sumber hukum Islam juga. Apabila hadis
dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan
tidak berfungsi sebagai ssumber hukum, maka
akhirat bersumber pada al-Quran, al-Hadis dan al-
kaum Muslimin akan menghadapi kesulitan-
Ra’yu.
kesulitan dalam hal cara salat, kadar dan ketentuan
a. Al-Quran.
zakat, cara haji dan sebagainya. Sebab ayat-ayat al-
Al-Quran menurut bahasa Quran yang
Quran dalam hal tersebut hanya berbicara secara
berarti bacaan (dari kata qaraa: membaca). Al-
global dan umum, dan yang menjelaskan secara
Quran adalah kumpulan wahyu Allah SWT yang
terperinci adalah hadis.
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang
Selain itu, juga akan mendapat kesukaran-
dihimpun dalam sebuah kitab suci yang menjaadi
kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang
pegangan bagi manusia.
mutasyabihat, mukhtamal, dan sebagainya yang
Dalam hubungannya dengan risalah Nabi
mau tidak mau memerlukan hadis sebabgai
Muhammad SAW, Al-Quran berfungsi sebagai
penjelasnya.. Apabila penafsiran-penafsiran
81

tersebut hanya didasarkan kepada pertimbangan maka benar adanya qiyas meskipun benar bahwa
rasioa sudah barangtentu akan melahirkan tafsiran- tidak jarang orang melakukan proses analogi
tafsiran yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan. dengan perumpamaan yang tidak tepat. Disinilah
Sebagai sumber hukum yanag kedua, Hadis lebih letaknya barangkali bahwa ijtihad tidak dibenarkan
banyak berfungsi untuk menjelaskan atau untuk dilakukan oleh sembarang orang untuk
menafsirkan ayat-ayat al-Quran, disamping dapat segala macam masalah dengan perkataan lain
juga berfungsi untuk menetapkan hukum-hukum diperlukan adanya keahlian seseorang (Darajat,
tertentu yang tidak dibahas oleh al-Quran (Darajat, 1993: 278-279).
1993: 289-290). Arti ijtihad dari sudut kebahasaan
c. Ijtihad (ra’yu). (etimologi), merupakan bentuk masdhar dari
Ar-ra’yu berasal dari kata ra’a yanag berarti ijtihada (Bahasa Arab), yang asal katanya jahada,
melihat. Maka kata ra’yu dapat diartikan sebagai juhudan, jihadan yang berarti rajin atau sungguh-
penglihatan. Akan tetapi yang dimaksud dengan sungguh. Menurut arti yang luas, ijtihad adalah
penglihatan di sini adalah penglihatan akal, bukan mengarahkan segala kemampuan untuk memncapai
penglihatan mata, meskipun penglihatan mata sesuatu yang diharapkan. Dalam arti ini ijtihad
seringkali sebagai alat bantu terbentuknya meliputi segala usaha manusia yang sifatnya berat
penglihatan akal, sebagaimana pendengaran, dalam kehidupannya di dunia ini, untuk mencapai
perabaan, perasaan, dan lain sebagainya. kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sedangkan
Ra’yu terbentuk sebagai hasil suatu proses yang dimaksud dalam bahasan ini, ijtihad dalam
yang terjadi pada otak manusia setelah terlebih artinya yang agak sempit yakni yang berkenaan
dahulu memperoleh masukan. Masukan-masukan dengan hukum (Fiqh) Islam. Dalam arti ini, ijtihad
ini dapat saja terjadi pada saat sebelum proses diartikan sebagai mengerahkan segala kemampuan
terjadinya maupun pada saat segera terjadi proses yang ada pada seseorang faqih (ahli hukum Islam),
pemikiran tersebut. Oleh karena itu sering terjadi di dalam melakukan istimbath hukum dari dalil-
proses pemikiran ini sangat tergantung kepada dalil yang tafshilli (terurai).
jumlah masukan yang dimiliki seseorang, makin Menurut HanafI (1975:151), ijtihad dari
kaya masukana tersebut makin dalam proses segi bahasa ialah mengerjakan sesuatu dengan
pemikirannya. Karena proses pemikiran ini sangat segala kesungguhan. Sedangkan menurut istilah
bergantung kepada masukan atau dengan perkataan ijtihad ialah meng-gunakan seluruh kesanggupan
lain merupakan proses asosiasi, meng-analisis dan untuk menetapkan hukum-hukum syari’at.
membuat sintesis yang akhirnya sampai kepada Sedangkan menurut Hosen (1971:3), ijtihad berarti
kesimpulan. Maka proses itu disebut juga ijtihad. memeras pikiran untuk mengeluarkan pengertian
Hasil dari ijtihad inilah yang seringkali dijadikan (zhan) tentang hukum Islam (syari’at) mengenai
sumber tambahan dari pelaksanaan agama bahkan sesuatu masalah, tetapi harus dilakukan oleh orang
sampai kepada pembentukan norma tertentu. yang memenuhi syarat-syarat berijtihad.
Sering orang dalam hubungannya ijtihad Ijtihad ini dilakukan apabila tidak ada
ini juga menyebut qiyas (analogi). Analogi ayat-ayat al-Quran dan al-Hadis yang jelas atau
merupakan salah satu tekhnik berpikir, oleh karena mutlak. Begitu pula proses ijtihad ini terjadi dalam
itu apabila seseorang membenarkan adanya ijtihad
82
menafsirkan al-Quran dan al-Hadis (Darajat, Islam dan ibadah lainnya yang berhubungan
1993:297). dengan Rukun Islam. Peraturan-peraturan tersebut
Masalah yang diijtihadkan ialah tiap-tiap diperinci lagi menjadi peraturn badani, mali,
hukum syara’ yang tidak ada dalilnya yang pasti. muamalah, jinayah, munakahat, siyasah, akhlak,
Jadi tidak dilakukan ijtihad terhadap hukum-hukum dan peraturan lainnya makanan, minuman,
akal dan soal-soal ilmu kalam. Juga tidak sembelihan, berburu, nadzar, pemberantasan
diijtihadkan soal-soal yang ada dalilnya yang pasti, kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, mesjid,
seperti shalat lima waktu, zakat, puasa dan lain-lain dakwah, perang dan lain-lain.
(Hanafi, 1975:151). 5.5 Klasifikasi Syari’ah
Adapun menurut karya Khallaf yang Syari’ah adalah ketentuan-ketentuan Allah SWT
diterjemahkan oleh Helmi (1996:154), tempat- yang mengatur dilaksanakan atau tidak
tempat ijtihad memainkan perananya menurut garis dilaksanakannya suatu perbuatan seseorang yang
besarnya terbagi dalam tiga segi yaitu: menyangkut ibadah dalam arti kata khusus ibadah
1. Ijtihad untuk mengeluarkan hukum dari zhahir dalam arti luas. Sebagaimana dikenal dalam
nash manakala persoalan itu dapat dimasukkan kehidupan sehari-hari bahwa ketentuan Allah SWT
ke dalam lingkungan nash itu. Cara ini itu ada yang mewajibkan, melarang ssuatu
dilakukan sesudah memeriksa tentang keadaan perbuatan dan sebagainya, maka syariah dapat
nash itu; ‘am kah ia atau khas, mutlaq-kah atau diklasifikasikan sebagai berikut:
muqayyid, nasikh-kah atau mansukh dan lain- a. Yang termasuk wajib (ijab) yaitu suatu
lain lagi yang bersangkutan dengan lafaz (kata). ketentuan yang menurut pe-laksanaan; apabila
2. Ijtihad untuk mengeluarkan hukum yang tersirat dilakukan mendapat pahala dan apabila
dari jiwa dan semangat nash itu dengan ditinggalkan merupakan dosa (mendapat siksa).
memeriksa lebih dahulu apakah yang menjadi Contoh: kewajiban melaksanakan rukun Islam
illat bagi hukum nash itu. Illat mansukhah atau b. Kelompok haram, yaitu suatu ketentuan yang
mustanbathah, illat qashirah atau mua’addidah menuntut ditinggalkannya, apabila tidak dilakukan
dan sebagainya. Cara ini terkenal dengan qiyas. mendapat pahala dan apabila dilakukan
3. Ijtihad untuk mengeluarkan hukum dari kaidah- mendapatkan dosa (mendapat siksa).
kaidah umum yang diambil dari dalil-dalil yang Contoh: Zina, makan daging babi dan lain-lain.
tersebar yang terdapat di dalam al-Quran dan c. Kelompok sunnah (nadb, mustahab), yaitu
sunnah. Cara ini terkenal dengan Istishhab, suatu ketentuan yang dianjurkan pelaksanaannya;
Maslahah Mursalah, sadduzzari’ah, Istihsan apabila dilaksanakan mendapat pahala, apabila
dan sebagainya. ditinggalkan tidak berdosa (tidak mendapat siksa).
Berkaitan dengan bagaimana hukum Contoh: Salat rawatib, puasa senin kamis dan
berijtihad terdapat tiga hukum. Adapun hukumnya sebagainya.
menurut Hanafi (1975:151) di antaranya wajib ‘ain, d. Kelompok makruh (karahah), yaitu suatu
wajib kifayah, dan sunnah. ketentuan yang menganjurkan untuk
5.4 Ruang Lingkup Syari’ah ditinggalkannya suatu perbuatan; apabila
Ruang lingkup syari’ah Islam menurut ditinggalkan mendapat pahala, apabila dikerjakan
Darajat (1993, 281-282) antara lain mencakup tidak berdapat dosa.
peraturan-peraturan di antaranya ibadah: Rukun
83

Contoh: Makan bau-bauan (pete dan njengkol), tersebut sudah berarti menghilangkan fungsi
puasa hari jumat saja atau puasa hari sabtu saja. parameter dalam komponen atau fungsi komponen
e. Kelompok yang diizinkan (ibadah), yaitu dalam sistem. Sebagai contoh seseorang menyalahi
suatu ketentuan yang tidak melarang atau janji, berdusta, zina, mencuri, korupsi, khianat.
memerintah untuk sesuatu perbuatan, baik Oleh karena itu, bagi seseorang muslim
dikerjakan maupun tidak, tidak mendapat pahala melaksanakan syari’ah dalam kehidupan sehari-
ataua siksa, terkecuali apabila perbuatan tersebut hari, sebenarnya tidak hanya melaksanakan agama
dilaksanakan berdasarkan niat (motivasi) tertentu, dalam arti khusus tetapi melaksanakan agama yang
sehingga perbuatan tersebut dapat saja mendapat bersifat universal, melaksanakan hal-hal yang
pahala ataupun siksaan sesuai dengan niatnya. bersifat wajar dan alamiah yang memenuhi
Contoh: Lari pagi merupakan yang mubah persyaratan kehidupan beragama (Darajat, 1993).
menurut agama. Maka posisinya tergantung pada Pelaksanaan syari’ah di dalam Islam ini
niatnya. Kalau niatnya untuk ibadah kepada Allah sangat berhubungan erat dengan kondisi, sebagai
maka ia mendapat pahala, tapi kalau niatnya untuk contoh orang yang tidak mampu untuk
sesuatu yang tidak baik maka mendapat siksa. melaksanakan sesuaatu kewajiban secara normal,
Beberapa ulama menurut pendapat Darajat maka dia dapat melaksanakannya dengan cara lain,
(1993:302) telah mengemukakan klasifikasi lain sesuai dengan kekuatan, kemungkinan dan kondisi.
yang berkaitan dengan syari’ah, yaitu: Umpamanya pelaksanaan salat bagi ornag yang
a. Taklifi, yang berarti tuntutan atau laranagan. sakit, bias dikerjakan sambil duduk, berbaring.
b. Wadh’i, yaitu suatu pengelompokan hukum yang Orang yang melaksanakan salat pada kendaraan
menetapkan wajib, haram, sunat, yang sedang bepergian. Dengan pengertian lain
ibadah/rukhsah dan azimah. Sesuatu perbuatan yang mendapat keringanan itu tidak dalam hal
dihubungkan dengan sebab, syarat, penghalang meninggalkan kewajibannya tetapi dalam hal
(mani’). Seperti wajibnya salat dengan syarat pengaturan pelaksanaannya, itu sebabnya dalam
Islam, baligh, berakal, mempunyai wudu dan pelaksanaan syariat Islam terdapat kategori rukhsah
menutup aurat. Salat dilarang karena adanya (keringanan). Selain itu dapat dicontohkan bahwa
haid dan sebagainya. wudu dapat diganti dengan tayamum, salat empat
5.6 Pelaksanaan Syari’ah rakaat bisa disingkat menjadi dua rakaat (qashar),
Ketentuan-ketentuan sebagaimana makanan yang nharam menjadi halal apabila
dirumuskan di dalam syariah, wajib dipatuhi dan makanan itu satu-satunya yang dapat dimakan.
dilaksanakan. Orang Islam yakin bahwa ketentuan- Selanjutnya penentuan sesuatu
ketentuan Allah SWT yang terdapat dalam syari’ah pelaksanaan syari’ah, juga tidak ditentukan oleh
itu adalah ketentuan-ketentuan Allah SWT yang klasifikasi hukum saja, akan tetapi ditentukan oleh
bersifat universal, oleh karena itu, ia merupakan niat (motivasi) yang dapat mengubah klasifikasi
hukum bagi setiap komponen dalam satu sistem. hukum tertentu. Orang yang sekolah dengan niat
Hal ini bahwa setiap ketentuan yang ibadah (melaksanakan perintah Allah SWT) yang
ditinggalkannya atua dilanggar seseorang bukan bersangkutan dijanjikan akan mendapat pahala.
saja akan merusak dirinya tapi juga akan merusak Sedangkan yang sekolah dengan maksud jelek
lingkungannya. Karena pada hakekaknya, kejadian (memperoleh pengetahuan untuk merusak alam
84
semesta), yang bersangkutan tidak akan mendapat Manusia yang mengenai Khaliknya dan
pahala tapi mendapat siksa. percaya kepadaNya sebagai Tuhan, sebagai Pemilik
6. Kesimpulan dan sebagai Yang Dipertuan bagi dirinya, dan
Uraian di atas menunjukkan adanya mengikuti undang-undang Syari'atNya dalam
hubungan antara akidah, syariah dan ibadah. kehidupannya yang bebas pilih, sebagaimana juga
Akidah sebagai ketentuan-ketentuan dasar ia mengikuti undang-undang alamNya dalam
mengenai keimanan seorang muslim merupakan kehidupannya yang tidak bebas pilih.
landasan dari segala perilakunya, bahkan Inilah sosok Muslim yang sempurna yang
sebenarnya akidah merupakan landasan bagi telah menyempurnakan Islamnya, karena hidupnya
ketentuan-ketentuan syari’ah yang merupakan sekarang telah menjadi Islam yang hakiki. la telah
pedoman bagi seseorang berperilaku di muka bumi. berserah diri dengan sukarela kepada yang tadinya
Atas dasar itu akidah tidak hanya ditaatinya dan dipatuhi undang-undangNya tanpa
berfungsi sebagai landasan secara pasif, karena disadannya sebelumnya. Sekarang dengan sadar
akidah tidak hanya merupakan ukuran (standar) dan sengaja ia telah menjadi seorang yang taat
untuk mengukur perilaku seseorang itu sesuai atau kepada luhannva. vang sebelum itu ditaatinya
tidak, akan tetapi akidah itu pun merupakan titik dengan tidak disengaja dan tilak dikehendakinya
tolak untuk seseorang berperilaku. Sebagai contoh llmunya telah meniadi benar, kerana ia telah
orang yang mendirikan salat adalah orang yang mengenai Allah, Khaliknya dan Penciptanya yang
melaksanakan akidah, untuk melaksanakan akidah memberinya ke-kuatan ilmu dan pelajaran. Akalnya
tersebut secara baik. Pelaksanaan akidah yang telah masak dan fahamnya telah terarah, karena ia
dimanifestasikan dalam bentuk ibadah tersebut telah mempekerjakan fikirannya kemudian
dilakukan dalam koredor syariah yang telah mengambil keputusan, bahawa ia tidak mau
digariskan oleh yang Maha segalanya, yang dikenal menyembah selain daripada Alah yang telah
dengan istilah Tuhan (Allah Swt). mengagkat derajatnya dengan suatu pemberian,
Dengan demikian jelas bahwa terkait berupa faham dan kebebasan menentukan pendirian
dengan akidah ibadah dan syariah terjadi polarisasi; dalam segala perkara. Lidahnya telah menjadi
adalakanya manusia termasuk sebagai manusia benar, mengatakan yang hak, karena ia sekarang
yang berIslam dan beriman (Mukmin/muslim) atau hanya mengakui Tuhan yang Maha Esa, yaitu Allah
manusia yang tidak beriman (kufur). Dari segi yang yang mengumiainya kekuatan berbicara dan
pertama, ia adalah seorang Muslim yang telah berkata-kata. Seolah-olah hidupnya sekarang tidak
dicetak menurut Islam dan diciptakan untuk ada yang tinggal padanya kecuali kebenaran,
memikul tanggung-jawab terhadapnya, karena ia tunduk kepada undang-undang Allah
sebagaunana makhluk-makhluk yang lain di dalam dalam perkara yang ia mempunyai kebebasan
alam ini. memilih mengenai urusannya. Maka terbentanglah
Dan dari segi yang lain ia adalah bebas antara dia dan makhluk-makhluk yang lain di
untuk menentukan pilihannya, apakah ia hendak dalam alam ini tali perkenalan dan pergaulan yang
menjadi seorang Muslim atau bukan Muslim. harmonis, karena ia hanya menyembah Allah yang
Kebebasan untuk menentukan pilih inilah yang Mahu Bijaksana dan Maha Mengetahui, yang
membagi manusia menjadi dua macam: disembah dan dipatuhi undang-undangnya oleh
sekalian makhluk.
85

Daftar Pustaka
Al-Banna, H. 1983. Aqidah Islam.
Bandung : Al-Ma’arif.
Al-Dzahabi, M. H. 1976. Al-Mufassir Wa
Al-Mufassirun. Mesir: Dar Al-Kutub Al-Haditsah.
Al-Hujwiri, ’A. I. U. 1992. Kasful
Mahjub. Risalah Persia Tertua Tentang Tasawuf.
Bandung : Mizan.
Ali, A. 2005. Sosiologi Islam. Bogor : IPB
PRESS.
Al-Maududi, A.A. 1984. Fundamentals Of
Islam. Terj. Ahsin Muhammad. Bandung: Pustaka.
Al-Qaththan,M. K. 1981. Mabahits Fi
‘Ulum al-Quran. Riyadh: Maktabah Ma’arif. 1981.
Al-Suyuthi, J. 1951. Al-Itqan Fi ‘Ulum Al-
Quran. Kairo: Musthafa Babi al-Halabi. 1951.
Amir, W. T.t. Perbandingan Agama. Jilid
I. Semarang: Toha Putra.
Amsyari, F. 1959. Islam Kaaffah:
Tantangan Sosial dan Aplikasinya Di Indonesia.
Jakarta; Gema Insani Press.
Darajat, Z., et all. 1993. Materi Pokok
Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Proyek
Pembinaan Pendidikan Agama Islam Pada
Perguruan Tinggi Depag dan Universitas Terbuka
Depdikbud. 1993.
Diya, F. B., Al-Kazmi, M. 2000.
Pancaran Cahaya Shalat. Diterjemahkan dari
Muhsin Qira’ati. 1990. Bandung: Pustaka Hidayah.
Hanafi, A. 1975. Usul Fiqh. Cet Ke-6.
Jakarta : Penerbit Wijaya Jakarta.
Helmi, M. 1996. Diterjemahkan dari
Abdul Wahhab Khallaf. Ilm Ushul al-Fiqh.
Bandung: Gema Risalah Press.
Hosen, I. 1871. Fiqh Perbandingan dalam
Masalah Nikah-Thalaq-Rujuk dan Hukum
Kewarisan. Jakart: Balai Penerbitan &
Perpustakaan Islam Yayasan Ihya ’Ulumuddin
Indonesia Cet Pertama.
Mas’ud, M. F. 1991. Agama Keadilan,
Risalah Zakat (Pajak) Dalam Islam. Jakarta :
Pustaka Firdaus.
Maududi, A. A. 1986. Prinsip-Prinsip
Islam Judul Asli Mabadi’u Al-Islamiyyah.
I.I.F.S.O
Mudis, A et all. 1988. Ilmu Tafsir.
Bandung : CV. Armico.
Muhaimin, et all. 1994. Dimensi-Dimensi
Studi Islam. Surabaya: Karya Abditama.
Qardhawi, Y. T.t. Al-Ibadah Fi Al-Islam.
Bangil: Pustaka Abdul Mu’iz. T:t.
Shihab, M. Q. 1992. Membumikan Al-
Quran: Fungsi Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat. Bandung : Mizan.
Taimiyah, I. 1983. Aqidah Islam Menurut
Ibnu Taimiyah. Bandung : Al-Ma’arif.

Anda mungkin juga menyukai